Kelarutan dan Daya Pembengkakan Swelling power
Gambar 14. Persentase kelarutan tepung jagung nikstamal jenis madura
Secara garis besar dapat dilihat bahwa semakin lama perendaman jagung Madura dalam proses nikstamalisasi maka nilai persentase kelarutan mengalami
peningkatan. Kelarutan pun meningkat seiring meningkatnya suhu pemanasan. Menurut Singh et al. 2005, kelarutan pati jagung berkisar 6 - 20,3 pada suhu
90 C. Sedangkan penelitian Setiawan 2009 melaporkan bahwa pada suhu
pemanasan 90 C kelarutan pati jagung berkisar antara 9 – 12. Persentase
kelarutan tepung jagung nikstamal pada penelitian ini berkisar antara 7,5 – 15,2 pada suhu 90
o
C. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai persentase kelarutan antara pati jagung dengan tepung nikstamal tidak berbeda jauh,walaupun dapat dilihat
bahwa nilai kelarutan tepung jagung nikstamal lebih rendah dibandingkan dengan nilai kelarutan pati jagung. Pada Gambar 13 dan 14 terlepas dari jenis jagung
dan lama perendaman dapat dilihat bahwa peningkatan suhu pemanasan juga mempengaruhi persentase kelarutan, semakin tinggi suhu pemanasan maka
persentase kelarutan menjadi lebih tinggi.
Data menunjukkan bahwa dari kedua jenis jagung dan lama perendaman pada proses nikstamalisasi maka kondisi paling optimum didapat pada tepung jagung
nikstamal berbahan baku jagung Madura dengan lama perendaman selama 24 jam yakni sebesar 15,2. Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura
dengan lama perendaman selama 24 jam masih mengalami kelarutan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lama perendaman jagung pipil jenis Madura
berkorelasi positif terhadap nilai kelarutan tepung jagung nikstamal. Dengan adanya perlakuan perendaman maka akan terjadi substitusi gugus hidrofilik ke
dalam molekul tepung jagung nikstamal yang memperlemah ikatan internal tepung jagung Miyazaki et al., 2006 sehingga tepung jagung lebih mudah larut
dalam air.
Kandungan amilosa tepung jagung juga berpengaruh terhadap persentase nilai kelarutan. Lii and Chang 1981 menyatakan bahwa semakin rendah kandungan
amilosa menyebabkan struktur gel yang terbentuk semakin lemah. Lemahnya struktur pati tersebut menyebabkan padatan yang terlarut lebih besar sehingga
kelarutan semakin besar. Sajilata et al. 2006 juga menyatakan bahwa struktur amorphous yang tinggi dari amilosa menyebabkan granula semakin mudah larut
karena ikatan antar molekul pada bagian amorf tidak begitu kuat. Pada penelitian tepung jagung nikstamal ini, tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung
Madura dengan lama perendaman 24 jam memiliki nilai kadar amilosa paling tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan amilosa berkorelasi positif
terhadap persentase kelarutan tepung jagung nikstamal.
Kelarutan merupakan berat pati terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatan. Swelling power
merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air Balagopalan et al., 1988. Semakin tinggi nilai
kelarutan bahan menunjukkan bahwa struktur ikatan hidrogen dalam granula semakin melemah, hal ini mengakibatkan pati mudah berikatan dengan gugus
hidroksil pada molekul air sehingga pati mudah larut. Sifat polar dari air dan pati juga berpengaruh terhadap kelarutannya.
Dalam pengamatan nilai swelling power, terjadi peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu. Untuk tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung
Lampung dengan lama perendaman 0 jam pada suhu 60
C nilai persentase swelling power sebesar 3,025 kemudian meningkat sangat tinggi pada suhu
70
o
C sebesar 6,887 dan pada suhu pemanasan 80
o
C nilai swelling power hanya mencapai 7,599, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power sebesar 8,166. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa setelah
suhu 70
o
C, tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung dengan
lama perendaman 0 jam mengalami penurunan reaktifitasnya. Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung dengan lama perendaman 8 jam, pada
suhu 60 C nilai persentase swelling power sebesar 4,032 kemudian cenderung
meningkat pada suhu 70
o
C sebesar 4,336 dan pada suhu pemanasan 80
o
C, nilai swelling power menjadi 5,024, pada suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power mengalami peningkatan drastis sebesar 9,089.
Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung dengan lama perendaman 16 jam, pada suhu 60
C nilai persentase swelling power sebesar 2,094 kemudian meningkat agak drastis pada suhu 70
o
C sebesar 5,977 dan pada suhu pemanasan 80
o
C nilai swelling power menjadi 8,539, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power sebesar 9,107. Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung
dengan lama perendaman 24 jam, pada suhu 60
C nilai persentase swelling power sebesar 3,336 kemudian meningkat pada suhu 70
o
C sebesar 5,393 dan pada suhu pemanasan 80
o
C, nilai swelling power menjadi 7,674, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai peningkatan nilai swelling power cukup tinggi sebesar 11,637.
Gambar 15 menunjukkan bahwa peningkatan suhu pemanasan mempengaruhi persentase nilai swelling power. Semakin tinggi suhu pemanasan maka persentase
swelling power menjadi lebih tinggi. Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 16 jam pada suhu pemanasan 60
o
C memiliki persentase nilai swelling yang lebih rendah dibandingkan tepung jagung nikstamal
lainnya. Kemudian pada suhu 70
o
C dan 80
o
C nilai persentase swelling terendah pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman
8 jam, namun pada suhu pemanasan 90
o
C nilai persentase swelling terendah pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 0
jam. Untuk suhu pemanasan 60
o
C nilai tertinggi pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 8 jam. Diikuti dengan tepung
jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 0 jam pada suhu 70
o
C. Suhu pemanasan 80
o
C nilai tertinggi pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 16 jam. Sedangkan pada suhu
pemanasan 90
o
C nilai tertinggi pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung lama perendaman 24jam.
Gambar 15. Nilai swelling power tepung jagung nikstamal jenis lampung
Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura dengan lama perendaman 0 jam pada suhu 60
C nilai persentase swelling power sebesar 3,249 kemudian meningkat sangat tinggi pada suhu 70
o
C sebesar 4,983 dan pada suhu pemanasan 80
o
C nilai swelling power hanya mencapai 5,983, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power sebesar 9,082. Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura dengan lama perendaman 8 jam, pada
suhu 60 C nilai persentase swelling power sebesar 3,841 kemudian cenderung
meningkat pada suhu 70
o
C sebesar 5,36 dan pada suhu pemanasan 80
o
C, nilai swelling power menjadi 6,237, pada suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power mengalami peningkatan drastis sebesar 8,202. Gambar 16 menunjukkan
bahwa peningkatan suhu pemanasan juga mempengaruhi persentase swelling power.
Gambar 16. Nilai swelling power tepung jagung nikstamal jenis madura
Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura dengan lama perendaman 16 jam, pada suhu 60
C nilai persentase swelling power sebesar 3,865 kemudian meningkat agak drastis pada suhu 70
o
C sebesar 5,79 dan pada suhu pemanasan 80
o
C nilai swelling power menjadi 7,514, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai nilai swelling power sebesar 8,37. Tepung jagung nikstamal berbahan baku
jagung Madura dengan lama perendaman 24 jam, pada suhu 60 C nilai persentase
swelling power sebesar 5,995 kemudian meningkat pada suhu 70
o
C sebesar 6,053 dan pada suhu pemanasan 80
o
C, nilai swelling power menjadi 7,183, sampai dengan suhu 90
o
C mencapai peningkatan nilai swelling power cukup tinggi sebesar 9,139.
Tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura lama perendaman 0 jam pada suhu pemanasan 60
o
C, 70
o
C dan 80
o
C memiliki persentase nilai swelling yang lebih rendah dibandingkan tepung jagung nikstamal lainnya. Sedangkan
pada suhu pemanasan 90
o
C nilai persentase sweeling terendah pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura lama perendaman 8 jam. Untuk suhu
pemanasan 60
o
C, 70
o
C serta 90
o
C nilai tertinggi pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura lama perendaman 24 jam. Sedangkan pada suhu
pemanasan 80
o
C nilai tertinggi pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Madura lama perendaman 16 jam. Penelitian Setiawan 2009 melaporkan
bahwa nilai swelling power pati jagung berkisar 2,38 – 15,01. Persentase swelling power tepung jagung nikstamal pada penelitian ini berkisar antara 2,094
– 11,637 . Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat swelling tepung jagung nikstamal dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan pati jagung
diduga karena tepung jagung nikstamal mengandung lebih banyak serat dibandingkan dengan pati jagung.
