Uji Beban Kerja Terhadap Kinerja Alat Penumbuk Mekanis

LAMPIRAN
Lampiran 1. Flowchart
Mulai

Persiapan bahan
(udang rebon kering)

Dibersihkan udangrebon
B1 = 1,5 kg
Ditimbang udang rebon
Sesuai perlakuan

B2 = 2 kg
B3 = 2,5 kg

Dicampurkan udang dengan
garam dan air secukupnya

Dimasukkan udang kedalam
lesung


Dihidupkan motor

Dihidupkan stopwatch

Udang ditumbuk

Ditunggu udang hingga halus

Analisis data sesuai parameter
selesai

40
Universitas Sumatera Utara

41

Lampiran 2. Data pengamatan waktu yang diperlukan alat untuk beroperasi (jam)
Perlakuan
B1
B2

B3
Total
Rataan

I
0,250
0,316
0,450
1,016
0,339

Ulangan
II
0,242
0,356
0,478
1,076
0,359

III

0,256
0,342
0,444
1,042
0,347

Total

Rataan

0,748
1,014
1,372
3,134
1,045

0,245
0,338
0,457
1,040

0,347

Lampiran 3. Data pengamatan berat bahan setelah ditumbuk
Perlakuan
B1
B2
B3
Total
Rataan

I
1,43
1,89
2,35
5,67
1,89

Ulangan
II
1,42

1,88
2,37
5,67
1,89

III
1,42
1.89
2,35
5,66
1,88

Total

Rataan

4,27
5,66
7,07
17

5,67

1,42
1,88
2,36
5,66
1,87

Universitas Sumatera Utara

42

Lampiran 4. Data Pengamatan Kapasitas Efektif Alat Per Lesung (kg/jam) Daftar
Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat
Perlakuan
B1
B2
B3
Total
Rataan


I
4,12
5,45
6,77
16,34
5,45

Ulangan
II
4,09
5,42
6.97
16,48
5,49

III
4,09
5,45
6,77

16,31
5,44

Total

Rataan

12,30
16,32
20,51
49,13
16,37

4,10
5,44
6,83
16,37
5,46

Perhitungan Kapasitas Efektif Alat

Kapasitas Efektif Alat =

Berat bahan yang ditumbuk(Kg)
Waktu penumbukan (jam)

Perlakuan 1 (B1)
Ulangan 1

1,43 kg
=
=4,12 kg/jam
0,347Jam

Ulangan 2

=

Ulangan 3

=


1,42 kg
0,347 jam
1,42
0,347 jam

Rata-rata Kapasitas Efektif Alat =

=4,09 kg/jam

= 4,09kg/jam
4,12 +4,09 +4,09
3

= 4,10 kg/jam

Perlakuan 2 (B2)
Ulangan 1

=


Ulangan 2

=

Ulangan 3

=

1,89 kg
0,347 jam
1,88 kg
0,347 jam
1,89 kg
0,347 jam

Rata-rata Kapasitas Efektif Alat =

=5,45 kg/jam

=5,42 kg/jam

=5,45 kg/jam
5,45 +5,42 +5,45
3

= 5,44 kg/jam

Perlakuan 3
Ulangan 1
Ulangan 2

=

2,35 kg

=6,77kg/jam
0,347 jam
2,37 kg
=
=6,97 kg/jam
0,347jam

Universitas Sumatera Utara

43

Ulangan 3

=

2,35 kg
0,347jam

Rata-rata Kapasitas Efektif Alat =

=6,77kg/jam
6,77 +6,97+6,77
3

= 6,83 kg/jam

Data Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat
SK
Perlakuan
Galat
Total

Db
2
6
8

Ket :

tn
*
**

JK
11,236
0,28
11,263

KT
5,618
0,05

Fhit.
1209,57

**

F0.05
5,143253

F0.01
10,9242

= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

44

Lampiran 5. Data Pengamatan Persentase Bahan yang Hilang (%) dan Daftar
Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal

B1
B2
B3
Total

I
4,6
5,5
6,0
16,1

Ulangan
II
5.3
5,8
5,2
16,3

III
5,3
5,5
6,0
16,8

Rataan

4,93

5,43

5.6

Perlakuan

Total

Rataan

15,2
16,9
17,2
49,3

5.1
5.6
5,7
16,5

16,4

5,5

Perhitungan Persentase Bahan yang Hilang
berat awal-berat akhir
Bahan yang Hilang =
× 100%
berat awal
Perlakuan 1 (B1)
1,5-1,43
Ulangan 1
=
× 100% = 4,6%
1,5
Ulangan 2

=

Ulangan 3

=

1,5-1,42
1,5
1,5-1,42
1,5

×100%=5,3 %

×100%=5.3%

Rata-rata persentase bahan yang hilang

=

4,6%+5,3%+5,3%
3

= 5,1%

Perlakuan 2 (B2)
2-1,89

×100%=5,5 %

Ulangan 1

=

Ulangan 2

2-1,883
×100%=5,85%
=
2

Ulangan 3

2-1,89
=
×100%=5,5 %
2

2

Rata-rata persentase bahan yang hilang

=

5,5%+5,85%+5,5%
3

= 5,6%

Perlakuan 3
Ulangan 1

=

Ulangan 2

=

2,5-2,35
2,5
2,5-2,37
2,5

×100%=6,0%
×100%=5,2%

Universitas Sumatera Utara

45

Ulangan 3

=

2,5-2,35
2,5

×100%=6,0%

Rata-rata persentase bahan yang hilang

=

6,0%+5,2%+6,0%
3

= 5,73%

Data Analisis Sidik ragam Persentase Bahan yang Hilang
SK
Perlakuan
Galat
Total

Db
2
6
8

Ket :

tn
*
**

JK
0,761
0,835
1,596

KT
0,380
0,139

Fhit.
2,73

tn

F0.05
5,143253

F0.01
10,9242

= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

46

Lampiran 6. Data Pengamatan Konsumsi Bahan Bakar Solar (l/jam) dan Daftar
Analisis Sidik Ragam konsumsi bahan bakar solar
Perlakuan
B1
B2
B3
Total
Rataan

I
0,489
0,547
0,720
1,756
0,585

Ulangan
II
0,475
0,605
0.741
1.821
0.607

III
0,467
0,634
0,715
1,816
0,605

Total

Rataan

1,431
1,786
2,176
5,393
1,797

0,477
0,595
0,725
1,797
0,599

Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Solar

Konsumsi Bahan Bakar Solar =

volume penambahan bahan bakar solar (liter)
waktu alat bekerja (jam)

