Uji Siklis termal
C. Uji Siklis termal
1.Variasi Suhu Siklis Termal
Penurunan kekuatan tarik biokomposit akibat perlakuan variasi suhu siklis termal, ditunjukkan pada Gambar 29.
Waktu pemanasan (jam)
Karbonil Indeks PP murni
Waktu pemanasan (jam)
Karbonil Indeks LPP
(a)
(b)
commit to user
Gambar 29. Grafik nilai TS biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan
ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi suhu pemanasan
Perlakuan variasi siklis termal selain menurunkan kekuatan tarik, juga menurunkan nilai MY. Penurunan MY pada masing-masing biokomposit dapat dilihat pada Gambar 30, sedangkan penurunan kekuatan impak dapat dilihat pada Gambar 31.
b. Modulus Young (MY)
Gambar 30. Grafik MY biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan
ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi suhu pemanasan
Suhu pemanasan, ◦C
F0 F1 F2 F4
Jumlah pemanasan 10 kali
Suhu pemanasan, ◦C
F0 F1 F3 F4 Jumlah pemanasan 10 kali
Suhu pemanasan, ◦C
F0 F1 F2 F4
Jumlah pemanasan 10 kali
Suhu pemanasan, ◦C
F0 F1 Jumlah pemanasan 10
kali
commit to user
Gambar 31. Grafik IT biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi suhu pemanasan
Penentuan suhu optimum untuk perlakuan siklis termal berdasarkan suhu distorsi PP dan sifat mekanik biokomposit pada uji variasi suhu siklis termal. PP
memiliki suhu distorsi 52 – 60 ◦C. Suhu distorsi adalah suhu saat material mengalami defleksi 0,25 mm saat diberi beban 1,8 MPa sehingga pemilihan suhu untuk perlakuan siklis termal tidak boleh melebihi suhu distorsi (Billmeyer, 1994).
Perlakuan siklis termal hingga suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan TS pada F2, F3 ddan F4 masing-masing sebesar 0,44 ; 0,33 dan 0,072 % dibandingkan sebelum siklis termal. Dan perlakuan variasi suhu siklis termal hingga suhu 55 ◦C mengakibatkan penurunan TS masing-masing sebesar 0,96; 0,57 dan 0,51 %. Pada uji MY perlakuan hingga 45 ◦C mengakibatkan penurunan masing-masing sebesar 0,66; 0,62 dan 0,57 % sedangkan perlakuan variasi suhu siklis termal hingga 55 ◦C mengakibatkan penurunan MY masing-masing sebesar 1,32; 0,99 dan 0,93 %. Pada perlakuan hingga suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan kekuatan impak masing-masing sebesar 2,22; 1,3 dan 0,85 %. Dan pada perlakuan hingga suhu 55 ◦C mengakibatkan penurunan sebesar 5,2; 2,43 dan 1,54 %. Penurunan pada suhu 45 ◦C relatif kecil dan pada suhu tersebut masih berada di bawah suhu distorsi sehingga suhu 45 ◦C merupakan suhu optimum perlakuan siklis termal. Selain itu, pemilihan suhu optimum siklis termal disesuaikan dengan suhu lingkungan material biokomposit digunakan. Material
Suhu pemanasan ( ◦C)
F0 F1 F2 F4
Jumlah pemanasan 10 kali
Suhu pemanasan ( ◦C)
F0 F1 F3 F4 Jumlah pemanasan 10 kali
commit to user
berada dekat mesin yang diperkirakan suhunya tidak mencapai dari 40 ◦C.
2. Variasi Siklis Termal
Perlakuan siklis termal hingga 60 kali pemanasan pada suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan kekuatan tarik biokomposit ditunjukkan pada Gambar
32.
Gambar 32. Grafik TS biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan
ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi siklis termal
Selain mengakibatkan penurunan kekuatan tarik, perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C juga mengakibatkan penurunan MY dan kekuatan impak, yang ditunjukkan pada Gambar 33 dan Gambar 34.
Gambar 33. Grafik MY biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan
ATH/MDH/BA dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi siklis termal
Jumlah pemanasan, kali)
F0 F1 F2 F4
Suhu pemanasan 45 ◦C
Jumlah pemanasan, kali
F0 F1 F3 F4 Suhu pemanasan 45 ◦C
Jumlah pemanasan, kali
F0 F1
Suhu pemanasan 45 ◦C
Jumlah pemanasan, kali
F0 F1 F3 F4 Suhu pemanasan 45
◦C
commit to user
Gambar 34. Grafik IT biokomposit mengandung (a) ATH/BA dan ATH/MDH/BA
dan (b) MDH/BA dan ATH/MDH/BA pada variasi siklis termal Perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C mengakibatkan
penurunan kekuatan tarik biokomposit F0, F1, F2, F3 dan F4 masing-masing sebesar adalah 11,67 ; 7,41 ; 1,79; 0,91 dan 0,87% dibandingkan sebelum perlakuan siklis termal. Modulus Young memberi informasi tentang kekakuan material. Semakin tinggi nilai MY material maka material tersebut semakin kaku (Salmah et al., 2005). Bila material menjadi kaku maka akan mudah patah. Semakin banyak siklis termal yang dilakukan maka peregangan yang terjadi juga semakin meningkat akibatnya material mengalami peningkatan regangan (Ray, 2005). Perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan MY pada biokomposit F0, F1, F2, F3 dan F4 masing-masing sebesar 12,13; 10,38; 3,7 ; 3,5 dan 2,88 %.
