PENGARUH IMBANGAN PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK N, P DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) DI TANAH REGOSOL

(1)

SKRIPSI

Oleh: Dita Jahidah 20120210124

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Dita Jahidah 20120210124

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

v

yang berjudul “Pengaruh Imbangan Pupuk Kandang Kelinci dan N, P Dan K Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di Tanah

Regosol’’ yang merupakan syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal, pelaksanaan hingga tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh sebab itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. Mulyono M.P., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunnya skripsi ini.

2. Ir. Titiek Widyastuti, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunnya skripsi ini.

3. Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P., selaku Penguji yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunnya skripsi ini.

4. Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P., selaku Kepala Prodi Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Bapak Sukir dan Bapak Yuli selaku laboran Agroteknologi UMY yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian.

7. Ibu Imas Mashudah dan Bapak Saefullah selaku orang tua saya yang telah memberikan segalanya baik itu doa, motivasi, dan dukungan finansial.

8. Kakak Ferry Yofhani, Mutia Rahmah dan adik saya Siti Dzakiya Zafira beserta keluarga tercinta lainnya yang selalu menjadi penyemangat saya dalam mengerjakan skripsi.


(6)

vi

balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar, baik bagi penulis maupun pembaca.

Yogyakarta, Januari 2017


(7)

vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) ... 5

B. Pupuk Kandang Kelinci ... 9

C. Pupuk N, P dan K ... 11

D. Tanah Regosol ... 13

E. Hipotesis ... 16

III. TATA CARA PENELITIAN ... 17

A. Tempat dan Waktu penelitian ... 17

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 17

C. Metode Penelitian... 17

D. Cara Penelitian ... 18

E. Parameter yang diamati ... 23

F. Analisis Data... 24

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Hasil Analisis Pendahuluan Kompos Kotoran Kelinci ... 25

B. Tinggi Tanaman ... 28

C. Jumlah Daun... 34

D. Bobot Segar Tanaman ... 39


(8)

(9)

ix

Tabel 3. Rerata Jumlah Daun ... 34

Tabel 4. Rerata Bobot Segar Tanaman ... 40

Tabel 5. Rerata Bobot Kering Tanaman ... 43

Tabel 7. Rerata Jumlah Buah ... 47


(10)

x

Cabai per tanaman ... 63

Lampiran 3. Perhitungan kandungan N, P dan K tanaman cabai per hektar ... 64

Lampiran 4. Perhitungan Dosis Pupuk Kandang Kelinci per tanaman ... 65

Lampiran 5. Perhitungan Dosis Imbangan Pupuk N, P dan K berdasarkan Kandungan NPK Pupuk Kandang Kelinci pada berbagai Dosis Pupuk Kandang Kelinci ... 66

Lampiran 6. Perhitungan kadar lengas tanah ... 69

Lampiran 7. Perhitungan berat tanah berdasarkan luas perakaran efektif dan kedalaman akar tanaman cabai... 70

Lampiran 8. Perhitungan berat tanah setara kering mutlak... 71

Lampiran 9. Perhitungan kebutuhan pupuk 1/3 dari dosis yang dianjurkan ... 72

Lampiran 10. Deskripsi varietas TM-999 ... 73

Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Segar Tanaman, Bobot Kering Tanaman ... 74

Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam Jumlah Buah dan Bobot Buah ... 75

Lampiran 13. Anova Regresi ... 76

Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian: Pengolahan Tanah, Hasil Kompos Kotoran Kelinci, Pemupukan Susulan, Penyemprotan Pestisida, Tanaman yang Terkena Penyakit dan Buah yang Terserang Hama ... 77

Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian: Tanaman 1 MST, Tanaman 3 MST, Panen Cabai Merah, Hail Panen Cabai Merah, Tanaman Cabai Perlakuan A, Tanaman Cabai Perlakuan B ... 78

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian: Tanaman Cabai Perlakuan C, Tanaman Cabai Perlakuan D, Tanaman Cabai Perlakuan E ... 79


(11)

TANAH REGOSOL Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Dita Jahidah 20120210124

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal 1 November 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Saljana Pertanian

a Anggota Penguji

Ir. Mulyono, M.P. II'. Bambang Heri Isnawan, M.P . NIP . 196006081 989031002 NIP:19650814199409133021 Pembimbing Pendamping

lr. Titiek idyastuti, M.S . NIP : 195805121986032001

Yogyakarta, lanuari 2017


(12)

E ll.

1U. -.J!?> ZfN Nセ 1.DAEF095541498

' OI,

ェH セjG iburupia

1. Ka rya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pemah diajukan untuk

l11endapatkan gelar akadel11ik, baik di Universitas Muhal11l11adiyah

Y ogyakarta maupun pergulUan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini l11urni gagasan, rul11usan dan penelitian saya sendiri, tanpa baotu an pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini l11urni gagasan, rul11usan dan penilaian saya setelah menda patkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya m enye tujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah lain oleh

Tim Pembimbing.

Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis alall d ipllblikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dican tumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang

dan d icantumkan dalam daftar pllstaka.

5. P ernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyi mpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh

karena karya tulis ini , serta sanksi lainnya yang sesuai dengan norma yang

:laku di perguruan tinggi ini.

Y ogyakarta, Januari 2017

Yang: membuat pertanyaan

)11i,'1 Gセ . .".= 11f" •. G セ@

- , .

Q

セ@

*:

..

Dita lahidah

20120210124


(13)

Muhammadiyah Yogyakarta from December 2015 to Mei 2016. The research aims to determine the effect as to as getting the balance rabbit manure and NPK fertilizer to the growth of chili on the regosol soil.

This study was conducted by the experiment in a polybag arranged in a Completely Randomized Design (CRD) with the pattern of single factor treatment consisted of 5 treatments, i. e. A) Fertilizer N, P and K (200 kg/ha of Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl); B) 1,5 ton/ha Rabbit Manure + Fertilizer N, P and K (160 kg/ha of Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl); C) 3 ton/ha Rabbit Manure + Fertilizer N, P and K /ha Rabbit Manure + Fertilizer N, P and K (74,5 kg/ha of Urea + 163.3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl); E) 6 ton/ha Manure Rabbit. Each treatment unit consisted of 3 replications, wich consisted of three units of plant samples for observation of vegetative growth and yield of red chili, therefore the total was 45 experimental units. The aspect of parameter observation was classified by plant height, plant fresh weight, dry weight of plants, fruit weight and number of pieces.

The result of this research showed that the balance of rabbit manure + fertilizer N, P and K effect significantly on the growth and yield of red chili on the regosol. Rabbit manure counterweight 3 tons / ha + fertilizer N, P and K is the most proper treatment regarding the growth of chili plants, namely the parameter number of leaves, plant fresh weight, dry weight and number of fruit crops. Rabbit manure balance of 3.98 tonnes / ha + fertilizer N, P and K is the best treatment on crop yields, namely red chilli fruit weight of 90.71 grams.


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional yang penanamannya dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai seperti industri bumbu masakan, makanan dan obat-obatan atau jamu (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012). Selain itu tanaman cabai ini memiliki beberapa manfaat kesehatan, salah satunya terdapat zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker (Sunaryono, 1996). Kebutuhan akan cabai merah tiap tahunnya semakin meningkat sehubungan dengan semakin beragam dan bervariasinya jenis masakan yang menggunakan bahan asal cabai (Santika, 2002).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2016), produksi cabai merah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Produksi cabai merah pada tahun 2012 mencapai 954,360 juta ton/tahun, meningkat di tahun 2013 menjadi 1,012,879 juta ton/tahun. Pada tahun 2014 mencapai 1,074,602 juta ton/tahun atau naik 61,73 ribu ton (6,09 %). Kebutuhan rumah tangga sebesar 0,38 juta ton terpenuhi, tetapi untuk non rumah tangga atau industri masih belum terpenuhi (Ariyanti, 2015). Produksi cabai merah tersebut tidak sebanding dengan tingginya konsumsi non rumah tangga terhadap komoditas tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, peningkatan produksi perlu dilakukan melalui budidaya cabai secara


(15)

intensif salah satunya yaitu dengan menggunakan pupuk organik sebagai pendukung budidaya cabai.

Dalam budidaya cabai, penggunaan pupuk anorganik secara terus- menerus akan menimbulkan dampak negatif baik terhadap produksi cabai maupun lingkungan. Nabila (2016) menyatakan bahwa pemakaian pupuk anorganik secara terus-menerus mengakibatkan kandungan unsur hara tanah semakin menurun sehingga berdampak pada produksi cabai. Untuk menanggulangi hal tersebut salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian pupuk berimbang. Pemberian pupuk berimbang merupakan pemberian pupuk organik dan anorganik yang seimbang. Sutedjo (1998) menyatakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi dampak negatif penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus adalah dengan pemberian pupuk berimbang.

Kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan kandungan proteinnya yang tinggi (Suradi, 2005). Peternakan kelinci dalam skala besar menimbulkan beberapa masalah antara lain dalam masalah penanganan limbah kandang, terutama feses (kotoran padat). Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik feses ataupun sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di areal peternakan kelinci. Upaya untuk mengatasi limbah ternak adalah dengan cara pengomposan yang digunakan pada tanaman.

Cabai merah dapat dibudidayakan pada berbagai jenis tanah, salah satunya tanah regosol. Secara spesifik ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah yaitu 3,72% (Hedisasrawan, 2013).


(16)

Tekstur tanah yang kasar menyebabkan regosol mempunyai gaya mengikat air dan unsur hara yang rendah, sehingga unsur hara mudah mengalami pelindian (leaching). Tanah regosol merupakan salah satu jenis tanah marginal di daerah beriklim tropika basah yang mempunyai produktivitas rendah tetapi masih dapat dikelola dan digunakan untuk usaha pertanian. Dengan pengelolaan yang tepat diharapkan tanah regosol ini dapat membantu produksi tanaman cabai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat tanah regosol adalah dengan penambahan bahan organik, salah satunya adalah pupuk kandang. Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat biologi tanah karena dapat meningkatkan populasi mikroorganisme dalam tanah serta dapat memperbaiki sifat fisika tanah yaitu struktur tanah menjadi lebih gembur dan juga memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Menurut Sutanto (2002), dengan pemupukan berimbang diharapkan akan dapat meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman.

Pengaruh imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K pada pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh imbangan pupuk kandang kelinci dan NPK pada pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh imbangan dosis pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah ?

2. Berapa imbangan dosis pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah ?


(17)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh imbangan pupuk kandang kelinci dan NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

2. Mendapatkan imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K yang terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah


(18)

5

kali dibudidayakan di Spanyol, kemudian menyebar sampai Asia dan Afrika. Tanaman ini merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Produksi cabai merah di Indonesia masih rendah, rata-rata nasional produksi cabai merah baru mencapai 6,7 ton/ha (Nani dan Agus, 2005)

Cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Selain itu kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Prajnanta, 2001). Kandungan Capsaicin yang membuat rasa pedas pada cabai juga memiliki efek anti penumbuhan kanker. Selain mengandung

Capsaicin, cabai pun mengandung minyak atsiri, yaitu capsicol. Cabai merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman cabai dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat dan cukup air. Tanaman cabai menghendaki pengairan yang baik. Tetapi apabila jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan kelembaban yang tinggi dan merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri.

1. Syarat tumbuh

Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-28o C. Pada


(19)

suhu tertentu seperti 15oC dan lebih dari 32oC akan menghasilkan buah cabai

yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya kurang dingin (Tjahjadi, 1991). Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0-1000 m dpl. Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut kemiringan lahan 0 sampai 10 derajat serta membutuhkan sinar matahari penuh dan tidak ternaungi. pH tanah yang optimal antara 5,5-7. Tanaman cabai menghendaki pengairan yang baik tetapi apabila jumlahnya berlebihan dapat menyebabkan kelembaban tinggi dan merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri. Jika kekurangan air pertumbuhan tanaman cabai akan kurus, kerdil, layu dan mati. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012).

2. Persiapan benih

Penggunaan benih yang bermutu baik menjadi kunci pertama keberhasilan penanaman cabai. Tanaman cabai yang dipilih harus berjenis murni dan sehat, bentuk buahnya sempurna, tidak cacat, serta bebas hama dan penyakit. (Santika, 2002). Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam air hangat (50o C) selama satu jam. Benih disebar secara merata pada bedengan

persemaian dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari screen/kasa/plastik transparan kemudian persemaian ditutup dengan screen untuk mengindari OPT. Setelah berumur


(20)

7-8 hari, bibit dipindahkan ke dalam bumbunan daun pisang/pot plastic dengan media yang sama (tanah dan pupuk kandang steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan setelah berumur 4-5 minggu (Nani dan Agus, 2005).

3. Penanaman

Bibit cabai dipersemaian yang telah berumur 7-15 hari atau telah memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan fungisida dan insektisida 1-3 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas, dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan langsung dimasukan pada lubang tanam (Dermawan dan Asep, 2010).

4. Pemupukan

Pemberian pupuk yang berimbang, yaitu 150-200 kg/ha Urea + 450-500 kg/ha ZA, 100-150 kg SP-36, 100-150 KCl,dan 20-30 ton pupuk kandang tiap hektar cukup memadai untuk mendapatkan hasil dan mutu cabai yang tinggi. Pupuk kandang dan pupuk SP-36 diberikan sekaligus sebelum tanam, sedangkan pupuk Urea + ZA dan pupuk KCl diberikan tiga kali, yaitu pada waktu tanam, pada umur 1 bulan, dan dua bulan setelah tanam (Santika, 2002). Untuk penanaman cabai pada lahan sawah di dataran rendah (jenis alluvial) pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) atau kompos (5-10 ton) dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar satu minggu sebelum tanam. Pupuk susulan terdiri dari urea (150-200 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha)


(21)

dan KCL 150-200 kg/ha) atau pupuk N, P dan K 16-16-16 (1 ton/ha), diberikan 3 kali pada umur 0, 1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing 1/3 dosis. (Nani dan Agus, 2005).

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan terdiri dari penyulaman, pemasangan ajir, penyiraman, pengaturan drainase, penyiangan, perempelan, penggemburan, dan pemupukan. Penyulaman dilakukan paling lambat 1-2 minggu setelah tanam untuk mengganti bibit yang mati atau sakit. Penggemburan tanah atau pendangiran dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua atau pemupukan susulan. Pemberian ajir dilakukan untuk menopang berdirinya tanaman. Tunas air yang tumbuh dibawah cabang utama sebaiknya dipangkas. (Wiwin dkk, 2007). Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu terutama pada fase vegetatif, frekuensi penyiraman 1-2 kali sehari terutama pada musim kemarau, pada fase pertumbuhan generatif (pembungaan dan pembuahan), pengairan dikurangi secara bertahap, jumlah maupun frekuensinya. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada pagi hari (Elvina H, 2013).

Salah satu faktor penghambat peningkatan produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit yang fatal. Strategi pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai dianjurkan dengan penerapan pengendalian secara terpadu. Jika serangan terjadi maka menurut prinsip PHT dimana penggunaan pestisida merupakan langkah terakhir. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012). Menurut (Dermawaan dan Asep, 2010), beberapa hama yang paling sering menyerang dan mengakibatkan kerugian yang besar


(22)

pada produksi cabai adalah hama Ulat Grayak, Kutu Daun, Lalat buah, dan Thrips.

Menurut (Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh jamur/cendawan ataupun bakteri. Setidaknya ada enam penyakit yaitu bercak daun, busuk Phytoptora, Antraksona/Patek, Layu Bakteri, Layu Fusarium dan rebah semai.

6. Panen

Umur panen cabai merah biasanya 70-90 hari tergantung varietasnya, yang ditandai dengan 60 % cabai sudah berwarna merah. Untuk dijadikan benih maka cabai dipanen bila buah sudah menjadi merah semua. Cabai yang sudah berwarna merah sebagian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Panen cabai yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 70-75 hari. Sedang di dataran tinggi panen bahmru dapat dimulai umur 4-5 bulan. Setelah panen pertama, setiap 3-4 hari sekali dilanjutkan dengan panen rutin.

B. Pupuk Kandang Kelinci

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari hewan yang diternakkan berupa kotoran dan sisa makanannya. Pupuk kandang dapat digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman dan juga untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi oleh pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume,


(23)

total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air (Ni Nyomam Ari, 2007 dalam Soepardi, 1983). Secara umum, kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah dari pada pupuk anorganik. Hara yang terkandung dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi/mineralisasi dari bahan-bahan tersebut.

Kotoran kelinci merupakan salah satu alternatif sebagai pupuk organik, Selain dari pada itu kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan karena kandungan proteinnya yang tinggi (18% dari berat kering) sehingga kotoran kelinci masih dapat diolah menjadi pakan ternak (Suradi, 2005). Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta melepasakan ion-ion dari logam dalam tanah sehingga dapat tersedia di dalam tanah dan diserap (Damanik dkk, 2010).

Kotoran kelinci memiliki kandungan nitrogen paling tinggi dibandikngkan kotoran ternak lainnya. Menurut Minnich (2005), nutrisi yang terkandung pada kotoran kelinci yang masih segar memiliki kadar N sebesar 2,4%, kadar P 1,4% dan kadar K 0,6%. Sedangkan kadar nitrogen kotoran ternak lain seperti kotoran sapi hanya sebesar 0,4%, kotoran kambing sebesar 0,6% dan kotoran ayam sebesar 1%. Sajimin dan Purwantari (2005), mengungkapkan bahwa kompos kotoran kelinci mengandung C sebesar 2,08%, N sebesar 2,62%, P sebesar 2,46%, dan K sebesar 1,86%. Menurut Diah dkk (2006), pupuk organik yang mempunyai


(24)

rasio C/N tinggi akan sulit dirombak, nilai rasio C/N yang ideal untuk pupuk organik adalah 10-20.

