Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
DiajukanUntuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
AMORES HENDRA 020200152
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
DiajukanUntuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
AMORES HENDRA 020200152
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Menyetujui, Ketua Departemen
PROF. DR. TAN KAMELLO, SH., MS NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
PROF. DR. RUNTUNG, SH, M.Hum
2008
EDY IKHSAN, SH, MA
NIP. 131 460 769 NIP. 131 796 147
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITASSUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan rahmatnya yang telah diberikan-Nya baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Puji Tuhan, karena dengan segala keterbatasan dari penulis Tuhan telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sebagaimana yang penulis inginkan dari dahulu.
Puji Tuhan, tiada ungkapan yang lebih pantas diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat pertolongan-Nyalah akhirnya penulis dapat berhasil meyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL”
Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa sangat berhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan wawasan keilmuan di bidang hukum. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing I di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Syafruddin Hasibuan, SH., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. M. Husni, S.H., M. Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum
Universitas Sumatera Utara
6. Edy Ikhsan SH., M.A., selaku Dosen Pembimbing II di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
7. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasehat
Akademik.
8. Dan seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Dan seluruh Tenaga
(4)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Administrasi serta staf Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Uniersitas Sumatera Utara.
9. Secara Khusus Penulis juga ingin, mengungkapkan penghargaan dan penghormatan seta menghaturkan ribuan terima kasih kepada seluruh keluargaku:
a. Ayahanda tercinta Denny L. Tobing S.H. Saya sangat mengucapkan terima kasih kepada bapak, disamping bapak adalah orang tua saya, bapak juga telah memberikan inspirasi dan, menjadi panutan saya dari dulu, kini hingga di masa-masa yang akan datang.
b. Ibunda tersayang Nursiah Sibarani atas segala kasih sayang, cinta, nasehat, doa dan perjuanganmu yang tidak henti-hentinya hingga saya bisa menjadi seperti ini. Apa jadinya aku tanpa kesabaran, ketabahanmu, do’amu terus memayungiku dalam menghadapi kerasnya hidup ini. Mak, melalui skripsi ini aku ingin mengucapakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, meskipun ini hanyalah skripsi yang jauh dari layak, tapi aku percaya di kemudian hari aku akan dapat berbuat sesuatu yang lebih baik lagi yang bisa membuatmu bangga.
c. Opung tercinta Alm. Panangian Sibarani (opung laki-laki) dan Lince
Boru Simalango (opung perempuan) terimakasih atas segala apa yang
telah diberikannya kepadaku. Mulai dari kecil aku di asuh oleh opung sampai awal masuk kuliah aku juga tinggal bersama opung, namun aku tak dapat membalasnya dan dalam skripsi ini aku baru dapat mengatakan kalo aku saying opung dan ku ucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang dan perhatiannya kepada ku.
d. Buat adek ku tersayang Andreas Yohansen, dek walaupun kita sering banyak berselisih namun banyak dorongan darimu agar abang selalu ingat untuk serius kuliah, dan dengan adanya skripsi ini abang ingin ucapkan banyak-banyak terimakasi atas pada dorongan dan masukan-masukannya.
e. Buat orang yang kusayangi dan kucintai Kristina Natalia Tambun, Terimakasi atas perhatian dan segala dorongan yang telah adek berikan, tanpa adek mungkin abang tidak dapat menyelesaikan Skripsi ini, sekali lagi abang ucapkan banyak-banyak terimakasih.
f. Buat Keluarga besar Sibarani dimana saja, Tante Pudan, Tante
Tengah, Inagtua Gede, Inangtua Dian, Tulang Palti, Nanguda Anes dan masih banyak yang lainnya yang tidak dapat lagi saya
sebutkan terima kasih yang sebesar-besarnya dari dalam lubuk hati yang paling dalam atas perhatian dan nasehat yang telah diberikan kepada saya.
(5)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
g. Buat Keluarga Namboru dan Amang boru Lina di Tarutung,
Namboru dan Amang boru Belawan Serta Seluruh keluarga besar Tobing dimana saja, saya ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya dari dalam lubuk hati yang paling dalam atas perhatian dan nasehat yang telah diberikan kepada saya.
10.Sahabat-sahabatku seperjuangan, Rajak, Hiras, Marimbun, David,
Hitler, Mada, Roy, Jakky, Aan dan seluruh angkatan 2002.
Kiranya tidak lah cukup kata-kata yang dapat penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong dan memberikan nasehat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Semoga Tuhan yang akan membalas kebaikan mereka.
Tak ada gading yang tak retak. Sebagai karya anak manusia, skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Kepada para pembacalah Penulis mengharapkan agar dapat membaca dan menyimak lembar demi lembar, kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam skripsi ini dan untuk kemudian memberikan kritik dan saran untuk membenahi apa saja yang terasa kurang dalam skripsi ini. Bila ada kebenaran dalam skripsi ini, sesungguhnya itu datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna. Adapun bila terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan itu dikarenakan penulis juga merupakan manusia biasa.
Akhirnya penulis memohon kepada Tuhan agar skripsi bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Terpujilah Tuhan dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus atas apa yang telah diberikan-Nya kepadaku. Karena hanya karena-Nya lah skripsi ini dapat saya tulis dan persembahkan.
Medan, Juni 2008 Penulis
(6)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….. i
DAFTAR ISI ………... iv
ABSTRAKSI……… vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ……… 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 8
D. Keaslian Penulisan………... 9
E. Tinjauan Kepustakaan ……….... 10
F. Metode Penulisan………. 13
G. Sistematika Penulisan ……….. 14
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG FRANCHISE A. Istilah dan Pengertian Franchise………. 16
B. Sejarah dan Pertumbuhan Franchise di Indonesia……….. 23
C. Bentuk-bentuk Franchise……… 27
D. Peraturan Hukum Franchise di Indonesia………... 29
1. Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta……….. 29
2. Undang-undang Penanaman Modal Asing sebagai Dasar Hukum……… 33
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/KEP/1997 Tanggal 30 Juli 1997……… 35
BAB III GAMBARAN UMUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Latar Belakang Munculnya Hak Kekayaan Intelektual……… 39
B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual……….. 43
(7)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB IV FRANCHISE DITINJAU DARI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Unsur-unsur Hak atas Kekayaan Intelektual
yang Terdapat Dalam Franchise………. 59
1. Paten Sebagai Bentuk Kepemilikan dalam Franchise………… 64 2. Merek Sebagai Bentuk Logo dalam Industri Franchise………. 66 3. Hak Cipta sebagai Salah Satu Bentuk
Kekayaan Modal dalam Melaksanakan Industri Franchise…... 67 B. Ketentuan-Ketentuan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
yang Terkait dengan Masalah Franchise………. 69
C. Keterkaitan Hak Kekayaan Intelektual
di dalam Pengaturan Bisnis Franchise………. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……….. 75
B. Saran………. 76
(8)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum.1 Edy Ikhsan, S.H., M.A2
Amores Hendra 3
1
Dosen Pembimbing I, Dekan Fakultas Hukum dan Staf Pengajar Fakultas Hukum USU.
2
Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU.
3
Mahasiswa Fakultas Hukum USU, NIM : 020200152
Kehidupan manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar, setiap hari kita dipaksa oleh sistem untuk bekerja dan bekerja demi mempertahankan hidup. Sudah bukan jamannya lagi hidup bersantai-santai karena persaingan begitu ketat, sehingga mereka yang tidak dapat bertahan dalam persaingan pada akhirnya akan tersisih. Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah membuka peluang bagi pelaku bisnis untuk memikirkan pola pendistribusian barang atau jasa dengan baik dan tepat.
Hal di atas hanya ingin menunjukan bahwa begitu banyak perubahan yang terjadi pada dasawarsa ini, begitu pula dengan pelaku bisnis yang dituntut untuk terus berusaha semampunya agar dapat survive dalam masa sekarang, dimana persaingan sangat ketat, sedangkan perekonomian di Indonesia masih dalam keadaan yang belum kembali normal. Pelaku bisnis di Indonesia didominasi oleh pengusaha kecil dan menengah yang harus sudah mulai memikirkan nasibnya agar dapat bertahan terus. Salah satu cara untuk bertahan adalah adanya inovasi di bidang ekonomi yang berbentuk barang maupun jasa, dimana hasil inovasi tersebut dapat menjadi modal dasar dalam pengembangan ekonomi, dan dengan adanya Hukum Hak Kekayaan Intelektual akan menjamin dan menjadi dasar hukum dalam kepemilikan hasil inovasi tersebut.
Dalam dunia Internasional, globalisasi sebagai hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan pula dalam rangka melakukan aktifitas bisnis seperti layaknya franchise, dimana dalam pengembangan dan penerapan bisnis Franchise dibutuhkan adanya suatu bentuk peraturan yang dapat menjamin bagian dari franchise itu sendiri, baik itu subjek maupun objeknya, sehingga pada akhirnya tidak akan menyebabkan permasalahan di antara para pihak sebagai pelaku bisnis franchise. Di dalam perjanjian franchise para pihak mempunyai tugas dan kewajibannya masing-masing, dimana kedua belah pihak dituntut untuk memenuhi tugas dan kewajibannya masing-masing.
Setelah melalui beberapa tahap dan proses akhirnya penelitian yang dilakukan memberikan jawaban bahwa apabila terjadi suatu peristiwa di dalam Perjanjian Franchise maka Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual dapat menjadi sandaran hukum dan jaminan bagi pihak yang mempunyai kepemilikan dari hasil inovasi yang telah dia dapat.
(9)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini pengembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) mulai banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia, menugaskan Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) untuk mengadakan suatu penelitian mengenai kebijaka-kebijakan yang perlu diambil untuk membina, mengembangkan, dan melindungi usaha franchise di Indonesia.
Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, Franchise merupakan alternatif lain di samping saluran konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis Franchising, bagaimanapun bentuknya bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis penyewaan seragam, ataupun dokter gigi. Singkatnya aktivitas ini dapat digunakan dibanyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena adanya manufacture, proses dan/atau distribusi barang-barang atau usaha pemberian jasa. Inilah sistem dan masalah subjek dari franchising.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Tentu saja hal ini diestimasikan demikian. Di Amerika Serikat misalnya,
(10)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
banyaknya bentuk franchising terdapat lebih dari tiga digit retail sales yang berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikan secara bersamaan oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia4
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua” yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise”. Format bisnis franchise pada dasarnya adalah suatu pembiakan komersial dimana “franchisor” yang mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual, lalu perusahaan tersebut memilih untuk tidak memperluas usahanya sendiri melainkan menjual hak untuk menggunakan namanya, produk atau jasanya kepada “franchisee” yang
.
Cepatnya perkembangan dan suksesnya bisnis waralaba ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendasar adalah bisnis ini merupakan kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan satu usaha bisnis yang sudah ada/ mapan. Pemilik nama bisnis franchising (Franchisor) dengan semangat entrepreneur sebagai pelaku bisnis di satu pihak. Di lain pihak terdapat penerima franchising (franchisee) yang dengan segala kemungkinan dapat mengembangkan beberapa bisnis franchising berdasarkan kondisi pasar setempat. Bagaimanapun juga bisnis ini hanya dapat dijalankan oleh organisasi yang stabil yang dapat berkembang, termotivasi dan sungguh-sungguh menjalankan inti bisnis kecil dengan penuh semangat
4
Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2002, Hal. 67
(11)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
menjalankan tokonya secara semi- independen. Dalam hal ini franchisor5 menyediakan “paket” yang mencakup pegetahuan (know-how) dari usahanya6. Prosedur operasi penyediaan produk, dan cara promosi penjualan. Sedangkan
franchisee7 umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan
menyediakan dana untuk menyiapkan toko mengadakan sediaan, membeli peralatan dan membayar royalty8
Melalui lisensi, pihak yang tidak memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual dimungkinkan unutk melakukan suatu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, melalui hak atau wewenang yang diberikan oleh pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai pihak yang berwenang dalam bentuk perizinan.
.
Pemberi lisensi sebagai pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual memberikan izin atau hak kepada pihak lain untuk membuat, memproduksi, menjual, memasarkan, medistribusikan produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut. Dalam bentuknya yang paling sederhana, lisensi diberikan dalam bentuk hak untuk menjual produk barang atau jasa dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa yang dilindungi. Ini juga merupakan bentuk pengembangan lebih lanjut dari ekspor impor dengan hak keagenan atau distribusi.
5
Franchisor adalah Badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.
6
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu,Sumur Bandung, Cet.9, 1992, Hal.11
7
Franchisee adalah Badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.
8
Royalty adalah imbalan atas pemakaian merek barang/jasa, logo, hak cipta dan sebagainya yang merupakan milik dari franchisor.
(12)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Tanpa adanya izin tersebut, tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang yang tidak sah yang merupakan perbuatan melawan hukum. Dengan lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak yang membuat pemasaran, menjual atau mendistribusikan produk yang akan dijual tersebut. Izin untuk membuat memasarkan menjual produk tersebut bukan diberikan dengan cuma-cuma. Sebagai imbalan dari pembuatan produk dan biasanya juga meliputi hak untuk menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk yang dihasilkan tersebut, pengusaha yang memberi izin, memperoleh pembayaran yang disebut royalty. Besarnya royalty selalu dikaitkan dengan banyaknya atau besarnya jumlah produk yang dihasilkan dan atau jumlah dalam suatu kurun waktu tertentu.
Pemberian lisensi9
9
Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin
pada umumnya dilakukan secara selektif agar dapat tercipta suatu sinergi yang optimum. Dengan kemampuan teknologi dan pengetahuan (know how) yang unik, dan biasanya sedikit inovatif dan lebih maju. Pengusaha dapat menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut terhadap pihak lain untuk menjalankan usahanya. Ternyata pemberian izin penggunaan teknologi dan atau pengetahuan itu saja dalam banyak hal masih dirasakan kurang cukup oleh kalangan usahawan, khususnya bagi mereka yang berorientasi internasional. Usahawan merasakan perlunya suatu bentuk “penyeragaman total”, agar masyarakat konsumen dapat mengenal produk yang dihasilkan atau dijual olehnya secara luas, sehingga maksud pengembangan usaha yang ingin dicapai olehnya
(13)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
dapat terwujud. Hingga kemudian terjadilah bentuk-bentuk lisensi seperti yang kita kenal dewasa ini, yang bersifat komprehensif10
Perkembangan dunia usaha ternyata tidak berhenti sampai di situ, usahawan tidak hanya berbicara masalah keseragaman dalam bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan, tetapi juga kewajiban-kewajiban untuk mematuhi dan menjalankan segala perintah yang dikeluarkan, termasuk sistem pelaksanaan operasional kegiatan yang diberikan lisensi tersebut. Untuk itu maka mulai dikembangkanlah franchise (waralaba) sebagai alternatif pengembangan usaha, khususnya yang dilakukan secara internasional dan “world wide”. Sebagaimana halnya pemberian lisensi, waralaba inipun sesungguhnya mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tatacara, proses serta suatu “code of conduct” dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba. Dalam waralaba ini sebagaimana halnya lisensi dapat dikatakan sebagai bagian dari kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh pengusaha pemberi waralaba, mitra usaha diberikan hak untuk memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional dari pengusaha pemberi waralaba, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak cipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang. Pengusaha pemberi waralaba selanjutnya memperoleh imbalan royalty atas penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional mereka oleh penerima waralaba
.
11
10
Johannes Ibrahim, Hukum Bisnis, PT Refika Aditama, Januari,2004
11
Abdul kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001
(14)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Meskipun lisensi dan waralaba berangkat dari suatu sistem pemberian hak untuk melaksanakan hak atas kekayaan intelektual (dalam arti kata luas termasuk penemuan, termasuk sistem usaha, dan cirri khas lainnya), namun pemberian dan pelaksanaannya di Indonesia memiliki aspek praktis yang secara signifikan cukup berbeda antara satu dengan yang lainnya, khususnya yang berhubungan dengan:
a. Keterlibatan pemerintah sebagai otoritas yang mengatur pelaksanaan pemberian dan jalannya waralaba di Indonesia, yang antara lain terwujud dalam penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, pengaturan wilayah pelaksanaan waralaba, pelaporan pelaksanaan waralaba secara berkala dan penyelesaian perselisihan secara clean break.
b. Pembuatan perjanjian waralaba harus dalam Bahasa Indonesia, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya lima tahun dan berlakunya ketentuan Hukum Indonesia secara memaksa bagi perjanjian pemberian waralaba yang dilaksanakan di Indonesia12
Demikianlah dapat kita lihat bahwa ternyata waralaba juga dapat dipakai sebagai sarana pengembangan usaha secara tanpa batas ke seluruh bagian dunia. Ini berarti seorang pemberi waralaba harus mengetahui secara pasti ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di negara dimana waralaba akan diberikan atau dikembangkan, agar nantinya penerima waralaba tidak beralih wujud dari mitra usaha menjadi kompetitor.
.
Pada sisi lain, seorang atau suatu pihak penerima waralaba yang menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha pemberi waralaba menurut
12
(15)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
ketentuan dan tatacara yang diberikan, juga memerlukan kepastian bahwa kegiatan usaha yang sedang dijalankan olehnya tersebut memaang sudah benar-benar teruji dan memang merupaka suatu produk yang disukai oleh masyarakat, serta akan dapat memberikan suatu manfaat (financial) baginya. Ini berarti waralaba sesungguhnya juga hanya memiliki suatu aspek yang didambakan baik oleh pengusaha pemberi waralaba maupun mitra usaha penerima waralaba, yaitu masalah kepastian dan perlindungan hukum.
B. Rumusan Masalah
Didasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka adapun pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai keterkaitan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual dengan penerapan usaha franchise yang terdapat di Indonesia, diantaranya menyangkut beberapa hal yaitu:
1. Bagaimana peraturan Perundang-Undangan Hak atas Kekayaan Intelektual dapat mempengaruhi Penerapan usaha franchise yang ada di Indonesia?
2. Apakah kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan usaha franchise berdasarkan peraturan perudang-undangan Hak Paten, Hak Merek dan Hak Cipta?
3. Bagaimana jaminan hukum yang dapat diberikan oleh undang-undang Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap benda atau obyek yang dijadikan sebagai usaha franchise?
(16)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Hubungan yang didapat antara pelaksanaan usaha franchise dengan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan
usaha franchise berdasarkan Hak Paten, Hak Merek dan Hak Cipta,
3. Untuk mengetahui jaminan hukum yang dapat diberikan oleh peraturan perundangan Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap benda atau objek franchise.
Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun manfaat yang diharapkan tersebut adalah :
1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian terhadap perkembangan hukum khususnya yang berkaitan dengan perkembangan usaha franchise. Selain itu skripsi ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum agar nantinya lebih dapat mengikuti atau bahkan mengimbangi perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat. Dan selain itu juga
(17)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
diharapkan agar dapat memberikan pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan masalah tanggung jawab para pihak atas permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan usaha franchise.
2. Secara praktis dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha di dalam pengembangannya di kemudian hari dan juga bagi masyarakat dapat menjadi salah satu bahan masukan yang berguna di dalam memasuki dunia usaha khusunya dalam bidang franchise. Penulis sangat menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, namun besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna menjadi bahan bacaan bagi peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada khususnya dan masyarakat pencinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi yang didasarkan dengan melihat perkembangan usaha franchise yang telah banyak dibidangi oleh para pengusaha Indonesia dalam menjalankan usahanya, yang nantinya usaha franchise ini dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, sehingga perlu dikaji lagi dengan dikeluarkannya undang-undang yang baru mengenai Hak atas Kekayaan intelektual yaitu mengenai Hak Paten, Hak Merek dan Hak cipta.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan baik melalui media internet maupun perpustakaan ditemukan fakta bahwa belum ada sebuah skripsi yang mengkhusukan diri untuk membahas masalah tentang Keterkaitan
(18)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Pelaksanaan Usaha franchise dengan Undang-undang Hak atas kekayaan Intelektual yang baru13
E. Tinjauan Pustaka
.
Sehingga penulis sampai kepada satu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil penggandaan ataupun jiplakan dari karya tulis orang lain. Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar karena diajukan semata-mata demi kesempurnaan tulisan ini, jadi sama sekali tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat.
Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih lanjut mengenai Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual begitu juga dengan Franchise. Jika ditelusuri lebih jauh Hak atas Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda tidak berwujud (benda Immaterial). Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan dalam Pasal 499 KUH Perdata, yang berbunyi: menurut paham Undang-undang yang dimaksud dengan benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.14
13
Jikapun suatu hari ditemukan telah adanya skripsi yang membahas tentang hal ini, merupakan keterbatasan penulis sendiri.
14
R. Soebekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,1986, Hal. 155
Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang dimaksudkan oleh Pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda material (stoffelijk Voorwerp), sedangkan hak adalah benda immaterial. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan benda kedalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud
(19)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
(tidak bertubuh). Benda immaterial atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah kita contohkan seperti hak tagihan, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak ata benda berupa jaminan, Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Properti Rights) dan lain sebagainya.
Saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HAKI itu kita temukan dalam Undang-undang Indonesia, yaitu tentang, Hak Cipta diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002, tentang Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001, dan tentang Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001.
Hak Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan Undang-undang diberikan kepada si pendapat/ si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaan yang diajukan kepada pihak penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri. Hak itu bersifat eksklusif, sebab hanya inventor yang menghasilkan invensi saja yang dapat diberikan hak, namun ia dapat melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberi persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya, misalnya melalui lisensi15
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukan bahwa Hak Cipta dapat miliki oleh si pencipta dan si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai
.
15
Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan
(20)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
pemegang hak khususlah yang boleh menggunakan Hak Cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum16
Hak atas Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa
.
17
Dominique Voillement, mendefinisikan Franchise sebagai suatu cara melakukan kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak disebut sebagai “Franchisor” dan pihak lain disebut sebagai “franchisee”, pada mana didalamnya diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dan know how, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan bisnis berdasarkan merek know how itu
.
Istilah Franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, oleh karena lembaga franchise ini sejak awal memang tidak terdapat dalam budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. Jadi beberapa pengertiannya diambil dari beberapa pendapat sarjana yakni oleh:
18
16
Ibid, Hal. 31
17
Ibid. Hal. 26
18
Dominique Voillement, dalam Johannes Ibrahim, Op.cit, Hal. 79.
.
Rooseno Hardjowidigdo, memberikan juga batasan mengenai franchise yakni, suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri pengenal bisnis dibidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional.
(21)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat lebih dipertanggungjawabkan, metode penulisan yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara Study Pustaka (library Reserch).
Bahan Hukum yang menjadi acuan Penelitian bagi penulis:
1. Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah serta bahan hukum asing sebagai pembanding bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat persamaan maupun perbedaan tujuan di dalam penerapan hukum Franchise ditinjau dari Hukum Kekayaan Intelektual, sehingga dapat membantu dalam pengembangan usaha Franchise di kemudian hari.
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan Franchise.
3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensklopedia, dan lain-lain.
(22)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Penulis melakukan suatu penelitian kepustakaan (library research), Penelitian hukum biasanya dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau disebut dengan analisis data sekunder, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Metode Library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Sumber-sumber itu antara lain adalah dari buku-buku, artikel, koran dan majalah dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menerjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah Hukum atas Hak kekayaan intelektual yakni Hak Cipta, Paten serta Merek dan hubungannya dengan Franchise.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling berangkai satu sama lain, adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan penghantar yang
didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, penulisan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri oleh sistematika penulisan.
(23)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II : Merupakan gambaran umum tentang Franchise dimana
diuraikan mengenai Istilah dan Pengertian franchise, sejarah dan pertumbuhan franchise di Indonesia, dan bentuk-bentuk franchise serta peraturan hukum franchise yang ada di Indonesia.
BAB III : Merupakan pembahasan mengenai gambaran umum hak atas kekayaan intelektual, latar belakang munculnya Hak atas kekayaan intelektual dan Pengertian Hak atas kekayaan intelektual serta ruang lingkup dari Hak atas Kekayaan intelektual.
BAB IV : Merupakan bab yang membahas tentang Franchise ditinjau dari Hak atas Kekayaan intelektual, unsur-unsur Hak atas Kekayaan Intelektual yang terdapat dalam Franchise, Ketentuan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan Franchise serta keterkaitan Hak atas Kekayaan Intelektual dalam pengaturan bisnis Franchise.
BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi pelaku bisnis, pihak akademis dan orang-orang yang membacanya.
(24)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG FRANCHISE
A. Istilah dan Pengertian Franchise
Usaha waralaba sebenarnya telah lama ada di Eropah dengan nama franchise. Pengertian waralaba dapat diambil dari pengertian franchishing. Franchising kadangkala disebut orang perjanjian franchisee untuk menggunakan kekhasan usaha atau ciri pengenal bisnis di bidang perdagangan/jasa berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan (logo, merek dan desain perusahaan), penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan yang luas, waktu/saat/jam operasional, pakaian usaha atau ciri pengenal bisnis dagang/jasa milik franchisee sama dengan kekhasan usaha atau bisnis dagang/jasa milik franchisor.
a. Rumusan yang mengatakan perjanjian franchising adalah suatu perjanjian dimana franchisee menjual produk atau jasa sesuai dengan cara dan prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor yang membantu melalui iklan, promosi, dan jasa-jasa nasihat lainnya.
b. Pada tulisan ini kata franshisee diartikan waralaba, dengan demikian rumusan franchising tersebut diatas dapat diartikan rumusan waralaba. Dari kedua defenisi (rumusan) tersebut diatas, terdapat beberapa unsur tentang waralaba (franchise) tersebut, ialah :
(25)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
1. Merupakan suatu perjanjian
2. Penjualan produk/jasa dengan merek dagang pemilik waralaba (franchisor).
3. Pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (franchisee) di bidang pemasaran, manajemen dan bantuan tehnik lainnya.
4. Pemakai waralaba membayar fee atau royalti atas penggunaan merek pemilik waralaba19
Waralaba adalah kerjasama usaha antara usaha yang telah ada (franchisor) dengan pelaku bisnis baru (franchisee) yang menjadi pemilik dari usaha yang telah berjalan tersebut dalam format lisensi. Terwaralaba membeli ijin usaha untuk melakukan bisnis yang sama persis dengan usaha yang telah ada sebelumnya dari pewaralaba, untuk jangka waktu tertentu, dengan menerima dukungan penuh dalam hal pelatihan dan saran-saran dalam kegiatan operasional yang tercakup dalam sebuah sistem yang telah dibuat sebelumnya dan terbukti keberhasilannya
.
Sebagaimana biasanya dalam ilmu-ilmu sosial, akan selalu terdapat beberapa batasan (pengertian) suatu hal atau masalah, hal ini disebabkan adanya perbedaan sudut pandang para ahli tersebut dalam melakukan penelaahan. Demikian juga dengan pengertian franchise belum ada keseragaman definisi para ahli, dalam hal ini definisi yang dibuat para ahli masing-masing mempunyai penekanan sendiri.
Beberapa hal mendasar mengenai Franchise/waralaba:
20
19
Wirdjono Prodjodikoro,Op.Cit, Hal. 79-80
20
www.franchise-id.com
(26)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Pewaralaba menyediakan produk dan jasa yang siap untuk dipasarkan oleh terwaralaba, (telah teruji dan terbukti berhasil) termasuk diantaranya merk usaha, sistem pembukuan, sistem operasi, standar pelayanan, standar proses pembuatan produk, pelatihan, dan lain lain Terwaralaba mendapatkan penghematan waktu dan usaha dalam rangka riset produk/tempat/kebutuhan karyawan, pembuatan merk dan sistem, jaringan pemasaran, dan lain-lainnya yang memungkinkan terwaralaba lebih cepat untuk menjalankan usahanya tanpa perlu memulai dari nol dan melakukan 'trial dan error'
Keuntungan dari sebuah sistem waralaba adalah relatif lebih amannya daripada memulai dari awal, lebih adanya struktur dalam usaha, dapat dikatakan sebagai sebuat usaha mandiri karena adanya juga batasan campur tangan dari pihal pewaralaba, merk yang relatif lebih mudah dikenal karena jumlah cabang yang dengan mudah bertambah, dengan kualitas produk yang sama dan telah dikenal oleh konsumen. Pewaralaba memperluas usahanya dengan lebih cepat dan efektif dengan adanya investasi dan permodalan dari pembeli/terwaralaba.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat seseorang melakukan seleksi atau memilih sebuah franchise untuk dijalankan antara lain:
1. Berapa lama usaha tersebut telah berjalan dan berapa lama usaha tersebut di-franchisekan.
2. Kesehatan keuangan dan track record yang baik. Banyak-banyaklah membaca majalah ataupun tabloid yang berhubungan dengan usaha dan bisnis, simak rubrik opini dan pertanyaan dari pembaca, karena seringkali dapat diperoleh insight yang bermanfaat mengenai sebuah usaha franchise yang sedang ditelaah.
(27)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
3. Berapa banyak jumlah franchise yang telah berjalan atau juga berapa banyak jumlah cabang yang beroperasi.
4. Nilai dari produk dalam hubungannya dengan kemampuan bertahan produk / jasa dalam jangka panjang, apakah akan terpengaruh oleh teknologi, atau seberapa banyak pesaing yang ingin memasuki pasar, dll. 5. Keharusan untuk membeli bahan baku dari franchisor. Untuk beberapa
jenis produk tertentu, adakalanya pewaralaba mengharuskan bahan baku dibeli dari pihak mereka, tergantung dari jenis produknya, hal ini bisa jadi menguntungkan atau malah merugikan.
6. Jenis promosi yang dilakukan oleh pihak franchisor, apakah memadai dan apakah metode komunikasinya dirasakan telah sesuai dengan target pasar. 7. Ada baiknya bila calon terwaralaba dapat melihat lebih dulu contoh
kontrak yang akan disetujui.
8. Estimasi profit / keuntungan dan bahkan estimasi kerugian yang diproyeksikan dengan realistis.
9. Batasan-batasan yang diberlakukan oleh pewaralaba untuk kegiatan operasi dan keuangan.
10. Adanya target penjualan ataupun omzet yang diterapkan pada terwaralaba. 11. Batasan-batasan untuk melakukan penyesuaian ataupun modifikasi
terhadap sistem yang berlaku ataupun modifikasi terhadap jenis layanan dan produk.
12. Kebijakan akan pelatihan yang akan diberlakukan, periode dan frekuensinya, agar terwaralaba dapat memahami secara baik dan benar.
(28)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
13. Seberapa besar dukungan yang dapat diberikan oleh franchisor dalam men-support kegiatan operasional rutin dari usaha franchise tersebut. 14. Adakah keperluan investasi tambahan yang signifikan untuk meng-update
fasilitas ataupun peralatan di masa mendatang.
15. Adanya biaya-biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan fasilitas dan dukungan bagi operasional usaha waralaba di masa mendatang.
16. Pengalaman dan keahlian utama dari pendiri franchise dalam bidang usaha yang akan di-franchisekan.
17. Apakah lisensi franchise dapat ditransfer atau dijual kembali kepada pihak lain
18. Persyaratan ataupun kondisi untuk mengakhiri sebuat kontrak waralaba 19. Ketentuan mengenai ahli waris apabila pemegang franchise tidak mampu
menjalankan usahanya.
20. Penghitungan pembayaran atau pembagian keuntungan yang rinci dan detail
21. Kebijakan pewaralaba mengenai berapa banyak franchise yang
diperkenankan dalam sebuah teritori, untuk menghindarkan persaingan antar terwaralaba.
22. Apakah jenis waralaba memerlukan dan telah ter-cover perlindungan hukum dan asuransi tertentu, misalkan untuk melindungi dari tuntutan warga dan hukum, sebagai contoh adalah pembuangan limbah yang beresiko mencemari lingkungan, ataupun kesalahan resep makanan yang berpotensi untuk mengganggu kesehatan konsumen.
(29)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Penggunaan istilah franchise yang lebih populer dalam perkembangannya adalah istilah Franchise format Bisnis, istilah ini sudah lazim dipergunakan dan didefinisikan sebagai berikut:
Franchise Format Bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seorang (franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang memberikan hak kepada franchisee unutk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang Franchisor dan untuk menggunakan seluruh paket yang terdiri dari seluruh element yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankan dengan bantuan yang terus menerus atas dasar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian definisi lain yang dikutip oleh Roseno Harjowidigdo SH dari makalah Felix o. Subagio SH,LMM yang berjudul Perlindungan Bisnis Franchise menyatakan bahwa:
Franchise biasanya diartikan sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai Franchisor dan pihak lain bertindak sebagai Franchisee, pada mana didalamnya diatur bahwa, pihak Franchisor sebagai pemilik suatu merek dan know-how, memberikan haknya kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan know-howitu.
Selanjutnya Rooseno Harjowidigdo sendiri memberikan rumusan tentang franchise, sebagai berikut:
Franchise adalah suatu sistem usaha dalam bidang perdagangan atau jasa, mempunyai cirri khas bisnis tersendiri, baik mengenai jenis dan bentuk produk yang diusahakan, identitas perusahaan (merek dagang, logo,desain bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan oprasional21
21
Rooseno Harjowidigdo, dalam Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
(30)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, menunjukan bebrapa unsur-unsur dari suatu franchise yaitu:
- Pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu.
- Lisensi untuk menggunakanmerek dagang atau merek jasa, yang akan menjadi ciri pengenal dari suatu bisnis franchise.
- Lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas oleh franchisor kepada franchisee.
- Adanya kewajiban financial dari franchise kepada franchisor dengan suatu ketentuan tertentu
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan terlebih dahulu menerangkan beberapa pengertian istilah (terminologi) yang sering dipergunakan dalam pembahasan-pembahasan berikutnya, sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami skripsi ini, adapun istilah-istilah tersebut antara lain:
1. Perjanjian Franchise.
Adalah pemberian hak oleh Franchisor kepada Franchisee untuk menggunakan kekhasaan usaha atau cirri pengenal bisnis dibidang perdagangan atau jasa berupa jenis dan bentuk produk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan (Merek dagang/Jasa, Logo, Desain< termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), bantuan operasional serta rencana pemasaran milik franchisor, sehingga kekhasan usaha serta bisnis dagang/jasa yang digunakan franchisee sama dengan kekhasan usaha atau bisnis dagang/jasa milik franchisor.
(31)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
2. Franchisor atau Pemilik Franchise, Pemberi Franchise.
Adalah pihak yang memberi izin untuk menggunakan kekhasan usaha atau cirri pengenal bisnis dagang/jasa miliknya kepada salah satu atau beberapa pihak lain sebagai Franchisee.
3. Franchisee atau Penerima Franchise, Pembeli Franchise.
Adalah pihak atau para pihak yang mendapat izin atau lisensi Franchise untuk menggunakan kekhasan usaha atau cirri pengenal bisnis milik Franchisor.
4. Lisensi Franchise.
Adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada Franchisee untuk menggunakan kekhasan usaha atau cirri pengenal bisnis yang dituangkan dalam suatu perjanjian
5. Manajemen Fee.
Adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Franchisee kepada Franchisor sebagai pengganti penggunaan lisensi franchise milik Franchisor.
6. Royalti.
Yaitu sejumlah uang yang dibayarkan oleh Franchisee kepada Franchisor sebagai kompensasi atas dukungan teknis dan manajemen yang diberikan oleh Franchisor22
B. Sejarah Dan Pertumbuhan Franchise Di Indonesia
.
Di Indonesia Franchise atau yang lebih dikenal dengan Waralaba sudah dikenal sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan masuknya restoran-restoran
22
(32)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
dengan penyajian dan pelayanan cepat (Fast Food) seperti Kentucky Fried Chicken dan Pizza Hut.
Namun sebenarnya sebelumnya sudah ada usaha Franchise asing yang masuk ke Indonesia seperti Hotel Hyatt, Hotel Sheraton dan Produksi Minuman Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu dikenal masyarakat sebagai usaha franchise, karena konsumen baru dari kalangan tertentu saja. Kemudian sistem franchise mulai berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1980-an, terutama bisnis franchise dengan merek asing atau luar negeri.
Pemerintah mengizinkan kegiatan usaha franchise ini dengan harapan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Sejalan dengan berkembangnya usaha franchase asing, maka beberapa pengusaha Indonesia juga mulai mengembangkan usaha franchise local, seperti Es Teler 77, Califonia Fried Chicken, Kursus bahas Inggris Oxford, Kursus Komputer Widyaloka, Ny.Tansil Fried Chicken and Steak, kurumaya, Laundrette (Laundry), Ristra Salon & Centre, Rudi Hadisuwarno (Salon Kecantikan), SS Foto (cuci cetak film) dan Toys City (toko mainan anak-anak).
Kalangan bisnis Indonesia umumnya memberikan nilai yang lebih tinggi pada identitas Internasional (Franchise asing) dan yakin akan memperoleh keuntungan lebih banyak dengan mengoperasikan bisnis franchise asing tersebut. Padahal dengan mengoperasikan bisnis franchise lokal mereka akan memperoleh beberapa kemudahan, antara lain biayanya lebih rendah, perbedaan waktu dan jarak tidak menghambat komunikasi, tidak ada perbedaan bahasa dan budaya, serta lebih sedikit kesulitan yang dihadapi disbanding dengan franchise asing, disamping itu modal yang di pergunakan juga tidak begitu besar.
(33)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pewaralaba:
- Selain pertanyaan-pertanyaan yang bersifat teknis dan prosedural, adakalanya bermanfaat juga untuk mengetahui hal-hal yang tidak umum ditanyakan dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih sebuah franchise, antara lain:
- Apa yang dapat dijanjikan oleh pewaralaba mengenai keberhasilan usaha, dan standar-standar/pedoman yang perlu diikuti/dijalankan oleh terwaralaba.
- Apa kekuatan utama waralaba yang ditawarkan, dan juga adakah kelemahannya yang perlu diketahui pada saat ini.
- Sejak kapan melakukan waralaba dan telah berapa unit/pemegang lisensi waralaba yang tengah berjalan.
- Sebelum bergerak di bidang yang saat ini ditawarkan, adakah pengalaman perusahaan di bidang lain.
- Adakah pewaralaba memiliki bisnis lain yang diwaralabakan, bila ada, di bidang apa dan bagaimana kondisi perusahaan tersebut.
- Pernahkan ada kasus antara perawalaba dengan terwaralaba sebelumnya, bila ada, mengenai apa dan bagaimana penyelesaiannya.
- Dapatkah pewaralaba memberikan kontak dari franchisee lainnya untuk dilakukan tanya jawab.
- Adakah franchisee yang sebelumnya gagal dalam bisnis yang ditawarkan? Bila ada, apa penyebab utamanya.
- Apa motivasi perusahaan untuk mewaralabakan bisnisnya? (untuk waralaba yang relatif baru)
(34)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
- Adakah point-point pada kontrak yang dapat dinegosiasikan.
- Adakah pembatasan pengadaan bahan baku maupun perangkat lain dari luar/pihak ketiga.
- Bolehkah dilakukan modifikasi tertentu terhadap produk/jasa atas sepengetahuan pewaralaba.
Di Indonesia juga terdapat Organisasi Perusahaan Franchise yakni disebut dengan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI). Organisai ini dibentuk pada tahun 1990 atas dorongan dari pemerintah Indonesia dan ILO (Internasional Labour Organisation) adapun latar belakang pendirian organisasi ini yaitu adanya keinginan untuk mempersatukan diri dalam suatu wadah organisasi pada tingkat nasional serta merupakan forum kerjasama demi meningkatkan dan mengembangkan potensi dalam menjadikan dirinya sebagai mitra pemerintahan, maupun sector suasta lainnya. Franchisor yang menjadi pendirinya yaitu : PT. Trims Mustika Citra, ES Teler 77, Widyaloka, Nila Sari, Homes 21.
Tujuan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) antara lain: a. Menumbuhkan kode etik antar anggota.
b. Mempersatukan Franchisor/Master Franchise di Indonesia.
c. Membina perkembangan dan kemajuan usaha franchise secara
propesional,
(35)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
C. Bentuk-bentuk Franchise
Dalam sistem franchise ada dikenal 4 (empat) jenis hubungan franchise, yaitu:
1. Master Franchise
Master franchise adalah suatu jenis franchise, yang mana dalam perjanjian dinyatakan bahwa penerima franchise (franchisee) berhak untuk menggunakan seluruh paket dari Pemilik Franchise (Franchisor) dalam suatu wilayah tertentu, selain tiu juga berhak untuk menjual hak franchise yang ada padanya terhadap pihak lain dalam wilayah/teritorial tersebut. Jadi Franchisee dalam Master Franchise ini bertindak sebagai Sub-Franchisor untuk wilayah tersebut.
2. Area Development Program.
Dalam sistem ini Franchisee (Penerima Franchise) memiliki hak untuk mengembangkan usaha franchise dalam wilayah tertentu, tanpa memiliki hak untuk menjual hak yang ada padanya.
3. Joint Venture Franchise Program
Perjanjian Franchise semacam ini terjadi jika Franchisor ikut menginvestasikan dana disamping memberikan dukungan managemen dan teknis. 4. Mixed Franchise.
Jenis Franchise ini terjadi jika Franchisor (pemilik franchise) menawarkan paket franchise yang memungkinkan franchisee (penerima franchise), yang mempunyai pemodalan terbatas untuk mengelola sebagian fungsi usahanya saja.
Sistem franchis yang disebut-sebut sebagai metode berdagang di abad 21, memberi banyak kemudahan dalam pengembangan jaringan usaha/bisnis dari
(36)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
suatu merek dagang, terlebih-lebih jika merek dagang tersebut sudah cukup tenar atau mempunyai identitas internasional.
Ada beberapa bidang usaha yang sudah dikembangkan dengan sistem franchise, yaitu:
a. Distribusi
Dalam jenis usaha franchise ini Pemilik Franchise (Franchisor) menjadi produsen yang menyediakan produk jadi, untuk dijual secara eceran atau dalam partai besar (Wholesaler) oleh penerima franchise (Franchisee). Disamping itu produsen juga memberikan dukungan management dan teknis seperti : Pelatihan, trade secrate,promosi atau periklanan. Sedangkan pihak Franchise tidak diperkenankan menjual produk dari perusahaan lain. Sistem ini disebut juga Dealership, yang sering diterapkan dalam industri automotif, elektronika, mesin-mesin kantor dan sebagainya.
b. Manufaktur.
Bidang usaha manufaktur ini sering juga disebut dengan sistem lisensi, walaupun sebenarnya tidak sama persis. Dalam hal ini Penerima Franchise (Franchisee) mendapat lisensi, yang meliputi merek , formula, logo, alat-alat produksi (mesin/cetakan), tehnik pembuatan, hak memproduksi serta hak menjual dari Franchisor. Bidang usaha seperti ini diterapkan pada berbagai industri farmasi, kimia, makanan serta minuman ringan.
c. Toko Eceran/ Pasar Swalayan.
Sistem franchise dibidang pasar swalayan ini baru dikenal di Indonesia pada tahun 1988 dengan masuknya Circle-K, yang hak franchisenya dibeli oleh sebuah grup perusahaan di Jakarta. Namun pada tahun 1990-an ini berbagai merek
(37)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
dagang dalam bidang usaha ini menyerbu pasaran Indonesia, seperti halnya : SOGO, YAOHAN,Isetan, yang kesemua itu merupakan franchise dalam bidang bisnis eceran yang tergolong sebagai raksaksa eceran dunia.
d. Jasa
Usaha dalam bidang jasa yang dijalankan dengan sistem franchise dapat digolongkan sebagai tipe franchise modern. Bidang usaha tersebut kini berkembang dengan pesatnya. Franchisor (Pemilik Franchise) dalam bidang usaha ini memberikan latihan keterampilan dalam mereperasi, mengajar serta memasok bahan-bahan kursus. Sedangkan franchisee berhak untuk menggunakan keseluruhan paket franchise. Sistem seperti ini banyak ditemukan dalam kegiatan-kegiatan perbengkelan mobil dan bengkel reperasi elektronik, salon kecantikan serta kursus-kursus ketrampilan lainnya.
D. Peraturan Hukum Franchise Di Indonesia 1. Undang-undang Merek,Paten dan Hak Cipta
Peraturan tentang Franchise juga dapat di tinjau dari Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Beberapa bagian dari Franchise yang mempunyai hubungan yang jelas, ada didalam peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut. Sehingga dapat dikatakan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari Franchise maupun sebaliknya. Beberapa bagian dari Franchise diatur didalam Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta ini dapat kita lihat sebagai berikut.
(38)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
a. Undang-undang Merek
Undang-undang ini semula diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, kemudian diganti dengan Undang-undang 19 Tahun 1992 tentang Merek, selanjutnya di ubah dengan undang Nomor 14 Tahun 1997 dan yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Merek (UUM).
Kaitannya dengan Franchise yang menjadikan Undang-undang Merek ini merupakan salah satu Sumber Hukum dari Franchise dapat kita lihat dalam Bab V (lima) yakni “Pengalihan Hak Atas Merek Terdaftar” dan lebih jelasnya dapat dilihat dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42:
Pasal 41:
Ayat 1 :Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik ,reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.
Ayat 2 :Hak atas Merek Jasa Terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan kualitas, atau ketrampilan Pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa
Pasal 42: Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat di catat oleh Direktorat Jendral apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.
(39)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
b. Undang-undang Paten
Paten pada awalnya di Indonesia diatur adalam Octrooiwet , Stb 1910. No. 313 sehingga pada Tahun 1989 diterbitkannya Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1989 lalu diubah dengan Undang-undang Nomor.13 Tahun 1997 dan terakhir diganti dengan Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2001.
Undang-undang ini dikatakan sebagai salah satu sumber hukum dalam Franchise, dikarenakan adanya hubungan dalam pasal Undang-undang Paten ini yang berkaitan dengan Franchise, yakni dapat dilihat dalam Bab V (lima) “Pengalihan dan Lisensi Paten” terdapat pada Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68.
Pasal 66 :
Ayat 1: Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena :
a. Pewarisan; b. Hibah: c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Ayat 2: Pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, harus disertai dengan dokumen asli Paten berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu.
Ayat 3: Segala bentuk pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenakan biaya.
(40)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Ayat 4: Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal ini tidak sah dan batal demi hukum.
Ayat 5: Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden
c. Undang-undang Hak Cipta
Hak Cipta sebelum kemerdekaan diatur berdasarkan Aurteurswet Stb. 1912 Nomor. 600, dan setela kemerdekaan di bentuklah Undang-undang Nomor.6 tahun 1982 LN. TH. 1982: No.42 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor. 12 Tahun 1997 LN. 1987: No. 29 dan terakhir diubah dengan undang No. 19 Tahun 2002. Untuk selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Hak Cipta (UUHC)
Keterkaitan Hak Cipta dengan Franchise dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang terdapat dalam Bab VII (tujuh) yang terdapat dalam Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51. salah satunya isinya yakni:
Pasal 49
Ayat 1: Pelaku memiliki Hak Eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/ atau gambar pertunjukannya.
Ayat 2: Produser Rekaman Suara memiliki Hak Eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
(41)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan rekaman suara dan rekaman bunyi.
Ayat 3: Lembaga penyiaran memiliki Hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau dengan sistem elektromagnetik lain.
2. Undang-undang Penanaman Modal Asing Sebagai Dasar Hukum
Undang-undang Penanaman Modal Asing ini dibentuk pada Tahun 2007 dan dikeluarkanlah undang tentang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007. Dalam Pelaksanaan Franchising perlu dilihat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Penanaman Modal Ini, dikarenakan terdapat beberapa pasal dalam Undang-undang ini yang juga mengatur masalah Franchise atau Waralaba. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat kita lihat dalam Bab IX (sembilan) yakni tentang “Hak,Kewajiban dan tanggung Jawab Penanam Modal” yang terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17.
Pasal 14:
Setiap penanam modal berhak mendapat: a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. Hak pelayanan; dan
(42)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15:
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16:
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan
usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
(43)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17:
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dimana Para Pemilik Hak Franchise Harus berpanduan kedalam Peraturan yang terkandung dalam Pasal-pasal diatas sebelum melakukan kegiatan usaha Franchise, sebab dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing sudah ditentukan Persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi oleh para Pemilik Modal sebelum menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama dibidang Franchise tersebut.
3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI NO.
259/MPP/KEP/7 1997 Tanggal 30 Juli 1997
Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian ini di bentuk dan disahkan pada Tanggal 30 Juli 1997, dimana Keputusan Menteri ini mengatur mengenai “Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba” dimana dalam Peraturan ini disebutkan syarat-syarat Pendaftaran Usaha Waralaba (Franchise). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam Bab IV tentang “Persyaratan Waralaba” seperti yang tercantum dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. Dan dapat dilihat sebagai berikut:
(44)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Pasal 16
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri sebanyak-banyaknya sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan atau dijual berdasarkan Perjanjian Waralaba.
Pasal 17
1. Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha kecil dan menengah sebagai Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan dan atau pemasok dalam rangka penyediaan dan atau pengadaan barang dan atau jasa.
2. Dalam hal Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan bukan merupakan pengusaha kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba/ Penerima Waralaba Lanjutan wajib mengutamakan kerjasama dan atau pasokan barang dan atau jasa dari pengusaha kecil dan menengah.
Pasal 18
1. Usaha Waralaba dapat dilakukan di semua Ibukota Propinsi, dan kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri.
2. Usaha Waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri secara bertahap dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, tingkat
(45)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
perkembangan sosial dan ekonomi dan dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah di wilayah yang bersangkutan.
3. Lokasi usaha waralaba di Ibukota Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berada di Pasar Tradisional dan di luar Pasar Modern (Mall, Super Market, Department Store dan Shopping Center), hanya
diperbolehkan bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha kecil.
4. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha kecil. 5. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sepanjang berada di Pasar Modern (Mall, Super Market, Department Store dan Shopping Center), dapat diselenggarakan oleh bukan pengusaha kecil setelah mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pasal 19
1. Pemberi Waralaba dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima Waralaba di lokasi tertentu yang berdekatan, untuk barang dan atau jasa yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila diketahui atau patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima Waralaba itu akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di kolasi tersebut. 2. Penerima Waralaba Utama dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima
(46)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
atau jasa yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila
diketahui atau patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima Waralaba itu akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di kolasi tersebut.
3. Apabila di suatu lokasi yang berdekatan sudah ada usaha Waralaba yang dilakukan oleh Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan, maka di kolasi tersebut dilarang didirikan usaha yang merupakan cabang dari Pemberi Waralaba yang bersangkutan dengan merek yang sama kecuali untuk barang dan atau jasa yang berbeda.
Pasal 20
Dikecualikan oleh ketentuan dalam Pasal 18, kegiatan usaha Waralaba yang memperdagangkan khusus barang/makanan/minuman dan jasa tradisional khas Indonesia dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia oleh usaha kecil dan menengah dan atau mengikutsertakan usaha kecil dan menengah.
(47)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB III
GAMBARAN UMUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Latar Belakang Munculnya Hak atas Kekayaan Intelektual
Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional dan bahkan internasional tidak lepas dari pembentukan organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang, yakni ditandai dengan masalah perundingan tarif dan perdagangan (General Aggreement Tariff and Trade, GATT). Dalam putaran terakhir pada tahun 1994 di Maroko (Marakesh) ditandatangani oleh sejumlah negara peserta konferensi pembentukan WTO. Indonesia sendiri telah meratifikasi dengan Undang-undang No.7 Tahun 1995. Salah satu bagian yang cukup penting dalam dokumen pembentukan WTO adalah lampiran IC yakni tentang Hak Kekayaan Intelektual dikaitkan dengan perdagangan (Trade Related Intellectual Property Rights, TRIPs).
Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu pelopor pembentukan WTO, mengaitkan masalah perdagangan dengan HKI. Sebenarnya organisasi yang menangani masalah HKI jauh sebelum lahirnya WTO sudah ada yakni WIPO (World Intellectual Property Organization) badan khusus PBB, namun WIPO dianggap kurang kuat dalam melindungi HKI.
Dengan dibentuknya organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO), maka isu masalah Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) semakin muncuk ke permukaan. Mengapa? Hal ini muncul
(48)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
karena masalah perdagangan yang dewasa ini semakin mengglobal dicoba untuk dikaitkan dengan HKI (Trade Related Intellectual Property Rights, TRIPs). Prinsip dasar yang tercantum dalam TRIPs yakni:
1. Perlakuan sama (National Treatment) terhadap semua warga negara. 2. Perlakuan istimewa untuk negara tertentu.
3. Persetujuan memperoleh atau mempertahankan perlindungan.
Sedangkan tujuan perlindungan HKI digunakan untuk inovasi teknologi atau penyebaran teknologi dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Indonesia sendiri telah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dalam Undang-undang ini disebutkan atas permintaan pemilik barang atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea dan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta dilindungi di Indonesia (Lihat pasal 54 Undang-undang Kepabeanan).
Dari latar belakang munculnya WTO tersebut dapat dipahami bahwa masalah HKI berkaitan erat dengan dunia bisnis. Untuk itu, tidaklah mengherankan apabila para pelaku bisnis mengeluarkan banyak dana untuk melakukan penelitian dan pengembangan dari hasil yang sudah ada. Tujuan dari riset tersebut yaitu untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh
(49)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi, yang hasilnya kelak dapat dijual.
Dalam situasi seperti ini, memang dituntut kreativitas yang cukup tinggi dari pelaku bisnis, investor dan kreator yang melahirkan hasil karya dan kreasi yang mempunyai nilai jual di kemudian hari. Hasil karya yang dilahirkan tersebut, di samping mempunyai nilai ekonomis juga mempunyai implikasi yuridis. Hal ini disebabkan apabila dilihat dari sudut pandang hukum antara pihak yang melahirkan suatu kreasi dengan hasil kreasinya ada hubungan yang erat. Hubungan hukum yang dimaksud yaitu adanya hak yang melekat pada hasil kreasi orang yang bersangkutan, baik hak moral (moral rights) yang berarti namanya sebagai pencipta tercantum dalam hasil karya tersebut, maupun hak ekonomis (economic rights) yang berati ia berhak menikmati hasil (royalty) dari penjualan hasil karyanya. Hak inilah dalam sudut pandang hukum dikenal dengan Intellectual Property Rights (IPR) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Apakah HKI ada hubungannya dengan hak kebendaan? Apabila dipelajari dalam kepustakaan ilmu hukum, dapat diketahui bahwa HKI dikelompokkan ke dalam hak kebendaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh R. Subekti23
23
R. Subekti, Pokok-pokok Dari Hukum Perdata, Jakarta:Pembimbing Masa,1965.Cet. 6 Hal, 41
, pengertian luas perkatan benda ialah segala sesuatu yang dihaki oleh orang. Ada juga perkatan benda itu dipakai dalam arti sempit yaitu sebagai barang yang dapat dilihat saja. Ada lagi ia dipakai, jika dimaksudkan sebagai kekayaan seseorang saja. Jika perkataan benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang, maka berdasarkan pernyataan tersebut benda yang ada di dalamnya juga meliputi
(50)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
barang-barang yang tidak dapat terlihat yaitu hak-hak, misalnya hak piutang atau penagihan.
Apabila pendapat tersebut dikaitkan dengan masalah HKI, maka dapat dikemukakan bahwa hak tagih ternyata dapat dikelompokkan dengan HKI. Yang menjadi pertanyaan adalah kapan hak kekayaan tersebut melekat pada orang yang bersangkutan? Dengan kata lain, apakah terbitnya hak atas kekayaan ini apakah muncul dengan sendirinya atau harus melalui suatu proses hukum yang harus diikuti.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dalam kepustakaan ilmu hukum muncul beberapa teori yang mencoba memberikan jawaban24
a. Teori Perjanjian (The Bargain or Contract Theorie). Menurut teori ini, jika seseorang diberi hadiah atau penghargaan atas usaha ciptaannya maka ia akan dirangsang semangatnya untuk mengusahakan terciptanya penemuan baru.
, yakni:
b. Teori Hak Asasi (The Natural Rights Theorie). Menurut teori ini penemuan adalah hasil usaha mental dari seseorang, oleh karena itu menjadi hak miliknya. Ia bebas menggunakan haknya dan karena itu tidak ada kewajiban untuk mengungkapkan (disclosure) penemuan yang dihasilkannya. Namun agar orang lain dapat mengetahui adanya penemuan itu, guna menghasilkan penemuan baru sebagai kelanjutannya, maka negara memberi hak khusus kepada penciptanya dengan memberikan perlindungan hukum selama jangka waktu tertentu.
24
Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Jakarta:Akademik Presindo, 1989. Cet. 1 Hal. 17.
(51)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Dari kedua teori di atas, terlihat bahwa munculnya Hak Kekayaan Intelektual tidak muncul begitu saja, akan tetapi perlu ada campur tangan negara, dalam arti negara memberikan pengakuan atas hasil karya seseorang. Dengan diakui hak atas karyanya tersebut, maka yang bersangkutan berhak memperbanyak atau memberi izin kepada orang lain. Di sinilah terlihat adanya karakteristik HKI. Berdasarkan pemikiran ini ada beberapa alasan mengapa HKI dilindungi:
a. Suatu hasil karya intelektual mengandung langkah inisiatif. Kreativitas perlu dihargai atas jerih payahnya.
b. Suatu hasil karya bersifat terbuka, harus diurai maka perlu imbalan (royalty) bagi inventor/kreator.
c. Pemilik rahasia dagang, rentan terhadap pelanggaran.
B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Beberapa literatur tentang pengertian HKI.
a. W.R. Cornish, memberi rumusan sebagai berikut Intellectual Property Rights protects applican of ideas an informations that are of commercial value.
b. Sri Redjeki Hartono mengemukakan bahwa Hak Milik Intelektual pada hakikatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan undang-undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
(1)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari Uraian atau Pembahasan pada Bab-bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai Inti sari dari Skripsi ini, sebagai berikut :
1. Sistem Hukum di Indonesia sejak lama telah berhubungan dengan Bisnis Franchise, ini dapat dilihat dengan adanya berbagai macam bentuk usaha Franchise yang masuk ke Indonesia sekitar Tahun 1950-an. Usaha-usaha pada saat itu berwujud masuknya dealer-dealer sepeda motor yang berbentuk Lisensi, atau menjadi agen tunggal pemilik merek, juga datangnya Usaha makanan cepat saji seperti Kalifornia Fried Chicken dan lain sebagainya yang menandakan di mulainya pengembangan bisnis Franchise pada saat itu, walaupun masih sedikit yang mengetahui tentang Bisnis tersebut.
2. Pada Tahun 1997 telah dibentuknya sebuah peraturan mengenai Franchise di Indonesia yang akhirnya menjadi Dasar Hukum bagi para Pebisnis Franchise, dimana sebelumnya para Franchisor belum memiliki suatu panduan Hukum yang jelas mengenai usaha Franchise yang mereka lakukan, sehingga rentan akan kejahatan yang akhirnya merugikan semua pihak baik itu Franchisor maupun Pemerintah Indonesia.
3. Pembentukan Undang-undang tentang Hak Kekayaan Intelektual pada awalnya masih kurang begitu berpengaruh pada para Franchisor yang menjadi pengusaha Franchise di Indonesia, Namun setelah
(2)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor.16 Tahun 1997, dan didukung oleh lahirnya Undang-undang Hak atas Kekayaan Intelektual yang baru Mengenai Hak Paten (Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2001), Merek (Undang-undang Nomor. 15 Tahun 2001) dan juga mengenai Hak Cipta (Undang-undang Nomor. 19 tahun 2002) maka dengan ini Para Pebisnis Franchise lebih terjamin standard hukum yang di perlukan dalam melakukan bisnis Franchise di Indonesia. 4. Hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu tolak ukur
bagi para Pengusaha Franchise dalam menjalankan usahanya sebagai mana demi kenyamanan dan keamanan berusaha di Indonesia, karena telah ada suatu peraturan yang memopong para pengusaha dalam menjalankan usahanya.
5. Hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan jaminan Hukum atas benda atau pun jasa didalam bidang Franchise sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang termasuk kedalam Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual yaitu Hak Paten,Hak Cipta maupun Merek.
B. Saran
Sehubungan dengan kesimpulan yang penulis capai dalam penulisan ini, selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa saran yang mungkin dapat membantu penerapan dan pelaksanaan Hukum Hak Kekayaan Intelektual didalam menompang berbagai macam bisnis yang menyangkut tentang Hak Perorangan maupun Hak Bersama dalam menjalankan bisnis seperti Franchise ini tentunya.:
(3)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
1. Dalam menjalankan dan melaksanakan bisnis Franchise diharapkan para Franchisor dan Franchisee lebih peduli akan Hukum-hukum yang memungkinkan ada keterkaitannya dengan Franchise dimana agar terhindar dengan perselisihan dan salah paham satu sama lain.
2. Dalam Pelaksanaannya Perjajian Franchise harus lebih diperhatikan oleh para pihak dimana dengan mencari lebih tahu segala bentuk Hukum yang ada tentang Franchise akan lebih mengembangkan pengetahuan tentang Franchise, sehingga dapat berkompitisi dengan Franchisor asing.
3. Dengan adanya Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual tidak langsung saja membuat puas para pihak dalam bisnis Franchise, begitu juga dengan Pemerintah agar dengan continue meningkatkan peraturaan mengenai Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan perkembangan yang ada dalam Masyarakat.
(4)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
KEPUSTAKAAN
A.
Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Tentang Hukum Perikatan. Medan: USU Press Medan, 1985.
Darwini T, Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. 2007.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Gunawan, Widjaja, Lisensi atau Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002.
Harsono, Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Jakarta:Akademik Presindo, Cet. 1, 1989.
Hadiyanto. Apek-Aspek Hukum Dalam Usaha Franchise, Makalah Pada Pertemuan Tentang Franchise di Jakarta, 1993.
Harjowidigdo, Roeseno. Perspektif Peraturan Perjanjian Franchise di
Jakarta, 1993.
Ibrahim, Johannes, Hukum Bisnis, PT Refika Aditama, Januari, 2004.
Khairandy Ridwan, Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII Press. 2006.
Lindawaty, Franchise Pola Bisnis Spektakuler dalam Perspektif Hukum
dan Ekonomi, CV. Utomo, Bandung. 2004.
Margono, Suyud dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek
Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2002.
Muhammad, Abdul kadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
(5)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu, Sumur Bandung, Cet.9, 1992.
Satrio J I. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni. 1993.
Sembiring, Sentosa, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan
Perundang-undangan, Yrama Widya, Bandung, 2002.
Setiawan, Beberapa Catatan Tentang Perjanjian Franchise,Pradya Paramita, Jakarta, 1996.
__________, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1995.
Soebekti, R. dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,1986.
__________, Pokok-pokok Dari Hukum Perdata, Jakarta:Pembimbing Masa, Cet. 6, 1965.
__________, Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Pembimbing Masa. 1970.
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum.. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.
Vollmar H.F.A,. Pengantar Studi Hukum Perdata. Jakarta: CV Rajawali. 1984.
B.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Undang-undang Paten No.14 Tahun 2001
Undang-undang Merek No.15 Tahun 2001
(6)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008.
USU Repository © 2009
Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 25 Tahun 2007 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 Tentang Waralaba
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.259/MPP/KEP/1997 Tanggal 30 Juli 1997
C. Internet