Sorgum Sebagai Pengganti Jagung Dengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla Pinnata)Pada Ransum Puyuh Terhadap Mda Dan Kualitas Telur Puyuh

SORGUM SEBAGAI PENGGANTI JAGUNG DENGAN
PENAMBAHAN TEPUNG TANAMAN PAKU AIR (Azolla
pinnata) PADA RANSUM PUYUH TERHADAP
MDA DAN KUALITAS TELUR PUYUH

FEBRINITA ULFAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDANSUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sorgum sebagai Pengganti
Jagungdengan Penambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)pada
Ransum Puyuhterhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,September2014

Febrinita Ulfah
NIM D24100098

ABSTRAK
FEBRINITA ULFAH. Sorgum sebagai Pengganti Jagung dengan Penambahan
Tepung Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA
dan Kualitas Telur Puyuh. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan WIDYA
HERMANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sorgum dengan
penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) sebagai ransum puyuh
petelur terhadap kualitas telur dan nilai MDA (Malondialdehyde). Penelitian ini
menggunakan 30 ekor puyuh yang berumur 44 hari. Analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan cara membandingkan antar
perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah ransum kontrol jagung (P0), ransum

perlakuan sorgum (P1), ransum perlakuan sorgum + 1% tepung Azolla pinnata
(P2), ransum perlakuan sorgum + 2% tepung Azolla pinnata (P3), dan ransum
perlakuan sorgum + 3% tepung Azolla pinnata (P4). Peubah yang diamati adalah
performa, kualitas telur (bobot telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, bobot
kerabang, tebal kerabang, skor kuning telur, dan Haugh Unit) dan kadar nilai
MDA dalam kuning telur. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa
penggunaan sorgum dengan penambahan tepung Azolla dapat menyeimbangkan
kandungan karetenoid yang terindikasi dalam skor warna kuning telur, tidak
mengganggu performa puyuh, dan adanya aktivitas antioksidan yang dihasilkan
oleh tepung Azolla (beta-karoten) pada telur puyuh.
Kata kunci:Azolla pinnata, kualitas telur, MDA (malondialdehyde), sorgum

ABSTRACT
FEBRINITA ULFAH. Sorghum as Substitute of Cornwith Addition Fern Water
PlantMeal (Azolla pinnata) on Quail Diet toMDA and Quality of Quail Eggs.
Supervised by RITA MUTIA dan WIDYA HERMANA.
This research aimed to study the effect of sorghum on laying quail with
addition of fern water (Azolla pinnata) meal on the quality of Japanese Quail Egg
and values of MDA. The experiment used 30 laying quails aged 44 days. This
observations used descriptive Analysis by comparing between treatments. The

treatments were control diet of corn (P0), treatment diet of sorghum
(P1),treatment diet of sorghum + 1% Azolla pinnata meal (P2), treatment diet of
sorghum + 2% Azolla pinnata meal (P3), and treatment diet of sorghum + 3%
Azolla pinnata meal (P4). This research obtained about performace, egg weight,
yolk weight, albumin weight, shell weight, shell thickness, yolk colour, Haugh
Unit (HU) and values MDA (Malondialdehyde) on yolk egg. The result of this
experiment showed that addition ofAzolla meal to sorghum proven to balance the
carotenoid content indicated in the yolk score, not interfere with performance of
quail, and antioxidant activity produced by Azollameal (beta-caroten).
Keyword : Azolla pinnata, egg quality, MDA (Malondialdehyde), sorghum

SORGUM SEBAGAI PENGGANTI JAGUNG DENGAN
PENAMBAHAN TEPUNG TANAMAN PAKU AIR (Azolla
pinnata) PADA RANSUM PUYUH TERHADAP
MDA DAN KUALITAS TELUR PUYUH

FEBRINITA ULFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Sorgum sebagai
Pengganti Jagung denganPenambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla
Pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh”, yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk mengobservasi potensi dari
tanaman sorgum dengan penambahan tanaman paku air (Azolla pinnata) sebagai
pakan unggas. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar lebih
baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan membantu jalannya penelitian serta penulisan karya
ilmiah ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan membuka wawasan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2014

Febrinita Ulfah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat

Lokasi dan Waktu
Prosedur
Persiapan Kandang dan Peralatan
Pemeliharaan
Pengamatan
Penyimpanan Telur
Peubah yang Diamati
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Performa Puyuh
Nilai MDA (Malondialdehyde)
Kualitas Telur
Bobot Telur
Skor Kuning Telur
Bobot Kuning Telur
Bobot Putih Telur
Bobot Kerabang
Tebal Kerabang

Haugh Unit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

xii
xii
xii
1
2
2
4
5
5
5
5
5

5
5
5
6
6
7
7
9
10
10
11
13
13
13
14
14
15
15
15
15

18
18

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku air
(Azolla pinnata) (% as fed)
2 Kandungan nutrien sorgum
3 Susunan ransum perlakuan
4 Kandungan nutrien ransum penelitian (% as fed)
5 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur dan konversi
pakan puyuh
6 Hasil uji kualitas telur puyuh

3
3
4
4
7
11


DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman paku air (Azolla pinnata)
2 Nilai MDA (Malondialdehyde)pada kuning telur penelitian
3 Kuning telur puyuh penelitian

3
9
12

1

PENDAHULUAN
Jagung pada beberapa puluh tahun yang lalu merupakan bahan pangan
pengganti beras ataupun pangan tambahan di daerah tertentu. Semenjak
berkembangnya industri peternakan, jagung mulai dimanfaatkan sebagai sumber
energi bagi pakan unggas, kandungan energi yang cukup tinggi berpontensi
sebagai sumber karbohidrat bagi ternak. Menurut NRC (1994) kandungan energi
metabolis pada jagung sebesar 3350 kkal kg -1, tidak hanya sebagai sumber energi,
jagung juga memiliki kandungan xantofil sebesar 20-25 mg kg-1 yang berguna
untuk warna kuning telur, kulit atau kaki agar berwarna lebih terang (Leeson