Menurut Susan Lusiana dalam Serikat Petani Indonesia mengungkapkan bahwa hasil penelitian Badan Penelitian Ternak (Balitnak) tahun 2005 menjelaskan bahwa kotoran dan urine kelinci memiliki kandungan unsur N, P, dan K yang lebih tinggi (2,72%, 1,1%, dan 0,5%) dibandingkan dengan kotoran dan urine ternak lainnya seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi dan ayam. Menurut Uden dan Van Soest (1982) dalam Farrell dan Raharjo (1984) bahwa sistem pencernaan pada kelinci mencerna serat kasar lebih rendah karena waktu transit yang cepat dalam saluran pencernaan. Kemudian komposisi kotoran kelinci lunak dan diselaputi mukosa yang mengandung bahan protein tinggi (28,5%) sedangkan pada kotoran kerasnya 9,2%. Knutson et al. (1977) mengemukakan bahwa tingginya protein ini disebabkan populasi mikroba dalam sekum yang sangat aktif dalam memanfaatkan nitrogen dari urea darah yang masuk sekum dan protein mikroba ini turut menyumbang tingginya kadar protein dalam kotoran.

C. Pupuk N, P dan K

Pupuk N, P dan K merupakan pupuk hasil industri atau hasil pabrik yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman dengan kadar yang tinggi. Pupuk N, P dan K termasuk pupuk majemuk, karena mengandung unsur N, kuantitas total yang dibutuhkan untuk produksi tanaman budidaya, nitrogen termasuk peringkat keempat dari 16 unsur esensial. Biomassa tanaman rata-rata mengandung nitrogen sebesar 1-2 dan mungkin sebesar 4 sampai 6%. Dan


(25)

kebutuhan N tanaman terlihat dalam penentuan pupuk N, karena tanaman adalah konsumen N utama dan mengasimilasi 30-70% dari pupuk yang diberikan (Engelstad, 1985).

1. Pupuk Urea CO(NH2)2 adalah pupuk yang mengandung 46%, sangat mudah

larut dalam air dan bereaksi cepat, juga mudah diubah menjadi ion ammonium (NH4+) yang dapat diserap oleh tanaman (Novizan, 2002). Pemupukan Urea

rentan kehilangan melalui pencucian, erosi dan penguapan. Dosis dan waktu pemberian yang tepat akan mampu menekan kehilangan N dan meningkatkan penyediaan untuk tanaman. Nitrogen tersedia akan berpengaruh pada produksi dan kualitas tanaman (Englelstad, 1985).

2. ZA merupakan jenis pupuk tunggal karena hara yang dikandung hanya satu, yaitu nitrogen (N) sehingga ZA tergolong dalam pupuk nitrogen. Bentuk senyawa N yang terkandung umumnya berupa nitrat, ammonium, amin dan sianida. Dalam pupuk ZA, senyawa berupa ammonium fosfat (NH4)3PO4).Pupuk ini dibuat dari gas aminiak dan asam belerang.

Persenyawaan kedua zat ini menghasilkan pupuk ZA dengan kandungan N sebanyak 20, 5-21% dengan angka kemurnian 97%. Sifat pupuk ini sedikit higroskopis atau menarik air, tetapi menarik uap air pada kelembaban 80% dan suhu 30oC. Komposisi unsur dalam pupuk ZA adalah; N (21%), S (24%)

(Salisbury dan Ross, 1995; Lingga dan Marsono, 2002).

3. Pupuk KCl adalah pupuk yang mengandung 45% K2O dan klor, bereaksi asam bersifat higroskopis, berbentuk butiran kecil-kecil dengan warna kemerah-merahan. Kalium berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi,


(26)

selain itu juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman yang kekurangan kalium menjadi mudah rebah dan muncul warna kuning di pinggir atau ujung daun yang sudah tua yang akhirnya mongering dan rontok. Pemberian pupuk kalium dalam jumlah banyak, sebaiknya diberikan dengan cara penyebaran (Novizan, 2002) 4. Pupuk SP-36 adalah pupuk yang mengandung 36% P alam bentuk P2O5.

Pupuk ini terbuat dari phosphate alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Pemupukan phosphor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Phospor merangsang pembentukan bunga, buah dan biji, bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi bernas. Tanaman yang kekurangan phosphor akan menunjukan gejala pertumbuhan yang lambat dan kerdil, pematangan buah terlambat dan biji berkembang tidak normal (Novizan, 2002).

D. Tanah Regosol

Tanah Regosol merupakan jenis tanah yang bertekstur ringan, serta tanahnya bersifat muda sehingga unsur hara yang ada belum tersedia bagi tanaman karena masih bentuk mineral primer. Regosol kurang menguntungkan Karena memiliki kandungan bahan organik rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah regosol memiliki tekstur tanah kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, umur tanah masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis. Jenis tanah ini mendukung kapasitas infiltrasi dengan kategori sedang tanpa ada struktir tanah, konsistensi lepas sampai


(27)

gembur dan keasaman tanah dengah pH sekitar 6-7. Butiran kasar berasal dari abu vulkanik maupaun dapat juga dari endapan pasir di pantai.

Tanah regosol berwarna kelabu, bertekstur kasar, struktur remah, konsistensi lepas sampai gembur, dan pH 6-7. Tanah ini mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Makin tua umur tanah maka struktur dan konsistensinya makin padat, bahkan sering membentuk padas dengan drainase dan porositas yang terhambat. Pada umumnya tanah ini belum membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi, miskin unsur hara, dan kadar lengas bahan organik rendah (Darmawijaya, 1990).

Struktur tanah merupakan sifat fisik yang penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung berupa perbaikan peredaran air, udara, aktifitas jasad hidup tanah, dan tersedianya unsur hara bagi tanaman. Struktur tanah Regosol yang belum mantap mengakibatkan rendahnya produktifitas tanah pertanian karena kurang tersedianya unsur-unsur yang dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman (Sarief, 1986).

Tanah regosol merupakan salah satu jenis tanah marjinal di daerah beriklim tropika basah yang mempunyai produktivitas rendah tetapi masih dapat dikelola dan digunakan untuk usaha pertanian. (Hakim et al., 1986). Regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami perkembangan yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A yang marginal. Contoh yang tergolong entisol adalah tanah yang berada di sekitar aliran sungai, kumpulan debu vulkanik, dan pasir. Umur yang masih


(28)

muda menjadikan entisol masih miskin sampah organik sehingga keadaanya kurang menguntungkan bagi sebagian tumbuhan.

Tanah regosol memiliki ciri berbutir kasar, belum menampakan adanya perlapisan horizontal, berbahan organik rendah dikarenakan umur yang masih muda sehingga bahan-bahan organik masih belum banyak menyatu, cukup mengandung P dan K tatapi kurang N, kemampuan menyerap air tinggi dan mudah tererosi. Bahan organik tanah regosol bergantung pada bahan induknya yaitu abu vulkan, mergel atau napal dan pasir pantai. Akan tetapi biasanya tanah regosol miskin hidrogen (Bale, 1996).

Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, danbuah-buahan yang tidak banyak membutuhkan air. Regosol banyak tersebar di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi (Hedisasrawan, 2013).

Perbaikan tanah regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai tingkat kesesuaian yang lebih baik untuk lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan tanah lebih lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah dan air yang lebih mantap. Salah satu upaya pengelolaan untuk peningkatan produktivitas sumberdaya lahan, perlu diberikan energi kepada lahan-lahan pertanian, antara lain dengan penambahan bahan ameliorant, bahan organik dan pemupukan. Pemberian dan


(29)

pengembalian limbah organik berupa kotoran ternak (pupuk kandang), bahan organik sisa panen maupun limbah hasil pertanian pada lahan-lahan pertanian, merupakan tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang diharapkan dapat mengurangi degradasi lahan, mendukung kemantapan peningkatan produktivitas lahan dan sistem pertanian akan terlanjutkan (Salikin, 2003).

E. Hipotesis

Diduga pemberian 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P, dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg/ha ZA + 178,3 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) akan memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.


(30)

17

di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih cabai merah varietas TM-999, tanah, pupuk kandang kelinci, pupuk Urea, ZA, KCl, SP-36, pestisida dan air. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah plastik polybag, gembor, sprayer, timbangan analitik, kertas label, ember plastik, bambu, penggaris, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan percobaan dalam polibag yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap (RAL) menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan. Adapun susunan perlakuan yaitu: (A) Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha SP-36 + 150

kg/ha KCl)

(B) 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl),

(C): 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl),

(D) 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5 kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)


(31)

(E) 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan, tiap ulangan terdiri atas 3 unit tanaman sampel untuk pengamatan pertumbuhan vegetatif dan hasil tanaman cabai merah, sehingga total keseluruhan adalah 45 unit percobaan.

