Isolasi dan Seleksi Bakteri Berpotensi Sebagai Pemicu Pertumbuhan Tanaman

ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI BERPOTENSI SEBAGAI
PEMICU PERTUMBUHAN TANAMAN

RINA AMALIYAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Isolasi dan
Seleksi Bakteri Berpotensi Sebagai Pemicu Pertumbuhan Tanaman adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing (Fahrizal Hazra dan Enny
Widyati) dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Penelitian pada
skipsi ini sebagian merupakan bagian dari kegiatan yang di danai dari DIPA

Puslitbang Peningkatan Produtivitas Hutan Tahun 2013 sehingga data – data yang
terkait menjadi milik Puslitbang Peningkatan Produtivitas Hutan.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Rina Amaliyah
NIM A14100072

ABSTRAK
RINA AMALIYAH. Isolasi dan Seleksi Bakteri Berpotensi Sebagai Pemicu
Pertumbuhan Tanaman. Dibimbing oleh FAHRIZAL HAZRA dan ENNY
WIDYATI.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat bakteri berpotensi yaitu;
bakteri pelarut fosfat (BPF), perombak selulosa (BPS), dan pemfiksasi N2
(Azospirillum). Tahapan penelitian meliputi isolasi dan pemurnian; seleksi BPF
(uji kualitatif, kuantitatif), BPS (indeks selulolitik), Azospirillum (metode
Kjeldahl); pengujian bakteri (uji antagonisme bakteri, uji hipersensitivitas, dan uji
hemolitik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat BPF terbaik dengan nilai

Indeks Pelarutan (IP) dan P-Larut tertinggi adalah isolat BPF3.2.1 dan BPF2.1.1.
Isolat BPS terbaik dalam memproduksi selulose dengan nilai Indes Selulilitik (IS)
tertinggi adalah isolat BPS2.1.1 dan BPS3.5. Isolat Azospirillum yang terbaik dan
mampu memfiksasi N2 adalah isolat AZ3.2 dan AZ2.4. Terjadi sifat antagonis
antara BPS3.5 terhadap isolat BPF2.1.1 dan AZ3.2. Semua isolat tidak bersifat
patogen terhadap tanaman. Namun, isolat AZ3.2 dan BPS2.1.1 berpotensi patogen
terhadap hewan.
Kata kunci: antagonistik, Azospirillum, BPF, BPS, patogenitas

ABSTRACT
RINA amaliyah. Isolation and Selection of Bacteria Trigger Potential For Plant
Growth. Guided by Fahrizal Hazra and Enny Widyati.
This study aims to collect bacterial isolates potentially such as;
solubilizing bacterial phosphate, cellulose decomposer, and N2 fixer
(Azospirillum). Stages of research include the isolation and purification; Selection
BPF (qualitative test, quantitative), CPM (cellulolytic index), Azospirillum
(Kjeldahl method); bacterial testing (hypersensitivity test, hemolytic test, bacterial
antagonism test). The results showed that the best BPF isolates with the biggest IP
and the P-value was BPF3.2.1 and BPF2.1.1 isolates. The best isolates of best
CPM in producing cellulose with highest is value was BPS2.1.1 and BPS3.5

isolates. The best Azospirillum isolates which able to fix N2 was AZ3.2 and
AZ2.4 isolates. Isolates BPS3.5 BPF2.1.1 and AZ3.2 indicated to show have
antagonistic when were grow in the same plate . All isolates were not pathogenic
to plants. However, isolates AZ3.2 and BPS2.1.1 potentially pathogenic to
animals.
Keyword: antagonistic , Azospirillum, BPF, BPS, patogenitas

ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI BERPOTENSI SEBAGAI
PEMICU PERTUMBUHAN TANAMAN

RINA AMALIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

:Isolasi dan Seleksi Bakteri Berpotensi Sebagai Pemicu
Pertumbuhan Tanaman
:Rina Amaliyah
:A14100072

Disetujui oleh

Ir Fahrizal Hazra, MSc
Pembimbing I

Dr Enny Widyati
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
nikmat serta anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
penyusunanan karya ilmiah yang berjudul Isolasi dan Seleksi Bakteri Berpotensi
Sebagai Pemicu Pertumbuhan Tanaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Fahrizal Hazra, MSc dan Dr
Enny Widyati selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, nasehat, arahan dan
motivasi yang diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih kepada dosen penguji saya, Dr Ir Arief Hartono, MSc. Agr atas saran
dan arahan yang mendukung skripsi saya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibunda tercinta Nurkholillah, abang dan kakak tersayang

(Ahmad Fauzi, Arpan, Hikmah, Ummu Atiyah) yang selalu memberikan do’a,
kasih sayang, kesabaran dan dukungan baik moril ataupun materil; Alm.
Muhammad Amru selaku ayah tercinta yang semasa hidupnya selalu
memberikan dukungan kepada saya; Dimas Pratama selaku orang terdekat atas
waktu, motivasi, perhatian dan dukungan baik moril dan materil; Staf
Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Kesuburan Tanah IPB (Pak Jito, Bu Jul,
Bu Jeti, Mbak Asti,Bu Asih, Pak ade, pak sukoyo, pak ole, mas Bela, bu yani) atas
bantuan dan bimbingan menjalani penelitian ini; Kak Annisa (MLS46) yang
banyak membantu selesainya penelitian saya; Kakak – Kakak Pasca Sarjana (Kak
Winda, Kak Yuni, Kak Putro, Kak Titik, Kak Joko) yang memberikan bimbingan
dan bantuan menjalani penelitian ini; sahabat seperjuangan (Rita, Nika, Yolla,
Yanuar, Tri) serta seluruh sahabat dan saudara Tanah 47 atas canda tawa, motivasi,
dukungan, kebersamaan, bantuan dan perhatiannya yang diberikan kepada penulis.
Semoga penelitian dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Praktek Pertanian dan Kesuburan Tanah

2

Bakteri Pelarut Fosfat

3

Bakteri Selulolitik

3

Azospirillum


4

Interaksi Antar Mikroorganisme

4

Hasil Penelitian Penggunaan Bakteri Berpotensi

5

METODELOGI

6

Waktu dan Tempat

6

Bahan


6

Alat

6

Prosedur Percobaan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Pemurnian

9
9

Seleksi Bakteri Pelarut Fosfat

11


Seleksi Bakteri Perombak Selulosa

13

Seleksi Azospirillum

14

Uji Antagonisme Bakteri

15

Uji Hipersensitivitas

16

Uji Aktivitas Hemolitik

17

Perhitungan Total Populasi Bakteri Berpotensi

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

26
DAFTAR TABEL

1 Penamaan sampel tanah yang diisolasi
2 Hasil isolasi BPF, BPS, dan Azospirillum dari tiga lokasi pengambilan
contoh tanah
3 Hasil uji kualitatif BPF berdasarkan nilai indeks pelarutan
4 Hasil uji kualitatif dan uji kuantitatif bakteri pelarut fosfat
5 Hasil uji kemampuan BPS berdasarkan nilai indeks selulolitik (IS)
6 Hasil uji kemampuan Azospirillum menambat Nitrogen dengan metode
kjeldahl
7 Hasil pengamatan karakteristik makroskopis bakteri berpotensi
8 Hasil uji antagonisme bakteri berpotensi yang dikombinasikan secara in
vitro
9 Hasil uji aktivitas hemolisis bakteri berpotensi
10 Hasil uji total bakteri berpotensi pada inokulum cair