danSummers 2005). Namun, penggunaan jagung menjadi bahan pakan
menyebabkan persaingan jagung sebagai bahan pangan. Penggunaan jagung
dalam jumlah besar baik sebagai bahan pangan maupun pakan menyebabkan
bersaingnya lahan perkebunan dan harga per kg yang mulai meningkat. Sehingga
perlu adanya substitusi jagung sebagai bahan pakan. Untuk menggantikannya
sebagai bahan baku pakan diperlukan bahan lain yang kandungan energinya sama
tinggi dengan jagung. Salah satu tanaman serealia yang memiliki kandungan
energi yang tinggi adalah sorgum.
Sorgum merupakan tanaman serealia yang berasal dari Afrika Timur yang
kini sudah menyebar ke seluruh dunia. Berdasarkan data FAO tahun 2012,
terdapat 110 negera di dunia yang sudah menanam sorgum (Sumarno et al. 2013).
Indonesia sebenarnya sudah mengenal tanaman sorgum sejak lama tetapi
pengembangannya belum sebaik padi dan jagung. Menurut Sumarno et al. (2013)
luas panen tanaman sorgum di Indonesia pada tahun 1990-2010 sekitar 25.000 ha
dan tersebar di beberapa daerah terutama di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Nusa Tenggara barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timu (NTT). Sorgum
memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, karena
mampu tumbuh di lahan kering dan sawah pada musim kering, curah hujan
rendah, dan suhu yang tinggi. Nilai nutrien pada sorgum juga tidak kalah
dibandingkan tanaman serealia lainnya seperti jagung dan padi. Kandungan energi
metabolis (EM) pada sorgum mencapai 3288 kkal kg -1 hampir seperti EM pada
jagung (NRC 1994). Proteinnya yang lebih tinggi dari pada jagung tetapi memiliki
lemak yang rendah. Kandungan protein sorgum dalam 100 gram bahan bila
dibandingkan dengan jagung yaitu sebesar 11 g dan 9 g (Beti et al. 1990; Sirappa
2003). Serat kasar pada sorgum juga termasuk rendah sehingga dapat diberikan
pada unggas, namun pemanfaatannya perlu diperhatikan bila penggunaannya
menggantikan jagung sebagai pakan ternak, karena sorgum memiliki kandungan
tanin yang cukup tinggi 0.40% - 3.60% (Sirappa 2003). Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah kandungan karoten yang rendah didalam sorgum. Perlu
adanya penambahan sumber karoten untuk menyeimbangkan kualitas sorgum bila
ingin menggantikan jagung sebagai sumber pakan unggas. Sumber karoten yang
dapat menyeimbangkan kandungan karoten pada sorgum salah satunya ialah
tanaman paku air (Azolla pinnata).
Azolla pinnata merupakan tanaman air jenis paku yang tersebar luas di
daerah tropis dan hidup secara alami di sawah, danau atau kolam. Azolla mampu
tumbuh dengan cepat, namun masih dianggap sebagai tanaman pengganggu pada
lahan pertanian. Padahal Azolla sangat potensial sebagai bahan pakan unggas

2
karena memiliki kandungan protein kasar yang relatif tinggi. Alalade dan Iyayi
(2006) menyatakan bahwa protein kasar pada tepung Azolla adalah 21.4%. Begitu
pula dengan Sreenmannaryana et al. (1993) yang melaporkan bahwa kandungan
protein kasar Azolla cukup tinggi berkisar 25%-37.36%. Azolla juga mengandung
karoten dan asam amino yang seimbang terutama lisin, triptofan dan metionin.
Dalam 100 g protein % BK kandungan lisin, triptofan dan metionin Azolla adalah
6.54 g, 2.01 g dan 1.88 g (Widodo 2000). Kontribusi kandungan nutrisi pada daun
Azolla dalam proses pigmentasi kuning telur telah lama diakui pada unggas
petelur (Udedibie dan Igwe 1989). Tepung Azolla dalam tingkat rendah yang
diberikan dalam ransum unggas memberikan pengaruh baik, tidak hanya sebagai
sumber protein tetapi juga sumber pigmentasi kuning telur (Hidayat et al. 2011).
Kandungan karoten dalam tanaman Azolla dapat dijadikan sumber pigmentasi
kuning telur dan sebagai sumber beta-karoten dalam ransum ternak. Beta-karoten
merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang mampu menjadi
zat antioksidan, bermanfaat sebagai perkusor vitamin A serta penurunan kadar
MDA (Malondialdehyde) atau radikal bebas akibat adanya zat antioksidan.
Tanaman Azolla yang mudah didapatkan serta memiliki kandungan nutrisi yang
baik bagi pakan unggas mampu menyeimbangkan kandungan nutrisi pada sorgum
sebagai substitusi jagung dalam ransum. Penelitian ini menggunakan puyuh
petelur (Coturnix-coturnix japonica).
Penggunaan sorgum dalam penelitian ini sebagai substitusi jagung menjadi
sumber energi dalam ransum. Penambahan tepung tanaman paku air (Azolla
pinnata) dalam pakan menjadi sumber karoten (beta-karoten) sebagai pigmentasi
kuning telur dan menjadi zat antioksidan didalam pakan. Penelitian ini bertujuan
menguji pengaruh pemberian jagung yang disubstitusi dengan sorgum dengan
penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) terhadap nilai MDA dan
kualitas telur puyuh.

METODE
Bahan
Ternak
Puyuh petelur yang digunakan sebanyak 30 ekor strain Coturnix-coturnix
japonica berumur 44 hari, puyuh dialokasikan ke dalam 5 perlakuan dansetiap
petak terdiri atas 6 ekor puyuh.

Tanaman Paku Air (Azolla pinnata)
Tanaman paku air (Azolla pinnata) yang digunakan berasal dari hasil
pengembangbiakan di Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Bibit tanamanAzolla sebanyak 25 g dibiakan selama 2 bulan di
dalam ember yang luas permukaannya 0.65 m2 dengan menggunakan 10 L air
kolam dan 150 g pupuk kompos, dipanen setiap 2 minggu sekali, dikeringkan
dibawah naungan lalu dijemur dibawah sinar matahari kemudian digiling dengan

3
blender. Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku air
(Azolla pinnata) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Hasil analisis proksimat dan uji beta-karoten tepung tanaman paku
air (Azolla pinnata) (% as fed)
BK
(%)
88.57

Abu
(%)
7.10

PK
(%)
20.81

SK
(%)
3.11

LK
(%)
3.82

Beta-N
(%)
53.73

Betakaroten*
(mg kg-1)
1188

Hasil uji Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2014); BK (bahan kering); PK (protein
kasar); SK (serat kasar); LK (lemak kasar); *Hasil uji Laboratorium Balai Besar Industri
Agro, Bogor (2014)

Gambar 1 Tanaman paku air (Azolla pinnata)
Sorgum
Sorgum yang digunakan dalam penelitian jenis sweet sorghum (low
tannin) yang sudah digiling, diperoleh dari Laboratorium Silvikultur, SEAMEO
BIOTROP. Kandungan nutrien pada sorgum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrien sorgum
Kalori
(kal)
332

Protein
(g)
11

Lemak
(g)
3.30

Karbohidrat
(g)
73

Serat
(%)
2.30

Ca
(mg)
28

P
(mg)
287

Sumber: Beti et al (1990)

Ransum
Ransum penelitian terdiri dari ransum kontrol dan ransum perlakuan.
Ransum kontrol menggunakan jagung tanpa penambahan tepung Azolla,
sedangkan ransum perlakuan menggunakan sorgum dengan penambahan tepung
Azolla berlevel. Bahan pakan penyusun ransum yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jagung lokal, sorgum (sorghum bicolor), dedak halus, bungkil kedelai,
tepung ikan, minyak, garam, DCP, CaCO3, premix, tepung tanaman paku air
(Azolla pinnata). Ransum perlakuan disusun berdasarkan National Research
Council (1994) dan Leeson dan Summers (2005). Susunan ransum dapat dilihat
pada Tabel 2 dan kandungan nutrien ransum perlakuan pada Tabel 3.