D. Cara Penelitian 1. Persiapan media tanam

Tahap awal yang dilakukan adalah menyiapkan pupuk kandang kelinci. Pupuk kandang diperoleh dari peternak kelinci yang selanjutnya diuji kandungan bahan oganik, c/n Rasio, kadar C-organik, dan N Total di Laboratorium Ilmu Tanah dan Pupuk Fakultas Pertanian UMY. Tahap selanjutnya adalah persiapan media tanam menggunakan tanah regosol. Tanah regosol diambil dari tanah sedalam lapisan olah 20 cm, dibersihkan dari kotoran dan dikering anginkan selama ± 3 hari kemudian tanah disaring dengan ayakan ɸ 0,5 cm. Setelah tanah disaring kemudian dimasukkan kedalam polibag sebanyak 10 kg.

2. Pengukuran kadar lengas

a. Kadar lengas tanah kering udara

Pengukuran kadar lengas tanah dilakukan sebelum penanaman untuk mengetahui jumlah kandungan air pada tanah regosol. Berikut cara pengukuran kadar lengas tanah kering udara:

1) Menimbang botol kosong beserta tutupnya (misal berat botol = a gram) 2) Sampel tanah dimasukkan kedalam botol sebanyak setengah volume botol,


(32)

3) Botol yang berisi tanah dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050c -

1100c selama 4 jam dengan keadaan botol terbuka.

4) Botol berisi tanah dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menitkemudian dengan keadaan botol tertutup, kemudian botol ditimbang (misal botol berisi tanah setelah didinginkan = c gram).

5) Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan kadar lengas (lampiran 6) dengan rumus sebagai berikut

Kadar Lengas Tanah

Ket: a: Berat botol kosong+tutup

b: Berat botol+tanah kering udara (sebelum dioven) c: Berat botol setelah oven.

6) Setelah didapatkan kadar lengas tanah, kemudian dihitung berat tanah berdasarkan luas perakaran efektif dan kedalaman akar tanaman cabai merah (lampiran 7).

7) Setelah didapatkan berat tanah, kemudian dihitung berat tanah tersebut setara kering mutlak (lampiran 8) dengan rumus:

BT=

Ket: BT: berat tanah KL: kadar lengas

8) Dari hasil perhitungan, didapatkan berat tanah. Kemudian tanah ditimbang untuk diisi pada setiap polibag.


(33)

9) Menimbang kebutuhan pupuk kandang dan pupuk kimia sesuai dengan dosis pupuk yang ditetapkan. Kemudian mencampur antara tanah, pupuk kandang, dan pupuk SP-36 sesuai dosis perlakuan.

10)Media yang sudah dicampurkan dan dimasukan kedalam polybag iinkubasi selama 1 minggu.

b. Kadar lengas kapasitas lapang

Pengukuran kadar lengas kapasitas lapang dilakukan sebelum penanaman untuk mengetahui jumlah penyiraman. Penetapan kadar lengas kapasitas lapangan dilakukan menggunakan alat dan bahan berupa botol, timbangan analitik, oven, desikator, kain kassa, benang, gelas piala, sampel tanah dan air. Penetapan kadar lengas kapasitas lapangan dilakukan dengan cara berikut:

1) Sampel tanah dibungkus menggunakan kain kassa dan diikat rapat menggunakan benang.

2) Bungkusan sampel dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air selama ± 30 menit atau sampai tidak ada gelembung udara yang keluar dari bungkusan.

3) Bungkusan ditiriskan dengan cara digantung selama ± 24 jam.

4) Bungkusan tanah dibuka, sampel tanah diambil pada bagian tengahnya kemudian dimasukkan kedalam botol yang sebelumnya sudah ditimbang 5) (misal botol kosong = a gram) sebanyak separuh volume botol, selanjutnya


(34)

6) Botol yang berisi tanah dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050 c -

1100 c selama 4 jam dengan keadaan botol terbuka.

7) Botol berisi tanah dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit kemudian dengan keadaan botol tertutup, kemudian botol ditimbang (misal botol berisi tanah setelah didinginkan = c gram)

8) Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan kadar lengas kapasitas lapangan dengan rumus sebagai berikut :

Kadar lengas tanah kasitas lapangan :

3. Penyiapan bahan tanam

Bibit yang digunakan adalah varietas TM-999 yang berumur 3 minggu. Bibit dibeli dari tempat pembibitan Trubus Sleman.

4. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5 cm. Bibit cabai dipindahkan kedalam polibag yang telah diisi tanah, pada setiap polibag ditanam 1 bibit.

5. Pemeliharaan a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua hari sekali pada waktu pagi atau sore hari. Penyiraman dilakukan menggunakan gembor atau ember.

b. Pemupukan

Pemupukan dasar dilakukan seminggu sebelum tanam dengan perlakuan dosis pupuk kandang dan SP-36 sesuai dengan dosis perlakuan.


(35)

Pemupukan susulan diberikan tiga kali saat berumur 3, 6, dan 9 minggu setelah penanaman bibit dengan dosis masing-masing 1/3.

c. Perompelan tunas

Perompelan tunas dilakukan dengan membuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada ketiak yang berada dibawah cabang utama, dilakukan sejak umur 8-20 hari setelah tanam.

d. Pengendalian gulma

Cara untuk menanggulangi gulma adalah dengan melakukan penyiangan secara manual. Gulma yang tumbuh disekitar tanaman dcabut beserta akarnya agar tidak tumbuh kembali.

e. Pemasangan ajir

Pemasangan ajir bertujuan untuk menopang tanaman sewaktu berbuah lebat, dibuat dari bambu berukuran panjang 125 cm dan lebar 5 cm. Ajir dipasang sekitar 8 cm, dari pangkal batang dan ditancapkan ke tanah sedalam 15-20 cm agar posisinya kuat. Pemasangan dilakukan setelah tanaman berumur 1 bulan.

f. Pengendalian hama dan penyakit.

Pengendalian hama dan penyakit cabai dapat dilakukan dengan memberikan pestisida. Pada hama kutu ditandai dengan pucuk daun mengeriting dan belalang ditandai rusaknya daun dan batang diberikan insektisida dengan merek dagang Regent 50 SC. Penyemprotan dilakukan setiap 1 minggu sekali, atau 2-3 hari sekali jika intensitas serangan tinggi.


(36)

g. Panen

Pemanenan dilakukan pada tanaman berumur 90 hari setelah tanam yang ditandai dengan 60% cabai sudah berwarna merah. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari yaitu dengan cara memetik buah bersama tangkainya secara hati-hati.

E. Parameter yang diamati 1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai minggu kesepuluh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun (helai)

Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai minggu keenam setelah tanam. 3. Bobot segar tanaman (gram)

Bobot segar tanaman diukur setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara membongkar tanaman dari dalam polibag kemudian dibersihkan tanah yang masih menempel di akar dan ditimbang. Setelah sampel tanaman dibersihkan baru dilakukan penimbangan.

4. Bobot kering tanaman (gram)

Bobot kering tanaman diukur setelah panen dengan cara mengambil tanaman yang telah ditimbang bobot segarnya kemudian dijemur pada terik sinarmatahari hingga kering, kemudian tanaman sampel dibungkus dengan


(37)

kertas dan dioven dengan suhu 800 C selama 48 jam hingga tercapai berat

konstan.

5. Jumlah buah (buah)

Perhitungan jumlah buah per tanaman dilakukan setelah panen pada masing-masing ulangan dan dilakukan pada panen pertama sampai dengan panen kesepuluh.

6. Bobot buah (gram)

Pengukuran berat segar buah dilakukan dengan menimbang hasil panen dari masing-masing ulangan sampai masa panen kesepuluh

F. Analisis Data

Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan Sidik Ragam (Analysis of Variance) dengan taraf α 5%. Apabila ada beda nyata antar perlakuan yang dicobakan maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%.


(38)

25

kompos dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah. Tabel 1. Hasil Analisis Kompos Kotoran Kelinci

Parameter Kotoran Kelinci Setelah dikomposkan

SNI Kompos

Keterangan

Kadar air (%) 17,89 % <50 Sesuai Kadar C-Organik 23,43 % 9,8-32 % Sesuai Bahan Organik (%) 40,39 % 27-58 Sesuai N Total (%) 1,32 % < 6 % Sesuai

C/N Rasio 17,74 ≤ 20 Sesuai

Sumber: Data Primer, 2016

Hasil analisis kompos kelinci menunjukan bahwa semua kandungan kadar air, kadar C-Organik, bahan organik, N-Total dan C/N Rasio sudah sesuai dengan standar SNI kompos.