Kekuatan impak memberikan informasi tentang ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi. Semakin tinggi kuat ikatan maka ketangguhan impaknya juga semakin tinggi (Surdia dan Saito, 1992). Perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C mengakibatkan penurunan kekuatan impak pada biokomposit F0, F1, F2, F3 dan F4 masing-masing sebesar 0,41; 0,33; 0,32 ; 0,3 dan 0,22 %.
Perlakuan siklis termal hingga 60 kali mengakibatkan penurunan kekuatan tarik pada biokomposit F3 lebih kecil dibandingkan dengan biokomposit F2. Pada
biokomposit F3 mengandung senyawa pemadam nyala Mg(OH) 2 dan zat aditif pemadam nyala H 3 BO 3 sedangkan pada F2 mengandung senyawa pemadam nyala Al(OH) 3 dan zat aditif pemadam nyala H 3 BO 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Jumlah pemanasan, kali
F0 F1 F2 F4
Suhu pemanasan 45 ◦C
Jumlah pemanasan, kali
F0 F1 F3 F4 Suhu pemanasan 45 ◦C
commit to user
lebih baik dibandingkan senyawa pemadam nyala Al(OH) 3 pada biokomposit F2.
Hal tersebut sesuai yang dilaporkan oleh Sain et al. (2004), Hollingberry dan Hull
(2010), Moghaddam et al. (1997) dan Laotid (2008) bahwa Mg(OH) 2 memiliki
kemampuan lebih baik dalam menghambat nyala dibandingkan Al(OH) 3. Sedangkan pada F4 memiliki penurunan kekuatan tarik paling kecil terhadap perlakuan jumlah siklis dibandingkan dengan biokomposit lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa penghambat nyala pada F4 dapat menyerap paling baik dikarenakan menggunakan sisitem kombinasi senyawa pemadam nyala yaitu
Mg(OH) 2 Al(OH) 3 serta zat aditif penghambat nyala H 3 BO 3 sehingga kinerja
pengahambat nyala tersebut lebih optimal. Hal tersebut sesuai dengan Sain et al. (2004), Laotid et al. (2008) dan Formicola et al. (2009) bahwa penggunaan dua atau lebih senyawa penghambat nyala berbeda dan zat aditif penghambat nyala dapat memberikan efek hambat nyala api yang sinergis sehingga kinerja campuran penghambat nyala api lebih optimal. Stevens (2001) menyatakan umumnya kemampuan hambat nyala polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan yang terurai sehingga dapat mengurangi nyala, mendinginkan sistem serta pembentukan jelaga sehingga dapat menghambat pembentukan nyala.
Terjadinya penurunan kekuatan ikatan di dalam struktur biokomposit disebabkan karena adanya pemuaian dan penyusutan berulang-ulang. Seperti diketahui bahwa komposit yang terdiri dari beberapa senyawa penyusun mempunyai koefisien muai dan koefisien susut yang tidak sama (Giancoli, 1985), sehingga pada proses pemanasan dan pendinginan yang dilakukan akan mengakibatkan terjadinya pemanjangan dan pemendekan ikatan sehingga interaksi antara molekul-molekul menurun. Surdia (1992) menyatakan bahwa pergerakan molekul karena panas akan mengubah kumpulan molekul atau merubah struktur. Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi sifat mekanik dan kimia pada material. Hal ini direfleksikan dengan terjadinya penurunan sifat mekanik.
Perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C terhadap biokomposit berbagai formula tidak mengakibatkan kerapuhan pada biokomposit tersebut. Hal
commit to user
gambar biokomposit sebelum dan sesudah perlakuan siklis termal ditunjukkan pada Gambar 35. Dan kondisi fisik berbagai biokomposit setelah perlakuan siklis termal variasi suhu dan jumlah siklis termal ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kondisi fisik dari berbagai biokomposit setelah perlakuan siklis termal variasi suhu dan jumlah siklis termal
Variasi suhu siklis termal
Formula
Suhu Siklis termal
( o C)
Sifat fisik
Variasi Jumlah siklis termal
Formula
Jumlah siklis termal (kali)
Sifat fisik
60 X Keterangan: x (tidak rapuh)
Gambar 35. (a) Biokomposit sebelum dilakukan perlakuan siklis termal dan (b)
biokomposit setelah dilakukan perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada suhu 45 ◦C
(a)
(b)
commit to user
gambar 36.
Gambar 36 . Biokomposit F4 (LPP/DVB/AA/SK/Mg(OH) 2 /Al(OH) 3 /H 3 BO 3 ) pada
perlakuan 60 kali siklis termal Analisa gugus fungsi menggunakan FTIR pada biokomposit F4 dilakukan
untuk mengetahui perubahan yang terjadi secara kimia akibat perlakuan siklis termal hingga 60 kali pada biokomposit tersebut. Suharty (1993) melaporkan bahwa polimer yang teroksidasi akan mengalami reaksi Norrish yang direfleksikan dengan meningkatnya karbonil indeks seiring dengan meningkatnya intensitas pemanasan. Silverstain et al. (1991) menyatakan pada analisa FTIR karbonil keton terbentuk pada daerah serapan 1718. Dan dari hasil uji FTIR menunjukkan bahwa pembentukan gugus karbonil keton pada daerah serapan 1718 tidak teramati. Hal itu disebabkan pemanasan yang dilakukan hanya mencapai suhu 45 ◦C dengan 60 kali siklis, selain itu juga kombinasi senyawa
pemadam nyala Al(OH) 3 , Mg(OH) 2 serta aditif penghambat nyala H 3 BO 3 pada
biokomposit F4 mampu menyerap panas dengan baik sehingga mampu meningkatkan ketahanan biokomposit F4 terhadap panas.
commit to user