Lintasan Traverse Interpretasi dan informasi data

 Pengukuran jurus dan kemiringan strike dip lapisan yang tersingkap.  Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi minor atau major yang ada.  Pemerian deskripsi singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utamasedikitaksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.

c. Lintasan Traverse

Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif. Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi batuan. Kadang- kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan traverse pemetaan ada 2 dua, yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop titik awal dan titik akhir sama. Namun yang perlu penting diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi interpretasi batas satuan-satuan litologi. Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas measured section atau tali kompas dilakukan dengan tujuan membuat penampang topografi dan litologi di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail rinci. Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu 5 lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.

d. Interpretasi dan informasi data

Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologialterasi antara lain :  Posisi atau letak singkapan batuan, urat, atau batubara.  Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.  Penyebaran dan pola alterasi yang ada.  Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi stratigrafi atau formasi.  Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.  Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi.  Bangunan-bangunan, dll. Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain :  Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.  Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapanbijih, zona pelapukan, dan zona penyebaran alterasi.  Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi.  Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll. Dari hasil pemetaan geologialterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :  Daerah zona pembawa bijih zona endapan dapat diketahui diperkirakan.  Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.  Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan di luar zona bijihendapan dapat dihindarkan efisiensi.  Daerah-daerah yang belum dieksplorasi dipelajari dapat diketahui dengan pasti 6 e. Tracing Float, Paritan, dan Sumur Uji Selain pemetaan geologi melalui pengamatan pendiskripsian singkapan, penyusuran pencarian lokasi endapan bijih dapat juga dilakukan dengan tracing float, paritan atau sumur uji. Secara teoritis, dengan melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan geologi, tracing float, paritan, dan sumur uji dengan mengumpulkan petunjuk-petunjuk ke arah bijih, maka lokasi endapan dapat diketahui ditemukan. a Tracing float Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan potongan-potongan dari badan bijih yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah ke arah hilir. Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada aliran sungai- sungai. Tracing penjejakan  perunutan float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan pada pecahan-pecahan potongan-potongan batuan seukuran kerakal sd boulder yang terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari pecahan float tersebut. Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi termineralisasi dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung. Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan tracing with panning. Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar besar, sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran halus pasir sd kerikil. Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan tracing float. b Trenching Pembuatan paritan 7 Trenching pembuatan paritan merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber badan bijihendapan.  Pada pengamatan observasi singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan terutama pada endapan berlapis. Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan ada split atau sisipan, serta dapat sebagai lokasi sampling.  Sedangkan pada pencarian sumber badan bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui lihat Gambar 6.4. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif umum jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijihminerasisasibadan endapan dapat diketahui.  Pembuatan trenching paritan ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :  Terbatas pada overburden yang tipis,  Kedalaman penggalian umumnya 2–2,5 m dapat dengan tenaga manusia atau dengan menggunakan eksavatorback hoe,  Pada kondisi lereng miring dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage pengeringan langsung. c Test Pit Sumur Uji Test pit sumur uji merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika 8 dibutuhkan kedalaman yang lebih 2,5 m. Pada umumnya suatu deretan series sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal. Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan- endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan- endapan berlapis. Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat vein. Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan lateritik atau residual, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan zona tanah, zona residual, zona lateritik, ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan. Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar. Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :  ketebalan horizon B zona lateritresidual,  ketinggian muka airtanah,  kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya CO 2 , H 2 S,  kekuatan dinding lubang, dan  kekerasan batuan dasar.

f. Metode Sampling