1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan perekonomian negara pada era globalisasi saat ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dari struktur perekonomian negara tersebut.
Salah satu faktor tersebut adalah pasar modal. Pasar modal sendiri berfungsi sebagai perantara pihak surplus kelebihan dana dengan pihak defisit
kekurangan dana. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika, pasar modal dijadikan tolak ukur untuk melihat perkembangan perekonomian negara
tersebut setiap tahunnya. Semakin maju pasar modal suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut mempunyai perekonomian yang baik. Karena
kemajuan pasar modal menggambarkan tingginya investasi yang ditanamkan para investor di negara tersebut dan banyaknya modal yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan perekonomian. Perkembangan pasar modal Indonesia saat ini masih didominasi oleh para
investor besar dan perusahaan. Masih banyak masyarakat awam yang belum mengetahui tentang pasar modal dan jenis instrumennya. Salah satu instrumen
investasi yang saat ini dikenal di Indonesia selain deposito, saham, obligasi atau Efek lainnya adalah Reksa Dana. Model investasi sejenis Reksa Dana mempunyai
akar sejarah yang panjang menurut berbagai versi, bahkan terungkap bahwa
2
commenda adalah bentuk Reksa Dana klasik yang sudah dipraktekkan oleh para pelaut yang berniaga di Medival Italy.
Reksa Dana sudah ada sejak 1920-an, meski popularitasnya baru meningkat dalam 25 tahun. Reksa Dana di Amerika Serikat dikenal dengan istilah
Mutual Fund, di Inggris dan Malaysia dikenal dengan Unit Trust, dan di Jepang dikenal dengan sebutan Investment Trust. Rodoni, 2006:79-80
Reksa Dana sendiri mulai diperkenalkan di Indonesia ketika PT Danareksa didirikan pada tahun 1976 dimana perusahaan ini dapat menerbitkan sertifikat
yang dikenal dengan Sertifikat Danareksa I dan II. Kemudian pada tahun 1995 berdiri sebuah Reksa Dana Tertutup yaitu PT BDNI Reksa Dana dengan
menawarkan 600 juta saham dengan nilai satu saham Rp 500,- sehingga terkumpul dana sebesar Rp 300 miliar. Pendirian Reksa Dana terus berkembang
dimana pada tahun 1996 berdiri sebanyak 25 Reksa Dana Terbuka yang dikelola oleh 12 Manajer Investasi. Pada saat itu total Nilai Aktiva Bersih NAB sudah
berkembang sebesar Rp 2,8 triliun dan meningkat menjadi sekitar Rp 8 triliun pada Juni 1997.
Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 turut bereaksi negatif untuk Reksa Dana. Banyak masyarakat yang menarik dananya dan meyebabkan Nilai
Aktiva Bersih NAB menurun menjadi Rp 4,9 triliun. Pertumbuhan Reksa Dana mulai normal kembali sejak tahun 2001 dengan total NAB sebesar Rp 8 triliun
dengan jumlah Reksa Dana sebanyak 108 Reksa Dana. Dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada akhir tahun 2002 dengan total Rp 46,6 triliun
3
dengan jumlah Reksa Dana sebesar 131 dan terus meningkat hingga akhir tahun 2004.
Tabel 1.1 Perkembangan Reksa Dana di Indonesia
Periode Jumlah Reksa
Dana Penyertaan Pemegang
Unit NAB Rp
Juta Jumlah Unit
Penyertaan
1996 25
2.441 2.782.323
2.942.232.211 1997
77 20.234
4.916.605 6.007.373.759
1998 81
15.482 2.992.171
3.680.892.097 1999
81 24.127
4.974.105 4.349.952.951
2000 94
39.487 5.515.954
5.006.049.770 2001
108 51.723
7.492.206 7.246.205.820
2002 131
125.820 46.613.833
41.665.523.049 2003
186 171.712
69.477.720 60.020.745.573
2004 246
299.063 104.037.824
84.700.701.703 2005
331 252.132
29.415.787 21.262.143.380
2006 355
202.991 50.869.193
38.242.502.919 Apr-07
408 245.222
59.602.645 41.700.904.667
Sumber: Adler Manurung, BAPEPAM, Data Diolah
Namun pada tahun 2005, Reksa Dana mulai mengalami krisis kembali. Pemerintah menaikkan tingkat bunga sehingga total NAB Reksa Dana mengalami
penurunan sampai Rp 29 triliun. Penurunan itu sangat tajam bila dibandingkan dengan akhir tahun 2004 total NAB mencapai Rp 104 triliun. Penurunan ini tidak
terlepas juga terhadap rumor pajak dan Marked to Market harga obligasi yang ada di Reksa Dana. Tetapi NAB mulai mengalami kenaikan karena penurunan tingkat
suku bunga sehingga NAB mencapai Rp 59 triliun pada April 2007. Manurung,
2007:12
Menurut data BAPEPAM-LK untuk tahun 2013 ini, komposisi Reksa Dana yang paling besar dipegang oleh Reksa Dana Saham yakni sebesar 39,71
4
dan yang terendah adalah Reksa Dana Syariah-Fixed Income sebesar 0,39. Menurut Adler Manurung 2007:31 Reksa Dana Saham di Indonesia tidak
sebesar Reksa Dana lainnya. Karena berdasarkan data Bapepam pada akhir Mei 2007 total aset Reksa Dana Saham sebesar Rp 5,02 triliun dan sudah terkalahkan
oleh Reksa Dana Terproteksi. Hal itu membuktikan bahwa Reksa Dana Saham berkembang dengan sangat pesat. Dan hingga saat ini pertumbuhan total NAB
keseluruhan sudah mencapai lebih dari Rp 250 triliun.
