Pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta.

(1)

PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIDAPATKAN DARI KERATON YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Yohanes De Deo Yustiananta NIM: 06 9114 056

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii SKRIPSI

PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIBERIKAN DARI KERATON YOGYAKARTA

Oleh:

Yohanes De Deo Yustiananta NIM: 069114056

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Skripsi,


(3)

iii SKRIPSI

PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIDAPATKAN DARI KERATON YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Yohanes De Deo Yustiananta NIM: 069114056

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji pada tanggal: 13 Juni 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi ………

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. ………

Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. ………

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“SUGIH TANPA BANDA,

SEKTI TANPA AJI,

NGLURUG TANPA BALA,

MENANG TANPA NGASORAKE.”

“KEKAYAAN TANPA KEMEWAHAN,

KESAKTIAN TANPA AJIAN,

MENYERANG TANPA PASUKAN,

MENANG TANPA MERENDAHKAN.”

Karya tulis ini saya persembahkan kepada: Kebudayaan masa lalu yang mempunyai nilai-nilai luhur, diwariskan oleh leluhur dan kini berusaha bertahan tergilas jaman.


(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2013 Peneliti,


(6)

vi

PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIDAPATKAN DARI KERATON YOGYAKARTA

Yohanes De Deo Yustiananta

ABSTRAK

Kebanyakan orang biasanya dalam bekerja berusaha untuk mendapatkan gaji yang setimpal dengan beban kerjanya. Namun di Yogyakarta ada sekelompok orang yang bernama Abdi Dalem yang mengkontribusikan diri kepada di Kerataon Yogyakarta dengan manfaat yang sangat jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat didapatkan dari Keraton Yogyakarta. Penelitian ini mengunakan tiga subjek yang merepresentasikan tiga jenis Abdi Dalem

yang ada di keraton yogyakarta yaitu Abdi Dalemkaprajan, Abdi Dalemprajurit dan Abdi Dalem punakawan. Data penelitian diambil dengan cara wawancara semi-terstruktur. Penelitian ini menggunakan analisa data dengan metode penelitian kualitatif fenomenologi. Kredibilitas diperoleh dengan cara verifikasi data dengan membagikan salinan deskripsi tekstural struktural dari pengalaman responden kemudian tiap responden diminta untuk secara seksama memeriksa deskripsi tersebut. Dari hasil penelitian terhadap tiga jenis Abdi Dalem dapat ungkap bahwa meskipun terdapat banyak manfaat yang didapatkan namun ada manfaat yang utama yang didapatkan oleh Abdi Dalem yaitu ketentraman. Dan ketentraman tersebut dimaknai sebagai penerimaan abdi terhadap keberadaan sistem budaya Jawa yang dimiliki oleh pihak Keraton Yogyakarta. Dengan kata lain ketentraman tersebut muncul karena adanya kestabilan status quo

antara kelompok interior (abdi dalem) dengan kelompok superior (Keraton Yogyakarta). Kata Kunci: pemaknaan, abdi dalem, manfaat, keraton Yogyakarta


(7)

vii

THE MEANING OF ABDI DALEM (PALACE SERVANT) TOWARD THE BENEFITS OBTAINED FROM THE YOGYAKARTA PALACE

Yohanes De Deo Yustiananta

ABSTRACT

People who work are usually trying to get rewards commensurate with their workload. But in Yogyakarta there are some group of people who called abdi dalem (Palace Servant) which dedicated their self for Yogyakarta Palace. Their be rewarded by Yogyakarta palace that below to Yogyakarta regional minimum salary rate. This study aims to know the meaning of abdi dalem toward benefit obtained from the Yogyakarta Palace. This study uses three types of subjects that represent of tshree abdi dalem who exist in the Yogyakarta palace, there is abdi dalem kaprajan, abdi dalem prajurit, abdi dalem prajurit. Data were collected by semi-structured interviews. This study use phenomenological qualitative research methods. Credibility is obtained by verification of data is done by distributing copies of a structural-textural description of the experience of respondents. Then each respondent was asked to carefully examine the description. From the results of a study of three types of abdi dalem said that although there are some benefits earned but there is peaceful feeling that’s be the primary reward that obtained by abdi dalem. Peaceful feeling has interpreted as acceptance of the existence of Javanese culture system owned by the Sultan of Yogyakarta. In other words, the tranquility arise because of the stability of the status quo between the interior (abdi dalem) with the superior group (Yogyakarta Palace).


(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

NAMA : YOHANES DE DEO YUSTIANANTA

NIM : 069114056

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pemaknaan Abdi Dalem Terhadap Manfaat yang dapatkan dari Keraton Yogyakarta

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 13 Juni 2013 Yang menyatakan,


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ini ditulis karena ketertarikan peneliti akan nasib keberlangsungannya kebudayaan Jawa. Salah satu warisan kejayaan Nusantara, yang sudah ada beratus tahun yang lalu dan kini mencoba bertahan di zaman moderen serba praktis dan pramatis. Peneliti prihatin atas tergerusnya nilai-nilai kebijaksanaan lokal pada generasi muda, hal ini menumbuhkan rasa sayang kepada kebudayaan yang luhur karena perlahan mulai pudar menuju lenyap. Oleh Karena itu karya ini dibuat sebagai usaha peneliti untuk mengangkat kembali minat generasi muda untuk menyadari sejarah peradabannya. Selain itu karya tulis ini juga merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini berkat dukungan dan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Seluruh pejabat fakultas karena telah memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi. Bapak C. Siswa Widiyatmoko, M.Psi. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing akademik sekaligus Kaprodi Fakultas Psikologi USD Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi.

2. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi. yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan penlitian ini.


(10)

x

3. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, yang telah mentransferkan segala pengetahuan dan pemahaman mengenai kejiwaan manusia.

4. Keluarga yang selalu mendukung dengan segala cara, Ibu, Bapak, mas Ernest, mbak Tika, Mbak Dita, kedua ponakanku Eleanor dan Max. 5. Kepada Debora Ratri, seorang yang terkasih, yang telah mengerakkan

penulis untuk terus bergerak dari masa lalu dan mendorong untuk menerima tugas-tugas perkembangan hidup selanjutnya.

6. Masbrow Simplex, yang telah menjadi teman diskusi tentang kehidupan dan pengalaman-pengalaman spiritual selama 3 tahun terakhir.

7. Keluarga Besar Tumindak Ngiwa (TN), sebuah keluarga yang terlahir dari tema-teamn tanpa ikatan sedarah dari berbagai generasi. Mas Win, mas Iwil, Indro, Eva, Sari, mas Abu, mas Kopet, Pak Wok, Tino, mas Peyek, Bembi dan teman-teman yang lain yang tidak sebutkan satu-persatu karena begitu banyak orang yang pernah berdinamika di Tumindak Ngiwa, matur nuwun.

8. Kepada Pak Jaya yang telah menjadi teman diskusi yang memperkaya pikiran yang make sense maupun yang common sense.

9. Anak-anak mahasiswa angkatan 2006, 2005, 2007, 2008 yang terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, terima kasih atas tahun-tahun yang penuh dinamika pengalaman, suka dan duka yang bersama pernah kita alami selama kuliah teori, organisasi kemahasiswaan.


(11)

xi

10. Warung Omah Sapen, terima kasih atas penghiburan yang tidak pernah terduga, tempat diman penulis terdampar diantara anak-anak mahasiswa arsitektur Atmajaya yang tidak hanya guyub tapi produktif, Tia, Mia, mbak Alit, Bagas, Budi, Yer, dan teman-teman yang lain.

11. Kepada mbah L, Mbah P, dan mbah S yang bersedia untuk membagikan pengalaman mengenai Abdi Dalem dan segelintir kebudayaan Jawa.

Yogyakarta, 31 Mei 2013 Yohanes De Deo Yustiananta


(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTODANPERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR SKEMA ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7


(13)

xiii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Makna dan Makna Hidup ... 8

1. Makna ... 8

2. Makna Hidup (Meaning of Life) ... 10

3. Pemaknaan terhadap Pekerjaan ... 13

B. Pengertian Abdi dan Abdi dalem Keraton Yogyakarta ... 15

1. Abdi ... 15

2. Pengertian Abdi Delem ... 15

3. Motivasi atau Faktor Pendorong Menjadi Abdi dalem ... 17

4. Kewajiban Abdi Dalem ... 23

5. Manfaat yang didapatkan Abdi Dalem dari Keraton Yogyakarta... 27

C. Teori Justifikasi Sistem ... 31

D. Kerangka Penelitian ... 38

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Fokus Penelitian ... 43

C. Definisi Operasional ... 43

D. Subjek Penelitian... 44

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

F. Metode Analisis Data ... 47


(14)

xiv

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Pelaksanaan Penelitian ... 50

1. Persiapan Penelitian ... 50

2. Pelaksanaan Penelitian ... 53

B. Profil Subjek ... 55

1. Subjek I (Abdi Dalem Kaprajan)` ... 54

2. Subjek II (Abdi Dalem Prajurit) ... 55

3. Subjek III (Abdi Dalem Punakawan) ... 56

C. Hasil Penelitian ... 58

1. Subjek I (Mbah S) ... 58

2. Subjek II (Mbah P) ... 64

3. Subjek III (Mbah S) ... 71

D. Pembahasan .. ... 73

1. Dinamika Pemaknaan Manfaat ... 73

2. Dinamika Pemaknaan Abdi Dalem terhadap Manfaat yang Diberikan oleh Keraton Yogyakarta ... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Keterbatasan Penelitian ... 86

C. Saran ... 87

1. Bagi Kaum Akademisi... 87


(15)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenjang Kepangkatan Abdi Dalem Punakawan dan Kaprajan Berdasarkan Pranatan

Kalenggahan No. 01/Pran/KHPP/XII/2004 ... 29 Tabel 2 Tabel Interview Guide ... 45 Tabel 3 Jadwal Wawancara ... 53


(17)

xvii

DAFTAR SKEMA

Skema 1 Kerangka Penelitian ... 38

Skema 2 Alur Tema Utama Subjek I ... 82

Skema 3 Alur Tema Utama Subjek II ... 83

Skema 4 Alur Tema Utama Subjek III ... 84


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel 1: Tema Subjek I (Mbah L) ... 92

Lampiran 2 Tabel 2: Analisis Subjek I (Mbah L)... 85

Lampiran 3 Tabel 3: Tema Subjek II (Mbah P). ... 108

Lampiran 4 Tabel 4: Analisis Subjek II (Mbah P)... 110

Lampiran 5 Tabel 5: Tema Subjek III (Mbah S) ... 118


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan sebagian masyarakat Indonesia masih di bawah garis kemiskinan.Masih banyak komponen masyarakat Indonesia kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar.Menurut data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2006, diperkirakan 17,8% jumlah penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sedangkan 49.0% penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 atau sekitar Rp 20.000,00 per hari. Selain itu jumlah penganguran di Indonesia sebanyak 9,75% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan kondisi kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, masyarakatIndonesia berusaha untuk meningkatkan kesejateraan mereka sendiri. Ada berbagai macam profesi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Petani dan buruh adalah profesi yang paling banyak ditekuni dari sekian banyak profesi yang ada (BPS, 2009).

