Peran Peraturan Tata Ruang Dalam Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah Pengolahan Hasil Perikanan Di Kabupaten Cirebon.

PERAN PERATURAN TATA RUANG DALAM
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
DI KABUPATEN CIREBON

TITIN HARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Peraturan
Tata Ruang dalam Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
Pengolahan Hasil Perikanan di Kabupaten Cirebon adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,

Februari 2016

Titin Hartini
NIM P0541241

RINGKASAN
TITIN HARTINI. Peran Peraturan Tata Ruang Dalam Strategi Pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah Pengolahan Hasil Perikanan Di Kabupaten Cirebon.
Dibimbing oleh MUSA HUBEIS dan NURHENI SRI PALUPI.
Kabupaten Cirebon telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon Tahun
, dimana salah satunya mengembangkan kawasan agroindustri, serta
industri kecil dan mikro, khususnya pengolahan hasil perikanan. Penetapan
kawasan industri pengolahan hasil perikanan, diharapkan memacu dan mendorong
tumbuhnya UKM di bidang kelautan dan perikanan, sehingga memberikan

kesejahteraan bagi nelayan dan masyarakat pesisir, serta mendukung
perkembangan ekonomi Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian: (1) Menganalisis
sebaran dan kondisi pengembangan UKM pengolahan hasil perikanan di pesisir
sebelum dan sesudah ditetapkannya RTRW Kabupaten Cirebon; (2) Menganalisis
kontribusi pengembangan UKM pengolahan hasil perikanan terhadap
pengembangan perekonomian secara regional di wilayah kajian; ( ) Menganalisis
faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap keberadaan,
kondisi dan perkembangan UKM pengolahan hasil perikanan di Kabupaten
Cirebon; dan (4) Menyusun strategi prioritas untuk mendorong pengembangan
UKM pengolahan hasil perikanan agar berdampak bagi pengembangan
perekonomian Kabupaten Cirebon. Penelitian dilakukan dengan gabungan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode
analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan UKM di wilayah
kajian melalui metode analisis Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats
(SWOT) dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)dan pendekatan
kuantitatif dengan analisis sistem informasi geografis (SIG). Hasil analisis
menunjukkan bahwa strategi prioritas untuk mendorong pengembangan UKM
pengolahan hasil perikanan dapat dilakukan melalui variasi, jenis dan distribusi
dari produk hasil perikanan. UKM PHP meningkatkan variasi produk, dan
meningkatkan pendapatan pelaku usaha mencapai Rp2.000.000,- per bulan

dengan omset mencapai Rp30.000.000,- per bulan dan memberikan kontribusi
terhada PPDRB melalui ekspor produk senilai US$ 8.447.096,43, dengan prioritas
utama pada pengembangan UKM adalah variasi produk.

Kata kunci: Peraturan tata ruang, strategi pengembangan, usaha kecil dan
menengah, pengolahan hasil perikanan

SUMMARY
TITIN HARTINI. The Roles of Spatial Planning for Developed Strategies of
Small And Medium Enterprise on Fisheries Product Processing in Kabupaten
Cirebon.Thesis supervised by MUSA HUBEIS and NURHENI SRI PALUPI.
Kabupaten Cirebon was established of local law number 17 of 2011 about
district spatial planing Kabupaten Cirebon (RTRW) for 2011-2013. A part of
RTRW is developing of agroidustry area, small and medium enterprise (SME)
especially processing industry of fisheries products. The establish of the area of
processing industry have to drive force for SME growth, made of people
prosperity, and support for economic growth in Kabupaten Cirebon. The
objectives of research are: (1) to analyze the distribution and charateristis of SME
processing fisheries product in before and after local law established. (2) to
analyze of the contribution of processing industry of fisheries products to district

economic development, (3) to analyze internal and external factors impact to
distribution, conditions and developed of the processing industry of fisheries
product in Cirebon districts, (4) to improve priority strategy of SME development
for economic trigger in Kabupaten Cirebon. The research approach are merge of
the qualitative and quantitive approach. Qualitative approach within analysis of
dependent variable of the key factors correlated for economic development. With
SWOT and AHP method. Quantitative approach within GIS analysis. Results of
the research consists are priority strategy for developing of SME in processing
industy of fisheries product could be improved by variety, chracteritics, and
distributions. SME have been increased variety of fiseheries product, increased
income of enterpreuner to Rp
,- per month
and volume is
Rp30.000.000,- per moth and contribute to PDRB with product export is
US$ 8.
.
, . And variation of product is the first priority strategy to
developed SME in Cirebon.
Key word: law of spatial planning, development strategy, small and medium
enteprise (SME), fisheries product


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN PERATURANTATA RUANG DALAM STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
DI KABUPATEN CIREBON

TITIN HARTINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional
pada
Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Wini Trilaksani, MS

PRAKATA
Alhamdulillahirabbilalamin, penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
terselesaikannya penelitian dan penulisan Tesis yang berjudul “Peran
PeraturanTata Ruang Dalam Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan
MenengahPengolahan Hasil PerikananDi Kabupaten Cirebon” Penelitian tentang
usaha kecil dan menengah (UKM) memfokuskan pada UKM pengolahan hasil
perikananan, kajian tentang tata ruang sebagai sebuah kebijakan yang mendukung
pengembangan UKM belum pernah dibahas dengan tuntas. Tata ruang selama ini
juga hanya seolah diperuntukkan untuk pengembangan usaha besar atau industri
dan pengembangan kota, namun Kabupaten Cirebon telah melakukan zonasi

