Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

(1)

1

SETELAH PT.INALUM MENJADI BUMN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperolah Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Suwito Sitorus NIM :110200395

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSTAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

SETELAH PT.INALUM MENJADI BUMN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperolah Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Suwito Sitorus NIM :110200395

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH.M.Hum NIP.197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,M.Hum Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSTAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

i

Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “TINJAUAN YURIDIS

PERJANJIAN KERJASAMA PT.INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM DENGAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI DALAM PENGANDAAN

TENAGA KEEJA OUTSOURCING SETELAH PT.INALUM BUMN”.

Skripsi ini membahas tentang Perjanjian kerjasama PT.Indonesia Asahan Aluminum dengan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja outsourcing tentang penyediaan dan pengeloaan di Pabrik PT.Indonesia Asahan Aluminium NO.SGA-035-GA-42-0513.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh karena itu skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Didalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :


(4)

ii

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H.M.Hum,D.F.M., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak OK Saidin SH.M.Hum.,selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, SH. M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar, SH. M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini sehingga dapat selesai.

9. Bapak Malem Ginting, SH. M.Hum., selaku Dosen Wali penulis. 10.Bapak dan Ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik.


(5)

iii

membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

12.Teristimewa kepada Orangtua tercinta, Bapak Darmen Sitorus dan Ibu Mariati Sinaga, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tak hentinya memberikan motivasi, semangat dan mendoakan setiap langkah Penulis dalam mencapai cita-cita.

13.Kepada sahabat-sahabat Penulis : Vincent, Hizkia Karunia, Isaac, Algrant, Fadhel, Dheo, Habib, Desita Natalia, Dyah Putri, Nurul, Kristy, Rolas Putri, Grachia, Debby, Wirda, Elsha, Sunarti, Ara, Saprizal, dan lainnya.

14.Kepada sahabat-sahabat departemen Penulis : Vincent, Hizkia Karunia, Thomas, Richard, Denny, Yos Kelvin, Yuendris, Yudi, dan lainnya. 15.Kepada Abang Bintang Siburian, Kakak Eskalina Sitorus dan Adik

Sudopi Sitorus atas semangat, perhatian, kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

16. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat


(6)

iv

Medan,……... April 2015 Penulis,

Suwito Sitorus


(7)

v

ASAHAN ALUMINIUM DENGAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI

DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING SETELAH PT.INALUM BUMN

Suwito Sitorus1 Bismar Nasution** Mahmul Siregar***

Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan PT.Putra Tanjung Lestari merupakan perjanjian kerjasama perusahaan swasta pada umumnya. Dengan dikeluarkanya Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2014 tentang Penetapan PT.Indonesia Asahan Aluminium sebagai perusahaan perseroan (Persero), maka setiap perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan perusahaan lainya saat PT.INALUM perusahaan swasta mengalami peninjauan kembali, khususnya dengan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan dan pengelolaan tenaga kerja outsourcing di PT.Indonesia Asahan Aluminium.

Adapun metode yang dipakai untuk pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, skunder dan tersier. Alat pengumpulan data melalui studi pustaka yaitu mengumpulkan data-data dari buku-buku karya ilmiah dan data-data dari internet, serta data dari PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang memiliki kaitan dengan skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan outsourcing di Indonesia dirasa belum cukup memberikan kenyamanan pada mereka yang terlibat langsung dengan perubahan dan perkembangan industri dalam perlindungan calon pekerja, pekerja selama hubungan kerja serta berakhirnya hubungan kerja. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak PT.Indonesia Asahan Aluminium, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan pihak PT.Putra Tanjung Lestari apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak PT.Putra Tanjung Lestari, berbeda halnya apabila pihak PT.Indonesia Asahan Aluminium yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian ini tidak dijelasakan kewajiban PT.INALUM apabila melakukan wanprestasi. Untuk mengatur hal-hal yang sedemikian kompleks maka perlu diadakan peninjauan kembali terhadap aspek-aspek peraturan yang ada.

Kata Kunci : Perjanjian kerjasama PT.INALUM (Persero) dengan PT.Putra Tanjung Lestari, Outsourcing, BUMN.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU ***


(8)

vi

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II : PENGATURAN HUKUM OUTSORCING DI INDONESIA A. Pengertian Outsourcing ... 22

B. Sejarah Outsourcing ... 32

C. Outsourcing Dalam Peraturan Ketenagakerjaan di Indonesia ... 36

D.Hubungan Hukum Antara Pekerja/Outsourcing Dengan Perusahaan Pengguna Outsourcing ... 51


(9)

vii

TANJUNG LESTARI DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA

A. Keabsahan Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium

(Persero) Dan PT.Putra Tanjung Lestari ... 57

B. Hak dan Kewajiban PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero) ... 65

C. Hak Dan Kewajiban PT.Putra Tanjung Lestari ... 69

D. Hak-Hak Normatif Pekerja Outsourcing ... 71

E. Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa... 79

BAB IV : KEDUDUKAN PERJANJIAN ANTARA PT.INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM DENGAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI SETELAH PT.INALUM BUMN A. Sejarah PT.Indonesia Asahan Aluminium Menjadi BUMN .... 84

B. Akibat Perubahan Bentuk Menjadi BUMN... 90

C. Kedudukan Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM BUMN ... 91

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97


(10)

v

ASAHAN ALUMINIUM DENGAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI

DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING SETELAH PT.INALUM BUMN

Suwito Sitorus1 Bismar Nasution** Mahmul Siregar***

Perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan PT.Putra Tanjung Lestari merupakan perjanjian kerjasama perusahaan swasta pada umumnya. Dengan dikeluarkanya Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2014 tentang Penetapan PT.Indonesia Asahan Aluminium sebagai perusahaan perseroan (Persero), maka setiap perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan perusahaan lainya saat PT.INALUM perusahaan swasta mengalami peninjauan kembali, khususnya dengan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan dan pengelolaan tenaga kerja outsourcing di PT.Indonesia Asahan Aluminium.

Adapun metode yang dipakai untuk pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, skunder dan tersier. Alat pengumpulan data melalui studi pustaka yaitu mengumpulkan data-data dari buku-buku karya ilmiah dan data-data dari internet, serta data dari PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang memiliki kaitan dengan skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan outsourcing di Indonesia dirasa belum cukup memberikan kenyamanan pada mereka yang terlibat langsung dengan perubahan dan perkembangan industri dalam perlindungan calon pekerja, pekerja selama hubungan kerja serta berakhirnya hubungan kerja. Perjanjian ini merupakan perjanjian baku yang dibuat oleh pihak PT.Indonesia Asahan Aluminium, sehingga terdapat ketidakseimbangan pembebanan kewajiban antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dengan pihak PT.Putra Tanjung Lestari apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak PT.Putra Tanjung Lestari, berbeda halnya apabila pihak PT.Indonesia Asahan Aluminium yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian ini tidak dijelasakan kewajiban PT.INALUM apabila melakukan wanprestasi. Untuk mengatur hal-hal yang sedemikian kompleks maka perlu diadakan peninjauan kembali terhadap aspek-aspek peraturan yang ada.