1. Kadar C-Organik

C-Organik merupakan salah satu komponen bahan organik yang menjadi penyusun sebagian besar bahan organik. C-Organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah yang mempengaruhi karakteristik agregat dan air tanah juga berhubungan dengan aktivitas enzim tanah. Kandungan C-organik merupakan unsur bagi pupuk organik, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah yang pada umumnya sudah sangat rendah yaitu 2%. Standar kandungan C menurut SNI kompos adalah 9,8%-32% (Wahyono, 2011). Hasil analisis kandungan bahan C-Organik pada kompos kotoran kelinci sudah cukup sesuai dengan standar SNI yang disajikan dalam


(39)

Tabel 1. Menurut Mirwan (2015) C-Organik merupakan indikator telah terjadinya proses dekomposisi dalam pengomposan dan kematangan kompos. Dalam proses dekomposisi, karbon digunakan sebagai sumber energi untuk menyusun bahan selulae sel-sel mikrobia denganmembebaskan CO2 dan bahan

lain yang menguap. Bila jumlah C-Organik dalam tanah dapat diketahui maka kandungan bahan organik tanah juga dapat dihitung.

2. Bahan organik

Bahan orgnaik yaitu kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi termasuk mikrobia heterotrofik dan autotrofik yang terlibat. Hasil analisis kandungan bahan organik pada kompos kotoran kelinci sudah sesuai dengan standar SNI yang disajikan dalam tabel 1. Bahan organik bertindak sebagai filter yang merupakan bunga karang penyimpan air dalam hal ini dapat mempertinggi peresapan air ke dalam tanah dan mengurangi run-off (aliran permukaan) Dengan kandungan bahan organik lebih tinggi maka kemampuan tanah dalam menahan air juga meningkat sehingga kadar lengas tanah meningkat. Sarief (1986) menyatakan bahwa bahan organik tanah dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki hara tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Fathan dan Raharjo (1998) menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk menambah ketersediaan unsur hara nitrogen dalam tanah. Pemberian pupuk kandang juga menyebabkan


(40)

distribusi pori lebih baik dan terjadi peningkatan kandungan pori drainase dan pori penyimpan air.

3. N-Total

Hasil analisis kompos kotoran kelinci menghasilkan N-Total sebesar 1,32% sesuai dengan standar SNI untuk kompos. Sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik. Secara relatif hanya sebagian kecil dari nitrogen tanah terdapat dalam bentuk amonium dan nitrat yang merupakan bentuk nitrogen yang tersedia bagi tanaman.

4. Rasio C/N

Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20) (Diah dkk, 2012). Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar.

Hasil analisis C/N rasio kompos kotoran kelinci sudah sesuai dengan standar kompos SNI yaitu 17,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses perombakan bahan organik berlangsung cepat dan telah terjadi proses mineralisasi unsur hara yang bermanfaat untuk kesuburan tanah. Rasio C/N


(41)

yang terlalu tinggi akan memperlambat proses pembusukan, sebaliknya jika terlalu rendah walaupun awalnya proses pembusukan berjalan cepat, tetapi akhirnya melambat karena kekurangan C sebagai sumber energi bagi mikroorganisme (Pandebesie dan Rayuanti, 2012).

5. Kadar air

Kadar air merupakan presentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berdasarkan berat kering (Widarti dkk, 2015). Hasil analisis kompos dalam Tabel 1 menunjukan bahwa kadar air kompos sudah sesuai dengan standar SNI kompos yaitu 17,89. Kadar air akan sangat berpengaruh dalam mempercepat terjadinya perubahan dan penguraian bahan-bahan organik yang digunakan dalam pembuatan kompos.

B. Tinggi Tanaman

Tanaman setiap waktu mengalami pertumbuhan yang menunjukkan telah terjadi pembelahan sel, pembesaran sel, dan diferensiasi sel. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar tanaman itu sendiri. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman diantaranya adalah ketersediaan air, unsur hara, iklim dan adanya hama dan penyakit (Gardner et al., 1991). Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan vegetatif yang diukur dari pangkal batang sampai dengan ujung daun tertinggi. Hasil sidik ragam taraf α 5 % terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil tinggi tanaman disajikan dalam tabel 2.


(42)

Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman Cabai Merah Perlakuan

Tinggi

Tanaman (cm) A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150

kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl)

B. 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl)

C. 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) D. 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5 kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)

E. 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

68,39 a 78, 82 a

79,57 a 76,54 a

66,13 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji F taraf α 5 %.

Berdasarkan Tabel 2 tinggi tanaman umur 10 minggu setelah tanam memberikan pengaruh yang sama antar perlakuan. Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K memberikan respon yang sama dengan kontrol dan perlakuan tanpa pupuk N, P dan K. Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci yang dikombinasikan dengan pupuk N, P dan K pada berbagai perlakuan mampu mendukung pertumbuhan tinggi tanaman cabai. Hal tersebut didukung oleh analisis kompos kotoran kelinci dengan parameter kadar air, kadar C-Organik, bahan organik, N-Total dan C/N Rasio yang telah sesuai dengan standar SNI kompos. Hasil C/N rasio kotoran kelinci setelah dikomposkan sebesar 17,74 sesuai dengan standar kompos SNI. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20) (Diah dkk, 2012). Maka dengan nilai C/N rasio tersebut proses dekomposisi bahan organik akan berjalan sangat cepat sehingga unsur-unsur hara banyak tersedia bagi tanaman. Selain itu bahan organik dalam kompos kotoran kelinci tersebut


(43)

sebesar 40,39% yang mana sudah sesuai dengan standar SNI kompos sehingga dengan kandungan bahan organik tersebut dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki hara tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Menurut Soewandita (2003), bahwa meningkatnya ketersediaan hara dalam tanah akibat penambahan pupuk organik dan anorganik akan merangsang pada pertumbuhan vegetatif menjadi lebih baik. Didukung oleh pernyataan Lingga dan Marsono (2003), bahwa pupuk organik dan anorganik dapat menambah unsur hara dalam tanah yang akan meningkatkan pertumbuhan tanaman secara optimal.

Pada masa vegetatif, tanaman cabai membutuhkan asupan unsur hara makro yang cukup. Unsur hara makro N, P, dan K merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Namun, proporsi banyak sedikitnya unsur hara itu sendiri bergantung pada jenis tanamannya karena setiap tanaman memiliki kebutuhan hara yang berbeda-beda. Unsur nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang paling berperan penting dalam pertumbuhan tinggi tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebagaimana pernyataan Novizan (2002), bahwa nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun.

Beberapa ahli diantaranya Tisdale dan Nelson (1975) mengatakan bahwa ketersediaan hara N dalam tanah akan meningkatkan N yang diserap tanaman terutama dimanfaatkan untuk mengisi sel, mengingat unsur N berperan dalam menyusun makromolekul sel maupun unit-unit penyusunnya seperti asam amino,


(44)

protein, enzim dan dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Siska (2000) dalam Mardianto (2014), pemberian pupuk organik yang mengandung unsur N akan mendorong dan mempercepat pertumbuhan dan pertambahan tinggi tananam.

Unsur hara makro N, P, dan K termasuk unsur hara yang bersifat mobil yang mana suatu unsur hara yang dapat berpindah dari tempat dimana unsur terakumulasi banyak menuju tempat yang membutuhkan unsur hara tersebut (Mila, 2016). Unsur nitrogen merupakan unsur yang paling banyak hilang dalam tanah seperti kehilangan nitrat karena pencucian, denitrifikasi dan kehilangan nitrogen sebagai N2, kehilangan ammonia karena penguapan (valatilisasi) Foth

dalam Handiri, 2010). Oleh karena itu untuk mempertahankan ketersediaan nitrogen dalam tanah adalah dengan pemberian bahan organik dalam imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K.

Handiri (2010) menyatakan bahwa bahan organik mampu meningkatkan produktivitas tanah melalui mineralisasi zat-zat hara, mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi, daya ikat air yang tinggi dan mampu meningkatkan sifat fisik tanah. Didukung pernyataan Sarwono (1995), bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation menjadi tinggi sehingga menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara. Berdasarkan hal tersebut, imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K di dalam tanah terjadi proses saling melengkapi dimana jika hara dalam pupuk N, P dan K kurang tersedia maka dapat dilengkapi oleh unsur hara dalam pupuk kandang.


(45)

Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K, selain dapat memberikan tambahan unsur hara yang kurang tersedia dalam pupuk N, P dan K juga dapat meningkatkan produktivitas tanah. Rachim dan Suwardi (1999) menyatakan bahwa tanah regosol tergolong jenis tanah Entisol, dimana pada tanah yang tua sudah mulai terbentuk horizon Al lemah berwarna kelabu dengan tekstur tanah yang kasar dan belum membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi. Didukung oleh pernyataan Sarwono (1995) bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil dari pada tanah bertekstur halus. Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa bahan organik meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, berfungsi sebagai cadangan sekaligus sumber hara makro dan mikro, mengikat kation yang mudah tersedia bagi tanaman tetapi menahan kehilangan akibat pencucian. Laju pertumbuhan tinggi tanaman cabai disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Cabai Merah

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A. Pupuk N, P dan K

B. 1,5 ton/ha pkk+pupuk N, P dan K C. 3 ton/ha pkk+pupuk N, P dan K D. 4,5 ton/ha pkk+pupuk N, P dan K

Umur Tanaman (minggu)

TI ing g i Tanam an (c m )


(46)

Pada Gambar 1 menunjukan akumulasi dari laju pertumbuhan tinggi tanaman selama 10 minggu. Tinggi tanaman cabai merah terus mengalami kenaikan setiap minggunya. Perlakuan C (3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl)) mengalami laju pertumbuhan yang paling tinggi pada umur 3-10 minggu setelah tanam dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan tersebut tanaman cabai dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan dimana ketersediaan hara makro dalam pupuk kandang dan pupuk N, P dan K di dalam tanah terjadi proses saling melengkapi dimana ketika hara dalam pupuk N, P dan K mudah hilang, maka hara yang berasal dari bahan organik berupa pupuk kandang kelinci tersebut dapat memberikan kontribusi penyediaan hara dalam tanah dan juga dapat memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah sehingga pertumbuhan pada tanaman khususnya tinggi tanaman mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih cepat. Memasuki minggu ke 4 setelah tanam pertumbuhan mengalami kenaikan yang sangat cepat. Hal ini dikarenakan pada umur 30-40 hari setelah tanam, tanaman cabai memasuki fase pertumbuhan vegetatif yang dicirikan dengan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Memasuki minggu ke-7 atau pada 45-60 hari setelah tanam, tanaman cabai memasuki fase berbunga dan pada minggu ke-10 hari setelah tanam, tanaman cabai mengalami pertumbuhan yang optimal. Hal terebut dikarenakan pada umur 30-90 hari setelah tanam, tanaman cabai memasuki fase berbuah yang dicirikan dengan tumbuhnya buah cabai.


(47)

C. Jumlah Daun

Daun merupakan salah satu organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesis. Daun sangat berhubungan dengan aktivitas fotosintesis, karena mengandung klorofil yang diperlukan oleh tanaman dalam proses fotosintesis, semakin banyak jumlah daun maka hasil fotosintesis semakin tinggi, sehingga tanaman tumbuh dengan baik (Ekawati, dkk 2006). Jumlah daun akan mempengaruhi fotosintat yang dihasilkan pada proses fotosintesis. Hasil sidik ragam taraf α 5% terhadap jumlah daun menunjukan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan terhadap jumlah daun disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Rerata Jumlah Daun

Perlakuan

Jumlah daun (helai) A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha

SP-36 + 150 kg/ha KCl)

B. 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl)

C. 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) D. 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5

kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)

E. 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

49,46 b 55,80 ab

59,56 a 59,24 a

40,80 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada tiap kolom

menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan rerata jumlah daun pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan C (3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K) dan D (4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K) memberikan pengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (Pupuk N, P dan K (200 kg/ha


(48)

Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl)) dan E (6 ton/ha pupuk kandang kelinci). Perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K dengan dosis 1,5 ton/ha + pupuk N, P dan K 75% memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan tersebut mampu mengurangi penggunan pupuk N, P dan K sebanyak 25%. Sedangkan perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dengan peningkatan dosis 3 ton/ha dan 4,5 ton/ha menghasilkan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk kandang kelinci dengan dosis tersebut mampu mengurangi penggunaan NPK 50-75%.

Perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci yang dikombinasikan dengan pupuk N, P dan K mampu menghasilkan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut didukung oleh analisis kompos kotoran kelinci dengan parameter kadar air, kadar C-Organik, bahan organik, N-Total dan C/N Rasio yang telah sesuai dengan standar SNI kompos. Hasil C/N rasio kotoran kelinci setelah dikomposkan sebesar 17,74 sesuai dengan standar kompos SNI. Dengan nilai C/N rasio tersebut proses mineralisasi akan berjalan sangat cepat sehingga unsur-unsur hara banyak tersedia bagi tanaman. Selain itu bahan organik dalam kompos kotoran kelinci tersebut sebesar 40,39% yang mana sudah sesuai dengan standar SNI kompos sehingga dengan kandungan bahan organik tersebut dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki hara tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme.


(49)

Perlakuan C dan D menghasilkan jumlah daun paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan A dan E dikarenakan unsur hara yang tersedia dalam pupuk kandang dapat memberikan tambahan unsur hara untuk tanaman cabai dan juga dapat meningkatkan kemampuan tanah regosol dalam mengikat air dan unsur hara, karena seperti yang sudah diketahui bahwa tanah regosol memiliki tingkat porositas yang tinggi sehingga sukar mengikat air dan pupuk akan mudah terlindi sebelum diserap oleh tanaman. Oleh karena itu unsur hara yang terdapat pada perlakuan imbangan mampu diserap dengan baik oleh tanaman cabai sehingga menghasilkan jumlah daun yang lebih baik. Menurut Sarwono (1995) bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil dari pada tanah bertekstur halus.

Pertumbuhan daun merupakan bagian dari pertumbuhan vegetatif yang mana unsur hara yang paling banyak berperan adalah nitrogen. Menurut Wijaya (2008), nitrogen mendorong pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis, yaitu daun. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa pemupukan nitrogen mempengaruhi peningkatan laju fotosintesis, konduktivitas stomata terhadap CO2, dan laju respirasi. Nitrogen merupakan salah satu

komponen utama penyusun klorofil daun yaitu sekitar 60% dan berperan sebagai enzim, asam nukleat, dan klorofil. Didukung oleh Fathan dkk (1998) bahwa unsur nitrogen dalam tubuh tanaman dijumpai dalam bentuk anorganik yang bergabung dengan unsur C, H, dan O membentuk asam amino, enzim, asam nukleat, dan klorofil sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis dan menghasilkan asimilat


(50)

lebih banyak. Pemberian unsur hara K pada tanaman cabai menyebabkan proses membuka dan menutup stomata daun akan berjalan optimal karena proses tersebut dikendalikan oleh konsentrasi K dalam sel yang terdapat disekitar stomata.

Unsur K berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, membuka menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel (Dikdik T, 2014). Selain itu jika dilihat dari parameter tinggi tanaman, perlakuan C juga memberikan nilai terbaik pada tinggi tanaman sehingga jika tinggi tanamannya lebih tinggi maka jumlah daun yang keluar juga banyak. Pernyataan ini didukung oleh Sintia, (2011) bahwa jika tanaman mempunyai ukuran batang yang panjang maka jumlah daun tanaman itu juga lebih banyak yang akan berkaitan dengan proses asimilasi tanaman.

Perlakuan A dan E menghasilkan jumlah daun paling rendah dibandingkan dengan perlakuan imbangan, hal tersebut dikarenakan pada perlakuan A unsur hara yang terdapat pada pupuk N, P dan K tersebut cepat tersedia tetapi cepat terlepas karena tekstur tanah regosol yang kasar menyebabkan unsur hara mudah terlindi. Sedangkan perlakuan E dikarenakan pada awal fase pertumbuhan tanaman cabai membutuhkan unsur hara yang cukup, sedangkan ketersediaan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang masih belum cukup tersedia karena membutuhkan proses pelepasan hara yang lebih lama. Ketersediaan unsur hara dalam pupuk kandang yang relatif kecil dan pelepasan hara yang bersifat lambat mengakibatkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak langsung tersedia meskipun bahan organik diberikan dalam jumlah yang besar. Penambahan bahan


(51)

organik kedalam tanah lebih kuat pengaruhnya ke arah perbaikan sifat-sifat tanah dan bukan khususnya untuk meningkatkan unsur hara di dalam tanah tetapi bahan organik memberikan kontribusi penyediaan hara dalam tanah jangka panjang karena sifatnya yang lambat tersedia (Winarso, 2005). Ketersediaan unsur hara dalam pupuk kandang yang relatif kecil menyebabkan tanaman kekurangan unsur hara makro N, P dan K sehingga perlakuan 6 ton/ha pupuk kandang kelinci menghasilkan jumlah daun yang paling sedikit. Rendahnya jumlah daun tersebut disebabkan karena kekurangan unsur hara nitrogen dimana pada fase pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan daun sangat membutuhkan unsur nitrogen. Marschner (1986) menyatakan bahwa kekurangan unsur hara nitrogen mengakibatkan terhambatnya pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang dan akar.

Pertumbuhan jumlah daun disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Petumbuhan Jumlah Daun Tanaman Cabai

0 20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3 4 5 6

A. Pupuk N, P dan K

B. 1,5 ton/ha pkk+pupuk N, P dan K

C. 3 ton/ha pkk+ pupuk N, P dan K

D. 4,5 ton/ha pkk+pupuk N, P dan K

E. 6 ton/ha pkk

Juml

ah

Da

un (h

elai)


(52)

Pada Gambar 2 terlihat pertumbuhan jumlah daun tanaman cabai merah yang diukur selama 1 minggu sekali setelah tanam. Pertumbuhan jumlah daun minggu ke-1 sampai minggu ke-3 memiliki jumlah daun yang relatif sama. Pada minggu ke-4 setelah tanam terjadi peningkatan jumlah daun yang banyak. Hal tersebut dikarenakan tanaman cabai merah berada pada fase vegetatif sehingga akan mengalami penambahan jumlah daun. Penambahan jumlah daun paling tinggi pada perlakuan B dan D yakni pada 4 minggu setelah tanam. Hal tersebut dikarenakan suplai hara tercukupi setelah dilakukan pemupukan susulan 3 minggu setelah tanam. Peningkatan jumlah daun disebabkan karena pembentukan daun dipengaruhi oleh penyerapan dan ketersediaan unsur hara, terutama unsur hara makro.