4
Tabel 3Susunan ransum perlakuan
Bahan pakan
Jagung lokal
Sorghum bicolor
Dedak halus
Bungkil kedelai
Tepung ikan
Minyak nabati
Garam
DCP
CaCO3
Premix
Total
Tepung Azolla*

P0

P1
40
4
35
10
5.5
1.5
0.1
3.4
0.5
100
-

P2
40
4
35
10
5.5
1.5
0.1
3.4
0.5
100
-

P3
40
4
35
10
5.5
1.5
0.1
3.4
0.5
100
1

P4
40
4
35
10
5.5
1.5
0.1
3.4
0.5
100
2

40
4
35
10
5.5
1.5
0.1
3.4
0.5
100
3

P0 (pakan kontrol); P1 (sorgum); P2 (sorgum + 1% tepung tanaman paku airAzolla
pinnata); P3 (sorgum + 2% tepung tanaman paku airAzolla pinnata); P4 (sorgum + 3%
tepung tanaman paku airAzolla pinnata);*tepung Azolla tidak dimasukan dalam ransum
perhitungan 100%.

Tabel 4Kandungan nutrien ransum penelitian (% as fed)
Nutrien
Bahan kering (%)*
Abu (%)*
Protein kasar (%)*
Serat kasar (%)*
Lemak kasar (%)*
Beta-N (%)*
Ca (%)
P (%)
NaCl (%)
ME (kkal g-1)

P0
88.78
13.91
22.71
5.07
1.87
44.26
4.20
1.19
0.10
3744

P1
88.18
14.08
23.42
4.57
2.16
43.77
4.43
1.26
0.09
3606

P2
89.07
14.15
23.63
4.60
2.20
43.83
4.43
1.26
0.09
3606

P3
89.95
14.22
23.84
4.63
2.24
43.94
4.43
1.26
0.09
3606

P4
90.84
14.29
24.04
4.66
2.27
44.11
4.43
1.26
0.09
3606

Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Dept. INTP, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor (2014); P1 (sorgum); P2 (sorgum + 1% tepung tanaman paku
airAzolla pinnata); P3 (sorgum + 2% tepung tanaman paku airAzolla pinnata); P4 (sorgum
+ 3% tepung tanaman paku airAzolla pinnata);*Hasil perhitungan.

Alat
Kandang yang digunakan adalah 5 petak bertingkat yang terbuat dari kayu
dan kawat, masing-masing petak berisi 6 ekor puyuh yang dilengkapi dengan
tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan sebagai
perlengkapan penelitian adalah timbangan digital, egg tray, lampu, lap, alat untuk
mengukur kualitas telur (meja kaca, digital caliper, yolk colour fan, alkohol 70%,
plastik, pisau, gelas ukur, cawan petri) dan alat penunjang kegiatan penelitian
lainnya.

5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2013 – April 2014.
Pembiakkan tanaman paku air (Azolla pinnata) dilakukan di Laboratorium
Agrostologi, pemeliharaan puyuh dilakukan di kandang C, Laboratorium Lapang
Nutrisi Ternak Unggas, dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran nilai MDA dilakukan di
Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

Prosedur
Persiapan Kandang dan Peralatan
Sebelum puyuh petelur datang, dilakukan pembersihan kandang terlebih
dahulu. Ruangan dicuci dan kemudian setelah kering dikapur, kandang
dibersihkan lalu dimasukan kedalam ruangan. Kemudian kandang dan peralatan
penunjang penelitian disemprot dengan desinfektan.
Pemeliharaan
Puyuh berumur 44 hari dimasukan kedalam kandang secara acak, setiap
petak diisi 6 ekor puyuh. Pakan diberikan satu kali dalam sehari pukul 07.00 WIB
dan kandang dibersihkan setiap hari. Pakan diberikan sebanyak 25 g per ekor.
Selama pemeliharaan air minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada
puyuh yang baru datang diberikan tambahan vitachick selama 3 hari. Pemberian
pakan adaptasi dilakukan selama 2 minggu dengan pakan komersil selama 7 hari
dan ransum perlakuan selama 7 hari. Pengamatan performa dilakukan selama 10
hari.
Pengamatan
Uji kualitas telur mulai dilakukan saat puyuh berumur 58 hari hingga 67
hari. Setiap perlakuan menghasilkan minimal 2 telur dan maksimal 6 telur. Uji
nilai MDA telur puyuh dilakukan di Laboratorium Fisiologis dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penyimpanan Telur
Telur akan disimpan masing-masing selama satu dan dua minggu. Telur
yang diperoleh dari puyuh umur 66 haridisimpan selama satu minggu dan telur
dari puyuh umur 67hari disimpan selama dua minggu. Telur disimpan
menggunakan egg tray dan diletakan dalam ruangan pada suhu 27-28 oC.
Rancangan dan Analisis Data
Pada penelitian ini tidak menggunakan rancangan percobaan, karena tidak
ada ulangan pada setiap perlakuan. Untuk melihat perbedaan peubah yang diamati
maka dilakukan analisis deskriptif dengan cara membandingkan antar perlakuan
dan masing-masing peubah yang ada.

6
Perlakuan
Perlakuan yang diberikan adalah
P0: Ransum kontrol (jagung)
P1: Ransum perlakuan (sorgum)
P2: Ransum perlakuan (sorgum) + 1% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata)
P3: Ransum perlakuan (sorgum) + 2% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata)
P4: Ransum perlakuan (sorgum) + 3% tepung tanaman paku air (Azolla pinnata)
Peubah yang Diamati
Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan dihitung dari rataan jumlah pakan harian
harian selama seminggu terhadap jumlah puyuh yang hidup selama seminggu.
Konversi Pakan. Konversi pakan perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi (g) dengan produksi telur yang dihasilkan.
Mortalitas. Mortalitas dihitung dari jumlah puyuh yang mati terhadap jumlah
puyuh hidup dikalikan 100%
Produksi Telur Harian (%). Produksi telur dihitung dari rataan jumlah telur
yang dihasilkan terhadap jumlah puyuh yang hidup selama seminggu dikali 100%.
Bobot Telur. Bobot telur puyuh diperoleh dengan mengukur bobot keseluruhan
telur puyuh menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g).
Bobot Kuning Telur. Bobot kuning telur diperoleh dengan menimbang kuning
telur setelah dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari putih telur dengan
menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot kuning
telur diperoleh dari bobot kuning telur terhadap bobot telur dikali 100%.
Bobot Putih Telur. Bobot putih telur diperoleh dengan menimbang putih telur
setelah dikeluarkan dari kerabang dan dipisahkan dari kuning telur dengan
menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot putih
telur diperoleh dari bobot putih telur terhadap bobot telur dikali 100%.
Bobot Kerabang Telur. Bobot kerabang telur diperoleh dengan menimbang
kerabang setelah dibersihkan dari putih telur dan kuning telur menggunakan
timbangan digital dalam satuan gram (g). Persentase bobot kerabang diperoleh
dari bobot kerabang terhadap bobot telur dikali 100%.
Tebal Kerabang. Tebal kerabang diukur dengan menggunakan alat pengukur
tebal kerabang (micrometer calliper) dalam satuan milimeter (mm).
Skor Kuning Telur. Warna kuning telur (skor kuning telur) diukur dengan cara
membandingkan warna pada kuning telur dengan menggunakan standar roche
yolk colour fan yang memiliki skala 1-15.
Haugh Unit. Haugh unit diperoleh dengan menghitung nilai logaritma
berdasarkan tinggi putih telur yang diukur dengan menggunakan jangka sorong
dalam satuan milimeter (mm) dan bobot telur dalam satuan gram (g). HU dihitung
dengan rumus:
HU = 100 log (h – 1.7 w0.37 + 7.57)
Keterangan :
HU
= nilai haugh unit
h
= tinggi putih telur (mm)
w
= bobot telur (g)
MDA (Malondialdehyde). MDA diperoleh dengan cara preparasi sampel kuning
telur dan kemudian diukur kadar MDA dilakukan dengan spektrofotometer pada