7
9
11
12
13
14
15
16
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Ilustrasi penetapan indeks pelarutan bakteri pelarut fosfat
Ilustrasi metode uji antagonisme antar bakteri
Contoh koloni bakteri isolat bakteri pelarut fosfat
Contoh koloni bakteri isolat bakteri perombak selulosa
Contoh koloni bakteri isolat Azospirillum
Contoh isolat BPF3.2.1 dalam uji kualitatif
Contoh isolat BPS3.5 yang mampu membentuk zona bening di
sekeliling koloni
8 Contoh tahap pengujian antagonisme antar bakteri dalam satu cawan
isolat 1 adalah BPF2.1.1
9 Hasil uji hipersensitivitas terhadap tanaman tembakau menunjukkan
gejala negatif untuk semua isolat bakteri pelarut fosfat dan Azospirillum
10 Hasil uji hipersensitivitas terhadap tanaman tembakau menunjukkan
gejala negatif untuk semua isolat bakteri perombak selulosa

8
9
10
10
11
12
13
16
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Analisis Kesuburan tanah di Sepintun Jambi
Analisis Kesuburan Tanah di Sungai Banir Jambi
Analisis Kesuburan Tanah di Bangko Kuning Jambi
Komposisi media pikovskaya (1000 ml)
Komposisi media CMC (1000 ml)
Komposisi media NFB semi - padat (1000 ml)
Komposisi media LB (1000 ml)
Komposisi media NA (1000 ml)

21
21
22
22
22
23
23
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas mikroorganisme tanah dapat berguna bagi pertumbuhan tanaman
dan mempengaruhi kesuburan tanah, karena mampu memperlancar siklus unsur
hara dan menyuplai hormon serta enzim yang dibutuhkan tanaman (Agus 1997).
Pupuk organik hayati bukan merupakan pupuk yang secara tidak langsung
meningkatkan kesuburan tanah setelah ditambahkan ke dalam tanah. Pupuk
organik hayati menambahkan nutrisi melalui proses alami, seperti fiksasi nitrogen
di atmosfer, mengubah fosfor menjadi bahan yang terlarut, dan merangsang
pertumbuhan tanaman melalui sintesis zat yang mampu memacu pertumbuhan
tanaman (Chusnia et al. 2012).
Penggunaan pupuk organik hayati yang dikombinasikan dengan penggunaan
pupuk kimia dapat memberikan pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan
ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Menurut Maryanto dan Ismangil (2010),
pemberikan pupuk organik hayati yang dikombinasikan dengan batuan fosfat alam
mampu meningkatkan P tersedia tanah dan P total serta pemberiannya dapat
meningkatkan bobot kering tanaman dan tinggi tanaman.
Penelitian untuk mencari mikoorganisme tanah yang mampu meningkatkan
ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat diperlukan mengingat pemanfaatan
mikroorganisme tesebut dapat menjadi salah satu alternatif untuk intensifikasi
lahan pertanian. Namun, keberadaan bakteri berpotensi yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman, terkadang belum seluruhnya disimpan
dalam bentuk stock culture. Sehingga, terkadang ketika digunakan kembali
kualitas bakteri mengalami penurunan. Maka dari itu, penelitian kali ini diawali
dengan melakukan isolasi dari tanah. Penelitian ini menggunakan tiga jenis
bakteri yang berpotensi dijadikan pupuk organik hayati, ketiganya ditentukan
berdasarkan seleksi dan pengujian yang dilakukan secara in vitro. Bakteri
berpotensi yang digunakan antara lain bakteri pelarut fosfat (BPF), perombak
selulosa (BPS), dan pemfiksasi N2 (Azospirillum).
Bakteri pelarut fosfat di dalam tanah mempunyai kemampuan melepas
fosfor (P) dari ikatan Fe, Al, sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi
tanaman, khususnya pada tanah masam (Rao 1994). Bakteri selulolitik adalah
bakteri yang mampu menghidrolisis kompleks selulosa menjadi glukosa yang
merupakan sumber karbon dan nutrisi bagi pertumbuhan organisme ini
ataupun bagi organisme lain di sekitarnya (Ibrahim dan El-diwany 2007).
Azospirillum merupakan bakteri yang mampu menambat N2 dari udara sehingga
dapat tersedia bagi tanaman. Menurut Menzuan et al. (2002), kombinasi pupuk
hayati dengan rata – rata terbaik pada formula B terdiri atas Azospirillum sp.,
Aspergillus sp., dan Streptomyces sp. yang ditambah bahan organik dapat
mempengaruhi sifat fisik dan biologi tanah, khususnya stabilitas agregat dan
bioaktivitas tanah. Kefalogianni dan Anggelis (2002) menambahkan bahwa
asosiasi antara Azospirillum sp. dengan tumbuhan berlangsung karena bakteri
menerima fotosintat dari tumbuhan dan sebaliknya bakteri menyediakan N untuk
tumbuhan dari N yang difiksasinya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendapatkan isolat BPF, BPS, dan
Azospirillum. (2) Menyeleksi isolat BPF, BPS, dan Azospirillum. (3) Menguji
antagonisme antar bakteri serta patogenitas bakteri terhadap tanaman dan hewan.
TINJAUAN PUSTAKA
Praktek Pertanian dan Kesuburan Tanah
Kegiatan pertanian konvensional secara umum hanya berorientasi pada hasil
yang maksimal dengan memanfaatkan bahan kimia berupa pupuk secara terus
menerus. Pemupukan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Salikin 2003). Namun,
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan ekosistem biologi
tanah tidak seimbang dan peranan pupuk tidak efektif untuk tanaman, karena
terjadi residu zat pembawa (carrier) di dalam tanah (Sutanto 2006). Penilaian
status kesuburan tanah biasanya didasarkan kandungan Nitrogen (N), Fosfor (P),
dan Kalium(K), karena unsur makro ini dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh
tanaman (Gilman 1983). Selanjutnya ketersediaan unsur hara dipengaruhi oleh
faktor tanah seperti; tekstur, kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik, dan
pH tanah (FAO 1988).
Dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman, aktivitas
mikroorganisme diperlukan untuk menjaga ketersediaan tiga unsur hara yang
penting bagi tanaman antara lain; nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K).
Menurut Sari (2010) nitrogen berfungsi meningkatkan pertumbuhan tanaman,
menunjang pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman,
meningkatkan kualitas tanaman, dan daun tanaman berwarna lebih hijau.
Kekurangan unsur N dapat menyebabkan khlorosis dimana daun muda berwarna
kuning.
Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan
penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Pemakaian pupuk fosfor
hampir tidak kalah banyaknya dibandingkan dengan pemakaian pupuk nitrogen.
Efisiensi pemakaian pupuk tersebut ditingkat petani sangat rendah. Petani
cenderung memberi fosfat setiap musim tanam, tanpa mengetahui bahwa pupuk
fosfat yang diberikan mampu memberi residu pada penanaman berikutnya (Anwar
et al. 2009). Namun, jumlah P yang terfiksasi lebih besar dari pada yang hilang
melalui panen (Ismail 2013). Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentukbentuk Al—P dan Fe—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P akan membentuk
senyawa Ca—P dengan kalsium membentuk senyawa kompleks yang sukar larut
(Simanungkalit et al. 2006).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah
dan mengurangi penggunaan pupuk kimia adalah menggunakan bioteknologi
mikroorganismea asal tanah yang dikembangkan dengan memanfaatkan peran
penting dari mikroorganismea atau dikatakan sebagai pupuk hayati. Maka dari itu,
penggunaan mikroorganismea asal tanah seperti bakteri pelarut fosfat, bakteri