terhadap UKM dan meletakkan posisi UKM menjadi pilar ekonomi.
Konteks itulah yang menarik penulis untuk mengkaji secara mendalam
keterkaitan tata ruang dan pengembangan UKM di wilayah pesisir Kabupaten
Cirebon. Pendekatan kualitatif dengan metode SWOT dan Analytical Hierarchy
Process (AHP)pada faktor internal dan faktor eksternal yang menentukan
pengembangan UKM, menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah dalam
kebijakan sangat menentukan pengembangan UKM pengolahan hasil perikanan di
Kabupaten Cirebon. Hasil analisis penelitian ini dapat digunakan juga untuk
analisis di UKM pesisir di wilayah lain, dan dapat menjadi masukan perbaikan
kebijakan dalam penentuan kluster industri kecil di wilayah pesisir dalam aturan
tata ruang kabupaten/kota.
Akhirnya penulis, memberikan penghargaan dan ucapan terimakasih
kepada Prof. Dr. Musa Hubeis dan Dr. Nurheni Sri Palupi selaku pembimbing
yang telah mengarahkan agar tesis ini dapat diselesaikan. Kepada Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Cirebon dan pelaku UKM pengolahan hasil perikanan
Kabupaten Cirebon disampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas dukungan
data dan menjadi narasumber dalam penelitian serta suami tercinta Dr. Miftahul
Huda, S.Si, M.Si, atas segala dukungan dan pengertiannya. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengambil kebijakan.


Bogor, Februari 2106
Titin Hartini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Peraturan Tata Ruang Wilayah sebagai Suatu Kebijakan Strategis
Pengembangan Wilayah dan Pewilayahan Industri
Pengembangan UKM
Pemberdayaan Masyarakat
Dampak Ekonomi
Perananan Analisis SWOT untuk Menentukan Kinerja
Peranan Analytical Hierarchy Process dalam Pengambilan Keputusan

Integrasi AHP dan Analisis SWOT dalam Strategi Pengembangan UKM
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Kerangka Pikir Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografi Lokasi Penelitian
Sebaran dan kondisi pengembangan UKM PHP
Kontribusi pengembangan UKM terhadap perekonomian masyarakat
Produk olahan yang berasal dari ikan laut
Faktor-faktor internal dan ekternal yang mempengaruhi
pengembangan UKM PHP
Bentuk dan strategi pengembangan UKM Pengolahan Hasil Perikanan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xi
xii
xiii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah
Matrik Analisis SWOT
Data/Informasi Beserta Metode yang Digunakan
Data Penelitian yang Dibutuhkan
Deskripsi Peubah dan Indikatornya
Pembobotan Kondisi UKM
Definisi Operasional dari Struktur Hirarki
Daftar Desa di Kecamatan Gebang dan Kecamatan Mundu
Karakteristik Fisik Kecamatan Gebang dan Kecamatan Mundu
Karakteristik Penduduk, Sosial dan Budaya, Pendidikan,
Kesehatan, dan Ekonomidi Kabupaten Cirebon
Hasil analisis zona/subzone industri di wilayah pesisir Kabupaten
Cirebon
Jumlah jenis UMKM di Kabupaten Cirebon
UKM pengolahan hasil perikanan setelah penetapan RTRW
Perubahan diversifikasi usaha UKM PHP
Rata rata pendapatan, jumlah pekerja dan omset pelaku UKM
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon tahun
Jumlah ekspor hasil komoditas perikanan dan kelautan tahun 2013
Produksi ikan olahan tahun 2008Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Jenis Ikan
Tahun 2008Luas Lahan dan Jumlah RTP Budidaya Air Payau Berdasarkan Desa
di Kecamatan Gebang dan Mundu Tahun 2013
Jumlah Produksi dan Jumlah RTP Budidaya Air Tawar
Berdasarkan Desa di Kecamatan Gebang dan Mundu Tahun 2013
Produksi Budidaya Per Jenis Usaha Tahun 2013
Produksi Perikanan Budidaya Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2013
Sarana dan prasarana perikanan di Kabupaten Cirebon
Fasilitas pendukung di pelabuhan perikanan di lokasi penelitian
Pelayanan air bersih Kecamatan Gebang dan Mundu tahun 2010
Matriks SWOT strategi pengembangan UKM pengolahan hasil
perikanan
Matriks Hasil Olahan Data Expert Choice

DAFTAR GAMBAR

1. Kedudukan rencana zonasi dalam sistem penataan ruang
dan sistem perencanaan pembangunan nasional
2. Struktur hirarki keputusan menggunakan metode SWOT
3. Kerangka pikir penelitian
4. Kerangka hirarki strategi pengembangan UKM pengolahan
hasil perikanan
5. Struktur Hirarki Strategi Pengembangan UKM Pengolahan
Hasil Perikanan

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.
8.

Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Cirebon
Surat Izin Penelitian
Panduan Wawancara Mendalam
Kuesioner AHP Peran Peraturan Tata Ruang dan Strategi
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Pengolahan Hasil
Perikanan Di Kabupaten Cirebon
Daftar Pertanyaan Untuk Mengetahui Peran Peraturan
Tata Ruang dan Strategi Pengembangan Usaha
Kecil dan Menengah Pengolahan Hasil Perikanan
Di Kabupaten Cirebon
Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Cirebon
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Cirebon
Peta Pengolahan Hasil Perikanan di Kabupaten Cirebon