Namun perkembangan ekonomi Indonesia yang lambat di tambah dengan perkembangan globalisasi yang cepat membuat kebutuhan dan keinginan masyarakat semakin tinggi. Fenomena kekecewaan kemudian sering muncul pada komponen masyarakat


(20)

Indonesia karena ketidaksesuaian antara pendapatan dengan kebutuhan hidup. Eksesnya sering terjadi protes sebagai bentuk ketidakterimaan mereka atas ketidaksesuaian antara pendapatan dan kebutuhan dasar masyarakat. Protes semacam ini sering dilakukan oleh kaum pekerja dan buruh terhadap kebijakan upah minimum yang di tentukan oleh Pemerintah. Mereka menuntut atas kesesuaian antara upah mereka berkerja dengan Kebutuhan Layak Hidup (KHL) mereka (Ridwan, 2013).

Kebutuhan hidup layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang pekerja untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan satu bulan (Kementrian Tenaga Kerja, 2005). Kebutuhan Layak Hidup (KHL) dikeluarkan melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan KHL sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum seperti yang di atur dalam pasal 88 ayat 4. Komponen standar Kebutuhan Hidup Layak sendiri terdiri dari makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan (Kementrian Tenaga Kerja, 2012).

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) resmi tahun 2013 di provinsi Yogyakarta sebesar Rp 1.046.514,56. Perhitungan tersebut didapatkan berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kondisi mikro kecil dan menengahdi Yogyakarta (http://www.mediaindonesia.com/read/ 2012 /10/05/353468/289/101/Biaya-Hidup-Layak-di-Yogyakarta-Rp1-jutaan, diakses 16 Januari 2013, 10.00 WIB). Sedangkan Upah Minimun Provinsi (UMP) Yogyakarta tahun 2013, sebesar Rp 981.765,00 (Setyawan, 2012).


(21)

Dari data diatas amat logis jika para pekerja dan buruh menuntut upah yang lebih layak, minimal mampu menutup Kebutuhan Layak Hidup.

Pada saat ini era globalisasi menekankan efektivitas dan efisiensi di segala hal. Nilai-nilai efektivitas dan efisiensi ini dapat membuat suatu masyarakat menjadi semakin maju. Dalam masyarakat yang belum siap dengan adanya globalisasi maka akanada ekses negatif bagi kehidupan masyakat. Nilai ini efektivitas dan efisiensi di segala hal ini jika terlalu mendominasi dalam kehidupan manusiaakan menyebabkan munculnya sikap pragmatis dan materialistis dalam berperilaku. Dampak negatifnya dari sikap pragmatis dan materialistis ini membuat manusia cenderung berfokus pada hasil bukan pada proses sehingga semuanya diukur dari sesuatu yang bersifat material. Kebutuhan-kebutuhan utama manusia pun hanya terbatas pada kebutuhan pokok yang bersifat material.Namun keterpenuhan kebutuhan material tak menjamin seseorang bahagia.

Di tengah kondisi Indonesia yang dinamis itu masih ada sekelompok orang, yang dikenal sebagai abdi dalem yang masih bertahan pada prinsip-prinsip tradisional. Jika dihitung dengan perhitungan nalar ekonomis amatlah tidak masuk akal untuk mampu hidup di zaman globalisasi.Mereka diberikan manfaat yang relatif kecil oleh Keraton Yogyakarta, jauh dari UMP Yogykarta tahun 2013 sebesar Rp 981.765,00, namun mereka harus hidup dengan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Yogyakarta. Mereka rela memberikan kontribusi pada Keraton Yogyakarta meski dengan imbalanseadanya. Berbeda dengan para buruh


(22)

dan pekerja yang sering menuntut kenaikan upah, abdi dalem dengan suka rela memberikan kontribusi mereka pada Keraton Yogyakarta meskipunimbalanyang diberikan Keraton Yogyakarta kepada mereka tidak seberapa.Merekadengan suka rela memberikan kontribusinya bagi Keraton Yogyakarta karena mencari sesuatu yang bersifat rohani bukan material.

Menurut sumber dari Parentah Hageng (bagian Keraton Yogyakarta yang mengurusi abdi dalem) diperkirakan jumlah seluruh abdi dalem saat ini sekitar 3000-an orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Yogyakarta yang berjumlah sekitar 3.000.000 orang, maka dapat diperkirakan bahwa penduduk Yogyakarta yang berstatus sebagai abdi dalem hhanya sekitar 0,1 %. Prosentase ini menunjukan bahwa abdi dalem belum atau setidaknya kurang menarik sebagai pilihan profesi penduduk Yogyakarta pada umumnya (Sudaryanto, 2008).

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta secara umum dapat di artikan sebagai pembantu atau pengurus Keraton Yogyakarta. Abdi Dalem sendiri tidak merasa ada paksaan untuk menjadi abdi dalem.P elaku Abdi dalem itu sendiri merupakan abdi budaya, tidak bisa diartikan sebagai pembantu atau batur. Mereka merupakan orang yang mengabdikan dirinya untuk kerabat karadah Keraton dan mengabdikan sepenuh hati untuk Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan aturan yang ada. Abdi dalem keraton Yogyakarta dibagi menjadi tiga, yakni abdi dalem keprajan dan abdi dalem Punokawan dan abdi dalem Prajurit. Yang membedakan antara keduanya adalah hak dan kewajibannya. Abdi dalem Keparajan memiliki


(23)

derajat yan lebih tinggi dibandingkan dengan abdi dalem punakawan dan abdi dalem prajurit. Abdi dalem keprajan biasanya pegawai aktif atau pensiunan, sedangkan abdi dalem punokawan dan prajurit mayoritas berasal bukan pegawai (PNS).

Ada beberapa penelitian tentang abdi dalem Keraton Yogyakarta. Penelitian ini adalah kelanjutan dari salah penelitian tentang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang berjudul “Kebermaknaan Hidup pada Abdi Dalem Punakawan Keraton Yogyakarta.” Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa abdi dalem punakawan Keraton Yogyakarta mengabdi bertujuan sebagai sarana untuk mendapatkan ketentraman hidup dan kebahagiaan rohani. Para Abdi Dalem percaya pada mitologi Jawa yang mengatakan bahwa Keraton merupakan sumber kehidupan yang mendatangkan berkah, ketentraman hidup, kebahagiaan rohani, dan pandangan terhadap Sultan Yogyakarta sebagai wakil Tuhan yang menjalankan perannya di dunia. Karena kepercayaan pada mitos atau nilai-nilai tersebut dan menghayati dengan sungguh-sungguh, mereka merasakan kebahagiaan rohani dan ketentraman hidup. Dari penelitian tentang abdi dalem sebelumnya peneliti berkesimpulan bahwa makna hidup mereka sebagai abdi Keraton Yogyakarta lebih bersifat spiritual yaitu mencari ketentraman hidup dan mengabdi pada budaya. Meskipun demikian penelitian terdahulu belum mengungkap secara mendalam bagaimana abdi dalem memaknai imbalan dari Keraton yang relatif kecil dan tetap. Sedangkan index Kebutuhan Layak Hidup (KHL) meningkat


(24)

dari tahun-ke tahun. Tahun 2012 Kebutuhan Layak Hidup di provinsi Yogyakarta sebesar Rp 862.390,76 pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp 1.046.514,00.

Berdasarkan fakta-fakta diatas maka fenomena kontribusi abdi dalem kepada keraton Yogyakarta amatlah menarik untuk diteliti.Fenomena kontribusi abdi dalem kepada keraton Yogyakarta, jika dihitung secara nalar matematis terasa tidak seimbang antara kewajiban dengan hak yang dialami olehpara abdi dalem. Fenomena tersebut semakin menarik karena di zaman globalisasi, patokan material dan pragmatisme sebagai ekses nilai efisiensi dan efektitivas menjadi ukuran kesejahteraan manusia. Dengan alasan itulah maka peneliti tertarik untuk mengambarkan dinamika pemaknaan abdi dalem Keraton Yogyakarta terhadap manfaatyang didapatkan dari Keraton Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pemaknaan abdi dalemt erhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta.


(25)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta.

b. Menyajikan fakta-fakta dan wacana tentang khasanah kearifan lokal dibelahan dunia timur yaitu Indonesia pada khususnya peradaban manusia Jawa untuk perkembangan ilmu psikologi, terutama psikologi sosial budaya.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk sarana refleksi bagi Abdi Dalem itu sendiri dalam memahami memaknai manfaat yang didapatkandari Keraton Yogyakarta yang tidak seberapa di tengah kebutuhan hidup di provinsi Yogyakarta yang semakin meningkat.

b. Hasil penelitian ini dapat bergunabagi para pembaca hasil penelitian untuk mengenal dan lebih memahami cara hidup dan cara pandang Abdi Dalem sebagai representasi dari orang Jawa yang masih kental kultur Jawanya. Terutama untuk memahami cara pandang Abdi Dalem dalam memaknai manfaat yang mereka dapatkan dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.


(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Makna dan Makna Hidup 1. Makna

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (1998), kata makna dideskripsikan sebagai arti. Sedangkan kata pemaknaan dideskripsikan sebagai menjadikan sesuatu bermakna.