Perlakuan 1 (B1)
Ulangan 1

0,17 liter
=
=0,489liter/jam
0,347 Jam

Ulangan 2

=

Ulangan 3

=

0,165 kg
0,347 jam
0,162
0,347 jam

=0,475 liter/jam

= 0,467 liter/jam

Rata-rata konsumsi bahan bakar solar =

0,489+0,475+0,467
3

= 0,477 liter/jam

Perlakuan 2 (B2)
Ulangan 1

=

Ulangan 2

=

Ulangan 3

=

0,190 liter
0,347 jam
0,215liter
0,347 jam
0,22 liter
0,347 jam

Rata-rata konsumsi bahan bakar

=0,547 liter/jam

=0,605 liter/jam

=0,634liter/jam

=

0,634 +0,605 +0,634
3

= 0,595 liter/jam

Perlakuan 3

Universitas Sumatera Utara

47

Ulangan 1

=

Ulangan 2

=

Ulangan 3

=

0,25liter
0,347 jam
0,257liter
0,347 jam
0,248kg
0,347 jam

=0,720liter/jam

=0,741 liter/jam

= 0,715 liter/jam

Rata-rata konsumsi bahan bakar solar =

0,720 +0,741+0,715
3

= 0,725liter/jam

Data Analisis Sidik Ragam Konsumsi Bahan Bakar Solar
SK
Perlakuan
Galat
Total

Db
2
6
8

Ket :

tn
*
**

JK
0.093
0.005
0.098

KT
0.046
0.001

Fhit.
60,992

**

F0.05
5,143253

F0.01
10,9242

= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

48

Lampiran7 Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air Terasi
Data analisis sidik ragam kadar air
SK
Perlakuan
Galat
Total

Db
2
6
8

Ket :

tn
*
**

JK
18,566
7,582
0.876

KT
9,283
1,264

Fhit.
7,346

*

F0.05
5,143253

F0.01
10,9242

= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

49

Lampiran 8. Gambar proses pengolahan terasi

udang rebon yang digunakan

Air yang digunakan

garam yang digunakan

proses pencampuran udang, garam dan air

adonan
terasi

adonan terasi yang telah dihaluskan

Universitas Sumatera Utara

50

Proses fermentasi

terasi yang telah difermentasi

Terasi
yang telah dicetak

bahan tertinggal di lesung

bahan tertinggal di alu

Universitas Sumatera Utara

51

lampiran 9. Gambar alat pengujian kadar air

Timbangan digital

Proses pengovenan

Cawan

Oven

Desikator

Penjepit cawan

Universitas Sumatera Utara

52

Lampiran 10. Gambar alat penumbuk mekanis

alu dan lesung

Tampak depan alat

Universitas Sumatera Utara

53

Tampak belakang alat

Tampak atas alat

Universitas Sumatera Utara

54

Tangki alat

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aji, K. 2007. Deteksi Kerusakan Bantalan Gelinding Pada Pompa Sentifugal
Dengan Analisa Sinyal Getaran. http://eprints.uns.ac.id[15 Februari].
Anggo, A. D., F. Swastawati., W. F. Ma’ruf dan L. Rianingsih. 2014. Mutu
organoleptik dan kimiawi terasi udang rebon dengan kadar garam berbeda
dan lama fermentasi. http://undip.ac.id[18 Desember 2015].
Darmono, K., Oktavianus Y.F.W., Johanes B.P., Andrian, K.M., aditya, P. P.,
Arief, S. R., Made, A. D., Achmad, F., Stephanus, D. K., dan Abiniswu.
2014. V – Belt. http://www. dharmastiti.staff.ugm.ac.id [15 Februari].
Daywin, FJ, RG. Sitompul, Imam Hidayat., 2008. Mesin-Mesin Budidaya
Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Daryanto, 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Rineka Cipta, Malang.
Daryanto, 2002. Pengetahuan listrik. Bumi Aksara, Jakarta.
Daryanto, 2007. Dasar-Dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta, Jakarta.
Eska, P., 2011. Higiene Sanitasi Industri Rumah Tangga Pengolahan Terasi dan
Analisa Rhodamin B Pada Terasi Berbagai Merek Di Pasar Kota Medan.
http://repository.usu.ac.id [25 Februari 2015].
Fatty, A. R. 2012. Pengaruh Penambahan Udang Rebon Terhadap Kandungan
Gizi
dan
Hasil
Uji
Hedonik
Pada
Bola-Bola
Tempe.
http://www.lib.ui.ac.id [18 Desember 2015].
Fitriani, R., R., Utami., dan E. Nurhartadi. 2013. Kajian karakteristik fisikokimia
dan sensori bubuk terasi udang dengan penambahan angkak sebagai
pewarna
alami
dan
sumber
antioksidan.
http://www.ilmupangan.fp.uns.ac.id [18 Desember 2015].
Hardjosentono, M., Wijato, Elon. R., Badra I. W dan R. Dadang. 1996. MesinMesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Hermawan, S., 2012. Studi Karakteristik Hidrodinamika pada Slider Bearing
dengan
Permukaan
Slip
dan/atau
Permukaan
Bertekstur.
http://www.undip.ac.id [15 Februari].
Ma’ruf, M., K. Sukarti., E. Purnamasari., dan E. Sulistiawanto. 2013. Penerapan
produksi bersihpada industri pengolahan terasi skala rumah tangga
di dusun selangan laut pesisir bontang. http://fpik.unmul.ac.id
[18
Desember 2015].

37
Universitas Sumatera Utara

38

Mudjiman, A., 1982. Budidaya Udang Putih. Penebar Swadaya, Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan PengolahanHasil Perikanan. Jakarta, Penebar
Swadaya.
Niemann, G., 1982. Elemen Mesin: Desain dan Kalkulasi dari Sambungan,
Bantalan dan Poros. Penerjemah Bambang Priambodo. Erlangga, Jakarta.
Nofica, G., 2012. Efek Hidromagnetik Terhadap Performa Mesin Diesel Pada
Sistem HOT EGR. http://eprintis.undip.ac.id. [15 Juni 2016].
NurYani. 2006. Pengendalian mutu penanganan udang beku dengan konsep
hazard analysis critical control point.http://www.undip.ac.id
[18
Desember 2015].
Permaswari, A. D., R. Amanah dan Z. D Urbayani. 2013. Modifikasi Lesung
Tradisional Menggunakan Prinsip Katrol. [18 Desember 2015].
Pratiwi, G. E. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor udang di indonesia.
http://repository.unej.ac.id[18 Desember 2015].
Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan udang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Putranto, B. M. 2014. Fungsi dan teknik permainan kesenian tradisional gejog
lesung
di
sanggar
nitibudhoyo
dusun
nitiprayan
bantul.
http://eprints.uny.ac.id[18 Desember 2015].
Ramadhan, E. 2014. Uji Alat Penggiling Flat Burr Mill pada Komunitas Beras,
Ketan Putih dan Ketan Hitam. http://repository.usu.ac.id [15 Maret, 2016].
Roth, L., O.F.R Crow, and G.W.A Mahoney, 1982. Agriculture Engineering. AVI
Publishing. Wesport, USA.
Thahir, R., 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi melalui Inovasi Penyosohan
Mendukung
Swasembada
Beras
dan
Persaingan
Global.
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id [14 Maret 2016].
Simamora, S. D. 2014. Panduan Ekspor Udang Ke Uni Eropa. http://apindo.or.id.
[18 Desember 2015].
Smith, H. P., dan L. H, Wilkes. 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Soenarto, N dan S. Furuhama, 2002. Motor Serbaguna. Pradnya Paramita, jakarta.
Sularso dan K. Suga, 2004.Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Pradnya Paramita, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