7
panjang gelombang 532 nm (Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi IPB 2014).
Metode pengukuran MDA mengacu pada metode Capeyron et al (2002), 1 ml
supernatan jernih ditambah dengan HCL dingin yang mengandung 15% TCA
(thricloroacetic), 0.38% TBA (thio barbituric acid) dan 0.5% BHT (butylated
hydroxytoluene). Semua bahan dijadikan satu dan dipanaskan selama 1 jam pada
suhu 80 oC, kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada 3.000 rpm. Satuan
untuk MDA adalah mg100g -1 sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Performa Puyuh
Hasil pengamatan selama 10 hari pada puyuh berumur 58 hari dengan
sorgum dan penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) pada ransum
terhadap konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, konversi pakan
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur dan konversi pakan
puyuh
Konsumsi (g ekor-1 hari-1)
Produksi Telur (%)
Produksi Massa (g ekor -1
hari-1)
Konversi Pakan

P0

P1

Perlakuan
P2

P3

P4

22.09±1.01
53.33±13.1

23.35±1.27
71.67±20.9

21.32±1.71
63.33±13.1

22.12±2.98
51.67±20.0

19.87±2.09
50.00±13.6

5.03±1.24

6.48±1.89

5.92±1.23

4.79±1.85

4.23±1.15

4.39±1.11

3.60±1.22

3.60±0.77

4.62±1.91

4.70±1.91

P0 (ransum kontrol jagung); P1 (ransum perlakuan sorgum); P2 (ransum perlakuan
sorgum + 1% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P3 (ransum perlakuan sorgum +
2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum perlakuan sorgum + 3% tepung
tanaman paku air Azolla pinnata)

Konsumsi Pakan
Hasil pengamatan selama 10 hari mengindikasikan bahwa sorgum dengan
penambahan tepung Azolla pinnata pada ransum puyuh P2 dan P3 tidak
berpengaruh terhadap konsumsi pakan puyuh. Penggunaan sorgum sebagai
ransum substitusi jagung mampu meningkatkan konsumsi pakan puyuh. Nilai
konsumsi pakan pada P1 lebih tinggi dibandingkan P0. Hal ini sesuai dengan
pendapat Faquinello et al. (2004), sorgum dapat menggantikan jagung diatas 80%
dalam ransum puyuh (Japanese quails) tanpa ada efek pada konsumsi pakan.
Namun pada ransum P4 dengan penambahan tepung Azolla pinnata 3%
menurunkan konsumsi pakan dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga
warna ransum perlakuan yang lebih gelap dibandingkan ransum lainnya. Ransum
yang berwarna terang atau cerah lebih disukai unggas dibandingkan ransum
berwarna gelap (Rasyaf 1990).

8
Produksi Telur
Produksi telur puyuh tertinggi pada perlakuan P1 sebesar 71.67%.
Produksi telur puyuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengaruh
pakan, tingkat stress, akumulasi panas dalam kandang, dan kepadatan kandang
(Sipayung 2012). Puyuh dengan perlakuan P4 mengalami penurunan konsumsi
pakan dibandingkan puyuh dengan perlakuan lainnya, hal ini dapat menyebabkan
turunya produksi telur yang dihasilkan. Menurut Anggorodi (1984), tinggi
rendahnya telur yang diproduksi dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi. Puyuh
merupakan unggas yang cukup produktif dan mulai bertelur pada umur 35-42
hari.Pada penelitian ini puyuh yang digunakan berumur 44 hari yang baru
memasuki masa awal bertelur sehingga produksi telur yang dihasilkan juga belum
stabil karena umur puyuh yang belum memasuki umur berproduksi penuh.
Produksi Massa (Egg Mass)
Tabel 5diperoleh bahwa nilai egg mass tertinggi pada perlakuan P1 dan
terendah pada perlakuan P4. Egg mass merupakan rata-rata berat telur harian,
sehingga produksi telur harian akan mempengaruhi egg mass. Menurut Ahmadi
(2014), egg mass dipengaruhi oleh bobot telur dan produksi telur, jika salah satu
atau kedua faktor semakin tinggi maka massa telur juga semakin meningkat dan
sebaliknya. Perlakuan P1 (sorgum) menghasilkan nilai bobot telur segar tertinggi
sehingga produksi telur akan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum
berbasis sorgum sebagai substitusi jagung dapat memenuhi kebutuhan nutrien
puyuh untuk berproduksi tanpa mengganggu produksi massanya.
Konversi Pakan
Konversi pakan dilihat dari perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi dengan produksi telur yang dihasilkan. Pakan perlakuan P1 dan P2
memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik dibandingan pakan kontrol (P0), P3,
dan P4. Nilai konversi pakan pada perlakuan P0 dan P1 yaitu 3.60, sehingga
pakan yang digunakan untuk produksi telur lebih besar karena nilai konversi
pakan yang lebih rendah. Nilai konversi pakan pada perlakuan P0, P3, dan P4
menjadi lebih besar dan efesiensi penggunaan pakan rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ensminger (1992) nilai konversi pakan digunakan untuk mengetahui
efesiensi penggunaan pakan, semakin tinggi nilai konversi pakan maka efesiensi
penggunaan pakan semakin rendah. Dapat kita lihat pada perlakuan P4 yang
memiliki nilai konsumsi yang rendah hal ini menandakan konversi pakan yang
rendah pula. Menurut Kadam et al.(2006), konversi ransum yang baik untuk
puyuh adalah 3.34.
Mortalitas
Hasil pengamatan selama 10 hari pada puyuh berumur 58 hari dengan
sorgum dan penambahan tepung Azolla pada ransum tidak berpengaruh terhadap
mortalitas puyuh. Menurut Ahmadi (2014), pakan yang dikatakan memiliki
kualitas yang baik apabila ternak dapat berproduksi dengan normal dan tidak
memberikan efek negatif pada ternak. Meski pakan yang digunakan belum terlihat
mempengaruhi produksi telur dan karena umur puyuh yang memang masih awal
bertelur, ternyata pemberian pakan dengan sorgum sebagai penganti jagung atau

9
sorgum dengan penambahan tepung Azolla tidak memberikan efek negatif pada
ternak dan dapat mencukupi kebutuhan nutrien ternak tersebut.