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kabupaten Cirebon telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon Tahun
2011-2031. Perda menetapkan pola ruang kabupaten, yang merupakan distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan budidaya. Peruntukan ruang untuk budidaya menetapkan
peruntukan kawasan-kawasan atau klaster-klaster pemanfaatan.
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Cirebon, salah satunya adalah
menetapkan pengembangan kawasan industri, agroindustri, serta industri kecil dan
mikro sesuai dengan potensi alam dan sumber daya manusia (SDM).
Pengembangan kawasan/klaster ini sangat terkait dengan upaya pengembangan
usaha kecil dan menengah (UKM) pengolahan hasil perikanan yang merupakan
salah satu bagian dalam pemanfaatan sumber daya alam/sumber daya kelautan
dan perikanan di Kabuapten Cirebon (Perda No. 17 Tahun 2011).
Pengembangan wilayah kota di Indonesia sebagaimana Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dilakukan melalui penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW di dalamnya memuat tujuan,
kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
kawasan strategik, rencana pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian ruang.
Penetapan RTRW suatu kabupaten/kota akan menjamin terselenggaranya rencanarencana pembangunan wilayah kabupaten/kota dalam jangka panjang (30 tahun).
RTRW berisikan arahan pemanfaatan ruang wilayah darat suatu
kabupaten/kota. RTRW perlu ditindaklanjuti dengan rencana aksi yang terwujud
dalam rencana pembangunan sektor dan lintas sektor suatu kabupaten/kota.
Industri perikanan merupakan bagian dari pengembangan kawasan industri yang
tercantum di RTRW dan sebagai pencerminan melimpahnya sumber daya
kelautan dan perikanan suatu wilayah. RTRW juga menegaskan terkait dengan
pola pengaturan ruang, sehingga suatu kawasan pengembangan industri akan
didukung melalui kebijakan pengembangan sarana dan prasarana, serta kebijakan
pengembangan transportasi, maupun kawasan-kawasan strategik lain seperti
pelabuhan.
Kabupaten Cirebon merupakan kabupaten dengan wilayah pesisir yang
sangat luas, yang ditunjukkan oleh panjang garis pantai 54 km. Lahan yang
digunakan untuk tambak ikan dan tambak garam mencapai 4.698 hektar, dan
tempat pangkalan pendaratan ikan (PPI) sebanyak 16 unit serta tempat pendaratan
ikan (TPI) sejumlah 4 unit (DKPK Cirebon, 2012). Kondisi alam dan prasarana
yang cukup banyak tersebut, tentunya menghasilkan produksi perikanan yang
melimpah, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi nelayan. Namun,
kebiasaan nelayan yang menjual hasil tangkap langsung kepada tengkulak tanpa
dilakukan pengolahan mempengaruhi nilai ekonomi yang didapatkan nelayan.
RTRW telah menetapkan kawasan industri pengolahan perikanan seluas
kurang lebih 500 hektar, pada tujuh kecamatan yaitu: Losari, Gebang, Pangenan,
Mundu, Gunungjati, Suranenggala, dan Kapetakan. Penetapan RTRW tersebut
seharusnya mampu meningkatkan pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah

(UKM) pengolahan hasil perikanan, terlebih dalam penetapan kawasan untuk
peruntukan industri yang sesuai dan akan didukung oleh sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air dan sistem jaringan prasarana
lainnya.
UKM merupakan penggerak ekonomi wilayah. UKM pengolahan hasil
perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menggerakan perekonomian di
wilayah dan memberikan dampak lebih luas (multiplier effect) terhadap wilayah
sekitarnya. DKPK Cirebon (2012) menyebutkan bahwa pengolahan produk
perikanan dilakukan oleh perorangan dan perusahaan dalam skala usaha
bervariasi, dengan jumlah unit pengolah mencapai 1.683 unit, namun baru 40 unit
yang memenuhi standar pengolahan/miniplant. UKM pengolahan hasil perikanan
di Kabupaten Cirebon meliputi pengolahan rajungan, terasi, pindang bandeng,
ikan asin, petis, kerang, dan ikan segar. Pemasaran hasil perikanan tidak saja
mencakup pemasaran dalam negeri, tetapi produk perikanan Kabupaten Cirebon
juga diekspor ke beberapa negara.
Berdasarkan uraian di atas, maka kajian tentang peran RTRW terhadap
pengembangan UKM pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Cirebon
diperlukan, terutama untuk mengetahui dampak penetapan RTRW terhadap
perkembangan UKM. Dampak penetapan RTRW perlu dibandingkan dengan
kondisi sebelum dan sesudah adanya perbaikan RTRW, serta melakukan analisis
kawasan
terhadap
dukungan
pemerintah
khususnya
sarana
dan
prasarana/infrastrukur utama dan dampak ekonominya terhadap masyarakat
menjadi penting, sehingga peran UKM pengolahan hasil perikanan terhadap
ekonomi kawasan dapat diketahui.
Perumusan Masalah
Peraturan daerah tentang RTRW Kabupaten Cirebon telah menetapkan
kawasan peruntukan perikanan meliputi perikanan budidaya air tawar, perikanan
budidaya air laut, perikanan budidaya air tambak, industri pengolahan ikan dan
pelabuhan pendaratan ikan. Penetapan kawasan peruntukan untuk industri
pengolahan hasil perikanan, diharapkan dapat memacu dan mendorong
tumbuhnya UKM pengolahan hasil perikanan (UKM PHP), sehingga dapat
memberikan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya pelaku usaha, serta
mendukung perkembangan ekonomi Kabupaten Cirebon. Namun, kenyataannya
penetapan kluster industri PHP belum menunjukkan peranannya dalam
peningkatan ekonomi pelaku usaha dan ekonomi Kabupaten Cirebon.
Untuk lebih memahami tentang peranan perda RTRW terhadap UKM
pengolahan hasil perikanan dan perkembangannya secara lebih komprehensif,
perlu dilakukan kajian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keberadaan UKM, sebaran, jenis, pelaku, dan nilai ekonomi keberadaan UKM
terhadap kesejahteraan masyarakat dan ekonomi kawasan serta pengaruh
Kabupaten Cirebon. Berdasarkan hal ini, dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah sebaran dan kondisi UKM pengolahan hasil perikanan di
Kabupaten Cirebon sebelum dan sesudah ditetapkannya RTRW?

2.

3.

4.

