Uji Termal (Thermal Aging)

B. Uji Termal (Thermal Aging)

Uji termal dilakukan dengan pemanasan pada 140 ◦C secara kontinyu pada LPP dan PP murni hingga dicapai waktu rapuh atau embrittlement time (ET) pada masing-masing sampel, ditunjukkan pada Tabel 4. Perubahan secara fisik sebelum

dan setelah uji termal dapat dilihat pada Gambar 25.

Tabel 4. Waktu rapuh pada uji termal terhadap PP murni dan LPP

Formula

Waktu (t), jam

ET PP murni

2 √ LPP

50 √ Keterangan : x (belum rapuh) ;

√ (sudah rapuh)

commit to user

Gambar 25. (a) PP murni, (b) Limbah PP setelah dicapai waktu rapuh pada uji termal suhu 140 ◦C Uji termal dilakukan untuk mengetahui sifat ketahanan terhadap panas material pembentuk biokomposit antara PP murni dengan LPP hingga dicapai waktu rapuh (embrittle time) pada masing-masing material. Perlakuan uji termal pemanasan pada suhu 140 ◦C secara kontinyu terhadap PP murni dicapai waktu rapuh 2 jam. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Suharty (1993). Pada LPP dicapai waktu rapuh hingga 50 jam. LPP memiliki waktu rapuh yang lebih lama dibandingkan waktu rapuh PP murni.Hal tersebut disebabkan LPP merupakan limbah akhir kemasan yang telah mendapatkan perlakuan pabrikasi seperti penambahan zat aditif anti oksidan sehingga mampu menahan panas lebih baik dibandingkan PP murni.

Perlakuan pemanasan akan menyebabkan oksidasi yang mengakibatkan kerusakan pada material. Hal tersebut dapat diketahui menggunakan karakterisasi FTIR dengan munculnya karbonil keton pada daerah serapan 1718 yang disebabkan material polimer mengalami reaksi Norrish akibat oksidasi sehingga menghasilkan senyawa keton. Semakin teroksidasi maka material akan mengalami peningkatan karbonil indeks. Peningkatan luas karbonil dapat diketahui dengan menghitung nilai karbonil indeks yang dapat diperoleh dengan cara membandingkan luas area dari karbonil keton pada daerah 1718 keton

terhadap –CH 2 - dari PP di daerah 2723 cm -1 . Faktor termal atau panas sangat

mempengaruhi terjadinya proses degradasi. Panas diserap oleh bahan dalam bentuk energi. Jika energi yang diserap sangat tinggi dan berlangsung lama secara

(a)

(b)

commit to user

2006). Berikut analisa gugus karbonil keton yang terbentuk akibat uji termal

pada suhu 140 ◦C terhadap PP murni dan LPP yang ditunjukkan pada Gambar 26 dan Gambar 27.

1. Spektra IR PP murni

Gambar 26. Spektra FTIR PP murni pada perlakuan uji termal Pada Gambar 26 menunjukkan bahwa sebelum uji termal tidak ada pembentukan karbonil gugus karbonil. Pada pemanasan t = 1 jam belum dicapai waktu rapuh tetapi telah terjadi pembentukan gugus karbonil keton. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi oksidasi namun belum mengakibatkan kerapuhan. Kemudian saat mencapai waktu rapuh yaitu t = 2 jam, terjadi peningkatan gugus karbonil lebih besar dibandingkan pada t = 1 jam. Uji termal pada PP hingga dicapai waktu rapuh pada t = 2 jam mengakibatkan peningkatan karbonil indeks pada PP murni sebesar 12,39 % dibandingkan dengan sebelum perlakuan uji termal.

2. Spektra IR LPP

Gambar 27. Spektra IR LPP pada perlakuan uji termal

commit to user

terhadap LPP tidak teramati adanya gugus karbonil pada daerah serapan 1718. Namun saat LPP mencapai waktu rapuh yaitu t = 50 jam mangakibatkan pembentukan gugus karbonil keton pada daerah serapan 1718. Terbentuknya gugus karbonil keton menunjukkan telah terjadi degradasi/kerusakan pada material LPP karena telah mengalami reaksi Norrish. Perlakuan uji termal pada LPP hingga dicapai waktu rapuh 50 jam mengakibatkan peningkatan karbonil indeks sebesar 2,75%. Persentase peningkatan karbonil indeks yang terjadi pada LPP lebih kecil dibandingkan peningkatan karbonil indeks pada PP murni. Hal tersebut menunjukkan bahwa material LPP memiliki ketahanan panas yang lebih baik dibandingkan dengan PP murni. Persentase peningkatan karbonil indeks pada PP murni dan LPP ditunjukkan pada Gambar 28.

Gambar 28. Persentase peningkatan karbonil indeks pada setelah uji termal (a) PP murni dan (b) LPP