Nilai MDA (Malondialdehyde)
Malondialdehyde (MDA) merupakan salah satu produk akhir dari
peroksida lipid. Akhir dari reaksi ini merupakan terputusnya rantai asam lemak
menjadi berbagai macam senyawa bersifat toksik terhadap sel, seperti
malonaldialdehide (MDA), 9-hidroksi-nonenal, serta berbagai hidrokarbon seperti
etana dan pentana (Sukmawati 2005). Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Laboratorium Fisiologi dan
Farmakologi IPB 2014). Data pada Gambar 2 memperlihatkan pemberian tepung
Azolla pada ransum perlakuan sorgum berpengaruh pada nilai MDA.Nilai MDA
pada perlakuan P2, P3, dan P4 (umur telur segar) lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Hal ini menandakan adanya aktifitas antioksidan yang
dihasilkan kandungan karoten (beta-karoten) pada tepung Azolla. Beta-karoten
merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid sebagai zat
antioksidan yang mampu menurunkan kadar MDA atau radikal bebas. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sabuluntika(2013) pada sampel
snack bar ubi jalar yang meningkatnya aktivitas antioksidan karena kadar betakaroten dan isoflavon yang semakin tinggi di dalam snack bar. Penurunan nilai
MDA kuning telur pada perlakuan P2, P3, dan P4 menunjukan adanya
penghambatan oleh zat antioksidan.
1,313

1,4
1,2

1.026
0.498
1.233

0.979

1
0,8

0.557

0.799

0.735

0,6

0,701
1.142

0.848

0,744

0,553
0,483

0,457

0,4
0,2
0
P0

P1
Segar

Gambar 2

P2

Simpan 1 minggu

P3

P4

Simpan 2 minggu

Nilai Malondialdehyde (MDA) pada kuning telur penelitian. P0
(ransum kontrol jagung); P1 (ransum perlakuan sorgum); P2
(ransum perlakuan sorgum + 1% tepung tanaman paku air Azolla
pinnata); P3 (ransum perlakuan sorgum + 2% tepung tanaman paku
air Azolla pinnata); P4 (ransum perlakuan sorgum + 3% tepung
tanaman paku

Nilai MDA kuning telur puyuh pada pada telur dengan umur simpan 1 dan
2 minggu lebih tinggi dibandingkanumur telur puyuh segar pada setiap perlakuan.

10
Kondisi ini menunjukkan bahwa laju oksidasi asam lipid tak jenuh rantai panjang
(Polyunsaturated Fatty Acid atau PUFA) meningkat sehingga terbentuk
MDAdidalam kuning telur seiring dengan lama penyimpanan. Pada dasarnya telur
sejak dikeluarkan dari kloaka akan mengalami penurunan mutu. Semakin lama
disimpan maka akan mengalami penurunan mutu yang besar dan akhirnya
menyebabkan kerusakan pada telur. Sehingga hasil dari penelitian ini memang
benar adanya kenaikan nilai MDA pada telur dengan umur simpan 1 minggu dan
2 minggu. Namun, perlakuan P3 mengalami penurunan nilai MDA pada telur
yang disimpanselama 2 minggu. Hal ini menandakan adanya aktifitas antioksidan
yang dihasilkan tepung Azolla meningkat pada telur tersebut.
Umur telur yang disimpan berbeda dengan umur telur segar yang
dianalisis. Pada telur simpan dapat terjadi peningkatan aktifitas antioksidan karena
umur telur yang disimpan selama 2 minggu lebih tua dibandingkan umur telur
segar, diduga deposit pakan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
produksi telur, sehingga dapat saja terjadi peningkatan aktifitas antioksidan
dengan adanya penambahan tepung Azolla pada perlakuan P3 yang telah
terdeposit.
Kualitas Telur
Hasil uji kualitas telur puyuh dari pengaruh penambahan tepung tanaman
paku air (Azolla pinnata) dalam ransum puyuh berbasis sorgum sebagai substitusi
jagung dapat dilihat pada Tabel 6.
Bobot Telur
Pada data yang disajikan Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot telur dari
perlakuan P0, P2 dan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum P1 dan P4.
Penambahan tepung tanaman paku air (Azolla pinnata) dalam ransum berbasis
sorgum mampu menyamai bobot telur perlakuan kontrol. Rataan bobot telur
puyuh pada penelitian berkisar antara 7.8-9.5 g. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sihombing et al. (2006) bahwa bobot telur puyuh berkisar 7.99.8 g per butir. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Yuwanta
(2010) bahwa bobot telur puyuh adalah 8-10 g per butir. Kandungan nutrien pada
masing-masing perlakuan sebenarnya tidak jauh berbeda, namun pada perlakuan
P4 tidak menunjukan bobot telur yang meningkat dengan adanya penambahan
tepung Azolla. Ini diduga ternak puyuh tidak memanfaatkan ransumnya dengan
baik karena konsumsi ransum yang lebih rendah dibandingkan ternak pada
perlakuan lainnya (Tabel 5). Konsumsi ransum yang rendah dapat menyebabkan
penurunan komsumsi protein sehingga ketersediannya menurunkan bobot telur.
Menurut Priningrum (2014), kandungan protein dalam ransum mempengaruhi
bobot telur, kekurangan protein pada pakan juga membuat puyuh
mempertahankan bobot telur namun menurunkan produktivitas bertelur. Pada
umumnya produksi telur unggas ketika baru mulai bertelur akan berukuran kecil
kemudian secara berangsur-angsur akan meningkat seiring pertambahan umur
unggas dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati masa akhir bertelur, ini
merupakan pola alami. Bobot telur dipengaruhi oleh umur puyuh (Yuwanta 2010).
Pada penelitian ini, observasi dilakukan saat puyuh berumur 44 hari, sehingga
bobot telur yang dihasilkan masih belum stabil.

