Kerangka Teori Perlindungan Hukum terhadap Notaris dalam Melaksanakan Kewenangan Jabatannya melakukan Legalisasi

12 3. Junita Sila Kariani Zebua 087011059, “Analisis Yuridis Tugas Jabatan Notaris dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris” Substansi permasalahan yang dibahas dalam penelitian Gloria Gita Putri Ginting tersebut adalah : a. Bagaimana tanggung jawab jabatan Notaris dalam pembuatan akta b. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti c. Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris Selaku Pejabat umum dalam menjalankan tugas jabatannya. Dari ketiga judul penelitian diatas dan dari pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut berbeda dengan judul dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Menjalankan Kewenangan Jabatannya Melakukan Legalisasi” belum pernah dilakukan penelitian, sehingga hasil penelitian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, Tiori juga berfungsi untuk memberikan arahanpetunjuk Universitas Sumatera Utara 13 dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 13 . Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 14 Tiori juga menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut 15 . Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. 16 Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian, hukum harus diciptakan didalam masyarakat secara adil dengan mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam mewujudkan keadilan. 17 Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Dan setiap orang hanya akan bertanggung jawab tidak lebih dari apa yang dia perbuat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hans Kelsen berikut : 18 “Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan, biasanya yakni dalam hal sanksi di tujukan 13 J.J.J. M. Wuisman, dengan menyunting M.Hisyam. Penelitian ilmu-ilmu Sosial, FE.UI, Jakarta, 1996, hal 203. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 6. 15 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Yokyakarta, Andi, 2006 hal. 6. 16 Achmad Ali, Mengenal Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi, Prenada Media, Jakarta, hal 2005 dan hal 85. 17 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 57. 18 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan buku asli General Theory of Law and State, alih bahasa Somardi, Rimdi Press, Jakarta, hal. 65. Universitas Sumatera Utara 14 kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dalam kasus ini subjek dari tanggung jawab hukum dan subjek dari kewajiban hukum tertentu”. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tanggung-jawab hukum. Peraturan hukum tentang legalisasi yang menjadi bagian dari wewenang Notaris tercantum didalam Pasal 1874 ayat 2, Pasal 1874a KUH Perdata dan Pasal 15 ayat 2 Undang-UndangJabatan Notaris Nomor : 30 Tahun 2004. Didalam pasal- pasal tersebut dengan tegas dijelaskan, bahwa dalam perbuatan legalisasi notaris hanya bertindak sebagai pejabat umum yang berwenang mengesahkan tanda tangan para pihak, terhadap akta dibawah-tangan yang dibawa kehadapannya, Notaris tidak terlibat langsung didalam membuat kesepakatan itu. Oleh karena itu, dalam hal pemeriksaan yang dilakukan terhadap Notaris, baik yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris maupun penyidik POLRI terhadap perbuatan legalisasi yang dilakukannya harus berdasarkan asas keadilan dengan menggunakan prinsip pemeriksaan praduga tak bersalah. Hal ini penting, mengingat Notaris bekerja berlandaskan Undang-Undang dan oleh karena itu Undang-Undang juga wajib memberikan perlindungan hukum terhadapnya agar Notaris tersebut tidak diperlakukan secara sewenang-wenang. 19 Legalisasi yang diperbuat oleh Notaris terhadap suatu akta dibawah-tangan pada prinsipnya merupakan tanggungjawab sepenuhnya dari para pihak yang membuatnya, sesuai dengan makna dari legalisasi adalah akta yang biasa dibuat dibawah-tangan dimana isi atau redaksinya tidak dibuat olehatau dihadapan Notaris. meskipun pada prakteknya kadang-kadang pegawai notaris yang memiliki konsepnya atau yang mengetik dan mencetaknya. Para pihak 19 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik terhadap Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hal 26. Universitas Sumatera Utara 15 yang membawa akta dibawah- tangan tersebut terlebih dahulu memperoleh penjelasan dari notaris mengenai akibat hukumnya, setelah para pihak mengerti dan memahami akta di bawah tangan tersebut kemudian menandatanganinya di hadapan Notaris yang bersangkutan. Setelah para pihak yang membuat akta di bawah tangan tersebut menandatanganinya, lalu oleh Notaris yang bersangkutan dicatatkan dalam buku daftar legalisasi dengan memberi