Victor Frankl (Bastaman, 1996), mengatakan bahwa manusia berusaha memahami eksistensi kehidupannya melalui pemaknaan dari berbagai pengalaman hidupnya. Ada 3 prinsip yang menjadi landasan pemikiran Frankl mengenai peencarian manusia terhadap eksistensinya melalui pemaknaan hidup yaitu;

a. Kebebasan Berkehendak

Manusia pada dasarnya memiliki kebebasan.Namun kebebasan ini bukanlah kebebasan yang tak terbatas, melainkan kebebasan dalam batas-batas tertentu. Manusia tidak mungkin terlepas dari kondisi biologis, kondisi psikologis, kondisi sosial, maupun kondisi kesejarahannya, jadi bukan kebebasan dari (freedom from) kondisi kondisi tersebut (Bastaman dalam Sukmono, Djohan dan Ellywati, 2000).


(27)

Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992) manusia bebas untuk tampil di atas determinan-determinan somatik dan psikis dari keberadaannya sehingga ia memasuki dimensi baru, dimensi noetik atau dimensi sprititual, suatu dimensi tempat kebebasan manusia terletak dan dialami. Dari situ manusia sanggup mengambil sikap bukan saja terhadap dunia tetapi juga terhadap dirinya sendiri.

b. Kehendak Hidup Bermakna (Will to Meaning)

Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia.Hasrat inilah yang memotivasi setiap orang untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Hasrat untuk hidup bermakna tersebut tidak saja nyata bagi manusia tetapi juga penting, untuk itu keliru jika hasrat ini dikatakan sebagai sesuatu yang hayalki dan artifisial (Bastaman,1996). Frankl sengaja mengunakan istilah “the will to meaning” bukan “the drive for meaning, karena makan dan nilai-nilai hidup tidak mendorong (to push to drive), tetapi seakan akan menarik (to pull) dan menawari (tooffer) manusia untuk memenuhinya (Bastaman dalam Sukmono, Djohan dan Ellyawati, 2000). Hasrat untuk hidup bermakna mendambakan seseorang menjadi pribadi yang berharga dan berarti (being somebody) dengan kehidupan yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang bermakna pula.


(28)

Dari uraian di atas maka pemaknaan dapat dikatakan sebagai hasil inti sari pengamalan-pengalaman hidup seorang individu.

c. Makna Hidup (Meaning of Life)

Menurut pendapat Frankl (dalam Bastaman, 1996), makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Bila makna hidup ini ditemukan dan dipenuhi maka seseorang akan merasakan hidup berarti dan berharga dan akhirnya akan menimbulkan kebahagiaan (happiness).

Dari uraian di atas maka pemaknaan dapat dikatakan sebagai hasil inti sari pengamalan-pengalaman hidup seorang individu dalam usahanya untuk menemukan eksistensinya.

2. Makna Hidup (Meaning of Life)

Menurut Yallom (dalam Bastaman 1996), pengertian makna hidup secara langsung mengarah pada pencarian tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu atau ingin dicapai dan dipenuhi oleh manusia dalam perjalanan hidupnya.Keterikatan di antara makna hidup dan tujuan hidup tak dapat dipisahkan sehingga untuk tujuan praktis maka kedua pengertian tersebut tidak dapat dibedakan (Bastaman, 1996).

Makna hidup menurut Frankl (dalam Sukmono, Djohan dan Ellyawati, 2000) tidak hanya bersumber dari agama atau realisasi nilai-nilai keagamaan, tetapi juga bisa melalui nilai-nilai-nilai-nilai etis dan


(29)

pengalaman-pegalaman kehidupan seseorang. Makna hidup cenderung bersifat khas dan unik bagi setiap individu, sehingga makna hidup dari setiap orang dapat berbeda-beda. Bahkan individu dapat menarik pemaknaan yang berbeda dari berbagai momen kehidupannya.

Sebagimana dikonsepkan oleh Frankl (dalam Alfian dan Suminar, 2003) makna hidup memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:

- Makna hidup bersifat unik dan personal, sehingga tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus ditemukan sendiri.

- Makna hidup bersifat spesifik dan kongkrit, hanya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari, serta tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan idealistis maupun renungan filosofis.

- Makna hidup member pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan .

- Makna hidup juga diakui sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, semesta dan paripurna

Frankl mengemukakan tiga cara untuk menemukan makna hidup dalam berbagai situasi kehidupan yaitu (1) dengan memberikan sesuatu yang berkenaan dengan hasil kreasi atau pekerjaan, (2) dengan mengalami sesuatu atau berdinamika dengan orang lain, dan (3) pemgambilan sikap dari penderitaan yang dialami. Dalam prosesnya


(30)

individu berpengang pada nilai-nilai tertentu sebagai pedoman untuk

menemukan makna dan menyederhanakan pengambilan

keputusannya. Nilai –nilai yang dijadikan pedoman tersebut menurut Frankl dapat dibagi menjadi 3 kategori nilai yaitu nilai kreatif, nilai pengalaman, dan nilai sikap (Schutlz, 1991).

Individu dalam menemukan makna dari pengalaman hidupnya dapat merealisasikan 3 nilai tersebut yaitu: (1) nilai-nilai kreatif, yang diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif, (2) nilai-nilai eksperensial atau penghayatan, melalui sikap terbuka, menerima diri atau menyerahkan diri kepada pengalaman-pengalaman kehidupan, dengan cara menemukan keindahan, kebenaran lewat cinta, (3) nilai-nilai bersikap, yaitu ketika individu menunjukkan keberanian dan kemuliaan menghadapi penderitaan (Schutlz, 1991).

Pada akhirnya individu yang menemukan makna dalam kehidupannya akan mencapai keadaaan transendensi diri. Ketika individu mentransendensikan diri, individu tersebut akan melihat dirinya yang otentik, yang membuat pilihan, yang unik dan istimewa menegaskan tanggung jawabnya (Rakhmat dalam Setiawati, 2001).

Uraian tentang ciri-ciri dan komponen kehidupan bermakna diatas dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu terhadap hal-hal yang dianggap penting, diyakini kebenarannya dan memberikan nilai khusus, serta dapat dijadikan tujuan dalam hidupnya, dalam prosesnya ditinjau dari sudut pandang


(31)

dirinya sendiri dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kepuasan batin.

3. Pemaknaan terhadap Pekerjaan

Menurut Frankl (1965) memahami manusia haruslah bergerak dari psikoanalsis (instingtif) ke analisis yang lebih bersifat eksistensial. Analisis eksistensial cenderung mengunakan fakta bahwa manusia dapat secara sadar memahami tanggung jawabnya sebagai manusia. Manusia yang sadar akan eksistensialnya adalah manusia yang sadar akan tanggung jawabnya, sehingga menurut Frankl melihat kesadaran akan tanggung jawab individu dapat menjadi titik permulaan dari analisis eksistensial. Frankl (1965) berpendapat bahwa dalam memahami eksistensi seseorang ada 2 cara yaitu (a) Analisa Eksistensial Umum dan (b) Analisa Eksistensial Khusus. Analisis eksistensial umum berusaha untuk memahami manusia dalam menyadari eksistensi mereka dalam lingkup (a) pemaknaaan terhadap hidup, (b) pemaknaan terhadap penderitaan, (b) pemaknaan terhadap pekerjaan, (c) pemaknaan terhadap cinta.

Dalam pemaknaan terhadap pekerjaan, Frankl (1965) berpendapat bahwa manusia yang sadar akan eksistensinya akan selalu bertanya tentang pekerjaan yang dilakukannya sebagai bentuk aktualisasi diri. Menurutnya individu yang mengalami kondisi menganggur akan mengalami kehampaan eksistensi. Individu tersebut akan merasa tidak berguna dan tidak benilai dan dapat berujung


(32)

padakecemasan. Akibatnya maka individu tersebut akan mencari pelarian ke hal yang lain. Namun individu yang bekerja pun tidak akan luput dari kecemasan jika pekerjaan yang dijalani tidak dimaknai, dan lebih cenderung mengutamakan hasil pekerjaan daripada proses bekerja. Individu yang berkerja tanpa memaknai pengalamannya akan mengalami kejenuhan.

Frankl (dalam Koeswara, 1992) berpendapat bahwa dalam nilai-nilai daya cipta (kreatif), aktivitas kerja merepresentasikan wilayah di mana keunikan individu tampil dalam hubungannya dengan masyarakat dan penemuan individu pada makna hidupnya.Pekerjaan dapat mengantarkan individu kepada makna jika perkerjaan itu

merupakan usaha memberikan sesuatu nilai kepada

hidupnya.Kemudian Bastaman (1996), berpendapat bahwa penghayatan hidup secara bermakna mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; (a) Mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa.(b) Bagi Individu tugas-tugas dan perkerjaan sehari-hari merupakan sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri sehingga mampu mengerjakan dengan semangat dan bertanggung jawab. (c) Bagi individu menjalani hari demi hari mampu menemukan beranekaragaman perngalaman baru dan hal-hal menarik yang semuanya menambah pengalaman hidup.


(33)

Dari uraian diatas maka makna kerja dapat disimpulkan sebagai intisari dari pengalaman individu dalam usahanya untuk mencari eksistensi diri berdasarkan nilai-nilai daya kreatif dan pekerjaan.

B. Pengertian Abdi dan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta 1. Abdi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1988), pengertian abdi berarti orang bawahan, pelayan atau hamba.