Bagaimanakah dampak keberadaan UKM pengolahan hasil perikanan
berkontribusi
terhadap
pengembangan
perekonomian
kawasan
danperekonomian Kabupaten Cirebon ?
Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap keberadaan, kondisi dan
perkembangan UKM pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di
Kabupaten Cirebon ?
Strategi apakah yang diperlukan untuk mendorong pengembangan UKM
pengolahan hasil perikanan agar berdampak bagi pengembangan
perekonomian Kabupaten Cirebon ?
Tujuan

1.

2.
3.

4.

Tujuan penelitian adalah:
Menganalisis sebaran dan kondisi pengembangan UKM pengolahan hasil
perikanan di pesisir Kota Cirebon sebelum dan sesudah ditetapkannya
RTRW Kabupaten Cirebon.
Menganalisis kontribusi pengembangan UKM pengolahan hasil perikanan
terhadap pengembangan perekonomian secara regional di wilayah kajian.
Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap
keberadaan, kondisi dan perkembangan pengembangan UKM pengolahan
hasil perikanan di Kabupaten Cirebon.
Menyusun strategi prioritas untuk mendorong pengembangan UKM
pengolahan hasil perikananagar berdampak bagi pengembangan
perekonomian Kabupaten Cirebon.
Manfaat Penelitian

1.

2.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
Secara akademik sebagai bagian dari upaya mengkaji, menganalisis dan
memberikan informasi data tentang sebuah kebijakan peraturan perundangundangan tentang tata ruang terhadap upaya pemberdayaan UKM
pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Cirebon.
Secara praktis menjadi masukan kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon
untuk memperbaiki peranserta masyarakat dalam menentukan langkahlangkah atau program pembangunan untuk melindungi pelaku UKM
pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Cirebon.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Tata Ruang Wilayah sebagai Suatu Kebijakan Strategis
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah wujud formal kebijakan,
rencana dan program (KRP) acuan yang mengatur penataan ruang sebuah
wilayah tertentu. Dalam pelaksanaannya, perbedaan cara penanganan dan
karakteristik khusus sebuah satuan wilayah membedakan jenis RTRW tersebut.
Sebuah RTRW yang mengatur satuan wilayah yang luas memuat arahan dan
acuan yang lebih strategis dan umum daripada RTRW yang mengatur satuan
wilayah yang lebih kecil. Akibatnya, semakin luas wilayah yang diatur, semakin
panjang dimensi kerangka waktu (time-frame) yang bisa dicakup aturan tersebut.
Oleh sebab itu, hirarki RTRW yang disusun berdasarkan luasan wilayah
sebenarnya juga mencerminkan hirarki operasionalitas arahan yang dimuat.
Sebuah RTRW skala nasional sebenarnya memuat kebijakan-kebijakan,
sementara RTRW skala kawasan lebih banyak memuat kumpulan program.
Perbedaan-perbedaan ini mempengaruhi pola pemahaman mengenai bagaimana
aspek-aspek lingkungan hidup diterapkan dalam muatan RTRW yang berbeda
jenjangnya (Sukaryono, 2009).
Pasal 3 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 menegaskan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
1.
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
2.
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
3.
Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Lahirnya Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dengan turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam
menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan
melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
sanksi. Kegiatan penataan ruang terdiri dari tiga kegiatan yang saling terkait,
yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa RTRW yang secara hirarki
terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota (RTRW kabupaten/kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut
harus dapat terangkum dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan dalam
implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia.
Pada Undang-undang No.
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa ruang laut dan ruang udara pengelolaanya diatur dengan
undang-undang tersendiri (Pasal 6 ayat 5 UU No. 26 Tahun 2007). Hal ini
ditindaklanjuti ke dalam Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Disebutkan di dalam Undang-undang
No.27 Tahun 2007 ini pada Pasal 5, bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan
pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antar
pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahun dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat ( ) disebutkan bahwa Pemerintah daerah wajib
menyusun rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K)
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Berdasarkan penjelasan di atas segala jenis dokumen perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diatur dalam Undangundang No. 27 Tahun 2007 harus mengedepankan keterpaduan dan
keselarasannya terhadap dokumen perencanaan pembangunan, guna menjamin
keberfungsian dan keteralokasian anggaran dalam pelaksanaannya.
Tata guna lahan adalah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan
umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total
sebaik-baiknya secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang disediakan.
Jadi, tata ruang adalah sarana untuk menerapkan tata guna lahan sebagai konsep.
Dalam kerangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya
memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka
ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari tiga proses
utama(Notohadiprawiryo,
), yaitu:
1.
Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata
ruang wilayah (RTRW) Disamping sebagai “guidance of future actions”
RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar
interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan
serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk
hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan
(development sustainability)
2.
Proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud operasionalisasi rencana
tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri
3.
Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme
perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.
Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuantujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang
memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan
pengembangan wilayah.
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Cirebon dituangkan dalam
Perda Kabupaten Cirebon No. 17 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Cirebon tahun 2011-2031. Kebijakan ini sinergi dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Cirebon 20142019, pembangunan bidang kelautan dan perikanan diprioritaskan pada konservasi
sumber daya kelautan melaluipemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan
pengendalian sumber daya kelauatan. Sasaran yang akan dicapai adalah
bertambahnya luas mangrove di wilayah pesisir menjadi 400 hektar,bertambahnya
terumbu karang buatan yang ditenggalamkan menjadi 200 unit, dan persiapan