nomor dan tanggal sesuai dengan tanggal penandatanganan dari akta dibawah-tangan tersebut. Dalam hal ini, meskipun penandatanganan akta di bawah tangan tersebut dilakukan di hadapan Notaris, namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap isi akta dibawah-tangan tersebut, Notaris hanya menjamin tanggal dan orangpihak yang menandatanganinya adalah orang yang wajib dan berwenang. Notaris juga menjamin bahwa nama-nama yang tertera dalam akta dibawah-tangan tersebut adalah sama dengan nama dari orang-orang yang menghadap Notaris tersebut juga menandatangani akta dibawah-tangan itu. 20 Oleh karena itu untuk menjamin adanya perlindungan hukum terhadap Notaris dalam hal pembuatan legalisasi, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang-Undang. Undang-Undang tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode Etik Profesi Notaris dan Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris. 21 Untuk menganalisa masalah pembuatan legalisasi oleh Notaris serta pertanggung jawaban hukumnya dibutuhkan pendekatan sistem approach system. Maksud menggunakan pendekatan sistem adalah mengisyaratkan terdapatnya kompleksitas masalah hukum yang berkaitan dengan tugas dan jabatan Notaris 20 Henry Sammi, Legalisasi dan Akibat Hukumnya Bagi Notaris, Citra Ilmu, Jakarta, 2009, hal 19. 21 Komar Anda Sasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1994, hal 24. Universitas Sumatera Utara 16 sebagai pejabat umum tersebut, sehingga menghasilkan pendapat yang baik dan benar. 22 Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu yang merupakan landasan, diatasmana dibangun tertib hukum. 23 Berdasarkan sistem ini, dapat dirumuskan bahwa sistem hukum kenotariatan adalah kumpulan asas-asas hukum yang merupakan landasan tempat berpijak di atas mana tertib hukum jabatan profesi Notaris itu dibangun. Dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut, berarti hukum kenotariatan merupakan suatu sistem hukum. 24 Kebutuhan akan alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan antar anggota masyarakat mendorong lahirnya lembaga Notariat yang ditegaskan oleh kekuasaan umum untuk dimana perlu bila Undang-Undang mengharuskan atau masyarakat menghendakinya dapat membuat alat bukti tertulis guna dipergunakan sebagai alat bukti otentik. Didalam sengketa alat bukti berupa Akta otentik merupakan alat bukti terkuat yang dapat memberikan sumbangan nyata dalam penyelesaian perkara 25 . UUJN Nomor 30 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu Tanggal 6 Oktober 2004 merupakan perwujudan unifikasi hukum kenotariatan yang mengandung tiga hal pokok berkaitan dengan pelaksanaanya yaitu : 1. Pengawasan ; 2. Perlindungan ; dan 22 Abdul Bari Azed, Profesi Notaris sebagai Profesi Muda, Media Ilmu, Jakarta, 2005, hal 46. 23 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni Bandung, 1986, hal 14. 24 Ibid, hal 15. 25 Nurman Rizal, Implementasi UUJN Kaitannya dengan Pengawasan, Renvoi 30 November 2005, hal 35. Universitas Sumatera Utara 17 3. Organisasi Notaris. Dalam menjalankan jabatannya seorang notaris harus bersifat tidak memihak terhadap siapa saja yang meminta bantuannya. Harus tetap berada didalam koridor- koridor hukum yang berlaku. Kode etik profesi notaris merupakan suatu rumusan norma moral manusia bagi mereka yang mengemban profesi tersebut. Menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok sebagai upaya mencegah berbuat yang tidak etis bagi anggotanya 26 . Oleh karena itu, penting adanya pengawasan terhadap notaris. Pengawasan atas Notaris meliputi prilaku notaris dan pelaksanaan jabatannya, termasuk pembinaan yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM terhadap Notaris 27 . Majelis Pengawas ditingkat pusat disebut Majelis Pengawas Pusat MPP, Majelis Pengawas ditingkat propinsi disebut disebut Majelis Pengawas Wilayah MPW dan Majelis Pengawas ditingkat kabupatenkota daerah disebut dengan Majelis Pengawas Daerah MPD 28 . 26 Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001 hal 72. 27 Pasal 67 UUJN berbunyi : 1. Pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri 2. Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud didalam ayat 1 Menteri membentuk Majelis Pengawas. 3. Majelis pengawas sebagaiman dimaksud pada ayat 2 berjumlah 9 Sembilan Orang, terdiri atas unsur ; a. Pemerintah sebanyak 3 tiga orang; b. Organisasi Notaris sebanyak 3 tiga orang; dan c. Ahliakademisi sebanyak 3 tiga orang. 4 Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur Instansi Pemerintah, sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tiga hurup a keanggotaan dalam majelis pengawas di isi dari unsur lain yang ditunjuk oleh menteri. 