FAKTOR RISIKO KEJADIAN KATARAK DI DESA BRAJAN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
ELLAILY DWI PUSPANDARI 20120310222
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
JU
FAKTOR RISIKO KEJADIAN KATARAK
DI DESA BRAJAN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat SarjanaKedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
ELLAILY DWI PUSPANDARI 20120310222
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi WabarakatuhAlhamdulillahirabil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Katarak di Desa Brajan Kabupaten Bantul Yogyakarta”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. dr. H. Imam Masduki, Sp.M., M.Sc yang telah membimbing, mengarahkan serta memberikan ilmu yang bermanfaat selama penyusunan proposal KTI ini.
3. dr. Hj. RR Nur Shani Meida, Sp. M, M. Kes selaku dosen penguji dan yang telah membimbing serta memberikan ilmu selama melakukan penelitian.
4. Kedua orang tua serta kakak tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan.
5. Sahabat tercinta, Hannia Jayanti, Enie Nursanti, Lia Nindya Prihadini, Barbarani Satriya Hayyu, Riza Asti Octavira, Roslifa, Nasriana Stephanie Manurung, Lisdariyati, Avi Syifa dan anggota Tutorial 16 yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa.
(6)
v
6. Teman-teman satu bimbingan, Carla Yudhitya Astarini dan Ichwan Putra Wijaya atas kerjasama kalian dalam menyelesaikan proposal KTI ini.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sekecil apapun dalam penyelesaian proposal KTI ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu..
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal KTI ini masih terdapat banyak kekurangan.Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar dikemudian hari penulis bisa memberikan hasil yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Yogyakarta, 11 Mei 2016
(7)
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRACT ... xi
ABSTRAK ... xiii
BAB I ...1
PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...3
C. Tujuan Penelitian ...3
D. Manfaat Penelitian ...4
E. Keaslian Penelitian ...4
BAB II ...7
TINJAUAN PUSTAKA ...7
A. Tinjauan Pustaka ...7
1. Definisi Katarak ...7
2. Epidemiologi Katarak ...8
3. Anatomi dan Fisiologi Lensa ...8
4. Etiologi Katarak ...9
5. Faktor Risiko ...11
B. Kerangka Konsep ...17
(8)
7
BAB III ...18
METODE PENELITIAN ...18
A. Desain Penelitian ...18
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...18
1. Populasi ...18
2. Sampel ...18
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19
D. Variabel Penelitian ...19
E. Definisi Operasional ...20
G. Jalannya Penelitian ...21
H. Analisa Data ...21
I. Etika Penelitian ...22
BAB IV ...23
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...23
A. Gambaran Lokasi ...23
B. Hasil Penelitian ...23
C. Pembahasan ...26
D. Faktor Pendukung dan Kelemahan Penelitian ...34
BAB V ...36
PENUTUPAN ...36
Kesimpulan ...36
Saran ...36
Daftar Pustaka ...37
(9)
(10)
viii
ABSTRACT
Background : Blindness is one of the biggest health problem in the world. One of the leading caused is cataract. Cataract is a multifactorial disease, which is modifiable and nonmodifiable risk factors. This study aimed to know risk factors associated with cataract in Brajan Village of Yogyakarta.
Methods : This study is cross-sectional approach implemented in Brajan village of Yogyakarta for one time. These samples included 49 respondent. Data collected from direct interview with respondent about cataract risk factors. Data were analyzed by descriptive, bivariate using chi-square test.
Result : Chi-square statistic test result showed p value = 0,007 for age which means that there is a relation between age with cataract. While other variables showed p value > 0,05 for gender (p=0,609), education (p=0,362), monthly income (p=0,523), workplace (p=0,523), smoking habit (p=0,733), diabetes mellitus (p=0,884), fruits/vegetables consumption (p=0,835), corticosteroid use (p=0,544), eye blunt injury history (p=0,166), red eye history (p=0,322), hipertention (p=0,263) dan BMI (p=0,482). Which means that is not associated with cataract.
Conclusion : In conclusion, risk factor associated with cataract is age. Keywords : cataract, risk factors
(11)
ix
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak di Desa Brajan, Yogyakarta.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di desa Brajan Yogyakarta dalam satu waktu. Sampel penelitian berjumlah 49 responden. Data penelitian diambil melalui wawancara langsung dengan para responden mengenai faktor risiko katarak. Data dianalisis secara deskriptif, bivariate dengan menggunakan uji Chi-square.
Hasil : Dari hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,007 untuk variabel faktor usia yang berarti terdapat hubungan antara faktor usia dengan kejadian katarak. Sedangkan untuk variabel lain didapatkan nilai p > 0,05 untuk faktor jenis kelamin (p=0,609), tingkat pendidikan (p=0,362), penghasilan (p=0,523), lokasi bekerja (p=0,523), perilaku merokok (p=0,733), diabetes mellitus (p=0,884), konsumsi sayur dan buah (p=0,835), konsumsi kortikosteroid (p=0,544), riwayat trauma (p=0,166), riwayat mata merah (p=0,322), hipertensi (p=0,263) dan BMI (p=0,482). Sehingga dapat dikatakan faktor-faktor berikut tidak berhubungan dengan kejadian katarak. Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak adalah usia.
(12)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahKebutaan merupakan salah satu masalah kesehatan besar di dunia.Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 dari seluruh kasus kebutaan di dunia, 51% karena katarak atau terjadi pada sekitar 20 juta jiwa (WHO, 2010). Di Indonesia prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas tertinggi ditemukan di Gorontalo 1,1% diikuti Nusa Tenggara Timur 1,0%, Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung masing-masing 0,8%. Sedangkan prevalensi katarak pada penduduk semua umur tertinggi di Sulawesi Utara 3,7% diikuti oleh Jambi 2,8% dan Bali 2,7%. Prevalensi terendah ditemukan di DKI Jakarta 0,9% diikuti Sulawesi Barat 1,1%. Untuk DI Yogyakarta prevalensinya sebesar 2,0% (Balitbang, 2013).
Sebuah studi mengatakan, katarak memiliki faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi, termasuk didalamnya adalah status pendidikan, kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, paparan sinar matahari, indeks massa tubuh, penggunaan obat steroid, asma, dan terapi pengganti estrogen. Faktanya, studi yang dilakukan untuk meneliti faktor risiko katarak yang spesifik seperti nuclear, cortical, and posterior subcapsular opacity kebanyakan telah dilakukan di negara barat.
(13)
Belakangan ini penelitian serupa sudah dilakukan di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Taiwan, Singapura, dan Cina (Rim et al, 2014).
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Tiin dan An-Nahl berikut :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.(QS: At-Tiin Ayat: 4)
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.(QS: An-Nahl Ayat: 78)
Allah telah menciptakan kita dalam bentuk yang sebaik-baiknya, berupa anugerah panca indera yang seharusnya bisa kita jaga sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Maka dari itu, diharapkan hasil dari penelitian ini nantinya dapat membantu masyarakat untuk lebih mengerti akan kondisi diri sendiri dalam upaya untuk pencegahan terjadinya katarak.
(14)
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apa saja faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh faktor usia terhadap kejadian katarak.
b. Untuk mengetahui pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kejadian katarak.
c. Untuk mengetahui pengaruh faktor status sosial ekonomi (penghasilan dan pendidikan) terhadap kejadian katarak.
d. Untuk mengetahui pengaruh faktor kebiasaan merokok terhadap kejadian katarak.
e. Untuk mengetahui pengaruh faktor riwayat penyakit diabetes mellitus terhadap kejadian katarak.
f. Untuk mengetahui pengaruh faktor paparan sinar ultraviolet terhadap kejadian katarak.
(15)
g. Untuk mengetahui pengaruh faktor konsumsi sayur/buah terhadap kejadian katarak.
h. Untuk mengetahui pengaruh faktor riwayat mata merah terhadap kejadian katarak.
i. Untuk mengetahui pengaruh faktor riwayat trauma terhadap kejadian katarak.
j. Untuk mengetahui pengaruh faktor konsumsi obat kortikosteroid terhadap kejadian katarak.
k. Untuk mengetahui pengaruh faktor BMI ( Body Mass Index ) terhadap kejadian katarak.
l. Untuk mengetahui pengaruh faktor hipertensi terhadap kejadian katarak. D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat : memberikan tambahan pengetahuan mengenai faktor yang menyebabkan katarak.