2. Perngertian Abdi Dalem

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, lebih dari sekedar pembantu rumah tangga. Mereka mencakup juga aparat pemerintahan yang mendukung seluruh aktivitas di Keraton Yogyakarta.Pada zaman pemerintahan Hamengku Buwono VIII, Abdi Dalem Kraton Yogyakarta secara umum dibagi ke dalam dua golongan.Pertama adalah Abdi Dalem perempuan, yang biasa disebut Abdi Dalem Keparak, dan kedua adalah Abdi Dalem laki-laki.Khusus Abdi Dalem laki-laki tidak ada sebutan khusus, cukup dengan sebutan Abdi Dalem. Abdi Dalem adalah orang-orang yang dengan suka rela memberikan pelayanannya pada keraton, Sultan dan keluarga keraton.Mereka menyiapkan hampir semua kebutuhan keseharian Sultan dan menjalankan upacara tradisional Jawa baik di dalam kraton maupun di luar kraton. Abdi Dalem diorganisir


(34)

berdasarkan pelayanan fungsionalnya. Abdi Dalem tidak sekedar pesuruh atau pembantu, tapi merupakan ujung tombak dalam mempromosikan keraton, mensosialisasikan sejarah keraton, dan mentransformasikan pernak-pernik keraton pada masyarakat. Abdi Dalem merupakan living monument (monument hidup). Ia menjadi saksi hidup dari rangkaian sejarah yang terukir dari zaman ke zaman, hingga saat ini. Keterkaitan Abdi Dalem dengan kraton sudah berlangsung lama yaitu sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta dan sejak itulah istilah Abdi Dalem lahir (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

Bagi mereka imbalan berupa gaji bukanlah ukuran sehingga mereka tertarik menjadi Abdi Dalem. Bagi mereka, pengakuan sebagai Abdi Dalem oleh pihak Kraton Yogyakarta merupakan anugerah karena mereka bisa ngabehi dan lelabuh kepada raja atau sering disebut Ngarso Dalem.Untuk menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terbuka bagi siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Bagi laki-laki yang ingin mendaftarkan diri menjadi Abdi Dalem bisa mendaftarkan diri di kantor Kawedanan Ageng Punokawan Puraraksa, sedang bagi wanita mendaftarkan diri di kantor Keparak Sebelum diangkat menjadi Abdi Dalem kraton, calon yang memenuhi syarat harus menempuh masa magang terlebih dahulu selama kurang lebih dua tahun. Dalam masa pengabdiannya selama magang tersebut prestasi kerja calon akan dinilai. Para magang yang dinilai memenuhi


(35)

syarat dan bekerja dengan baik mempunyai kesempatan untuk diangkat secara resmi menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Pengangkatan seorang magang menjadi Abdi Dalem resmi di Keraton Yogyakarta, ditandai dengan surat kekancingan yang ditandatangani langsung oleh Sri Sultan yang sedang berkuasa. Surat kekancingan yang dikeluarkan tersebut hanya bersifat sementara. Surat kekancingan yang asli baru akan dikeluarkan pada saat Tingalan Dalem Sri Sultan yang berkuasa pada saat itu (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

Berdasarkan beberapa pengertian Abdi Dalem tersebut dapat disimpulkan bahwa Abdi Dalem ialah semua orang yang bekerja untuk mendukung seluruh aktivitas kraton yang pengangkatannya ditandai dengan surat kekancingan yang ditandatangani oleh Sri Sultan yang sedang berkuasa pada masanya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

3. Motivasi atau Faktor Pendorong Menjadi Abdi Dalem a. Ketentraman atau Ketenangan Hidup

Fenomena Kehidupan masyarakt Jawa yang

menitikberatkan pada kesederhanaan, harmoni selaras dengan alam akhir-akhir ini semakin ditinggalkan.Hal ini karena orang lebih cenderung mengutamakan kehidupan duniawi daripada rohani.Para Abdi Dalem yang masih kental filsafat hidup kejawaannya tidak mau larut dalam kehidupan duniawi yang hanya memikirkan materi atau harta semata.Bagi mereka ada kehidupan yang lebih berarti


(36)

yaitu memperkaya rohani atau kehidupan batin.Dalam Upaya mewujudkan kehidupan batin tersebut ketentraman dan ketenangan jiwa menjadi utama. Pengabdian mereka terhadap Keraton umumnya dilandasi pemikiran akan perlunya ketentraman dan ketenangan dalam hidup. Walaupun rejeki dari Keraton jumlahnya kecil namun mereka percaya bahwa aka nada suatu jalan lain untuk mendapatkan rejeki, baik melalui keterampilan maupun jasa/kepandaian yang mereka punyai.

Kebanyakan para Abdi Dalem ini menjadi menyadari bahwa urip mung mampir ngombe (hidup manusia itu ibarat hanya numpang minum) sehingga mereka dalam hidupnya dapat tenang dan tentram.Sikap dan pandangan yang seperti ini mengakibatkan mereka menjadi narima ing pandum. Hal ini selaras dengan peribahasa Jawa yang menyatakan bahwa bandhaiku mung titipan, anak titipan lan nyawa gadhuhan (harta itu hanya titipan, anak titipan dan nyawa pinjaman). Dengan begitu, Abdi Dalem memahami bahwa seseorang akan kaya atau miskin itu sudah suratan takdir masing-masing individu. Keadaan hidup berbeda antara orang satu dengan lainnya itu merupakah sunatulah (Hukum Allah). Prinsip nerima ing pandum (menerima takdir secara iklas) ini tampaknya menjadi motor pengerak dan motivator mereka sehingga hari dan pikiran akan menjadi tenang dalam menghadapi masalah kehidupan (Sudaryanto, 2008).


(37)

b. Berkah

Berkah atau sawab (Jawa) adalah kata kunci untuk memahami motivasi dan pendorong Abdi Dalem dalam mengabdi di kraton.Berkah sifatnya abstrak tetapi nilainya begitu kuat dan dijadikan pengangan para Abdi Dalem. Mereka bekerja karena mengharapkan berkah dari sultan.Berkah merupakan sesuatu yang sifatnya non material, yaitu berupa kedamaian dan ketentraman hidup. Berkah selalu dicari dalam hidup orang Jawa, karena hal ini berarti ada pengaruh yang akan menuntun manusia untuk hidup tenang, kecukupan, dan selamat.

Para Abdi Dalem meyakini, bahwa apabila seseorang telah mendapat berkah dari sultan, maka masalah kecukupan materi tidak lagi menjadi prioritas mereka.Ketentraman hati dan keselamatan itulah yang mereka cari karena hal ini nilainya lebih tinggi dari pada masalah materi. Jika dilihat dari gaji, maka dapat dikatakan tidak akan cukup untuk ongkos perjalanan pulang pergi dari rumah ke Keraton. Semua Abdi Dalem menyatakan bahkan masalah gaji yang besar bukan merupakan tujuan tetapi ketentraman hati dan keselamatan merupakan hal lebih penting sebagai modal utama hidup.Seseorang tidak akan mampu menjalani hidup dengan baik jika hatinya tidak semeleh (iklas pada takdir), tenang, dan kecukupan. Oleh karena harapan bagi para Abdi Dalem adalah


(38)

berkah sultan akan membawa implikasi pada keselamatan dan kebahagiaan hidupnya (Sudaryanto, 2008).

c. Mempertahankan Identitas Diri dan Pelestarian Budaya

Salah satu alasan menjadi Abdi Dalem adalah agar mereka dapat memahami dan menjalani sopan santun (unggah-ungguh) menurut budaya Jawa. Para Abdi Dalem ini menyadari bahwa sekarang ini sopan santun yang bersumber dari budaya Jawa sudah mulai luntur dan banyak yang tidak dimengerti oleh orang Jawa itu sendiri.Padahal sopan santun yang ada di kalangan orang Jawa itu sebenarnya sangat halus dan mempunyai nilai luhur. Hal ini dikarenakan orang Jawa selalu berpegang pada rasa dalam sikap dan tindakannya (wong Jawa kuwi papaning rasa).

Sopan santun atau tatakrama (suba sita) tidak dapat dipisahkan dengan masalah budi pekerti.Orang Jawa dikatakan berbudi pekerti luhur bila mampu menerapkan tatakrama secara baik dan benar. Jika penerapan tatakrama kurang tepat, maka dapat dikatakan bahwa seseorang itu sudah tidak atau belum berjiwa Jawa (wong Jawa ning ora njawani atau ilang Jawane). Sebagai orang Jawa hendaknya mau merendahkan diri, merasa bodoh, dan berwatak menerima.Hal ini tidak berarti bodoh itu tidak tahu, orang yang tahu dirinya bodoh sesungguhnya seseorang itu cerdas. Apalagi didasari watak dan perilaku mau mengakui diri, mau menerima kenyataan bahwa semua kejadian yang dijalani dan


(39)

menimpa kepada manusia itu sesungguhnya kehendak Tuhan. Dengan bersikap begitu, maka pasrah merupakan bagian budi pekerti dasar yang sangat ensensial dalam kehidupan.

Identitas diri orang Jawa yang berdasarkan pada perasaan dan mau menjalani kehidupan apa adanya sebagaimana yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa ini dalam perkembangan menemui erosi budaya dari budaya Instan (pragmatis). Atmosfer Yogyakarta yang mulanya bernuansa spiritual telah didesak oleh semangat pragmatism. Hal-hal yang menyangkut kepentingan fisik (materi) menjadi penting. Predikat Yogyakarta sebagai kota budaya menjadi tergoncang. Menurut Joyokusumo semakin lama budaya instan semakin merasuki generasi muda, banyak yang bersifat dhahirriyah, bersifat kulit semata.Para pemuda inipun dalam memahami budaya Islam atau Jawa juga bersifat kulit belaka.Sikap hidup, tatakrama dan budi pekerti yang merupakan warisan masa lalu (heritage) tersebut.Jika dimungkinakan dikompromikan dengan budaya pendatang. Dengan demikian nantinya akantampak suatu pacific penetrationantara kedua budaya yang ada (Sudaryanto, 2008).

d. Tanah Magersari

Motivasi menjadi Abdi Dalem yang lain adalah karena mereka menempati tanah milik sultan (Sultan Ground). Hal ini berkaitan dengan nilai yang terdapat pada budaya Jawa


(40)

mengajarkan adanya balas budi. Ada suatu kewajiban bagi seseorang yang telah menerima kebaikan untuk mbales budi. Pembalasan kebaikan kepada orang lain, seseorang tidak harus diperhitungkan secara kaku tentang kesetaraan nilai suatu kebaikan. Nilai budaya Jawa mengajarkan bahwa membalas kebaikan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan yang menerima bantuan

Para Abdi Dalem yang mendapat kebaikan dari sultan untuk mengunakan tanah sultan baik sebagai tempat kediaman maupun sebagai lahan pertanian merasa berhutang budi pada Keraton. Dalam hutang budi ini orang akan merasa tidak enak jika belum dapat membalas kebaikan pihak yang memberi. Masalah tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh nafsu kebendaan dan mementingkan pribadi masih terkendali.

Apabila diamati hubungan antara Abdi Dalem dengan Keraton didominasi interaksi yang bersifat resiprokal. Para pihak secara timbal balik masing-masing mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimilikinya. Abdi Dalem memberikan tenaga dan pikiran pada keraton sedangkan keraton memberikan tanah magersari kepada Abdi Dalem untuk digunakan sebagai tempat tinggal atau lahan usaha.Interaksi timbal balik ini sejalan dengan prinsip tolong-menolong yang menjadi dasar hubungan kemasyarakatan. Para pengguna tanah magersari atau


(41)

indung ini sudah sewajarnya membantu dan membalas kepentingan atau keperluan pemiliknya. Menurut Hadikusuma Abdi Dalem sebagai pengguna tanah magersari tersebut, sudah selayaknya mempunyai kewajiban moral untuk membalas kebaikan pihak Keraton (Sudaryanto, 2008).

e. Meneruskan Tradisi Orangtua

Biasanya Abdi Dalem bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi Keraton Yogyakarta. Abdi Dalem menyatakan bahwa pengabdiannya dilakukan dalam rangka menjaga nama baik keturunan serta kebiasaan yang telah turun temurun dari nenek moyangnya menjadi Abdi Dalem (Sudaryanto, 2008).

4. Kewajiban Abdi Dalem a. Caos

Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hal individu di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lain. Kalau ada hak maka ada kewajiban, tanpa ada hak tentunya tidak ada kewajiban. Kewajiban atara satu Abdi Dalem dengan Abdi Dalem yang lain berbeda dan sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung kepada kelompok, tugas, dan pangkat yang dimiliki Abdi Dalem. Bagi Abdi Dalem Punakawan terdapat dua tipe atau jenis, yaitu Punakawan caos dan punakawan tepas. Punakawan caos ini berkerja secara normal


(42)

sesuai aturan pada umumnya, yaitu sowan atau kerja normal 12 hari sekali dan datang pada Hari Selasa Wage saat wiyosipun dalem.Bagi para Abdi Dalem Punakawan Tepas berkerja di kantor pemerintahan Keraton, maka sowan atau datangnya datangnya setiap hari, contohnya seperti membersihkan museum kereta Keraton atau di bagian administrasi pemerintah Keraton Yogyakarta. Pada saat Abdi Dalem caosatau menjalankan tugas, maka mereka diwajibkan memakai pakaian mataraman/ Jawa (pranakan). Bagi Abdi Dalem kaprajan, jika masih aktif sebagai PNS maka kewajibannya hanya caos (datang) dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh pihak keratin; seperti syawalan, labuhan, siraman pusaka, Selasa Wage (penobatan Sultan), dan Mauludan atau Grebegan. Jika sudah pension atau tidak aktif sebagai PNS dan diminta membantu di kantor (tepas) pemerintahan Keraton, maka selain diwajibkan mengikuti upacara-upacara adat tersebut diwajibkan juga caos atau sowanbakti lebih intensif lagi. Pada abdi dale mini paling tidak mempunyai kewajiban datang ke Keraton 1-3 kali dalam seminggu dari jam 09.00 sampai dengan 12.00 WIB (Sudaryanto, 2008).

b. Presensi

Untuk mengetahui Abdi Dalem datang atau tidak, maka pihak Keraton dapat melihat daftar presensi yang disediakan.Adapun bukti kedatangan para Abdi Dalem Keraton


(43)

diketahui oleh atasannya (pengirit) atau teman pada waktu tugas yang dipercaya oleh atasan untuk memberikan presensi bagi Abdi Dalem yang datang.Dalam hal ini presensi cukup penting, karena bukti kedatangan ini sangat signifikan terhadap kelancaran kenaikan pangkat. Jika sudah menduduki pangkat selama lima tahun dan persyaratan yang berkaitan dengan ketaatan, kedisiplinan maupun tata kramanya memadai, maka Abdi Dalem tersebut pada prinsipnya berhak mengajukan kenaikan pangkat (weling ngunjuk). Adapun kenaikan pangkat ini diajukan oleh kedua kelompok, bukan oleh Abdi Dalem sendiri.Dengan demikian, masalah presensi merupakan hal yang esensial dalam pembuktian tentang ketaaan dan kedisiplinan pada Keraton bagi para Abdi Dalem (Sudaryanto, 2008).

c. Mengikuti Upacara Adat

Sebagai penjaga dan penyangga budaya Keraton, maka keberadaan Abdi Dalem sama penting nilainya dengan berlangsungnya upacara adat. Raja atau kerabat Keraton sendiri tidak mampu melaksanakan upacara adat tanpa keikutsertaan para Abdi Dalem. Dalam kaitan ini proses pelembagaan terhadap upacara adat Keraton hendaknya terus dijalankan agar norma tersebut diterima oleh para pihak. Adapun proses agar berbagai upacara adat menjadi melembaga, maka norma itu perlu diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai ole para stakeholder. Berbagai


(44)

upacara adat ini idealnya tidak hanya dilembagakan (institutionalized) tetapi lebih dari itu yaitu diperlukan diinternalisasikan (internalized). Upacara adat yang dilakukan oleh pihak Keraton adalah: Gerebeg Besar (Hari Raya ‘Idul Adha), Gerebeg Mulud (memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW), Gerebeg Syawal (Hari Raya ‘Idul Fitri), Siraman Pusaka (membersihkah pusaka Keraton, Labuhan (membuang barang ke tempat yang dianggap suci, yaitu laut atau gunung).

Berbagai macam upacara adat tersebut, secara moral wajib dihadiri oleh semua Abdi Dalem Keraton, baik Abdi Dalem Punakawan maupun Abdi Dalem Kaprajan. Apabila Abdi Dalem tidak aktif datang pada upacara adat ini dapat dikatakan masalah kepatuhannya pada Keraton dipandang masih kurang memadai. Akibatnya nanti akan berpengaruh terhadap proses kelancaran kenaikan pangkat para Abdi Dalem. Pihak Keraton memandang sangat penting keterlibatan para Abdi Dalem dalam upacara ini, karena diharapkan agar Abdi Dalem ini memahami dan menjalankan ajaran Pangeran Samber Nyawa yang dikenal sebagai Tri Darma, yaitu mulat sarira, hangrasa wani (Introspeksi), rumangsa melu handarbeni (merasa memiliki) dan wajib melu hanggodeli (ikut mempertahankan) (Sudaryanto, 2008).


(45)

5. Manfaat yang didapatkan Abdi Dalem dari Keraton Yogyakarta a. Gaji

Gaji terendah Abdi Dalem berpangkat jajar caos sebesar Rp. 8.000,00, untuk Abdi Dalem berpangkat bupati caos menerima sekitar Rp. 34.000,00 ditambah uang makan sekali sehari sebesar Rp. 150,00 sekali caos (bekerja), sedangkan gaji tertinggi yang diberikan kepada Abdi Dalem sebesar Rp.40.000,00 untuk Abdi Dalem yang berpangkat bupati tepas seseorang yang sudah menjadi Abdi Dalem Kraton Yogyakarta kedudukannya berlaku selama dia masih hidup atau masih kuat dan tidak mengenal masa pensiun. Abdi Dalem yang dari sisi usia sudah tidak kuat menjalankan tugasnya namun masih menunjukkan kesetiaan kepada keraton digolongkan menjadi Miji Sadana Mulya. Golongan ini mendapatkan 45 persen gaji dengan kalenggahan tetap.Bagi yang tidak melaksanakan tugas atau mengabaikan kewajiban digolongkan ke dalam Miji Tumpukan.Untuk golongan ini mendapatkan 25 persen gaji dengan kedudukan yang tetap, tetapi tidak ada pekerjaan. Status ini akan berlangsung sekitar enam bulan. Apabila selama enam bulam tidak ada klarifikasi atau perbaikan maka pangkat dan kedudukan yang bersangkutan akan ditarik. Pemecatan dilakukan apabila seorang Abdi Dalem telah


(46)

mencemarkan nama kraton (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

b. Jaminan Kesehatan, Asuransi Kematian, dan Tunjangan Pendidikan

Keraton Yogyakarta memberikan hak dan jaminan kepada para Abdi Dalem yang dibagi dalam tiga bidang, yaitu Banda Kasmolo atau jaminan kesehatan, Banda Pralaya atau semacam asuransi jiwa dan Banda Pasinaon atau bantuan dana bagi anak-anak Abdi Dalem untuk sekolah Bagi Abdi Dalem yang sakit dan berobat di rumah sakit pemerintah akan mendapatkan jaminan biaya dari keraton. Abdi Dalem yang sakit dan berobat di rumah sakit pemerintah ini hanya diberikan bagi mereka yang sakit tidak menahun sebesar seratus persenBagi Abdi Dalem yang meninggal akan mendapat jaminan sebesar Rp. 100.000,00, sementara jika istri Abdi Dalem yang meninggal akan mendapat bantuan dana sebesar Rp. 25.000,00. Banda Pasinaon diberikan kepada Abdi Dalem yang anak-anaknya membutuhkan bantuan dana untuk proses belajar mengajar. Bantuan diberikan dalam bentuk pinjaman yang diangsur tanpa bunga, yang besar pinjamannya disesuaikan dengan kedudukan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta memberikan gaji pada Abdi Dalem sesuai dengan jenjang kepangkatannya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003)


(47)

c. Jenjang Karier

Jika dilihat dari jenjang kepangkatannya terdapat (kalenggahan) terdapat sebelas macam yang berhak disandang oleh abdi dalam, baik Abdi Dalem Punakawan maupun Kaprajan. Adapun macan atau Jenis kepangkatan tersebut adalah jajar, bekel, luruh , penewu, wedana, riyo bupati anom, bupati anom, bupati sepuh, bupati kliwon, bupati nayoko, dan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH). Penetapan pangkat dan gelar itu merupakan hak prerogative sultan tepati dalam prosedur pelaksanaannya melalui dan diketahui terlebih dahulu oleh adik sultan. Berbagai jenjang kepangkatan para Abdi Dalem tersebut dirinci dalam tabel berikut:


(48)

Berdasarkan tabel di atas, para Abdi Dalem mempunyai kesempatan menyandang pangkat dari jajar sampai KPH.Pada umumnya masa magang (calon Abdi Dalem) berkisar antara 2-5 tahun dan masa ini dijadikan pertimbangan tentang kedisiplinan serta kesetiaannya pada Keraton Yogyakarta.Kenaikan pangkat dari satu pangkat ke pangkat lainnya kurang lebih 4-5 tahun.Walaupun demikian jika Sultan sedang berkenan, maka kepangkatan seorang Abdi Dalem dapat dipercepat maupun melompat (Sudaryanto, 2008).

d. Gelar

Para Abdi Dalem selain berhak menyandang suatu pangkat tertentu juga mempunyai hak untuk mendapatkan gelar nama yang diselaraskan dengan bidang pekerjaan atau keahliannya. Pemberian gelar nama ini diberikan kepada Abdi Dalem atas nama Sultan yang diketahui dan ditandatangani oleh kepala bagian kerjanya (Kawedanan atau tepas) dan Parentah Hageng Kraton (Sudaryanto, 2008).

e. Tanah Magersari

Tanah magersari dapat diberikan oleh Keraton Yogyakarta kepada Abdi Dalem sebagai balas jika Abdi Dalem keraton mempunyai kontribusi yang besar bagi keraton.Namun manfaat berupa pemberian tanah magersari ini sudah jarang dilakukan oleh


(49)

Keraton karena untuk mendapatkan atau memakai tanah magersari ini biasanya diperhitungkan atau melalui pertimbangan khusus Sultan yang berkuasa pada saat itu (Sudaryanto, 2008).

C. Teori Justifikasi Sistem

Teori Justifikasi sistem (System Justification Theory) adalah teori sosial yang mencoba menjelaskan fenomena sosial yang ada pada masyarakat timur, terlebih asia. Teori sosial ini berkembang atas kebutuhan yang terjadi pada penelitian-penelitan sosial yang dilakukan di daerah timur. Pada teori justifikasi sistem mencoba untuk menjelaskan sistem sosial yang tidak equal antara kelompok superior dengan interior. Ketidaksamaan antara hal dan kewajiban pada mesyarakat menurut teori justifikasi tidak diperdebatkan apalagi diusahakan untuk setara, alih-alih malah kelompok interior berusaha untuk memelihara situasi ketimpangan tersebut (Josh, 2009).

Sistem justifikasi memberi gambaran bahwa ada rasionalisasi atau penjelasan terhadap sistem yang tidak setara yang sudah ada menyangkut hubungan antar kelompok. Kelompok yang berstatus rendah dapat menerima posisi interior sebagai sesuatu yang sah dan menjadi skema kognisi. Pengakuan tersebut tidak hanya diterima secara pasif, namun dinilai sebagai status quo yang dinilai sudah stabil. Perbedaan status merupakan sesuatu yang alami, tidak dapat dihindari dan hasil dari proses yang diakui sehingga segala upaya untuk menentang ketidaksamaan dapat merusak tatanan yang ada.


(50)

Teori justifikasi sistem dalam perkembangannya terpengaruh oleh teori psikologi sosial yang lain:

a. Cognitive Dissonance Theory

Teori ini berkedudukan sebagai salah satu teori psikologi sosial yang paling sering digunakan. Teori ini menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk memelihara kosistensi kognitif dalam rangka mempertahankan gambaran diri yang positif. Teori justifikasi sistem adalah pengembangan dari kerangka berpikir teori disonansi kognitif, intinya pembenaran sistem tidak terlepas dari upaya untuk mempertahankan gambaran diri positif dari sistem sosial yang ada (Josh, 2009).

b. Social Identity Theory

Dalam teori indentitas sosial, orang digambarkan pada situasi konfik antar kelompok yang mengancam identitas kelompok sosial mereka, sehingga orang akan berusaha melakukan pembenaran seperti menstereotipekan dan mediskiminasikan kelompok diluar mereka agar memelihara atau mempertahankan gambaran positif kelompok mereka. Hal ini diistilahkan sebagai ingroup favoritism. Teori justifikasi sistem mengunakan kerangka berfikir ini secara langsung mengarahkan pada pada penentuan outgroup favoritismdiantara kelompok-kelompok lain yang lebih rendah, hal inilah yang


(51)

merupakan hubungan diantara kedua teori. Sehingga teori justifikasi teori dipengaruhi oleh teori identitas sosial untuk menentukan kelompok mana yang berperan sebagai outgroup favoritsmdiantara kelompok-kelompok sosial yang ada. Orang-orang dalam yang menerima outgroup favoritismakan mendapatkan lebih banyak gambaran positif lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lain dan kelompok dimana ia berada (Josh, 2009).

c. Social Dominance Theory

Teori ini salah satu teori selain teori justifikasi sistem yang berusaha untuk menjelaskan fenomena pembenaran sistem sosial. Social dominance theoryberfokus pada motif orang dalam mempertahankan gambaran positif kelompok dengan cara mendukung kelompok berdasarkan ketidaksetaraan antar kelompok. Orang akan cenderung untuk menonjolkan atau merendahkan kelompok-kelompok sosial dalam suatu hirarki berdasarkan gambaran positif kelompok-kelompok yang ada. Teori dominasi sosial berfokus pada motif pembenaran kelompok sosial, sementara teori justifikasi sosial lebih cenderung berusaha membenarkan sistem sosial diantara kelompok-kelompok sosial yang ada (Josh, 2009).


(52)

d. Belief In a Just World

Teori ini secara luas menjelaskan bahwa orang mempunyai kepercayaan bahwa dunia itu secara umum sudah adil dan mendapatkn imbalan yang pantas sesuai dengan perilaku manusia yang ada. Teori ini berkembang dengan asumsi bahwa orang mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat mengendalikan perilaku dan imbalan yang mereka dapatkan dari perilaku tersebut. Teori justifikasi sosial mempertahan kerangka berpikir bahwa dunia ini telah adil, namun tidak setuju dengan asumsi bahwa apa yang didapatkan oleh orang sesuai dengan perilaku yang telah dilakukan. Beda dengan teori believe in a just world, justifikasi sosial lebih mengarahkan proses berpikir bahwa orang mempunyai keinginan untuk mendapatkan status quoyang adil dan sah. (Josh, 2009)

e. False Consiousness

Dalam melihat fenomena outgroup favoritsm yang menjadi komponen justifikasi sistem, ahli teori sangat terpengaruh dari teori marxism-feminist untuk menguatkan adanya ideologi yang memperngaruhi perilaku yang membenarkan sistem sosial yang ada.Secara praktis dapat dikatakan bahwa konsep false conciousness, kelompok dominan dalam suatu masyarakat percaya bahwa mereka telah digariskan atau ditakdirkan untuk menjadi kelompok yang dominan,


(53)

sehingga dapat menjelaskan mengapa anggota kelompok yang lebih rendah kadang kala melawan dalam konteks outgroup favoritsm. (Josh, 2009)

Dari penjelaskan mengenai teori-teori psikologi sosial yang mempengaruhi teori justifikasi sosial tersebut dapat disimpulkan bahwa teori justifikasi sosial ini berkembang dari teori-teori sosial sebelumnya yang berusaha menjelaskan dinamika hubungan antar kelompok sosial. Teori justifikasi sosial menjadi alternatif teori untuk menjelaskan fenomena sistem sosial yang cenderung berusaha untuk mempertahankan status qou yang ada seperti fenomena hubungan antara Abdi Dalem keraton sebagai representasi dari kaula alit masyarakat mataram dengan kelompok superior yaitu keraton Yogyakarta yang berperan sebagai kelompok pemimpin atau outgroup favoritsm. Dengan mengetahui segala teori yang memperngaruhi maka teori justifikasi sosial menemukan ciri khasnya. Ciri khas ini dapat dibedakan dengan teori sosial yang lain dengan cara melihat aspek-aspek pembangun teori justifikasi sosial ini. Aspek-aspek yang menjadi karakter teori justifikasi sosial menurut Josh (2009) antara lain;

a. Rasionalisasi dari keadaan status quo

Salah satu aspek utama dari teori justifikasi sistem menjelaskan bahwa orang termotivasi untuk membenarkan keadaan status quo dan melihat bahwa hal tersebut sebagai kestabilan dan memang diinginkan. Untuk menguatkan dugaan


(54)

ini para ahli bahwa untuk mendapatkan keadaan status quo tersebut, orang akan mencoba memastikan bahwa keadaan mereka sesuai atau nyaman dengan status quo yang akan mereka dapatkan. Cara lain untuk merasionalisasi status quo adalah dengan mempergunakan stereotipe, jika orang merasa bahwa kelompok mereka lebih tinggi statusnya maka mereka akan mempunyai stereotipe bahwa lebih nya lebih nyaman pada kelompoknya, dan kurang nyaman dengan dengan status kelompok yang lebih rendah. Begitu pula sebaliknya jika orang merasa berada di kelompok yang statusnya lebih rendah maka mereka akan menstereotipe kurang nyaman dengan kelompoknya dan akan mempunyai stereotipe bahwa lebih nyaman dengan kelompok lain yang lebih tinggi statusnya. b. Outgroup favoritsm

Dalam outgroup favoritsm, orang mempunyai motivasi untuk menghargai secara positif kelompok diluar kelompoknya. Justifikasi sistem berusaha untuk menjelaskan bahwa kadang kala orang tidak sadar telah mengakui ketidaksetaraan, mereka mempunyai kecenderungan untuk membenarkan sistem sosial yang berada dalam keadaan status quo dan percaya bahwa keadaan tersebut adil dan sah, beberapa orang dalam kelompok yang lebih rendah akan menerima hal


(55)

tersebut dan meninternalisasikan ketidaksetaraan di antara kelompok-kelompok tersebut.

c. Depressed Entitlement

Justifikasi sistem memberikan gambaran bahwa pelabelan yang menekan yang didapatkan oleh kelompok yang lebih rendah yang telah berlangsung terus menerus menyebabkan kelompok interior menerima kelemahannya dan mengakui bahwa ada kelompok lain yang lebih maju, sehingga perlahan kondisi pelabelan yang menekan ini justru dipertahankan untuk mendapatkan status quo.

d. Motif Ego, motif kelompok, dan motif justifikasi sistem

Motif justifikasi sistem adalah keinginan orang-orang untuk melihat bahwa sistem atau status quo bersifat sah dan adil. Perkembangan justifikasi sistem dalam suatu masyarakat tidak bisa terlepas dari perkembangan motif ego dan motif kelompok dari kelompok-kelompok yang ada. Bagi kelompok yang mempunyai kedudukan tinggi akan merasakan bahwa motif atau pandangan positif (self esteem) ego dan kelompok mereka akan meningkat jika sistem yang ada (status quo) diakui oleh kelompok-kelompok yang lebih rendah kedudukannya dibandingkan mereka. Sedangkan bagi kelompok yang lebih rendah dengan adanya sistem justifikasi, motif ego dan motif kelompok mereka akan menjadi lebih rendah dan lebih banyak


(56)

Abdi Dalem (kelompok Interior)

Abdi dalem m engont ribusikan, t enaga dan pikiran kepada Kerat on

Keraton Yogyakarta (kelompok Superior)

M anfaat yang didapatkan dari

Keraton

“ Bagaim ana Abdi Dalem m em aknai m anfat yang didapat kan dari Kerat on Yogyakart a“ dipertanyakan oleh mereka karena selalu membandingkan diri mereka dengan kelompok lain yang lebih maju (superior). Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori justifikasi sistem mencoba mengambarkan bahwa fenomena kesenjangan status yang cenderung sering terjadi di belahan bumi timur adalah sesuatu yang alami, dan diakui secara sadar. Teori ini menarik untuk ditempatkan sebagai kaca mata untuk melihat fenomena hubungan antara pihak Keraton sebagai kelompok superior dan Abdi Dalem sebagai perlambang kawula alit yang diposisikan sebagai kelompok interior.

D. Kerangka Penelitian

Dari penjabaran mengenai pemaknaan, Abdi Dalem, manfaatyang didapatkan dari keraton, dan teori sosial justifikasi sistem dalam rangka untuk mengambarkan dinamika pemaknaan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terhadap manfaat yang didapatkandari Keraton Yogyakarta maka peneliti membuat kerangka penelitian yang digambarkan melalui skema berikut:


(57)

Untuk mengetahui pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaatdidapatkan dariKeraton Yogyakarta, pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana Abdi Dalem memaknai manfaat yang didapatkan Keraton Yogyakarta? Sedangkan sub pernyataan yang akan mendukung pertanyaan utama adalah:

1. Bagaimana Abdi Dalem memposisikan diri dalam tata masyarakat Yogykarta?

2. Apa saja pengalaman-pengalaman yang dialami Abdi Dalem selama beraktivitas di keraton Yogyakarta?


(58)

40

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengali secara mendalam tentang pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta.

Penelitian ini mengunakan metode fenomenologi. Metode fenomenologi berpijak pada cara berpikir tanpa berprasangka dan tidak bertitik tolak dari suatu teori atau gambaran tertentu dalam mengetahui isi dari suatu fenomena (Creswell, 1998). Tujuan Metode Fenomenologi adalah mengungkap pengalaman manusia dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya dengan cara pemaknaannya (Husserl, dalam Hadiwijoyo).

Pelaksanaan penelitian yang berdasarkan metode fenomenologi sering dilaksanakan pada natural Setting, dimana subjek tidak bisa dilepaskan pada konteks lingkungannya. Tujuannya adalah agar mampu mengungkap central phenomenonpada suatu proses atau kejadian tertentu. Proses ini memungkinkan peneliti untuk menguraikan suatu fenomena atau konsep diuraikan melalui variabel-variabel yang menyertainya (Creswell, 1998).

Dalam pendekatan metode fenomenologi terdapat beberapa proses inti yang harus dilalui, antara lain, epoche, phenomenological reduction,


(59)

imaginative variation dan synthesis of meaning and essences (Moutakas, 1994).

Epoche dalam penelitian ini berarti berusaha menyingkirkan bias atau bentuk bentuk opini tertentu yang mungkin terjadi pada waktu penelitian. Dalam proses memahami makna kehidupan yang dialami oleh seseorang, perlu dilakukan pengamatan, perhatian dan kepekaan namun tanpa melibatkan prasangka peneliti pada apa yang dilihat, dipikirkan, dibayangkan atau dirasakan. Jadi epoche dalam penelitian fenomenologi merupakan suatu tindakan untuk mencegah intervensi penelitian terhadap apa yang diungkapkan oleh subjek.

Phenomenological reduction adalah proses mengambarkan pengalaman subjek oleh peneliti yang diubah menjadi bahasa yang terpola (textural language). Pengalaman subjek, hubungan fenomena dengan subjek dan kualitas dari pengalaman subjek menjadi fokus utama dari phenomenological reduction. Phenomenon reduction mempunyai beberapa tahap antara lain, bracketing, yaitu menempakan fokus dari pengalaman dalam bracket, beberapa hal yang tidak perlu atau tidak mempunyai keterkaitan dengan fokus dikesampingkan. Tahap selanjutnya adalah horizontaling, yaitu menyamakan kedudukan antar setiap pernyataan awal, selanjutnya pernyataan awal yang tidak relevan dan pernyataan-pernyaatan yang berulang atau tumpang tindih dihilangkan, tujuannya untuk mendapakan horizons, yaitu tekstural dan unsur pembentuk dari suatu fenomena yang tidak mengalami penyimpangan.


(60)

Imaginative variation adalah proses mengidentifikasi makna melalui proses imaginasi, referensi, pengelompokan dan pembalikan serta pendekatan phenomenon dari posisi, peran-peran atau fungsi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mendapatkan deskripsi struktural dari pengalaman serta faktor-faktor dasar dan pengaruhnya dalam melatarbelakangi pengalaman tersebut. Langkah-langkah imaginative variations antara lain:

a. Membuat sistematika dari berbagai kemungkinan makna yang tersusun menjadi dasar tekstural dari pengalaman.

b. Mengenali tema-tema dan konsteks yang muncul sebagai dasar penyebab munculnya phenomenon.

c. Mempertimbangkan struktur secara keseluruhan untuk menghindari terjadinya pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat terhadap perasaan dan pikiran yang berkaitan dengan phenomenon, seperti struktur waktu, ruang, perhatian yang hanya tertuju pada hal utama, material, kausalitas, dan hubungan dengan diri sendiri maupun orang lain

d. Mencari ilustrasi sebagai contoh yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai struktur dari tema-tema yang tidak berubah dan memfasilitasi pengembangan deskripsi phenomenon yang struktural.

Langkah terakhir dalam pendekatan fenomenologi adalah synthesis of meaning and essesnces, yaitu melakukan integrasi dari deskripsi


(61)

tekstural dan struktural menjadi suatu pernyataan sebagai esensi pengalaman dari phenomenon secara menyeluruh. Esensi mengandung arti suatu yang umum atau universal dan tidak menjadi suatu itu sendiri. Esensi merupakan suatu bentuk sintesis tekstural dan struktural yang mendasar yang mewakili esensi waktu dan tempat tertentu dari suatu sudut pandang peneliti mengikuti studi imaginatif dan reflektif dari suatu phenomenon yang didapatkan (Husserl, dalam Moutakas, 1994)

B. Fokus Penelitian

Gejala yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan Keraton Yogyakarta

C. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta adalah, intisari dari pengalaman-pengalaman Abdi Dalem selama beraktivitasdi dalam keraton dan penghayatan para Abdi Dalem terhadap manfaat yang didapatkan dari Keraton Yogyakarta. Maksud manfaat disini tidak hanya manfaat yang diberikan dari pihak lain (Keraton Yogyakarta) namun juga berarti manfaat yang ditemukan dari diri sendiri setelah menjadi Abdi Dalem.


(62)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Abdi Dalem yang telah relatif lama menjadi Abdi Dalem keraton Yogyakarta. Pemilihan subjek berdasarkan pada theoretical sampling. Yaitu memilih individu yang dapat memberikan kontribusi dalam penelitian. Dalam proses pemilihan subjek, penelitian ini mengunakan teknik snowball atau chain. Teknik pemilihan subjek berantai ini dipilih karena pertimbangan bahwa subjek pada awal penelitian akan merekomendasikan orang-orang yang layak dan cocok sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Proses berantai tersebut terus berulang sampai proses penelitian mendapatkan variasi subjek penelitian yang cocok dengan 3 jenis subjek penelitian yang merepresentasikan jenis Abdi Dalem Keraton Yogyakarta yang ada yaitu Abdi Dalem kaprajan, Abdi Dalem punakawan dan Abdi Dalem prajurit yang telah mengabdi lebih dari 5 tahun dan telah berumur 30-80 tahun.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam. Wawancara yang mendalam bertujuan untuk mendapatkan informasi selengkapnya. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara terstruktur. Wawancara semi terstruktur bertujuan agar dalam proses wawancara berjalan fleksibel (tidak kaku) antara peneliti dengan partisipan penelitian sehingga memungkinkan untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut secara mendetail yang


(63)

sesuai dengan tujuan penelitian (Smith, 2008). Metode ini dipilih karen studi fenomenologi bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengalaman secara mendetail sehingga membutuhkan instrumen yang fleksibel. Dalam pelaksanaan wawancara peneliti menggunakan panduan wawancara agar proses wawancara dapat berlangsung secara sistematis dan tidak keluar dari konteks penelitian. Pertanyaan-pertanyaan panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

No Pertanyaan Tujuan

1.

Bagaimana anda memandang posisi Abdi Dalem dan pihak Keraton Yogyakarta dalam lingkup tatanan keraton Yogyakarta?

Untuk mengindentifikasikan dan mendapatkan gambaran kelompok sosial yang ada. 2.

Bagaimana anda sebagai Abdi Dalem memposisikan diri dalam tatanan Keraton Yogyakarta?

Untuk mengetahui bagaimana partisipan indentifikasi dirinya masuk dalam kelompok sosial yang mana.

3.

Bagaimanakah anda memaknai hubungan Abdi Dalem dengan Keraton Yogyakarta?

Mengungkap bagaimana Abdi Dalem menempatkan diri dalam hubungan antar

kelompok sehingga didapatkan gambaran pola hubungan antara kelompok interior

dengan kelompok superior.

4.

Bagaimanakah anda sebagai Abdi Dalem menghayati aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Abdi Dalem

kepada pihak Keraton Yogyakarta?

Mengungkap bagaimana Abdi Dalem memaknai perkerjaan mereka sebagai bentuk kontribusi mereka kepada Keraton Yogyakarta. 5.

 Setelah anda mendapatkan manfaatmenjadi Abdi Dalem keraton Yogyakarta, pikiran-pikiran apa yang muncul dalam diri anda?