Gambar 1.1 Komposisi NAB Reksa Dana
Sumber: BAPEPAM, Data Diolah Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat sudah mulai mengenal
produk Reksa Dana dan responnnya cukup baik. Agar dapat memberikan keuntungan dan mendapatkan kepercayaan dari para calon investor maupun
investornya, para Manajer Investasi berlomba-lomba untuk memberikan tingkat pengembalian yang cukup menarik melalui strategi investasi yang digunakan.
5
Untuk melihat sampai sejauh mana kinerja Reksa Dana yang dimiliki, biasanya para Manajer Investasi melakukan evaluasi kinerja portofolio dengan berbagai
metode. Hal itu dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja portofolio, dalam hal ini Reksa Dana tersebut berkembang. Karena kinerja historis Reksa Dana
menjadi pertimbangan utama dari investor dalam memilih Reksa Dana. Lebih dari 70 responden memilih Reksa Dana berdasarkan kinerja yang telah dihasilkan.
Pratomo dan Nugraha, 2005:173 Menurut Reilly dan Brown 2006, para investor yang rasional mencari
tingkat risiko yang dapat diterima untuk memaksimalkan hasil yang akan mereka dapatkan. Setelah pemilihan portofolio, mengevaluasi kinerjanya sangatlah
penting. Evaluasi kinerja portofolio terutama mengacu pada penentuan bagaimana portofolio investasi tertentu dilakukan sehubungan dengan beberapa perbandingan
berdasarkan benchmark yang dilakukan. Evaluasi dapat menunjukkan sejauh mana portofolio lebih unggul, lebih rendah ataukah setara dengan benchmark
yang dijadikan perbandingan. Ataie, 2012:01 Beberapa model telah dikembangkan untuk mengevaluasi kinerja
portofolio. Model yang paling terkenal beberapa diantaranya yaitu metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Model yang dikembangkan tersebut termasuk
kedalam Modern Portfolio Theory. Saat ini ada metode lain yang dikembangkan oleh Sortino pada awal tahun 1980, memperkenalkan suatu rasio baru. Rasio ini
menghitung excess return portofolio dari Minimum Acceptable Return MAR untuk setiap downside deviation. Rasio ini kemudian dikenal dengan nama
Sortino ratio. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan Ataie 2012 Post-
6
Modern Portfolio Theory juga ada rasio yang dikenal dengan nama EROV dan M3.
Dari evaluasi kinerja portofolio berupa Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi, maka akan didapatkan hasil kinerja yang nantinya akan
dipromosikan kepada para investor. Semakin tinggi nilai kinerja Reksa Dana tersebut, biasanya kinerjanya dianggap baik. Terlebih bila hasil kinerjanya lebih
besar jika dibandingkan dengan kinerja pasar benchmark yang dijadikan acuan, maka Manajer Investasi akan semakin mempromosikan Reksa Dana tersebut
secara besar-besaran agar para investor tertarik dan menanamkan investasinya. Selain para Manajer Investasi yang menggunakan evaluasi kinerja untuk
menarik minat para investor, cukup banyak pula peneliti yang telah melakukan penelitian tentang evaluasi kinerja portofolio untuk menilai bagaimana kinerja
portofolio tersebut, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa diantaranya:
Ataie 2012 melakukan penelitian dengan judul “Evaluation Performance
of 50 Top Companies Listed in Tehran Stock Exchange by Sortino, EROV and M3
”. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan- perusahaan dengan menggunakan model Sortino, EROV dan M3. Penelitian ini
menggunakan data dari tahun 2006 sampai dengan 2010 dengan menggunakan 42 sampel perusahaan. Dimana peneliti menginginkan apakah terdapat perbedaan
hasil kinerja dari ketiga model tersebut, dan membandingkannya dengan kinerja pasar apakah lebih baik atau tidak. Penelitian ini menggunakan pengukuran
kinerja dengan model Sortino, EROV dan M3 dan menggunakan metode statistik
7
ANOVA dengan Tukey Test. Peneliti menemukan bahwa kinerja perusahaan- perusahaan ternyata berbeda, dan hasil perhitungan dengan metode rasio EROV
terbukti signifikan dan lebih besar dibandingkan dengan hasil dari metode Sortino dan M3. Dan didapatkan juga bahwa kinerja perusahaan menggunakan rasio
Sortino dan M3 ternyata berbeda dan tidak lebih unggul dari benchmark pasar. Kinerja benchmark pasar terbukti lebih baik dari kedua rasio tersebut. Dan
evaluasi kinerja perusahaan dengan menggunakan metode EROV yang dibandingkan dengan kinerja benchmark pasar terbukti tidak menunjukkan
perbedaan. Tehrani, dkk
2011 meneliti tentang “Analyzing Performance of Investment Companies Listed in the Tehran Stock Exchange by Selected Ratios
Measure ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalisis kinerja portofolio dari
perusahaan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Tehran pada periode 2006 sampai dengan 2010 dengan menggunakan metode Sharp, Treynor dan Sortino.
Hasil pengujian data dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Akhirnya peneliti
menggunakan uji non-parametrik untuk menguji hipotesis. Dan dengan menggunakan uji Freidman dan Wilcoxon, hasilnya menunjukkan bahwa ketiga
metode tersebut memiliki kontrol yang lebih baik untuk risiko sistematis daripada komponen lainnya. Dan dengan menggunakan Anova dan Multiple Anova,
menunjukkan bahwa perputaran portofolio perusahaan terbukti positif dan signifikan dalam kinerja perusahaan daripada ukuran lainnya.
8
Simforianus dan Hutagaol 2008 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Reksa Dana Saham dengan Metode Raw Return, Sharpe,
Treynor, Jensen dan Sortino”. Peneliti melakukan penelitian terhadap 16 Reksa Dana yang ada di Indonesia pada periode 31 Desember 2002 sampai dengan 31
Desember 2007. Penelitian ini menggunakan metode probabilitas dan uji chi- squared untuk melihat posisi Reksa Dana yang tergolong superior dan ada
tidaknya konsistensi kinerja Reksa Dana tersebut. Reksa Dana yang terbaik adalah Reksa Dana yang paling banyak dinyatakan unggul menurut kelima metode di
atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pengujian metode probabilitas menunjukkan tingkat konsistensi besar dengan rata-rata sebesar 71.50. Dan
didukung oleh hasil pengujian menggunakan chi-square, dimana hipotesis yang menyatakan terdapat konsistensi antara kinerja Reksa Dana terbukti dan
didapatkan 9 Reksa Dana yang tergolong superior. Dengan merujuk pada penelitian-penelitian di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk membuat penelitian sejenis dengan melakukan perbandingan antara evaluasi kinerja Reksa Dana Saham dengan kinerja pasar dengan judul
“EVALUASI KINERJA REKSA DANA SAHAM DI INDONESIA DENGAN METODE EROV, SORTINO, DAN SHARPE
”. Alasan peneliti menggunakan sampel Reksa Dana Saham yaitu karena
saham merupakan instrumen Efek yang lebih familiar di masyarakat pada umumnya, selain itu karena persentase NAB Reksa Dana Saham terbesar
dibandingkan Reksa dana lainnya. Penelitian ini mengambil data berupa nilai NAB Reksa Dana Saham di Indonesia selama periode penelitian tahun 2008-
9
2012. Penelitian dilakukan pada periode tersebut agar terlihat perbedaan kinerja Reksa Dana Saham secara historis saat terjadinya krisis keuangan global dan
setelah krisis terjadi. Penelitian ini sendiri dilakukan untuk mengevaluasi kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia dan melihat kinerja RDS yang lebih baik dengan
menggunakan tiga metode, yaitu EROV, Sortino dan Sharpe dan akan dibandingkan juga dengan kinerja pasar yang akan dicerminkan oleh IHSG yang
ada di Bursa Efek Indonesia.
B. Rumusan Masalah