pengembangan tahap awal pelabuah pengumpan Gebang dan peningkatan
kesejahteraan nelayan.
RTRW dalam arah jangka panjang Kabupaten Cirebon, merupakan bagian
dalam penataan lingkungan. RTRW bertujuan mewujudkan Kabupaten sebagai
sentra pertanian, industri dan pariwisata sebagai pendukung Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) Cirebon yang berkelanjutan.Untuk mewujudkan tujuan penataan
ruang wilayah kebijakan penataan ruang di Kabupaten Cirebon yang terkait
dengan bidang kelautan adalah pengembangan kawasan agropolitan dan
minapolitan terpadu.
Strategi pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan terapadu
ditegaskan pada Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah No. 17 Tahun
2011 meliputi (a).Meningkatkan akses jalan dari sentra industri ke pusat
pemasaran, (b) Mengembangkan kawasan agropolitan, (c).Mengembangkan
kawasan minapolitan , dan (d). Mempertahankan luas pertanian tanaman pangan
dan perikanan sebagai basis perekonomian kabupaten. Pegembangan UKM PHP
merupakan bagian dari pengembangan kawasan minapolitan, dan sangat terkait
dengan pengembangan kawasan industri kecil, yang antara lain optimalisasi dan
penataan kawasan sentra industi, serta peningkatan infrastruktur penunjang
kegiatan industri.
Rencana pola ruang di Kabupaten Cirebon salah satunya memanfaatkan
lahan untuk pengembangan perikanan. Kawasan peruntukan perikanan
direncanakan ± 4.758 Ha meliputi peruntukan perikanan budidaya air tawar seluas
58 Ha, termasuk di wilayah Kecamatan Mundu, perikanan budidaya air laut seluas
3.500 Ha termasuk wilayah Kecamatan Gebang dan Kecamatan Mundu,
perikanan budidaya air tambak seluas 700 Ha, termasuk wilayah Kecamatan
Gebang dan Kecamatan Mundu, industri pengolahan ikan seluas 500 Ha,
termasuk wilayah Kecamatan Gebang dan Kecamatan Mundu, dan pelabuhan
pendaratan ikan sebanyak 21 unit tersebar di wilayah Kecamatan Gebang 4 unit
dan di Kecamatan Mundu juga 4 unit.
Pengembangan Wilayah dan Pewilayahan Industri
Terdapat beberapa pendekatan dan teori dalam pembangunan terutama
untuk mengatasi ketertingalan suatu wilayah. Dawkins (2003) mengemukakan
dalam pembangunan wilayah terdapat beberapa teori, yaitu growth theory, rural
development theory, agro first theory, basic needs theory dan sebagainya. Salah
satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced
growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah
merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan
pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam (SDA) secara optimal melalui
pengembangan ekonomi, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang
terjadi pada suatu wilayah.
Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak
dapat berkembang bila hanya terjadikeseimbangan, sehingga harus terjadi ketidak
seimbangan.Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di
suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan

yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang
diunggulkan tersebut dinamakan sebagai leading sektor.
Kajian pengembangan wilayah merupakan kajian tentang bagaimana
mengkaji keterkaitan wilayah dalam skala lebih luas. Wilayah yang
dikembangkan harus mampu mendukung wilayah lain. Terkait dengan penelitian
ini, akan dianalisis kedudukan UKM pengolahan hasil perikanan terhadap
pertumbuhan wilayah. Dalam konteks ini dibatasi dalam peningkatan
kesejahteraan pelaku dan dukungan infrastruktur.
Hubeis (2007) menyatakan bahwa pengembangan industri dilakukan
melalui pewilayahan industri (industry estate). Pewilayahan industri atau sering
disebut sebagai klaster industri merupakan aglomerasi dari industri-industri yang
saling berkompetisi dan berkolaborasi dalam suatu wilayah yang terhubung dalam
jaringan antar pejual dan pembeli secara vertikal dan horisontal, serta tergantung
pada institusi perekonomian yang ada. Klaster industri yang berkembang di suatu
tempat dan memiliki jaringan yang luas akan memberikan kontribusi dalam
perkembangan ekonomi wilayah.
Pengembangan ideal suatu industri yang terpusat dalam suatu klaster
wilayah dipengaruhi oleh beberapa hal yang saling terkait, diantaranya pasokan
bahan baku, penjualan (ekspor), perusahaan distributor, manufaktur, penelitian
dan pengembangan (litbang), jaringan pemasaran, transportasi, infrastruktur
pendukung dan finansial. Kunci sukses untuk mengembangkan industri yang
berbasis wilayah adalah kepemimpinan strategik, infrastruktur, jaringan
pemasaran, kompetisi pasar, pengembangan kapasitas sumberdaya dan optimasi
sumberdaya yangada(Hubeis, 2007).
Menurut Tarigan (200 ), penetapan klaster industri atau industrial estate di
suatu wilayah perlu memperhatikan peraturan yang telah ada (RTRW),
perhitungan kerugian dan keuntungan, keamanan dan penerimaan masyarakat.
Perlu diperhatikan kondisi daya dukung lahan termasuk jenis tanah, topografi,
kerawanan bencana banjir, tanah longsor, tsunami, tingkat harga lahan,
transportasi dan infrastruktur, tenaga kerja dan yang lain. Umumnya klaster
industri atau industrial estate lebih dipilih di daerah pinggiran kota.
Beberapa keuntungan pewilayahan industri, yaitu (a) skala ekonomi
(economic scale), yaitu industri usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dapat
berproduksi berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per
unitnya lebih efisien, (b) Economic of agglomeration, yaitu keuntungan karena
industri di lokasi tersebut sudah memiliki berbagai fasilitas pendukung yang dapat
digunakan (Glaeser, 2007) misalnya jasa perbankan yang melayani UMKM,
asuransi, perusahaan listrik, air bersih dan lainnya. Selain itu, ketersediaan tenaga
kerja sangat membantu UMKM dalam berdaya saing di tingkat regional.
Selain itu, pewilayahan industri atau industrial estate diharapkan dapat
menjadi pusat pertumbuhan (growth pole) dari suatu wilayah. Pusat pertumbuhan
tersebut dapat diartikan secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang
industri, karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan, sehingga
mampu menstimulasi ekonomi kedalam dan keluar. Secara geografis, pusat
pertumbuhan adalah daerah yang memiliki banyak fasilitas dan kemudahan,
sehingga dapat menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan
berbagai usaha tertarik untuk berlokasi di wilayah tersebut. Pusat pertumbuhan