Menurut Goldsworth 1999 dalam Setiawan 2009, semakin tinggi kandungan amilosa dalam pati menyebabkan rendahnya tingkat swelling. Namun pada
penelitian ini kondisi paling optimum didapat pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung dengan lama perendaman selama 24 jam yakni
sebesar 11,637 dan diikuti dengan tepung jagung nikstamal lainnya yang memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa
kandungan amilosa pada tepung jagung nikstamal pada penelitian ini tidak menunjukkan rendahnya tingkat swelling karena kadar amilosa pada tepung
jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung dengan lama perendaman selama 24 terkandung cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
ini berkaitan juga dengan kandungan serat yang cukup tinggi pada tepung jagung nikstamal dibandingkan pati jagung yang menyebabkan daya ikat antar molekul
semakin melemah sehingga persentase swelling power tepung jagung nikstamal rendah. Menurut Goldsworth 1999 dalam Setiawan 2009, sifat swelling pada
pati sangat tergantung pada kekuatan daya ikat dan sifat alami antar molekul di dalam pati, yang mana juga tergantung pada sifat alami dan kekuatan daya ikat
dalam granula. Berbagai faktor yang menentukan daya ikat tersebut adalah 1 perbandingan amilosa dan amilopektin, 2 bobot molekul dari fraksi-fraksi
tersebut, 3 distribusi bobot molekul,4 derajat percabangan, 5 panjangan dari cabang molekul amilopektin terluar yang dapat berperan dalam kumpulan ikatan.
Gambar 15 dan 16 menunjukkan bahwa persentase nilai swelling power yang rendah diduga karena granula-granula pati yang terkandung didalamnya sangat
kompak. Kekompakan granula-granula pati tergantung pada perbandingan berat kandungan amilosa dan amilopektin serta sumber tumbuhannya Haryadi, 1999.
Daerah pada granula pati yang bangunannya kompak sukar ditembus oleh pengaruh dari luar. Sedikit air mungkin masuk kedalam granula melalui daerah-
daerah amorf tetapi tidak demikian pada daerah kristalin yang kompak sehingga daerah tersebut terhindar dari penggelembungan yang menyebabkan sukar untuk
mengembang.
Adanya peningkatan nilai swelling power ini disebabkan oleh melemahnya ikatan hidrogen pada granula pati. Selain itu peningkatan suhu pemanasan juga dapat
meningkatkan nilai swelling power akibat terjadi kerusakan ikatan hidrogen intramolekuler dan meningkatkan gugus hidroksil bebas dalam granula sehingga
molekul air yang berikatan semakin tinggi dan mengalami peningkatan pengembangan granula dalam air. Menurut Hoover and Hadziyev 1981 dalam
Ratyanake et al. 2002 ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi terganggu
sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil
amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula.
Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pengembangan granula pati. Dengan demikian semakin banyak gugus hidroksil
bebas dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air Tester et al., 1996. Lawal et al. 2004 juga melaporkan bahwa peningkatan suhu dapat
melemahkan kekuatan untuk mengikat intragranular dari amilosa, sehingga menyebabkan meningkatnya granula yang membengkak.
Keberadaan zat lain dalam tepung jagung nikstamal juga mempengaruhi swelling yakni komponen non-karbohidrat yang secara alami dapat mempengaruhi daya
ikat antar molekul. Ketika kandungan lemak dalam pati dikurangi maka swellingnya semakin cepat. Dari kedua jenis jagung dalam penelitian ini, nilai
swelling power tertinggi didapat pada tepung jagung nikstamal berbahan baku jagung Lampung. Tingginya nilai swelling power dari jagung jenis Lampung ini
diduga karena jagung Lampung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan jagung Madura. Lemak yang terkandung dalam jagung
Lampung sebesar 3,9464 sedangkan jagung Madura sebesar 4,3242. Menurut Roels 1985, keberadaan lemak pada granula pati dapat menghambat untuk larut
dalam air, lemak membentuk senyawa komplek dengan amilosa dalam granula pati. Fraksi linier amilosa membentuk struktur heliks yang mengikat substansi
polar lemak.