39

Suyanto, S. R dan A. Mujiman. 2001. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Winarno, F. G., S. Fardiaz, D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia, Jakarta.
Zainuri dan A. Muhib. 2006. Mesin Pemindah Bahan. Andi offset, Yogyakarta.
Zulias, M. 2014. Analisis Kapasitas Kerja dan Kebutuhan Bahan Bakar Traktor
Tangan Berdasarkan Variasi Pola Pengolahan Tanah, Kedalaman
Pembajakan dan Kecepatan Kerja.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Agustus 2016, di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Utara dan Desa Lorong Pemancar
Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I, pengujian kadar air
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang rebon,
air, garam dan bahan bakar solar.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penumbuk
mekanis, ember, sendok, alat tulis, kalkulator, oven, gelas ukur, plastik vakum ,
stopwatch, timbangan, timbangan analitik, cawan alumunium, desikator dan
kamera.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur
(kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang
pengoperasian alat penumbuk mekanis. Kemudian melakukan analisis terhadap
kapasitas efektif alat, persentase bahan yang hilang, konsumsi bahan bakar solar
dan kadar air.
Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial dengan dengan satu faktor yaitu uji beban kerja
alat penumbuk mekanis dengan tiga kali ulangan.
23
Universitas Sumatera Utara

24

B1 = 1,5 Kg
B2 = 2,0 Kg
B3 = 2,5 Kg
Prosedur Penelitian
1.

2.

Persiapan bahan
-

Menyiapkan udang rebon kering yang akan ditumbuk

-

Membersihkan udang dari bahan selain udang

-

Menimbang bahan yang akan ditumbuk sesuai dengan perlakuan

-

Mencampurkan udang rebon dan garam lalu ditambahkan air secukupnya

-

Udang siap untuk ditumbuk

Pelaksanaan penelitian
-

Memasukkan udang ke dalam lesung sesuai dengan perlakuan

-

Menghidupkan mesin penumbuk mekanis

-

Menghitung waktu menggunakan stopwatch

-

Menumbuk udang sampai halus

-

Mematikan stopwatch

-

Melakukan pengamatan sesuai dengan parameter yang ditentukan

-

Melakukan analisis data

Proses Penumbukan Udang Rebon
Proses penghalusan udang rebon dilakukan dengan cara terlebih dahulu
udang dibersihkan dari ikan-ikan kecil, kotoran kotoran (misalnya kayu, kerikil,
plastik, dll). Udang yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam wadah
(ember) untuk dilakukan pengadonan. Adonan terasi biasanya menggunakan
garam dan air secukupnya. Banyaknya udang dan garam yang digunakan yaitu

Universitas Sumatera Utara

25

10:1: air secukpnya. Setelah selesai melakukan pengadonan, adonan tersebut
dimasukkan ke dalam lesung untuk dihaluskan. Proses penghalusan dilakukan
dengan cara menambahakan adonan sedikit demi sedikit kedalam lesung sambil
menagduk-aduk adonan tersebut agar tingkat kehalusannya merata dan adonan
tidak menggumpal.
Parameter yang diamati
Adapun parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Kapasitas efektif Alat
Kapasitas efektif alat dilakukan dengan membagi hasil udang tumbuk

terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menumbuk udang. Hal ini dapat dihitung
dengan persamaan (1).
2.

Persentase bahan hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tertinggal di alu dan di

lesung serta bahan yang terjatuh ke tanah. Persentase bahan yang hilang diperoleh
dengan membandingkan antara berat bahan yang hilang dengan berat awal bahan
yang dinyatakan dalam persen. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2).
3.

Konsumsi bahan bakar solar
Sebelum mesin penumbuk mekanis dihidupkan, tangki bahan bakar

penumbuk mekanis diisi sampai penuh sebelum penumbuk mekanis dijalankan,
setelah itu alat penumbuk mekanis dioperasikan sesuai dengan berat bahan yang
akan ditumbuk yaitu 1,5 kg, 2 kg dan 2,5 kg. Setelah selesai satu perlakuan, alat
penumbuk mekanis dimatikan, kemudian mengisi bahan bakar ke dalam tangki
sampai penuh dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan

Universitas Sumatera Utara

26

ke dalam tangki. Hal ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk
masing-masing perlakuan. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (3).
4.

Kadar air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat

persatuan berat bahan.

Caranya yaitu dengan mengeringkan bahan dalam oven

dengan suhu 60 oC selama 1 jam kemudian dinaikkan suhunya sekitar 80-90 oC
selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu
ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama
30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator selama 15 menit lalu
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Hal ini
dapat dihitung menggunakan persamaan (4).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pemberian
berbagai beban kerja pada alat penumbuk mekanis berpengaruh nyata terhadap
kapasitas efektif alat konsumsi bahan bakar solar dan kada air, berpengaruh tidak
nyata pada terhadap persentase bahan yang hilang. Hal ini dapat dilihat pada tabel
4. berikut ini:
Tabel 4. Data hasil uji beban kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis
Perlakuan
B1
B2
B3

Kapasitas efektif
alat (kg/jam)
4,10
5,44
6,83

Bahan yang
hilang(%)

Konsumsi bahan
bakar (l/jam)

5.1
5.6
5,7

0,477
0,595
0,725

Kadar
air
(%)
15,88
17,32
19,39

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kapasitas efektif alat tertinggi
terdapat pada perlakuan B3 yaitu sebesar 6,83 kg/jam dan nilai kapasitas efektif
alat terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 4,10 kg/jam. Persentase bahan
yang hilang tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 5,7% dan persentase bahan
hilang terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 5,1%. Konsumsi bahan bakar
solar tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 0,725 liter/jam dan konsumsi
bahan bakar solar terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 0,477 liter/jam. Nilai
kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 19,39% dan nilai kadar air
terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 15,88%.
Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif suatu alat menunjukkan produktifitas alat selama
beroperasi tiap satu satuan waktu. Kapasitas efektif alat diukur dengan membagi
banyaknya bahan hasil tumbukan pada alat penumbuk mekanis terhadap waktu

27
Universitas Sumatera Utara

28

yang dibutuhkan selama alat beroperasi. Dari hasil analisis sidik ragam dapat
dilihat bahwa perlakuan beban kerja memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas efektif alat. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan
Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh perbedaan beban kerja terhadap
kapsitas efektif alat untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini
Tabel 5. Uji DMRT pengaruh beban kerja terhadap kapasitas efektif alat
DMRT

Jarak
1
2

0,05
0,4467
000,4626

0,01

kode sampel

Rataan

B1
B2
B3

4,10
5,44
6,83

0,6996
0,7016

Notasi
0.05
0.01
a
A
b
B
c
C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap satu dengan yang lainnya. Hubungan beban kerja alat
penumbuk mekanis terhadap kapasitas efektif alat dapat dilihat pada Gambar 1.
8
y = 2,73x - 0,003
R² = 0,999

Kapasitas efektif alat
(kg/jam)

7
6
5
4
3
2
1
0
0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Beban kerja (Kg)

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 2 hubungan beban kerja terhadap kapasitas efektif alat

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa kapasitas efektif alat tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan B3 dengan massa beban 2,5 kg sebesar 6,83 kg/jam
sedangakan kapasitas alat efektif terendah dihasilkan oleh perlakuan B1 dengan
beban kerja 1,5 kg/jam.
Kemampuan operator dan kinerja alat sangat berpengaruh terhadap angka
kapasitas efektif alat. Oleh karena itu, jika operator kurang mahir dalam
mengoperasikan alat maka waktu yang dibutuhkan selama pengolahan akan lebih
banyak sehingga akan mempengaruhi nilai kapasitas efektif alat.
Persentase Bahan yang Hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tertinggal di alu,
lesung dan bahan yang terjatuh ke tanah. Pengukuran bahan yang hilang
dilakukan dengan cara berat awal dikurangi dengan berat akhir bahan. Persentase
bahan yang hilang diperoleh dengan cara membandingkan antara berat bahan
yang hilang dengan berat awal yang dinyatakan dalam persen.
Dari hasil uji analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa beban kerja
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang, sehingga
pengujian dengan menggunakan uji duncan multiple range test tidak dilanjutkan.
Hubungan beban kerja alat penumbuk mekanis terhadap persentase bahan yang
hilang dapat dilihat pada gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

30

5,8

y = 0,6x + 4,266
R² = 0,871

5,7

Bahan yang hilang
(%)

5,6
5,5
5,4
5,3
5,2
5,1
5

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Beban kerja (Kg)
Gambar 3. hubungan beban kerja terhadap bahan yang hilang

Dari gambar3 dapat dilihat persentase bahan yang hilang tertinggi
dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5kg) sebesar 5,7% dan persentase bahan
hilang terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar 5,1%.
Adapun bahan yang hilang disebabkan pada saat proses penumbukan bahan yang
ditumbuk keluar dari lesung akibat tumbukan dari alu. Bahan yang hilang ini juga
dapat disebabkan oleh operator yang kurang hati-hati pada saat pengadukan
adonan, dimana pada saat pengadukan berlangsung ada bahan yang terjatuh.
Selain itu bahan yang hilang juga disebabkan oleh operator yang kurang
memperhatikan kebersihan alat sehingga masih banyak bahan yang tertinggal di
alu dan lesung.
Konsumsi Bahan Bakar Solar
Konsumsi bahan bakar menunjukkan banyaknya bahan bakar yang
digunakan alat selama beroperasi. Konsumsi bahan bakar alat penumbuk mekanis
diukur dengan cara membagi volume penambahan bahan bakar solar terhadap
waktu yang dibutuhkan alat penumbuk mekanis beroperasi.

Universitas Sumatera Utara

31

Dari hasil uji analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa beban kerja
berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar solar, sehingga
pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji duncan multiple range test. Hasil
pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan
pengaruh beban kerja terhadap konsumsi bahan bakar solar dapat dilihat pada
tabel 6 berikut.
Tabel 6. Uji DMRT pengaruh beban kerja konsumsi bahan bakar solar
DMRT
Jarak

0,05

0,01

1
2

0,0633
0,0656

0.0992
0,0995

Kode
Sampel

Rataan

B1
B2
B3

0,477
0,595
0,725

Notasi
0.05
0.
0,01
a
A
b
B
c
C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Pada tabel dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Hubungan beban kerja alat
penumbuk mekanis terhadap konsumsi bahan bakar solar dapat dilihat pada
gambar 4.

Universitas Sumatera Utara

Konsumsi bahan bakar solar
(liter/jam)

32

0,8

y = 0,248x + 0,103
R² = 0,999

0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

Beban kerja (Kg)

Gambar 4. hubungan beban kerja terhadap konsumsi bahan bakar

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar solar
tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 0,725 liter/jam dan
konsumsi bahan bakar solar dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar
0,477 liter/jam. Pada penelitian ini konsumsi bahan bakar semakin besar saat
beban kerja alat penumbuk mekanis semakin besar. Semakin banyak bahan yang
diolah maka semakin besar tenaga yang dibutuhkan alat penumbuk mekanis
untukberoperasi sehingga semakin besar pula bahan bakar yang digunakan alat
penumbuk mekanis untuk beroperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulias
(2014) yang menyatakan bahwa semakin besar tenaga yang diperlukan alat untuk
beroperasi maka akan semakin banyak menghabiskan bahan bakar.
Kadar air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan
bobot bahan. Kadar air suatu bahan diperoleh dengan melakukan pemanasan
bahan selama beberapa jam dengan menghitung berat bahan sebelum dan sesudah

Universitas Sumatera Utara

33

dipanaskan. Penentuan kadar air dilakukan dengan dengan memanaskan bahan
menggunakan oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Kadar air diperoleh
dengan membandingkan selisih berat bahan sebelum dan sesudah dipanaskan
dengan berat awal yang dinyatakan dalam persen.
Hasil uji analisis sidik ragam kadar air menunjukkan bahwa setiap
perlakuan uji beban kerja alat penumbuk mekanis memberikan pengaruh yang
nyata sehingga pengujian duncan multiple range test (DMRT) dilanjutkan. Hasil
pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan
pengaruh beban kerja terhadap kadar air dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Uji DMRT pengaruh beban kerja terhadap kadar air terasi
DMRT
Jarak

0,05

0,01

1
2

0,7289
0,7555

1,1045
1,1458

Kode
Sampel

Rataan

B1
B2
B3

15,88
17,32
19,39

Notasi
0.05
0.
0,01
a
A
a
A
b
B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Pada tabel dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda

nyata

terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1 sedangkan perlakuan B1 tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan B2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh
taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara satu dengan
yang lainnya.
Hubungan beban kerja alat penumbuk mekanis terhadap kadar air udang
tumbuk dan terasi dapat dilihat pada gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

34

45
y = 9,93x + 15,16
R² = 0,999

40

Kadar air
(%)

35
30
25
udang tumbuk

20

terasi

15
y = 3,51x + 10,51
R² = 0,989

10
5
0
0

1

2

3

Beban kerja (Kg)
Gambar 5. hubungan beban kerja terhadap kadar air

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar air udang tumbuk tertinggi
dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 33,878% dan kadar air
terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar 33,19%, setelah
dilakukan penjemuran kadar air terasi mengalami penyusutan dimana kadar air
tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 19,39% dan kadar
air terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (massa 1,5 kg) yaitu sebesar 15,88%.
Pada penelitian ini kadar air udang rebon basah yang digunakan yaitu sebesar
44.142%, setelah dilakukan penjemuran terhadap udang basah diperoleh kadar air
udang kering sebesar 21,105%. Udang kering kemudian diolah menjadi terasi
dengan mencampurkan garam dan air secukupnya. Setelah adonan terasi dicetak
lalu dilakukan kembali penjemuran untuk menghilangkan sebagian kadar kair.
Proses menghilangkan sebagian kadar air bertujuan untuk menjaga mutu dari
bahan terasi dan memperpanjang daya simpan terasi tersebut. Hal ini sesuai
dengan Winarno (1980) yang menyatakan bahwa kadar air sangat berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

35

terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di
dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan
cara penguapan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara
penguapan atau pengentalan dan pengeringan.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Uji beban kerja alat penumbuk mekanis memberikan pengaruh nyata
terhadapkapasitas efektif alat, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air
namun berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang
dan kadar ai.

2.

Kapasitas efektif alat penumbuk mekanis tertinggi yaitu dengan
menggunakan beban kerja 2,5 kg sebesar 6,83 kg/jam

3.

Persentase bahan hilang pada alat penumbuk mekanis yang paling sedikit
yaitu dengan menggunkan beban kerja 1,5 kg sebesar 5,1%

4.

Konsumsi bahan bakar solar alat penumbuk mekanis tertinggi berada
pada perlakuan B3 dengan beban kerja 2,5 kg yaitu sebesar 0,725 l/jam
dan terendah berada pada perlakuan B1 dengan beban kerja 1,5 kg yaitu
sebesar 0,477 l/jam.

5.

Kadar air terasi tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 dengan beban
kerja 2,5 kg yaitu sebesar 19.39% dan kadar air trendah dihasilkan pada
perlakuan B1 dengan beban kerja 1,5 kg yaitu sebesar 15,88%.

Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lanjut dengan komoditi bahan yang berbeda.
2. Perlu dilakukan penumbukan kembali agar diperoleh adonan terasi yang
lebih halus.
3. Perlu dibuat tempat penjemuran yang baik agar terasi tidak mudah rusak
dan kering secara optimal.

36
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Udang

Udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut.
Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah
sekitar sungai-sungai besar dan rawa-rawa dekat pantai. Udang-udang air tawar
ini pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae sehingga para ahli
sering

menyebutnya

sbagai

kelompok

udang

palaemonid

(Suyanto dan Mujiman, 2001).
Udang diklasifikasikan ke dalam filum arthopoda, kelas crustacean, dan
bangsa decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan
jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnga, yaitu
udang laut dan udang darat. Dari sekian banyak jenis yang terdapat diperairan
Indonesia, jenis udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting
antara lain penaeus monodon (udang windu), panaeus merguiensis (udang putih),
dan metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai
ekonomis penting antara lain macrobranchium rosenbergii (udang galah),
panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).
Udang laut sendiri, terutama terdiri dari udang-udang dalam keluarga
penaeidae, beberapa jenis udang penaeidae yang terkenal dan sering tertangkap
oleh para nelayan antara lain adalah : udang windu (penaeus monodon), udang
kembang (penaeus semisulcatus), udang putih (penaeus merguiensis), udang jari
(penaeus indicus longirostris), udang werus (metapenaeus monoceros), udang

5
Universitas Sumatera Utara

6

belang (parapenaeopsis sculpitilis), udang kipas, dan udang ronggeng
(Suyanto dan Mujiman, 2001).
Buwono 1993 mengatakan bahwa udang merupakan salah satu produk
perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang
tinggi. Adapun komposisi kimia daging udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Kimia Daging Udang
Zat Kimia yang terkandung
Air
Protein
Lemak
Kalsium
Magnesium
Fosfor
Besi
Tembaga
Iodium
(Moejanto, 1979).

Persentase (%)
71,5-79,5
18,0-22,0
23,0
0,0542
0,421
0,2285
0,002185
0,003973
0,000023

Udang Rebon
Beberapa jenis benih yang biasanya masuk ke dalam tambak bersamasama benih udang putih antara lain adalah benih udang werus (Metapenaeus
monoceros), udang cendana (Metapenaeus brevicornis), udang windu (Panaeus
monodon), rebon (Acetes sp.), reket (Mesopodopsis sp), dan udang biang atau
udang buku (Caridina sp dan Palaemon sp.). Pada waktu rebon (Acetes sp.) masih
kecil (panjang antara 8-15 mm), sungut rebon panjang berwarna merah dan seperti
patah tak jauh dari pangkalnya (Mudjiman, 1982).
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun
dalam ukuran yang

sangat kecil dibanding udang yang lainnya.

Udang ini

merupakan bahan baku utama dalam pembuatan terasi. Dipasaran udang ini lebih
mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi atau telah dikeringkan dan sangat
jarang dijual dalam keadaan segar (Fatty, 2012).

Universitas Sumatera Utara

7

Gambar 1 udang rebon (Mysis relicta)

Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Berdasarkan
Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam 100 gram udang rebon segar mengandung
protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg. Namun, udang rebon
mudah busuk jika tidak diolah. Oleh karena itu rebon harus diolah terlebih dahulu
agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu terasi
(fitriani, dkk, 2013).
Tabel 2. Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g
Kandungan gizi
Udang rebon kering
Energi (kkal)
299
Protein (g)
59,4
Lemak (g)
3,6
Karbohidrat (g)
3,2
Kalsium (mg)
2.306
Fosfor (mg)
265
Besi (mg)
21,4
Vitamin A (SI)
0
Vitamin B1 (mg)
0,06
Air (g)
21,6
Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 1992

Udang rebon segar
81
16,2
1,2
0,7
757
292
2,2
60
0,04
79,0

Universitas Sumatera Utara

8

Terasi
Terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk pasta, berbau khas hasil
fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan
lain.Hampir semua negara di Asia Selatan dan Tenggara memiliki produk ini yaitu
Hentak, Ngari, dan Tungtap di India, Bagoong di Filipina, Terasi di Indonesia, Belacan di
Malaysia, Ngapi di Myanmar, Ka-pi di Thailand. Pasta ikan atau udang biasanya terbuat
dari berbagai jenis ikan air tawar dan laut serta udang (Anggo., dkk, 2014).

Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari
ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau
fermentasi, disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada
umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan
memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Fitriyani, 2013).
Mutu Terasi Udang
Persyaratan mutu terasi udang rebon berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-2716.1-2009, dalam Eska (2011) dapat dilihat pada Tabel 1
dibawah ini.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Terasi
Jenis Uji
I. Organoleptik
II. Cemaran Mikroba *
- Escherichia coli
- Salmonella
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholerae
III. Kimia
- Kadar Air
- Kadar Abu Tak Larut dalam
Asam
- Kadar Garam
- Kadar Protein
- Kadar Karbohidrat

Satuan
Angka (1-9)

Persyaratan
Minimal 7

APM/g
Per 25 g
Koloni / g
Per 25 g

Minimal < 3
Negatif
1 x 103
Negatif

% Fraksi Massa
% Fraksi Massa

30-50
Maksimal 1,5

% Fraksi Massa
% Fraksi Massa
% Fraksi Massa

Maksimal 10
Maksimal 15
Maksimal 2

Universitas Sumatera Utara

9

Proses Pengolahan terasi
Tahapan pembuatan terasi rebon tradisional yakni, pertama dilakukan
pembersihan,

pencucian,

pengukusan,

penjemuran

1

(setengah

kering),

penggaraman, penumbukkan 1, pemeraman (fermentasi) 24 jam, penjemuran 2,
penumbukan 2, pemeraman 24 jam, penjemuran 3, penumbukan 3, pemeraman 3
selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak dipotong-potong dan
terakhir pengemasan. Cara pembuatan terasi rebon modern, yakni pertama
pembersihan, pencucian, penggaraman, penggilingan, pemanasan (mendidih 5
menit), pemeraman 1 (fermentasi) 7 hari, penjemuran 1 (setengah kering).
Jika membandingkan dengan cara pembuatan terasi dia atas maka tahapan
pembuatan terasi yang dilakukan oleh wanita nelayan di Selangan Laut relatif
lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan alat yang digunakan untuk membuat terasi
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pembuatan terasi sangat
sederhana, yakni menggunakan lesung dan alu sebagai penumbuk/mengahaluskan
udang, baskom, cetakan terbuat dari kayu, baki,nampan, karung, gayung, dan
kursi duduk rendah terbuat dari kayu.
2. Penyiapan bahan baku
Bahan baku pembuatan terasi adalah rebon (udang kecil) yang
diperoleh dari hasil penyeseran sehingga masih dalam kondisi segar. Rebon
tersebut dijemur kurang lebih sehari agar kering. Jika tidak langsung diolah
menjadi terasi, udang rebon kering paling lama disimpan 1 bulan dan harus segera
diolah. Jika masa penyimpanan lebih dari 1 bulan, maka terasi yang diolah
rasanya menjadi pahit.

Universitas Sumatera Utara

10

3.

Proses pemeraman (fermentasi)
Rebon kering dibungkus dalam karung dan diperam sehari semalam untuk

tujuan fermentasi.
4.

Proses penghalusan
Rebon hasil fermentasi ditumbuk atau dihaluskan dengan mencampurkan
air laut sedikit demi sedikit, tanpa pemberian garam karena air laut sudah
cukup asin.

Alat yang digunakan untuk menumbuk udang rebon adalah

lesung dan alu. Limbah yang dihasilkan dalam proses ini adalah ceceran
udang rebon saat melakukan penumbukkan.
5.

Proses pencetakan dan pengeringan
Adonan yang sudah lembut selanjutnya dicetak dengan cetakan dari kayu,

dipadatkan dengan tangan dan langsung dijemur sampai kering selama 3 hari.
Dengan cara ini terasi baunya tidak terlalu menyengat dan rasanyapun tidak
terlalu asin. Dalam proses pencetakan yang masih menggunakan tangan ini, bau
udang rebon yang khas akan menempel di tangan selama beberapa hari. Terasi
yang sudah kering selanjutnya di kemas dalam kantong plastik, isi 10 atau 15
buah.
(Ma’ruf., dkk, 2013).
Prosedur pengolahan terasi berdasarkan Moeljanto (1992) yang telah
dimodifikasi mengikuti proses pembuatan terasi skala industri rumah tangga di
Semarang. Preparasi dilakukan dengan membersihkan rebon dari kotoran,
kemudian dicampur secara merata dengan garam sesuai perlakuan. Adonan
dimasukkan

ke

dalam

alat

penggilingan

sedikit

demi

sedikit

sambil

dipercikan air agar adonan tidak menggumpal. Adonan giling kemudian

Universitas Sumatera Utara

11

diletakkan di atas widig atau alat penjemur untuk penjemuran pertama.
Penjemuran dilakukan selama ±2 jam dengan sinar matahari. Pembalikan secara
berulang selama penjemuran dilakukan supaya adonan kering merata. Adonan
yang telah kering dimasukkan ke dalam baskom plastik sambil diangin-anginkan.
Adonan daging rebon kemudian digiling kembali lalu dijemur lagi selama ±2 jam.
Adonan yang sudah kering selanjutnya digiling lagi untuk menghasilkan
adonan terasi yang halus dan kalis sehingga mempermudah proses pencetakan.
Adonan terasi disimpan dalam baskom plastik dan ditutup tidak terlalu rapat.
Terasi kemudian dieramkan pada suhu ruang selama 48 jam. Proses pemeraman
ini bertujuan untuk melakukan fermentasi awal adonan terasi supaya
menghasilkan aroma khas terasi, kemudian dicetak berbentuk seperti tabung
dengan diameter ±3 cm dan panjang ±10 cm dengan berat per 100 g. Potongan
terasi diletakkan dalam nampan kemudian dijemur selama ±2 hari kemudian
dibungkus rapat dengan daun pisang dan dieramkan. Sampel diuji pada hari ke-8
dan 32 (dihitung sejak bahan baku mulai digiling). Proses pembuatan terasi sudah
selesai ketika bau khas terasi mulai tercium (Anggo, 2014).
Elemen Mesin
Motor Diesel
Motor penggerak adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil
dari suatu pembakaran menjadi tenaga mekanik. Motor penggerak dapat
dibedakan dalam 2 golongan, yaitu:
1. Motor dengan pembakaran diluar.
2. Motor dengan pembakaran didalam silinder.
(Hadjosentono, dkk., 1996).

Universitas Sumatera Utara

12

Salah satu penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu
mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau
yang

mengubah

energi

termal

menjadi

energi

mekanik.

Motor

diesel disebut juga motor bakar atau mesin pembakaran dalam karena pengubahan
tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanik dilaksanakan di dalam mesin
itu sendiri. dalam motor diesel terdapat torak yang mempergunakan beberapa
silinder yang di dalamnya terdapat torak yang bergerak bolak-balik (translasi). Di
dalam silinder itu terjadi pembakaran antara bahan bakar solar dengan oksigen
yang berasal dari udara.Gas yang dihasilkan oleh proses pembakaran mampu
menggerakkan torak yang dihubungkan dengan poros engkol oleh batang
penggerak (Nofica, 2012).
Puli
Puli ada dua macam, yaitu puli tetap (fixed pulley) dan puli bergerak
(movable pulley).

Puli tetap terdiri dari sebuah cakra dan sebuah tali yang

dilingkarkan pada alur (groove) dibagian atasnya dan pada ujungnya digantungi
beban. Puli bergerak terdiri dari cakra dan poros yang bebas. Tali dilingkarkan
dalam alur dibagian bawah. Salah satu ujung tali diikatkan tetap dan ujung
lainnya ditahan atau ditarik pada waktu pengangkatan, beban digantungkan pada
kait (hook) yang tergantung pada poros (Zainuri, 2006).
Jarak yang jauh antara dua poros sering tidak memungkinkan transmisi
langsung dengan pasangan roda gigi. Dengan demikian, cara transmisi putaran
dan daya lain yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan sebuah sabuk
atau rantai yang dibelitkan disekeliling puli atau sprocket pada poros. Jika pda
suatu konstruksi mesin putaran puli penggerak dinyatakan N1 dengan diameter

Universitas Sumatera Utara

13

dpdn puli yang digerakkan n2 dan diameternya Dp, maka pertandingan putaran
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
dp
=
N2 Dp
N1

(Roth, dkk., 1982).
Ada beberapa jenis puli yang digunakan untuk sabuk penggerak yaitu:
-

Puli datar
Puli ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dengan bentuk
yang bervariasi.

-

Puli mahkota
Puli ini lebih efektif dari puli datar karena sabuknya sedikit menyudut
sehingga untuk slip relatif sukar.

-

Tipe lain
Puli ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan kaisar urat pada
sabuk penggeraknya.
Pemasangan puli antara lain dapat dilakukan dengan cara:

-

Horizontal, pemasangan puli dapat dilakukan dengan cara mendatar dimana
pasangan puli terletak pada sumbu mendatar.

-

Vertikal, pemasangan puli dilakukan tegak dimana letak pasangan puli adalah
pada sumbu vertikal

(Daryanto, 1994).
V-belt
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, kehandalan telah menjadi
indikator kunci untuk mengevaluasi kualitas dari pruduk mesin. V-belt merupakan
salah satu transmisi mekanik yang banyak digunakan, dan harus dirancang sesuai

Universitas Sumatera Utara

14

kebutuhan yang berbeda, untuk memastikan V-belt dapat memenuhi persyaratan
kehandalan yang diharapkan dalam kondisi kerja normal (Sun., et al, 2011).

V-belt merupakan alat transmisi pemindah daya/putaran yang ditempatkan
pada pulley, V-belt adalah belt yang berpenampang trapezium, terbuat dari
tenunan dan serat-serat yang dibenamkan pada karet kemudian dibungkus dengan
anyaman dan karet, digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros yang satu
ke poros yang lainnya melalui pulley yang berputar dengan kecepatan sama atau
berbeda (Darmono., dkk, 2006).

Sabuk berbentuk trapesium atau bentuk V dinamakan demikian karena sisi
sabuk dibuat serong, supaya cocok dengan alur roda transmisi yang berbentuk V.
Kontak gesekan terjadi antara sisi sabuk V dengan dinding alur menyebabkan
berkurangnya kemungkinan selipnya sabuk penggerak dengan tegangan yang
lebih kecil daripada sabuk yang pipih.
Susunan Khas sabuk V terdiri atas:
1. Bagian elastis yang tahan tegangan dan bagian yang tahan kompresi
2. Bagian yang membawa beban yang dibuat dari bahan tenunan dengan
daya rentangan yang rendah dan tahan minyak sebagai pembalut
(Smith dan Wilkes, 1990).
Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium, tenunan
atau teteron atau semacamnya digunakan sebagai inti sabuk untuk membawa
tarikan yang besar, sabuk V dibelitkan disekeliling alur puli yang berbentuk V
pula. transmisi i sabuk sabuk yang bekerja atas dasar gesekan, belitan,mempunyai
beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan

Universitas Sumatera Utara

15

mudah untuk mendapatkan perbandingan putaran yang diinginkan. Kekurangan
dari sabuk ini adalah terjadi slip antara sabuk dan pulisehingga tidak dipakai
untuk putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap (Daryanto, 2007).

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-V karena mudah
penanganannya dan harganya pun murah. Kecepatan sabuk direncanakan untuk
10 sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimum sampai 25 (m/s). Daya
maksimum yang dapat ditransmisikan kurang lebih sampai 500 (kW). Sabuk-V
terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapezium. Tenunan tetoron atau
semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk unutk membawa tarikan yang besar.
Sabuk-V dibelitkan dikeliling alur puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar
bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah
karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi data yang besar
pada tegangan yang relatif rendah (Sularso dan Suga, 2004).

Speed reducer
Speed reducer adalah jenis motor yang mempunyai reduksi yang besar.
Gearbox bersinggungan ke dalam motor, tetapi secara bersamaan rangkaian ini
mengurangi kecepatan keluaran (output speed). Speed reducer digunakan untuk
menurunkan putaran. Dalam hal ini perbandingan speed reducer putarannya dapat
cukup tinggi.
i=

N1
N2

i = perbandingan reduksi
N1 = input putaran (rpm)
N2 = output putaran (rpm)

Universitas Sumatera Utara

16

(Niemann, 1982).
Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama
dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Hal-hal yang perlu diperhatikan
di dalam merencanakan sebuah poros adalah:
1. Kekuatan poros
Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan
antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan
seperti poros baling-baling kapal atau turbin dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan
atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil atau poros
bertangga, mempunyai alur pasak harus diperhatikan. Sebuah poros harus
direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban di atas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan cukup tetapi jika lenturan
atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian, atau
menumbulkan getaran dan suara. Karena itu kekakuan dari poros harus
diperhatiakan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan dilayani oleh poros
tersebut.
3. Putaran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.
Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dan lain-lain. Jika

Universitas Sumatera Utara

17

mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih
rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk propeler dan pompa bila
terjadi kontak dengan media yang korosif. Demikian pula untuk poros yang
terancam kavitasi dan poros mesin yang sering berhenti lama.
(Sularso dan Suga, 2004).
Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros yang mempunyai
beban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara
halus, aman, dan mempunyai umur yang panjang. Bearing harus cukup kokoh
untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika
bearing tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem tidak dapat
bekerja secara semestinya (Hermawan, 2012).
Bantalan digunakan untuk mendukung gerakan relatif diantara komponen
mesin dan memungkinkan berbagai posisi pada masing-masing komponen
tersebut.Rolling bearing atau bantalan gelinding adalah salah satu jenis bantalan
yang memungkinkan gerakan relatif secara radial pada sumbu geraknya.
Elemennya terdiri dari bola, pemisah/pemegang bola (cage), lintasan dalam (inner
race), lintasan luar (outer race) (Aji, 2007).
Berbagai macam bantalan, pada prinsipnya bantalan dapat digolongkan
menjadi:
- Bantalan luncur

Universitas Sumatera Utara

18

- Bantalan gelinding (bantalan peluru dan bantalan rol)
- Bantalan dengan beban radial
- Bantalan dengan beban aksial
- Bantalan dengan beban campuran (aksial-radial)
(Daryanto, 2007).
Alu
Di Indonesia, alu dan lesung adalah penyosoh padi tradisional pertama
yang digunakan petani, baik secara manual dengan tenaga manusia maupun yang
digerakkan oleh tenaga air. Satu atau beberapa alu dan lesung dapat dioperasikan
melalui tenaga kincir air, yang merupakan bentuk tradisional unit penggilingan
padi. Pada alu dan lesung telah diterapkan prinsip penggerusan untuk memisahkan
butir gabah dan penggesekan untuk mengupas kulit sekam (Thahir, 2010).
Alu atau antan merupakan alat pendamping lesung dalam proses
pemisahan sekam dari beras. Alu digunakan untuk menumbuk padi dan hasil
pertanian lainnya. Biasanya alu dibuat dari kayu. Bentuk alu memanjang seperti
tabung dengan diameter sekitar 7 cm (tergantung besarnya lesung). Selain itu alu
juga berfungsi untuk menggerus, mencampur, dan meracik obat dan lain-lain
(Permaswari, 2013).
Alu sebagai alat penumbuk terbuat dari jenis batang kayu tanaman yang
memiliki serat kayu keras, ulet dan tidak mudah patah. Jenis kayu yang demikian
didapatkan pada pohon luyung, asem, sawo, petai cina, dan jati. Berbeda dengan
lesung, aluhanya membutuhkan bahan dasar batang kayu sebesar betis orang
dewasa dengan ukuran panjang satu setengah sampai dua meter. Alu tersebut
berbentuk tongkat bulat panjang dan bagian tengah tongkat ukuran lingkarannya

Universitas Sumatera Utara

19

lebih kecil dari kedua ujungnya sebagai pegangan sewaktu menumbuk padi
(Putranto, 2014).

Lesung
Lesung adalah lumpang kayu panjang. Lesung berfungsi sebagai tempat
meletakkan bahan-bahan pertanian yang akan ditumbuk. Lesung sendiri
sebenarnya hanya berupa wadah cekung, biasanya terbuat dari kayu besar yang
dibuang bagian dalamnya. Gabah dan hasil pertanian yang akan diolah diletakkan
di dalam lubang tersebut. Gabah lalu ditumbuk dengan alu, tongkat tebal dari
kayu, berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam. Sedangkan hasil pertanian
lainnya, seperti bahan-bahan jamu, ditumbuk dengan alu hingga lembut
(Permaswari, 2013).
Lesungpada dasarnya terbuat dari kayu utuh (glondongan-bahasa jawa)
dengan ukuran panjang yang bervariasi tidak ada ukuran yang baku. Meskipun
dengan demikian pada umumnya lesungberukuran antara dua setengah sampai
tiga meter. Adapun batang kayu yang sering digunakan sebagai bahan dasar
lesung adalah kayu munggur, sawo, kayu asem, dan kayu nangka (Putranto, 2014).
Kapasitas Efektif Alat
Menurut Daywin, dkk., (2008), kapasitas efektif suatu alat atau mesin
didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam mengolah suatu produk
(contoh: ha, kg, lt) persatuan waktu (jam). Dari satuan kapasitas efektif alat dapat
dikonversikan menjadi satuan produk per kW per jam, bila alat/mesin itu
menggunakan daya penggerak motor. Jadi satuan kapasitas kerja menjadi:

Universitas Sumatera Utara

20

Ha.jam/kW, Kg.jam/kW, Lt.jam/kW. Persamaan matematisnya dapat ditulis
sebagai berikut:

Kapasitas Efektif Alat =

Produk Yang Diolah
Waktu

........................... (1)

Bahan yang Hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tidak tergiling, atau
tertinggal padaalat. Pengukuran bahan yang hilang dilakukan dengan pemisahan
atau penyortiran yang ditandai dengan bahan yang tidak tergiling, atau tertinggal
pada alat. Persentase bahan hilang diperoleh dengan membandingkan antara
berat bahan yang hilang dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen.

Bahan yang hilang =

berat bahan yang hilang
berat awal

x 100% ............... (2)

(Ramadhan 2014).
Konsumsi Bahan Bakar Solar
Konsumsi Bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang digunakan
alat selama beroperasi.Perhitungan konsumsi bahan bakar dilakukan dengan cara
mengisi penuh tangki bahan bakar lalu mesin dihidupkan. Setelah selesai operator
mematikan mesin, kemudian mengisi bahan bakar ke dalam tangki sampai penuh
dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam
tangki. Hal ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk masing-masing
perlakuan.
Konsumsi bahan bakar solar =

volum