3
perombak selulolsa, dan bakteri pemfiksasi N2 (Azospirillum) menjadi hal penting
untuk membantu ketersediaan hara di dalam tanah yang dibutuhkan tanaman.
Bakteri Pelarut Fosfat
Ketersediaan P dalam tanah jarang yang dapat melebihi 0.01 % dari total P
dalam tanah. Hal tersebut disebabkan sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid
tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman yang disebabkan tingginya
kemasaman tanah (Simanungkalit et al. 2006). Peningkatan ketersediaan fosfat
bagi tanaman diusahakan dengan pengunaan pupuk fosfat anorganik maupun
organik. Namun, sejumlah besar fosfat bentuk tersedia dari pupuk langsung
diubah kedalam bentuk tidak terlarut dan pemanfaatan pupuk menjadi kurang
efektif (Omar 1998). Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
pemanfaatan mikroorganisme pelarut fosfat melalui pembuatan pupuk organik
hayati (bio”organic”fertilizer).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah
yang mempunyai kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan
mengubahnya menjadi bentuk tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman.
Pelarutan fosfat disebabkan oleh adanya sekresi asam organik bakteri tersebut
seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, tartarat,
ketobutirat, suksinat dan sitrat (Rao 1994). Menurut Lestari (1994), proses utama
pelarutan senyawa fosfat sukar larut adalah produksi asam organik oleh
mikroorganisme dan sebagian asam anorganik yang dapat berinteraksi dengan
senyawa P sukar larut serta melarutkan fosfor dari komplek Al-P, Fe-P, Mn-P dan
Ca-P. Bentuk P yang dapat diserapkan oleh tanaman dan merupakan hasil
pelarutan P adalah H2PO4- dan jumlahnya dalam larutan tanah akan bertambah
(Ma’ashum et al. 2003). Bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Bacillus,
Escherichia, Actinomycetes hampir dapat diisolasi dari dalam tanah dan mampu
melarutkan fosfat. Menurut Hilda (2000) dari beberapa strain bakteri ternyata
genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
melarutkan fosfat.
Bakteri Selulolitik
Mikroorganisme perombak bahan organik memegang peranan penting
karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur yang dikembalikan ke
dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) sebagai hara yang dapat digunakan
kembali oleh tanaman. Pada umumnya mempunyai kemampuan yang lebih baik
dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa, dan
lignin). Umumnya mikroorganismea yang mampu mendegradasi selulosa juga
mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977).
Bakteri selulolitik mensintesis seperangkat enzim kompleks selulase yang
mampu menghidrolisis selulosa (Ibrahim&El-diwany 2007). Mikroorganisme
perombak selulosa seperti Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii,
Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora,
Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces dapat dijadikan
sebagai pupuk hayati bagi tanaman.
Enzim selulase sangat aktif memutuskan turunan selulosa dapat larut
(selulosa amorf) seperti CMC menghasilkan selodekstrin (6C), selobiosa (4C) dan

4
glukosa (2C). CMC-ase merupakan salah satu komponen kompleks enzim
selulase yang menyerang secara acak bagian dalam struktur selulosa. Aktivitas
CMC-ase koloni fungi selulolitik pada media CMC-agar membentuk zona bening
di bawah dan sekitar koloni (Ericson 1996).
Setiap bakteri selulolitik menghasilkan kompleks enzim selulase yang
berbeda-beda, tergantung dari gen yang dimiliki dan sumber karbon yang
digunakan. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus
karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Perubahan pH atau pH
yang tidak sesuai akan menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim
berubah. Selain itu, perubahan pH juga menyebabkan denaturasi enzim dan
mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim (Girinda 1993).
Azospirillum
Kurang lebih 80% kandungan udara adalah N. Namun, N di udara tersebut
ditambat oleh mikroorganisme dan terlebih dahulu diubah bentuknya agar
langsung dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Azospirillum dapat
meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dari udara dan menurunkan
kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan lain. Infeksi
yang disebabkan oleh Azospirillum tidak menyebabkan perubahan morfologi
perakaran, meningkatkan jumlah rambut akar, menyebabkan percabangan akar
lebih berperan dalam penyerapan hara. Azosprillum mempunyai potensi cukup
besar untuk dikembangkan sebagai pupuk organik hayati. Azospirillum bersifat
mikroaerofilik sehingga dapat dipisahkan di media semi padat yang mengandung
malat. Bakteri ini merupakan bagian dari bakteri gram negatif dan mengandung
granula poli-β-hidroksi butirat. Azosprillum mampu memfiksasi nitrogen, hal ini
telah diverifikasi melalui uji reduksi asetilen dan pengambilan gas 15N2 yang
dapat diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl. Bakteri ini mampu
menghasilkan zat pengatur tumbuh tanaman seperti IAA, auksin dan giberelin
(Rao 1994)
Menurut Anas (1997), terdapat dua spesies Azospirillum yang sudah
diusulkan yaitu A.lipoferum dan A.brasilense. A.lipoferum mampu menggunakan
glukosa sebagai sumber C untuk tumbuhnya pada medium bebas N yang
mengandung biotin. Sel berukuran 1.4 – 1.7 µm pada media malat semia padat
bebas Nitogen (N). A.brasiense, tidak mampu menggunakan glukosa sebagai
sumber C untuk tumbuh pada media semi padat yang bebas Nitrogen. Ukuran sel
10 µm, pendek, viroid, mobil, bentuk S dapat terjadi bila sudah tua.
Interaksi Antar Mikroorganisme
Populasi mikroorganisme yang mendiami tanah terdiri atas lebih dari satu
tipe mikroorganisme. Asosiasi yang dibangun mikroorganisme memiliki bentuk
beragam, mulai dari bentuk interaksi netral sampai dengan interaksi saling
mempengaruhi antar mikroorganismeia. Bentuk interaksi secara netral selalu
terjadi secara teratur, dan bersifatasi sangat alami. Kehadiran satu populasi dalam
interaksi netral tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan dan
perkembangan populasi lain. Interaksi yang memberikan pengaruh positif pada
masing – masing populasi dikenal sebagai bentuk simbiosis apakah dalam bentuk

