Pengaruh Makro Ekonomi terhadap Kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia dengan Metode Sharpe

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekonomian Indonesia memerlukan dana investasi yang sangat besar agar
mampu menciptakan kesempatan kerja baru dan meningkatkan tingkat
pertumbuhan Produk Nasional Bruto (Lubis, 2008:107). Investasi merupakan
komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya pada saat ini dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Investasi
memiliki pengertian yaitu mengorbankan aset yang dimiliki sekarang untuk
mendapatkan aset pada masa yang akan datang yang tentu saja dengan
mengharapkan jumlah yang lebih besar dari yang dikorbankan. Menurut Pratomo
(2008:9) selain kebutuhan akan masa depan, seseorang melakukan investasi
karena dipicu oleh banyaknya ketidakpastian atau hal yang tidak terduga dalam
hidup ini (keterbatasan dana, kondisi kesehatan, musibah, kondisi pasar investasi
dan laju inflasi yang tinggi).
Di era globalisasi ini banyak investor yang tidak memiliki banyak waktu
dalam mengelola dananya dan keterbatasan keahlian untuk menghitung resiko
atas investasi yang mereka lakukan. Hal ini sekarang bukan menjadi masalah yang
besar yang menghalangi para investor untuk melakukan investasi karena para
calon investor dapat memberikan kepercayaanya kepada manajer investasi untuk
mengelola dana yang mereka miliki. Pada 7 September 1995 diperkenalkan

sebuah instrumen investasi baru di Indonesia yang disebut reksa dana.

1
Universitas Sumatera Utara

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat
pemodal, khususnya bagi pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak
waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa dana
dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki
modal, dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya
memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Saat ini para investor sudah banyak yang tertarik dengan reksadana, hal ini
dapat dilihat dari perkembangan reksa dana yang cukup baik, seperti yang
ditampilkan pada Tabel 1.1 yang menggambarkan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Nilai Aktiva Bersih (NAB)
menyatakan jumlah dana yang dikelola oleh suatu reksa dana. Menurut Heri
Sudarsono (2008:218), nilai aktiva bersih (NAB) berasal dari nilai portofolio
reksa dana yang bersangkutan. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya
nilai investasi pemegang saham per unit penyertaan. Begitu juga sebaliknya,
menurun berarti berkurangnya nilai investasi pemegang saham per unit

penyertaan. Unit Penyertaan (UP) adalah satuan yang digunakan dalam investasi
reksa dana. Semakin besar jumlah unit penyertaan, berarti semakin banyak
investor yang berinvestasi pada suatu reksa dana. Sedangkan NAB/UP
menyatakan harga suatu reksa dana.
Perkembangan reksa dana di Indonesia dari tahun 2011 sampai pada tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

2
Universitas Sumatera Utara

No
1
2
3
4

Tabel 1.1
Perkembangan NAB, UP, dan NAB/UP Reksa dana di Indonesia
dari tahun 2011 – 2014
Unit penyertaan

NAB /
Tahun
NAB (Rupiah)
(Unit)
Unit
2011
163.089.497.538.522,93
98.468.892.701,06
1.656,25
2012
182.496.528.050.841,87
112.702.547.919,70
1.619,28
2013
185.139.473.870.228,09
119.659.185.769,16
1.547,22
2014
141.603.294.901,51
1.611,63

228.211.947.026.580,65

Sumber : http://bapepam.go.id/

Perkembangan reksa dana di Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2014
mengalami peningkatan dalam kurun waktu tersebut. Apabila dilihat dari statistik
pada Tabel 1.1, pertumbuhan NAB dan juga UP yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa sudah banyak masyarakat Indonesia
yang mulai membuka pikiran untuk berinvestasi, dan khususnya berinvestasi di
reksa dana. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan nilai investasi yang ditawarkan
oleh reksa dana. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa NAB/UP mengalami
penurunan pada tahun 2011–2013, dan mulai meningkat pada tahun 2013–2014.
Hal ini menunjukkan nilai investasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya yang
berarti bahwa investasi di reksa dana juga berisiko bagi setiap investornya,
dikarenakan setiap investasi menyangkut masa yang akan datang. Ini yang
menjadi masalah bagi investor yang ingin berinvestasi yaitu risiko naik turunnya
nilai investasi.
Pertimbangan utama investor dalam berinvestasi di reksa dana dengan
melihat kinerja historis reksa dana, hal ini menurut survei di Amerika
(Ekopriyo:2001 dalam Wibowo:2005). Melihat perkembangan kinerja reksa dana

yang tidak stabil maka penting bagi investor secara berkala menilai kinerja reksa
dana untuk menjaga nilai kekayaan investor agar tidak menurun. Untuk

3
Universitas Sumatera Utara

mengetahui portofolio reksa dana yang optimal maka harus dilakukan pengukuran
kinerja reksa dana.
Pengukuran kinerja reksa dana dapat dilakukan dengan melihat return
portofolio atau return-sesuaian risiko (Risk-adjusted return). Return-sesuaian
risiko dibagi menjadi sharpe’s measure, treynor’s measure, dan jensen’s measure.
Seorang investor yang rasional sebelum mengambil keputusan investasi, paling
tidak harus mempertimbangkan 2 (dua) hal, yaitu pendapatan yang diharapkan
(expected return) dan risiko (risk) yang terkandung dari alternatif investasi yang
dilakukannya dan menurut Hartono (2014:705) bahwa pengukuran portofolio
berdasarkan returnnya saja tidak cukup, tetapi juga harus mempertimbangkan
return dan risikonya. Sehingga pada penelitian ini, untuk mengukur kinerja reksa

dana maka digunakan salah satu metode dari return-sesuaian risiko, yaitu dengan
menggunakan


sharpe’s

measure,

hal

ini

dikarenakan

metode

memperhitungkan risiko secara menyeluruh, yaitu systematic

Sharpe

risk dan

unsystematic risk (Magdalena S. dan Amelina A. S.:2012).


Secara umum reksa dana terbagi atas reksa dana pasar uang, reksa dana
pendapatan tetap, reksa dana saham, dan reksa dana campuran. Reksa dana saham
memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang lebih besar dibandingkan
dengan reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana
campuran. Hal ini berarti risiko reksa dana saham ini juga memiliki risiko yang
besar. Reksa dana saham menjadi pilihan investasi yang menarik bagi investor
yang mengerti potensi investasi untuk jangka panjang dalam menginvestasikan
dananya.

4
Universitas Sumatera Utara

Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1.1 yang menunjukkan bahwa reksa dana
saham lebih diminati oleh investor dibandingkan dengan jenis lainnya. Sekalipun
berisiko tinggi, saham menarik untuk dijadikan alternatif investasi karena
memiliki potensi hasil yang juga tinggi.

Sumber : http://bapepam.go.id/


Gambar 1.1
Komposisi NAB Reksa dana

Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa NAB tertinggi terdapat pada reksa dana
saham sebesar Rp 89.801.213.889.218,55 dan kemudian disusul oleh reksa dana
pendapatan tetap sebesar Rp 43.499.359.575.588,37 lalu reksa dana pasar uang
sebesar Rp 27.127.358.316.764,50 dan yang paling terendah adalah nilai NAB
dari reksa dana campuran sebesar Rp 16.926.427.609.979,95.

5
Universitas Sumatera Utara

Menurut Widoatmodjo (2015:233) bahwa musuh utama investasi adalah
makro ekonomi. Walaupun kondisi makro ekonomi berada di luar perusahaan
tetapi makro ekonomi merupakan keadaan yang mempengaruhi operasi
perusahaan sehari‐hari. Kemampuan investor untuk memahami dan meramalkan
kondisi makro ekonomi di masa yang akan datang sangat berguna dalam
pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan dan dapat meminimalkan
resiko investasi. Oleh karena itu pengambilan keputusan investasi bukan saja
membutuhkan


informasi

tentang

kondisi

perusahaan

tapi

juga

harus

mempertimbangkan beberapa indikator makro ekonomi. Hal ini disebabkan
kondisi makro ekonomi secara keseluruhan akan mempengaruhi kegiatan
ekonomi masyarakat, pengusaha, investor dan kinerja perusahaan.
Nilai tukar, suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar dan indeks harga saham
gabungan adalah indikator makro ekonomi yang seringkali dihubungkan dengan

investasi. Hal ini terbukti dari penelitian-penelitian terdahulu, yaitu penelitian
Mardiyanti dan Rosalina (2013) tentang analisis pengaruh nilai tukar, tingkat suku
bunga, dan inflasi pada indeks harga saham, Novianto (2011) tentang analisis
pengaruh nilai tukar (kurs) Dolar Amerika/Rupiah (US$/Rp), tingkat suku bunga
SBI, inflasi, dan jumlah uang beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 1999.1-2010.6.
Penelitian Halim tentang pengaruh makro ekonomi terhadap return saham
kapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia, yang menjadi bagian makro
ekonominya adalah BI rate, inflasi, jumlah uang beredar, dan nilai tukar. Dan
dalam penelitian Sholihat, et al. (2015) tentang pengaruh inflasi, tingkat suku

