Kecernaan Kulit Buah Markisa (Pasiflora edulis sims F.edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium padaDomba Lokal Fase Pertumbuhan

KECERNAAN KULIT BUAH MARKISA (Pasiflora edulis sims
F. edulis) DIFERMENTASI Phanerochaete chrysosporium
PADA DOMBA LOKAL FASE PERTUMBUHAN

SKRIPSI

OLEH :
YUSUF APRINANDO SAGALA
050306004/PRODUKSI TERNAK

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

KECERNAAN KULIT BUAH MARKISA (Pasiflora edulis sims
F. edulis) DIFERMENTASI Phanerochaete chrysosporium
PADA DOMBA LOKAL FASE PERTUMBUHAN


SKRIPSI

OLEH :
YUSUF APRINANDO SAGALA
050306004/PRODUKSI TERNAK

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul


Nama
Nim
Departemen
Progam studi

: Kecernaan Kulit Buah Markisa (Pasiflora edulis sims F.
edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada
Domba Lokal Fase Pertumbuhan
: Yusuf Aprinando Sagala
: 050306004
: Peternakan
: Ilmu Produksi Ternak

Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing

(Ir. Iskandar Sembiring, MM )
Ketua


(Ir. Roeswandy)
Anggota

Mengetehui,

( Prof. Dr. Ir Zulfikar Siregar, MP)
Ketua Departemen Peternakan

Tanggal ACC:

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010. Kecernaan kulit buah markisa
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada
Domba Lokal Fase Pertumbuhan, dibimbing oleh bapak ISKANDAR
SEMBIRING dan bapak ROESWANDY.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dilaksanakan

pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan, menggunakan domba lokal
jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 14 + 1,16 kg. Perlakuan
yang diuji meliputi: P0 (pakan tanpa markisa fermentasi); P1 (pakan dengan
penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi); P2 (pakan dengan
penambahan 50 % tepung kulit buah markisa fermentasi); dan P3 (pakan dengan
penambahan 75% tepung kulit buah markisa). Parameter yang diamati adalah
konsumsi bahan kering, bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan
bahan organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan kulit buah markisa
difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada domba lokal fase pertumbuhan
adalah tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap semua parameter yaitu konsumsi
bahan kering (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 dan P3: 300,71), konsumsi bahan
organik (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 dan P3: 271,51), kecernaan bahan
kering (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 dan P3: 43,26) dan kecernaan bahan
organik (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 dan P3: 44,72). Hasil yang terbaik secara
matematis adalah pada perlakuan P1 (Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit
buah markisa fermentasi) namun analisis terhadap data tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata sehingga kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan hingga level 75% dan dapat diterapkan pada peternakan domba

sebagai pakan alternatif.
Kata Kunci: Kulit buah markisa fermentasi, konsumsi dan kecernaan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010: Digestibility of Pod Passion Fruit
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Fermented by Phanerochaete chrysosporium on
Growing Local Sheep, under supervision of Mr. ISKANDAR SEMBIRING, and
Mr. ROESWANDY.
The research was conducted at Livestock Biology Laboratory at
Department of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, North Sumatra
University, Medan. It was conducted from November 2009 to February 2010 by
using completely randomize designs, with four treatment and five replication,
twenty growing local sheep with initial body weight 14 + 1,16 kg were used in this
experiment.. The experiment were: P0 (feed without pod passion fruit flour
fermented); P1 (feed is added 25% pod passion fruit flour fermented); P2 (feed is
added 50 % pod passion fruit flour fermented); and P3 (feed is added 75% pod
passion fruit flour fermented). The parameter were dry matter consumption and

organic matter consumption, digestibility of dry matter digestibility and organic
digestibility.
The result of this research showed digestibility of pod passion fruit
fermented by Phanerochaete chrysosporium on growing local sheep were not
significantly different P> 0,05 that all of parameters which is dry matter
consumption (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 and P3: 300,71), organic matter
consumption (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 and P3: 271,51), dry matter
digestibility (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 and P3: 43,26) and organic matter
digestibility (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 and P3: 44,72). The best one result is
gotten on treatment P1 (feed is with added 25% pod passion fruit flour fermented)
but analisis to data doesn't point out pod passion fruit a marked difference so pod
passion fruit can be use as inconventional matter of feed until level 75% and gets
used on ranch pits against as weft of alternative
Key word: Pod Passion Fruit, ferment, consumption and digestibility

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Yusuf Aprinando Sagala, dilahirkan di Medan pada tanggal 21 April 1986

putra dari Bapak Drs. J. Sagala dan Ibu L. br. Situmorang, anak kedua dari empat
bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SD BINA SEJAHTERA Medan, Tahun
2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 9 Medan, Tahun 2005 penulis lulus dari
SMU Negeri 15 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian
USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis
memilih program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD Peternakan) dan Ikatan Mahasiswa
Kristen Peternakan (IMAKRIP).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kabupaten
Simalungun Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Sumatera Utara dari tanggal 20 Juni
sampai dengan 20 Juli 2008 mengamati integrasi perkebunan kelapa sawit dengan
ternak sapi.
Penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak,
Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
pada bulan November 2009 sampai Februari 2010 meneliti kecernaan kulit buah
markisa fermentasi Phanerochete chrysosporium pada domba lokal jantan
terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik, kecernaan bahan kering,
bahan organik.


Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah

memberikan

rahmat

serta

karunia-Nya

sehingga

penulis


dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Kecernaan Kulit Buah Markisa
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium
pada Domba Lokal Fase Pertumbuhan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik dan
atas doa, dukungan, semangat dan pengorbanannya yang telah diberikan selama
ini.

Penulis

menyampaikan

ucapan

terima

kasih


kepada

Bapak

Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Ir. Roeswandy selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,
melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir, serta kepada Bapak Alm.
Dr. Ir. Philipus Sembiring, MS

membimbing dilapangan khusus fermentasi

jamur.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staaf pengajar dan pegawai di Program Studi Produksi Ternak, Departemen
Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebut satu persatu di
sini, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2011


Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRACT....................................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................

1
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Buah Markisa ............................................................................
Domba Lokal. ......................................................................................
Pertumbuhan Domba Lokal .................................................................
Potensi dan Produktifitas Domba..........................................................
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ...............................................
Pakan Domba ......................................................................................
Hijauan ................................................................................................
Serat Kasar ...... .........................................................................
Selulosa dan Hemiselulosa ...... .................................................
Lignin........................................................................................
Tannin .......................................................................................
Konsentrat ...... ....................................................................................
Bungkil Inti Sawit .....................................................................
Pelepah dan Daun Sawit ............................................................
Lumpur Sawit............................................................................
Dedak Padi ................................................................................
Molases ........................ ............................................................
Urea ...... ...................................................................................
Garam...... .................................................................................
Ultra Mineral.............................................................................
Fermentasi ...........................................................................................
Phanerochaete chrysosporium...................................................
Tingkat Konsumsi dan Kecernaan .......................................................

4
5
6
7
7
9
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Bahan dan Alat Penelitian....................................................................
Bahan Penelitian .......................................................................
Alat Penelitian ...........................................................................

24
24
24
24

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian ................................................................................
Parameter Penelitian..... ......................................................................
Konsumsi (Bahan Kering dan Bahan Organik) ..........................
Kecernaan (Bahan Kering dan Bahan Organik) .........................
Pelaksanaan Penelitian..... ....................................................................

25
26
26
26
27

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering (BK) .............................................................
Konsumsi Bahan Organik (BO) ...........................................................
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) ........................................................
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ......................................................
Rekapitulasi hasil penelitian ................................................................

29
31
32
34
35

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................... 36
Saran .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan Harian Zat Makanan untuk Domba ..................................

9

Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi BIS ................................................................. 14
Tabel 3. Kandungan Nilai Gizi Pelepah Daun Kelapa Sawit ........................... 15
Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Lumpur Sawit ............................................... 15
Tabel 5. Kandungan Nilai Gizi Dedak Padi .................................................... 16
Tabel 6. Kandungan Nilai Gizi Molases ......................................................... 16
Tabel 7. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa Tanpa atau Fermentasi
dengan Phanerochaete chrysosporium ............................................... 20
Tabel 8. Rataan Konsumsi Bahan Kering dari hasil penelitian (g/ekor/hari) ..... 29
Tabel 9. Analisis Keragaman Bahan Kering selama penelitian ....................... 30
Tabel 10. Rataan Konsumsi Bahan Organik dari hasil penelitian (g/ekor/hari)

31

Tabel 11. Analisis Keragaman Bahan Organik selama penelitian ................... 31
Tabel 12. Rataan Kecernaan Bahan Kering dari hasil penelitian (g/ekor/hari) . 32
Tabel 13. Analisis Kecernaan Bahan Kering selama penelitian ....................... 33
Tabel 14. Rataan Kecernaan Bahan Organi dari hasil penelitian (g/ekor/hari) . 34
Tabel 15. Analisis Keragaman Bahan Organik selama penelitian ................... 34
Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian konsumsi dan kecernaan BK dan BO . 35