5
mutualistik ataupun protokooperatif. Bentuk interaksi kebalikannya, dikenal
dengan pola kehidupan antagonistik, dimana satu mikroorganisme merugikan
mikroorganisme lain. Pengaruh antagonistik berbagai mikroorganismeia dalam
kehidupan dan perkembangannya di dalam tanah berlangsung sebagai akibat dari
perubahan ketersediaan nutrisi, perubahan faktor lingkungan dan ketergantungan
hidup mikroorganisme tertentu atas yang lain (Ma’ashum et al 2003).
Persaingan dalam memperoleh nutrisi, sebagaimana yang terjadi antara
bakteri dan fungi merupakan contoh umum dari pengaruh antagonistik dalam pola
hidup kompetisi, seperti inokulum yang diintrodusir ke dalam tanah
(Azospirillum) dengan strain strain Azospirillum yang terdapat di dalam tanah.
Pengaruh antagonistik diantara tipe mikroorganismeia akibat perubahan
lingkungan dapat dicontohkan dengan dihasilkannya senyawa spesifik oleh
mikroorganisme tertentu yang bersifat toksik bagi mikroorganisme lain
(Ma’ashum et al 2003).
Hasil Penelitian Penggunaan Bakteri Berpotensi
Menurut Maman dan Dibyo (2013), inokulasi mikroorganisme pelarut
fosfat yang dikombinasikan dengan pemberian NPK mampu meningkatkan tinggi
tanaman dan bobot biomassa benih kakao sampai umur 12 MSP. Selain itu,
inokulasi BPF seperti Pseudomonas mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
gandum, jagung, kapas (Egarmberdiyeva et al. 2006). Pemberian pupuk hayati
dan batuan fosfat alam (BFA) meningkatkan kandungan P tersedia tanah dan P
total. Terdapat pengaruh interaksi antara BFA dan pupuk hayati terhadap nilai pH
tanah. Interaksi optimal untuk meningkatkan pH tanah terdapat pada aras 800 kg
BFA per ha dan 200 liter pupuk organik hayati per hektar (Maryanto dan Ismangil
2010).
Selain itu, penggunaan pupuk organik hayati juga dapat menghasilkan
fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Gholami et al. (2009)
melaporkan bahwa benih tanaman jagung yang diinokulasi dengan Pseudomonas,
Azospirilium dan Azotobacter meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas
jagung melalui sintesis fitohormon, meningkatkan serapan hara sekitar akar,
mendukung penyerapan hara melalui penurunan tingkat keracunan logam berat
dan melawan patogen. Penggunaan pupuk hayati yang dikombinasikan dengan
penambahan pupuk kimia dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Mezuan et
al. (2002) dalam penelitiannya pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah
anakan total dengan nilai rata – rata tertinggi sebesar 2.58 batang pada formula A
(Azotobacter sp., Aspergillus sp., Streptomyces sp.) berpengaruh nyata interaksi
terjadi pada pupuk hayati yang dikombinasikan dengan bahan organik terhadap
jumlah anakan total.

6

METODELOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan antara bulan Desember 2013 hingga Agustus 2014.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Sampel tanah diambil dari tiga lokasi Provinsi Jambi yaitu
Sungai Banir, Bangko Kuning dan Sepintun.
Bahan
Sampel tanah yang sudah dikering udarakan. Selanjutnya dibutuhkan
media pikovskaya, Carboxil Methyl Cellulose (CMC) 1%, Nitrogen Free
Bromtimol (NFB), Luria Bertani (LB), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB),
Blood Agar. Larutan fisiologis (LF) 0.85% NaCl, benih jagung manis varietas
SD3 IPB. Selanjutnya diperlukan juga bahan kimia untuk keperluan analisis kimia
tanah dan seleksi mikroorganisme.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berbagai macam
peralatan gelas (cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi) autoklaf, refrigenerator,
ruang laminar, UV Spectrophotometer merk Shimazu, pH meter, oven, inkubator,
jarum oose, eksikator, Shaker, alat Kjeldahl, buret.
Prosedur Percobaan
Isolasi dan Pemurnian
Isolasi mikroorganisme tanah. Sebanyak sepuluh gram tanah dimasukkan
ke dalam 90 ml larutan fisiologis. Selanjutnya diencerkan secara seri sampai
tingkat pengenceran 105. Pada tingkat pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil sebanyak
1 ml suspensi dari masing-masing pengenceran kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri secara aseptis. Setelah itu, tuangkan media pikovskaya untuk isolasi
BPF dan media CMC untuk isolasi BPS lalu ratakan dengan memutar media
secara perlahan agar media homogen. Isolasi dan penghitungan bakteri
Azospirillum dilakukan dengan menggunakan metode Most Probable Number
(MPN) menggunakan 3 seri tabung yang terdiri dari 9 tabung reaksi yang berisi
media semi solid NFB. Sebanyak 1 ml suspensi sampel tanah dari pengenceran
10-3 dimasukkan ke dalam tiap tabung pada seri tabung pertama, 1 ml pada seri
tabung kedua, 1 ml pada seri tabung ketiga. Inkubasi selama 3 – 5 hari untuk BPF
dan BPS dalam inkubator dan Azospirillum inkubasi selama selama 7 hari dalam
kondisi suhu ruangan. Pengamatan BPF ditunjukkan dengan terbentuknya zona
bening di sekeliling koloni. Isolat BPS ditunjukkan dengan adanya zona bening di
sekeliling koloni setelah ditambahkan indikator Congo Red (CR) 0.1%. Isolat
Azospirillum ditunjukkan dengan terbentuknya pellikel di media NFB.

7
Pemurnian. Hasil isolasi dipindahkan pada media yang sama dengan metode
agar gores dua kuadran, kemudian diinkubasi selama 3 – 5 hari. Pemurnian
dillakukan untuk mendapatkan biakan murni dengan mengambil koloni yang
homogen dan terpisah lalu menggoreskan pada media selektif padat yang baru.
Isolat murni yang didapat, ditumbuhkan pada media agar miring pikovskaya
untuk BPF, CMC untuk BPS, dan NA untuk Azospirillum dan isolat yang tumbuh
di media agar miring atau dapat disebut stock culture, di pindahkan ke dalam
lemari pendingin (refrigenerator) pada suhu 50C untuk keperluan selanjutnya
dengan penyimpanan yang lebih lama.
Penamaan Isolat
Untuk memudahkan penamaan dipergunakan singkatan nama lokasi dan
jenis bakteri yang diisolasi. Penamaan kode isolat tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Penamaan sampel tanah yang diisolasi
Lokasi Sumber Isolat
Bangko Kuning
Sepintun
Sungai Banir

Kode Isolat BPF
BPF1
BPF2
BPF3

Kode Isolat BPS
BPS1
BPS2
BPS3

Kode Isolat
Azospirillum
AZ1
AZ2
AZ3

Seleksi Isolat
Setelah isolasi dilakukan seleksi untuk memperoleh dua isolat terbaik dari
BPF, BPS dan Azospirillum.
a. Seleksi bakteri pelarut fosfat (BPF)
Isolat dalam stock culture diremajakan terlebih dahulu dalam
media pikovskaya. Seleksi BPF dilakukan dua tahap yaitu uji kualitatif
dan uji kuantitatif.
Uji kualitatif. Isolat hasil peremajaan ditumbuhkan pada media
pikovskaya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pelarutan (Ca3(PO)4)2
oleh BPF yang dicirikan dengan terbentuknya zona bening di sekeliling
koloni. Kemudian, ditetapkan nilai Indeks Pelarutan (IP). Iluastrasi
penetapan uji kualitatif tersaji pada Gambar 1 (Windi 2012).
Uji kuantitatif. Isolat BPF hasil peremajaan ditumbuhkan dalam 50
ml medium pikovskaya cair steril dan dikocok menggunakan shaker pada
kecepatan 50 rpm secara berkala selama 7 hari. Setelah masa inkubasi
berakhir, dilakukan penyaringan medium menggunakan kertas saring.
Hasil penyaringan digunakan untuk menententukan kandungan P terlarut
dengan metode Olsen (Mukhlis 2007).
b. Seleksi bakteri perombak selulosa (BPS)
Hasil peremajan isolat BPS ditumbuhkan dalam media CMC,
kemudian inkubasi selama 3-5 hari di inkubator. Setelah masa inkubasi
berakhir, dilakukan pewarnaan menggunakan indicator Congo Red (CR) 0,1 %
untuk memperjelas zona bening yang terbentuk. Setelah 15 menit, warna CR
dicuci dengan NaCl 1 M (Teather dan Wood 1981). Pengamatan dilakukan
dengan mengamati serta menetapkan Indeks Selulolitik (IS).