11
Tabel 6Hasil uji kualitas telur puyuh
Peubah
Bobot telur (g)
Bobot KT (g)
Persentase KT (%)
Bobot PT (g)
Persentase PT (%)
Bobot kerabang (g)
Persentase
kerabang (%)
Tebal
kerabang
(mm)
Skor kuning telur
Haugh Unit (HU)
Peubah
Bobot telur (g)
Bobot KT (g)
Persentase KT (%)
Bobot PT (g)
Persentase PT (%)
Bobot kerabang (g)
Persentase
kerabang (%)
Tebal
kerabang
(mm)
Skor kuning telur
Haugh Unit (HU)
Peubah

P0
9.4 ± 0.21
2.6 ± 0.10
27.57
6.0 ± 0.29
63.24
0.9 ± 0.12

P1
9.0 ± 0.71
2.7 ± 0.13
30.71
5.6 ± 0.62
61.60
0.7 ± 0.05

Telur Segar
P2
9.3 ± 1.07
2.4 ± 0.22
25.99
6.2 ± 0.92
65.98
0.7 ± 0.09

P3
9.3 ± 1.05
2.8 ± 0.62
29.70
5.6 ± 0.42
60.61
0.9 ± 0.14

P4
8.5 ± 0.78
2.4 ± 0.35
27.74
5.3 ± 0.42
62.76
0.8 ± 0.00

9.19

8.22

8.03

9.69

9.51

0.15±0.01

0.15±0.02

0.15±0.02

0.18±0.01

0.16±0.01

1.40 ± 0.55
4.00 ± 1.00
4.66 ± 0.29
89.47±3.42
92.98±2.89
92.20±1.81
Telur umur simpan 1 minggu
P1
P2
P3
8.2 ± 1.37
9.5 ± 0.87
8.7 ± 0.64
2.4 ± 0.68
2.8 ± 0.38
3.0 ± 0.50
29.65
28.95
33.81
5.0 ± 0.93
5.8 ± 0.36
5.0 ± 0.33
61.60
60.97
57.73
0.7 ± 0.00
1.0 ± 0.21
0.7 ± 0.11

7.00 ± 0.00
94.78±0.21

2.67 ± 0.58
91.90±8.92
P0
8.9 ± 0.59
3.1 ± 0.29
34.29
5.1 ± 0.26
57.13
0.8 ± 0.15

P4
7.8 ± 0.57
2.2 ± 0.26
28.33
4.9 ± 0.26
63.31
0.7 ± 0.10

8.58

8.75

10.09

8.46

8.36

0.16±0.01

0.18±0.01

0.17±0.01

0.15±0.02

0.17±0.00

1.33 ± 0.58
3.33 ± 1.53
3.20 ± 1.48
82.73±2.16
87.97±3.25
87.97±3.25
Telur umur simpan 2 minggu
P1
P2
P3
8.2 ± 1.16
9.3 ± 0.68
9.2 ± 1.06
2.5 ± 0.38
2.9 ± 0.38
3.2 ± 0.64
30.58
30.77
34.39
4.8 ± 0.90
5.5 ± 0.41
5.0 ± 0.38
58.52
59.08
54.25
0.9 ± 0.04
0.9 ± 0.11
1.0 ± 0.17
10.90
10.14
10.82

5.75 ± 0.50
93.83±5.49

2.33 ± 1.15
85.00±2.80

P0
P4
Bobot telur (g)
9.3 ± 1.30
8.2 ± 0.60
Bobot KT (g)
3.4 ± 1.26
2.6 ± 0.25
Persentase KT (%)
36.31
32.21
Bobot PT (g)
4.9 ± 0.39
4.7 ± 0.25
Persentase PT (%)
53.84
58.02
Bobot kerabang (g)
0.9 ± 0.07
0.8 ± 0.10
Persentase
9.84
9.77
kerabang (%)
Tebal
kerabang
0.16±0.01
0.17±0.01
0.17±0.01
0.16±0.01
0.16±0.00
(mm)
Skor kuning telur
2.60 ± 0.55
1.00±0.00
3.50±0.35
6.33±1.15
6.67±1.53
Haugh Unit (HU)
85.82±5.69
82.38±4.11
85.63±3.11
85.05±3.11
81.74±1.77
Keterangan: KT (kuning telur); PT (putih telur); P0 (ransum kontrol jagung); P1 (ransum
perlakuan sorgum); P2 (ransum perlakuan sorgum + 1% tepung tanaman paku air Azolla pinnata);
P3 (ransum perlakuan sorgum + 2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum
perlakuan sorgum + 3% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); *Analisis Laboratorium
Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB (2014).

Skor Kuning Telur
Konsumen pada umumnya menyukai telur dengan warna kuning telur
yang keemasan sampai oranye. Menurut Chung (2002), karakteristik telur
dipengaruhi oleh warna kuning telurnya. Intensitas warna kuning telur juga
menentukan kualitas telurnya. Berdasarkan standar Yolk Colour Fan, warna yang
sering muncul untuk P0 pada skor 3, P1 pada skor 1 sampai 2, P2 pada skor 2

12
sampai 3, P3 pada skor 3 sampai 5, dan P4 pada skor 4 sampai 7 (Tabel 5). Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dengan penambahan tepung
Azolla dalam perlakuan P2, P3 dan P4 dengan meningkatnya intensitas warna
kuning telur. Semakin tinggi taraf tepung yang diberikan maka semakin
meningkat skor kuning telur yang dihasilkan. Warna kuning telur dipengaruhi
oleh pakan, bila pakan mengandung lebih banyak kandung karoten maka warna
kuning telur akan semakin jingga kemerahan (Yamamoto et al. 1997). Kandungan
karoten pada ransum perlakuan diperoleh dari penambahan tepung Azolla. Tipe
karoten yang disumbangkan dari tanaman paku air (Azolla pinnata) adalah betakaroten. Besarnya kandungan beta-karoten pada tepung Azolla adalah 1188 mg
kg-1 (Laboratorium Balai Besar Industri Agro 2014). Kandungan beta-karoten
hingga 10.56 mg 10 g-1 yang terdeposisi dalam kuning telur dapat meningkatkan
skor kuning telur. Hidayat et al. (2011) menyatakan tepung Azolla dalam tingkat
rendah yang diberikan dalam ransum unggas memberikan pengaruh yang baik,
tidak hanya sebagai sumber protein tetapi juga sebagai sumber pigmentasi untuk
kuning telur. Menurut Yuwanta (2010), warna kuning telur ditentukan oleh
kandungan beta-karoten.

Gambar 3

Kuning telur puyuh penelitian. P0 (ransum kontrol jagung); P1
(ransum perlakuan sorgum); P2 (ransum perlakuan sorgum + 1%
tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P3 (ransum perlakuan
sorgum + 2% tepung tanaman paku air Azolla pinnata); P4 (ransum
perlakuan sorgum + 3% tepung tanaman paku air Azolla pinnata).

Salah satu provitamin A adalah beta-karoten yang kemudian akan diubah
menjadi vitamin A. Menurut Leeson dan Summers (2005), kandungan vitamin A
kuning telur akan meningkat dengan bertambahnya kandungan provitamin A
dalam ransum. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peran tepung Azolla dalam
meningkatkan intensitas warna kuning telur yang berindikasi pada kemampuan
meningkatkan kandungan vitamin A (beta-karoten).