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010. Kecernaan kulit buah markisa
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada
Domba Lokal Fase Pertumbuhan, dibimbing oleh bapak ISKANDAR
SEMBIRING dan bapak ROESWANDY.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dilaksanakan
pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan, menggunakan domba lokal
jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 14 + 1,16 kg. Perlakuan
yang diuji meliputi: P0 (pakan tanpa markisa fermentasi); P1 (pakan dengan
penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi); P2 (pakan dengan
penambahan 50 % tepung kulit buah markisa fermentasi); dan P3 (pakan dengan
penambahan 75% tepung kulit buah markisa). Parameter yang diamati adalah
konsumsi bahan kering, bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan
bahan organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan kulit buah markisa
difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada domba lokal fase pertumbuhan
adalah tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap semua parameter yaitu konsumsi
bahan kering (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 dan P3: 300,71), konsumsi bahan
organik (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 dan P3: 271,51), kecernaan bahan
kering (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 dan P3: 43,26) dan kecernaan bahan
organik (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 dan P3: 44,72). Hasil yang terbaik secara
matematis adalah pada perlakuan P1 (Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit
buah markisa fermentasi) namun analisis terhadap data tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata sehingga kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan hingga level 75% dan dapat diterapkan pada peternakan domba
sebagai pakan alternatif.
Kata Kunci: Kulit buah markisa fermentasi, konsumsi dan kecernaan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010: Digestibility of Pod Passion Fruit
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Fermented by Phanerochaete chrysosporium on
Growing Local Sheep, under supervision of Mr. ISKANDAR SEMBIRING, and
Mr. ROESWANDY.
The research was conducted at Livestock Biology Laboratory at
Department of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, North Sumatra
University, Medan. It was conducted from November 2009 to February 2010 by
using completely randomize designs, with four treatment and five replication,
twenty growing local sheep with initial body weight 14 + 1,16 kg were used in this
experiment.. The experiment were: P0 (feed without pod passion fruit flour
fermented); P1 (feed is added 25% pod passion fruit flour fermented); P2 (feed is
added 50 % pod passion fruit flour fermented); and P3 (feed is added 75% pod
passion fruit flour fermented). The parameter were dry matter consumption and
organic matter consumption, digestibility of dry matter digestibility and organic
digestibility.
The result of this research showed digestibility of pod passion fruit
fermented by Phanerochaete chrysosporium on growing local sheep were not
significantly different P> 0,05 that all of parameters which is dry matter
consumption (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 and P3: 300,71), organic matter
consumption (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 and P3: 271,51), dry matter
digestibility (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 and P3: 43,26) and organic matter
digestibility (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 and P3: 44,72). The best one result is
gotten on treatment P1 (feed is with added 25% pod passion fruit flour fermented)
but analisis to data doesn't point out pod passion fruit a marked difference so pod
passion fruit can be use as inconventional matter of feed until level 75% and gets
used on ranch pits against as weft of alternative
Key word: Pod Passion Fruit, ferment, consumption and digestibility

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia

beriklim tropis,

hal

ini

cukup

berpengaruh

terhadap

produktivitas ternak. Iklim tropis mempengaruhi ketersediaan bahan pakan
khususnya bahan pakan hijauan yang merupakan bahan pakan utama ternak
ruminansia. Pada daerah iklim tropis, ketersediaan hijauan dipengaruhi oleh curah
hujan, dimana pada saat musim penghujan hijauan melimpah sedangkan pada
musim kemarau sulit untuk mendapatkan bahan pakan hijauan. Oleh karena itu
kontinuitas dari bahan pakan menjadi masalah yang cukup serius dalam
melaksanakan suatu usaha peternakan.
Kesulitan, keterbatasan dan kontiniutas dalam penyediaan hijauan serta
harga pakan komersil tinggi, sehingga limbah industri pertanian merupakan
pilihan yang banyak diupayakan peternak sebagai pakan alternatif, dengan biaya
murah dan kandungan gizi baik, mengurangi pencemaran lingkungan dan
menambah pendapatan peternak.
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentral produksi markisa
(Passiflora edulis Sims f. edulis Deg) di Indonesia. Industri pengolahan buah
markisa menjadi produk minuman (sari markisa) menawarkan produk limbah
berupa kulit buah markisa yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan
ruminansia, seperti domba. Produksi limbah kulit buah markisa sebanyak 2,5–4
ton per hari. Limbah tersebut belum termanfaatkan, bahkan membutuhkan biaya
untuk penanganannya. Apabila produk tersebut dapat digunakan sebagai bahan
baku pakan ternak, maka akan dapat memberikan nilai tambah bagi produsen