8

a

b

Gambar 1. Ilustrasi Penetapan Indeks Pelarutan (IP) (a)diameter koloni,
(b)diameter zona bening
c. Seleksi Azospirillum
Seleksi dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl untuk
mengetahui jumlah Nitrogen (N) yang mampu ditambat oleh Azospirillum.
Hasil peremajaan ditumbuhkan dalam media NFB cair steril sebanyak 50 ml.
Kemudian, dikocok menggunakan shaker pada kecepatan 50 rpm secara
berkala selama 7 hari. Setelah masa inkubasi selesai, dilakukan penyaringan.
Pipet hasil penyaringan sebanyak 5 ml dan masukkan ke dalam tabung
destruksi. Tambahkan H2SO4 5 ml, selenium, dan parafin cair. Kemudian
destruksi selama 30 menit. Hasil destruksi dimasukkan ke dalam tabung
destilasi. Tambahkan aquades 100 ml dan NaOH 50% sebanyak 50 ml.
Proses destilasi hasilnya ditampung asam borat (H3BO3) yang sudah
ditambah indikator Conway. Hasil akhirnya diperoleh dengan melakukan
titrasi dari hasil destilasi. Titrasi dihentikan ketika warna yang semula
berwarna hijau berubah menjadi warna merah muda. Dilakukan
perhitungan %N-total yang mampu ditambat oleh Azospirillum.
Uji Antagonisme Antar Mikroorganisme
Persiapan isolat dilakukan dengan melakukan peremajaan isolat yang akan
diuji dari stock culture menggunakan media pikovskaya untuk BPF dan media
CMC untuk BPS dan Azospirillum media Nutrient Broth (NB), kemudian shaker
selama 48 jam. Hasil pertumbuhan bakteri tersebut dinamakan larutan uji. Hasil
peremajaan isolat, digoreskan kembali ke media NA menggunakan cotton swab.
Lalu paper disc dimasukkan ke dalam larutan uji (isolat 2) dan diletakkan ke
media NA yang sudah digoreskan isolat dengan cotton swab (isolat 1). Kemudian,
inkubasi pada suhu 350 C. Sebagai contoh isolat AZ2 yang digorekan pada media
NA, maka isolat BPF2, BPF1, BPS2 sebagai isolat 2 yang dicelupan dalam
larutan uji. Reaksi positif antagonis akan terlihat dengan adanya zona bening di
sekitar paper disc. Pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi selama 72 jam.
Ilustrasi penetapan uji antagonis tersaji pada Gambar 2 (Sari 2014).

9
Isolat

Cawan
Isolat

Gambar 2. Ilustrasi uji antagonis antar mikroorganisme

Uji Hipersensitivitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat potensi bakteri sebagai patogen
pada tanaman. Hasil peremajaan, lalu dipindahkan ke dalam media LB dan
dikocok selama 24 jam. Inokulasi pada daun tanaman tembakau menggunakan
syringe tanpa jarum sebanyak 1 ml tanpa meninggalkan luka pada daun tanaman
dan dikeringanginkan. Setiap strain diinokulasikan pada daun yang berbeda.
Pengamatan dilakukan selama 48 jam setelah penyuntikkan. Kontrol negatif
dalam pengujian ini dilakukan dengan menggunakan aquades steril.
Uji Aktivitas Hemolitik
Pengujian ini dilakukan untuk menguji patogenitas terhadap hewan dan
manusia. Kultur isolat ditumbuhkan pada media Blood Agar yang telah dicampur
dengan darah domba 5%, dan inkubasi selama 24 - 48 jam pada suhu ruang. Isolat
yang mampu menghemolisis sel darah merah ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekeliling koloni yang menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi
menyebabkan patogen terhadap hewan dan manusia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Pemurnian
Berdasarkan hasil isolasi tiga lokasi diperoleh 55 isolat BPF, 35 isolat BPS,
dan 40 isolat Azospirillum. Hasil isolasi tersaji pada Tabel 2. Isolat tersebut dipilih
secara visual berdasarkan karakteristik yang terbentuk dari masing – masing
koloni bakteri.
Tabel 2 Hasil isolasi BPF, BPS, dan Azospirillum dari tiga lokasi pengambilan
contoh tanah
Sampel Tanah
Bangko Kuning
Sepintun
Sungai Banir
Jumlah

BPF
11
19
25
55

Jumlah Isolat Bakteri
BPS
Azospirillum
8
20
15
12
12
18
35
40

10
BPF ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni.
Isolat BPS ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekeliling koloni setelah
ditambahkan indikator Congo Red (CR) 0.1%. Isolat Azospirillum ditunjukkan
dengan terbentuknya pellikel di media NFB.
BPF dengan jumlah isolat 55, selanjutnya ditumbuhkan kembali dalam
media pikovskaya dan dipilih secara visual berdasarkan zona bening yang
terbentuk di sekeliling koloni bakteri seperti yang terlihat pada Gambar 3. Setiap
bakteri memiliki kemampuan yang berbeda – beda dalam melarutkan fosfat dalam
bentuk (Ca3(PO)4)2 di dalam media. Dari 55 isolat yang ditumbuhkan kembali
dalam media pikovskaya 10 diantaranya tidak tumbuh, 13 diantaranya tidak dapat
dilihat kemampuannya karena terkontaminasi.

Gambar 3 Contoh koloni bakteri isolat bakteri pelarut fosfat
BPS dengan jumlah 35, selanjutnya ditumbuhkan kembali dalam media
CMC dan dipilih secara visual berdasarkan zona bening yang terbentuk setelah
ditambahkan indikator Congo Red, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Dari 35
isolat yang ditumbukan kembali dalam media CMC, 7 diantaranya terkontaminasi
dan 7 diantaranya tidak tumbuh.

Gambar 4 Contoh koloni bakteri isolat bakteri perombak selulosa
Azospirillum dengan jumlah isolat 40, selanjutnya ditumbuhkan kembali
dalam media NFB dan dipilih berdasarkan pellikel yang terbaik yang terbentuk di
media NFB. Dari 40 isolat yag ditumbuhkan kembali pada media NFB, 2
diantaranya tidak tumbuh, 8 diantaranya pellikel tidak utuh, dan 3 diantaranya
terkontaminasi.

11

Gambar 5 Contoh koloni bakteri isolat Azospirillum
Selanjutnya dilakukan proses pemurnian (purification). Pemurnian
dilakukan sebanyak 2-3 kali sampai diperoleh koloni tunggal sesuai yang
diharapkan tanpa adanya kontaminan. Hasil proses pemurnian diperoleh 22 isolat
BPF, 18 isolat BPS, dan 20 isolat Azospirillum. Hasil pemurnian tersebut
selanjutnya akan dilakukan seleksi sesuai dengan karakteristik bakteri.
Seleksi Bakteri Pelarut Fosfat
Sebanyak 22 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) diperoleh dari hasil isolasi
dan pemurnian. Kemudian isolat tersebut akan diseleksi dengan dua tahap yaitu
uji kualitatif dan uji kuantitatif. Tahap pertama yaitu uji kualitatif dilakukan
dengan menentukan Indeks Pelarutan (IP) yang dibentuk oleh BPF. Indeks
pelarutan merupakan perbandingan antara diameter zona bening dengan diameter
koloni bakteri. Zona bening (holozone) yang terbentuk di sekeliling koloni karena
mikroorganismea pelarut fosfat mampu mensekresikan asam – asam organik yang
dapat mengubah P yang tidak larut menjadi larut (Gonggo dan Yuni 2006). Hasil
uji kualitatif tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji kualitatif BPF berdasarkan nilai indeks pelarutan
Kode Isolat
BPF2.1
BPF2.1.1
BPF2.2
BPF2.2.3
BPF2 .3
BPF2.4
BPF2.5
BPF3.1.4
BPF3.2.1
BPF3.3.1
BPF3.3.1