13
Bobot Kuning Telur
Bagian terpenting dari sebutir telur selain albumin adalah kuning telur
karena mengandung protein yang cukup tinggi serta mengandung lemak yang
tinggi dibandingkan putih telur. Rataan bobot kuning telur berkisar 2.2-3.4 g.
Perlakuan penyimpanan tidak mempengaruhi bobot kuning telur. Bobot kuning
telur dari penelitian ini relatif sama. Perlakuan P1 dan P3 mampu
menyeimbangkan perlakuan P0 (kontrol) dibandingkan dengan perlakuan P2 dan
P4 terlihat dari bobot kuning telur yang lebih kecil. Namun menurut Song et al.
(2000), bobot kuning telur puyuh normal adalah 3.25 g per butir. Pada penelitian
ini bobot yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini diduga karena bobot utuh telur
yang dihasilkan juga belum maksimal. Menurut North dan Bell (1990), bobot
kuning telur semakin besar maka semakin meningkat bobot telurnya.
Nilai rataan presentase bobot kuning telur selama penelitian yaitu telur
segar 25.99%-30.71%, telur umur simpan satu minggu 28.33%-34.29%, dan telur
umur simpan dua minggu 30.58%-36.31%. Nilai presentase kuning telur semakin
tinggi dengan usia telur yang semakin meningkat. Menurut Yuwanta (2010) yang
menyatakan bahwa presentase bobot kuning telur dengan bobot 2.4-3.3 g adalah
30%-33% terhadap bobot telur.
Bobot Putih Telur
Putih telur merupakan salah satu sumber protein utama dalam sebutir telur.
Yuwanta (2004) menyatakan bobot telur dengan rataan 8-10 g, memiliki proporsi
putih telur sebesar 52%-60%, kuning telur 30%-33% dan bobot kerabang 7%-9%.
Hasil penelitian menunjukkan bobot putih telur yang dihasilkan ransum perlakuan
lebih tinggi dibandingkan ransum kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
protein dalam ransum perlakuan sorgum dan penambahan tepung Azolla
mencukupi kebutuhan puyuh untuk menghasilkan bobot putih telur yang normal.
Hasil rataan bobot putih telur segar berkisar 5.3-6.2 g, pada telur umur simpan 1
minggu bobot putih telur adalah 4.9-5.8 g, dan pada telur umur simpan 2 minggu
bobot putih telur 4.7-5.5 g.
Penggunaan tepung Azolla mampu meningkatkan bobot putih telur pada
perlakuan P2 dibandingkan dengan kontrol P0 dan lainnya. Menurut Bell dan
Weaver (2002) bobot putih telur dipengaruhi oleh umur unggas dan umur simpan
telur. Tinggi albumin maksimum saat telur dikeluarkan kemudian nilainya
menurun seiring dengan lama penyimpanan (Silversides dan Scott 2000). Hal ini
menunjukkan bahwa umur simpan telur mempengaruhi bobot putih telur, dapat
dilihat dari penurunan bobot putih telur pada umur simpan telur 1 dan 2 minggu.
Nilai rataan persentase bobot putih telur segar selama penelitian berkisar
60.61-65.98%. Nilai ini sesuai dengan hasil penelitian Kul dan Seker (2004) yang
menyatakan rataan persentase bobot putih telur puyuh adalah 59.83%.
Bobot Kerabang
Pembentukan kerabang dipengaruhi oleh kandungan kalsium didalam
ransum. Komponen dasar dari kerabang telur adalah 98.2% kalsium, 0.9%
magnesium, dan 0.9% fosfos (Stadellman dan Cotteril 1995). Nilai rataan bobot
kerabang telur kualitas segar adalah 0.8 g dengan presentase berkisar 8.03%-9.69.
Nilai ini sesuai dengan hasil penelitian Yuwanta (2010) yang menyatakan bobot
kerabang telur puyuh adalah 0.56-0.9 g dengan presentase bobot kerabang yaitu

14
7%-9% terhadap bobot telur. Bobot kerabang yang dihasilkan masing-masing
perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 dalam penelitiantidak menunjukkan perbedaan
antar perlakuan baik pada telur segar, telur umur simpan 1 minggu dan telur umur
simpan 2 minggu.
TebalKerabang
Rataan tebal kerabang dalam penelitian ini berkisar 0.15-0.18 mm.
Menurut Sihombing et al. (2006) rataan tebal kerabang telur puyuh pada umur 6
minggu atau siap bertelur sebesar 0.12 mm. Kerabang dengan perlakuan ransum
perlakuan sorgum memiliki tebal kerabang yang lebih tinggi dibandingkan pakan
kontrol P0. Tebal kerabang telur dipengaruhi oleh umur, jenis puyuh, pakan yang
diberikan, konsumsi pakan, dan penggunaan cahaya penerangan (Yuwanta 2010).
Kadar kalsium pada ransum penelitian baik kotrol maupun perlakuan sudah
mencukupi kebutuhan pembentukan kerabang telur, sehingga tebal kerabang yang
dihasilkan masih dalam batas normal. Penyimpanan telur pada 1 dan 2 minggu
tidak mempengaruhi tebal kerabang. Tebal kerabang yang rendah dapat
disebabkan suhu penyimpanan yang terlalu tinggi yaitu mencapai 23 oC dan tidak
stabil. Tebal kerabang telur segar dan telur dengan umur simpan 1 dan 2 minggu
berbeda dan bernilai fluktuatif, hal ini diduga karena telur yang diamati usianya
berbeda sehingga bisa mendapatkan nilai yang naik turun pada analisis telur segar
dan saat setelah disimpan.
Haugh Unit
Haugh unit (HU) yang diartikan sebagai parameter kesegaran telur
dihitung berdasarkan bobot telur dan tinggi albumin. Hasil rataan yang diperoleh
dari haugh unit telur segar berkisar 89.47-94.78. Menurut USDA (2000) kualitas
telur penelitian ini termasuk kedalam kelas AA, karena >72 dan pengukuran telur
segar dilakukan ± 24 jam setelah diambil. Pada hasil nilai HU menunjukkan
adanya pengaruh pemberian taraf tepung Azolladari perlakuan P2, P3 dan P4
dapat dilihat pada Gambar 5. Pengujian kualitas telur juga dilakukan pada telur
yang disimpan selama 1 dan 2 minggu. Nilai rataan haugh unit telur simpan 1
minggu berkisar 82.73-93.83, nilai rataan haugh unit telur simpan 2 minggu
berkisar 81.74-85.63. Nilai HU mengalami penurunan setelah diberikan perlakuan
penyimpanan selama 1 minggu maupun 2 minggu. Lama penyimpanan akan
membuat telur mengalami penguapan cairan dan pelepasan gas-gas seperti CO2
dari isi telur. Penurunan nilai ini merupakan hal yang alami, telur yang disimpan
akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu dalam suhu
ruang. Telur pada penelitian ini disimpan pada suhu 27-30 oC. Meski mengalami
penurunan, nilai HU pada telur simpan 1 dan 2 minggu masih termasuk kedalam
kategori kelas AA. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung Azolla pada
pakan perlakuan mampu mempertahankan kualitas telur dengan umur simpan
yang cukup lama.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ransum berbasis sorgum sebagai substitusi jagung dapat meningkatkan
konsumsi pakan puyuh, tidak mengganggu performa puyuh, dan mencukupi
kebutuhan nutriennya. Sorgum dengan penambahan tepung Azolla dapat
menyeimbangkan kandungan karotenoid yang terindikasi dalam skor warna
kuning telur dan adanya aktifitas antioksidan yang dihasilkan oleh tepung Azolla
(beta-karoten) dengan penurunan nilai MDA.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang uji kualitas telur puyuh pada
periode yang lebih panjang dan uji kualitas telur pada umur telur yang sama serta
dilakukan uji tentang kandungan nutrien pada tanamanAzolla pinnata sebagai
bahan pakan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi SET. 2014. Produktivitas puyuh petelur Coturnix-coturnix japonica yang
diberi tepung daun jati (Tectona grandiss Linn. F) dalam ransum [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alalade OA, Iyayi EA. 2006. Chemical composition and the feeding value of
Azolla(Azolla pinnata) meal for egg-type chicks. Int J Poult Sci 5 (2): 137-141.
Anggorodi HR. 1984. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Bell DD, Weaver Jr WD. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell DD, Weaver Jr
WD, editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th edition. USA:
Springer Science – Business Media, Inc.
Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi 5. Malang: Balai
Penelitian Tanaman Pangan. 25 hlm.
Capeyron MFM, Julie C, Eric B, Jean P, Jean MR, Piere B. 2002. A diet
cholesterol and deficient in vitamin E induces lipid peroxidation but does not
enhace antioxidant enzyme expression in rat liver. J NutrBiochem: 13:296-301.
Chung TK. 2002. Yellow and red carotenoids for eggs yolk pigmentation. 10th
Annual ASA Southeast Asian Feed Technology and Nutrition Workshop.
Merlin Beach Resort, Phuket, Thailand.
Ensminger MA. 1992. Poultry Science(Animal Agricultural Series). 3thEdition.
Danville, Illiones(US). Instate Publisher, Inc.
Faquinello P, Murakami AE, Cella PS, Franco JRG, Sakamoto MI, Bruno LDG.
2004. High tannin sorghum in diets of Japanese quails (Coturnix-coturnix
japonica). Bra J Poult Sci: 6: 81-86.
Hidayat C, Fanindi A, Sopiyana S, Komarudin. 2011. Peluang pemanfaatan
tepung Azolla sebagai bahan pakan sumber protein untuk ternak ayam. Bogor
(ID): Balai Penelitian Ternak, Ciawi.