Universitas Sumatera Utara

yakni masyarakat yang berternak domba, selain itu juga dapat mengurangi
masalah pencemaran lingkungan yang dapat merugikan kesehatan masyarakat
yang tinggal disekitar pabrik.
Kulit buah markisa mengandung serat kasar tinggi dan domba memiliki
mikroba pendegradasi serat kasar di dalam rumen. Tetapi mikroba rumen tidak
mampu mendegradasi lignin dari kulit buah markisa, sehingga dilakukan
fermentasi

terhadap

kulit

buah

markisa

tersebut

menggunakan

jamur

Phanerochaete chrysosposium untuk mendegradasi lignin sehingga mikroba
dibantu jamur dapat mengubah serat kasar menjadi VFA dan dapat diserap usus
halus untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan tubuh domba dan melihat
kecernaannya yang terserap.
Fermentasi yang dilakukan dalam bahan pakan tersebut membantu
mengoptimalkan kerja mikroorganisme di saluran pencernaan sehingga pakan
berkualitas rendah dirombak menjadi pakan yang lebih baik sehingga bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak domba.
Mengacu hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut seberapa
tinggi tingkat konsumsi dan kecernaan pakan dari limbah kulit buah markisa
difermentasi tersebut.

Tujuan Penelitian
Untuk menguji dari pemanfaatan limbah kulit buah markisa dalam bentuk
tepung kulit buah markisa terfermentasi Phanerochaete chrysosporium pada
domba lokal jantan fase pertumbuhan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan
organik.

Universitas Sumatera Utara

Hipotesis Penelitian
Diharapkan dengan pemberian Kulit

Buah Markisa difermentasi

Phanerochaete chrysosporium akan berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik pada domba lokal fase pertumbuhan

Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peternak domba di sekitar penghasil markisa
mengenai

penggunaan

kulit

buah

markisa

difermentasi

Phanerochaete

chrysosporium terhadap produksi domba lokal ditinjau dari kecernaan bahan
kering dan bahan organik.
Sebagai bahan informasi bagi instansi pemerintah daerah dan kalangan
akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti) mengenai penggunaan kulit buah
markisa difermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap produksi domba
lokal ditinjau dari kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Kulit Buah Markisa
Markisa berasal dari daerah tropis dan sub tropis di Amerika. Markisa
(Portugis: maracuja; Spanyol: maracuya) tergolong ke dalam genus Passiflora.
Di Indonesia terdapat dua jenis markisa yaitu markisa ungu (passiflora edulis) dan
markisa kuning (passiflora flavicarva) tumbuh di dataran rendah. Di Sumatera
Barat sering disebut markisa manis (passiflora edulis forma flavicarva).
Klasifikasi markisa sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisio: Magnoliophyta;
Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Malpighiales; Family: Passifloraceae; Genus:
Passiflora; Spesies: Passiflora edulis.
(Wikipedia, 2008)
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentral produksi markisa
(Passiflora edulis) di Indonesia (Verheij and Caronel, 1997). Industri pengolahan
buah markisa menjadi produk minuman (sari markisa) menawarkan produk
limbah berupa kulit buah markisa yang sangat potensial untuk digunakan sebagai
pakan ruminansia, seperti domba. Produksi limbah kulit buah markisa sebanyak
2,5–4 ton per hari.
Tidak adanya gangguan penggunaan tepung kulit buah markisa terhadap
nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal
ini mungkin disebabkan aroma tepung kulit buah markisa disukai oleh ternak,
sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sedangkan
pakan yang mempunyai palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas
pemenuhan hidup pokok ternak tersebut. Faktor penting berasal dari makanan

Universitas Sumatera Utara

yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan makanan itu, ternak dapat
saja menolak bahan makanan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu,
karena tidak menyukai aromanya (Preston and Leng, 1987).
Kandungan tanin yang terdapat pada kulit buah markisa dapat berikatan
dengan mineral bervalensi dua seperti Fe, Zn, Mg dan Ca dan membentuk
senyawa tannin-mineral yang tidak terdegradasi, sehingga mempengaruhi
kecernaan bahan kering (Herrick, 1987).
Kulit buah markisa saat ini sudah banyak diteliti untuk digunakan sebagai
pakan ternak terutama untuk ruminansia. Kulit buah markisa merupakan bagian
dari buah markisa yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia dan menjadi limbah.