6
Universitas Sumatera Utara

bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Indeks Harga Saham Gabungan terhadap
tingkat pengembalian reksadana saham (studi pada Bursa Efek Indonesia periode
2011-2013).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas, beberapa
variabel makro ekonomi yang sering digunakan untuk diteliti sebagai
pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi adalah nilai tukar, suku

bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan indeks harga saham gabungan. Sehingga
penelitian ini menggabungkan dari variabel-variabel makro ekonomi ini menjadi
satu penelitian.
Setiap tahunnya keadaan makro ekonomi selalu menjadi topik pembahasan
yang menarik, dikarenakan gejolak perekonomian yang tidak menentu. Indikator
makro ekonomi (nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, inflasi, jumlah uang beredar
dan indeks harga saham gabungan) harus diberi perhatian khusus oleh pemerintah
dan masyarakat. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan perkembangan dari
makro ekonomi selama periode 2011 sampai 2014:
Tabel 1.2
Nilai Rata-Rata dari Makro Ekonomi di Indonesia
dari Tahun 2011 - 2014
Tahun
Makro Ekonomi
2011
2012
2013
8776,01
9384,24
10459,09
Nilai Tukar Rupiah
BI rate
6,58%
5,77%
5,98%
5,38%
4,28%
6,97%
Inflasi
Jumlah Uang Beredar
2.571.164
3.043.937
3.465.392
(dalam miliar rupiah)
IHSG
3746,07
4118,83
4606,25

2014
11868,67

7,54%
6,42%
3.867.679
4937,46

Sumber : www.bi.go.id, www.bps.go.id, www.yahoo.finanace.com

7
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data ini, dapat dilihat bahwa makro ekonomi tidak memiliki
peningkatan atau penurunan yang tetap, yang artinya bahwa makro ekonomi ini
tidak dapat ditebak karena tingkat fluktuasi yang tidak menentu. Pada BI rate, dan
inflasi sangat terlihat fluktuasinya. Sedangkan pada indikator makro ekonomi
lainnya, seperti pada nilai tukar Rupiah, jumlah uang beredar, dan indeks harga
saham gabungan terlihat bahwa setiap nilai mengalami peningkatan namun
jumlah peningkatannya tidak tetap, dan jika dilihat berdasarkan data per bulannya
selama periode 2011–2014, data-data ini mengalami fluktuasi secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Makro Ekonomi
Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia dengan Metode Sharpe”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penulisan di atas maka penulis
mengidentifikasi perumusan masalah yang akan dianalisis sebagai berikut:
1.

Apakah Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Inflasi, Jumlah Uang Beredar
dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap kinerja reksa dana saham di Indonesia?

2.

Apakah Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Inflasi, Jumlah Uang Beredar,
dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempunyai pengaruh secara
simultan terhadap kinerja reksa dana saham di Indonesia?

8
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga
SBI, Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) mempunyai pengaruh secara parsial terhadap kinerja reksa dana
saham di Indonesia.

2.

Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga
SBI, Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kinerja reksa dana
saham di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.

Bagi Investor dan Calon Investor
Dapat memberikan gambaran tentang keadaan reksa dana saham terutama
pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
tingkat inflasi, jumlah uang beredar, dan indeks harga saham gabungan
terhadap kinerja reksa dana saham di Indonesia sehingga dapat menentukan
dan menerapkan strategi perdagangan dan keputusan investasi.

2.

Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak pihak lainnya yang
terkait dalam mengambil kebijakan yang akan ditempuh sehubungan dengan
pergerakan kinerja reksa dana saham.

9
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman yang baru. Bahwa faktor-faktor makro ekonomi juga berpotensi
mempengaruhi kinerja reksa dana saham.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar dan
juga bisa dikembangkan secara luas lagi dengan mengambil faktor-faktor
ekonomi yang lain, selain nilai tukar rupiah, suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), tingkat inflasi, jumlah uang beredar, dan indeks harga saham
gabungan.

10
Universitas Sumatera Utara