Indeks Pelarutan
1.45
1.02
1.81
1.60
1.20
1.32
1.49
1.05
1.65
1.05
1.07

Kode Isolat
BPF3.4
BPF3.5
BPF1.1
BPF1.3
BPF1.4
BPF1.5
BPF1.6
BPF1.7
BPF1.8
BPF1.9
BPF1.10

Indeks Pelarutan
1.28
1.55
0.82
1.22
1.21
1.17
1.50
1.55
1.42
1.05
1.07

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai IP tertinggi adalah isolat
BPF2.2 dengan nilai IP 1.81. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat BPF2.2

12
mampu melarutkan fosfat yang berasal dari (Ca3(PO4)2) lebih tinggi dibandingkan
dengan bakteri lain dalam media dengan sumber P yang sama. Sedangkan bakteri
yang memiliki nilai IP terendah adalah BPF1.1 dengan nilai IP 0.82.
Tahap kedua seleksi BPF adalah uji kuantitatif. Pengujian ini perlu
dilakukan dalam tahap penyeleksian kemampuan BPF dalam melarutkan fosfat
agar lebih tepat dan akurat. Menurut Isroi (2008), pengujian secara kuantitatif
lebih sensitif daripada pengujian dengan indeks pelarutan fosfat. Oleh karena itu,
uji kuantitatif penting dilakukan untuk mendapatkan dua isolat BPF yang terbaik
memiliki nilai IP tertinggi dan daya larut P tertinggi. Hasil uji kualitatif dan uji
kuantitatif BPF disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji kualitatif dan uji kuantitatif bakteri pelarut fosfat
Kode Isolat
BPF2.1
BPF2.1.1
BPF2.2
BPF2.2.3
BPF2 .3
BPF2.4
BPF2.5
BPF3.1.4
BPF3.2.1
BPF3.3.1
BPF3.3.1

IP
1.45
1.02
1.81
1.60
1.20
1.32
1.49
1.05
1.65
1.05
1.07

P-Tersedia
(ppm)
47.8
74.9
218.3
178.9
66.2
40.2
55.7
139.6
179.2
35.8
91.7

Kode Isolat
BPF3.4
BPF3.5
BPF1.1
BPF1.3
BPF1.4
BPF1.5
BPF1.6
BPF1.7
BPF1.8
BPF1.9
BPF1.10

IP
1.28
1.55
0.82
1.22
1.21
1.17
1.50
1.55
1.42
1.05
1.07

P-Tersedia
(ppm)
57.5
27.1
31.5
56.5
52.1
140.1
51.8
174.8
9.7
71.7
47.8

Tabel 4 menunjukkan bahwa isolat BPF yang secara kualitatif memiliki
nilai IP tinggi, tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan BPF dalam
melarutkan P dalam media cair (uji kuantitatif). Isolat BPF yang memiliki nilai IP
tertinggi dan daya larut P paling tinggi adalah isolat BPF2.2 dengan P-larut 218.3
ppm. Hal ini menunjukkan isolat tersebut memiliki daya larut P tertinggi dengan
sumber fosfat berasal dari (Ca3(PO4)2) dibandingkan dengan BPF lain dalam
media cair ataupun padat dengan sumber P yang sama. BPF yang memiliki daya
larut P terendah adalah isolat BPF1.9 dengan P-larut 9.7 ppm dan nilai tersebut
tidak berbanding lurus dengan nilai indeks pelarutan fosfat yang bernilai 1.42.

Gambar 6 Contoh Isolat BPF3.2.1 dalam uji kualitatif

13
Secara umum, seluruh isolat yang diuji memiliki kemampuan melarutkan
fosfat pada media pikovskaya dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol (tanpa penambahan bakteri), dimana nilai P-tersedia dalam kontrol sebesar
1.0 ppm. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dua isolat terbaik yaitu isolat
BPF2.2 dan isolat BPF3.2.1, kedua isolat BPF tersebut memiliki nilai IP paling
tinggi dan berbanding lurus dengan daya larut P dalam media cair pikovskaya.
Seleksi Bakteri Perombak Selulosa
Hasil dari isolasi dan pemurnian diperoleh 18 isolat Bakteri Perombak
Selulosa (BPS) yang berpotensi dalam merobak selulosa. Seleksi BPS terbaik
dilakukan dengan menguji BPS menggunakan media agar spesifik Carboxy
methyl cellulose (CMC). Pengujian dilakukan dengan melihat kemampuan BPS
dalam mendegradasi selulosa pada media CMC. Hasil pengujian indeks selulolitik
tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji kemampuan BPS berdasarkan nilai indeks selulolitik (IS)
Kode Isolat
BPS2.1
BPS2.1.1
BPS2.3
BPS2.5
BPS3.1
BPS3.2
BPS3.2
BPS3.3
BPS3.3.1

Indeks Selulolitik
0.27
0.75
0.03
0.23
0.14
0.11
0.10
0.19
0.13

Kode Isolat
BPS3.3.2
BPS3.4
BPS3.5
BPS1.4.1
BPS1.4.2
BPS1.5
BPS1.6
BPS1.8
BPS1.9

Indeks Selulolitik
0.25
0.29
1.00
0.57
0.33
0.07
0.09
0.15
0.14

Isolat yang mampu mendegradasi selulosa ditandai dengan adanya zona
bening di sekitar koloni yang diperjelas dengan dengan menggunakan indikator
Congo Red 0.1%. Tabel 5 menunjukkan bahwa dari hasil pengujian selulolitik
dua isolat yang memiliki nilai IS paling tinggi adalah BPS2.1.1 yaitu 0.75 dan
BPS3.5 yaitu 1.00. Isolat yang memiliki IS paling rendah adalah BPS3.1 yaitu
0.03.

Gambar 7 Contoh isolat BPS3.5 yang mampu membentuk zona bening di
sekeliling koloni

14
Perbedaan nilai indeks selulolitik disebabkan karena jenis isolat yang
berbeda yang memiliki kemampuan menghasilkan selulase yang berbeda pula
dalam menghidrolisis substrat CMC. Menurut Goenadi et al (1993), bahwa
bakteri memiliki kemampuan yang berbeda – beda dalam mendegradasi selulosa
tergantung dari jenis strain bakteri tersebut. Zona bening yang terbentuk di
sekeliling koloni BPS tersebut pada CMC menunjukkan adanya enzim endo-β-,4glukanase (CMC-ase) yang dapat memutuskan ikatan β-1,4 pada serat selulosa
tersebut secara acak dan semakin tinggi nisbah tersebut menunjukkan semakin
tinggi aktivitas spesifik enzim selulasenya, khususnya enzim endo-β-,4-glukanase
(Ma’ashum 2003). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dua isolat terbaik yaitu
isolat BPS2.1.1 dan isolat BPS3.5 kedua isolat BPF tersebut mampu merombak
selulosa lebih baik dibandingkan isolat lainnya.
Seleksi Azospirillum
Azospirillum merupakan bakteri yang mempunyai potensi cukup besar
untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati yang mampu memicu pertunbuhan
tanaman. Hasil isolasi dan pemurnian diperoleh 20 isolat yang selanjutnya diuji
dengan menggunakan metode Kjeldahl. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan
dua isolat Azospirillum terbaik, hasil pengujian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji kemampuan Azospirillum menambat Nitrogen dengan metode
kjeldahl
Kode Isolat
AZ2.1
AZ2.2
AZ2.2
AZ2.3
AZ2.4
AZ2.5
AZ2.5.1
AZ1.1
AZ1.2
AZ1.3