5 Pengawasan sebagiman dimaksud pada ayat 2 satu meliputi perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris. 6 Ketentuan mengenai pengawasan sebagimana dimaksu pada ayat 5 lima berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. 28 Lihat ketentuan pasal 68 UUJN Nomor 30 tahun 2004. Universitas Sumatera Utara 18 Pada mulanya, sesuai ketentuan Pasal 66 ayat 1 UUJN Nomor 30 tahun 2004. Pemanggil Notaris oleh penyidik POLRI baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah. Namun kemudian ketentuan ini dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan “Persamaan kedudukan setiap warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan” melalui putusan Nomor : 49PUU-X2012. Meskipun ketentuan tersebut tidak berlaku lagi, perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesi dan tugasnya harus tetap harus ditegakkan. Namun demikian, Prinsip kehati- hatian dalam menjalankan tugas jabatan perlu dimiliki oleh setiap Notaris, sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap dirinya sendiri bila dikemudian hari akta ataupun perbuatan legalisasi yang telah dilakukannya menimbulkan permasalahan hukum. 29 “Sekalipun keahlian seorang Notaris dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang tegas untuk mendapatkan uang, namun dalam menjalankan tugas profesinya, ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang Notaris yang pancasila harus berpegang teguh rasa keadilan yang hakiki. Tidak terpengaruh dengan jumlah uang, dan tidak semata-mata menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.” 30 Sejak lahirnya UUJN Nomor 30 Tahun 2004, dunia Kenotariatan mengalami perkembangan hukum yang cukup signifikan dalam hal: 1. Kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 2 UUJN yaitu : kewenangan Notaris dalam mengesahkan tanda-tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawahtangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat-surat di 29 R. Soegondo Notodisoerdjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal 53. 30 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal 86. Universitas Sumatera Utara 19 bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat- surat dibawa-tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pemeriksaan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, dan membuat akta risalah lelang. 31 Pada Penjelasan ketentuan Pasal 15 ayat 2 butir a UUJN dikatakan bahwa perbuatan hukum sebagaimana disebutkan di dalam ayat tersebut merupakan legalisasi terhadap akta dibawah-tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris. 32 2. Pelaksanaan sumpah Jabatan Notaris oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia berdasarkan. 3. Notaris diperbolehkan menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata berupa kantor bersama 33 . 4. Mengamanatkan agar Notaris berhimpun dalam suatu wadah, organisasi notaris sesuai dengan Pasal 82 ayat 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 34 . 31 Mohammad Affandi Nawawi, Notaris sebagai Pejabat Umum Berdasarkan UUJN Nomor 30 tahun 2004, Mitra Media, Jakarta, 2006, hal 23. 32 Makna pemateraian adalah pembayaran pajak atas dokumenakta notaris beserta salinannya berdasarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang bea materai jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai Dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai. 33 Pasal 20 UUJN berbunyi : 1 Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidak berpihakan dalam menjalankan jabatannya. 2 Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atur oleh para notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagimana dimaksud pada ayat 1 di atur dalam peraturan Menteri Universitas Sumatera Utara 20 Dalam proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dapat mengambil fotocopy minuta akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris yang ada dalam penyimpanannya. Notaris dapat juga dimintakan kehadiranya dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau berkaitan dengan protokol yang berada dalam penyimpanannya. Terhadap protocol yang dimintakan, notaris bersangkutan berkewajiban untuk membuat berita acara peyerahannya 35 . Protocol Notaris yang dimaksudkan adalah sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 13 UUJN yang menyatakan bahwa, Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. Dalam penjelasan pasal 62 UUJN disebutkan Protokol notaris terdiri atas : a. Minuta akta ; b. Buku daftar akta atau refertorium; c. Buku daftar akta di bawah tangan yang penandatangannya dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang di daftar; d. Buku daftar nama penghadap atau klapper; e. Buku daftar protes ; f. Buku daftar wasiat; dan g. Buku daftar lain yang harus di simpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 34 Pasal 82 UUJN berbunyi : 1 Notaris terhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris. 2 Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 35 Pasal 66 UUJN berbunyi : 1 Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : a. Mengambil fotocopy minuta akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protocol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. 2 Pengambilan photokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, dibuat berita acara penyerahan. Universitas Sumatera Utara 21 Sebelum keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 49PUU- X2012, Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya diberikan oleh ketentuan pasal 66 ayat 1 UUJN dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksana UUJN Nomor 30 Tahun 2004 tersebut. Peraturan Menteri Hukum dan HAM tersebut mengatur lebih rinci tentang tata cara pengambilan dokumen surat- surat yang berada dalam penyimpanan Notaris atau pemanggilan Notaris untuk kepentingan proses pemeriksaan di pengadilan, penyelidikan maupun penyidikan. Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14.03.HT.01.10 Tahun 2007 menyatakan, “Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat memanggil Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah MPD. Permohonan sebagaimana di maksud tersebut wajib memuat alasan pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa. Permohonan tersebut tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan. Tetapi dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut ijin Majelis Pengawaas daerah tidak diperlukan lagi. “Dalam proses pemanggilan Notaris oleh penyidik Polri dalam suatu perkara pidana, baik pemanggilan Notaris sebagai saksi maupun sebagai tersangka merupakan suatu proses penyelidikan dan penyidikan yang tujuannya adalah untuk mencari bukti permulaan yang cukup dan bukti-bukti lainnya yang akan membuat jelas dan terang suatu perbuatan pidana yang telah terjadi dan bagaimana perbuatan pidana yang telah terjadi tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 36 36 Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan dan Praperadilan dalam Teori dan Prakatek, Bandar Maju, Bandung, 2002, hal 158. Universitas Sumatera Utara 22 Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen, Ketetapan MPR RI Nomor VIMPR 2000 dan Ketetapan MPR RI Nomor : VIIMPR 2000, menyatakan bahwa keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yang memelihara kemanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi penyelidikan dan penyidikan, Undang- Undang memberi hak istimewa atau “hak privilese” kepada Polri untuk memanggil, memeriksa, menangkap, menahan, menggeledah, menyita terhadap tersangka dan barang yang dianggap berkaitan dengan tindak pidana. Akan tetapi dalam melaksanakan hak dan kewenangan istimewa tersebut harus taat dan tunduk kepada prinsip “the right of due process”. Setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik diatas landasan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku yaitu Undang- Undang Nomor : 8 Tahun 1981. Konsep due process dikaitkan dengan landasan menjunjung tinggi supremasi hukum dalam menangani tindak pidana. Tidak seorangpun berada dan menempatkan diri di atas hukum no one is above the law, dan hukum harus diterapkan kepada siapapun berdasarkan prinsip perlakuan dan dengan cara yang jujur fair manuver. Essensi due process adalah setiap penegakan dan penerapan hukum pidana harus sesuai dengan persyaratan konstitusional serta harus mentaati hukum. Oleh karena itu due process tidak membolehkan pelanggaran terhadap suatu bagian ketentuan umum dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain. 37 37 R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, Politia, Bogor 1998, hal 75. Universitas Sumatera Utara 23 Dalam melaksanakan pemanggilan, pemeriksaan terhadap Notaris penyidik Polri harus berpegang kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan juga nota kesepahaman antara kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia INI Nomor : Polisi B1056V2006, Nomor : 01MOUPP-INIV2006 tentang pembinaan dan peningkatan profesinalisme di bidang penegakan hukum dan peraturan- peraturan pelaksana lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris sebagai pejabat umum, meskipun Pasal 66 ayat 1 huruf a dan b UUJN Nomor 30 Tahun 2004 telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 49-PUUX2012. 38 Notaris merupakan jabatan kepercayaan, profesi terhormat dan mulia yang harus pula memperoleh perlindungan hukum dari Undang-Undang dalam melaksanakan tugas jabatannya. 39

2. Konsepsi