PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KESEHATAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN PROFESINYA

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KESEHATAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN PROFESINYA

JURNAL HUKUM

OLEH : M.SOFIAN HADI NIM. D1A.008.098

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM


(2)

Halaman Pengesahan

PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KESEHATAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN PROFESINYA

OLEH : M.SOFIAN HADI NIM. D1A.008.098

Menyetujui, Mataram, .. Maret 2013

Pembimbing Pertama,

Dr. H. M. Arba, SH. M.Hum NIP. 196212311989031018


(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KESEHATAN DALAM MELAKSANAKAN TUGAS DAN PROFESINYA.

M.SOFYAN HADI D1A 008098

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menguraikan pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya, bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. Jenis penelitian yang diuraikan adalah penelitian normatif dengan menggunakan bahan hukum Primer, Sekunder dan Tersier, serta pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan tehnik studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya di atur dalam Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. Sedangkan bentuk perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya karena adanya kelalaian dan kurang hati-hati serta adanya tanggung jawab hukum baik secara perdata, pidana, dan administratif.

Kata kunci: Perlindungan Hukum dan Tenaga Kesehatan

ABSTRACT

The purpose of this study to elaborate setting the legal protection of health personnel in implementing the tasks and profession, a form of legal protection for health workers in carrying out the duties and profession. This type of research is described normative-empirical research using legal materials Primary, Secondary and Tertiary, and the kind of field data Primary, Secondary, and collection of legal materials / techniques of data collection techniques with field studies.

The results showed that setting the legal protection of health workers in carrying out the duties and profession regulated in Law Number 36 Year 2009 on Health, Law Number 29 Year 2004 concerning the Practice of Medicine, Law No. 44 Year 2009 on the Hospital, Government Regulation Number 32 Year 1996 About Medicals. While the forms of legal protection for health workers and professional duty due to negligence and lack of care and any liability whether civil, criminal, and administrative.


(4)

PENDAHULUAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sehat dan ekonomis. Di dalam konsideran Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa :

“Kesehatan merupakan hak asasi manusia salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Dalam subsistem SDM kesehatan, tenaga kesehatan merupakan unsur utama yang mendukung subsistem kesehatan lainnya. Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Subsistem SDM kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Demi kemakmuran dan meningkatkan kesehatan masyarakat pemerintah dalam berbagai regulasi dan kebijakan telah berusaha membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Masalah kesehatan tidak hanya dikaitkan dengan persoalan memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat, namun juga pengaturan yang


(5)

berkaitan dengan perlindungan terhadap tenaga kesehatan atau orang yang melibatkan diri secara langsung untuk memberikan jasa sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya dalam pemberian perlindungan hukum bagi setiap tenaga kesehatan.

Disamping itu tenaga kesehatan juga berusaha untuk melaksanakan tugas dan profesinya dengan baik. Tetapi dapat terjadi bahwa tenaga kesehatan walaupun telah berusaha dengan sungguh-sungguh, ada kemungkinan tetap akan ada kemungkinann melakukan kesalahan. Sehingga perlu diwaspadai bahwa pada ujung-ujungnya semua biaya akan dibebankan pada seluruh penderita yang dilayani tenaga kesehatan tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. 2) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. 2) bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain dari : 1) Segi Akademis yaitu Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram. 2) Secara Teoritis yaitu diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman bagi ilmu pengetahuan mengenai lembaga


(6)

Bapepam. 3) Secara Praktis yaitu dapat menjadi masukan dan tambahan materi bagi para pembacanya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji hukum sebagai norma-norma, aturan-aturan yang berada dalam Kita Undang-Undang, dan berbagai peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka. Dalam penelitian normatif ini disebut juga penelitian doktrinal yang di mana menggunakan peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan,dan pendapat para ahli.


(7)

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melaksanakan Tugas dan Profesinya.