 Apa perasaan-perasaan yang muncul dalam diri anda setelah ada mendapatkan manfaat yang didapatkan dari keraton Yogyakarta?

 Apa yang anda lakukan setelah anda mendapatkan manfaat yang anda dari keraton Yogyakarta Keraton Yogyakarta?

Mengungkap bagaimana partisipan memaknai manfaat yang diberikan oleh keraton Yogyakarta.


(1)

LAMPIRAN VI

Tabel 6 :

Analisis Subyek


(2)

121

Tabel 6: Analisis Subyek III (Mbah S)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Saged diceritakan mbah aktivitas di keraton itu apa saja?

Itu saya di keraton kejatahan di bagian busana tari, tugasnya nggih menyiapkan pakaian untuk acara tari di keraton.

Niku tugase napa gimana mbah?

Nggih Itu bagaian busana tari gih kadang prlengkapan busana tari, onten acara-acara keraton betahaken tari.

Simbah wonten keraton pinten dinten sekali mbah?

Seminggu kaping kalih hari sekali, dintenipun senin kemis. Kala-kala nggih menawi onten acara tertentu kula sowan ten kraton.

Aktivitas lain menapa mbah?

Ten keraton nggih sowan ngabektinipun sami senin kalih kemis wau.

Ten jawi mabh?

Aktivitas diluar keraton namun dagang, la niku namung ngurus warung.

Kula nguwun pirsa abdi dalem punakwan bagi simbah niku napa mbah?

Abdi dalem niku abdining budaya, menawi abdi dalem punakawan niku abdi dalem ngandap sak estu dados saking magang rumiyen lajeng jajar lajeng mangkeh saged dados konco pun diparengi kalengahan lan sesebutan nami saking ngarso dalem lan mangkeh minggah-minggah saged dados bupati.

Sakniki simbah posisinipun menapa mbah?

Kula tasih bekel sepuh.

Menawi tingkatan niku proses niku

Kula dados abdi dalem menawi minggah pangkat pun dipun usulaken, mila sampun kawan

Tugas yang didapatkan adalah menyiapkan pakaian acara tari dikeraton

Datang ke keraton pada hari senin dan kamis

Di keraton sowan sowan ngabekti

Sebagai abdi budaya, sebgai abdi dalem yang paling rendah tingkatannya. Mendapatkan nama gelar dari keraton melalui tahapan pangkat.

Berhak untuk mengajukan pangkat.

Pikiran dari kewajiban yang dimiliki oleh abdi dalem punakan.

Pikiran dari kewajiban yang dimiliki oleh abdi dalem punakan.

Pikiran dari kewajiban yang dimiliki oleh abdi dalem punakan.

Pikiran dari kewajiban yang dimiliki oleh abdi dalem punakan.

Pikiran tentang hak yang berupa pangkat yang didapatkan oleh abdi dalem punakawan dari keraton Yogyakarta.

Pikiran tentang hak dan balas jasa berupa pangkat yang didapatkan oleh abdi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89

tahum lajeng makeh ujian.

Mangkeh dipundiparingin pangkat

Simbah dulu mativasi masuk abdi dalem menapa mbah?

Kula kepengen nguri-nguri kabudayaan jawi, supados mboten ical kegiles jaman.

Budaya itu bagi simbah menapa mbah?

Nggih tradisi, Adat istiadat, etika unggah-ungguh.

Menawi simbah mendapatkan hak atau pemberian apa mbah dari keraton?

Kula diparingi 17500 saben sasi

Niku simbah memaknai

pemberian dari keraton niku

peripun mbah, perasaannya

pripun mbah?

Niku nggih ngge berkah mawon mboten, nek dipun dibuthke nggih nggih nyuwun ngapunten mesti telas, namun syurkuri mugi-mugi kanti keparange dalem menika saged ngrembaka.

Ketika simbah mendapatkan

pemberian dari keraton niku pikiran simbah priun mbah?

Nggih remen mawon

Remenipun pripun mbah?

tambah-tambah pemasukan

Permberian dari keraton niku untuk apa mbah?

Ya untuk kebutuhan sehari-hari, nggih dibelanjakan.

Motivasi masuk abdi dalem niku kan badhe nguri-nguri budaya, saat ini sudah dirasakan sudah tercapai dereng mbah?

Sampun

Nbagi simbah melakukan tugas di keraton niku suka dukane menapa mbah?

Nggih remen mawon awit saged nggangsu kwaruh babagan-babagan keraton ngertos budaya keraton.

Menawi dukanipun mbah?

Mboten wonten

Menawi simbah memandang

abdi dalem hubugan antara abdi

Ingin memelihara

kebudayaan jawa supaya tidak hilang ditelan jaman. Budaya yang dimaksud adalah tradisi, adat istiadat, etika dan unggah-ungguh. Mendapatkan pemberian uang sebesar 17500 Uang tersebut yang dianggap sebagai berkah, meskipin selalu habis namun patut disyukuri supaya dapat memberikan kesejahteraan.

Mendapatkan perasaan senang karena mendapatkan pemberian dari keraton. Uang dari keraton untuk tambah-tambah pemasukan. Uang dari keraton untuk dibelanjakan.

Senang karena dapat belajar hal-hal mengenai keraton dan budaya keraton.

dalem punakawan dari keraton Yogyakarta. Pikiran tentang motivasi menjadi abdi dalem punakawan.

Pikiran tentang tentang kebudaan yang ingin dipelihara.

Pikiran tentang hak atau balas jasa sebagai abdi dalem punakawan yang berupa uang.

Pikiran tentang hak sebagai abdi dalem punakawan. Perasaan tentang balas jasa berupa uang yang diterima oleh abdi dalem

punakawan.

Pikiran tentang balas jasa yang berupa uang.

Perilaku abdi dalem terhadap balas jasa uang yang didapatkan oleh abdi dalem.

Perasaan yang muncul dari abdi dalem setelah

mendapatkan balas jasa berupa pembelajaran mengenai kebudayaan Jawa.


(4)

123

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104

dalem dengan keraton

Yogyakarta niku pripun mbah? Ya persatuan nggih mboten saged terpisahkan antara abadi dalem karo keraton, onten abdi dalem nggih onten keraton, nek ana negera ano ratune nek ra ono ratune yo ra ra ono negara

Mboten saged berdiri sendiri mbah?

Nggih mboten saged.

Menawi simbah memandang

sultanNiku pripun mbah?

Nggih sebagai pepunden, sebagai pemimpin yang harus dihormati dan diikuti segala perintahnya.

Persatuan antara abdi dalem dengan keraton yang tidak dapat dipisahkan.Tidak ada abdi dalem tidak ada keraton, dan sebaliknya Sultan sebagai leluhur dan pemimpin yang harus dihormati dan diikuti perintahnya..

Pikiran abdi dalem

mengenai hubungan antara abdi dalem dengan keraton Yogyakarta.

Penerimaan abdi dalem terhadap kelompok superior.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

vi

PEMAKNAAN ABDI DALEM TERHADAP MANFAAT YANG DIDAPATKAN DARI KERATON YOGYAKARTA

Yohanes De Deo Yustiananta

ABSTRAK

Kebanyakan orang biasanya dalam bekerja berusaha untuk mendapatkan gaji yang setimpal dengan beban kerjanya. Namun di Yogyakarta ada sekelompok orang yang bernama Abdi

Dalem yang mengkontribusikan diri kepada di Kerataon Yogyakarta dengan manfaat yang

sangat jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemaknaan Abdi Dalem terhadap manfaat didapatkan dari Keraton Yogyakarta. Penelitian ini mengunakan tiga subjek yang merepresentasikan tiga jenis Abdi Dalem

yang ada di keraton yogyakarta yaitu Abdi Dalemkaprajan, Abdi Dalemprajurit dan Abdi Dalem

punakawan. Data penelitian diambil dengan cara wawancara semi-terstruktur. Penelitian ini

menggunakan analisa data dengan metode penelitian kualitatif fenomenologi. Kredibilitas diperoleh dengan cara verifikasi data dengan membagikan salinan deskripsi tekstural struktural dari pengalaman responden kemudian tiap responden diminta untuk secara seksama memeriksa deskripsi tersebut. Dari hasil penelitian terhadap tiga jenis Abdi Dalem dapat ungkap bahwa meskipun terdapat banyak manfaat yang didapatkan namun ada manfaat yang utama yang didapatkan oleh Abdi Dalem yaitu ketentraman. Dan ketentraman tersebut dimaknai sebagai penerimaan abdi terhadap keberadaan sistem budaya Jawa yang dimiliki oleh pihak Keraton Yogyakarta. Dengan kata lain ketentraman tersebut muncul karena adanya kestabilan status quo

antara kelompok interior (abdi dalem) dengan kelompok superior (Keraton Yogyakarta). Kata Kunci: pemaknaan, abdi dalem, manfaat, keraton Yogyakarta


(6)

vii

THE MEANING OF ABDI DALEM (PALACE SERVANT) TOWARD THE BENEFITS OBTAINED FROM THE YOGYAKARTA PALACE

Yohanes De Deo Yustiananta

ABSTRACT

People who work are usually trying to get rewards commensurate with their workload. But in Yogyakarta there are some group of people who called abdi dalem (Palace Servant) which dedicated their self for Yogyakarta Palace. Their be rewarded by Yogyakarta palace that below to Yogyakarta regional minimum salary rate. This study aims to know the meaning of abdi dalem toward benefit obtained from the Yogyakarta Palace. This study uses three types of subjects that represent of tshree abdi dalem who exist in the Yogyakarta palace, there is abdi dalem kaprajan, abdi dalem prajurit, abdi dalem prajurit. Data were collected by semi-structured interviews. This study use phenomenological qualitative research methods. Credibility is obtained by verification of data is done by distributing copies of a structural-textural description of the experience of respondents. Then each respondent was asked to carefully examine the description. From the results of a study of three types of abdi dalem said that although there are some benefits earned but there is peaceful feeling that’s be the primary reward that obtained by abdi dalem. Peaceful feeling has interpreted as acceptance of the existence of Javanese culture system owned by the Sultan of Yogyakarta. In other words, the tranquility arise because of the stability of the status quo between the interior (abdi dalem) with the superior group (Yogyakarta Palace).

Key words:meaning, abdi dalem (palace servant), benefits, Yogyakarta Palace

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI