Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Telekomunikasi Antara PT. Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja

(1)

TESIS

Oleh

MELLISA HARAHAP

097011024/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELLISA HARAHAP

097011024/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 097011024

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum


(5)

Nim : 097011024

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN

PEMBANGUNAN TOWER TELEKOMUNIKASI

ANTARA PT. TELKOMSEL DENGAN PERUSAHAAN MITRA KERJA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MELLISA HARAHAP


(6)

pembangunan tower tersebut membutuhkan lahan/bangunan dan juga developer (pelaksana pembangunan) tower tersebut. Oleh karena itu telkomsel dalam pelaksanaan pembangunan tower membutuhkan mitra kerja, yaitu pemilik lahan/bangunan yang dipandang strategis dan juga developer. Penetapan lahan/bangunan tempat didirikannya tower terlebih dahulu dilakukan pensurveian oleh pihak telkomsel. Bagi pemilik lahan/bangunan yang lokasinya dipandang cukup strategis untuk tempat pendirian tower, akan diikat dengan suatu perjanjian di bawah tangan sebagai mitra kerja oleh pihak telkomsel dalam suatu perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan. Setelah lahan/bangunan diperoleh maka pelaksanaan pembangunan tower akan dilakukan tender secara terbuka oleh pihak telkomsel. Bagi perusahaan developer yang dinyatakan menang dalam tender tersebut juga akan diikat dalam suatu perjanjian di bawah tangan oleh pihak telkomsel sebagai mitra kerja dalam suatu perjanjian kerja borongan.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisa data yang didasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang menjadi inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data primer, sekunder, dan tertier dan selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untu membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan izin mendirikan bangunan tower dan juga telekomunikasi, dengan menggunakan metode deduktif. Uraian hasil analisa dideskripsikan secara kualitatif dengan menggunakan intervretasi dan logika hukum sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan juga perjanjian kerja borongan pembangunan tower telkomsel oleh pihak mitra kerja pemilik lahan/bangunan dan juga developer sesuai dengan persyaratan yang dimuat dalam hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian sewa-menyewa serta perjanjian kerja borongan pada khususnya yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPerdata), khususnya Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur tentang syarat-syarat sah suatu perjanjian. Disamping itu pelaksanaan pembangunan tower telkomsel tersebut wajib memenuhi seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku dan telah ditetapkan berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi, yaitu dalam hal izin mendirikan tower, izin menggunakan spektrum frekuensi radio, dan orbit satelit, persetujuan dari masyarakat disekitar lokasi pembangunan, dan juga persetujuan aparat pemerintah terkait diwilayah tersebut. Persetujuan tersebut antara lain dari kepala lingkungan, lurah/kepala desa, Camat, dan izin dari Bupati/Walikota di wilayah pembangunan tower itu.


(7)

developing expanding its network to all over Indonesia by constructing towers in many places. The implementation of tower construction needs lands/buildings and developers for the tower construction. Thus, in the implementation of tower construction, Telkomsel needs counterparts such as the owner of strategic land/building and developer. Telkomsel does a survey before determine the land/building to be the location for tower construction. The owner of strategic land/building for tower construction site will be bound by Telkomsel through an underhanded agreement as a counterpart in a land/building lease contract. After the land/building is available, Telkomsel will openly tender the implementation of tower construction. The developer that wins the tender will be bound by Telkomsel through an underhanded agreement as a counterpart in a contracted job.

This normative juridical study with analytical descriptive approach is a data analysis based on general legal theories which are applied to describe a set of other data. Therefore, this study described and analyzed the existing then drew a conclusion to be the solution of the problem. The primary, secondary and tertiary data obtained were qualitatively evaluated and analyzed based on the existing applicable regulation of legislation related to the permit of tower construction and telecommunication using a deductive method. The result of analysis was qualitatively described using legal interpretation and logics that new desciption was found to strengthen the existig description in answering the existing problems and to make a conclusion and useful suggestion.

The implementation of land/building lease and contracted-job agreement to build Telkomsel tower by the owner of land/building and developer as counterparts is appropriate to the terms and conditions stated in law of agreement in general and lease agreement and contracted-job agreement in particular as stated in the Indonesian Civil Codes, especially Article 1320 regulating the terms and conditions of legal agreement. In addition, the implementation of Telkomsel tower construction must meet all of the existing applicable terms and conditions legally stated based on Law No. 36/1999 on Telecommunication concerning the permits of tower construction, the use of radio frequency spectrum, and orbit of satellite, the concent of the community living in the vicinity of tower construction location, and the licence issued by local government apparatus such as Lurah/Head of Village, Head of Subdistrict, Head of District/City Mayor.


(8)

penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Telekomunikasi Antara PT. Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Pembimbing utama penulis, BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Pembimbing II penulis, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, kepada Dosen Penguji yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Werda Notaris/PPAT Chairani Bustami, SH, SpN, MKn dan Bapak Dr. Jelly


(9)

sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulis Tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga


(10)

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada suami tercintaFaisal Amri, SEserta ananda tersayang Fairizh Gidardodan Deffan Xhavier Alrasyid serta kakanda Sahreza Harahap, SE, dan adinda Mira Ulva Sari Harahap, SH serta sahabat terkasih Al-Nasriel, Epi Sulastri, Desy Melaroza, Amelia Silvany, Puteri Rayhan Natasya Siregar, Iskandar, Kartika Putri Mandasari,juga kepada Staf bagian Pendidikan Magister Kenotariatan USU, Sari, Bu Fatimah, Lisa, Afni, Bang Iken, Bang AldydanBang Rizal, yang selama ini telah memberikan semangat dan doa restu serta kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Januari 2012 Penulis,


(11)

Nama : Mellisa Harahap

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl.Lahir : Medan / 07 Agustus 1986

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rajawali Komp.Taman Elite Rajawali Blok A3

No. Hp : 08126566600 / 061-8446012

II. PENDIDIKAN

SD : SD Sutomo I Medan

SMP : SMP Sutomo I Medan

SMA : SMA Negeri 6 Medan


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 11

C. Keaslian Penelitian ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 33

G. Metode Penelitian ... 36

a. Jenis dan Sifat Penelitian... 36

b. Pendekatan Penelitian... 37

c. Sumber Data ... 38

d. Teknik Pengumpulan Data... 39

e. Analisis Data ... 39

BAB II HUBUNGAN HUKUM YANG TIMBUL ANTARA PT. TELKOM DENGAN PERUSAHAAN MITRA KERJA BERDASARKAN HUKUM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PASAL 1320 KUH PERDATA ... 41


(13)

BAB III PENGATURAN HUKUM PEMBANGUNAN TOWER TELKOMSELDI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG

TELEKOMUNIKASI ... 69

A. Pengertian Umum Tentang Telekomunikasi... 69

B. Regulasi Telekomunikasi Nasional ... 72

C. Perizinan untuk Penyelenggaraan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi ... 95

D. Pelaksanaan Pembangunan Tower dan Penempatan Perangkat Sistem Telekomunikasi Seluler serta Perangkat Pendamping Lainnya ... 117

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI PADA PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBANGUNAN TOWER PT. TELKOMSEL DENGAN MITRA KERJA DAN UPAYA MENGATASINYA……… 121

A. Peningkatan Kualitas Jaringan Telkomsel Melalui Pembangunan Tower ... 121

B. Hambatan yang terjadi dengan Pemilik Lahan/ Bangunan Milik Perseorangan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Tower Telkomsel Dan Upaya mengatasinya ... 125

C. Hambatan yang Terjadi Dengan Kontraktor Dalam Pelaksanaan Pembangunan Tower Telkomsel... 133

D. Upaya Mengatasi hambatan Yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Pembangunan Tower Telekomunikasi Telkomsel ... 137

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 142

A. Kesimpulan ... 142

B. Saran ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 146 LAMPIRAN


(14)

Telekomunikasi 1989 ... 80 Tabel 2 Perbandingan Muatan Pengaturan Undang-undang Telekomunikasi


(15)

Gambar 1 Badan Penyelenggara Telekomunikasi Dasar Berdasarkan


(16)

pembangunan tower tersebut membutuhkan lahan/bangunan dan juga developer (pelaksana pembangunan) tower tersebut. Oleh karena itu telkomsel dalam pelaksanaan pembangunan tower membutuhkan mitra kerja, yaitu pemilik lahan/bangunan yang dipandang strategis dan juga developer. Penetapan lahan/bangunan tempat didirikannya tower terlebih dahulu dilakukan pensurveian oleh pihak telkomsel. Bagi pemilik lahan/bangunan yang lokasinya dipandang cukup strategis untuk tempat pendirian tower, akan diikat dengan suatu perjanjian di bawah tangan sebagai mitra kerja oleh pihak telkomsel dalam suatu perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan. Setelah lahan/bangunan diperoleh maka pelaksanaan pembangunan tower akan dilakukan tender secara terbuka oleh pihak telkomsel. Bagi perusahaan developer yang dinyatakan menang dalam tender tersebut juga akan diikat dalam suatu perjanjian di bawah tangan oleh pihak telkomsel sebagai mitra kerja dalam suatu perjanjian kerja borongan.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisa data yang didasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang menjadi inti dari solusi permasalahan tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data primer, sekunder, dan tertier dan selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis secara kualitatif untu membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan izin mendirikan bangunan tower dan juga telekomunikasi, dengan menggunakan metode deduktif. Uraian hasil analisa dideskripsikan secara kualitatif dengan menggunakan intervretasi dan logika hukum sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dalam menjawab permasalahan dan membuat kesimpulan serta saran yang bermanfaat.

Pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan juga perjanjian kerja borongan pembangunan tower telkomsel oleh pihak mitra kerja pemilik lahan/bangunan dan juga developer sesuai dengan persyaratan yang dimuat dalam hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian sewa-menyewa serta perjanjian kerja borongan pada khususnya yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPerdata), khususnya Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur tentang syarat-syarat sah suatu perjanjian. Disamping itu pelaksanaan pembangunan tower telkomsel tersebut wajib memenuhi seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku dan telah ditetapkan berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi, yaitu dalam hal izin mendirikan tower, izin menggunakan spektrum frekuensi radio, dan orbit satelit, persetujuan dari masyarakat disekitar lokasi pembangunan, dan juga persetujuan aparat pemerintah terkait diwilayah tersebut. Persetujuan tersebut antara lain dari kepala lingkungan, lurah/kepala desa, Camat, dan izin dari Bupati/Walikota di wilayah pembangunan tower itu.


(17)

developing expanding its network to all over Indonesia by constructing towers in many places. The implementation of tower construction needs lands/buildings and developers for the tower construction. Thus, in the implementation of tower construction, Telkomsel needs counterparts such as the owner of strategic land/building and developer. Telkomsel does a survey before determine the land/building to be the location for tower construction. The owner of strategic land/building for tower construction site will be bound by Telkomsel through an underhanded agreement as a counterpart in a land/building lease contract. After the land/building is available, Telkomsel will openly tender the implementation of tower construction. The developer that wins the tender will be bound by Telkomsel through an underhanded agreement as a counterpart in a contracted job.

This normative juridical study with analytical descriptive approach is a data analysis based on general legal theories which are applied to describe a set of other data. Therefore, this study described and analyzed the existing then drew a conclusion to be the solution of the problem. The primary, secondary and tertiary data obtained were qualitatively evaluated and analyzed based on the existing applicable regulation of legislation related to the permit of tower construction and telecommunication using a deductive method. The result of analysis was qualitatively described using legal interpretation and logics that new desciption was found to strengthen the existig description in answering the existing problems and to make a conclusion and useful suggestion.

The implementation of land/building lease and contracted-job agreement to build Telkomsel tower by the owner of land/building and developer as counterparts is appropriate to the terms and conditions stated in law of agreement in general and lease agreement and contracted-job agreement in particular as stated in the Indonesian Civil Codes, especially Article 1320 regulating the terms and conditions of legal agreement. In addition, the implementation of Telkomsel tower construction must meet all of the existing applicable terms and conditions legally stated based on Law No. 36/1999 on Telecommunication concerning the permits of tower construction, the use of radio frequency spectrum, and orbit of satellite, the concent of the community living in the vicinity of tower construction location, and the licence issued by local government apparatus such as Lurah/Head of Village, Head of Subdistrict, Head of District/City Mayor.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang diatur dalam undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025 yang disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.

Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain termasuk pembangunan jaringan telekomunikasi seperti tower adalah obyek dari


(19)

perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan bangunan. Perjanjian pemborongan bangunan dilihat dari sistem hukum merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (bouwrecht). Bangunan di sini mempunyai arti yang luas, yaitu segala sesuatu yang didirikan di atas tanah. Dengan demikian yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bangunan, meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik yang bersifat perdata maupun publik.1

Di Indonesia proyek-proyek pembangunan fisik tersebut datang dari pemerintah, swasta domestik maupun asing. Sedangkan pelaksanaannya hanya sebagian kecil yang ditangani pemerintah, selebihnya sangat diharapkan peran serta pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor. Dalam hal ini kontraktor bekerja dengan sistem pemborongan pekerjaan. Itulah sebabnya kontraktor disebut rekanan karena kontraktor dianggap sebagai rekan/mitra kerja. Untuk memberikan kesempatan berpartisipasi serta memberikan kesempatan berusaha bagi swasta maka dapat dibedakan darimana asal pekerjaan pemborongan pekerjaan tersebut, yaitu :2

a. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui proses lelang.

b. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas (swasta) dengan

1Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata.

2 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan


(20)

pemborong (swasta). Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh perusahaan jasa konstruksi (pemborong) tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak.

PT. Telkomsel sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi, juga sering kali harus bekerjasama dengan pihak lain dalam proses pembangunan fisik, misalnya pembangunan tower dengan perusahaan mitra kerja. Pembangunan tower telkomsel dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan kwantitas pelayanan sekaligus pula sebagai pengembangan dan perluasan jaringan komunikasi telkomsel agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efesien oleh para pelanggannya. Tower telkomsel adalah suatu bangunan yang berupa tiang pemancar komunikasi yang berfungsi untuk menangkap sinyal frekuensi radio agar dapat memperlancar jaringan komunikasi antar sesama pelanggan telkomsel. Jangka waktu pelaksanaan pembangunan tower telkomsel sesuai dengan perjanjian pada umumnya adalah 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK). Dalam pelaksanaan pembangunan tower tersebut ada faktor resiko yang harus dihadapi baik oleh telkomsel maupun oleh developer (pelaksana pembangunan) resiko tersebut dapat berupa radiasi sinyal yang berasal dari tower yang cukup kuat yang dapat membahayakan masyarakat disekitarnya, resiko rubuhnya tower baik pada saat pelaksanaan pembangunan maupun pada saat telah selesainya pelaksanaan pembangunan tower tersebut. Resiko yang dihadapi tersebut harus dapat diminimalisir oleh pihak telkomsel maupun oleh developer. Pada saat pelaksanaan pekerjaan pihak developer meminimalisir resiko bahaya dengan cara menggunakan


(21)

bahan-bahan material bangunan yang telah sesuai dan diakui berdasarkan standard internasional. Di samping itu digunakan juga alat anti radiasi pada tower tersebut sehingga radiasi yang ditimbul dari tower dapat diminimalisir. Pihak telkomsel dalam mengantisipasi rubuhnya tower wajib mengasuransikan tower tersebut. Apabila tower yang telah terpasang dan telah selesai pembangunan rubuh maka penggantian rugi dapat dilaksanakan oleh pihak asuransi dalam mengkafer seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh rubuhnya tower telkomsel tersebut. Pemilihan lahan/bangunan tempat didirikannya tower telkomsel didasarkan kepada perhitungan kwantitas sinyal frekuensi yang dihasilkan ditempat tersebut. Semakin banyak sinyal frekuensi yang dihasilkan disuatu lahan/bangunan maka semakin strategis pendirian tower di lokasi tersebut. Dengan demikian pendirian tower telekomunikasi tidak dapat dilakukan disembarang tempat karena apabila pembangunan tower telekomunikasi tersebut dilakukan di lokasi yang tidak memiliki sinyal frekuensi yang baik maka akan berdampak sia-sia dalam peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan telekomunikasi.

Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi ini tunduk kepada hukum perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan. Pembangunan tower merupakan proses pembangunan jaringan telekomunikasi. Berdasarkan Pasal 1 angka (6) Undang-undang NO. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dinyatakan bahwa jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Selanjutnya di dalam Pasal 8 undang-undang diatur bahwa penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah


(22)

(BUMD), badan usaha swasta atau koperasi. Oleh karena itu, pembangunan tower ini bisa dilakukan oleh perusahaan mitra kerja, baik pihak swasta maupun pemerintah.

Perjanjian pemborongan bangunan sebagaimana disebutkan di atas, tunduk pada hukum perjanjian secara umum yang diatur oleh KUHPerdata Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.3Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam hukum tentang diri seseorang dan hukum kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang.4

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.5

3

R. Setiawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan,(Bandung : Bina Cipta, 1979), hal. 49.

4 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio,

Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk Wetboek (terjemahan),Cet. 28, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.


(23)

Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, perjanjian tersebut merupakan suatu undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat tersebut.6

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.7

Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.8 Hubungan kedua orang yang

6

R. Subekti,Hukum Perjanjian,(Jakarta : Intermasa, 1987), hal. 14.

7 Syahmin,

Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 1.


(24)

bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi.

Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.9

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang(person)atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.10

Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi di atas adalah :11 a. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

b. Adanya subjek hukum

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.

9

Ibid,hal. 17.

10M. Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian,Cet. II, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 6. 11J. Satrio,Hukum Perjanjian,(Bandung : PT. Citra Aditya, 1992), hal. 322.


(25)

c. Adanya prestasi

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

d. Dibidang harta kekayaan

Perjanjian pemborongan secara khusus di dalam KUH Perdata disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.12

Perjanjian pemborongan antara pihak pemborong dengan perorangan sebagai pemberian borongan dibuat oleh kedua belah pihak, sedangkan perjanjian pemborongan antara pemborong dan pemerintah sebagai pemberian borongan sebagai peraturan standar, yaitu peraturan tentang syarat-syarat umum perjanjian pemborongan yang berlaku sejak tahun 1941, algemene vooawaarden voor de uitvoering bij van openbare werken in Indonesia(selanjutnya disingkat dengan AV),


(26)

yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.13

Perjanjian pemborongan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. Di dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1984 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (selanjutnya disingkat Keppres Nomor 29 Tahun 1984), bahwa perjanjian pemborongan itu harus dengan harga yang pasti. Perjanjian pemborongan atas dasar “cost plus fee” dilarang. Cost plus fee adalah biaya pemborongan yang jumlahnya tidak dinyatakan dengan pasti terlebih dahulu, melainkan akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah dengan upahnya (keuntungannya).14

Perjanjian pemborongan khususnya dalam pembangunan tower ini akan menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara PT. Telkom dengan pihak perusahaan mitra kerja selaku pemborong pekerjaan tersebut. Hubungan hukum antara kedua belah pihak adalah merupakan hubungan hukum keperdataan, yang

13

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan,

(Yogyakarta : PT. Liberty, 1982), hal. 54.

14Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar,(Yogyakarta : Liberty, 1986),


(27)

tunduk pada hukum perjanjian atau hukum kontrak, sehingga kedua belah pihak mempunyai posisi dan kedudukan yang sama.15

Hubungan hukum antara kedua belah pihak (PT. Telkom dan perusahaan mitra kerja) dalam hal pemborongan pekerjaan (pembangunan Tower milik PT. Telkomsel) sebagaimana tersebut di atas, tidak terlepas dari harus terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Banyak aspek yuridis yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian pemborongan ini khususnya yang terkait dengan tanggung jawab para pihak. Permasalahan mungkin saja terjadi misalnya menyangkut batas waktu

15Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian

(beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHPerdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka(openbaar system).


(28)

penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan sesuai perjanjian, maka tentu akan menghambat penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan. Selain itu permasalahan juga dapat timbul dari pihak pemberi pekerjaan pemborongan bangunan (dalam hal ini PT. Telkomsel) menyangkut penyelesaian pembayaran yang telah terjadwal sebagaimana yang telah diperjanjikan, yang mungkin saja bisa terjadi keterlambatan. Selain masalah-masalah yang umum yang telah disebutkan di atas, mungkin juga terjadi masalah-masalah lain, seperti kesesuaian pembangunan dengan rancangan (design pembangunan), ukuran bangunan, kualitas bangunan dan sebagainya. Oleh karena hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek-aspek yuridis dalam perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja di dalam sebuah tesis yang berjudul : “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Antara PT. Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja”.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Apakah hubungan hukum yang timbul antara telkomsel dengan perusahaan mitra kerja berdasarkan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ?


(29)

2. Apakah pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi antara telkomsel dengan mitra kerja telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi ?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja tersebut, dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut ?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa penelitian tentang Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja belum pernah dilakukan, baik dalam judul, topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini adalah merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuwan, yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah hubungan hukum yang timbul antara PT. Telkom dengan perusahaan mitra kerja telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.


(30)

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum atas pembangunan tower telekomunikasi di Indonesia berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja tersebut, dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu :

1. Secara Teoritis

Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan dalam upaya penegakan hukum perjanjian khususnya perjanjian pemborongan kerja sehingga akan lebih menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan bagi para pihak yang terkait.

2. Secara Praktis a. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah dalam hal merumuskan kebijakan dan peraturan tehnis terkait dengan perjanjian kerja pemborongan bangunan, yang selama ini masih tunduk pada hukum perdata.


(31)

Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi khususnya untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman terkait dengan hukum perjanjian pemborongan bangunan sehingga dapat lebih mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat yang sebagai pihak yang terlibat dalam perjanjian pemborongan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan atau objek masalah yang diteliti dengan cara mengkontruksi keterkaitan antara konsep secara deduktif ataupun induktif. Oleh karena objek masalah yang diteliti dalam tesis ini berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka konsep-konsep yang akan digunakan sebagai sarana analisis adalah konsep-konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum yang dianggap paling relevan.

Teori yang digunakan untuk menganalisa tesis ini adalah teori keadilan yang dipelopori oleh Aristoteles. Teori keadilan menyatakan bahwa setiap orang/pihak wajib memperoleh hak dan kewajibannya secara seimbang (proporsional) dalam suatu kesepakatan perjanjian. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan


(32)

kesepakatan maka perlu dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.16

Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak. Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah:17

“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”

Menurut Riduan Syahrani bahwa:18

“Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan.”

16Pasal 1320 KUHPerdata 17

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hl. 16.

18Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000),


(33)

Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni:19

1. Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.

2. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram.

3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).

4. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Azas Konsensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya perjanjian terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Syarat sahnya suatu perjanjian seharusnya ditandai dengan adanya kata sepakat secara suka rela dari para pihak. Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatakan

19Salim H.S,Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,


(34)

bahwa: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperbolehnya dengan paksaan atau tipuan.20

Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu adalah batal demi hukum.

Saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditor dan debitur, adakalanya tidak ada persesuaian. Mengenai ketidaksesuaian ini ada tiga teori yang menjawab, yaitu:

1. Teori Kehendak(wilstheorie),bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.

2. Teori Pernyataan (verklaringstheorie),kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.

3. Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian.

Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga teori di atas sebagai berikut:


(35)

1. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak yang menganggap perjanjian terjadi jika tidak terjadi persesuaian, pemecahannya: pihak lawan mendapat ganti rugi, karena pihak lawan mengharapkannya.

2. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak, hanya pelaksanaanya kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.

3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum didalamnya. Biasanya dalam bentuk formulir.

Dalam Burgelijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang.21

21 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata = Burgelijk


(36)

Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Istilah hukum perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu

contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

overeenscomrecht.22 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau diaman dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

22Salim H.S,

Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,Cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3.


(37)

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain. Dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikemukakan sebagai berikut:24

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2. Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam


(38)

hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas


(39)

kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (consensualisme),

asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud.

1. Asas Kebebasan Berkontrak(freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:25

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas Konsensualisme(concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah

25 Tirtodiningrat, K.R.T.M, Ihtisar Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta: Pembangunan,


(40)

persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.

3. Asas Kepastian Hukum(pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itudisebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asaspacta sunt servandadiberi arti sebagaipactum,

yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilahnudus pactumsudah cukup dengan kata sepakat saja.


(41)

4. Asas Itikad Baik(good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakniitikad baik nisbi

dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Parang Dunia I.26

5. Asas Kepribadian(personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan


(42)

dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal.

Sebagaimana di sebutkan di atas, perjanjian pembangunan tower PT. telkomsel dengan Perusahaan mitra dikategorikan ke dalam perjanjian pemborongan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah Pemborongan Pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (sipemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak


(43)

lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam Perjanjian Pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.27

Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk) ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula.28

Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian pemborongan bangunan dapat dilaksanakan secara tertutup, yaitu antara pemberi tugas dan kontraktor atau terbuka yaitu melalui pelelangan umum atau tender. Lain halnya dengan pemborongan bangunan milik pemerintah dimana harus diadakannya pelelangan. Kontrak kerja bangunan dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu:

27FX. Djumialdji,Perjanjian Pemborongan,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), hal, 3. 28Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,(Bandung: PT. Intermasa, 1987), hal. 174.


(44)

1. Kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, sedangkan bahan-bahannya disediakan oleh pemberi tugas.

2. Kontraktor melakukan pekerjaan dan juga menyediakan bahan-bahan bangunan. Dalam hal kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, jika barangnya musnah sebelum pekerjaan diserahkan, maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat menuntut harga yang diperjanjikan kecuali musnahnya barang itu karena suatu cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1606 dan 1607 KUHPerdata.

Menurut Subekti, Undang-Undang Membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu:

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, adalah perjanjian dimana satu pihak menghendaki dari pihak lainnya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali tergantung pada pihak lainnya.

2. Perjanjian kerja/perburuhan, adalah perjanjian diaman pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak lainnya yaitu si majikan, untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan, adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.29


(45)

Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan perjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri.30

Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga memperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pemborongan yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun kegagalan bangunan. Dalam prakteknya pemborong bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan tertulis dikontrak.

Menurut Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi : kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa


(46)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya dan harga borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak lainnya.

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormurij) artinya perjanjian pemborongan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil, biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian pemborongan dengan biaya agak besar maupun besar, perjanjian pemborongan dibuat secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta outentik (akta notaris).

Menurut cara terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan dalam:

1. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar penawaran yang diajukan.

2. Perjanjian pemborongan pekerjaan atas dasar penunjukkan

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas dengan pemborong.


(47)

Sedangkan menurut cara penentuan harganya perjanjian pelaksanaan pemborongan itu dapat dibedakan atas 3 bentuk utama sebagai berikut:

1. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga pasti(fixed price). Disini harga pemborongan telah ditetapkan secara pasti, ialah baik mengenai harga kontrak maupun harga satuan.

2. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga umum. Disini harga borongan diperhitungkan secara keseluruhan.

3. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar satuan (unit price), yaitu harga yang diperhitungkan untuk setiap unit. Disini luas pekerjaan ditentukan menurut jumlah perkiraan jumlah unit.

4. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar jumlah biaya dan upah(cost plus

fee). Disini pemberi tugas akan membayar pemborongan dengan jumlah biaya

yang sesungguhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upahnya. Pada umumnya pemborongan pekerjaan sektor dikenal dua prosedur pemilihan pemborongan, yaitu:31

a. Pemilihan kontraktor secara negosiasi

Melalui sistem negoisasi, pemilihan kontraktor tidak dilakukan dengan suatu tender tertentu, akan tetapi pihak pemilik pekerjaan bernegoisasi langsung dengan pihak pemborong untuk memastikan apakah kontraktor tersebut dapat dipilih untuk mengerjakan proyek yang bersangkutan. Sehingga prosedur negoisasi ini praktis lebih bersifat informal. Dalam hal ini pihak pemilik


(48)

pekerjaan mengontak satu atau lebih pemborong yang menurut penilaiannya mampu mengerjakan pekerjaan dimaksud, sambil menginformasikan persyaratan-persyaratan untuk itu. Biasanya pihak pemilik pekerjaan memintakan pihak pemborong untuk memasukkan juga penawaran kepada pihak pemilik pekerjaan.

b. Pemilihan kontraktor secara tender

Ada dua macam tender yang lazim dilakukan dalam praktek, yaitu pertama sistem tender terbuka, pada sistem ini tender mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi dalam tender tersebut, dalam hal ini dapat diumumkan dengan cara pemasangan iklan dimedia massa. Kemudian tender terbatas, yaitu hanya beberapa pihak tertentu saja untuk berpartisipasi dalam tender tersebut. Tentu saja sungguh pun sistem tender ini terkesan formal dengan dokumentasi yang lebih rumit akan tetapi sistem ini mengandung manfaat yang lebih nyata, antara lain dengan semakin banyaknya pihak yang berpartisipasi dalam tender tersebut, tentu akan dikemukakan semakin banyak pilihan yang pada akhirnya akan menemukan kontraktor yang terbaik.

Isi perjanjian pemborongan pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Luasnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dan memuat uraian tentang pekerjaan dan syarat-syarat pekerjaan yang disertai dengan gambar (bestek)

dilengkapai dengan uraian tentang bahan material, alat-alat, dan tenaga kerja yang dibutuhkan.


(49)

Mengenai jangka waktu penyelesaian sengketa 3. Mengenai sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi 4. Tentang resiko dalam hal terjadiOvermacht

5. Penyelesaian jika terjadi perselisihan

6. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan.

Perjanjian pemborongan juga mengenal jaminan. Macam-macam jaminan dalam perjanjian pemborongan adalah Bank/Garansi Bank/Jaminan Bank.

Didalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2003 disebutkan bahwa terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang/jasa, penyedia barang/jasa diwajibkan menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna barang/jasa. Surat jaminan adalah jaminan tertulis yang ditawarkan bank umum/lembaga keuangan lainnya yang diberikan oleh penyedia barang/jasa untuk menjamin terpenuhinya persyaratan/kewajiban penyedia barang/jasa. Bank garansi merupakan salah satu bentuk dari penanggungan yang diatur dalam Bab XVII Buku III KUHPerdata dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur/terjamin, maka bank sebagai penanggung/ penjamin menggantikan kedudukan debitur/terjamin, oleh karena itu bank membayar sejumlah uang kepada kreditur/penerima jaminan. Sejak saat itu menjadi hubungan antara pihak yang memberikan kredit/kreditur.

Surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum dapat dikeluarkan baik oleh bank umum pemerintah maupun swasta, baik devisa, di Indonesia atau bank diluar


(50)

Negeri yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia jika rekanan berkedudukan di luar Negeri. Selain surat jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh bank umum, dapat juga dikeluarkan surety bond yaitu jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi kerugian yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin cidera janji (wanprestasi).

2. Kerangka Konsep

Untuk menghindarkan kesalahan dalam memahami konsep-konsep yang dipergunakan, maka perlu dibuat defenisi operasional atau konsepsi, yaitu sebagai berikut:

1. Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian.32

2. Perjanjian Pemborongan, adalah : Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.33

3. Pembangunan, adalah proses, cara, perbuatan membangun.34

32Blacks Law Dictionary dalam Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di

Indonesia,Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal, 16. Inti defenisi yang tercantum dalamBlack’s Law Dictionaryadalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

33Pasal 1601 butir (b) KUHPerdata.


(51)

4. Tower, adalah sarana telekomunikasi yang berfungsi untuk menempatkan antena pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan di sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga berfungsi untuk menempatkan antena pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan pelanggan di daerah tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting mengapa diperlukan pembangunan tower adalah untuk penempatan antenna-antenna tersebut, dimanadibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya memancarkan dan menerima sinyal.35

5. Perusahaan mitra, adalah : perusahaan yang menjadi rekanan kerjasama PT. Telkomsel. Perusahaan tersebut baru dapat diketahui setelah tender dimenangkan.

6. Kontraktor adalah perusahaan pelaksana pembangunan tower telkomsel yang diperoleh setelah tender dimenangkan.

7. Pemborongan pekerjaan, adalah : ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula. Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong pekerjaan


(52)

mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.36

8. Kontrak kerja, adalah : hubungan antara dua pihak yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:37

a. Adanya pekerja dan pemberi kerja Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi kerja mempunyai kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja diperlukan untuk menjabarkan syarat, hak dan kewajiban pekerja dan si pemberi kerja.

b. Pelaksanaan Kerja Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditetapkan di perjanjian kerja.

c. Waktu tertentu pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja.

9. Adanya upah yang diterima Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar

36Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT.Intermasa, Bandung, 1987, hal 174. 37Pasal 1601 (a) KUHPerdata.


(53)

suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.38

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada proposal penelitian ini, sebagai berikut:

a. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung oleh penelitian yuridis sosiologi yang berupa wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu pejabat telkomsel dan pihak mitra kerja yang mendukung pelaksanaan pembangunan tower telkomsel, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan nara sumber. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang menggunakan metode yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,39 yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja. Dalam penelitian hukum normatif yang digunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perangkat hukum.

Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normative disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis

38Pasal I huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. 39Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif,(Jakarta : Raja Grafindo


(54)

baik hukum yang tertulis dalam buku (law as written in the book), maupun hukum diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law ias is decided by the judge throught judicial process).40 Selanjutnya Ronald Dworkin menyebutkan penelitian seperti ini sebagai penelitian doktrinal (Doctrinal Research), yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is wrritten in the book), maupun yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through Judical Process).41

Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriftif analitis, yaitu penelitian ini hanya untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi kerangka studi kepada suatu analisis terhadap pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja.

b. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitin hukum terdapat beberapa pendekatan. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan undang-undang(Statute approach)

40 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi”, Medan, tanggal 18 Februari 2003, hal.1.

41

Pendapat Ronald Dworkin, sebagaimana dikutip oleh Bismar Nasution,Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah, disampaikan pada acara Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari 2003, hal.1.


(55)

Pendekatan undang-undang (Statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan issue hukum yang sedang ditangani.

2. Pendekatan kasus(case approach)

Pendekatan kasus (case approach) ini dilakukan dengan cara menelaah kontrak/perjanjian pembangunan Tower PT. telkomsel dengan perusahaan mitra kerja. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi

ataureasoning, yaitu pertimbangan dalam setiap proses hukum yang terjadi di dalam perjanjian/kontraki kerja.42

c. Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan(library research), yang dilakukan dengan menghimpun data-data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari :

1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari : a. Norma dan kaedah dasar; b. Peraturan dasar;

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait perjanjian pemborongan kerja beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.


(56)

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.43

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu meneliti sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan

permasalahan dalam tesis ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, pendapat sarjana dan bahan-bahan lainnya. Informasi dari para informan yakni pejabat telkomsel dan juga mitra kerja yang mendukung dalam pelaksanaan pembangunan tower telekomunikasi telkomsel tersebut. Sepanjang yang relevan dalam penelitian ini juga menjadi bahan dalam penulisan tesis ini.

e. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian pembangunan tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja. Kemudian

43 Bambang Sungggono,

Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soejono Soekanto dan Sri mamudji,Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hal. 41.


(57)

membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klsifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Proses analisa tidak selalu harus dilakukan secara berurutan, namun dilakukan berdasarkan data yang terkumpul, kemudian disinkronkan satu dengan yang lain. Pada bagian akhir, data yang berupa studi kasus ini diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung yang diperoleh, yaitu berupa data-data sekunder melalui penelitian kepustakaan (library research).


(58)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM YANG TIMBUL ANTARA PT. TELKOM DENGAN PERUSAHAAN MITRA KERJA BERDASARKAN HUKUM PERJANJIAN

YANG DIATUR DALAM PASAL 1320 KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Secara terminologi, kata perjanjian dalam bahasa Belanda disebut dengan

Overeekomst dan didalam bahasa Inggris lazim disebut dengan contract. Melalui

suatu perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hal dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Para sarjana pada umumnya berpendapat bahwa pengertian perjanjian di atas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap, karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup semua hal.44 Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanjanji untuk melaksanakan suatu hal.45

Menurut Lc Hotman, yang dikutip oleh R. Setiawan, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum. Sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripada (debitur atau para debitur) mengikat dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang

44Manan Daus Badrulzaman,Aneka Hukum Bisnis,Alumni, Bandung, 1994, hal 115. 45Subekti,Hukum Perjanjian, Op cithal 1.


(59)

berhak bersikap yang sedemikian itu.46Menurut kitab yang dikutip oleh R. Setiawan, mengatakan bahwa, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih di atas dimana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.47

R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan, perjanjian adalah suatu perhubungan mengenai hukum harta benda antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji, dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.48Soedjono Birjosisworo mengatakan perjanjian adalah kesepakatan antara dua pihak yang menimbulkan pengikatan antara keduanya untuk melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Perjanjian dapat pula disebut sebagai persetujuan abingatoir yaitu suatu persetujuan yang menciptakan perikatan-perikatan yang mengikat mereka mengadakan persetujuan.49

Disamping itu Hikmahanto Juwana menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu tindak yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak, dimana masing-masing pihak yang ada di dalamnya dituntut untuk melakukan satu atau lebih prestasi. Dalam pengertian demikian perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. 50 dalam bisnis perjanjian tertulis tersebut penting sebagai pedoman alat bukti bagi para pihak itu

46R. Setiawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan,Bina Cipta, Bandung, 1987, hal 2. 47Ibid,hal, 2.

48R. Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian,Bandung, 1993, hal 1. 49

Soedjono Dirjosisworo,Misteri dibalik Kontrak Bermasalah,Nandar Naju, Bandung, 2002, hal. 1.

50Hikmahanto Juwana,Modul I Pengertian Dasar Kontrak Bisnis yang Berdimensi Publik,


(1)

kepada undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. Demikian pula halnya dengan perjanjian kerja borongan antara pihak telkomsel dengan pihak pemborong mematuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi tersebut.

3. Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pembangunan tower PT. Telkomsel di lapangan adalah didasarkan pada dua faktor yaitu aksi protes dan penolakan dari warga di sekitar lokasi pelaksanaan pembangunan tower yang didasarkan pada alasan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan perizinan yang tidak yang tidak lengkap dalam pelaksanaan pembangunan tower telkomsel tersebut. Faktor Internal yaitu kontraktor yang melaksanakan pembangunan tower tersebut melakukan wanprestasi ingkar janji terhadap perjanjian yang telah disepakati dengan pihak telkomsel termasuk dalam hal pembayaran ganti rugi terhadap warga yang bertempat tinggal disekitar lokasi pembangunan tower tersebut yang seharusnya memperoleh ganti rugi secara financial.

B. SARAN

1. Hendaknya, sebelum tercapai suatu kesepakatan antara pihak telkomsel dan mitra kerja baik pemilik lahan/bangunan maupun kontraktor sesuai Pasal 1320 KUH Perdata, pihak telkomsel wajib terlebih dahulu memastikan kelengkapan izin mendirikan bangunan tower sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dan juga mengenai persetujuan warga yang bertempat tinggal di sekitar lokasi pembangunan tower. Hal ini untuk mencegah terjadinya aksi protes dan


(2)

penolakan warga terhadap proyek pembangunan tower tersebut yang pada akhirnya dapat menghambat laju pembangunan tower dan dapat pula menimbulkan kerugian secara financial bagi pihak telkomsel sendiri. Disampin itu perjanjian sewa-menyewa lahan/banguan maupun perjanjian pelaksanaan pembangunan tower telekomunikasi telkomsel hendaknya dilakukan dengan menggunakan akte notaris sehingga benar-benar otentik dan dapat dijadikan barang bukti di pengadilan bila terjadi perselisihan di kemudian hari.

2. Hendaknya, dalam pengakhiran hukum pembangunan telkomsel berdasarkan undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi dan peraturan pelaksanaannya lebih diperketat prosedur pemberian izin pembangunan tower bagi setiap operator telekomunikasi dan lebih ditegakkan penerapan sanksi baik administratif maupun pidananya bagi operator yang tidak memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembangunan tower yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan terkesan semena-mena, mengingat banyak tower yang telah selesai pembangunannya melanggar ketentuan hukum yang berlaku dari segi prosedur hukum perizinan.

3. Hendaknya hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan dalam pelaksanaan pembangunan tower telkomsel, diselesaikan dengan mengutamakan mufakat dengan cara mediasi dan melibatkan aparat pemerintah terkait dan yang berwenang sebagai mediator, disamping itu juga hendaknya melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan para alim ulama di daerah setempat untuk berusaha


(3)

mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Bila jalan musyawarah mufakat melalui mediasi mengalami kegagalan, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menempuh jalan litigasi ke pengadilan. Namun diupayakan jalur litigasi ke pengadilan tersebut merupakan Ultimum Remedium (Sarana Terakhir) yang dapat ditempuh bila semua cara negoisasi, musyawarah mufakat melalui jalur mediasi mengalami kegagalan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman Mariam Danis,Aneka Hukum Bisnis,Alumni Bandung. 2005. ____________,Aneka Hukum Bisnis,Alumni, Bandung, 1994.

Bambang Sungggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soejono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Blacks Law Dictionary dalam Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal, 16. Inti defenisi yang tercantum dalamBlack’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

________, Sharon K. Telecommunications Law in the Internet Age, Morgan Kaufmann Publishers, San Fransisco, 2002.

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1993.

Dirjosisworo Soedjono,Misteri dibalik Kontrak Bermasalah,Nandar Naju, Bandung, 2002.

Djumialdji FX.,Perjanjian Pemborongan,Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995.

Fuady Munir, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Harahap M. Yahya,Segi-segi hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986.

Hartono Sudarmo, Telekomunikasi dan Perkembangannya di Indonesia, Media Sarana, Jakarta, 2009.

Heryanto dan Kawan-kawan, Buku 50 Tahun Peranan Pos dan Telekomunikasi, Koperasi Pegawai Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi, Jakarta, 1996. H.S Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar


(5)

__________, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

___________,Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet II, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Juwana Hikmahanto, Modul I Pengertian Dasar Kontrak Bisnis yang Berdimensi Publik,tanpa tahun.

Kusumohamidjojo Budiono, Dasar-dasar Merancang Perjanjian, Grasindo, Jakarta, 1998.

K.R.T.M, Tirtodiningrat, Ihtisar Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta: Pembangunan, 1966.

Manan Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Menyambut Masa Purnabakti Usia 70 Tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Marzuki, Peter MahmudPenelitian Hukum,Jakarta Predana Media Group, 2007. Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty,

1986, hal. 96.

Muhammad, AbdulkadirHukum Perikatan,Citra aditya Bakti, Bandung, 1999. Mulyadi, Robert Hukum Telekomunikasi Indonesia dan Aplikasinya, Suluh Ilmu,

Semarang, 2010.

Nasution Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi”, Medan, tanggal 18 Februari 2003.

Prodjodikoro, R. WirjonoAsas-asas Hukum Perjanjian,Bandung, 1993. Satrio, J.Hukum Perjanjian,Bandung : PT. Citra Aditya, 1992.

Sirait, Ningrum Natasya. Materi Kuliah Hukum Perikatan pada Program Magister Kenotariatan PPS-USU, 2003.

Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung 2000.


(6)

Setiawan R.,Pokok-pokok Hukum Perikatan,Bandung : Bina Cipta, 1979. __________,Pokok-pokok Hukum Perikatan,Bina Cipta, Bandung, 1987.

Sofwan, Sri Soedewi MasjchoenHukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, Yogyakarta : PT. Liberty, 1982.

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

Subekti R., dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk Wetboek (terjemahan),Cet. 28, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996.

_________.,Hukum Perjanjian,Jakarta : Intermasa, 1987.

_________, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata = Burgelijk Wetboek (terjemahan),Cet. 28, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996.

_________,Hukum Perjanjian,Cet. XII, Jakarta: PT. Intermasa, 1990. _________,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Bandung: PT. Intermasa, 1987. _________.,Aneka Perjanjian,Bandung: Alumni, 1985.

__________,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT.Intermasa, Bandung, 1987.

Supangkat Suhono Harso,Teknologi Informasi dan Ekonomi Digital, Persiapan Rigulasi di Indonesia,Jurusan Teknik Elektro. Bandung, 2000.

Surat Kabar, Harian Daerah Kabar Kami, Edisi Rabu 18 Mei 2011. _________, Hoslan Daerah Bolangan Raya, Edisi 25 Mei 2011. _________, Harian Republika, Edisi 12 Juni 2011.

_________, Harian Analisa, Edisi 12 Oktober 2011.

Syahmin,Hukum Kontrak Internasional,Cet. 1, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006. Syahrani Riduan,Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata,Bandung: Alumni, 2000. Titrosudibio dan Subekti,KUHPerdata,Jakarta: Paramita, 1974.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

1 53 110

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pengadaan Armada Kendaraan Bus Wisata Antara PT. Lingga Jati Al Manshurin Dengan P.O. Karona

2 56 102

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Asing Pada PT. Toyo Kanetsu Indonesia (Studi Pada Kawasan Industri Batu Ampar, Batam)

4 53 186

Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual

2 43 88

Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional)

2 43 119

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PELANGGAN JASA TELEKOMUNIKASI SELULAR KARTU HALO PASCA BAYAR DENGAN TELKOMSEL

0 5 83

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA ANTARA PT. JAVA PLASTIC MANUFACTURING DENGAN PEKERJA Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerja Antara PT. Java Plastic Manufacturing Denganpekerja Di Kabupaten Boyolali.

0 3 18

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA ANTARA PT. SARANA SURAKARTA VENTURA DENGAN MITRA USAHANYA DIKOTA SURAKARTA.

0 0 19

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PENYERTAAN MODAL ANTARA PT. SARANA SURAKARTA TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PENYERTAAN MODAL ANTARA PT. SARANA SURAKARTA VENTURA DENGAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA.

0 1 28

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN DENGAN PEKERJA DI PT. BERAU KARYA INDAH SURABAYA.

0 0 81