Tenaga Kesehatan merupakan komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Selaku komponen utama pemberi pelayanan kesehatan tentunya keberadaan, peran, dan tanggung jawab tenaga kesehatan sangatlah penting dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta terlindungi baik bagi tenaga kesehatan itu sendiri maupun bagi masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan tersebut tentu perlu pengaturan yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan penelitian, di dalam tata hukum positif nasional terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melakukan profesinya antara lain sebagai berikut:

a. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan b. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit c. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran d. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Berikut instrument-instrumen hukum di atas sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran


(8)

Negara RI Nomor 5063. UU kesehatan No.36/2009 berfungsi sebagai “payung hukum” yang mengacu pada tanggung jawab pemerintah pusat dan kemudian menentukan apa yang diharapkan pemerintah pusat dari pemerintah daerah.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab dan 205 pasal. Dari 22 bab tersebut yang langsung berkaitan dengan perlindungan terhadap Tenaga kesehatan terdapat pada bab V tentang sumber daya bidang kesehatan yang terdapat dalam pasal 23 ayat (3) yang berbunyi :

“Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah”

Dalam pasal 23 di atas menjelaskan tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan serta tugasny, tenaga kesehatan harus memiliki izin baik berupa SIK (Surat Iziin Kerja) atau SIP (Surat Izin Praktek) dari pemerintah.

Pasal 27

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pmerintah.

Penjelasan dari pasal 27 di atas, tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum apabila pasien sebagai konsumen kesehatan menuduh/merugikan tenaga kesehatan dimana tenaga kesehatan sudah melakukan tugas sesuai ke ahliannya serta kewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dimaksudkan agar tenaga


(9)

kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru.

b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Lembaran Negara Republik INdonesia Tahun 2009 Nomor 153. Dikeluarkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.1 Bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Secara sistematis Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit terdiri 15 bab dan 66 pasal. Ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 sebagian besar berkaitan erat dengan pelayanan kesehatan serta tanggung jawab tenaga kesehatan terhadap rumah sakit dan sebagai berikut:

a) Tanggung jawab tenaga kesehatan terhadap Rumah Sakit:

• Mendedikasikan keahlian yang dimiliki sepenuhnya untuk pelayanan.

• Melakukan pelayanan terhadap pasien dengan penuh tanggung jawab dan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur).

• Patuh terhadap peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. • Menjaga rahasia medis pasien dalam nama baik Rumah Sakit.

1

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.


(10)

Dalam hal ini, rumah sakit harus dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui pembentukan berbagai perangkat aturan di rumah sakit meliputi, peraturan internal staf medis, standar prosedur operasional dan berbagai pedoman pelayanan kesehatan serta melalui penyediaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang memiliki kompetensi dalam bidang medikolegal.

c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Undang- Undang Praktik Kedokteran diundangkan pada tanggal 6 bulan Oktober tahun 2004. Undang- Undang Praktik Kedokteran diundangkan untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Undang-Undang ini secara sistematika terdiri dari 12 Bab 88 Pasal. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 ini secara khusus mengatur tentang Praktek Kedokteran. Undang-Undang ini merupakan petunjuk atau pedoman yang harus ditaati oleh tenaga kesehatan dalam melakukan atau melaksanakan tugas sesuai profesinya. serta bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang terdapat dalam bab VI tentang penyelenggara praktik kedokteran. Hak dan kewajiban dokter di atur dalam pasal 50 dan pasal 51 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 adalah :


(11)

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak diatur dalam pasal 50 :

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional.

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya, dan

d. Menerima imbalan jasa.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban diatur dalam pasal 51:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Penjelasan pasal 50 dan pasal 51 di atas, Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi sedangkan yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.


(12)

d. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentangTenaga Kesehatan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637. Produk hukum ini lebih mengatur tentang pernecanaan tenaga kesehatan.Perencanaan tenaga kesehatan diatur melalui PP No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan antar lain bahwa pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 terdiri dari 11 bab 37 pasal. Ketentuan yang terdapat di dalam PP Nomor 32 Tahun 1996 yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan terdapat pada Bab V Standar Profesi Dan Perlindungan Hukum yang tetrdapat dalam pasal 24 yang berbunyi:

(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Penjelasan pasal 24 di atas, Perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun perbuatan manusia.


(13)

B. Bentuk Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melaksanakan Tugas dan Profesinya.

Perlindungan hukum adalah pengaturan sesuatu hal tertentu agar medapatkan suatu tempat yang aman, atau pengaturan sesuatu oleh hukum sehingga hak dan kewajibannya dilindungi hukum. Oleh karena itu setiap perbuatan yang dilakukan yang berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku akan mendapatkan perlindungan hukum.

Apabila tenaga kesehatan dirugikan oleh suatu perbuatan pihak lain baik sengaja atau lalai maka tenaga kesehatan dapat meminta tanggung jawab hukum kepada pihak-pihak tersebut baik secara perdata, pidana, maupun administratif. Serta adanya ganti rugi, bantuan hukum, pemulihan nama baik dan dapat dilihat dari hak dan kewajiban tenaga kesehatan.

