Membentuk Sikap Positif
B. Membentuk Sikap Positif
Pendidikan, di mana di Indonesia sekolah dan pesantren menjadi tempat penyelenggaraan yang paling umum, mempunyai peran utama dalam membentuk sikap dan mental sebuah bangsa. Mental dan sikap yang positif sangat ditentukan oleh bagaimana pendidikan dijalankan. Salah satu sikap yang seharusnya, karena tidak semua sekolah melakukan, adalah adalah sikap toleransi dan penghormatan
atas perbedaan pendapat. oh
ro
Untuk membentuk sikap tersebut, mula-mula yang mesti dijalankan adalah
gu
N mengenalkan perbedaan itu sendiri. Bahwa Pendidikan agama Islam menjadi satu
in m
A mata pelajaran pokok di setiap jenjang pendidikan namun pengenalan akan suf
u . perbedaan-perbedaan pandangan fiqh dalam Islam masih jarang sekali ditekankan. Y M
Pengajaran fiqh di sekolah maupun Pesantren hingga kini masih sering
/ HA
sebatas doktrin, dengan hanya mengajarkan atau mengenalkan satu pendapat saja. IY DA
Lebih-lebih jika instansi pendidikan tersebut merupakan instansi yang berada di M M
A bawah naungan suatu Lembaga atau Organisasi kegamaan tertentu.
HU
-M
Kita tahu, NU dan Muhammadiyah memiliki basis masa yang besar dan telah
UNF
mendidikan banyak lembaga Pendidikan, baik yang formal maupun non formal. A IL T
Mereka yang belajar di lembaga pendidikan tersebut sangat penting untuk IKH Mereka yang belajar di lembaga pendidikan tersebut sangat penting untuk IKH
Dengan ummat lain agama saja Allah jelas-jelas telah menyuruh kita ummat muslim untuk bersikap toleransi, lebih-lebih dengan sesama muslim. Batasan saling memahami dan saling mengerti adalah ketika suatu pendapat telah didasarkan pada hujjah yang disertai dengan dalil-dalil yang bisa diterima, ditelaah berdasarkan ilmu syar‘i, dan tidak bertentangan dengan nash yang sudah jelas.
Sudahlah, tak perlu lagi kita menyalahkan ubudiyah NU atau Muhammadiyah. Toh dari semua ubudiyah yang mereka kerjakan didasarkan pada dalil dan hujjah yang bisa ditelaah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Perbedaan adalah rahmat, sunnatullah, karenanya kita mesti senantiasa membangun sikap positif di tengah perbedaan, hanya dengan itulah kita bisa rukun. Salah satu cara untuk membangun sikap positif itu adalah dengan mempelajari dan menelaah perbedaan-perbedaan itu sendiri. NU dan Muhammadiyah memiliki metode yang berbeda dalam memandang masalah madzhab, hukum bermadzhab, dan ini sangat mempengaruhi istimbath hukum yang mereka keluarkan. Selain juga
metode pengistimbathan hukum, sumber dan dalil yang digunakan, sudut pandang oh
ro g yang digunakan juga terkadang berbeda sehingga tidak mustahil muncul ikhtilaf di
u N antara keduanya.
in m
Bukankah para ulama juga sudah menyatakan: ―Barang siapa tidak
suf u Y
mengetahui ikhtilaf ulama‘, maka dia belum bisa disebut ulama‖. Bahkan ada yang . M
lebih tajam mengatakan, ―barang siapa tidak mengetahui ikhtilaf para fuqoha‘, maka / HA
hidungnya belum pernah mencium bau fiq IY ih.‖ DA
Membangun sikap positif juga bisa kita kuatkan dengan mengingat beberapa M M
A sabda Rasulullah dan pendapat para Ulama fuqoha. H U
-M Dalam masalah shalat misalnya, Rasulullah telah bersabda:
UN
Nabi saw. bersabda, ―Bershalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku F A
IL T bersahalat!‖
IKH
Coba digaris bawahi kata ―sebagaimana kalian melihat” dari hadist di atas. Yang disuruh Nabi bukanlah shalat ―sebagaimana Nabi bershalat‖ melainkan ―sebagaimana kalian melihat‖ Nabi bershalat.
Dari hadist di atas, diambil pengertian bahwa, sudut pandang (penglihatan) yang berbeda mengenai shalat akan menghasilkan hukum yang berbeda pula. jelas ini suatu yang tidak aneh dan perlu dipermasalahkan apalagi diperselisihkan. Pada fuqoha sekaliber Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i juga tak lupa menasehati kita untuk menjadikan sunnah sebagai madzhabnya. Imam Abu Hanifah pernah menyatakan, ―Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku‖. Senada dengan pernyataan Imam Syafi‘i: ―terkadang di antara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya‖.
Di Indonesia sendiri ada teladan dari tokoh Muhammadiyah tentang sikap positifnya dalam menghadapi perbedaan. Buya Hamka, seorang tokoh Muhammadiyah ini suatu ketika menerima tamu, K.H Abdullah Syafi‘i pendiri dan pemimpin Perguruan Asy-Syafi''iyah yang notabene memiliki pandangan fiqh yang
berbeda. Ketika di hari Jumat, KH. Abdullah Syafi''i mengunjungi Buya masjid Al- oh
ro g Azhar Kebayoran Jakarta Selatan, Buya meminta KH. Abdullah Syafi''i yang naik
u N menjadi khatib Jumat menggantikan dirinya yang waktu itu sebenarnya pas
in m
A mendapat tugas.
suf Y u
Demikianlah seharusnya kita dan para Ulama menyikapi perbedaan, bukan
dengan menonjol- / nonjolkan dan lantang berteriak, ‗pendapatku yang paling benar, HA
yang lain neraka‘ melainkan menyikapinya dengan cara yang arif dan selalu IY DA
berpikir positif. M M