yang dipicu oleh adanya pewilayahan industri harus memiliki ciri, yaitu adanya
hubungan internal antar berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomis,
adanya multiplier effect, adanya konsentrasi geografi dan bersifat mendorong
perekonomian ke belakang, sehingga diharapkan pusat industri yang berlokasi di
suatu wilayah dapat beraglomerasi dan menjadi pusat pertumbuhan perekonomian
regional.
Pengembangan UKM
Pengembangan UKM akan sangat terkait dengan pengembangan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang didasarkan pada peraturan terutama
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang didefinisikan:
1.
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro.
2.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar.
3.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil
atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan .
Sesuai Undang-undang No. 20 Tahun 2008, kriteria UMKM sepertidimuat
pada Tabel
Tabel 1. Kriteria usaha mikro kecil menengah
No

Jenis Usaha
Usaha mikro
Usaha kecil
Usaha menengah

Kriteria
Aset (Rp)
Omset (Rp)
Maksimal 50 juta
Maksimal 300 juta
> 50-500 juta
> 300juta -2,5 milyar
> 500 juta -10 milyar > 2,5 milyar-50 milyar

Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
Kriteria UMKM dapat dijadikan juga sebagai kriteria Industri Kecil dan
Menengah (IKM), karena industri pengolahan hasil perikanan banyak dilakukan
dalam skala kecil atau rumah tangga. Secara teknis, pengembangan IKM hampir
mirip dengan pengembangan UMKM yang dilakukan melalui Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 20
Tahun 2008 tentang UMKM. Pasal 3 peraturan pemerintah ini, menyebutkan
bahwa dalam pengembangan UMKM dilakukan melalui fasilitasi pengembangan
usaha dan pelaksanaan pengembangan usaha.

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yangmerangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yaitu yang bersifat people centred, participatory, empowering and
sustainable (Chambers dalam Ginanjar 1997). Konsep ini lebih luas dari hanya
pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Konsep pemberdayaan
berkembang untuk mencapai alternative development, yang menghendaki
inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and
intergenerational equaty (Ginanjar
)
Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu pertama
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu,
dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata danmenyangkut
penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalamberbagai
peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Upaya
pokok adalah peningkatan tarafpendidikan dan derajat kesehatan, serta akses ke
dalam sumber-sumber kemajuanekonomi seperti modal, teknologi, informasi,
lapangan kerja dan pasar. Masukanberupa pemberdayaan ini menyangkut
pembangunan prasarana dan sarana dasar fisikseperti irigasi, jalan, listrik maupun
sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh
masyarakat pada lapisan paling bawah, sertaketersediaan lembaga-lembaga
pendanaan, pelatihan dan pemasaran di perdesaan yangterkonsentrasi
pendudukdengan tingkatkeberdayaannya amat kurang.
Dampak Ekonomi
Analisis dampak ekonomi merupakan kajian keterkaitan dan dampak
keberadaan kegiatan dan pelaku ekonomi terhadap kegiatan dan pelaku ekonomi
lain di suatu wilayah. Kriteria dan parameter yang digunakan dalam mengukur
dampak suatu aktivitas industri akan meliputi skala ekonomi, tingkat penyerapan
tenaga kerja, pemanfaaan sumberdaya sebagai bahan baku, maupun dukungan
saranadan prasarana.
Secara umum UKM dalam perekonomian nasional memiliki peran
(Departemen Koperasi, 2008) adalah:
1. Sebagai pemeran utama dalam kegiatan ekonomi
2. Penyedia lapangan kerja terbesar
3. Pemain penting dalam pengembangan perekonomian lokal dan pemberdayaan
masyarakat
4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi
5. Kontribusinya terhadap neraca pembayaran

Oleh karena itu, pemberdayaannya dilakukan secara terstruktur dan
berkelanjutan dengan arah peningkatan produktivitas dan daya saing serta
menumbuhkan wirausahawan baru yang tangguh. Salah satu keunggulan UKM
adalah terkadang sangat baik mencari peluang untuk berinovasi untuk menerapkan
teknologi baru dibandingkan perusahaan-perusahaan besar yang telah mapan.
Dalam era persaingan global saat ini, banyak perusahaan besar yang bergantung
pada pemasok-pemasok kecil menengah. Sesungguhnya ini peluang untuk
pengembangan ekonomi di era global sekaligus menggerakkan sektor ekonomi riil
(Zuhal, 2010).
Peranan Analisis SWOT untuk Menentukan Kinerja
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats) biasa
digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan bisnis
maupun pada lingkungan internal perusahaan (Kuncorodalam Rahmana et al,
2012).Untukmemudahkan dalam implementasi analisis SWOT diperlukan
konstruksi matriks SWOT, dengan mengkombinasikan faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.
Analisis SWOT (SWOT analysis) yakni mencakup upaya-upaya untuk
mengenali kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menentukan kinerja
perusahaan. Informasi eksternal mengeni peluang dan ancaman dapat diperoleh
dari banyak sumber, yaitu pelanggan, dokumen pemerintah, pemasok, kalangan
perbankandan rekan diperusahaan lain. Banyak perusahaan menggunakan jasa
lembaga pemindaian untuk memperoleh klipingsurat kabar, riset di internet dan
analisis tren-trendomestik dan global yang relevan (Richard,
).
Selanjutnya Rangkuti (2004) menjelaskan bahwa analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan
keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi
dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencanaan strategi harus
menganalisa faktor-faktor strategi perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman) dalam kondisi saat ini. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal
kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness).
Unsur-unsur SWOT kekuatan (strenghts), kelemahan (weakness), peluang
(opportunities), ancaman (threats) terdiri dari faktor eksternal dan internal (Tabel
). Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat
faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT (Fahmi,
), yaitu:
1.
Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya opportunities and
threats (O dan T). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi-kondisi
yang terjadi di luar perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan
keputusan perusahaan. Faktor ini mencakup lingkungan industri dan
lingkungan bisnis makro, ekonomi, politik, hukum, teknologi,
kependudukan dan sosial budaya.