1. Tanggung Jawab Hukum

a) Tanggung jawab dari segi hukum perdata

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban hukum perdata dalam kamus hukum, yaituresponsibilitydanliability:2

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, sedangkan istilah responsibilitymenunjuk pada pertanggungjawaban politik atau tanggung jawab atas kesalahan sendiri.

Liabilitymerupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya

2

Ridwan H.R.,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.


(14)

atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum atau orang lain.

Tanggung jawab tersebut di dasarkan pada ketentuan pasal 1365 dan pasal 1367 KUHPerdata yang menyebutkan sebagai berikut:

Dari segi hukum perdata, didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW

(Burgerlijk Wetboek),yang bunyinya sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati.”

Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan. Akan tetapi sejak tahun 1919 yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian yaitu setiap tindakan atau kelalaian baik yang : (1) Melanggar hak orang lain (2) Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri (3) Menyalahi pandangan etis yang umumnya dianut (adat istiadat yang baik) (4) Tidak sesuai dengan kepatuhan dan kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang seorang dalam pergaulan hidup.

Pada pasal 1366 KUH Perdata seorang tenaga kesehatan selain dapat dituntut atas dasar wanprestasidan melanggar hukum seperti tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 KUH Perdata, berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati hatinya”.


(15)

Penjelasan Pada pasal 1366 KUHPerdata menyebutkan Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Sedangkan pada ketentuan pasal 1367 KUHPerdata yang menyebutkan sebagai berikut:

“Seseorang harus memberikan pertanggung-jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dan tindakannya sendiri, tapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada dibawah pengawasannya.”

Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata mengatur mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan sesuatu pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain.

b) Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Pidana

Tanggung jawab hukum pidana, mengenal adanya unsur Kesengajaan (dolus) dan Kelalaian (culpa) :3

• Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).

• Kealpaan/Kelalaian (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.

Berikut akan diuraikan mengenai kesalahan yang disebabkan oleh unsur kelalaian dan unsur kesengajaan :

• Disebabkan karena unsur kelalaian (Culpa)

3

Bambang Poernomo, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984 hal. 138


(16)

Secara sederhana kealpaan berarti tidak teliti dan tidak berhati-hati, teledor. Akan tetapi karena kesalahannya, terjadi kekeliruan yang mengakibatkan terjadinya hal yang dilarang tersebut.

• Disebabkan karena unsur kesengajaaan (Dolus)

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita meyaksikan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesamanya dimana tindakan dan/atau perbuatan itu ada yang terjadi tanpa disengaja dan ada juga yang dilakukan dengan sengaja. Dari kata-kata sengaja itu diambil suatu kesimpulan bahwa perbuatan dilakukan dengan mengetahui sejauh mana akibat yang dapat timbul dengan dilakukannya perbuatan itu.

Penafsiran dan penerapan pasal-pasal tersebut, harus dilakukan secara ekstra hati-hati, professional, dan melalui pendapat pakar di bidang kedokteran dan kesehatan lainnya.

c) Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Administratif

Dari segi hukum administratif, seperti yang disebutkan pada pasal 69 ayat (3) Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dalm penjelasannya yaitu tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi dapat berupa teguran (lisan atau tertulis), mutasi, penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan, skorsing bahkan pemecatan serta pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:4

1. Melalaikan kewajiban;

2. Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;

3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;

4

Ritonga, ILK. Hubungan Hukum Antara Pasien dan Dokter serta Tanggung Jawab Dokter Dalam Upaya Pelayanan Medis. (diakses tanggal 17 Desember 2012). Diunduh dari : www.repository.usu.ac.id.


(17)

4. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.

Aspek Hukum Administrasi Negara meliputi perizinan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional dan rumah sakit sebagai penyedia sarana pelayanan kesehatan. Sebuah rumah sakit harus memenuhi persyaratan menyangkut perizinan, ketenagaan, dan kelengkapan sarana pelayanan kesehatan.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, dapat diutarakan pada pasal 2 pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban keadilan gender dan non-diskriminatif dan norma-norma agama. Tentang tenaga kesehatan, diatur dalam Pasal 27 :

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya;

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki;

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan pemerintah.

2. Hak dan kewajiban Tenaga Kesehatan

Pribadi yang luhur adalah pribadi yang selalu mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadi. Namun demikian halnya sebagai manusia, tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan keluarga, serta tanggung jawab profesinya kepada masyarakat. Berikut hak dan kewajiban tenaga kesehatan secara umum yaitu:


(18)

a. Hak tenaga kesehatan:

1. Menerima Informasi benar dan jujur 2. Mendapatkan Imbalan Jasa

3. Mendapatkan Perlindungan hukum

4. Tolak ungkap rahasia pasien terkecuali apabila pasien menuntut dan memberi informasi kpd media cetak dianggap telah melepaskan haknya (psl 44 RS)

5. Dapat menggugat dan menuntut b. Kewajiban tenaga kesehatan:

1. Memiliki SIP/SIK (Surat Izin Praktek/Surat Izin Kerja) 2. Mengikuti SP,SPO, etika (Standar Prosedur Operasional) 3. Menghormati hak pasien

4. Mengutamakan keselamatan pasien 3. Ganti Rugi

Undang-undang perlindungan konsumen mengatur lebih luas mengenai subjek yang dapat digugat untuk mengganti kerugian. Konsumen tidak hanya dapat menggugat produsen, tetapi konsumen juga dapat menggugat pelaku usaha yang termasuk didalamnya adalah tenaga kesehatan yang dianggap sebagai pelaku usaha.

Dalarn bidang medis dapat dipaharni bahwa tidak semua kerugian yang dialarni pasien adalah akibat dari kesalahan seorang dokter. Kerugian dapat saja timbul sebagai akibat dari perjalanan penyakit atau dapat juga disebabkan oleh resiko atau komplikasi tindakan medis tersebut, yang tidak dapat dihindari namun karena kelalaian. Pada ke dua keadaan tersebut seorang dokter tidak dapat dimintai tanggung jawabnya untuk mengganti rugi.


(19)

4. Bantuan Hukum

Apabila mengacu pada Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang mengatakan:

“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Bantuan hukum telah diatur secara khusus dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dengan kehadiran undang-undang ini diharapkan mampu menjamin hak konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan hukum yang pantas sesuai dengan proporsi masing-masing.

Tujuan dari pemberian bantuan hukum itu harus orang-orang yang sesuai dengan kriteria yang dimaksud dalam undang-undang. Menurut Pasal 5 Undang-undang Bantuan Hukum, yang berhak mendapatkan bantuan hukum yaitu sebagai berikut:

1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

5. Pemulihan Nama Baik

Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga. Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala


(20)

kesalahannya bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

Dalam perspektif RUU Kesehatan dalam pasal 14 ditegaskan Setiap orang berhak menuntut kompensasi dan/atau ganti rugi terhadap seseorang atau tenaga kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan yang menimbulkan kerugian. Namun tuntutan ini tidak berlaku dalam hal tenaga kesehatan melakukan dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa atau badan orang tersebut.


(21)

PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Dalam hukum positif Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan, peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. 2) Bentuk perlindungan hukum tenaga kesehatan berupa adanya kelalaian serta kerugian, bagi tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian serta kerugian maka bentuk pertanggung jawaban tenaga kesehatan bisa secara perdata, pidana, dan administratif ataupun etik. Dan juga dapat dilihat dari hak dan kewajiban tenaga kesehatan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan masukan berupa saran, yaitu: 1) Untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan dan mendorong ketenangan dan kepastian profesi tenaga kesehatan, agara perbagai Peraturan Pemerintah (PP) yang ditegaskan dalam beberapa undang-undang, harus segera direalisir. 2) Mengigat tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan serta mendapatkan perlindungan hukum, maka perlindungan tenaga kesehatan merupakan kewajiban bagi pasien sebagai konsumen untuk senantiasa menghormati atau memeperhatikan hak-hak dan kewajiban tenaga kesehatan.


(22)

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku;

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.

Ridwan H.R.,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.

Bambang Poernomo, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984 hal. 138

Peraturan Perundang-undangan;

Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN, No. 36 Tahun 2009

Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Indonesia, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Indonesia, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Indonesia, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan


(1)

4. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.

Aspek Hukum Administrasi Negara meliputi perizinan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional dan rumah sakit sebagai penyedia sarana pelayanan kesehatan. Sebuah rumah sakit harus memenuhi persyaratan menyangkut perizinan, ketenagaan, dan kelengkapan sarana pelayanan kesehatan.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, dapat diutarakan pada pasal 2 pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban keadilan gender dan non-diskriminatif dan norma-norma agama. Tentang tenaga kesehatan, diatur dalam Pasal 27 :

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya;

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki;

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan pemerintah.

2. Hak dan kewajiban Tenaga Kesehatan

Pribadi yang luhur adalah pribadi yang selalu mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadi. Namun demikian halnya sebagai manusia, tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan keluarga, serta tanggung jawab profesinya kepada masyarakat. Berikut hak dan kewajiban tenaga kesehatan secara umum yaitu:


(2)

a. Hak tenaga kesehatan:

1. Menerima Informasi benar dan jujur 2. Mendapatkan Imbalan Jasa

3. Mendapatkan Perlindungan hukum

4. Tolak ungkap rahasia pasien terkecuali apabila pasien menuntut dan memberi informasi kpd media cetak dianggap telah melepaskan haknya (psl 44 RS)

5. Dapat menggugat dan menuntut b. Kewajiban tenaga kesehatan:

1. Memiliki SIP/SIK (Surat Izin Praktek/Surat Izin Kerja) 2. Mengikuti SP,SPO, etika (Standar Prosedur Operasional) 3. Menghormati hak pasien

4. Mengutamakan keselamatan pasien 3. Ganti Rugi

Undang-undang perlindungan konsumen mengatur lebih luas mengenai subjek yang dapat digugat untuk mengganti kerugian. Konsumen tidak hanya dapat menggugat produsen, tetapi konsumen juga dapat menggugat pelaku usaha yang termasuk didalamnya adalah tenaga kesehatan yang dianggap sebagai pelaku usaha.

Dalarn bidang medis dapat dipaharni bahwa tidak semua kerugian yang dialarni pasien adalah akibat dari kesalahan seorang dokter. Kerugian dapat saja timbul sebagai akibat dari perjalanan penyakit atau dapat juga disebabkan oleh resiko atau komplikasi tindakan medis tersebut, yang tidak dapat dihindari namun karena kelalaian. Pada ke dua keadaan tersebut seorang dokter tidak dapat dimintai tanggung jawabnya untuk mengganti rugi.


(3)

4. Bantuan Hukum

Apabila mengacu pada Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang mengatakan:

“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Bantuan hukum telah diatur secara khusus dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dengan kehadiran undang-undang ini diharapkan mampu menjamin hak konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan hukum yang pantas sesuai dengan proporsi masing-masing.

Tujuan dari pemberian bantuan hukum itu harus orang-orang yang sesuai dengan kriteria yang dimaksud dalam undang-undang. Menurut Pasal 5 Undang-undang Bantuan Hukum, yang berhak mendapatkan bantuan hukum yaitu sebagai berikut:

1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

5. Pemulihan Nama Baik

Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga. Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala


(4)

kesalahannya bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

Dalam perspektif RUU Kesehatan dalam pasal 14 ditegaskan Setiap orang berhak menuntut kompensasi dan/atau ganti rugi terhadap seseorang atau tenaga kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan yang menimbulkan kerugian. Namun tuntutan ini tidak berlaku dalam hal tenaga kesehatan melakukan dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa atau badan orang tersebut.


(5)

PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Dalam hukum positif Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan, peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. 2) Bentuk perlindungan hukum tenaga kesehatan berupa adanya kelalaian serta kerugian, bagi tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian serta kerugian maka bentuk pertanggung jawaban tenaga kesehatan bisa secara perdata, pidana, dan administratif ataupun etik. Dan juga dapat dilihat dari hak dan kewajiban tenaga kesehatan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan masukan berupa saran, yaitu: 1) Untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan dan mendorong ketenangan dan kepastian profesi tenaga kesehatan, agara perbagai Peraturan Pemerintah (PP) yang ditegaskan dalam beberapa undang-undang, harus segera direalisir. 2) Mengigat tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan serta mendapatkan perlindungan hukum, maka perlindungan tenaga kesehatan merupakan kewajiban bagi pasien sebagai konsumen untuk senantiasa menghormati atau memeperhatikan hak-hak dan kewajiban tenaga kesehatan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku;

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.

Ridwan H.R.,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.

Bambang Poernomo, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984 hal. 138

Peraturan Perundang-undangan;

Indonesia, Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN, No. 36 Tahun 2009

Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Indonesia, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Indonesia, Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Indonesia, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan