Musyawarah Sekilas Mengenai Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Sebagai

53 d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; e. tempat pembuangan sampah; f. cagar alam dan cagar budaya; g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik; Pengaturan jenis pembangunan untuk kepentingan umum di atas juga berpotensi menimbulkan masalah, sebagaimana dikatakan oleh Maria S.W. Sumardjono : “Pengurangan pembangunan untuk kepentingan umum dari 21 duapuluh satu menjadi 7 tujuh jenis menimbulkan pertanyaan, apakah yang menjadi dasar pengurangan itu ? bagaimana jika PemerintahPemda akan membangun puskesmasrumah sakit umum, tempat pendidikansekolah, lembaga pemasyarakatanrumah tahanan, kantor pemerintah Pemda, pasar umumtradisional? Apakah PemerintahPemda harus memperoleh tanah dengan cara jual beli? Perlu direnungkan, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan adalah hak dasar yang dijamin oleh UUD 1945 dan merupakan kewajiban Pemerintah untuk memenuhinya”. 42

3. Musyawarah

Pasal 1 angka 10 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 menentukan bahwa musyawarah adalah kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara para pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah. 42 Ibid 54 Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah bersama Panitia Pengadaan Tanah dan Instansi PemerintahPemerintah Daerah yang memerlukan tanah. Perpres 36 Tahun 2005 mengesankan, panitia merupakan partisipan dalam musyawarah. 43 Apabila kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahkan atau dialihkan ke lokasi lain maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari kalender. Pembatasan jangka waktu musyawarah 90 sembilan puluh hari kalender mengesankan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 lebih mementingkan segi formalitasprosedural ketimbang esensi musyawarah. 44 Jangka waktu musyawarah ini kemudian direvisi oleh Perpres Nomor 65 Tahun 2006 mnjadi 120 seratus duapuluh hari kalender. Baik Perpres Nomor 36 Tahun 2005 maupun Perpres Nomor 65 Tahun 2006 sama-sama membatasi jangka waktu musyawarah. Mungkin dengan penetapan jangka waktu 120 hari diharapkan dapat dicegah berlarutnya proses musyawarah sekaligus menimbulkan tekanan psikis pada masyarakat yang enggan berhubungan dengan lembaga peradilan. 45 43 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hal. 104 44 Ibid, hal. 105 45 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hal. 106 55 Apabila musyawarah yang telah diadakan tidak mencapai kesepakatan maka Panitia Pengadaan Tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Ganti kerugian tersebut kemudian dititipkan kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. Pasal 10 Perpres ini, tidak relevan karena tanpa menitipkan ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri, sudah ada jalan keluar yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. 46 Jika belum ada kata sepakat tetapi ganti kerugian ditetapkan oleh Panitia dan dititipkan di pengadilan, dapat dikatakan, selain keliru, hal itu merupakan pemaksaan kehendak oleh satu pihak dan mengabaikan prinsip kesetaraan antara pemegang hak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah. 47 Dengan demikian aspirasi pemegang hak atas tanah dalam proses musyawarah tidak diakomodasi dalam penetapan Panitia. Perpres Nomor 36 Tahun 2005 juga telah keliru menerapkan konsep penitipan ganti kerugian pada pengadilan yang dianalogkan dengan konsep penitipan yang terkait hutang piutang dalam Pasal 1404 KUHPerdata. 48 Pengadaan tanah adalah perbuatan PemerintahPemerintah Daerah yang termasuk dalam ranah hukum administrasi, sedangkan lembaga penawaran pembayaran dalam Pasal 1404 KUHPerdata mengatur hubungan hukum keperdataan di antara para pihak. 49 46 Ibid 47 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hal. 204 48 Ibid 49 Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hal. 205 56

4. Ganti Kerugian