2.

Faktor internal yang mempengaruhi terbentuknya strenghts danweaknesses
(S dan W). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi yang terjadi
dalam perusahaan, dimana turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan
keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua
macam manajemen fungsional yaitu pemasaran, keuangan, operasi, sumber
daya manusia, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen
dan budaya perusahaan (corporate culture)
Tabel 2. Matrik analisis SWOT
Faktor internal

STRENGHTS (S)
WEAKNESS (W)
(Daftar semua kekuatan (Daftar semua
yang dimiliki)
kelemahan yang
dimiliki)

Faktor eksternal
OPPORTUNITIES (O)
Strategi SO
(Daftar semua peluang
(Growth)
yang dapat
diidentifikasi)
THREATS (T)
Strategi ST
(Daftar semua
(Diversification)
tantangan yang dapat
diidentifikasi)
Sumber: Kuncoro dalam Rahmana et al, 2012

Strategi WO
(Stability)

Strategi TW
(Defend)

Dari matriks analisis SWOT seperti yang tersaji pada Tabel 2, dapat
diidentifikasi empat strategi, yaitu pertama, strategi SO yang merupakan strategi
untuk menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang
yang ada. Kedua,strategi WO yang merupakan strategi mengatasi semua
kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Ketiga, strategi ST yang
merupakan strategi menggunakan semua kekuatan untuk menghindari dari semua
ancaman. Keempat, strategi WT yang merupakan strategi menekan semua
kelemahan dan mencegah semua ancaman.
Peranan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Pengambilan Keputusan
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode yang
dikemukakan oleh Saaty (1980) dan paling umum digunakan dalam analisis
keputusan multi-kriteria.Proses keputusan dipandang sebagai suatu proses hirarki
dengan beberapa tingkatan. Hirarkiteratas adalah tujuan dan tingkat hirarki
berikutnya terdiri dari kriteria yang dipilih. Tingkat terendah terdiri dari
kemungkinan alternatif strategi.
AHP didasarkan pada perbandingan antar elemen pada tingkat hirarki
tertentu kaitannya dengan elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Jika kita melihat
kasus umum dari hirarki tiga tingkat (tujuan-kriteria-alternatif), kriteria tersebut
dibandingkan dengan objek untukmenentukan kepentingan bersama mereka dan
alternatif untuk setiap pertanyaan kriteria.

Integrasi AHP dan Analisis SWOT dalam Strategi Pengembangan UKM
SWOT (akronim dari kekuatan/strengths, kelemahan/weakness, peluang/
opportunities dan ancaman/threats) adalah alat yang telah diterapkan secara luas
dalam analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mencapai pendekatan yang
sistematis dan dukungan untuk situasi keputusan strategis. Faktor internal dan
eksternal yang dimiliki suatu organisasi atau kelompok disebut juga sebagai faktor
strategis. Faktor SWOT dikelompokkan menjadi empat kategori yang disebut
kelompok SWOT, yaitukekuatan/strengths (S), kelemahan/weakness (W),
peluang/opportunities (O) dan ancaman/threats (T). Dengan menerapkan SWOT
dalam proses perencanaan strategis, biasanya tujuannya adalah untuk
mengembangkan dan mengadopsi strategi sehingga cocok antara faktor internal
dan eksternal yang ada. SWOT juga dapat digunakan ketika alternatif strategi
tiba-tiba muncul dan konteks keputusan yang relevan dengannya harus dianalisis.
Ketika digunakan dengan benar, SWOT dapat memberikan dasar yang baik
bagi perumusan strategi. Bila menggunakan SWOT, analisis memiliki
kemungkinan komprehensif dalam menilai situasi pengambilan keputusan
strategis . Selanjutnya SWOT tidak berarti secara analitis menentukan pentingnya
faktor atau menilai alternatif keputusan sehubungan dengan faktor. Pemanfaatan
lebih lanjut dari SWOT terutama didasarkan pada analisis kualitatif yang
dilakukan dalam proses perencanaan dan pada kemampuan dan keahlian dari
orang-orang yang berpartisipasi dalam prosesnya. Seringkali hasil analisis SWOT
terlalu sering hanya terpaku pada daftar atau pemeriksaan kualitatif lengkap dari
faktor internal dan eksternal. Inilah sebabnya mengapa kadang-kadang disebut
sebagai So WOT.
Ide dalam memanfaatkan AHP (Saaty, 1980) dalam kerangka SWOT adalah
untuk secara sistematis mengevaluasi faktor-faktor SWOT dan membuatnya
sepadan dalam hal intensitasnya (Kangas, et al
). Kualitas AHP dapat
dianggap sebagai karakteristik yang berharga dalam analisis SWOT. Nilai tambah
dari analisis SWOT dapat dicapai dengan melakukan perbandingan berpasangan
antara faktor-faktor SWOT dan kemudian menganalisanya dengan cara teknik
eigenvalue seperti yang diterapkan dalam AHP. SWOT memberikan kerangka
dasar dimana untuk melakukan analisis situasi terhadap keputusan dan membantu
AHP dalam melaksanakan SWOT agar lebih analitis. Metode hybrid disebut
A'WOT.
Setelah melakukan perbandingan, informasi kuantitatif yang berguna dapat
diperoleh tentang situasi pengambilan keputusan (Kangas, et al
). Selain itu,
menggunakan A'WOT memungkinkan alternatif pilihan untuk dievaluasi
sehubungan dengan setiap faktor SWOT dan setiap kelompok SWOT (Pesonen
). Ketika pentingnya kelompok SWOT yang berbeda juga telah ditentukan,
alternatif pilihan dapat diprioritaskan sehubungan dengan situasi pilihan strategis
secara keseluruhan.
Langkah-langkah metode integrasi analisis AHP dalam analisis SWOT
meliputi:
1.
Melakukan analisis SWOT, yaitufaktor yang relevan dari lingkungan
eksternal dan internal diidentifikasi dan dimasukkan dalam analisis SWOT.