Kadar N (%)
1.01
1.01
0.11
0.07
1.10
0.24
0.12
0.55
0.19
1.08

Kode Isolat
AZ1.4
AZ1.5
AZ1.6
AZ1.8
AZ1.9
AZ1.10
AZ3.1
AZ3.2
AZ3.3
AZ3.5

Kadar N (%)
0.28
0.98
0.13
0.11
0.08
0.13
1.08
1.12
1.09
1.05

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan jumlah Nitrogen (N) yang mampu
ditambat oleh Azospirillum. Jumlah N tertinggi yang ditambat oleh Azospirillum
adalah isolat AZ3.2 dengan kadar N 1.12% yang berasal dari lokasi Sungai Banir.
Selanjutnya, isolat AZ2.4 mampu menambat N dengan kadar N 1.10% yang
berasal dari lokasi Sepintun. Jumlah N terendah yang ditambat oleh Azospirillum
adalah isolat AZ1.9 dengan kadar N 0.08%. Metode Kjeldahl yangdigunakan
dalam menentukan jumlah nilai N yang ditambat oleh Azospirillum dalam media
NFB cair prinsipnya adalah mendegradasi protein bahan organik dengan
menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai ammonia,
kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai ammonia lalu
menkonversikan dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta
tersebut (Arief 1989). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dua isolat terbaik

15
yaitu isolat AZ2.4 dan isolat AZ3.2. Kedua isolat BPF tersebut mampu menambat
N2 lebih baik dibandingkan dengan isolat lain.
Selanjutnya, enam bakteri berpotensi hasil seleksi diamati bentuk
morfologi koloni dari masing – masing bakteri. Enam isolat bakteri tersebut akan
dilakukan uji lebih lanjut untuk mendapatkan bakteri berpotensi yang dapat
digunakan sebagai bio”organic”fertilizer.
Tabel 7 Hasil pengamatan karakteristik makroskopis bakteri berpotensi
Kode Isolat

BPF2.1.1

Bentuk koloni
Circular

BPF3.2.1

Circular

BPS3.5
BPS2.1.1
AZ3.2
AZ2.4

Irreguler
Circular
Irreguler
Irreguler

Warna koloni
Putih susu
Putih
Kekuningan
Transparan
Kuning
Kuning muda
Putih

Tepian
Entire

Elevasi
Convex

Bergelombang

Convex

Entire
Entire
Bergelombang
Bergelombang

Flat
Convex
Flat
Convex

Morofologi yang berbeda dapat menunjukkan strain bakteri yang berbeda.
Isolat BPF2.1.1 memiliki bentuk koloni circular (bulat), dengan tepian entire
(rata) dan elevasi convex (cembung) dan warna putih susu. Bentuk koloni isolat
BPF2.1.1 berbeda dengan karakteristik BPF3.2.1, dimana terdapat perbedaan
warna koloni putih kekuningan dengan bentuk koloni circular (bulat), tepian
bergelombang dan elevasi convex (cembung). Isolat BPS3.5 memiliki bentuk
Irreguler (tidak beraturan), dengan tepi entire (rata) dan elevasi datar (flat), serta
berwarna transparan. Isolat BPS2.1.1 memiliki bentuk koloni circular (bulat),
dengan tepi entire (rata) dan elevasi convex (cembung). Karakteristik
Azospirillum dapat diamati dengan menggoreskan bakteri di media NFB agar.
Koloni isolat AZ3.2 dan AZ2.4 memiliki bentuk koloni Irreguler (tidak
beraturan), dengan tepian bergelombang. Namun, keduanya memiliki perbedaan
pada karakteristik warna dan elevasi. Isolat AZ3.2 memiliki warna kuning muda
dengan elevasi flat (datar), sedangkan isolat AZ2.4 memiliki warna putih dan
elevasi convex (cembung). Perbedaan karakteristik tersebut sejalan dengan
perbedaan kemampuan bakteri berpotensi pada saat pengujian, sehingga bakteri
berpotensi digunakan sebagai pupuk organik hayati dengan strain yang bervariasi.
Uji Antagonisme Bakteri
Bakteri berpotensi dari tiga jenis bakteri selanjutnya dilakukan uji lebih
lanjut untuk mendapatkan bakteri terbaik untuk dijadikan pupuk hayati. Pengujian
antagonis dilakukan dengan metode uji kombinasi dalam satu cawan petri.
Berdasarkan hasil uji antagonis secara in vitro terhadap enam isolat bakteri
disajikan pada Tabel 8.

16
Tabel 8 Hasil uji antagonisme bakteri berpotensi yang dikombinasikan secara in
vitro
Kode Isolat1

BPF2.1.1

BPF3.2.1

BPS3.5

BPS2.1.1

AZ3.2

AZ2.4

-

+
-

-

Kode isolat 2

BPF2.1.1
BPF3.2.1
BPS3.5
+
BPS2.1.1
AZ3.2
+
AZ2.4
Keterangan: + menunjukkan sifat antagonis

-

-

Tabel 8 menunjukkan isolat BPS3.5 bersifat antagonis terhadap isolat
BPF2.1.1 dan AZ3.2 namun, saat uji kebalikannya tidak bersifat antagonis.
Kemudian isolat AZ3.2 bersifat antagonis terhadap BPS3.5, namun saat uji
kebalikannya tidak terjadi sifat antagonis.

Paper disc

Gambar 8 Contoh tahap pengujian antagonisme antar bakteri dalam satu cawan
isolat 1 adalah BPF2.1.1
Sifat antagonis yang dilakukan menggunakan paper disc ditunjukkan
dengan zona bening yang terbentuk di sekeliling paper disc dikarenakan salah
satu bentuk mempertahankan diri dan tidak kompatibel dengan perkembangan
bakteri lain bahkan cenderung menghambat pertumbuhan bakteri lain. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat BPS3.5 ketika akan dijadikan pupuk hayati majemuk,
maka tidak dapat digabungkan dengan isolat BPF2.1.1 dan AZ3.2. Hubungan
timbal balik yang antagonistik (berlawanan) yang sering terjadi diantara
mikroorganismea tanah dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti nutrisi
(Mulyani 1991).
Uji Hipersensitivitas
Setelah dilakukan uji antagonis antar bakteri, maka dilakukan pengujian
terhadap daun tembakau untuk melihat reaksi hipersensitivitas terhadap tanaman.
Hasil uji hipersensitivitas tersaji pada Gambar 9 dan 10.

17

Gambar 9 Hasil uji hipersensitivitas terhadap tanaman tembakau menunjukkan
gejala negatif untuk semua isolat bakteri pelarut fosfat dan
Azospirillum
Uji hipersensitivitas dilakukan menggunakan tanaman tembakau karena
tanaman ini merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap
sekuen gennya termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman, juga ruang di
antara pembuluh daunnya lebar sehingga relatif mudah untuk menginfiltrasikan
suspense isolat. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa isolat BPF2.1.1, BPF3.2.1,
AZ2.4, AZ3.2A, yang diuji tidak menimbulkan atau gejala penyakit baik pada
bagian yang inokulasi maupun bagian tanaman yang lain.

