Penggunaan Bungkil Inti Sawit Yang Diberi Hemicell Dalam Ransum Terhadap Karkas dan Panjang Saluran PencernaanItik Raja Umur 7 Minggu.
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIBERI HEMICELL DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS DAN PANJANG SALURAN PENCERNAAN ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR 1-7 MINGGU
SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIBERI HEMICELL DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS DAN PANJANG SALURAN PENCERNAAN ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR 1-7 MINGGU
SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama NIM Program Studi
: Penggunaan Bungkil Inti Sawit Yang Diberi Hemicell Dalam Ransum Terhadap Karkas dan Panjang Saluran PencernaanItik Raja Umur 7 Minggu
: Affan Lubis : 060306028 : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. Eniza Saleh, MS) Ketua
(Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc) Anggota
Diketahui oleh,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi
Tanggal Lulus :
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
Kata kunci :Bungkil inti, hemicell, itik Raja, karkas, lemak abdominal, panjang saluran pencernaan.
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Keywords: Palm kernel cake, Hemicell®, Raja duck, carcass, length of digestive tract
ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 30 Juli 1988 dari Bapak Ali Usman Lubis dan Ibu Mas Jam. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD Negeri 010083 Kisaran, tahun 2003 tamat dari MTsN Meranti Kisaran, tahun 2006 tamat dari SMA Negeri 2 Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Peternakan sebagai pilihan pertama.
Selama mengikuti perkuliahan, aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP), dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD Peternakan).
Pada bulan Juli sampai September penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di UD. Simas Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juni sampai Agustus 2011 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Ilmu Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 1-7 minggu” yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Eniza Saleh, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing serta semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini..
Semoga skripsi penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang peternakan.
Medan, Januari 2012
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian..................................................................................... Hipotesis Penelitian................................................................................. Kegunaan Penelitian................................................................................
1 4 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Bungkil Inti Sawit ................................................................................... 6 Enzim Hemicell. ...................................................................................... 8 Mekanisme kerja Enzim Hemicell. ......................................................... 10 Itik Raja (Mojosari Alabio) .................................................................... 11 Konsumsi Pakan...................................................................................... 14 Pertambahan Bobot Badan ...................................................................... 16 Konversi Ransum .................................................................................... 17 Bobot Potong........................................................................................... 19 Karkas Itik ............................................................................................... 20 Persentase Karkas.................................................................................... 21 Lemak Abdominal................................................................................... 21 Saluran Pencernaan ................................................................................. 22
v
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 26 Bahan ...................................................................................................... 26 Alat ...................................................................................................... 26 Pelaksanaan Penelitian..... ....................................................................... 27 Metode Penelitian.................................................................................... 28 Parameter Penelitian............................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong........................................................................................... 31 Bobot Karkas........................................................................................... 32 Persentase Karkas.................................................................................... 34 Lemak Abdominal................................................................................... 36 Panjang Saluran Pencernaan ................................................................... 37 Rekapitulasi Hasil Penelitian .................................................................. 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 41 Saran ....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit (%) ............................................ 7 2. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit (%) ............................................... 8 3. Efek negatif -mannan ( –galaktomanan)................................................... 9 4. Perbandingan Hasil penggunaan -galaktomanan dan –mannase ............. 11 5. Kebutuhan gizi itik pedaging (%) ................................................................ 13 6. Laju Pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging ........................................... 19 7. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 31 8. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu......................... 31 9. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 33 10. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu........................ 33 11. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............................... 35 12. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu ................ 35 13. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) .............................. 36 14. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ................ 36 15. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............... 38 16. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu 38 17. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum itik Raja selama penelitian (g/ekor/minggu) ................................... 40
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
1. Bungkil init sawit ......................................................................................... 6 2. Itik Raja........................................................................................................ 10 3. Denah susunan pengacakan perlakuan.......................................................... 19 4. Grafik konsumsi ransum itik Raja dari kelima perlakuan............................. 24 5. Grafik pertambahan bobot badan itik Raja dari kelima perlakuan ............... 26 6. Grafik konversi ransum itik Raja selama penelitan ..................................... 29
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Bobot Potong tiap Perlakuan ............................................................... 46 2. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 46 3. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu......................... 46 4. Data Bobot Karkas tiap Perlakuan .............................................................. 47 5. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 47 6. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu............................ 47 7. Data Persentase Karkas tiap Perlakuan........................................................ 48 8. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............................... 48 9. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu .................... 48 10. Data Lemak abdominal tiap Perlakuan ........................................................ 49 11. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) .............................. 49 12. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ................. 49 13. Data Panjang Saluran Pencernaan tiap Perlakuan......................................... 40 14. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............... 50 15. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu. 50 16. Grafik Bobot Potong itik raja dari kelima perlakuan .................................... 51 17. Grafik Bobot Karkas itik raja dari kelima perlakuan .................................... 51 18. Grafik Persentase Karkas itik raja dari kelima perlakuan............................. 51 19. Grafik Lemak Abdominal itik raja dari kelima perlakuan ............................ 52 20. Grafik Panjang Saluran Pencernaan itik raja dari kelima perlakuan............ 52
ix
Universitas Sumatera Utara
21. Formulasi ransum kontrol tanpa BIS yang diberi hemicell ......................... 53 22. Formulasi ransum dengan 5% BIS yang diberi hemicell............................. 54 23. Formulasi ransum dengan 10% BIS yang diberi hemicell........................... 55 24. Formulasi ransum dengan 15% BIS yang diberi hemicell........................... 56 25. Formulasi ransum dengan 20% BIS yang diberi hemicell........................... 57
x
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
Kata kunci :Bungkil inti, hemicell, itik Raja, karkas, lemak abdominal, panjang saluran pencernaan.
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Keywords: Palm kernel cake, Hemicell®, Raja duck, carcass, length of digestive tract
ii
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran
cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung.
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan.
Penyebaran dan pengembangan ternak itik diwilayah Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Menurut sejarah perkembangan itik pemerintah kolonial Belanda yang tercatat memiliki andil dalam penyebaran itik di indonesia yakni melalui kuli kontrak yang mereka mungkinkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya didaerah Deli dan Lampung. Saat ini ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah) dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimanta
1
Universitas Sumatera Utara
2
(HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali. Dimana Itik Mojosari Alabio (MA) ini merupakan hasil persilangan dari Itik Mojosari Jawa Timur dengan itik Alabio Kalimantan Selatan yang telah dikembangkan oleh BPT Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor .
Ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu sekitar 70-80% (Wahyu, 1988).Pemanfaatan bahan pakan lokal produk pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat mengurangi biaya ransum.Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat kualitasnya baik, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.Salah satunya adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) yang merupakan hasil ikutan dari pembuatan minyak inti sawit.
Potensi kelapa sawit cukup besar, di Indonesia produksinya menempati urutan kedua di dunia setelah Malaysia. Kelapa sawait banyak ditanam terutama di daerah Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, serta sebagian kecil Jawa Barat. Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian di Medan tahun 2000, luas tanaman kelapa sawit di Indonesia sebesar 3.134.000 ha dengan tandan buah segar yang dihasilkan sekitar 208, ton/ha/tahun. Sebesar 5% dari tandan buah segar tersebut dihasilkan minyak inti sawit (sekitar 45-46%) dan Bungkil Inti Sawit (sekitar 45-46%). Data tersebut menunjukkan bahwa bungkil inti sawit memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan bahan pakan alternatif sumber energi pengganti jagung, karena ketersediaannya cukup melimpah.
Limbah tersebut merupakan potensi untuk dijadikan bahan baku dalam penyusunan ransum unggas, namun penggunaannya masih terbatas. Hal demikian
Universitas Sumatera Utara
3
disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi (terutama lignin), serta palatabilitasnya rendah.Pada umumnya bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi memiliki nilai kecernaan yang rendah, sehingga penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum menjadi terbatas.Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Parrakasi, 1983; Tulung, 1987).
Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah argoiundustri menjadi bahan pakan yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi.Kemajuan teknologi diberbagai sektor seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan suatu terobosan yang dapat memecahkan atau menghasilkan jawaban terhadap perubahan kebutuhan (Admadilaga, 1991). Sementara itu, proses biokonversi substrat limbah perkebunan kelapa sawit melalui fermentasi menawarkan alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan sumber bahan baku untuk ransum unggas termasuk itik alabio.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik,
Universitas Sumatera Utara
4
lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak tidak sama terhadap suatu kondisi pasar. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan.Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling didalam otot.Faktor nilai karkas dapat diukur secara subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel.Disamping kualitas (nilai) karkas, juga dikenal kualitas hasil, yaitu estimasi jumlah daging yang dihasilkan dari suatu karkas.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengujipengaruh bungkil inti sawit
yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio.
Hipotesis Penelitian Pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum
memberikan pengaruh positif terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
masyarakat dan kalangan akademik tentang pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran
Universitas Sumatera Utara
5
pencernaan itik Mojosari Alabio. Hasil penelitian nantinya dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum, serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit Kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jack) dalam susunan taksonominya
tergolong ke dalam phillum Angiospermae, sub phillum Monocotyledonae, division Corolliferae, ordo Palmales, tribe Cocoineae, genus Elaeis dan spesies gueneensis (Hartadi dkk., 1990 ; Surbakti, 1982). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia dan berkembang dengan baik dan produk olahannya minyak sawit dapat menjadi salah satu komoditi perkebunan yang handal (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Palm Oil) dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping hasil utama perdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang dapat dimaanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu : bungil inti sawit (PKC), lumpur minyak sawit (POS), dan serat buah sawit (PPF) (Agustin, 1991).
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19% (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
6
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Zat Nutrisi
Kandungan (%)
Bahan kering (%)
92,6
Protein kasar (%)
15,4
Lemak kasar
2,4
Serat kasar (%)
16,9
TDN (%)
72
ME (Cal/gr)
2810
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
PKC (Palm Kernel Oil) yang didapat merupakan limbah setelah setelah
beberapa kali proses ekstrasi minyak dari inti buah kelapa sawit. PKC masih
punya gizi PK 17,2%; SK 17,1%; NDF 74,3%; ADF 52,9%; LK 1,5%; Copper
20-25 ppm; Energi 11,1J/Kg (Ariff Umar et al., 1998 diditasi I Rahayu, 2002).
Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya.Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein.Kandungan asam amino
essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).Dari
hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS.
Kandungan SK PKC yang tinggi yaitu 15,7% Yeong et al, 1981 disitasi
Rahayu, 2002) adalah merupakan kendala apabila akan diberikan pada unggas
secara langsung. Usaha memanipulasi PKC sebagai pakan broiler sudah dilakukan
(Osei dan Amo, 1987; Chong et al, 1998 disitasi Rahayu, 2002) dan sebagai pakan
petelur (Onwiduke, 1988; Wihandoyono et al, 2001 disitasi Rahayu, 2002) tetapi
belum ada data yang menerangkan ayam hutan dan ayam kampung.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2. Kompisi Zat Nutrisi BIS
Zat Nutrisi BK (%) PK (%) LK (%) SK (%) ABU BETN (%) TDN (%) Ca (%) P (%) EM (Kkal/Kg)
Bungkil Inti Sawit
92,68a
91,11b 89-90e
15,4a
15,40b 16-21,30e
2,40a
7,71b
0,70-6,10e
16,90a
10,50b 14-16e
-
5,18c
3-4e
39a - 43,60-55,30e
72a 81d
-
0,30a
-
-
0,19a
-
-
2810a
-
-
Sumber : a. Aritonang (1986).
b. Lab. Nutrisi Jurusan Peternakan FP USU (2000).
c. Lab. Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000).
d. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).
e. Sumber Tim Penulis PS (1998) disitasi Waruwu (2002).
Enzim Hemicell
Hemicell adalah enzim berbasis proprietari dan unik pakan aditif untuk digunakan dalam makanan unggasayam untuk meningkatkan keseragaman kawanan ternak dan dapat mengurangi stres, kekebalan pada hewan, membantu pencernaan . Beberapa bahan pakan, termasuk bungkil kedelai, mengandung -Mannan, sebuah serat anti-nutrisi yang menghambat kinerja ayam pedaging hidup.Hemicell® mendegradasi dan menghilangkan -Mannan. mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai. Matriks nilai dari Hemicell® yang telah dikembangkan dapat digunakan dalam merumuskan ransum broiler. Hemicell ® adalah produk nontransgenik (Chemgen Corporation, 2000).
Penambahan Hemicell ®ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain memberikan dampak positif terhadap populasi ternakjika ditinjau secara
Universitas Sumatera Utara
9
individu dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan Hemicell ® didalam ransumrantai (Chemgen Corporation, 2000).
Enzim hemicell berasal dari hasil fermentasi dari Bacillus lentus.Hemicell ini mengandung -mannase tinggi yang dapat menurunkan -mannan, serat dalam makanan yang diberikan, -mannan dan turunannya yaitu -galaktomannan merupakan faktor anti nutrisi bagi hewan monogastrik.Pemberian 2-4% dalam makanan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan mengurangi efesiensi pemberian ransum untuk broiler (Tabel 3 dan 4).Konsekuensinya -mannan memperlambat pertumbuhan dan mengurangi efesiensi pemberian ransum (Chemgen, 1999).Pengaruh negatif dari -mannan dan perbandingan hasil penggunaan -mannan dengan -mannase pada broiler, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Efek negatif -mannan ( -galaktomannan)
Umur (hari) PBB
Kontrol
15 0.243
Kontrol + 4 essens -galaktomannan
15 0.158
Perbedaan
- 0.085
Sumber : Andersoon et al., (1964) Poultry Science 43; 1091-1097
FCR 1.752 2.272 0.520
Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan -galaktomannan dan -mannase
Umur (hari) PBB FCR
Kontrol
14 0.168 1.480
Kontrol + 2% -galaktomannan
14 0.186 1.960.
Kontrol + 2% -galaktomannan dan -mannase
14 0.172 1.550
Sumber : Ray et al., (1982) Poultry Science 61; 488-494
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme Kerja Enzim Hemicell
10
Enzim bereaksi dalam pembentukan suatu senyawa kompleks antara enzim dengan substratnya sehingga memungkinkan enzim dapat bekerja pada substrat tersebut. Senyawa kompleks ini kemudian dipecah untuk menghasilkan suatu senyawa lain dan enzim yang tidak berubah.
E+S
ES E + P
Dimana E adalah enzim dan S adalah subtrat, ES adalah kompleks enzim dan subtrat dan P adalah hasil baru yang dihasilkan oleh aksi enzim.
Peranan enzim dalam saluran pencernaan ditujukan terhadap pencernaan pati, lemak dan protein (Wahyu, 1992).Kadang kala enzim ditambahkan ke dalam ransum dengan maksud mempercepat pencernaan ransum tersebut atau mempertinggi penggunaannya (Anggorodi, 1994).
Banyak polisakarida termasuk galaktan, mannan, silan, araban dan asam uronat didapatkan di dalam fraksi hemicellulosa dari tanam-tanaman.Istilah hemicellulosa menunjukkan komponen-komponen tanaman yang tidak larut dalam air yang mendidih, larut di dalam alkali yang diencerkan dan didegradasi oleh asam yang deiencerkan.Penelitian menunjukkan bahwa ayam dapat menggunakan hemicellulosa sebagai sumber energi tapi dalam keadaan terbatas.Beberapa hidrolisa dapat terjadi di dalam proventriculus dan gizzard dalam lingkungan asam atau di dalam perut sederhana dari hewan, juga pencernaan melalu mikroba di dalam usus dapat melepaskan sejumlah energi (Wahyu, 1992).
Universitas Sumatera Utara
11
Itik Mojosari Alabio (MA) Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya itik dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: kingdom, animalia, Filum, chordate, kelas: Aves, Ordo: Anseri Formes, family Anatide: Sub Familly Denggrocygininae, Oksiurinae, anatidae, aytinae, marginae. Sementara berdasarkan tipenya, pengklasifikasian itik dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu itik petelur seperti Indian runer, khaki campebel, Tegal, Bali, Alabio, Mojosari; itik pedaging seperti peking, rouen, Aylesbury, Muscoopy, Cayuga; serta itik ornamental (itik hias) seperti east Indian, call (grey cal), mandarin, Blue swedies, crested dan wood.
Itik alabio merupakan hasil persilangan itik asli Kalimantan dengan itik peking. Nama alabio sendiri diberikan oleh drh.Saleh Puspo, seorang ilmuan yang melakukan pendalaman terhadap itik ini pada tahun 1952, sedangkan nama alabio diambil dari nama sebuah kota kecamatan di kabupaten hulu sungai Utara yang terkenal sebagai tempat pemasaran itik. Ciri- ciri dari itik alabio antara lain sebagai berikut: Tubuh berukuran lebih besar dari pada itik petelur lain Sikap berdirinya tidak terlalu tegak, yakni membuat sudut ±60º dengan dasar
tanah Bobot badan itik betina dewasa 1,6-1,8 kg dan itik jantan dewasa 1,8- 2,0 kg Warna bulu pada betina kuning keabu- abuan dengan bulu sayap, ekor, dada,
leher, dan kepala sedikit kehitaman. Sedangkan untuk itik jantan warna bulu cenderung lebih gelap dan pada sayap terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiru- biruan. Mempunyai garis putih diatas mata yang menyerupai alis
Universitas Sumatera Utara
Paruh dan kaki berwarna kuning, baik pada jantan maupun betina Produksi telur rata- rata 249 butir per tahun
12
( Supriyadi, 2009).
Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah
Jawa Timur dan Jawa Barat.Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai
berikut.
Bulu pada betinanya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa
variasi yang tampak diseluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu
pada bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam,
bagian perut agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua.
Bulu dibagian ekornya melengkung keatas dan pada bagian sayap terdapat bulu
suri yang berwarna hitam mengkilap. Paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam, sedangkan pada itik
jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina. Selain itu, ada juga itik mojosari (betina dan jantan) yang berwarna putih
polos dengan warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik
mojosari putih. Namun, populasinya sudah sangat jarang. Bobot telur itik mojosari coklat rata- rata 69 g dan itik mojosari putih 65,2 g. Produksi telur itik mojosari coklat 238 butir per tahun dan itik mojosari putih
219 butir per tahun ( Supriyadi, 2009).
Berat Patokan Itik ( Standard Weight): Jantan dewasa: 9 lbs (4,086 Kg),
Betina dewasa: 8 lbs (3,632 Kg), Jantan muda: 8 lbs (3,632 Kg), Betina muda: 7
lbs (3,178 Kg) (Samosir, 1983).
Universitas Sumatera Utara
13
Itik raja merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari dan Itik
alabio. Dinamakan itik Raja karena itik ini mempunyai keunggulan pertumbuhan
yang lebih cepat dari pada itik lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak
terlalu amis. Keunggulan lain dari itik raja ialah tahan terhadap penyakit dan lebih
tahan stress, baik akibat perubahan cuaca maupun adanya suara-suara yang bising.
Dengan keunggulannya tersebut, itik raja layak dijadikan bibit pilihan bagi
peternak yang akan berbisnis dalam itik pedaging dan/potong.
Kebutuhan kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan itik pedaging
dan petelur berbeda.Itik raja yang merupakan itik pedaging membutuhkan
kandungan nutrisi yang tepat yang harus tersedia dalam pakan.Pada Tabel 5
merupakan kebutuhan itik pedaging.
Tabel 5. Kebutuhan gizi itik pedaging
Zat Makanan
Starter & Rasio EP Finisher Rasio EP
Grower
Energi Metabolik (Kcal/Kg) 2800
Protein (%)
16 (22)* 181 (131)
2900 15
193
Lysin (%)
0,9
0,7
Methionin + Cystin (%)
0,8
0,55
Vitamin A (IU)
4000
4000
Vitamin D (ICU)
220
500
Riboflavin (mg)
4
4
Panthothenic Acid (mg)
11
10
Niacin (mg)
55
40
Pyridoxin (mg)
2,6
3
Calcium (%)
0,6
2,75
Phosporus (%)
0,6
0,6
Sodium (%)
0,15
0,15
Manganese (mg)
40
25
Magnesium (mg)
500
500
Sumber : NRC (1984) * Bila dinaikkan menjadi 22% untuk 2 minggu pertama, (rasio 131) akan diperoleh
Kecepatan pertumbuhan yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
14
Konsumsi Pakan Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsure nutrisi
yang ada dalam pakan tersebut. Secara bilogis itik mengkonsumsi makanan untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh.Hal ini menunjukkan bahwa ternak itik dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahyu, 1985).
Konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energy ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta penggolongannya.Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefesiensikan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa, dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi.
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan ad libitum.Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan.Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ke tempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot
Universitas Sumatera Utara
15
daging lambat membesar dan daya tahan tubuh pun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad bilitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Parakkasi,1995). Menurut Cahyono (1998), konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan.Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatibiltas). Menurut Departemen Pertanian (2002), yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan makanan berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif sama (Parakkasi, 1995).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan makan semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Anggorodi, 1979).
Universitas Sumatera Utara
16
Pertambahan Bobot Badan Tillman et al,.(1986) mengemukakan bahwa pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya.
Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi pertambahan bobot badan dan pertambahan seluruh jaringan tubuh secara serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau pembesaran ukuran sel.
Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak).Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.Pertambahan bobot badan merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar dalam ransum. Lubis (1980) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1982).
Universitas Sumatera Utara
17
Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ, serta deposit lemak jaringan adipose.Menurut Preston dan Leng (1987), pertumbuhan jaringan banyak berhubungan dengan sintesis lemak dan protein.Bahan (substrat) yang dibutuhkan adalah asam-asam amino untuk deposit protein, asam asetat, butirat, dan asam-asam lemak rantai panjang untuk sintesi lemak.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunkan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Poond, 1980).
Pertumbuhan umunya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1989).
Konversi Ransum Konversi ransum (feed converse ratio) adalah perbandingan jumlah
konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik memuaskan atau itik makan dengan efesien. Hal ini dioengaruhi oleh besar badan dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energy dalam ransum, dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000).
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi itik dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu
Universitas Sumatera Utara
18
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tillman et al., (1991), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruk lah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya.Konversi pakan khusunya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Martawidjaya, et al., 1999).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984).
Konversi ransum dilihat dari konsumsi ransum ternak dan hubungannya terhadap pertambahan bobot badan.Tabel 6 menunjukkan laju pertumbuhan dan konsumsi itik. Tabel 6. Laju pertumbuhan dan konsumsi makanan itik pedaging
Universitas Sumatera Utara
19
Umur ♂ Berat ♀ (minggu) badan (Kg)
♂ Konsumsi ♀ seminggu (Kg)
♂ Konsumsi ♀ kumulatif (Kg)
1 0.27 0,27 0,22
0,22 0,22
0,22
2 0,78 0,74 0,77
0,73 0,99
0,95
3 1,38 1,28 1,12
1,11 2,11
2,05
4 1,96 1,82 1,28
1,28 3,40
3,33
5 2,49 2,30 1,48
1,43 4,87
4,76
6 2,96 2,73 1,63
1,59 6,50
6,35
7 3,34 3,06 1,68
1,63 8,18
7,98
8 3,61 3,29 Sumber : NRC (1984)
1,68
1,63 9,86
9,61
Bobot potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
itik setelah dipuasakan selam 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan
yang baik.
Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan
yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah pakan yang paling sedikit,
serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek
(Blakely and Bade, 1998).
Karkas Itik
Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Universitas Sumatera Utara
20
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya.Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland, 1984 disitasi Soeparno, 1994).Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakukan dengan memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi (Scott et al.,1982).
Menurut Siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya.Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus.Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang dibentuk.Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972) yang menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum. Persentase Karkas
Karkas merupakan bagian tubuh yang penting dalam produksi daging. Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh setelah ayam dipotong dan dikeluarkan isi rongga perut tanpa kaki dan kepala, namun dapat pula ditambah dengan giblet (hati, jantung dan limpa) dan leher (Snyder dan Orr, 1964).Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh.Sedangkan persentase karkas
Universitas Sumatera Utara
21
adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 % (Siregar, 1994).
Persentase k
SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIBERI HEMICELL DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS DAN PANJANG SALURAN PENCERNAAN ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR 1-7 MINGGU
SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama NIM Program Studi
: Penggunaan Bungkil Inti Sawit Yang Diberi Hemicell Dalam Ransum Terhadap Karkas dan Panjang Saluran PencernaanItik Raja Umur 7 Minggu
: Affan Lubis : 060306028 : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. Eniza Saleh, MS) Ketua
(Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc) Anggota
Diketahui oleh,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi
Tanggal Lulus :
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
Kata kunci :Bungkil inti, hemicell, itik Raja, karkas, lemak abdominal, panjang saluran pencernaan.
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Keywords: Palm kernel cake, Hemicell®, Raja duck, carcass, length of digestive tract
ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 30 Juli 1988 dari Bapak Ali Usman Lubis dan Ibu Mas Jam. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD Negeri 010083 Kisaran, tahun 2003 tamat dari MTsN Meranti Kisaran, tahun 2006 tamat dari SMA Negeri 2 Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Peternakan sebagai pilihan pertama.
Selama mengikuti perkuliahan, aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP), dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD Peternakan).
Pada bulan Juli sampai September penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di UD. Simas Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juni sampai Agustus 2011 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Ilmu Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 1-7 minggu” yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Eniza Saleh, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing serta semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini..
Semoga skripsi penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang peternakan.
Medan, Januari 2012
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian..................................................................................... Hipotesis Penelitian................................................................................. Kegunaan Penelitian................................................................................
1 4 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Bungkil Inti Sawit ................................................................................... 6 Enzim Hemicell. ...................................................................................... 8 Mekanisme kerja Enzim Hemicell. ......................................................... 10 Itik Raja (Mojosari Alabio) .................................................................... 11 Konsumsi Pakan...................................................................................... 14 Pertambahan Bobot Badan ...................................................................... 16 Konversi Ransum .................................................................................... 17 Bobot Potong........................................................................................... 19 Karkas Itik ............................................................................................... 20 Persentase Karkas.................................................................................... 21 Lemak Abdominal................................................................................... 21 Saluran Pencernaan ................................................................................. 22
v
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 26 Bahan ...................................................................................................... 26 Alat ...................................................................................................... 26 Pelaksanaan Penelitian..... ....................................................................... 27 Metode Penelitian.................................................................................... 28 Parameter Penelitian............................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong........................................................................................... 31 Bobot Karkas........................................................................................... 32 Persentase Karkas.................................................................................... 34 Lemak Abdominal................................................................................... 36 Panjang Saluran Pencernaan ................................................................... 37 Rekapitulasi Hasil Penelitian .................................................................. 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 41 Saran ....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit (%) ............................................ 7 2. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit (%) ............................................... 8 3. Efek negatif -mannan ( –galaktomanan)................................................... 9 4. Perbandingan Hasil penggunaan -galaktomanan dan –mannase ............. 11 5. Kebutuhan gizi itik pedaging (%) ................................................................ 13 6. Laju Pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging ........................................... 19 7. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 31 8. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu......................... 31 9. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 33 10. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu........................ 33 11. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............................... 35 12. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu ................ 35 13. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) .............................. 36 14. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ................ 36 15. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............... 38 16. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu 38 17. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum itik Raja selama penelitian (g/ekor/minggu) ................................... 40
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
1. Bungkil init sawit ......................................................................................... 6 2. Itik Raja........................................................................................................ 10 3. Denah susunan pengacakan perlakuan.......................................................... 19 4. Grafik konsumsi ransum itik Raja dari kelima perlakuan............................. 24 5. Grafik pertambahan bobot badan itik Raja dari kelima perlakuan ............... 26 6. Grafik konversi ransum itik Raja selama penelitan ..................................... 29
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Bobot Potong tiap Perlakuan ............................................................... 46 2. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 46 3. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu......................... 46 4. Data Bobot Karkas tiap Perlakuan .............................................................. 47 5. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ..................................... 47 6. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu............................ 47 7. Data Persentase Karkas tiap Perlakuan........................................................ 48 8. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............................... 48 9. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu .................... 48 10. Data Lemak abdominal tiap Perlakuan ........................................................ 49 11. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) .............................. 49 12. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ................. 49 13. Data Panjang Saluran Pencernaan tiap Perlakuan......................................... 40 14. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ............... 50 15. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu. 50 16. Grafik Bobot Potong itik raja dari kelima perlakuan .................................... 51 17. Grafik Bobot Karkas itik raja dari kelima perlakuan .................................... 51 18. Grafik Persentase Karkas itik raja dari kelima perlakuan............................. 51 19. Grafik Lemak Abdominal itik raja dari kelima perlakuan ............................ 52 20. Grafik Panjang Saluran Pencernaan itik raja dari kelima perlakuan............ 52
ix
Universitas Sumatera Utara
21. Formulasi ransum kontrol tanpa BIS yang diberi hemicell ......................... 53 22. Formulasi ransum dengan 5% BIS yang diberi hemicell............................. 54 23. Formulasi ransum dengan 10% BIS yang diberi hemicell........................... 55 24. Formulasi ransum dengan 15% BIS yang diberi hemicell........................... 56 25. Formulasi ransum dengan 20% BIS yang diberi hemicell........................... 57
x
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
Kata kunci :Bungkil inti, hemicell, itik Raja, karkas, lemak abdominal, panjang saluran pencernaan.
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Keywords: Palm kernel cake, Hemicell®, Raja duck, carcass, length of digestive tract
ii
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran
cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung.
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan.
Penyebaran dan pengembangan ternak itik diwilayah Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Menurut sejarah perkembangan itik pemerintah kolonial Belanda yang tercatat memiliki andil dalam penyebaran itik di indonesia yakni melalui kuli kontrak yang mereka mungkinkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya didaerah Deli dan Lampung. Saat ini ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah) dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimanta
1
Universitas Sumatera Utara
2
(HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali. Dimana Itik Mojosari Alabio (MA) ini merupakan hasil persilangan dari Itik Mojosari Jawa Timur dengan itik Alabio Kalimantan Selatan yang telah dikembangkan oleh BPT Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor .
Ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu sekitar 70-80% (Wahyu, 1988).Pemanfaatan bahan pakan lokal produk pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat mengurangi biaya ransum.Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat kualitasnya baik, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.Salah satunya adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) yang merupakan hasil ikutan dari pembuatan minyak inti sawit.
Potensi kelapa sawit cukup besar, di Indonesia produksinya menempati urutan kedua di dunia setelah Malaysia. Kelapa sawait banyak ditanam terutama di daerah Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, serta sebagian kecil Jawa Barat. Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian di Medan tahun 2000, luas tanaman kelapa sawit di Indonesia sebesar 3.134.000 ha dengan tandan buah segar yang dihasilkan sekitar 208, ton/ha/tahun. Sebesar 5% dari tandan buah segar tersebut dihasilkan minyak inti sawit (sekitar 45-46%) dan Bungkil Inti Sawit (sekitar 45-46%). Data tersebut menunjukkan bahwa bungkil inti sawit memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan bahan pakan alternatif sumber energi pengganti jagung, karena ketersediaannya cukup melimpah.
Limbah tersebut merupakan potensi untuk dijadikan bahan baku dalam penyusunan ransum unggas, namun penggunaannya masih terbatas. Hal demikian
Universitas Sumatera Utara
3
disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi (terutama lignin), serta palatabilitasnya rendah.Pada umumnya bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi memiliki nilai kecernaan yang rendah, sehingga penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum menjadi terbatas.Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Parrakasi, 1983; Tulung, 1987).
Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah argoiundustri menjadi bahan pakan yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi.Kemajuan teknologi diberbagai sektor seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan suatu terobosan yang dapat memecahkan atau menghasilkan jawaban terhadap perubahan kebutuhan (Admadilaga, 1991). Sementara itu, proses biokonversi substrat limbah perkebunan kelapa sawit melalui fermentasi menawarkan alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan sumber bahan baku untuk ransum unggas termasuk itik alabio.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik,
Universitas Sumatera Utara
4
lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak tidak sama terhadap suatu kondisi pasar. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan.Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling didalam otot.Faktor nilai karkas dapat diukur secara subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel.Disamping kualitas (nilai) karkas, juga dikenal kualitas hasil, yaitu estimasi jumlah daging yang dihasilkan dari suatu karkas.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengujipengaruh bungkil inti sawit
yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio.
Hipotesis Penelitian Pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum
memberikan pengaruh positif terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
masyarakat dan kalangan akademik tentang pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran
Universitas Sumatera Utara
5
pencernaan itik Mojosari Alabio. Hasil penelitian nantinya dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum, serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit Kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jack) dalam susunan taksonominya
tergolong ke dalam phillum Angiospermae, sub phillum Monocotyledonae, division Corolliferae, ordo Palmales, tribe Cocoineae, genus Elaeis dan spesies gueneensis (Hartadi dkk., 1990 ; Surbakti, 1982). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia dan berkembang dengan baik dan produk olahannya minyak sawit dapat menjadi salah satu komoditi perkebunan yang handal (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Palm Oil) dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping hasil utama perdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang dapat dimaanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu : bungil inti sawit (PKC), lumpur minyak sawit (POS), dan serat buah sawit (PPF) (Agustin, 1991).
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19% (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
6
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Zat Nutrisi
Kandungan (%)
Bahan kering (%)
92,6
Protein kasar (%)
15,4
Lemak kasar
2,4
Serat kasar (%)
16,9
TDN (%)
72
ME (Cal/gr)
2810
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
PKC (Palm Kernel Oil) yang didapat merupakan limbah setelah setelah
beberapa kali proses ekstrasi minyak dari inti buah kelapa sawit. PKC masih
punya gizi PK 17,2%; SK 17,1%; NDF 74,3%; ADF 52,9%; LK 1,5%; Copper
20-25 ppm; Energi 11,1J/Kg (Ariff Umar et al., 1998 diditasi I Rahayu, 2002).
Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya.Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein.Kandungan asam amino
essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).Dari
hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS.
Kandungan SK PKC yang tinggi yaitu 15,7% Yeong et al, 1981 disitasi
Rahayu, 2002) adalah merupakan kendala apabila akan diberikan pada unggas
secara langsung. Usaha memanipulasi PKC sebagai pakan broiler sudah dilakukan
(Osei dan Amo, 1987; Chong et al, 1998 disitasi Rahayu, 2002) dan sebagai pakan
petelur (Onwiduke, 1988; Wihandoyono et al, 2001 disitasi Rahayu, 2002) tetapi
belum ada data yang menerangkan ayam hutan dan ayam kampung.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2. Kompisi Zat Nutrisi BIS
Zat Nutrisi BK (%) PK (%) LK (%) SK (%) ABU BETN (%) TDN (%) Ca (%) P (%) EM (Kkal/Kg)
Bungkil Inti Sawit
92,68a
91,11b 89-90e
15,4a
15,40b 16-21,30e
2,40a
7,71b
0,70-6,10e
16,90a
10,50b 14-16e
-
5,18c
3-4e
39a - 43,60-55,30e
72a 81d
-
0,30a
-
-
0,19a
-
-
2810a
-
-
Sumber : a. Aritonang (1986).
b. Lab. Nutrisi Jurusan Peternakan FP USU (2000).
c. Lab. Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000).
d. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).
e. Sumber Tim Penulis PS (1998) disitasi Waruwu (2002).
Enzim Hemicell
Hemicell adalah enzim berbasis proprietari dan unik pakan aditif untuk digunakan dalam makanan unggasayam untuk meningkatkan keseragaman kawanan ternak dan dapat mengurangi stres, kekebalan pada hewan, membantu pencernaan . Beberapa bahan pakan, termasuk bungkil kedelai, mengandung -Mannan, sebuah serat anti-nutrisi yang menghambat kinerja ayam pedaging hidup.Hemicell® mendegradasi dan menghilangkan -Mannan. mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai. Matriks nilai dari Hemicell® yang telah dikembangkan dapat digunakan dalam merumuskan ransum broiler. Hemicell ® adalah produk nontransgenik (Chemgen Corporation, 2000).
Penambahan Hemicell ®ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain memberikan dampak positif terhadap populasi ternakjika ditinjau secara
Universitas Sumatera Utara
9
individu dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan Hemicell ® didalam ransumrantai (Chemgen Corporation, 2000).
Enzim hemicell berasal dari hasil fermentasi dari Bacillus lentus.Hemicell ini mengandung -mannase tinggi yang dapat menurunkan -mannan, serat dalam makanan yang diberikan, -mannan dan turunannya yaitu -galaktomannan merupakan faktor anti nutrisi bagi hewan monogastrik.Pemberian 2-4% dalam makanan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan mengurangi efesiensi pemberian ransum untuk broiler (Tabel 3 dan 4).Konsekuensinya -mannan memperlambat pertumbuhan dan mengurangi efesiensi pemberian ransum (Chemgen, 1999).Pengaruh negatif dari -mannan dan perbandingan hasil penggunaan -mannan dengan -mannase pada broiler, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Efek negatif -mannan ( -galaktomannan)
Umur (hari) PBB
Kontrol
15 0.243
Kontrol + 4 essens -galaktomannan
15 0.158
Perbedaan
- 0.085
Sumber : Andersoon et al., (1964) Poultry Science 43; 1091-1097
FCR 1.752 2.272 0.520
Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan -galaktomannan dan -mannase
Umur (hari) PBB FCR
Kontrol
14 0.168 1.480
Kontrol + 2% -galaktomannan
14 0.186 1.960.
Kontrol + 2% -galaktomannan dan -mannase
14 0.172 1.550
Sumber : Ray et al., (1982) Poultry Science 61; 488-494
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme Kerja Enzim Hemicell
10
Enzim bereaksi dalam pembentukan suatu senyawa kompleks antara enzim dengan substratnya sehingga memungkinkan enzim dapat bekerja pada substrat tersebut. Senyawa kompleks ini kemudian dipecah untuk menghasilkan suatu senyawa lain dan enzim yang tidak berubah.
E+S
ES E + P
Dimana E adalah enzim dan S adalah subtrat, ES adalah kompleks enzim dan subtrat dan P adalah hasil baru yang dihasilkan oleh aksi enzim.
Peranan enzim dalam saluran pencernaan ditujukan terhadap pencernaan pati, lemak dan protein (Wahyu, 1992).Kadang kala enzim ditambahkan ke dalam ransum dengan maksud mempercepat pencernaan ransum tersebut atau mempertinggi penggunaannya (Anggorodi, 1994).
Banyak polisakarida termasuk galaktan, mannan, silan, araban dan asam uronat didapatkan di dalam fraksi hemicellulosa dari tanam-tanaman.Istilah hemicellulosa menunjukkan komponen-komponen tanaman yang tidak larut dalam air yang mendidih, larut di dalam alkali yang diencerkan dan didegradasi oleh asam yang deiencerkan.Penelitian menunjukkan bahwa ayam dapat menggunakan hemicellulosa sebagai sumber energi tapi dalam keadaan terbatas.Beberapa hidrolisa dapat terjadi di dalam proventriculus dan gizzard dalam lingkungan asam atau di dalam perut sederhana dari hewan, juga pencernaan melalu mikroba di dalam usus dapat melepaskan sejumlah energi (Wahyu, 1992).
Universitas Sumatera Utara
11
Itik Mojosari Alabio (MA) Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya itik dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: kingdom, animalia, Filum, chordate, kelas: Aves, Ordo: Anseri Formes, family Anatide: Sub Familly Denggrocygininae, Oksiurinae, anatidae, aytinae, marginae. Sementara berdasarkan tipenya, pengklasifikasian itik dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu itik petelur seperti Indian runer, khaki campebel, Tegal, Bali, Alabio, Mojosari; itik pedaging seperti peking, rouen, Aylesbury, Muscoopy, Cayuga; serta itik ornamental (itik hias) seperti east Indian, call (grey cal), mandarin, Blue swedies, crested dan wood.
Itik alabio merupakan hasil persilangan itik asli Kalimantan dengan itik peking. Nama alabio sendiri diberikan oleh drh.Saleh Puspo, seorang ilmuan yang melakukan pendalaman terhadap itik ini pada tahun 1952, sedangkan nama alabio diambil dari nama sebuah kota kecamatan di kabupaten hulu sungai Utara yang terkenal sebagai tempat pemasaran itik. Ciri- ciri dari itik alabio antara lain sebagai berikut: Tubuh berukuran lebih besar dari pada itik petelur lain Sikap berdirinya tidak terlalu tegak, yakni membuat sudut ±60º dengan dasar
tanah Bobot badan itik betina dewasa 1,6-1,8 kg dan itik jantan dewasa 1,8- 2,0 kg Warna bulu pada betina kuning keabu- abuan dengan bulu sayap, ekor, dada,
leher, dan kepala sedikit kehitaman. Sedangkan untuk itik jantan warna bulu cenderung lebih gelap dan pada sayap terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiru- biruan. Mempunyai garis putih diatas mata yang menyerupai alis
Universitas Sumatera Utara
Paruh dan kaki berwarna kuning, baik pada jantan maupun betina Produksi telur rata- rata 249 butir per tahun
12
( Supriyadi, 2009).
Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah
Jawa Timur dan Jawa Barat.Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai
berikut.
Bulu pada betinanya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa
variasi yang tampak diseluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu
pada bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam,
bagian perut agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua.
Bulu dibagian ekornya melengkung keatas dan pada bagian sayap terdapat bulu
suri yang berwarna hitam mengkilap. Paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam, sedangkan pada itik
jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina. Selain itu, ada juga itik mojosari (betina dan jantan) yang berwarna putih
polos dengan warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik
mojosari putih. Namun, populasinya sudah sangat jarang. Bobot telur itik mojosari coklat rata- rata 69 g dan itik mojosari putih 65,2 g. Produksi telur itik mojosari coklat 238 butir per tahun dan itik mojosari putih
219 butir per tahun ( Supriyadi, 2009).
Berat Patokan Itik ( Standard Weight): Jantan dewasa: 9 lbs (4,086 Kg),
Betina dewasa: 8 lbs (3,632 Kg), Jantan muda: 8 lbs (3,632 Kg), Betina muda: 7
lbs (3,178 Kg) (Samosir, 1983).
Universitas Sumatera Utara
13
Itik raja merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari dan Itik
alabio. Dinamakan itik Raja karena itik ini mempunyai keunggulan pertumbuhan
yang lebih cepat dari pada itik lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak
terlalu amis. Keunggulan lain dari itik raja ialah tahan terhadap penyakit dan lebih
tahan stress, baik akibat perubahan cuaca maupun adanya suara-suara yang bising.
Dengan keunggulannya tersebut, itik raja layak dijadikan bibit pilihan bagi
peternak yang akan berbisnis dalam itik pedaging dan/potong.
Kebutuhan kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan itik pedaging
dan petelur berbeda.Itik raja yang merupakan itik pedaging membutuhkan
kandungan nutrisi yang tepat yang harus tersedia dalam pakan.Pada Tabel 5
merupakan kebutuhan itik pedaging.
Tabel 5. Kebutuhan gizi itik pedaging
Zat Makanan
Starter & Rasio EP Finisher Rasio EP
Grower
Energi Metabolik (Kcal/Kg) 2800
Protein (%)
16 (22)* 181 (131)
2900 15
193
Lysin (%)
0,9
0,7
Methionin + Cystin (%)
0,8
0,55
Vitamin A (IU)
4000
4000
Vitamin D (ICU)
220
500
Riboflavin (mg)
4
4
Panthothenic Acid (mg)
11
10
Niacin (mg)
55
40
Pyridoxin (mg)
2,6
3
Calcium (%)
0,6
2,75
Phosporus (%)
0,6
0,6
Sodium (%)
0,15
0,15
Manganese (mg)
40
25
Magnesium (mg)
500
500
Sumber : NRC (1984) * Bila dinaikkan menjadi 22% untuk 2 minggu pertama, (rasio 131) akan diperoleh
Kecepatan pertumbuhan yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
14
Konsumsi Pakan Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsure nutrisi
yang ada dalam pakan tersebut. Secara bilogis itik mengkonsumsi makanan untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh.Hal ini menunjukkan bahwa ternak itik dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahyu, 1985).
Konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energy ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta penggolongannya.Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefesiensikan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa, dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi.
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan ad libitum.Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan.Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ke tempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot
Universitas Sumatera Utara
15
daging lambat membesar dan daya tahan tubuh pun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad bilitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Parakkasi,1995). Menurut Cahyono (1998), konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan.Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatibiltas). Menurut Departemen Pertanian (2002), yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan makanan berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif sama (Parakkasi, 1995).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan makan semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Anggorodi, 1979).
Universitas Sumatera Utara
16
Pertambahan Bobot Badan Tillman et al,.(1986) mengemukakan bahwa pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya.
Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi pertambahan bobot badan dan pertambahan seluruh jaringan tubuh secara serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau pembesaran ukuran sel.
Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak).Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.Pertambahan bobot badan merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar dalam ransum. Lubis (1980) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1982).
Universitas Sumatera Utara
17
Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ, serta deposit lemak jaringan adipose.Menurut Preston dan Leng (1987), pertumbuhan jaringan banyak berhubungan dengan sintesis lemak dan protein.Bahan (substrat) yang dibutuhkan adalah asam-asam amino untuk deposit protein, asam asetat, butirat, dan asam-asam lemak rantai panjang untuk sintesi lemak.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunkan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Poond, 1980).
Pertumbuhan umunya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1989).
Konversi Ransum Konversi ransum (feed converse ratio) adalah perbandingan jumlah
konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik memuaskan atau itik makan dengan efesien. Hal ini dioengaruhi oleh besar badan dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energy dalam ransum, dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 2000).
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi itik dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu
Universitas Sumatera Utara
18
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tillman et al., (1991), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruk lah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya.Konversi pakan khusunya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Martawidjaya, et al., 1999).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984).
Konversi ransum dilihat dari konsumsi ransum ternak dan hubungannya terhadap pertambahan bobot badan.Tabel 6 menunjukkan laju pertumbuhan dan konsumsi itik. Tabel 6. Laju pertumbuhan dan konsumsi makanan itik pedaging
Universitas Sumatera Utara
19
Umur ♂ Berat ♀ (minggu) badan (Kg)
♂ Konsumsi ♀ seminggu (Kg)
♂ Konsumsi ♀ kumulatif (Kg)
1 0.27 0,27 0,22
0,22 0,22
0,22
2 0,78 0,74 0,77
0,73 0,99
0,95
3 1,38 1,28 1,12
1,11 2,11
2,05
4 1,96 1,82 1,28
1,28 3,40
3,33
5 2,49 2,30 1,48
1,43 4,87
4,76
6 2,96 2,73 1,63
1,59 6,50
6,35
7 3,34 3,06 1,68
1,63 8,18
7,98
8 3,61 3,29 Sumber : NRC (1984)
1,68
1,63 9,86
9,61
Bobot potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
itik setelah dipuasakan selam 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan
yang baik.
Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan
yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah pakan yang paling sedikit,
serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek
(Blakely and Bade, 1998).
Karkas Itik
Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Universitas Sumatera Utara
20
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya.Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland, 1984 disitasi Soeparno, 1994).Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakukan dengan memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi (Scott et al.,1982).
Menurut Siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya.Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus.Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang dibentuk.Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972) yang menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum. Persentase Karkas
Karkas merupakan bagian tubuh yang penting dalam produksi daging. Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh setelah ayam dipotong dan dikeluarkan isi rongga perut tanpa kaki dan kepala, namun dapat pula ditambah dengan giblet (hati, jantung dan limpa) dan leher (Snyder dan Orr, 1964).Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh.Sedangkan persentase karkas
Universitas Sumatera Utara
21
adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 % (Siregar, 1994).
Persentase k