Kata Kunci : Perjanjian kerjasama PT.INALUM (Persero) dengan PT.Putra Tanjung Lestari, Outsourcing, BUMN.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU **

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU ***


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materil maupun spiritual.2

Dewasa ini, penyelenggaraan pembangunan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai unsur penunjang untuk berhasilnya pembangunan di samping penggunaan teknologi. Faktor ketenagakerjaan sebagai sumber daya manusia di masa pembangunan nasional sekarang merupakan faktor yang teramat penting bagi terselenggaranya Pembangunan Nasional di Negara RI, bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.

Landasan Konstitusional yang mengatur tentang Ketenagakerjaan disebutkan pada Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, susunan batiniah serta cita-cita hukum

2

Djumadi, Hukum perburuhan, Perjanjian Kerja, Edisi Revisi (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 2.


(12)

dari Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain bersumber dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Suasana batiniah dan cita-cita hukum tersebut selanjutnya didalam batang tubuhya.3

Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan pada Pasal 27 ayat (2)

Undang-Undang Dasar 1945, yang menetukan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Tenaga kerja adalah tulang punggung dalam peningkatan pembangunan pada umumnya, pertumbuhan industri pada khususnya. Oleh karenanya seluruh kegiatan yang yang dilakukan tenaga kerja akan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum dan hubungan antar intern organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.4

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan pengertian tenaga kerja adalah: “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.Berkenaan dengan hal itu maka norma hukum telah memberikan pedoman sebagai dasar hukum dari tenaga kerja outsourcing / alih daya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101) serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja

3

Djumadi, Hukum perburuhan, Perjanjian Kerja, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1992) hal.1.

4

Sendjun.H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, ( Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2001) hal. 1.


(13)

Dan Transmigrasi Nomor KEP.220/MEN/X/2004 atau Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan bahwa outsourcing (alih daya) sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi di Indonesia.

Menurut Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa outsourcing / alih daya adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis, sehingga pekerja atau tenaga kerja bukan karyawan atau tenaga kerja tetap perusahaan tersebut melainkan tenaga kerja kontrak dengan jangka waktu tertentu.

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing ).5 Hal-hal yang didelegasikan dalam outsourcing adalah suatu fungsi dan proses bisnis tertentu untuk disisipkan dalam operasional bisnis perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing atau alih daya dibolehkan hanya untuk kegiatan penunjang dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Dalam penjelasan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core bussiness) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan, kebersihan (cleaning service),

5

Chandra Suwondo, Outsourcing, Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Computindo, 2003) hal. 3.


(14)

usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

Memperhatikan kondisi ketenagakerjaan. Selama hubungan kerja atau hubungan industrial berlangsung banyak permasalahan yang muncul. Kurangnya perlindungan hukum. Lemahnya perlindungan hukum bagi buruh kontrak karena hampir tidak pernah ada yang di daftarkan ke Departemen Tenaga Kerja.6 Kiranya perlu adanya suatu perangkat bagi sarana perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga-tenaga kerja, salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum terutama bagi tenaga kerja dalam melakukan hubungan kerja tersebut. Baik mereka yang akan atau sedang mencari pekerjaan atau yang sedang melaksanakan hubungan kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja.

Isi perjanjian kerja meletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seseorang maupun badan hukum sebelum melakukan hubungan kerja dengan pihak lain terlebih dahulu akan mengadakan suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk yang sederhana dalam bentuk lisan ataupun dibuat secara formal dalam bentuk tertulis. Semua upaya tersebut dibuat untuk maksud perlindungan dan kepastian hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja, hendaknya menunjukkan kedudukan masing-masing

6

Asri Wijayanti, Tinjauan Yuridis tentang Kontrak Kerja, laporan penelitian, (Bandung : CV.Lubuk Agung, 2003) hal. 15.


(15)

pihak yang pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban kewajiban pengusaha terhadap pekerja secara timbal balik.7

PT. Indonesia Asahan Aluminium yang lebih dikenal dengan nama PT. INALUM, didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 dengan status sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang dituangkan dalam suatu Perjanjian Induk antara Pemerintah Indonesia dengan Komisioner Investor dari Jepang untuk jangka waktu 30 tahun (terhitung sejak awal pengoperasian tungku reduksi) atau mulai 31 Oktober 1983 sampai dengan 31 Oktober 2013.8 Selanjutnya sejak tanggal 1 November 2013 akhirnya PT. INALUM kembali kepangkuan Pemerintah Indonesia, meskipun pada saat itu belum tercapai kesepakatan terkait besaran biaya pengambilalihan yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Indonesia kepada investor Jepang. Negosiasi pengambilalihan terus diupayakan oleh pemerintah yang diwakili oleh 3 (tiga) Kementerian yaitu: (Kementerian Keuangan, BUMN, dan Perindustrian) hingga akhirnya tercapai kesepakatan penggantian besaran nilai biaya pengambilalihan yang ditandai dengan penandatanganan pengakhiran perjanjian induk antara para pihak dan RUPS pertama pada tanggal 9 Desember 2013 serta penyerahan aset dari pihak Jepang ke Pemerintah Indonesia melalui Kementrian BUMN pada 19 Desember 2013 sehingga secara resmi status perusahaan telah berubah menjadi perusahaan BUMN dan mengalami perubahan nama dan menjadi PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero).9

Perubahan status PT.INALUM (Persero) menjadi perusahaan BUMN, tentunya perusahaan berkewajiban untuk segera menyesuaikan seluruh peraturan

7

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan bagian pertama Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan, 2003) hal. 9.

8

PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Pedoman Good Corporate Governance/GCG , 2013, hal.1.

9


(16)

dan kebijakan intern perusahaan ,baik yang belum maupun yang telah diberlakukan agar tunduk dan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan di lingkungan BUMN, khususnya yang terkait dengan penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik.10

PT.INALUM (Persero), merupakan perusahaan perseroan terbatas yang bergerak dalam bidang industri aluminium dan tenaga listrik, yang berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Pabrik peleburan aluminiumnya di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara dan PLTA-nya berada di Paritohan Kabupaten Toba Samosir.11 Pabrik peleburan yang beroperasi kontinu selama dua puluh empat jam tentunya membutuhkan karyawan-karyawan yang siap kerja siang malam demi tercapainya hasil produksi yang baik. Salah satu produksi tersebut adalah faktor tenaga kerjanya, karena keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya bergantung pada tenaga kerjanya yang dipekerjakan dan merupakan penggerak bagi sumber daya lainnya. PT.INALUM (Persero) menjalin kerjasama dengan PT. lain sebagai mitra kerjanya, salah satunya adalah PT.Putra Tanjung Lestari dalam bidang penyedian dan pengelolaan tenaga kerja untuk office boy di Pabrik PT.INALUM (Persero). (No. SGA – 035 /PMP/ VI / 2013)

PT.Putra Tanjung Lestari ini bergerak dibidang penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja (office boy) . Adanya kerjasama PT.INALUM (Persero) karena adanya kebutuhan akan tenaga kerja (office boy). Perjanjian ini karena adanya permintaan tenaga kerja (office boy) dari PT.INALUM (Persero) kepada PT.Putra Tanjung Lestari.

10

PT. Indonesia Asahan Aluminium, Loc.cit.

11


(17)

Karena begitu pentingnya faktor tenaga kerja dalam proses jalannya suatu perusahaan maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaturan tenaga kerja, serta bagaimana perjanjian kerjasama PT.INALUM (Persero) dengan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja, dan kedudukan perjanjian setelah berubah bentuk menjadi BUMN. Karena itu penulis tertarik untuk mengkaji mengenai pelaksanaan perjanjian penyediaan tenaga kerja ini dan menuangkannya dalam

suatu karya ilmiah yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA PT.INALUM (PERSERO) DENGAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING

SETELAH PT.INALUM MENJADI BUMN”.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan outsourcing di Indonesia ?