Domba Lokal
Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba
memiliki beberapa karakteristik yang sama. Ada tiga spesies domba liar yaitu:
domba Mouffon (O. musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba Urial
(O. orientalis, O. vignei) terdapat di Asia Tengah dan domba Bighorn
(O. canadensis) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga jenis domba
tersebut merupakan domba-domba yang membentuk genetik domba-domba
modern sekarang (Sodiq dan Abidin, 2002).
Adapun klasifikasi domba tersebut yaitu: Kingdom: Animalia; Filum:
Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Sub-family: Caprinae; Genus:
Ovis aries; Spesies: Ovis mouffon, Ovis orientalis dan Ovis vignei
(Blakely and Bade, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Domba Lokal
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat dan jaringanjaringan urat daging, tulang, otak, dan jaringan-jaringan tubuh yang lainnya.
Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah
protein dan zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak
atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1979).
Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan bobot badannya,
tetapi juga menyebabkan

konformasi oleh perbedaan tingkat pertumbuhan

komponen tubuh, dalam hal ini urat daging dari karkas atau daging yang akan
dikonsumsi manusia (Parakkasi, 1995).

Bobot badan (kg)

25

20
0

12

24
40
Umur ( minggu )

Gambar 1.Kurva Sigmoid Pertumbuhan pada domba

Pada domba sampai umur 2,5 bulan pertumbuhan absolut akan berjalan
lambat yang digambarkan pada kurva pertumbuhan. Umur 2,5 bulan sampai
dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan akan berjalan maksimum.
(Anggorodi, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Potensi dan Produktifitas Domba
Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lainnya, yakni: Ternak domba relatif
kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan
ekonomi yang cukup tinggi. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang
dalam pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang luas. Investasi usaha ternak
domba membutuhkan modal relatif kecil. Modal usaha ternak domba lebih cepat
berputar dibanding dengan jenis ternak ruminansia besar yang lain. Domba
memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya
(Murtidjo, 1995).
Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak
ruminansia kecil, hewan pemamahbiak dan merupakan hewan mamalia yang
menyusui anaknya. Disamping penghasil daging yang baik, domba dan kambing
juga menghasilkan kulit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
keperluan industri kulit (Cahyono, 1998).
Ternak domba mempunyai keuntungan dalam pemeliharaan yakni: cepat
berkembang biak (dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali
setahun), mudah dalam pemeliharaan, mudah dalam pemberian pakan dan sumber
pupuk/keuangan bagi peternak (Tomaszewska et al., 1993)

Sistem Pencernaan Domba
Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran
pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas
pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya
menuju tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus.

Universitas Sumatera Utara

Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran
(ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali
(Parakkasi, 1995).
Proses utama pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang
dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan berupa getah-getah pencernaan
(Tillman, et al, 1991).
Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk yang
membedakannya dengan ternak non ruminansia yang berperut tunggal. Perut
depan merupakan perut terbesar dari saluran pencernaan dimana sebagian pakan
yang dikonsumsi akan dicerna (Tomaszewska, et al., 1993).
Perkembangan sistem pencernaan pada domba mengalami tiga fase
perubahan. Fase pertama, pada waktu domba dilahirkan sampai dengan umur tiga
minggu yang disebut non ruminansia karena pada tahapan ini fungsi sistem
pencernaan sama dengan pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai dari umur
3-8 minggu disebut fase transisi yaitu perubahan dari tahap non ruminansia
menjadi ruminansia yang ditandai dengan perkembangan rumen. Tahap ketiga
fase ruminan dewasa yaitu setelah umur domba lebih dari delapan minggu
(Van soest et al., 1983).

Universitas Sumatera Utara

Domba merupakan jenis ternak ruminansia kecil termasuk hewan mamalia
atau menyusui anaknya. Domba memiliki saluran pencernaan (tractus digestifus)
yang unik dan komplek pada bagian lambungnya, dimana dibagi atas empat
bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Cahyono, 1998).