2.

3.

4.
5.

Perbandingan berpasangan antara faktor-faktor SWOT yang dilakukan
secara terpisah dalam setiap kelompok SWOT. Ketika membuat
perbandingan, isu yang dipertaruhkan adalah mana dari dua faktor
dibandingkan lebih penting dan bagaimana jauh lebih penting. Dengan
perbandingan sebagai masukan, saling prioritas antar faktor dihitung.
Nilai kepentingan antar kelompok SWOT ditentukan. Ada beberapa
kemungkinannya,misalnya faktor dengan prioritas tertinggi dapat dipilih
dari masing-masing kelompok dan keempat faktor ini kemudian
dibandingkan berpasangan dan prioritas mereka relatif dihitung berdasarkan
perbandingan. Setelah itu, faktor-faktor lain adalah skala relatif terhadap
nilai-nilai prioritas masing-masing kelompok. Kemungkinan lain adalah
untuk langsung membandingkan pentingnya seluruh kelompok. Selain dua
cara sederhana tersebut, prosedur yang lebih rumit juga dapat diterapkan,
jika diinginkan.
Alternatif strategi dievaluasi sehubungan dengan setiap faktor SWOT
seperti pada AHP.
Menghitung skala prioritas dari alternatif strategis yang telah ditentukan
sebelumnya sesuai dengan struktur hirarki keputusan seperti disajikan pada
Gambar 2.

Aplikasi integrasi AHP dalam analisis SWOT (A'WOT) awalnyahanya
melakukan langkah pertama, kedua dan ketiga sebagaimana tahapan diatas
(Kangaset al
, Pesonen
). Tahapan proses perencanaan strategis
biasanya didekati dengan menggunakan SWOT, tujuan yang paling mendesak
tidak selalu membandingkan keputusan strategis alternatif. Sebaliknya SWOT
sering diterapkan hanya dalam analisis faktor internal dan eksternal dari
lingkungan operasional dimana keputusan harus dilaksanakan, yaitu pada tahap
awal dari proses perencanaan strategis. Sehingga integrasi AHP dalam kerangka
analisis SWOT (A'WOT) memperkuat dasar keputusan sekaligus juga
mengkuantifikasi faktor SWOT.
Namun tujuan akhir dari setiap proses perencanaan strategis secara
keseluruhan adalah untuk mengembangkan dan mengadopsi strategi sehingga
cocok antara faktor internal dan eksternal. Karena itu langkah-langkah (iv) dan (v)
termasuk dalam proses integrasi AHP dalam kerangka analisis SWOT (A'WOT).
Untuk A'WOT, faktor SWOT harus ditentukan dengan menanyakan yang
merupakan faktor internal dan eksternal dari lingkungan operasional yang harus
diperhitungkan dalam memilih alternatif strategi. Maka dimungkinkan untuk
membandingkan alternatif strategi sehubungan dengan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancamannya seperti yang tercantum dalam SWOT. Untuk mengambil
contoh perbandingan berpasangan, mana dari dua alternatif strategi dibandingkan
(ketika diimplementasikan) memungkinkan untuk lebih mengeksploitasi
kesempatan tertentu dan berapa banyak yang lebih baik.

Operational
environment

SWOT
group

Stren
ghts (S)

Weak
ness (W)

Oppr
otnities (O)

S1

S2

S3

Thre
ats (T)

SWOT
factors
Strategy
alternatives

Sn

Gambar 2. Struktur hirarki keputusan menggunakan metode SWOT
(Sumber: Kangas, et al
, Pesonen,
)
Penggunaan analisis A'WOT dapat menjadi dasar informasi dari proses
perencanaan strategis dibandingkan dengan yang diperoleh dengan menggunakan
satu-satunya analisis SWOT biasa. Membuat perbandingan berpasangan memaksa
pengambil keputusan untuk memikirkan bobot dari faktor dan untuk menganalisis
situasi lebih tepat dan lebih mendalam.

3. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cirebon yang meliputi Kecamatan
Gebang dan KecamatanMundu. Penelitian dilakukan di dua kecamatan ini karena
dua kecamatan ini merupakan rencana sentra pengolahan hasil perikanan yang ada
di Kabupaten Cirebon. Kecamatan Gebang merupakan wilayah kecamatan yang
langsung berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah sedangkan Kecamatan Mundu
merupakan wilayah yang langsung berbatasan dengan Kota Cirebon. Penelitian
dilakukan pada tanggal 17 Februari sampai dengan 17 April 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah peta rencana tata ruang, citra
satelit, data sekunder berupa data demografi, RTRW, peta, dan citra. Data primer
yang merupakan hasil survei berupa pendapatan pelaku usaha, jenis, skala,
sebaran UMKM, dan respon masyarakat terhadap RTRW. Alat yang digunakan
adalah kuisioner, alat untuk analisis AHP berupa software expert choice dengan
klasifikasi data berdasarkan skala Saaty.
Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian didasari pada pemikiran pengembangan UKM
pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Cirebon yang merupakan implementasi
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat kecil diharapkan mempunyai akses