2. Bagi institusi pendidikan : memberikan tambahan pengetahuan mengenai faktor risiko katarak.
3. Bagi institusi kesehatan : menjadi bahan tambahan edukasi terhadap pasien sebagai upaya pencegahan terjadinya katarak.
E. Keaslian Penelitian
Anggun Trithias Arimbi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
(16)
5
di RSUD Budhi Asih Tahun 2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit katarak di Poliklinik Mata RSUD Budhi Asih dengan menggunakan desain studi case control. Sampel pada penelitian ini sebanyak 150 responden yang terdiri dari 75 kasus dan 75 kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian katarak adalah umur, tingkat pendidikan, penghasilan, pekerjaan, dan riwayat penyakit diabetes mellitus. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah desain studi yang akan digunakan peneliti adalah cross sectional
sedangkan dalam penelitian sebelumnya menggunakan studi case control.
Monika Puspasari, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas,
2012. “Faktor-faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak di
Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Tahun 2012”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan sinar matahari, diabetes mellitus, konsumsi sayuran, konsumsi protein hewani, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kejadian katarak di wilayah kerja Puskesmas Lapai. Desain studi yang digunakan adalah case control.Sampel penelitian adalah penderita katarak berusia > 40 tahun yang diambil dari rekam medis. Jumlah kasus dan control masing-masing adalah 46 orang, besar sampel adalah 92 orang. Hasil penelitiannya didapatkan hubungan bermakna antara paparan sinar matahari dan konsumsi sayuran tidak setiap hari terhadap kejadian katarak. Perbedaan
(17)
dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada desain studi yang akan digunakan, dimana peneliti akan menggunakan desain studi cross sectional.
Yang M, Zhu R, Liang C, Liu B, Qi Y, Zhang J, et al.,Department of Ophthalmology, Affiliated Hospital of Nantong University, 2014. “Cataract Risk Factor Survey in Funing County of Jiangsu Province”. Penelitian ini untuk
mengetahui faktor risiko katarak pada pasien usia ≥ 50 tahun di Funing County
Provinsi Jiangsu. Desain studi yang digunakan adalah case control.Sampel penelitiannya adalah 1488 kasus katarak yang dipilih berdasarkan rekam medis dan 1821 subjek tanpa gangguan penglihatan sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin (wanita), tingkat pendidikan yang rendah, kebiasaan merokok, riwayat penyakit diabetes dan paparan sinar matahari menjadi faktor risiko teryjadina katarak. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah desain studi yang akan digunakan adalah cross sectional.
(18)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka1. Definisi Katarak
Katarak adalah keadaan dimana terjadinya kekeruhan pada lensa mata dan merupakan penyebab utama kebutaan di dunia serta penyebab utama kurangnya penglihatan di Amerika Serikat. Katarak bisa terjadi pada semua usia dan disebabkan oleh berbagai penyebab. Walaupun terapi untuk katarak sudah tersedia di seluruh dunia, namun berbagai hambatan seperti biaya, asuransi kesehatan dan keputusan pasien membuat banyak penderita katarak tidak bisa tertangani dengan baik (CDC, 2013).
Katarak adalah kelainan mata yang terutama terjadi pada orang tua.Dimana terdapat suatu daerah berkabut atau keruh di dalam lensa.Pada stadium dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa di bawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut, protein tadi berkoagulasi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal seharusnya transparan.
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga sangat mengganggu penglihatan, keadaan itu dapat diperbaiki dengan cara mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, mata kehilangan sebagian besar daya biasnya, dan harus
(19)
digantikan dengan lensa konveks yang kuat di depan mata. Namun, biasanya ditanam sebuah lensa plastik buatan di dalam mata tempat lensa dikeluarkan (Guyton & Hall, 2012).
2. Epidemiologi Katarak
Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang yang berusia > 40 tahun menderita katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta diantaranya sudah melakukan operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020 (CDC, 2013).
Sedangkan sebuah penelitian di India mengatakan prevalensi katarak di rumah sakit pendidikan di daerah pedesaan sebesar 53,6% (Avachat et al., 2014).
3. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul elastis yang dikaitkan pada korpus siliare koroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan menggunakan otot siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi visual (Pearce, 2013).
Lensa memisahkan humor akueus dari korpus vitreum. Lensa tersusun dari sel-sel jaringan penyambung yang sangat teratur, tingkat
(20)
9
keteraturan yang tinggi membuat lensa tembus cahaya. Lensa terbungkus simpai elastik yang ke dalamnya berinsersi zonula siliar. Lensa dapat pula berubah bentuk dan elastis. Selain itu, indeks refraksinya sedikit berbeda dari humor akueus dan humor vitreus, memberikan beberapa tingkat refraksi.
Tegangan yang diberikan pada lensa oleh zonula siliar akan menyesuaikan bentuk lensa, dengan demikian mengubah tenaga refraksi. Bila M. siliaris berkontraksi dan melepaskan tegangan pada zonula siliar, lensa mengambil bentuk lebih bulat dan membuat refraksi sinar cahaya dengan kuat, mengakomodasikan mata untuk penglihatan dekat.Sedangkan, bila M. siliaris relaksasi, tegangan pada serabut zonula dipulihkan, dan lensa dipipihkan, sehingga lensa membuat refraksi sinar cahaya dengan lemah, mengakomodasi mata untuk penglihatan jauh (April, 2011).
4. Etiologi Katarak
Ada berbagai macam penyebab dari katarak berdasarkan jenisnya, yaitu sebagai berikut :
1. Katarak kongenital, terjadi sejak lahir atau sejak bayi hingga dewasa. Penyebabnya adalah hereditas, infeksi, obat-obatan, radiasi, kelainan metabolik, trauma persalinan, malnutrisi, kongenital anomali, idiopatik.
(21)
2. Katarak senilis, terjadi pada orang lanjut usia berusia > 50 tahun. Penyebabnya adalah usia yang semakin tua, dehidrasi, penyakit sistemik, merokok, stress oksidatif dan kekurangan nutrisi.
3. Katarak karena trauma, terjadi pada orang yang bekerja pada kondisi yang berbahaya, seperti tukang las.
Penyebabnya adalah kerusakan pada kapsul lensa mata dan masuknya benda asing.
4. Katarak komplikasi, terjadi pada orang yang menderita penyakit kulit, alergi, uveitis, diabetes glukoma, asma dan emfisema.
Penyebabnya adalah komplikasi dari inflamasi kronis dan penyakit mata degeneratif.
5. Katarak karena toksik metabolik, terjadi pada orang yang mengalami defisiensi beberapa enzim dan hormon. Serta orang yang menjalani terapi steroid dan obat yang mempunyai efek toksik.
Penyebabnya adalah kelainan metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemia dan beberapa obat (steroid, NSAID).
6. Katarak karena radiasi, terjadi pada orang yang sering kontak dengan sinar matahari, radiasi buatan dan tegangan tinggi.
Penyebabnya adalah sinar infrared, sinar X dan sinar ultraviolet
(22)
11
5. Faktor Risiko
a. Faktor Demografi (Usia dan Jenis Kelamin)
Proses terbentuknya katarak merupakan bagian dari proses dari penuaan, penuaan berkontribusi dalam terakumulasinya kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan, sehingga kemampuan regenerasi yang sudah menurun karena bertambahnya usia akan semakin memberat (Rim et al.,
2015).
Prevalensi katarak yang lebih tinggi pada wanita menjadi faktor banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menginvestigasi efek dari estrogen endogen dan eksogen. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami menarke lebih awal dan/atau menopause lebih lambat menunjukkan penurunan risiko katarak yang mengindikasikan bahwa estrogen mungkin memiliki efek protektif terhadap lensa (Zetterberg & Celojevic, 2014).
b. Faktor Sosial Ekonomi (Penghasilan dan Pendidikan)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, untuk faktor penghasilan didapatkan hasil pada responden dengan penghasilan rendah (Rp 0-1juta) akan beresiko katarak sebesar 0,4 kali dibandingkan dengan responden yang berada pada kategori penghasilan tinggi (Rp > 1juta) dengan 95% IK (0,2-0,9). Hal tersebut bermakna secara statistik karena nilai p value = 0,04 (p < 0,05). Tetapi, bukan sebagai faktor risiko
(23)
penyakit katarak melainkan menjadi faktor protektif penyakit katarak (OR < 1) (Arimbi, 2012).
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan penurunan risiko katarak pada studi yang dilakukan pada populasi yang berbeda di seluruh dunia.berdasarkan penelitian sebelumnya, lulusan dari universitas akan lebih rendah risiko terkena cortical cataract (Chang et al., 2011).
c. Faktor kebiasaan Merokok
Pada penelitian meta-analysis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya katarak senilis dengan studi cohort dan case control. Didapatkan pula hasil yang positif untuk analisis hubungan dengan nuclear cataract dan
posterior subcapsular cataract. Hubungan ini lebih kuat pada perokok aktif dibandingkan dengan yang sudah berhenti merokok.Namun, tidak ditemukan hubungan antara status merokok dengan cortical cataract pada studi cohort dan case control ini.
Mekanisme aksi dari merokok pada katarak senilis tidak sepenuhnya diketahui, tapi ada beberapa kemungkinan mekanisme biologis. Pertama, merokok menyebabkan adanya proses oksidatif melalui aktivitas radikal bebas didalam tubuh yang berlebihan sehingga
(24)
13
menyebabkan oksidasi dan peroksidasi dari lipid. Disisi lain, merokok bisa menyebabkan stress oksidatif pada lensa secara tidak langsung melalui penipisan dari antioksidan endogen, seperti vitamin C, vitamin E
dan β-karoten. Kedua, tembakau mengandung logam berat seperti
kadmium, timah dan tembaga yang akan terakumulasi dan menyebabkan toksisitas langsung. Ketiga, level sianida dan aldehid akan meningkat didalam darah perokok, sehingga terjadi perubahan pada protein lensa, yang menyebabkan opasitas lensa secara in vitro (Ye et al., 2012).
d. Faktor Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus
Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena cortical dan posterior subcapsular cataract (Chang et al., 2011).
Sebuah studi di India mengatakan, prevalensi katarak pada pasien yang sudah lama didiagnosis diabetes lebih tinggi daripada yang baru didiagnosis (50,3% : 37 %). Dan durasi lama pasien menderita diabetes pun berpengaruh, dimana pasien yang lebih lama menderita diabetes ( > 10 tahun ) lebih tinggi prevalensi menderita katarak dibandingkan yang durasinya lebih singkat (64,5% : 45%) (Raman et al, 2014).
e. Faktor Paparan Sinar Ultraviolet
Pada saat semua tipe katarak diperiksa secara bersamaan dan dibuat serupa seperti penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa tidak
(25)
ada hubungan antara bekerja dibawah paparan sinar ultraviolet dengan terjadinya katarak. Namun, ketika diperiksa secara terpisah berdasarkan tipe kataraknya, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara bekerja dibawah paparan sinar ultraviolet pada usia muda dan terjadinya nuclear cataract pada usia lanjut (Valero, 2007).
f. Faktor Konsumsi Sayur/Buah
Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya, bahwa konsumsi sayur dan buah yang banyak mengandung antioksidan seperti askorbat, karotenoid, vitamin E dan enzim antioksidan dapat memproteksi protein dan unsur lain yang dapat melawan stress oksidatif (Weikel et al., 2013). g. Faktor Riwayat Mata Merah
Katarak merupakan komplikasi tersering pada pasien dengan uveitis dan hasil dari inflamasi pada intraocular serta penggunaan obat kortikosteroid pada inflamasi itu sendiri (Ujwala et al., 2012). Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat berbagai macam faktor lain yang dapat menyebabkan katarak, dimana semua faktor risiko tersebut dihubungkan oleh adanya inflamasi kronik yang terjadi pada bagian dari mata. Ketika mata mengalami inflamasi, berbagai macam radikal bebas akan diproduksi, yang akan merusak lapisan lemak dan protein pada lensa (Blaylock, 2015).
(26)
15
Mata yang terkena trauma bisa menyebabkan kerusakan langsung jika mengenai lensa mata. Dikarenakan pada lensa terdapat serat protein yang apabila rusak karena trauma akan mengalami degenerasi dan mengakibatkan pembentukan kekeruhan pada lensa (EyeWiki, 2015). i. Faktor Riwayat Konsumsi Obat Kortikosteroid
Konsumsi kortikosteroid jangka panjang dapat berefek terhadap terjadinya katarak dikarenakan kerja kortikosteroid adalah untuk menghambat kerja sitokin sehingga sitokin okuler dan faktor pertumbuhan yang terdapat pada mata akan ikut terhambat, dimana zat tersebut berfungsi untuk memproteksi lensa mata (Jobling & RC, 2002).
j. Faktor Hipertensi
Ketika hipertensi akan terjadi ketidakseimbangan elektrolit, termasuk dimata, tepatnya aqueous humour, dimana ini yang biasanya menutrisi lensa bagian depan. Akan tetapi ketika ketidakseimbangan terjadi maka pintu dari lensa anterior yaitu pompa Na+, K+, -ATPase akan memasukkan Na+ yang berlebih ke dalam epitel lensa. Dimana Na+ bersifat menarik air, maka serat dari protein lensa terdestruksi oleh pajanan Na+ berserta air (Sargent et al., 1987).
k. Faktor Body Mass Index (BMI)
Pada penelitian sebelumnya dikatakan angka BMI dapat mempengaruhi onset dan perkembangan dari terjadinya kelainan visual
(27)
yang berhubungan dengan penuaan (Yoshida et al., 2010). Pada orang obesitas akan terjadi proses angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) yang berarti akan meningkatkan proses metabolism pada tubuh sehingga produk sampingan berupa radikal bebas juga akan meningkat yang akan menginduksi terjadinya stress oksidatif yang dapat menginisiasi proses katarak.
(28)
17
B. Kerangka Konsep
: Variabel terikat : Variabel bebas
C. Hipotesis
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak adalah faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan yang rendah, kebiasaan merokok, riwayat penyakit diabetes mellitus dan paparan sinar UV.
Jenis kelamin Usia
Pendidikan
Penghasilan Sinar ultraviolet
Merokok
P
eruba
ha
n pro
te
in l
ensa
Diabetes mellitus
Body Mass Index (BMI)
Riwayat trauma Konsumsi obat kortikosteroid
Riwayat hipertensi
Konsumsi sayur/buah
Katarak Riwayat mata merah
(29)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain PenelitianDesain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali, dimana variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak ada follow-up pada studi ini (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Sumber data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dan pemeriksaan pada responden.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan mata.
2. Sampel
Untuk menentukan jumlah besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n = ukuran sampel
Z2 α/2 = nilai kepercayaan = 95% ( 1,96 )
P = harga proporsi di populasi (Ulandari, 2014)
(30)
19
Dari rumus diatas didapatkan hasil jumlah besar sampel minimal dari masing-masing variabel, yaitu:
Paparan sinar UV = 47,5
Merokok = 45,5
Riwayat DM = 24
Paparan asap = 27
Dari hasil diatas diambil nilai tertinggi sebagai jumlah besar sampel minimal yaitu 47,5 (dibulatkan menjadi 48).
Pengambilan sampel pada penelitian menggunakan cara
concecutive sampling.
Kriteria pemilihan subjek adalah sebagai berikut : Kriteria inklusi :
- Pasien yang melakukan pemeriksaan mata
- Usia ≥ 40 tahun (Ulandari, 2014)
Kriteria eksklusi :
- Tidak bersedia menjadi responden C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di desa Brajan, Yogyakarta pada bulan Juni-Oktober 2015.
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor risiko.
(31)
E. Definisi Operasional
1. Kejadian katarak adalah diagnosis yang didapatkan setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis mata, dimana terdapat kekeruhan pada lensa mata.
2. Jenis kelamin adalah ciri-ciri penampilan fisik seseorang yang menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
3. Usia adalah lama hidup seseorang dalam hitungan tahun sampai dengan ulang tahun terakhir.
4. Pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang telah dicapai responden. 5. Penghasilan adalah pendapatan rata-rata keluarga/responden dalam
sebulan.
6. Kebiasaan merokok responden
7. Riwayat diabetes mellitus adalah pasien yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
8. Paparan sinar ultraviolet dinyatakan dari tempat responden bekerja.
9. Konsumsi sayur/buah dinyatakan dari kebiasaan responden dalam mengonsumsi sayur dan buah.
10.Riwayat mata merah adalah responden yang pernah mengalami mata merah sebelumnya.
11.Riwayat trauma adalah responden yang pernah mengalami trauma sebelumnya.
(32)
21
12.Konsumsi obat kortikosteroid adalah kebiasaan pasien dalam mengonsumsi obat kortikosteroid.
13.BMI ( Body Mass Index ) adalah indeks massa tubuh responden yang dinyatakan dengan obesitas (>25) atau normal (18,5-22,9).
14.Hipertensi adalah keadaan responden dengan tekanan darah > 120/80. F. Instrumen Penelitian
1. Alat tulis 2. Satu unit laptop 3. Pengukur tinggi badan 4. Pengukur berat badan 5. Sphygmomanometer G. Jalannya Penelitian
Peneliti akan melakukan perizinan untuk melakukan penelitian. Kemudian, penelitian dimulai dengan meminta orang-orang yang datang untuk melakukan pemeriksaan mata oleh dokter spesialis mata, kemudian peneliti akan melakukan anamnesis atau wawancara langsung kepada orang-orang yang bersedia untuk menjadi responden mengenai faktor risiko katarak.
H. Analisa Data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat yang dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan program SPSS 15.
(33)
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti dimana nantinya akan didapatkan gambaran deskripsi secara tubular/grafik, tekstular.
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
I. Etika Penelitian
Karya Tulis Ilmiah ini telah mendapatkan persetujuan ethical clearance kepada Komisi Etik Penelitian FKIK UMY tentang penggunaan manusia sebagai subjek penelitian.
(34)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain PenelitianDesain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian yang pengukurannya dilakukan hanya satu kali, dimana variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak ada follow-up pada studi ini (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Sumber data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dan pemeriksaan pada responden.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan mata.
2. Sampel
Untuk menentukan jumlah besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n = ukuran sampel
Z2 α/2 = nilai kepercayaan = 95% ( 1,96 )
P = harga proporsi di populasi (Ulandari, 2014)
(35)
Dari rumus diatas didapatkan hasil jumlah besar sampel minimal dari masing-masing variabel, yaitu:
Paparan sinar UV = 47,5
Merokok = 45,5
Riwayat DM = 24
Paparan asap = 27
Dari hasil diatas diambil nilai tertinggi sebagai jumlah besar sampel minimal yaitu 47,5 (dibulatkan menjadi 48).
Pengambilan sampel pada penelitian menggunakan cara
concecutive sampling.
Kriteria pemilihan subjek adalah sebagai berikut : Kriteria inklusi :
- Pasien yang melakukan pemeriksaan mata
- Usia ≥ 40 tahun (Ulandari, 2014)
Kriteria eksklusi :
- Tidak bersedia menjadi responden C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di desa Brajan, Yogyakarta pada bulan Juni-Oktober 2015.
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor risiko.
(36)
20
E. Definisi Operasional
1. Kejadian katarak adalah diagnosis yang didapatkan setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis mata, dimana terdapat kekeruhan pada lensa mata.
2. Jenis kelamin adalah ciri-ciri penampilan fisik seseorang yang menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
3. Usia adalah lama hidup seseorang dalam hitungan tahun sampai dengan ulang tahun terakhir.
4. Pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang telah dicapai responden. 5. Penghasilan adalah pendapatan rata-rata keluarga/responden dalam
sebulan.
6. Kebiasaan merokok responden
7. Riwayat diabetes mellitus adalah pasien yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
8. Paparan sinar ultraviolet dinyatakan dari tempat responden bekerja.
9. Konsumsi sayur/buah dinyatakan dari kebiasaan responden dalam mengonsumsi sayur dan buah.
10.Riwayat mata merah adalah responden yang pernah mengalami mata merah sebelumnya.
11.Riwayat trauma adalah responden yang pernah mengalami trauma sebelumnya.
(37)
12.Konsumsi obat kortikosteroid adalah kebiasaan pasien dalam mengonsumsi obat kortikosteroid.
13.BMI ( Body Mass Index ) adalah indeks massa tubuh responden yang dinyatakan dengan obesitas (>25) atau normal (18,5-22,9).
14.Hipertensi adalah keadaan responden dengan tekanan darah > 120/80. F. Instrumen Penelitian
1. Alat tulis 2. Satu unit laptop 3. Pengukur tinggi badan 4. Pengukur berat badan 5. Sphygmomanometer G. Jalannya Penelitian
Peneliti akan melakukan perizinan untuk melakukan penelitian. Kemudian, penelitian dimulai dengan meminta orang-orang yang datang untuk melakukan pemeriksaan mata oleh dokter spesialis mata, kemudian peneliti akan melakukan anamnesis atau wawancara langsung kepada orang-orang yang bersedia untuk menjadi responden mengenai faktor risiko katarak.
H. Analisa Data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat yang dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan program SPSS 15.
(38)
22
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti dimana nantinya akan didapatkan gambaran deskripsi secara tubular/grafik, tekstular.
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
I. Etika Penelitian
Karya Tulis Ilmiah ini telah mendapatkan persetujuan ethical clearance kepada Komisi Etik Penelitian FKIK UMY tentang penggunaan manusia sebagai subjek penelitian.
(39)
36
Diantara 13 faktor risiko yang diteliti, hanya faktor usia yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak, dengan nilaip < 0,05.
Saran
1. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk masyarakat dalam upaya menurunkan angka terjadinya katarak beserta komplikasi lainnya.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko katarak dalam lingkup yang lebih luas dan jumlah responden penelitian yang lebih besar.
(40)
37
Daftar Pustaka
American Optometric Asssociation. (2015). Retrieved 2015, from Nutrition and Cataract: www.aoa.org
EyeWiki. (2015, 11 20). Retrieved 1 7, 2016, from American Academy of Ophtalmology: eyewiki.aao.org
Arimbi, A. T. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif di RSUD Budhi Asih Tahun 2011. FKM UI.
Athanasiov , P. A., T, S., S, N. H., K, S. W., S, M. J., D, S., et al. (2008). Cataract in Rural Myanmar : Prevalence and Risk Factors From the Meiktila Eye Study. NCBI.
Athanasiov, P. A., Edussuriya, K., Senaratne, T., Sennanayake, S., Sullivan, T., Selva, D., et al. (2010). Cataract in Central Sri Lanka : Prevalence and Risk Factors from the Kandy Eye Study. NCBI.
Avachat, S. S., Vaishali, P., & Suchit, K. (2014). Epidemiological Correlates of Cataract Cases in Tertiary Health Care Center in Rural Area of Maharashtra. Journal of Family Medicine and Primary Care.
Balitbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Balitbang Depkes RI.
Blaylock, R. (2015, 08 26). Retrieved 4 1, 2016, from www.newsmax.com: www.newsmax.com/t/health/article/672065
CDC. (2013). Vision Health Initiative. Retrieved from Centers for Disease Control and Prevention.
Chang, J. R., Koo, E., Agron, E., Hallak, J., Clemons, T., Azar, D., et al. (2011). Risk Factors Associated with Incident Cataract and Cataract Surgery in the Age Related Eye Disease Study (AREDS). AREDS Report Number 32.
National Institutes of Health.
Echebiri, S. I., Odeigah, P. G., & Myers, S. N. (2010). Case-Control Studies and Risk Factors for Cataract in Two Population Studies in Nigeria. Middle East Africa Journal of Ophtalmology.
(41)
Echebiri, S. I., Odeigah, P. G., & Myers, S. N. (2010). Case-Control Studies and Risk Factors for Cataract in Two Population Studies in Nigeria. Middle East African Journal of Ophtalmology.
Gupta, V. B., Rajagopala, M., & Ravishankar, B. (2014). Etiopathogenesis of Cataract : An appraisal. Indian Journal of Ophthalmology.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2012). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Haeck, I., Rouwen, T., Timmer, d., de, B.-W., & Brujinzeel, K. (2011). Risk of Ocular Complication From Topical Corticosteroid. Medscape.
Hanifah, R. N. (2010). Hubungan Karakteristik Penderita dan Faktor Pendukung Terhadap Kejadian Katarak Pada Penderita Katarak Senilis.
Hanok, M. S., Ratag, B. T., & Tumbol, R. A. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
J, Y., J, H., C, W., H, W., H, Z., X, S., et al. (2012). Smoking and Risk of Age-Related Cataract: a Meta Analysis. National Institutes of Health.
Jobling, A., & RC, A. (2002). What Causes Steroid Cataracts? A Review of Steroid-Induced Posterior Subcapsular Cataracts. NCBI.
Li, L., Wan, X. H., & Zhao, G. H. (2014). Meta-Analysis of the Risk of Cataract in Type 2 Diabetes. Biomed Central Ophthalmology.
Lu, Z.-Q., Sun, W.-H., Yan, J., Jiang, T.-X., Zhai, S.-N., & Li, Y. (2012). Cigarette Smoking, Body Mass Index Associated with The Risk of Age-Related Cataract in Male Patients in Northeast China. International Journal of Ophtalmology.
Lusianawaty, T. (2010). Hubungan Antara Faktor Trauma Tumpul Pada Mata dengan Katarak Pada Petani di Empat Desa Kecamatan Teluk Jambe Barat Kabupaten Karawang . Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 3 Tahun 2010.
M, M. M., B, L. M., & NJ, M. A. (2011). Relationship Between Cataract an Metabolic Syndrome among African Type 2 Diabetics. Journal of Diabetes & Metabolism.
M, Y., R, Z., C, L., B, L., Y, Q., J, Z., et al. (2014). Cataract Risk Factor Survey in Funing County of Jiangsu Province. Chinese Journal of Ophtalmology.
(42)
39
Pan, C., & Lin, Y. (2014). Overweight, Obesity, and Age Related Cataract : A Meta Analysis. NCBI.
Pearce, E. C. (2013). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Puspasari, M. (2012). Faktor-faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Tahun 2012. FKM Unand. Raman, R., Pal, S. S., Adams, J. S., Rani, P. K., Vaitheeswaran, K., & Sharma, T.
(2014). Prevalence and Risk Factors for Cataract in Diabetes. ARVO Journal.
Rim, T. H., Kim, D. W., Kim, S. E., & Kim, S. S. (2015). Factors Associated with Cataract in Korea : A Community Health Survey 2008-2012. Yonsei Medical Journal.
Rim, T. H., Kim, M. H., Kim, T., Kim, T. I., & Kim, E. K. (2014). Cataract Subtype Risk Factor Identified from The Korea National Health and Nutrition Examination Survey 2008-2010. BMC Ophtalmology.
Sargent, C. R., Cangiano, J. L., Caban, G. B., Marrero, E., & Maldonaro, M. (1987). Cataracts and Hypertension in Salt-Sensitive Rats A Possible Ion Transport Defect. AHAjournal.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Sagung Seto.
Ujwala, B. D., DNB, Sana, S. S., & C, S. F. (2012). Cataract Surgery in Patients with History of Uveitis. Saudi Journal of Ophtalmology.
Ulandari, N. S. (2014). Employment and Education as Risk Factors of Cataract Incidence on Patients Treated in Eye Health Centre Mataram City West Nusa Tenggara. Universitas Udayana.
Ulandari, N. T. (2014). Pengaruh Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap Terjadinya Katarak Pada Pasien Yang Berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Universitas Udayana, 41.
Valero, M. P., Fletcher, A. E., Stavola, B. L., & Alepuz, V. C. (2007). Years of Sunlight Exposure and Cataract: a Case Control Study in a Mediterranean Population. National Institutes of Health.
(43)
Weikel, K. A., Garber, C., Baburins, A., & Taylor, A. (2013). Nutrition Modulation of Cataract. NCBI.
Wesolosky, J. D., & Rudnisky, C. J. (2013). Relationship Between Cataract Severity and Socioeconomic Status. Canadian Journal of Ophtalmology. World Health Organization. (2010). Prevention of Blindness and Visual
Impairment. WHO.
Wu, R., Wang, J. J., Mitchell, P., Lamoureux, E. E., Zheng, Y., Rochtchina, E., et al. (2010). Smoking, Socioeconomic, and Age-Related Cataract. The Singapore Malay Eye Study.
Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H., et al. (2012). Smoking and Risk of Age-Related Cataract : A Meta-Analysis. Investigative Ophthalmology & Visual Science.
Yoshida, M., Inoue, M., Iwasaki, M., Tsugane, S., & JPHC Study Group. (2010). Association of Body Mass Index with Risk of Age-Related Cataracts in a Middle-Aged Japanese Population: the JPHC Study. NCBI.
Yu, X., Lyu, D., Dong , X., He, J., & Yao, K. (2014). Hypertension and Risk of Cataract : a Meta Analysis. NCBI.
Zetterberg, M., & Celojevic, D. (2014). Gender and Cataract - The Role of Estrogen. Current Eye Research.
Zierhut, M., Pavesio, C., Ohno, S., Orefice, F., & Rao, N. A. (2016). Intraocular Inflammation. Springer.
(44)
(45)
Lampiran
Frequency Table
Diagnosis
1 2.0 2.0 2.0
48 98.0 98.0 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Usia
6 12.2 12.2 12.2
43 87.8 87.8 100.0
49 100.0 100.0
< 50 tahun > 50 tahun Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Jenis Kelami n
10 20.4 20.4 20.4
39 79.6 79.6 100.0
49 100.0 100.0
Laki-laki Perempuan Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Pendidi kan
27 55.1 55.1 55.1
22 44.9 44.9 100.0
49 100.0 100.0
Tidak sekolah Sekolah Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Pekerjaan
35 71.4 71.4 71.4
14 28.6 28.6 100.0
49 100.0 100.0
Dalam gedung Luar gedung Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
(46)
42
Penghasil an
14 28.6 28.6 28.6
35 71.4 71.4 100.0
49 100.0 100.0
> 1 juta < 1 juta Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Rokok
44 89.8 89.8 89.8
5 10.2 10.2 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Alkohol
49 100.0 100.0 100.0
Tidak Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
DM
48 98.0 98.0 98.0
1 2.0 2.0 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Sayur/buah
2 4.1 4.1 4.1
47 95.9 95.9 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Mata merah
25 51.0 51.0 51.0
24 49.0 49.0 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
(47)
Crosstabs
Usia * Diagnosis
Trauma
32 65.3 65.3 65.3
17 34.7 34.7 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Obat steroid
36 73.5 73.5 73.5
13 26.5 26.5 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
Hipertensi
27 55.1 55.1 55.1
22 44.9 44.9 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
BMI
33 67.3 67.3 67.3
16 32.7 32.7 100.0
49 100.0 100.0
Tidak Y a Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e Percent
(48)
44
Jenis Kelamin * Diagnosis
Crosstab
0 10 10
.2 9.8 10.0
.0% 20.4% 20.4%
1 38 39
.8 38.2 39.0
2.0% 77.6% 79.6%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Laki-laki
Perempuan Jenis Kelamin
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.262b 1 .609
.000 1 1.000
.462 1 .497
1.000 .796
.256 1 .613
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 20.
b.
Chi-Square Tests
7.316b 1 .007
1.354 1 .245
4.356 1 .037
.122 .122
7.167 1 .007
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 12.
(49)
Pendidikan * Diagnosis
Pekerjaan * Diagnosis
Crosstab
1 26 27
.6 26.4 27.0
2.0% 53.1% 55.1%
0 22 22
.4 21.6 22.0
.0% 44.9% 44.9%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak sekolah
Sekolah Pendidikan
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.832b 1 .362
.000 1 1.000
1.209 1 .272
1.000 .551
.815 1 .367
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 45.
b.
Crosstab
1 34 35
.7 34.3 35.0
2.0% 69.4% 71.4%
0 14 14
.3 13.7 14.0
.0% 28.6% 28.6%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Dalam gedung
Luar gedung Pekerjaan
Total
Tidak Y a
Diagnosis
(50)
46
Penghasilan * Diagnosis
Chi-Square Tests
.408b 1 .523
.000 1 1.000
.681 1 .409
1.000 .714
.400 1 .527
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 29.
b.
Crosstab
0 14 14
.3 13.7 14.0
.0% 28.6% 28.6%
1 34 35
.7 34.3 35.0
2.0% 69.4% 71.4%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total > 1 juta
< 1 juta Penghasilan
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.408b 1 .523
.000 1 1.000
.681 1 .409
1.000 .714
.400 1 .527
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 29.
(51)
Rokok * Diagnosis
DM*Diagnosis
Crosstab
1 43 44
.9 43.1 44.0
2.0% 87.8% 89.8%
0 5 5
.1 4.9 5.0
.0% 10.2% 10.2%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a Rokok
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.116b 1 .733
.000 1 1.000
.218 1 .641
1.000 .898
.114 1 .736
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
3 cells (75.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 10.
b.
Crosstab
1 47 48
1.0 47.0 48.0
2.0% 95.9% 98.0%
0 1 1
.0 1.0 1.0
.0% 2.0% 2.0%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a DM
Total
Tidak Y a
Diagnosis
(52)
48
Sayur/buah*Diagnosis
Chi-Square Tests
.021b 1 .884
.000 1 1.000
.042 1 .838
1.000 .980
.021 1 .885
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
3 cells (75.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 02.
b.
Crosstab
0 2 2
.0 2.0 2.0
.0% 4.1% 4.1%
1 46 47
1.0 46.0 47.0
2.0% 93.9% 95.9%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a Say ur/buah
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.043b 1 .835
.000 1 1.000
.084 1 .772
1.000 .959
.043 1 .837
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
3 cells (75.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 04.
(53)
Mata merah * Diagnosis
Trauma * Diagnosis
Crosstab
1 24 25
.5 24.5 25.0
2.0% 49.0% 51.0%
0 24 24
.5 23.5 24.0
.0% 49.0% 49.0%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak Ya Mata merah Total Tidak Ya Diagnosis Total Chi-Square Tests
.980b 1 .322
.000 1 1.000
1.366 1 .243
1.000 .510
.960 1 .327
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 49.
b.
Crosstab
0 32 32
.7 31.3 32.0
.0% 65.3% 65.3%
1 16 17
.3 16.7 17.0
2.0% 32.7% 34.7%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a Trauma
Total
Tidak Y a
Diagnosis
(54)
50
Obat steroid * Diagnosis
Chi-Square Tests
1.922b 1 .166
.106 1 .745
2.157 1 .142
.347 .347
1.882 1 .170
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 35.
b.
Crosstab
1 35 36
.7 35.3 36.0
2.0% 71.4% 73.5%
0 13 13
.3 12.7 13.0
.0% 26.5% 26.5%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a Obat steroid
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
.369b 1 .544
.000 1 1.000
.624 1 .430
1.000 .735
.361 1 .548
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 27.
(55)
Hipertensi * Diagnosis
BMI * Diagnosis
Crosstab
0 27 27
.6 26.4 27.0
.0% 55.1% 55.1%
1 21 22
.4 21.6 22.0
2.0% 42.9% 44.9%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a Hipertensi
Total
Tidak Y a
Diagnosis
Total
Chi-Square Tests
1.253b 1 .263
.011 1 .917
1.627 1 .202
.449 .449
1.227 1 .268
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 45.
b.
Crosstab
1 32 33
.7 32.3 33.0
2.0% 65.3% 67.3%
0 16 16
.3 15.7 16.0
.0% 32.7% 32.7%
1 48 49
1.0 48.0 49.0
2.0% 98.0% 100.0%
Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Count
Expected Count % of Total Tidak
Y a BMI
Total
Tidak Y a
Diagnosis
(56)
52
Chi-Square Tests
.495b 1 .482
.000 1 1.000
.801 1 .371
1.000 .673
.485 1 .486
49 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only f or a 2x2 table a.
2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is . 33.
(57)
(58)
Risk Factor of Cataract in Brajan Village Bantul District of
Yogyakarta
Faktor Risiko Kejadian Katarak di Desa Brajan Kabupaten
Bantul Yogyakarta
Ellaily Dwi Puspandari1, Imam Masduki2
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Bagian Mata FK UMY
ABSTRACT
Blindness is one of the biggest health problem in the world. One of the leading caused is cataract. Cataract is a multifactorial disease, which is modifiable and nonmodifiable risk factors. This study aimed to know risk factors associated with cataract in Brajan Village of Yogyakarta.
This study is cross-sectional approach implemented in Brajan village of Yogyakarta for one time. These samples included 49 respondent. Data collected from direct interview with respondent about cataract risk factors. Data were analyzed by descriptive, bivariate using chi-square test.
Chi-square statistic test result showed p value = 0,007 for age which means that there is a relation between age with cataract. While other variables showed p value > 0,05 for gender
(p=0,609), education (p=0,362), monthly income (p=0,523), workplace (p=0,523), smoking habit
(p=0,733), diabetes mellitus (p=0,884), fruits/vegetables consumption (p=0,835), corticosteroid use (p=0,544), eye blunt injury history (p=0,166), red eye history (p=0,322), hipertention (p=0,263) dan
BMI (p=0,482).Which means that is not associated with cataract.
In conclusion, risk factor associated with cataract is age. Keywords : cataract, risk factors
ABSTRAK
Kebutaan merupakan salah satu masalah kesehatan besar di dunia. Salah satu penyebabnya adalah katarak. Katarak merupakan penyakit multifaktorial, terdiri dari faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan tidak bisa dimodifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak di Desa Brajan, Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di desa Brajan Kota Yogyakarta dalam satu waktu. Sampel penelitian berjumlah 49 responden. Data penelitian diambil melalui wawancara langsung dengan para responden mengenai faktor risiko katarak. Data dianalisis secara deskriptif, bivariate dengan menggunakan uji Chi-square.
Dari hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,007 untuk variabel faktor usia yang berarti terdapat hubungan antara faktor usia dengan kejadian katarak. Sedangkan untuk variabel lain didapatkan nilai p > 0,05 untuk faktor jenis kelamin (p=0,609), tingkat pendidikan (p=0,362), penghasilan (p=0,523), lokasi bekerja (p=0,523), perilaku merokok (p=0,733), diabetes mellitus (p=0,884), konsumsi sayur dan buah (p=0,835), konsumsi kortikosteroid (p=0,544), riwayat trauma (p=0,166), riwayat mata merah (p=0,322), hipertensi (p=0,263) dan BMI (p=0,482). Sehingga dapat dikatakan faktor-faktor berikut tidak berhubungan dengan kejadian katarak.
Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian katarak adalah usia.
(59)
masalah kesehatan besar di dunia. Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 dari seluruh kasus kebutaan di dunia, 51% karena katarak atau terjadi pada sekitar 20 juta jiwa (WHO, 2010). Untuk DI Yogyakarta prevalensi katarak adalah sebesar 2,0% (Balitbang, 2013).
Sebuah studi mengatakan, katarak memiliki faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi, termasuk didalamnya adalah status pendidikan, kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, paparan sinar matahari, indeks massa tubuh, penggunaan obat steroid, asma,
Faktanya, studi yang dilakukan untuk meneliti faktor risiko katarak yang spesifik seperti nuclear, cortical, and posterior subcapsular opacity
kebanyakan telah dilakukan di negara barat (Rim et al., 2014).
Maka dari itu, diharapkan hasil dari penelitian ini nantinya dapat membantu masyarakat untuk lebih mengerti akan kondisi diri sendiri dalam upaya untuk pencegahan terjadinya katarak.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan jumlah sampel 49 responden yang diambil dari populasi masyarakat yang datang untuk melakukan pemeriksaan mata.
(60)
Dengan kriteria inklusinya adalah pasien yang melakukan pemeriksaan mata dan berusia ≥ 40 tahun. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah yang tidak bersedia menjadi respenden. Penelitian dimulai dengan meminta perijinan untuk melakukan penelitian terlebih dahulu, kemudian penelitian dilaksanakan, para
responden akan diperiksa keadaan matanya terlebih dahulu oleh dokter spesialis, lalu data akan diambil melalui wawancara langsung dengan para responden mengenai faktor risiko katarak. Setelah data terkumpul data diolah dengan menggunakan aplikasi spss melalui uji chi-square.
Hasil Penelitian
Tabel Karakteristik Responden
Variabel Kejadian Katarak
No. Karakteristik Umum Ya Tidak Total
P Value
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Usia 0,007
< 50 Tahun 5 10,2 1 2,0 6 12,2
>50 Tahun 43 87,8 0 0 43 87,8
2 Jenis Kelamin 0,609
Laki-laki 10 20,4 0 0 10 20,4
Perempuan 38 77,6 1 2,0 39 79,6
3 Pendidikan 0,362
Sekolah 22 44,9 0 0 22 44,9
Tidak Sekolah 26 53,1 1 2,0 27 55,1
4 Penghasilan 0,523
< 1 Juta Rupiah 34 69,4 1 2,0 35 71,4
> 1 Juta Rupiah 14 28,6 0 0 14 28,6
5 Lokasi Bekerja 0,523
(61)
2 Diabetes Mellitus 0,884
DM 1 2,0 0 0 1 2,0
Tidak DM 47 95,9 1 2,0 48 98,0
3 Konsumsi Sayur/Buah 0,835
Ya 46 93,9 1 2,0 47 95,9
Tidak 2 4,1 0 0 2 4,1
4 Riwayat Mata Merah 0,322
Ya 24 49,0 0 0 24 49,0
Tidak 24 49,0 1 2,0 25 51,0
5 Riwayat Trauma 0,166
Ya 16 32,7 1 2,0 17 34,7
Tidak 32 65,3 0 0 32 65,3
6 Konsumsi Kortikosteroid 0,544
Ya 13 26,5 0 0 13 26,5
Tidak 35 71,4 1 2,0 36 73,5
7 Hipertensi 0,263
Ya 21 42,9 1 2,0 22 44,9
Tidak 27 55,1 0 0 27 55,1
8 BMI 0,482
Obesitas 16 32,7 0 0 16 32,7
Tidak Obesitas 32 65,3 1 2,0 33 67,3
Pembahasan
Pada tabel hubungan usia dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,007. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara usia dengan penyakit katarak karena nilai p < 0,05.
Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Korea antara tahun 2008-2010 didapatkan bahwa terdapat empat
(62)
faktor yang bermakna secara statistik, yaitu usia, jenis kelamin, penghasilan perbulan dan tingkat pendidikanrim.
Hasil penelitian ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan di Poli Mata RSD dr. Soebandi Jember, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik penderita yang meliputi umur (p=0,049), jenis kelamin (p=0,021), riwayat penyakit keluarga (p=0,027) dan pekerjaan (p=0,040) terhadap kejadian katarak (Hanifah, 2010).
Pada tabel hubungan jenis kelamin dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,609. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, walaupun didapatkan hasil distribusi responden wanita yang menderita katarak 1,31 kali lebih besar dibanding laki-laki, namun secara statistik hal ini tidak bermakna (p=0,511). Sehingga disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan penyakit katarak (Arimbi, 2012).
Prevalensi katarak yang lebih tinggi pada wanita menjadi faktor banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menginvestigasi efek dari estrogen endogen dan eksogen. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami menarke lebih awal dan/atau menopause lebih lambat menunjukkan penurunan risiko katarak yang mengindikasikan bahwa
(63)
Pada tabel hubungan tingkat pendidikan dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,362. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Hasil ini tidak serupa dengan penelitian yang dilakukan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, dimana didapatkan hasil bahwa pekerjaan dengan OR=9.81 (95% CI: 1,85 – 52,02) dan tingkat pendidikan dengan OR=6,53 (95% CI: 1,42 – 29,92) merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya katarak. (Ulandari, 2014)
berhubungan secara signifikan terhadap katarak. Terdapat prevalensi yang tinggi pada subjek yang tidak bisa membaca dan menulis dibandingkan yang mendapatkan pendidikan ala barat. Semakin panjang waktu pendidikan yang didapat semakin rendah risiko katarak pada seseorang. Rendahnya pencapaian akademik dan edukasi peduli kesehatan yang buruk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap meningkatnya risiko katarak di bagian Utara Nigeria dibandingkan Barat Daya Nigeria. Oleh karena itu pemberian pendidikan bergaya barat dan pelayanan kesehatan mata yang optimal serta kepedulian terhadap
(64)
populasi sekitar dapat membantu menurunkan proporsi katarak di masyarakat (Echebiri et al., 2010).
Pada tabel hubungan penghasilan dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,523. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penghasilan dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hasil ini tidak serupa dengan penelitian sebelumnya, dimana didapatkan hasil bahwa katarak yang diderita oleh orang yang memiliki rata-rata penghasilan lebih rendah cenderung lebih parah, dengan nilai p=0,001 (Wesolosky & Rudnisky, 2013). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan kepada warga Malaysia dewasa yang tinggal di Singapura. Bahwa, tingkat pendidikan
yang rendah (OR 1,67 ; 95% CI, 1,06 – 2,64) dan pendapatan perbulan yang rendah (OR ; 1,43 ; 95% CI 1,09 – 1,87) berpengaruh terhadap terjadinya katarak tipe nuklear (Wu, et al., 2010).
Pada tabel hubungan lokasi pekerjaan dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,523. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lokasi pekerjaan dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Pada penelitian yang dilakukan di Myanmar, dari 2044 responden yang diperiksa setidaknya pada salah satu matanya, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara katarak dengan penggunaan sirih, usia, kebiasaan merokok atau lokasi bekerja di luar
(65)
responden yang diperiksa setidaknya pada salah satu matanya, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara katarak dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok atau lokasi bekerja di luar gedung (Athanasiov, et al., 2010).
Pada tabel hubungan perilaku merokok dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,733. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Hal ini tidak serupa dengan hasil meta-analisis dari total 13 prospektif kohort dan 8 studi case-control, bahwa terdapat hubungan
studi kohort (OR 1,41, 95% CI 1,23-1,62) dan studi case-control (OR 1,57, 85% CI 1,20 – 2,07). Walaupun dari hasil ini masih perlu penelitian lebih lanjut terutama mengenai mekanisme secara biologis (Ye, et al., 2012). Sedangkan penelitian lain menyebutkan perilaku merokok pada pasien dengan konsumsi 1-29 batang rokok perhari tidak berhubungan dengan risiko terjadinya age-related cataract (p>0,05), tetapi pasien yang konsumsi ≥ 30 batang rokok perhari memiliki peningkatan risiko terjadinya ARC dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok (OR=1,55, 95% CI ; 1,16-2,85, p=0,026) (Lu, et al.,
(66)
Pada tabel hubungan diabetes mellitus dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,884. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara diabetes mellitus dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Hasil ini tidak sejalan dengan hasil meta-analisis dari 8 studi yang melibatkan 20837 subjek dimana didapatkan hasil bahwa risiko katarak pada subjek dengan diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan subjek non-DM (OR=1,97, 95% CI: 1,45-2,67, p<0,001) (Li, et al., 2014). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan dengan 300 responden yang menderita diabetes mellitus didapatkan prevalensi katarak yang cukup tinggi (M, et al., 2011).
Pada tabel hubungan konsumsi sayur/buah dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,835. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi sayur/buah dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa antioksidan yang terdapat pada vitamin c dan e dapat menurunkan risiko munculnya katarak. Dimana sumber makanan untuk asupan vitamin ini terdapat dalam beberapa buah dan minyak sayur. Analisis terbaru yang dilakukan oleh Second National Health and Nutrition Examination Survey menemukan bahwa tinggi konsumsi vitamin c dapat menurunkan risiko terkena penyakit katarak (American Optometric Asssociation, 2015).
(67)
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat mata merah dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Hasil ini tidak sesuai dengan sumber yang mengatakan bahwa katarak merupakan komplikasi tersering dari uveitis yang berhubungan dengan inflamasi kronis dan penggunaan obat kortikosteroid. Kerusakan yang terjadi pada memran fiber lensa disebabkan oleh zat yang dihasilkan akibat inflamasi seperti fosfolipase A dan enzim lisosom lainnya (Zierhut et al., 2016).
Pada tabel hubungan riwayat trauma dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,166. Hasil tersebut
> 0,05.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Karawang pada 1223 petani, dimana didapatkan hasil persentase responden dengan katarak lebih tinggi pada responden yang pernah mengalami trauma akibat terpukul/terbentur benda dibanding yang tidak pernah mengalami trauma akibat terpukul/terbentur benda, namun secara statistik hal ini tidak mempunyai hubungan yang bermakna (Lusianawaty, 2010).
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara riwayat trauma mata dengan terjadinya
(68)
katarak dengan nilai p = 0,000. Jenis trauma yang paling sering menyebabkan katarak adalah cedera tumpul pada trauma mata akibat benturan, terkena objek yang beterbangan dan lain-lain (Hanok, et al., 2014).
Pada tabel hubungan riwayat konsumsi kortikosteroid dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,544. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat konsumsi kortikosteroid dengan penyakit katarak karena nilai p
> 0,05.
Hal ini sesuai dengan sumber sebelumnya yang menyebutkan bahwa penggunaan kortikosteroid kelas III dan IV secara topikal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko terjadinya glaukoma dan
katarak, sekalipun untuk penggunaan secara jangka panjang (Haeck, et al.,
2011).
Pada tabel hubungan hipertensi dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,263. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana didapatkan bahwa ternyata hipertensi meningkatkan risiko terjadinya katarak terutama katarak PSC melalui hasil studi kohort (RR 1,08; 95% CI: 1,05 – 1,12) dan case-control atau cross sectional (OR 1,28; 95% CI: 1,12-1,45) (Yu, et al., 2014).
Pada tabel hubungan BMI dengan katarak didapatkan hasil
(69)
katarak karena nilai p > 0,05.
Dari hasil metanalisis penelitian sebelumnya didapatkan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya katarak nuklear ( pooled RR, 1,12; 95% CI,1,02 – 1,25), katarak kortikal (
pooled RR, 1,34; 95% CI, 1,07 - 1,66), dan katarak PSC (pooled RR, 1,52; 95% CI, 1,31 – 1,77). Dimana ini berarti bahwa hubungan obesitas dengan katarak bermakna secara statistik (Pan & Lin, 2014).
Kesimpulan
1. Diantara 13 faktor risiko yang diteliti, hanya faktor usia yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak, dengan nilai
p < 0,05. Saran
dalam upaya menurunkan angka terjadinya katarak beserta komplikasi lainnya. 2. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai faktor risiko katarak dalam lingkup yang lebih luas dan jumlah responden penelitian yang lebih besar.
Daftar Pustaka
American Optometric Asssociation. (2015). Retrieved 2015, from Nutrition and Cataract: www.aoa.org
Arimbi, A. T. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif di RSUD Budhi Asih Tahun 2011. FKM UI.
Athanasiov , P. A., T, S., S, N. H., K, S. W., S, M. J., D, S., et al. (2008). Cataract in Rural Myanmar : Prevalence and Risk Factors From the Meiktila Eye Study. NCBI.
Athanasiov, P. A., Edussuriya, K., Senaratne, T., Sennanayake, S., Sullivan, T., Selva, D., et al. (2010). Cataract in Central Sri
(1)
Pada tabel hubungan riwayat mata merah dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,322. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat mata merah dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hasil ini tidak sesuai dengan sumber yang mengatakan bahwa katarak merupakan komplikasi tersering dari uveitis yang berhubungan dengan inflamasi kronis dan penggunaan obat kortikosteroid. Kerusakan yang terjadi pada memran fiber lensa disebabkan oleh zat yang dihasilkan akibat inflamasi seperti fosfolipase A dan enzim lisosom lainnya (Zierhut et al., 2016).
Pada tabel hubungan riwayat trauma dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,166. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat trauma dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Karawang pada 1223 petani, dimana didapatkan hasil persentase responden dengan katarak lebih tinggi pada responden yang pernah mengalami trauma akibat terpukul/terbentur benda dibanding yang tidak pernah mengalami trauma akibat terpukul/terbentur benda, namun secara statistik hal ini tidak mempunyai hubungan yang bermakna (Lusianawaty, 2010).
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara riwayat trauma mata dengan terjadinya
(2)
katarak dengan nilai p = 0,000. Jenis trauma yang paling sering menyebabkan katarak adalah cedera tumpul pada trauma mata akibat benturan, terkena objek yang beterbangan dan lain-lain (Hanok, et al., 2014).
Pada tabel hubungan riwayat konsumsi kortikosteroid dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,544. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat konsumsi kortikosteroid dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hal ini sesuai dengan sumber sebelumnya yang menyebutkan bahwa penggunaan kortikosteroid kelas III dan IV secara topikal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko terjadinya glaukoma dan
katarak, sekalipun untuk penggunaan secara jangka panjang (Haeck, et al., 2011).
Pada tabel hubungan hipertensi dengan katarak didapatkan hasil signifikansi 0,263. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana didapatkan bahwa ternyata hipertensi meningkatkan risiko terjadinya katarak terutama katarak PSC melalui hasil studi kohort (RR 1,08; 95% CI: 1,05 – 1,12) dan case-control atau cross sectional (OR 1,28; 95% CI: 1,12-1,45) (Yu, et al., 2014).
Pada tabel hubungan BMI dengan katarak didapatkan hasil
(3)
signifikansi 0,482. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara BMI dengan penyakit katarak karena nilai p > 0,05.
Dari hasil metanalisis penelitian sebelumnya didapatkan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya katarak nuklear ( pooled RR, 1,12; 95% CI,1,02 – 1,25), katarak kortikal ( pooled RR, 1,34; 95% CI, 1,07 - 1,66), dan katarak PSC (pooled RR, 1,52; 95% CI, 1,31 – 1,77). Dimana ini berarti bahwa hubungan obesitas dengan katarak bermakna secara statistik (Pan & Lin, 2014).
Kesimpulan
1. Diantara 13 faktor risiko yang diteliti, hanya faktor usia yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak, dengan nilai p < 0,05.
Saran
1. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk masyarakat dalam upaya menurunkan angka terjadinya katarak beserta komplikasi lainnya. 2. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai faktor risiko katarak dalam lingkup yang lebih luas dan jumlah responden penelitian yang lebih besar.
Daftar Pustaka
American Optometric Asssociation. (2015). Retrieved 2015, from Nutrition and Cataract: www.aoa.org
Arimbi, A. T. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif di RSUD Budhi Asih Tahun 2011. FKM UI.
Athanasiov , P. A., T, S., S, N. H., K, S. W., S, M. J., D, S., et al. (2008). Cataract in Rural Myanmar : Prevalence and Risk Factors From the Meiktila Eye Study. NCBI.
Athanasiov, P. A., Edussuriya, K., Senaratne, T., Sennanayake, S., Sullivan, T., Selva, D., et al. (2010). Cataract in Central Sri
(4)
Lanka : Prevalence and Risk Factors from the Kandy Eye Study. NCBI.
Balitbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Balitbang Depkes RI. Echebiri, S. I., Odeigah, P. G., &
Myers, S. N. (2010). Case-Control Studies and Risk Factors for Cataract in Two Population Studies in Nigeria. Middle East Africa Journal of Ophtalmology.
Haeck, I., Rouwen, T., Timmer, d., de, B.-W., & Brujinzeel, K.
(2011). Risk of Ocular Complication From Topical Corticosteroid. Medscape. Hanifah, R. N. (2010). Hubungan Karakteristik Penderita dan Faktor Pendukung Terhadap Kejadian Katarak Pada Penderita Katarak Senilis. Hanok, M. S., Ratag, B. T., & Tumbol,
R. A. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Li, L., Wan, X. H., & Zhao, G. H. (2014). Meta-Analysis of the Risk of Cataract in Type 2 Diabetes. Biomed Central Ophthalmology.
Lu, Z.-Q., Sun, W.-H., Yan, J., Jiang, T.-X., Zhai, S.-N., & Li, Y. (2012). Cigarette Smoking, Body Mass Index Associated with The Risk of Age-Related Cataract in Male Patients in Northeast China. International Journal of Ophtalmology. Lusianawaty, T. (2010). Hubungan
Antara Faktor Trauma Tumpul Pada Mata dengan Katarak Pada Petani di Empat Desa Kecamatan Teluk Jambe Barat Kabupaten Karawang . Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 3 Tahun 2010.
M, M. M., B, L. M., & NJ, M. A. (2011). Relationship Between Cataract an Metabolic
Syndrome among African Type 2 Diabetics. Journal of
Diabetes & Metabolism. M, Y., R, Z., C, L., B, L., Y, Q., J, Z.,
et al. (2014). Cataract Risk Factor Survey in Funing County of Jiangsu Province. Chinese Journal of
(5)
Pan, C., & Lin, Y. (2014). Overweight, Obesity, and Age Related Cataract : A Meta Analysis. NCBI.
Rim, T. H., Kim, M. H., Kim, T., Kim, T. I., & Kim, E. K. (2014). Cataract Subtype Risk Factor Identified from The Korea National Health and Nutrition Examination Survey 2008-2010. BMC Ophtalmology. Ulandari, N. T. (2014). Pengaruh
Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap Terjadinya Katarak Pada Pasien Yang Berobat di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Universitas Udayana, 41.
Wesolosky, J. D., & Rudnisky, C. J. (2013). Relationship Between Cataract Severity and
Socioeconomic Status. Canadian Journal of Ophtalmology.
WHO. (2010). Prevention of Blindness and Visual Impairment.
Wu, R., Wang, J. J., Mitchell, P., Lamoureux, E. E., Zheng, Y., Rochtchina, E., et al. (2010). Smoking, Socioeconomic, and Age-Related Cataract. The Singapore Malay Eye Study.
Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H., Shi, X., Zhang, H., et al. (2012). Smoking and Risk of Age-Related Cataract : A Meta-Analysis. Investigative Ophthalmology & Visual Science.
Zetterberg, M., & Celojevic, D. (2014). Gender and Cataract - The Role of Estrogen. Current Eye Research.
Zierhut, M., Pavesio, C., Ohno, S., Orefice, F., & Rao, N. A. (2016). Intraocular Inflammation. Springer.
(6)