Gambar 10 Hasil uji hipersensitivitas terhadap tanaman tembakau menunjukkan
gejala negatif untuk semua isolat bakteri perombak selulosa
Pada gambar 10 menunjukkan bahwa BPS2.1.1, BPS3.5 yang diuji tidak
menimbulkan atau gejala penyakit baik pada bagian yang inokulasi maupun
bagian tanaman yang lain. Gejala negatif ditunjukkan dengan tidak adanya
kerusakan jaringan daun tanaman atau tidak muncul gejala nekrosis di jaringan
daun tanaman yang sudah diinokulasikan isolat bakteri. Hal ini menunjukkan
bahwa bakteri yang diuji tidak termasuk dalam kelompok patogen terhadap
tumbuhan. Sehingga keenam bakteri tersebut dapat dimanfaatkan lebih lanjut
untuk pupuk organik hayati. Respon hipersensitif menurut Klement et al. (1990)
diartikan sebagai reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman menghadapi patogen
yang disertai kematian sel yang cepat atau nekrosis jaringan di daerah yang
diinjeksi dengan suspensi bakteri.
Uji Aktivitas Hemolitik
Agar darah domba (ADD) adalah media standar sebagai media pertumbuhan
untuk mengidentifikasi jenis bakteri dan sebagai media untuk tes sensitivitas

18
antibiotik dari berbagai bakteri patogen (Abdat 2010). Hasil uji aktivitas hemolitik
menggunakan media Blood agar tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil uji aktivitas hemolisis bakteri berpotensi
Hari ke1
2
BPF2.1.1
BPF3.2.1
AZ2.4
AZ3.2
+
BPS2.1.1
+
+
BPS3.5
Keterangan: + menunjukkan gejala positif zona bening di sekeliling koloni
Kode Isolat

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada pengamatan 24 jam, isolat yang
menunjukkan gejala positif adalah BPS2.1.1. Pengamatan pada inkubasi 48 jam
menunjukkan gejala positif pada isolat dengan kode BPS2.1.1 dan AZ3.2. Hal itu
menunjukkan bahwa isolat tersebut mampu melisiskan darah yang terkandung
dalam media blood agar dengan kandungan darah domba 5% karena terbentuknya
zona bening di sekeliling koloni sehingga berpotensi patogen terhadap hewan.
Hemolisis karena infeksi terjadi akibat respon inflamasi yang memproduksi
sitokin proinflamasi, mengaktivasi komplemen, komponen komplemen C5-C9
membentuk MAC (membrane attack complex) menyebabkan cedera membran sel
yang berakibat lisis sel.13 (Bauman 2007). Empat isolat lainnya menunjukkan
gejala negatif atau tidak terbentuk adanya zona bening di sekeliling koloni. Hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa isolat BPS3.5, BPF2.1.1, BPF3.2.1, dan AZ2.4
aman jika digunakan sebagai bio“organic”fertilizer.
Perhitungan Total Populasi Bakteri Berpotensi
Pengujian total populasi bakteri tersaji pada Tabel 10. Tabel 10
menunjukkan total populasi bakteri berpotensi yaitu BPF dengan total bakteri 8 x
107 CFU/ml untuk isolat BPF2.1.1, sedangkan total populasi BPF3.2.1 jumlah
total bakteri 6 x 107 CFU/ml.
Tabel 10 Hasil uji total bakteri berpotensi pada inokulum cair
Kode Isolat
BPF2.1.1
BPF3.2.1
AZ2.4
BPS3.5

Jumlah Sel (CFU/ml)
8 x 107
6 x 107
4 x 105
3 x 106

Total bakteri isolat AZ2.4 yang ditumbuhkan dalam media NFB sebanyak 4
x 105 CFU/ml. Total isolat BPS3.5 sebanyak 3 x 106 CFU/ml. Jumlah bakteri
yang akan diaplikasin ini dapat dikatakan sesuai dengan yang tercantum dalam
Permentan NOMOR 70/Permentan/SR.140/10/2011 mengenai standar pengujian
bakteri hidup bebas.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Isolat BPF memiliki ciri – ciri zona bening yang terbentuk di sekeliliing
koloni. Isolat BPS memiliki ciri – ciri zona bening di sekeliling koloni setelah
ditanmbahkan indikator congo red. Isolat Azospirillum memiliki ciri – ciri
terbentuknya pelikel.
Isolat BPF terbaik dengan nilai indeks pelarutan dan P-Larut tertinggi adalah
isolat BPF3.2.1 dan BPF2.1.1. Isolat BPS terbaik dalam memproduksi
selulosa dengan nilai indeks selulolitik tertinggi adalah isolat BPS2.1.1 dan
BPS3.5. Isolat Azospirillum yang terbaik dan mampu memfiksasi N2 adalah
isolat AZ3.2 dan AZ2.4.
Terjadi sifat antagonis antara BPS3.5 terhadap isolat BPF2.1.1 dan AZ3.2.
Semua isolat tidak bersifat patogen terhadap tanaman. Namun, isolat AZ3.2
dan BPS2.1.1 berpotensi patogen terhadap hewan.
Saran

Perlu dilakukan uji efektivitas di lapangan atau rumah kaca untuk
mengetahui lebih jauh pengaruh isolat terhadap pertumbuhan tanaman di tanah.
Selain itu, perlu dilakukan uji lanjut terkait hormon yang mampu dihasilkan oleh
empat isolat dan enzim yang dihasilkan mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA
Abdat A. 2010. Pertumbuhan Streptocpccis pneumonia Pada Agar Darah Manusia
dan Agar Darah Domba [skripsi]

Dokumen yang terkait

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Sampel Klinis yang Berpotensi Sebagai Probiotik

0 16 131

Isolasi, Seleksi, Dan Identifikasi Bakteri Endofit Sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri

2 14 79

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit dari Tanaman Padi Varietas Rojolele yang Berpotensi sebagai Biokontrol

0 6 33

Isolasi dan Seleksi Bakteri Selulolitik Penghambat Pertumbuhan Cendawan pada Tanaman Kelapa Sawit

0 2 30

Isolasi dan uji Potensi Konsorsium Bakteri Endofit Asal Tanaman Kehutanan sebagai Agen Biokontrol dan pemacu Pertumbuhan Tanaman Tomat

0 4 17

Isolasi Dan Seleksi Bakteri Endofit Yang Berpotensi Meningkatkan Vigor Tanaman Nilam (Pogostemon Cablin Benth).

1 8 47

ISOLASI DAN SKRINING BAKTERI INDIGENOUS DARI AIR RENDAMAN PELEPAH TANAMAN SALAK (Zalacca edulis, Reinw.) Isolasi dan Skrining Bakteri Indigenous dari Air Rendaman Pelepah Tanaman Salak (Zalacca edulis, Reinw.) yang berpotensi sebagai Bakteri Selulolitik.

1 3 11

ISOLASI DAN SKRINING BAKTERI INDIGENOUS DARI AIR RENDAMAN PELEPAH TANAMAN SALAK (Zalacca edulis, Reinw.) Isolasi dan Skrining Bakteri Indigenous dari Air Rendaman Pelepah Tanaman Salak (Zalacca edulis, Reinw.) yang berpotensi sebagai Bakteri Selulolitik

0 3 15

PENDAHULUAN Isolasi dan Skrining Bakteri Indigenous dari Air Rendaman Pelepah Tanaman Salak (Zalacca edulis, Reinw.) yang berpotensi sebagai Bakteri Selulolitik.

0 2 5

ISOLASI DAN SELEKSI BAKTERI ENDOFIT PADA AKAR DAN BATANG TANAMAN STRAWBERRY (Fragaria x ananassa) YANG BERPOTENSI SEBAGAI AGEN ANTIMIKROBA

0 0 15