16
Kadam MM, MandalAB, ElangovanAV,KaurS. 2006.Response of laying japanese
quailto dietary calcium levels at twolevels energy. J Poult Sci 43(4):351-356.
Kul S, Seker I. 2004. Phenotypic correlations between some external and internal
egg quality traits in the Japanese quail (Cortunix-cortunix japonica). Int J Poult
Sci 3(6):400-405.
Leeson S, Summers JD. 2005. Commercil Poultry Nutrition. 3rdedition. Guelph
(UK). Nottingham University Pr.
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirment of Poultry 9th
rivesed edition. Washington DC (US). National Academy Pr.
North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th edition.
Company Inc. Westport Connecticut.
Priningrum VC. 2014. Substitusi jagung dengan sorgum yang ditambahkan
tepung daun singkong terhadap kualitas telur puyuh [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf M. 1990. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sabulantika N. 2013. Kadar beta-karoten, antosiani, isoflavon, dan aktivitas
antioksidan pada snack bar ubi jalar kedelai hitam sebagai alternatif makanan
selingan penderita diabetis melitus tipe 2 [skripsi]. Semarang (ID): Universitas
Diponogoro.
Sihombing G, Avivah, Prastowo S. 2006. Pengaruh penambahan zeolit dalam
ransum terhadap kualitas telur burung puyuh. J Indo Trop Anim Agic 31:15-19.
Silversides FG, Scott TA. 2001. Effect of storage and layer age on quality of eggs
from two line of hens. Poult Sci 80:1240-1245.
Sipayung PP. 2012. Performa produksi dan kualitas telur puyuh (Coturnixcoturnix japonica) pada kepadatan kandang yang berbeda [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai
komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. J LitbPert 22(4):133140.
Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of pheasant,
chukar, quail, and guinea fowl. Asian Aus J Anim Sci.13(7):980-990.
Sreemannaryana D, K Ramachandraiah, KM Sudharsan, NV Romanaiah, J
Ramaprasad. 1993. Utilization of Azolla as arabbit feed. Indian Vet J 70: 285 –
286.
Stadelman WJ, Cotteril OJ. 1995. Egg Science and Technology 4th edition.
Binghamton (US). The Hawort Pr.
Sukmawati D. 2005. Stress oksidatif, antioksidan vitamin dan kesehatan. Saintika
Medika 2:239-253.
Sumarno, Darmadjati DS, Syam M, Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi teknologi
dan pengembangan/penyuntingan. Jakarta (ID). IAARD Pr.
Udedibie ABI, Igwe FO. 1989. Dry matter yield and chemical composition of
pigeon pea (Cajanus cajan) leaf meal and the nutritive value of pigeon pea leaf
meal and grain meal for laying hens. Anim Feed Sci Technol 24:111-119.
USDA. 2000. Egg Granding Manual. Washington DC (US) United States
Departement of Agricultural Handbook No:75.
Widodo W. 2000. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional.Malang (ID). Balai
Penelitian Pangan Malang.

17
Yamamoto T, Juneja LR, Hatta H, Kim M. 2007. Hen Eggs: Basic and Applied
Science.Canada (ID). University of Alberta.
Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID). Kanisius.
Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada
University Pr.

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan
tanggal 11 Februari 1992 sebagai anak kedua dari 2
bersaudara pasangan Bapak Iskandar Bachtiar dan Ibu Rita
Wahyuni. Penulis lulus dari SMA PUSRI pada tahun 2010
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalu
jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di BEM TPB
sebagai staf BOS (Budaya Olahraga dan Seni) pada tahun 2010-2011, staf
SOSMAS (Sosial Masyarakat) BEM KM IPB dan Ketua Rumah Harapan IPB
pada tahun 2013. Penulis juga aktif pada kegiatan Sosial KomPAS (Komunitas
Peduli Alam dan Sesama). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM-K) dengan judul “Sate Pentol „Miss Veggie‟: Jajanan
Vegetarian yang Unik, Ekonomis, dan Bernilai Gizi Tinggi” yang berhasil didanai
oleh DIKTI pada tahun 2013 dengan dosen pendamping Bramada Winiar Putra,
MSi.

UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Sorgum sebagai
Pengganti Jagung denganPenambahan Tepung Tanaman Paku Air (Azolla
Pinnata)pada Ransum Puyuh terhadap MDA dan Kualitas Telur Puyuh” dengan
baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rita Mutia M.Agr selaku
dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Widya Hermana
M.Si selaku dosen pembimbing anggota, dosen panitia seminar(22 Mei 2014)dan
dosen panitia sidang sarjana (20 Agustus 2014) atas doa, bantuan, bimbingan,
pengarahan dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Terima
kasih kepada Fakultas Peternakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas yang
telah mendanai penelitian ini melalui BOPTN 2013. Terima kasih kepada Dr. Ir.
Lilis Khotijah, M.Si selaku dosen penguji seminar (22 Mei 2014). Terima
kasihkepada Dr. Rudi Afnan M.Sc dan Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah MS. selaku
dosen penguji sidang (20 Agustus 2014). Terima kasih kepada rekan satu
penelitian Anandya Dara W.P. atas