2. Bagaimanakah analisis Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja?

3. Bagaimana kedudukan Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM menjadi BUMN?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut : a. Untuk mengkaji pengaturan outsourcing di Indonesia.


(18)

b. Untuk mengkaji Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja.

c. Untuk mengkaji kedudukan Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM menjadi BUMN.

Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas, antara lain :

a. Manfaat teoritis, sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan untuk memperluas atau memperdalam hasil penelitian yang telah ada terhadap perjanjian kerjasama PT.INALUM dengan PT. Putra Tanjung Lestari.

b. Manfaat praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dalam perlindungan hukum para pihak yang melaksanakan perjanjian kerjasama ini.

D. Keaslian Penulisan

Penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi di Departemen Hukum Ekonomi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang berjudul Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT.Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dengan PT.Putra Tanjung Lestari dalam Pengadaan Tenaga Kerja outsourcing setelah PT.INALUM menjadi BUMN.”

Perpustakaan Fakultas Hukum Univeritas Sumatra Utara melalui surat tertanggal 18 september 2014 menyatakan judul ini belum pernah ditulis sebagai


(19)

skripsi. Atas dasar telah dilakukanya pemeriksaan tersebut, penulis yakin bahwa judul yang diangkat beserta pembahasanya belum pernah ada penulisannya pada Bagian Departemen Hukum Ekonomi khususnya dan Fakultas Hukum USU, jika ada tentunya berbeda dengan skripsi ini karena tempat penelitiannya yang berbeda, sehingga penulisan yang dituangkan penulis didalam ini dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan.

Perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa Perjanjian atau Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainya. Dengan adanya pengertian perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang.

Perjanjian Kerja terletak dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Hubungan Kerja, kemudian mengenai Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama diatur dalam Bab XI Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Hubungan Industrial. Ada 2 (dua) perjanjian yang mirip dengan perjanjian kerja, yaitu perjanjian yang menunaikan jasa diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata dan perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601b,1604 s.d. 1616 KUH Perdata. Dan perjanjian pemborongan serta jasa diatur secara sistematik di dalam Bab 7A Buku III KUH Perdata.

Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan


(20)

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan kemampuan dan kecakapan para pihaknya yang membuatnya, perjanjian itu dapat dibatalkan.12

Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang sebelumnya dilakukan didalam perusahaan kepada pihak ketiga. Jumlah, luas dan bentuk pekerjaan yang di-outsource berkembang sangat cepat, tidak hanya pekerjaan tipikal pabrik tetapi juga pekerjaan yang lebih canggih, seperti technical service, engineering bahkan financial analysis dan payroll. Outsourcing adalah usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangai beban dan biaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan menyerahkan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.13

Alasan utama outsourcing adalah:

1. Meningkatkan fokus bisnis, karena telah melimpahkan sebagian opersionalnya kepada pihak lain

2. Membagi resiko operasional. Outsourcing membuat resiko operasional perusahaan bias terbagi kepada pihak lain.

3. Sumber daya perusahaan yang ada bias dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain.

4. Mengurangi biaya karena dana yang sebelumnya digunakan untuk investasi biasa digunakan sebagai biaya operasinal.

12

Syamsuddin. Mohd Syaufii, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta : Sarana Bhakti Persada, 2005) hal .7.

13

Tunggal. Imam Sjahputral, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan,( Jakarta : Harvarindo, 2009) hal. 307.


(21)

5. Mempekerjakan sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi karena tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan outsourcing adalah tenaga yang sudah terlatih dan kompeten di bidangnya.

6. Mekanisme kontrol menjadi lebih baik.14

Menurut Iman Soepomo, tujuan atau hakekat hukum ketenagakerjaan ( hukum perburuhan ) adalah untuk melindungi pihak yang lemah, biasanya buruh, dengan cara menempatkanya pada kedudukan yang layak pada kemanusiaan.15

Menurut Manulang, ada 2 (dua) tujuan Hukum Ketenagakerjaan, antara lain.16: a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang

ketenagakerjaan ; dan

b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha.

Butir (a) lebih menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi, untuk dapat mencapai ketenagan bekerja dan kelangsungan berusaha. Sedangkan butir (b) dilatarbelakangi adanya pengalaman selama ini yang seringkali berujung pada tindakan sewenang-wenangan pengusaha terhadap pekerja/buruh. Untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum secara komprehensif dan konkret dari pemerintah.17

14

Ibid, hal. 315.

15

Iman Soepomo, Op.cit. hal. 9.

16

Sendjun H. Manulang, Op.cit. hal. 2.

17

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,( Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hal. 7.


(22)

Jenis perjanjian kerja dapat dibedakan atas lamanya waktu yang disepakati dalam perjanjian kerja, yaitu dapat dibagi menjadi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Pada dasarnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) diatur untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja, dengan dasar pertimbangan agar tidak terjadi tidak terjadi dimana pengangkatan kerja dilakukan melalui perjanjian dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerja yang sifatnya terus-menerus atau merupakan pekerjaan tetap/permanen suatu badan usaha.

Perlindungan pekerja/buruh melalui pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) ini adalah untuk memberikan kepastian bagi mereka yang melakukan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus tidak akan dibatasi waktu perjanjian kerjanya. Sedangkan untuk pengusaha yang menggunakan melalui pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu ini (PKWT), pengusaha diberikan kesempatan menerapakanya untuk pekerjaan yang sifatnya terbatas waktu pengerjaanya, sehingga pengusaha juga dapat terhindar dari kewajiban mengangkat pekerja/buruh tetap untuk pekerjaan yang terbatas waktunya.18

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Selain itu perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

18

Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Cet.1, (Jakarta : Penerbit Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia/AHII , 2004) hal. 42.


(23)

1) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya

2) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesainya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun

3) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

4) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

b. Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Sedangkan untuk perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3(tiga) bulan, dan dimasa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

Apabila masa percobaan telah dilewati, maka pekera/buruh langsung menjadi berstatus pekerja tetap. Dengan status tersebut pekerja/buruh memiliki hak sebagaimana diatur dalam Peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja bersama.19

Sumber Hukum outsourcing (alih daya), yaitu:

a. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata dan perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601b,1604 s.d. 1616 KUH Perdata.

c. Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66.

19


(24)

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI No.: KEP-101/MEN/VI2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.

e. Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI No. : KEP.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

f. Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi.

g. Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain.

h. Surat Edaran No. B.31/PHIJKS/I/2012 tentang pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011. Mahkamah Konstitusi memutuskan setiap pekerja outsourcing harus mendapatkan hak yang sama dengan pekerja non outsourcing. Selain itu perusahaan outsourcing harus memperhitungkan masa kerja yang ada sebagai acuan untuk menentukan upah dan hak-hak lainya di perusahaan outsourcing yang bersangkutan, termasuk terjadi pengalihan kepada perusahaan penerima pekerjaan lain. PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero), terdiri dari:20

1) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak disungai asahan di Paritohan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. PLTA PT.INALUM (Persero) yang terletak disepanjang Sungai Asahan terdiri

dari:

20


(25)

2) Bendungan Pengatur (Regulating Dam) , yang terletak di Siruar, lebih kurang 14,6 km dari Danau Toba. Bendungan ini berfungsi untuk menyediakan persedian air yang didalam danau dan mengatur air keluar dari Danau Toba ke sungai Asahan. Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 39 m, panjang 71m.

3) Bendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam), yang terletak di Simorea, lebih kurang 9 km dihilir bendungan pengatur. Tipe bendungan ini adalah beton masa dengan ketinggian 46 m, panjang 173 m. Bendungan ini berfungsi untuk mengatur pasokan air ke stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station), yang berada 200 m didalam perut bumi dengan 4 unit generator. Total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW. Pembangkit Siguragura ini merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia.

4) Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam), yang terletak di Tangga, lebih kurang 8 km dihilir bendungan Siguragura atau 500 m dihulu air terjun Tangga. Bendungan ini berfungsi untuk mengatur pasokan air ke PLTA Tangga. Tipe bendungan ini adalah beton masa berbentuk busur pertama di Indonesia. PLTA Tangga yang berada lebih kurang 1,7 km di hilir bendungan Tangga berada diatas permukaan tanah dan memiliki 4 generator. Total kapasitas tetap PLTA Tangga ini adalah 223 MW.21

Kemudian tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga disalurkan melalui jaringan sepanjang 120 km dengan jumlah menara 271 buah dan tegangan 275 KV ke Kuala Tanjung. Melalui gardu

21


(26)

induk Kuala Tanjung tegangannya diturunkan menjadi 33 KV untuk didistribusikan ke tiga gedung tungku reduksi dan gedung penunjang lainya. Masaing-masing gedung tungku reduksi mempunyai 2 unit penyearah silicon dengan DC 37 KA dan 800 V.

Sesuai dengan Perjanjian Induk kelebihan tenaga listrik dengan batasan max, 50 MW diserahkan kepada pemerintah melalui PLN. Kelebihan tenaga listrik tegangan 275 KV ini disalurkan melalui gardu Kuala Tanjung ke gardu induk PLN untuk didistribusikan ke masyarakat melalui jaringan transmisi 150 KV.22

5) Pabrik peleburan aluminium yang terletak di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara.

Pabrik peleburan PT.Inalum terdiri dari 3 (tiga) pabrik utama yaitu: (1) Pabrik Karbon (Carbon Plant)

(2) Pabrik Reduksi (Reduction Plant) (3) Pabrik Penuangan (Casting Plant)

PT.INALUM membangaun sarana yang diperlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan, perumahan karyawan, sekolah dan lain-lain, dengan investasi yang keseluruhannya berjumlah lebih kurang 411 milyar yen.23

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Penulis skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undang dan bahan-bahan yang berkaitan dengan skripsi ini.

22

Ibid, hal. 4.

23


(27)

Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaaan atau kelompok tertentu, asas-asas atau suatu peraturan-peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanannya, serta menganalisa fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perjanjian kerjasama PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja outsourcing.

2. Data dan sumber data

Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data primer, skunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI No.: KEP-101/MEN/VI2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh, Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI No. : KEP.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi, Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain, Surat Edaran No. B.31/PHIJKS/I/2012 tentang pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011.


(28)

b. Bahan Hukum Skunder, yaitu bahan hukum berupa hasil penelitian, lampiran-lampiran, makalah dan data internet, yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Penelitian kepustakaan yaitu dengan melakukan bacaan-bacaan teoritis yang ilmiah yang digunakan sebagai bahan analisis terhadap masalah yang dibahas. Data –data tersebut diperoleh dari buku-buku referensi, buku catatan perkuliahan, diskusi, internet, dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan.

Penelitian lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara melakukan penelitian langsung dilapangan untuk memperoleh data yang konrit dan aktual, untuk itu penulis dengan melakukan wawancara dengan staf di PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero).

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudiaan disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.


(29)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika secara terstruktur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain.

Sistematika atau gambaran isi tersebut dipisahakan dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab.

Adapun gambaran isi sistematika tersebut adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, dibahas hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan bagian yang terakhir yakni sistematika penulisan yang menjadi gambaran isi dari skripsi ini.

BAB II PENGATURAN HUKUM OUTSOURCING DI INDONESIA

Pada bagian bab ini, diuraikan tentang, pengertian outsourcing, sejarah outsourcing, outsourcing dalam peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, hubungan hukum antara pekerja/outsourcing dengan perusahaan pengguna outsourcing.

BAB III ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT.INALUM DAN PT.PUTRATANJUNG LESTARI DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING

Pada bagian bab ini diuraikan tentang, keabsahan suatu perjanjian antara PT.INALUM dan PT.Putra Tanjung Lestari, hak dan kewajiban PT.Indonesia


(30)

Asahan Aluminium, hak dan kewajiban PT.Putra Tanjung Lestari, hak-hak normatif pekerja outsourcing, upaya hukum dalam penyelesaian sengketa.

BAB IV KEDUDUKAN PERJANJIAN ANTARA PT.INALUM DAN PT.PUTRA TANJUNG LESTARI SETELAH PT.INALUM MENJADI BUMN.

Pada bagian bab ini diuraikan tentang, sejarah PT.Indonesia Asahan Aluminium menjadi BUMN, Akibat perubahan bentuk menjadi BUMN, kedudukan perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM BUMN.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir sekaligus penutup yang berisikan tentang kesimpulan penulis dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta saran-saran penulis atas bagaimana baiknya langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan tersebut.


(31)

21

A. Pengertian Outsourcing

Tuntutan persaingan dalam era globalisasi dunia usaha yang ketat saat ini maka banyak perusahaan berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efesien. Salah satunya upaya dilakukan dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini

dikenal dengan istilah “outsourcing”.24

“Outsourcing is subcontracting a process, such as product design or

manufacturing, to a third-party company. The decision to outsource is often made in the interest of lowering firm costs, redirecting or conserving energy directed at the competencies of a particular business, or to make efficient use of labor, capital,

technology dan resources”.25

24

Ariswan, Seputar Tentang Tenaga Outsourcing, outsourcing-sebagai-solusi-dunia, dari http://malangnet.wordpress.com , (Diakses pada tanggal 26 januari 2015).

25

Defenisi Outsourcing, http://en.wikipedia.org/wiki/Outsourcing, (Diakses pada tanggal 12 Maret 2015).


(32)

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).26 Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.

Atau dengan kata lain, Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non core business unit) ataupun secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.27

Istilah Outsourcing tidak ditemukan secara langsung didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Didalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 hanya dikemukakan bahwa “perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 64 tersebut, maka outsourcing atau yang disebut dengan perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dikatogorikan dalam dua kelompok, yaitu: penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk dikerjakan ditempat perusahaan lain tersebut, atau penyedia jasa pekerja, yang dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan. Yang pertama titik-beratnya terletak pada produk kebendaan, sedangkan yang kedua, orang-perorangan yang jasanya dibutuhkan.28

26

Chandra Suwondo, Op. cit., hal. 3.

27

Ariswan, Op.cit.

28

Sehat Damanik, outsourcing dan perjanjian kerja menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ( Jakarta : DDS Publishing, 2007) hal. 3.


(33)

Outsourcing, melalui ketentuan Pasal 64 diatas dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu :

a. Penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk dikerjakan ditempat perusahaan lain; atau

b. Penyediaan jasa tenaga kerja oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yang dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan.

Maka jenis dari penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yaitu dapat berupa :

1. Perjanjanjian pemborongan pekerjaan atau 2. Penyediaan jasa pekerja/buruh.29

Perjanjian pemborongan pekerjaan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan merupakan salah satu jenis dari penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, dalam melakukan perjanjian pemborongan pekerjaan ini disyaratkan harus dilaksanakan melalui perjanjian secara tertulis (Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Secara limitative Undang-Undang Ketenagakerjaan atau UUK menetapakan bahwa jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain dan dilakukan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 65 ayat (2) UUK ):

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan

29

Agusmidah, Dinamika dan Kajian teori Hukum ketenagakerjaan di Indonesia, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) hal. 50.


(34)

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.30

Lebih lanjut Pasal 65 UUK mengatur sebagai berikut :

a. Perusahaan lain sebagai perusahaan pelaksana penerima sebagian pekerjaan harus berbentuk badan hukum.

b. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain tersebut sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat penyerahan pelaksanaan sebagian pekerjaan akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. d. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian kerja

secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakanya.

e. Hubungan kerja tersebut dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

f. Apabila syarat-syarat penyerahan pelaksanaan sebagian pekerjaan tidak dipenuhi dan atau jika perusahaan lain selaku penerima pekerjaan tidak berbentuk badan hukum maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. g. Hubungan kerja tersebut dapat berupa PKWTT atau PKWT.

30


(35)

Penyediaan jasa pekerja /buruh, penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan pada perusahaan lain dapat pula dilakukan dengan sistem penyediaan jasa pekerja/buruh. Jika jenis pertama diistilahkan dengan outsourcing pekerjaan maka jenis kedua ini dapat diistilahkan sebagai outsourcing pekerja/buruh.

Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang berupa penyedia jasa pekerja/buruh harus memenuhi ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berikut:

1. Tidak untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, tetapi untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

2. Penyedia jasa pekerja/buruh memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 UUK dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. Perlindungan upah dan kesehjahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan


(36)

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenakerjaan.

4. Apabila terjadi pelanggaran atas beberapa hal berikut:

a. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan inti bukan penunjang; b. Tidak terpenuhi syrat a, b, dan d pada poin diatas;

c. Perusahaan Penyedia jasa pekerja/buruh tidak berbadan hukum dan tidak memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan;

Maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.31

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Hal-hal yang didelegasikan dalam outsourcing adalah suatu fungsi dan proses bisnis tertentu untuk disisipkan dalam operasional bisnis perusahaan secara keseluruhan.32

Sehingga dapat dikatakan bahwa outsourcing adalah salah satu hasil samping dari Businesss Process Reengineering atau sering disebut dengan BPR. BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh satu perusahaan

31

Ibid, hal. 55.

32


(37)

dalam pengelolaanya, yang bukan sekedar bersifat perbaikan. BPR merupakan pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berbeda dengan pendekatan lama yakni (continuous improvement process) atau proses peningkatan berkelanjutan. Dengan menerapkan BPR secara efektif dan efisien memiliki kompetensi baru dengan menjual proses bisnis yang dimilikinya kepada pihak lain (outsource). Bagi perusahaan yang ingin fokus pada pengembangan proses bisnisnya dengan menitikberatkan pada core competency yang dimiliki, perusahaan dapat mengalihkan aktivitas non value added pada perusahaan lain sebagai pihak ketiga yang menyediakan sumber daya, sebagai contoh: recruitment. Proses ini dapat menjadi lebih mudah dengan adanya standar manajemen proses yang dapat memberikan kepastian pada pihak perusahaan yang memanfaatkan jasa outsourcing.33 BPR dilakukan untuk memberikan respons atas perkembangan ekonomi secara global serta kemajuan teknologi yang pesat, yang menimbulkan persaingan global secara ketat.34

Di bidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk/jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainya. Dengan demikian, perusahaan yang

33

Businesss Process Reengineering and Langkah Langkah Reengineering Proses Bisnis, https://vtrhiwahyu.wordpress.com/2013/03/26/business-process-reengineering-and-langkah-langkah-reengineering-proses-bisnis/ ( Diakses pada tanggal 14 maret 2015).

34


(38)

kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya; hubungan hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja.35

Pengertian outsourcing (alih daya) secara khusus didefenisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing : Decisions and Intiatives, djabarkan “strategic use of outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and

respurces.”36

Beberapa pakar serta praktisi outsourcing dari Indonesia juga memberikan defenisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).37

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jendral Pembinaan Hubungan industrial Departemen tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefenisikan pengertian outsourcing sebagai memborongkan suatu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.38

Pelaksanaan perjanjian outsourcing dalam bentuk memperkerjakan/menagambil jasa perorangan jauh lebih kompleks. Dalam memperkerjakan pekerja, maka penandatangan kontrak kerja akan dilakukan antara perusahaan yang merekrut/melatih tenaga kerja dengan perusahaan yang

35

Ibid, hal. 3.

36

Roy Jeremy, Defenisi Outsourcing, http://royjeremy.blogspot.com/2013/06/definisi-outsourcing.html, (Diakses pada tanggal 14 maret 2015).

37

Chandra Suwondo, Op. cit, hal. 2.

38

Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (alih daya), Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagkerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/putsourcing.php. (Diakses pada tanggal 5 februari 2015).


(39)

menampung penempatan tenaga kerja dan antara pekerja dengan perusahaan yang menerima dan melatih pekerja. Dengan demikian hubungan kerja, dalam artian hubungan antara majikan dan pekerja, hanya tercipta antara pekerja dengan perusahaan yang merekrut pekerja dan bukan dengan perusahaan tempat pekerja melakukan pekerjaanya.39

Mengingat jalinan hubungan kerja yang tercipta adalah antara tenaga kerja dengan perusahaan perekrut pekerja, serta antara perusahaan perekrut tenaga kerja dengan perusahaan yang menampung penempatan tenaga kerja, maka segala pengupahan dan hak-hak pekerja lainya akan dibayarkan dan diterima melalui perusahaan perekrut tenaga kerja awal.40

Namun demikian, Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia telah memberikan batasan-batasan penggunaan tenaga kerja melalui outsourcing, yaitu hanya terhadap bagian-bagian yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis utama suatu perusahaan. Dalam praktiknya tenaga kerja yang paling banyak di-outsource adalah tenaga satuan pengamanan (satpam /sekuriti ).41

Perjanjian hubungan kerja biasa, pekerja mempunyai hubungan langsung dengan pengusaha yang mempekerjakanya. Dalam hubungan langsung tersebut, pengusaha akan membayarkan segala hak pekerja secara langsung, demikian juga sebaliknya, pekerja memberikan tenaganya secara langsung kepada perusahaan yang merekrutnya. Hal ini tidak berlaku pada hubungan kerja melalui outsourcing, dimana pembayaran dilakukan melalui pengusaha ke pengusaha dan pengusah pekerja.

39

Sehat Damnik, Op. Cit, hal. 4 .

40

Ibid.

41


(40)

Terdapat kesederhanaan bagi perusahaan tempat pekerja dipekerjakan, yaitu perusahaan tersebut tidak perlu lagi mengurusi masalah perekrutan dan pelatihan tenaga kerja. Mereka tinggal menetukan kriteria tenaga kerja yang diperlukan dan meyodorkannya kepada perusahaan outsourcing. Keuntungan lainya adalah, perusahaan tersebut tidak lagi dipusingkan oleh urusan pesangon, THR, PHK, dan masalah ketenagakerjaan lainya, karena hal ini diambil-alih oleh perusahaan outsourcing.42

Hal ini menunjukkan, outsourcing dapat dikatakan sebagai penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian.

Ada tiga (3) unsur penting dalam outsourcing, yaitu: 1. Terdapat pemindahan fungsi pengawasan.

2. Ada pendelegasian tanggung jawab atau tugas suatu perusahaan. 3. Dititik beratkan hasil atau output yang ingin dicapai perusahaan.

Dari beberapa defenisi yang dikemukakan diatas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing, yaitu adanya penyerahan sebagai kegiatan perusahaan pada pihak lain, yang diharapkan memberikan hasil berupa peningkatan kinerja agar dapat lebih kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global.43

B. Sejarah Outsourcing

Cikal bakal penerapan prinsip-prinsip outsourcing sesungguhnya sudah dimulai pada zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada masa itu, akibat kekurangan

42

Ibid.

43

Tris Umar Nofa, Pengertian outsourcing, diakses dari: www.academia.edu, (tanggal 29 maret 2015).


(41)

kemampuan pasukan dan tidak tersedianya ahli-ahli bangunan, dan bangsa Yunani dan Romawi kerap kali memyewa prajurit asing untuk berperang dan ahli – ahli bangunan untuk membangun kota dan istana.44

Di Indonesia sendiri, sistem outsourcing telah dikenal sejak zaman sebelum kemerdekaan. Pada masa-masa awal kedudukan Belanda di Indonesia, banyak tenaga kerja yang bekerja dalam sektor perkebunan yang investor besarnya adalah Belanda. Mereka didatangkan dari berbagai tempat lain di Indonesia dan dipekerjakan diperkebunan yang ada di Deli Serdang. Dalam bekerja, mereka akan dikendalikan oleh seorang petugas Belanda yang disebut mandor. Upah untuk mandor tersebut pun didapat dari 7.5% upah keseluruhan kuli. Semakin lama, nasib para kuli tersebut kian buruk karena upah yang diharapakan setelah bertahun-tahun bekerja ternyata dihitung lunas dalam pembayaran hutang atas biaya pemberangkatan serta akomodasi mereka selama perjalanan dan bekerja disana. Masa-masa tersebutlah yang menjadi masa sulit bagi rakyat selama kedudukan Belanda di Indonesia.45

Sejalan dengan terjadinya Revolusi Industri, maka perusahaan-perusahaan berusaha untuk menemukan terobosan-terobosan baru dalam memenangkan persaingan. Pada tahap ini, kemampuan untuk mengerjakan sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara kompetitif, melainkan harus disertai dengan kesangggupan untuk menciptakan produk paling bermutu dengan biaya rendah.46

Sekitar tahun 1950-an sampai dengan tahun 1950-an sampai dengan tahun 1960-an, berbagai pertemuan ekonomi dunia telah mendorong munculnya ide-ide

44

Sehat Damanik, Op. cit.

45

Nyimas Halimah Tusyakdiah, Manajemen SDM : outsourcing, www.academia.edu, (Diakses pada tanggal 29 maret 2015).

46


(42)

ke arah diversifikasi usaha, dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang usaha tersebut juga ikut melahirkan keinginan memaksimalkan keuntungan tanpa harus mengeluarkan biaya yang maksimal atau efesiensi bagi dunia usaha.47

Tahun 1970 hingga tahun 1980, dunia usaha memasuki masa persaingan global, namun mengalami kendala karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, resiko usaha dalam segala hal, termaksuk resiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing di dunia usaha. Maka untuk meningkatkan keluwesan dan kreatifitas dalam berusaha, banyak perusahaan besar membuat strategi baru dalam berbisnis dengan cara fokus pada bisnis inti (core business), mengindentifikasi proses yang kritikal, dan memtuskan hal-hal yang harus di-outsource.48

Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi resiko resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Pada tahap awal outsourcing belum diidentifikasikan secara formal sebagai strategi bisnis, hal ini terjadi karena banyak perusahaan yang semata-mata mempersiapkan diri pada bagian-bagian tertentu yang bias mereka kerjakan, sedangakan untuk bagian-bagian yang tidak bisa dikerjakan secara internal dikerjakan melalui outsource.49

Sekitar tahun 1990, outsourcing telah mulai dirasakan manfaat dan perannya oleh dunia usaha sebagai jasa pendukung. Tingginya persaingan telah menuntut manajemen perusahaan melakukan perhitungan pengurangan biaya. Perusahaan mulai melakukan alih daya atas fungsi-fungsi yang penting bagi perusahaan akan tetapi tidak berhubungan langsung dengan (core business)

47

Ibid, hal.7.

48

Chandra Suwondo, Op.cit, hal. 4.

49


(43)

perusahaan. Dalam perkembangan selanjutnya, outsourcing tidak lagi membagi resiko, melainkan berkembang lebih kompleks. Michael F. Corbett, Pendiri The Outsourcing Institute dan Presiden Direktur dari Michael F. Corbett & Associates Consulting Firm, mengemukakan bahwa outsourcing telah menjadi alat manajemen. Lebih dari itu, outsourcing bukan hanya membantu menyelesaikan masalah, tetapi juga mendukung tujuan dan sasaran bisnis.50

Di Indonesia, praktik outsourcing sudah dikenal pada masa penjajahan kolonial Belanda. Hal itu bisa dilihat pengaturanya dalam Pasal 1601 b KUHPerdata. Dalam pasal itu disebutkan bahwa perjanjian pemborongan kerja adalah suatu persetujuan, dimana pihak kesatu yakni pemborong mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yakni pemberi kerja, dengan harga yang telah ditentukan.

Walaupun praktik outsourcing sudah lama dikenal di Indonesia, namun perkembanganya sangat lambat. Ditenggarai bahwa salah satu faktor penghambat perkembangan tersebut adalah kurangnya dukungan dari segi penciptaan peraturan perundang-undangan. Salah satu faktor penghambat perkembangan tersebut, adalah kurangnya dukungan dari segi penciptaan peraturan. Kurangnya peraturan pendukung berdampak pada lambatnya sosialisasi serta rendahnya pemahaman masyarakat atas keuntungan-keuntungan pemanfaatan outsourcing pada perusahaan.51 Bahkan Undang-Undang Ketengakerjaan lama (Undang-Undang Nomor 25 Thun 1997) tidak mengatur satupun tentang outsourcing.

Mengingat bisnis outsourcing berkaitan erat dengan praktik ketenagkerjaan, maka peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ketengakerjaan menjadi faktor

50

Ibid, hal.8.

51


(44)

penting dalam memacu perkembangan outsourcing di Indonesia. Legalisasi penggunaan jasa outsourcing baru terjadi pada tahun 2003, yakni dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, dimana ketentuan mengenai outsourcing diatur dalam tiga Pasal yaitu Pasal 64, 65, dan 66.

Undang- Undang Ketenagkerjaan ini mengatur bidang-bidang memungkinkan untuk di-outsource, yaitu bagian-bagian yang tidak berkaitan dengan bisnis inti. Melalui peraturan tersebut, pada tahun 2003 telah mulai tumbuh kesadaran perusahaan-perusahaan besar untuk menggantikan tenaga kerja yang tidak berhubungan lansung dengan bisnis inti perusahaan, seperti satpam, akunting, office boy, dan lain-lain.52

Sebagai revisi, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Ketengakerjaan tersebut menyatakan bahwa kebutuhan perusahaan untuk menjalankan produksi dapat menggunakan suplai tenaga kerja oleh perusahaan penyalur tenaga kerja (outsourcing). Dalam kesempatan bersama, tenaga kerja harus tunduk pada perusahaan penyalur dan perusahaan tempatnya bekerja. Upah dapat diterima jika tenaga kerja tersebut telah melakukan pekerjaan yang diberikan, dan patuh pada semua ketentuan perusahaan tempatnya bekerja. Kesepakatan tentang upah ditentukan oleh perusahaan penyalur dan perusahaan tidak bisa menuntut pada perusahaan tempatnya bekerja.53

52

Ibid.

53


(45)

C. Outsourcing Dalam Peraturan Ketenagakerjaan Di Indonesia

Pengaturan Hukum outsourcing (alih daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (Pasal 64, 65, dan 66), Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004), Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. : KEP. 220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelakssanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Bentuk keseriusan pemerintah tersebut dengan menugaskan Menteri Tenaga Kerja untuk membuat draft revisi terhadap Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan.54Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain.

Kementrian Tenaga Kerja dan Transportasi (Kemenakertrans) dengan menerbitkan Surat Edaran No. B.31/PHIJKS/I/2012 tentang pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011.

Tahun 2011, Mahkamah Kostitusi (MK) telah mengabulkan sebagian uji materil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Berikut adalah isi Amar Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 itu:55

54

Paket kebijakan Perbaikan iklim Investasi memuat hal-hal yang dituntut untuk dilakukan revisi dalm Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yaitu : Pemutusan Hubungan Kerjam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perhitungan Pesangaon, Izin Tenaga Kerja Asing Dan Istirahat Panjang.

55

Putra-Putri-Indonesia, http://www.putra-putri-indonesia.com/keputusan-mahkamah-konstitusi.html (Diakses pada tanggal 31 maret 2015).


(46)

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat

(7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Karena putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka dua pasal yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

itupun berubah dengan dihilangkannya kalimat „perjanjian kerja waktu tertentu‟ dan „perjanjian kerja untuk waktu tertentu.

Sebelum melihat dampaknya, lebih baik mengetahui lebih dulu dua Pasal yang berkaitan dengan Keputusan ini, yaitu Pasal 65 ayat 7 dan Pasal 66 ayat 2b. Pertama kita lihat Pasal 65 ayat 7, dan ayat 1 dan 6 karena saling terkait.56

56


(47)

Pasal 65 ayat 1 berbunyi, "Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis."

Pasal 65 ayat 6 berbunyi, "Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya."

Pasal 65 ayat 7, "Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59." Keputusan Mahkamah Konstitusi ini juga terkait dengan Pasal 59 yang berbunyi demikian:

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

3. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.


(48)

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Keputusan Mahkamah Konsitusi juga menyentuh Pasal 66 ayat 2 berbunyi: "Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang


(49)

tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :57

1. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasapekerja/buruh;

2. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

Setelah dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 ini, maka istilah 'perjanjian kerja waktu tertentu' tidak dapat lagi dimuat pada Pasal 65 ayat 7 dan pada pasal 66 ayat 2b. Dengan kata lain konsep outsourcing tidak berlaku terhadap pekerjaan apapun, kecuali memenuhi kriteria Pasal 59. Pekerjaan accounting, admin assistant atau sekretaris tidak dapat lagi di-outsourcing. Itu semua menjadi pekerjaan waktu tidak tetap sebab pekerjaan itu bukan musiman, bukan juga untuk sementara.

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat disebut sebagai suatu kodifikasi dari berbagai ketentuan ketenagakerjaan yang sebelumnya terpisah-pisah. Sebelum Undang-Undang ini berlaku, ada sekitar 15 Ordonansi dan Peraturan ketenagakerjaan yang berlaku untuk mengatur persoalan ketenagakerjaan. Dengan berlakunya Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor13

57


(50)

Tahun 2003 ini, maka ke-15 Ordonansi dan Peraturan tersebut telah dinyatakan tidak berlaku.58

Meskipun di dalamnya tidak pernah ditemukan kata outsourcing secara langsung, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 merupakan Tonggak baru yang mengatur dan melegalisasi masalah outsourcing. Istilah yang dipakai dalam Undang-Undang tersebut adalah perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.59

Ketentuan yang mengatur ousourcing ditemukan dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Didalam Pasal 64 disebutkan bahwa, perusahaan dapat menyerahakan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Oleh karena ketentuan pasal tersebut lebih merupakan pilihan bebas, maka pemanfaat outsourcing bukanlah Sesuatu yang wajib melainkan terserah pada perhitungan untung-rugi pengusaha.

Undang-Undang Ketenagakerjaan ini telah membatasi pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain melalui pemborongan atau outsourcing. Kewajiban bagi pengguna jasa tenaga kerja, yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1), pengguna jasa tenaga kerja tidak boleh menggunakan tenaga kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubung langsung dengan proses produksi, kecuali untuk jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.60

58

Sehat Damanik, Op.cit, hal.12.

59

Ibid.

60

Saifudien, Sekilas tentang outsourcing di Indonesia, http://saifudiendjsh.blogspot.com,( Diakses pada 30 maret 2015).


(51)

Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Namun tidak semua pekerjaan dapat diserahkan untuk dikerjakan perusahaan lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UUK. Realisasi hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerjanya dibuat secara tertulis. Perjanjian kerja tersebut dapat didasarkan pada perjanjian kerja tidak waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Syarat perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Pasal 59, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang pengerjaannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, produk tambahan yang masih dalm percobaan atau perjajakan.

Pemenuhan persyaratan terjadi diatas merupakan suatu keharusan, karena kelalaiaan dalam pemenuhan syarat tersebut berakibat pada beralihnya status hukum hubungan kerja pekerja/ buruh dari perusahaan penerima pemborongan menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.


(1)

3. Aluminium dapat memutuskan perjanjian ini secara sepihak, serta PT.Putra Tanjung Lestari diwajib mengganti kerugian atas biaya yang ditimbulkan dan ditanggung oleh PT.Indonesia Asahan Aluminium akibat kelalaian PT.Putra Tanjung Lestari. Berbeda halnya apabila pihak PT.Indonesia Asahan Aluminium yang melakukan wanprestasi, dalam perjanjian ini tidak dijelaskan mengenai kewajiban PT.Indonesia Asahan Aluminium untuk melakukan pemenuhan prestasi seperti halnya ketika PT.Putra Tanjung Lestari yang melakukan wanprestasi.

4. Bahwa setelah PT.Indonesia Asahan Aluminium menjadi Badan Usaha Milik Negara, kedudukan perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dengan PT.Putra Tanjung Lestari mengalami perubahan. Yaitu melakukan addendum perjanjian tentang penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja untuk office boy di pabrik peleburan PT.INALUM. Para pihak melakukan addedum perjanjian untuk merubah Pasal 7 ayat (4) ketentuan biaya pengeloaan. PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero) membayar biaya pengeloaan sebesar Rp.646.608.000,- (Enam Ratus Enam Puluh Empat Juta Enam Ratus Delapan Ribu Rupiah) dan Jamsostek sebesar Rp.31.164.000,- (Tiga Puluh Satu Juta Seratus Enam Puluh Empat Ribu Rupiah) untuk periode Mei 2014 sampai dengan 2015. Akibat perubahan PT.Indonesia Asahan Alumnium menjadi PT.INALUM (Persero) maka PT.Putra Tanjung Lestari menyesuaikan seluruh kebijakan intern perusahaan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero).


(2)

B. SARAN

Saran yang dapat dikemukakan penulis dalam skripsi ini adalah:

1. Bahwa sudah seharusnyalah ada perhatian khusus terhadap pengaturan outsorcing di Indonesia, untuk menciptakan hubungan kerja yang mempunyai kepastian hukum dan keadilan bagi tenaga kerja. Hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya permasalahan yang timbul dalam hubungan kerja, yang mengakibatkan kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak-pihak yang terkait.

2. Bahwa hak pemutusan perjanjian secara sepihak yang hanya dimiliki oleh salah satu pihak dalam perjanjian yaitu, PT.Indonesia Asahan Aluminium menunjukkan betapa dominanya posisi PT.Indonesia Asahan Aluminium dalam perjanjian ini. Hal tersebut sewaktu-waktu mengancam posisi PT.Putra Tanjung Lestari sebagai mitra kerja PT.Indonesia Asahan Aluminium, sehingga perlindungan hukum bagi PT.Putra Tanjung Lestari perlu lebih ditingkatkan dalam perjanjian ini dengan menghapuskan klasula mengenai hak pemutusan perjanjian secara sepihak tersebut. 3. Hendaknya baik pihak PT.Putra Tanjung Lestari dan PT.Indonesia Asahan

Aluminium dapat mematuhi terhadap isi perjanjian yang telah disepakati bersama berkaitan dengan addendum perjanjian penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja di pabrik PT.Indonesia Asahan Alumnium (Persero). Hal ini dilakukan guna menghindari permasalahan yang timbul dalam hubungan kerja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agusmidah, Hukum Ketenagkerjaan Indonesia, dinamika dan kajian teori, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Barkutulah, Abdul Hakim, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Banjarmasin : FH Unlam Press, 2008.

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994. Damanik, Sehat, Ooutsourcing dan Perjanjian Kerja menurut UU No.13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, Jakarta: DDS Publishing, 2007.

Djumadi, Hukum Perburuhan ,Perjanjian Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992.

Hakim, Abdul, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2003.

Harahap, M. Yahya, Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: PT. Citra Aditya, 1997.

Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

H.S, Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. II, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

HS, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: PT.Raja Grafindo Perkasa, 2006.

Khakim, Abdul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Manulang, Sendjun H, Pokok-pokok Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2001.

Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1992.


(4)

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cetakan ke-8 Bandung: PT. Bale Sumur, 1979.

Rai Widjaya, I.G., Hukum Perusahaan, Cetakan keempat, Bekasi: Kesaint Blanc, 2010.

Setiwan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta, 1999.

Sjahputra. Tunggal Imam, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Harvarindo, 2009.

Soepomo, Imam, Hukum Perburuhan bagian pertama Hubungan Kerja, Jakarta: PPAKRI Bhayangkara, 1986.

Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003.

Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Cet,1, J, Jakarta: Penerbit Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia (AHII), 2003.

Suwondo, Chandra, outsourcing Implementasi di Indonesia, Jakarta: Elex Media Computindo, 2003.

Syamsuddin, Mohd Syaufii, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005.

Sihaan, Bisuk, Kenangan Membangun Proyek Asahan Raksasa Asahan, Jakarta: Sinar Harapan, 1986.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Wijayanti, Asri, Menggugat konsep hubungan kerja, Bandung: Cv.Lubuk Agung, 2011.

Yurikosari, Andari, Outsourcing dan Hukum Ketenagakerjaan yang Berkeadilan, Jember: Universitas Jember, 2011.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 27 ayat (2) Undang –Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata dan perjanjian pemborongan diatur dalam pasal 1601b,1604 s.d. 1616 KUH Perdata.


(5)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI No.: KEP-101/MEN/VI2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI No. : KEP.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain.

Surat Edaran No. B.31/PHIJKS/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011. Mahkamah Konstitusi memutuskan setiap pekerja Outsourcing harus mendapatkan hak yang sama dengan pekerja non outsourcing.

Paket kebijakan Perbaikan iklim Investasi memuat hal-hal yang dituntut untuk dilakukan revisi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yaitu : Pemutusan Hubungan Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perhitungan Pesangaon, Izin Tenaga Kerja Asing Dan Istirahat Panjang.

C. Internet

http://ariswan.wordpress.com/2008/05/23/outsourcing-sebagai-solusi-dunia,oleh Ariswan http://malangnet.wordpress.com.

http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/putsourcing.php.tanggal oleh Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagkerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial.

http://blog.unsri.ac.id/revolusi_Jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran-kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/ oleh Abdul Kholek, Outsourcing Sebuah Pengingkaran Kapitalisme Terhadap Hak-hak Buruh.

http://jurnalhukum.blogspot.com/2007/05/outsourcing-dan-tenga-kerja.html oleh Pan Muhammad Faiz, Outsourcing (Alih Daya) dan Pengelolaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan: Tinjauan Yuridis terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

http://en.wikipedia.org/wiki/Outsourcing, Defenisi outsourcing. http//:Irman-jx.blogspot.com/p/syarat-sah-perjanjian.


(6)

www.inalum.co.id.

http//:dspace.widyatama.ac.id/handle//10364/517.

www.academia.edu, Pengertian outsourcing, oleh Tris Umar Nofa.

www.academia.edu, Manajemen SDM : outsourcing oleh Nyimas Halimah Tusyakdiah.

http://www.putra-putri-indonesia.com/keputusan-mahkamah-konstitusi.html. http://saifudiendjsh.blogspot.com, Sekilas tentang outsourcing di Indonesia.

www.hukum online.com, Pro kontra hukum tanah air, Kepmenakertrans.

www.hukumonline.com, oleh Juanda Pangaribuan, Membaca muatan dan implikasi Permenaker outsourcing.

http://bem.feb.ugm.ac.id./nasionalisasi-PT-INALUM -oleh -pemerintah- Indonesia.


Dokumen yang terkait

Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942.

10 89 154

Perjanjian Kerjasama Antara Bank Dengan Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Dalam Hal Penilaian Agunan Kredit Pemilikan Rumah (Suatu Penelitian Di PT. Bank Cimb Niaga TBK, Cabang Medan Bukit Barisan)

7 147 147

Perjanjian Baku/Standar Kontrak Bertentangan Dengan Asas Kebebasan Berkontrak

2 33 147

Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dengan Pertamina Dalam Kontrak Codolite (Di SPBU 14201101 Simpang Limun Medan )

6 123 124

Kedudukan Perjanjian Ekonomi Antara Pemerintah Daerah Dengan Lembaga Internasional Ditinjau Dari Hukum Nasional & Hukum Internasional

1 75 103

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Pengguna Jasa Tenaga Kerja Dengan Perusahan Penyedia Jasa Pekerja (Studi Penelitian Di PT. Gunung Garuda Group)

0 52 102

Dampak Program Community Development PT. Inalum Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara

3 44 107

Perjanjian Kerjasama Antara Developer Dengan Bank Dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang Medan Bukit Barisan)

22 304 137

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

0 1 34

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

0 0 20