D. Bobot Segar Tanaman

Bobot segar tanaman merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman. Bobot segar tanaman dihitung pada saat akhir penelitian dengan cara ditimbang secara langsung sebelum kadar air dalam tanaman berkurang. Bobot segar ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar nutrisi dan air yang dapat diserap tanaman (Lakitan, 2008). Hasil sidik ragam taraf α 5 % terhadap bobot segar menunjukan bahwa semua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5 % terhadap bobot segar disajikan dalam tabel 4.


(53)

Tabel 4. Rerata Bobot Segar Tanaman

Perlakuan Bobot Segar

(gram) A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150

kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl)

B. 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl)

C. 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) D. 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5

kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)

E. 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

49,64 b 65,86 ab

76,11 a 64,00 ab

23,86 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan rerata bobot segar tanaman pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan C (3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl)) memberikan pengaruh yang nyata lebih berat dibandingkan dengan perlakuan A (Pupuk N, P dan K) dan E (6 ton/ha pupuk kandang kelinci). Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol terhadap bobot segar tanaman. Imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K perlakuan B dan D memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan tersebut mampu mengurangi penggunan pupuk N, P dan K sebanyak 25-75%. Sedangkan perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dengan dosis 3 ton/ha menghasilkan bobot segar yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan dosis imbangan tersebut mampu mengurangi penggunaan NPK 50%.


(54)

Perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci yang dikombinasikan dengan pupuk N, P dan K mampu menghasilkan bobot segar yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tingginya bobot segar tanaman perlakuan C (3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl)) dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanaman tersebut. Tanaman dengan perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K mampu menyerap unsur hara lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kontrol sehingga menghasilkan bobot segar lebih baik. Hai ini dikarenakan pemberian imbangan dosis pupuk kandang kelinci tersebut mampu menahan air dan hara di zona perakaran tanaman cabai sehingga hara makro yang dibutuhkan tanaman cabai untuk pembelahan sel menjadi tersedia dan dapat digunakan tanaman sesuai dengan kebutuhannya sehingga menghasilkan bobot segar yang lebih tinggi. Menurut Benyamin Lakitan (2001) berat segar tanaman terdiri dari 80-90% adalah air dan sisanya adalah berat kering. Kemampuan tanaman dalam menyerap air terletak pada akarnya. Kondisi akar yang baik akan mendukung penyerapan air yang optimal.

Unsur K berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara dari tanah oleh tanaman, dan membantu transportasi hasil asimilasi dari daun ke jaringan tanaman (Rina, 2015). Peningkatan jumlah nitrogen dan fosfat dalam tanah menghasilkan protein dalam jumlah banyak pada tanaman, sehingga meningkatkan pertumbuhan jaringan tanaman dan berat segar juga meningkat (Sumarno 1986 ; Sutarto et al. 1988). Berdasarkan hal tersebut, unsur hara N dan K dapat tersedia dengan cukup dan diserap secara maksimal oleh tanaman maka


(55)

hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan hijau akan ditranslokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan, cadangan makanan dan pengolahan sel sehingga bobot segar memberikan hasil yang terbaik.

Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K memberikan pengaruh yang lebih baik pada bobot segar tanaman. Selain dapat memberikan tambahan unsur hara pada tanaman cabai, perlakuan imbangan tersebut berperan baik pada fisik, kimia dan biologi tanah. Ketersediaan hara dalam pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K dapat saling melengkapi kebutuhan hara tanaman cabai, ketika unsur hara dalam NPK mudah terlindi maka dengan penambahan bahan organik mampu menahan unsur hara dalam NPK yang mudah terlindi. Kemampuan tanaman dalam menyerap air juga dipengaruhi oleh organ akar yang baik yang mana jika akar tanaman mendapat O2 yang cukup

proses penyerapan air oleh akar akan berlangsung dengan baik. Sebaliknya apabila O2 sangat kurang, penyerapan air oleh akar akan sangat lambat atau tidak

terjadi sama sekali. Sebagaimana pernyataan Benyamin Lakitan (2001), bahwa bobot segar tanaman terdiri dari 80-90% adalah air dan sisanya adalah berat kering. Kemampuan tanaman dalam menyerap air terletak pada akarnya. Kondisi akar yang baik akan mendukung penyerapan air yang optimal.

E. Bobot Kering Tanaman

Bobot kering tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman karena bobot kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida. Hasil bobot kering tanaman diperoleh dari pertumbuhan vegetatif tanaman seperti


(56)

pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, pertumbuhan akar, dan pertumbuhan cabang, sehingga berat kering merupakan indikator dari hasil fotosintesis, jika berat kering diketahui, maka kemampuan tanaman sebagai penghasil foosintesis

dapat diketahui. Hasil sidik ragam taraf α 5 % terhadap bobot kering tanaman

menunjukan semua perlakuan berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5 % terhadap bobot kering tanaman disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Rerata Bobot Kering Tanaman

Perlakuan Bobot Kering

(gram) A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150

kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl)

B. 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl)

C. 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) D. 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5

kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)

E. 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

15,45 c 20,35 bc

26,47 a 23,09 ab

7,60 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan rerata bobot kering tanaman pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan C (3 ton/ha pupuk kandang kelinci + pupuk N, P dan K) memberikan pengaruh yang nyata lebih berat dibandingkan dengan perlakuan A (pupuk N, P dan K) dan E (6 ton/ha pupuk kandang kelinci). Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol terhadap bobot kering tanaman. Perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dengan dosis 3 ton/ha+pupuk N, P dan K 50% memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol


(57)

dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan imbangan 4,5 ton/ha+pupuk N, P dan K 25%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan 3 ton/ha pupuk kandang kelinci mampu mengurangi penggunan pupuk N, P dan K sebanyak 50%, dan penggunaan pupuk kandang kelinci 4,5 ton/ha mampu mengurangi penggunaan NPK 75%. Sedangkan imbangan pupuk kandang kelinci 1,5 ton/ha dan pupuk N, P dan K 75% memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk kandang kelinci 1,5 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk N, P dan K 75% mampu mengurangi penggunaan pupuk N, P dan K sebanyak 25%.

Perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci yang dikombinasikan dengan pupuk N, P dan K mampu menghasilkan bobot kering yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut disebabkan pemberian imbangan pupuk kandang kelinci mampu untuk menyediakan unsur hara yang lebih lengkap dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang saja. Hal tersebut didukung oleh analisis kompos kotoran kelinci yang telah dilakukan. Hasil C/N rasio kotoran kelinci setelah dikomposkan sebesar 17,74 sesuai dengan standar kompos SNI. Dengan nilai C/N rasio tersebut proses mineralisasi akan berjalan sangat cepat sehingga unsur-unsur hara banyak tersedia bagi tanaman. Selain itu bahan organik dalam kompos kotoran kelinci tersebut sebesar 40,39% yang mana sudah sesuai dengan standar SNI kompos sehingga dengan kandungan bahan organik tersebut dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki hara tanah serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme.


(58)

Tanaman dengan perlakuan imbangan dosis pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K mampu menyerap unsur hara lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang saja. Penyerapan unsur hara yang lebih banyak maka akan meningkatkan produksi biomassa pada organ tanaman sehingga meningkatkan bobot kering tanaman cabai. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan vegetatif tanaman cabai yaitu jumlah daun. Pada perlakuan imbangan pupuk kandang kelinci dan pupuk N, P dan K menghasilkan jumlah daun terbaik. Sebagaimana pernyataan Menurut Rahayu dkk (2006) pertumbuhan vegetatif tanaman akan berpengaruh terhadap bahan kering total tanaman yang terbentuk

Menurut Gayuh Prasetyo Budi dan Oetami Dwi Hajoeningtijas (2009) bahwa pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dan perkembangan luas daun yang lebih baik akan menyebabkan berat kering tanaman lebih besar, sehingga hal ini akan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman. Didukung oleh pernyataan Prawiratna, dkk. (1995) yang menyatakan bobot kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman, dan bobot kering tanaman merupakan indikator yang menentukan baik tidaknya suatu tanaman sangat erat kaitannya dengan ketersediaan dan serapan hara.

Terbentuknya biomassa keseluruhan sangat tergantung dengan banyaknya unsur hara yang diserap oleh tanaman. Salah satu unsur hara yang sangat berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah nitrogen. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Minardi dkk (2011), menunjukan bahwa unsur yang paling berperan dalam peningkatan tinggi tanaman dan pertumbuhan


(59)

berat segar dan berat kering brangkasan tanaman adalah N. Didukung pernyataan Foth (1988), bahwa nitrogen yang berlimpah menaikkan pertumbuhan dengan cepat. Tanaman mengalami perkembangan yang lebih besar baik pada batang, akar, maupun daun.

Menurut Buckam dan Brady (1982) dalam Supramudho (2008), pada tanaman nitrogen berfungsi untuk memperbesar ukuran daun dan meningkatkan presentase protein. Ukuran daun yang besar dan protein yang banyak akan meningkatkan berat kering tanaman tetapi apabila tanaman mengalami banyak kehilangan air maka berat kering tanaman juga akan menurun. Penyediaan jumlah nitrogen yang cukup dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebaliknya rendahnya biomassa yang dicapai pada perlakuan kontrol dikarenakan unsur hara yang terdapat dalam pupuk N, P dan K belum mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman cabai karena unsur hara dalam pupuk N, P dan K tanpa diimbangi dengan pupuk kandang lebih mudah hilang atau mengalami pelindian (leaching). Seperti yang kita ketahui bahwa tanah regosol mempunyai tekstur tanah regosol yang menyebabkan gaya mengikat air dan hara menjadi rendah sehingga unsur hara lebih mudah mengalami pelindian (leaching). Hal tersebut didukung oleh (Sarwono (1995) bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil dari pada tanah bertekstur halus. Sedangkan rendahnya bobot segar pada penggunaan pupuk kandang kelinci 100% dikarenakan ketersediaan hara dalam pupuk kandang kelinci belum mencukupi kebutuhan hara tanaman cabai dimana pelepasan hara pupuk kandang bersifat lambat sehingga


(60)

hara dalam pupuk kandang tidak mampu menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman cabai secara langsung. Hal tersebut membuktikan pupuk kandang kelinci belum dapat menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman cabai pada fase awal pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lambat dan bobot kering yang dihasilkan rendah.

F. Jumlah Buah

Jumlah buah pertanaman diperoleh dengan menghitung banyaknya buah per tanaman, perhitungan dilakukan pada saat panen pertama sampai terakhir. Hasil sidik ragam α 5 % terhadap jumlah buah menunjukan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 4). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Jumlah Buah disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6. Rerata Jumlah Buah

Perlakuan Jumlah Buah

(buah) A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150

kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl)

B. 1,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci+ Pupuk N, P dan K (160 kg/ha Urea + 350 kg/ha ZA + 47,5 kg/ha SP-36 + 103,5 kg/ha KCl)

C. 3 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (117,2 kg/ha Urea + 256 kg ZA + 55 kg/ha SP-36 + 57 kg/ha KCl) D. 4,5 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci + Pupuk N, P dan K (74,5

kg/ha Urea + 163,3 kg/ha ZA + 157,5 kg/ha SP-36 + 10,5 kg/ha KCl)

E. 6 ton/ha Pupuk Kandang Kelinci

38,02 a 36,14 a

54,31 a 48,18 a

14,77 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan rerata jumlah buah pada Tabel 7 menunjukkan bahwa imbangan pupuk kandang kelinci dan NPK perlakuan B (1,5 ton/ha pupuk


(61)

kandang kelinci + pupuk N, P dan K), C (3 ton/ha pupuk kandang kelinci + pupuk N, P dan K) dan D (4,5 ton/ha pupuk kandang kelinci + pupuk N, P dan K) memberikan pengaruh yang nyata lebih banyak dengan perlakuan E (6 ton/ha pupuk kandang kelinci), tetapi memberikan pengaruh yang sama terhadap perlakuan kontrol. Penggunaan imbangan pupuk kandang kelinci sebesar 1,5 ton/ha + pupuk N, P dan K 75%, 3 ton/ha + pupuk N, P dan K 50% dan 4,5 ton/ha + pupuk N, P dan K 25% mampu mengurangi penggunaan pupuk N, P dan K sebesar 25%, 50%, dan 75%.

Ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman terutama fosfor untuk pembentukan buah sangatlah penting dimana jika unsur P yang diserap sangatlah kecil maka untuk membentuk buah menjadi berkurang. Jacob dan Uexkuil (1972) serta Sarief (1986) menjelaskan bahwa fosfat mempunyai peranan penting dalam metabolisme tanaman, penghasil energi, dan juga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan akar karena dengan meluasnya perakaran tanaman kemungkinan jumlah unsur hara yang diserap akan lebih banyak, sehingga mendorong pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Didukung oleh pernyataan Dwidjosepoetro (1996) yang menyatakan bahwa suatu tanaman akan tumbuh dengan subur bila semua unsur yang diperlukan oleh tanaman berada dalam jumlah yang cukup serta berada dalam bentuk yang siap diabsorbsi oleh tanaman.

Pemberian imbangan pupuk kandang kelinci dapat memperbaiki sifat tanah regosol yang cenderung kasar yang mana tanah yang bertekstur kasar gaya mengikat air dan unsur haranya rendah sehingga unsur hara mudah mengalami pelindian. Unsur hara yang terdapat pada pupuk N, P dan K tidak mudah


(1)

Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Segar Tanaman, Bobot Kering Tanaman

a. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

Hitung Prob > F

Model 4 462,4225067 115,6056267 2,37 0,1225 ns

Perlakuan 4 462,4225067 115,6056267 2,37 0,1225 ns

Error 10 487,9849333 48,7984933

Total 14 950,40744

Ket: ns= non signifikan

b. Sidik Ragam Jumlah Daun Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

Hitung Prob > F

Model 4 753,5216267 188,3804067 9,99 0,0016 s

Perlakuan 4 753,5216267 188,3804067 9,99 0,0016 s

Error 10 188,5390667 18,85390677

Total 14 942,060933

Ket: s= signifikan

c. Sidik Ragam Bobot Segar Tanaman Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

Hitung Prob > F

Model 4 4916,615773 1229,153943 14,53 0,0004 s

Perlakuan 4 4916,615773 1229,153943 14,53 0,0004 s

Error 10 845,767067 84,5767067

Total 14 5762,38284

Ket: s= signifikan

d. Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

Hitung Prob > F

Model 4 648,30056 162,07514 17,71 0,0002 s

Perlakuan 4 648,30056 162,07514 17,71 0,0002 s

Galat 10 91,5406 9,15406

Total 14 739,84116


(2)

Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam Jumlah Buah dan Bobot Buah

e. Sidik Ragam Jumlah Buah Sumber

Ragam

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F Hitung

Prob > F

Model 4 2736,266533 684,066633 7,32 0,005 s

Perlakuan 4 2736,266533 684,066633 7,32 0,005 s

Galat 10 933,8896 93,38896

Total 14 3670,156133

Ket: s= signifikan

f. Sidik Ragam Bobot Buah Sumber

Ragam

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadratt Tengah

F

Hitung Prob> F

Model 4 7049,091493 1762,272873 11,09 0,0066 s

Perlakuan 4 7049,091493 1762,272873 11,09 0,0066 s

Galat 10 1588,556000 158,855600

Total 14 8637,647493

Ket: s= signifikan


(3)

Lampiran 13. Anova Regresi

Model Summary

R R2

Adjusted R

Square Std. Estimasi

0.894 .800 0.745 12.546

The independent variable is DosisPO

ANOVA

Jumlah

Kuadrat Df

Kuadrat Tengah

F

Hitung Signifikan

Regresi 6906.123 3 2302.041 14.626 0

Residu 1731.303 11 157.391

Total 8637.427 14

The independent variable is DosisPO

Koefisien

Koefisien Tidak Standar

Koefisien Standar

T Signifikan

B Std. Erroe Beta

DosisPO DosisPO**2 DosisPO**3 (Constan) -18.767 15.782 -2.246 57.308 12.196 5.162 .566 7.191 -1.659 8.729 -7.595 -1.539 3.057 -3.971 7.969 .152 .011 .002 .000


(4)

Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian: Pengolahan Tanah, Hasil Kompos Kotoran Kelinci, Pemupukan Susulan, Penyemprotan Pestisida, Tanaman yang Terkena Penyakit dan Buah yang Terserang Hama

a. Pengolahan tanah b. Hasil kompos kotoran kelinci

c. Pemupukan susulan d. Penyemprotan pestisida

e. Tanaman yang terkena penyakit f. Buah yang terserang hama


(5)

Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian: Tanaman 1 MST, Tanaman 3 MST, Panen Cabai Merah, Hail Panen Cabai Merah, Tanaman Cabai Perlakuan A, Tanaman Cabai Perlakuan B

g.Tanaman umur 1 MST h. Tanaman umur 3 MST

a. Panen cabai merah j. Hasil panen cabai merah


(6)

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian: Tanaman Cabai Perlakuan C, Tanaman Cabai Perlakuan D, Tanaman Cabai Perlakuan E

m. Tanaman cabai perlakuan C n. Tanaman cabai perlakuan D