Pakan Domba
Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap
nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur,
fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan
lingkungan tempat hidupnya serta bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang
berbeda kondisinya membutuhkan pakan berbeda (Tomaszewska, et al., 1993).
Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (g)
BB
(Kg)

BK
(Kg) %BB

5
10
15
20
25
30

0.14
0.25
0.36
0.51
0.62
0.81

2.50
2.40
2.60
2.50
2.70

Energi
ME
TDN
(Mcal) (Kg)
0.60
0.61
1.01
1.28
1.37
0.38
1.80 0.50
1.91 0.53
2.44
0.67

Protein
Total
DD
(g)
51
41
81
68
115
92
150
120
160
128
204
163

Ca
(g)

P
(g)

1.91
2.30
2.80
3.40
4.10
4.80

1.40
1.60
1.90
2.30
2.80
2.30

Sumber : NRC (1995)

Ketersediaan hijauan sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia
memiliki beberapa kendala atau permasalahaan yakni ketersediannya secara
musiman dimana pada musim hujan jumlahnya banyak dan pada musim kemarau
jumlahnya sedikit. Lahan padang penggembalaan sebagai sumber hijauan
berkurang karena lahan tersebut dikonversi menjadi lahan perkebunan, lahan
tanaman pangan dan pemukiman. Lahan tanaman pangan yang semakin diperluas
menyebabkan luas areal panen meningkat, sehingga produksi limbah pertanian

Universitas Sumatera Utara

juga meningkat. Oleh sebab itu pemanfaatan limbah tanaman pangan adalah
alternatif yang tepat sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia.
Makanan bagi ternak dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Kebutuhan akan makanan meningkat selama domba masih dalam pertumbuhan
berat tubuh dan pada saat kebuntingan. Pemberian makanan harus dilandasi
dengan beberapa kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan hidup pokok
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, kebutuhan makanan yang diperlukan
untuk memproduksi jaringan tubuh dan menambah berat tubuh
3. Kebutuhan untuk reproduksi contohnya kebuntingan
4. Kebutuhan untuk laktasi yaitu untuk memproduksi air susu
(Murtidjo, 1998).
Pakan ternak ruminansia umumnya hijauan dan konsentrat, pemberian
ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberikan peluang
terpenuhinya zat-zat gizi. Namun bisa juga pakan terdiri dari hijauan atau
konsentrat saja. Apabila ransum hanya terdiri dari hijauan maka biaya relatif
murah, tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai. Sedangkan pemberian pakan
yang hanya terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan terjadinya produksi
yang tinggi, tetapi biaya pakan relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi
gangguan pencernaan (Siregar, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Hijauan
Sumber energi untuk ruminansia berbeda dengan ternak non ruminansia.
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak ± 10% dari bobot badannya
tiap hari, dan konsentrat sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk
suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya
terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi terutama ternak
ruminansia (Piliang, 1997). Lebih lanjut Siregar (1994) menyatakan bahwa ternak
ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya
mengandung selulosa tinggi dikarenakan adanya mikroorganisme di dalam rumen
yang berperan mencerna selulosa untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Mikrobia dalam rumen membutuhkan protein, energi, mineral dan
sejumlah vitamin, namun dilain pihak

Djajanegara et al (1995) melaporkan

bahwa sangat jarang hijauan pakan daerah tropis dapat memenuhi kebutuhan
ternak akan semua nutrisi, terutama nutrisi mineral karena adanya defisiensi
mineral pada ternak domba dan sapi di Indonesia. Kandungan protein dan mineral
yang rendah dari rumput di negara-negara tropis menyebabkan ternak lambat
dewasa (Huitema, 1986, disitasi Manurung, 2008)

Serat Kasar
Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa serat kasar hanya dapat
dimanfaatkan hewan setelah mengalami proses fermentasi dalam gastrointestinal.
Proses fermentasi pada hewan monogastrik sangat terbatas, karena hanya terjadi
dalam usus sedangkan jenis mikroba penghasil enzim selulase tidak ada, sehingga
bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi pada umumnya sukar
dimanfaatkan (Anggorodi, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Larbier (1987) pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi zat gizi yang lain, karena serat kasar
dapat mengikat air sehingga laju perjalanannya dalam alat pencernaan bisa lebih
cepat.

Selulosa dan Hemiselulosa
Selululosa dan hemiselulosa adalah karbohidrat yang berperan dalam
memberi kekuatan pada struktur tanaman dan mengikat sel. Hemiselulosa pada
umumnya diberi nama demikian karena ditemukan bersama-sama dengan selulosa
dalam dinding sel dan dianggap sebagai senyawa antara dalam pembentukkan
selulosa. Hemiselulosa adalah suatu nama untuk menunjukkan suatu golongan
substansi yang termasuk didalamnya araban, xylan, heksosa tertentu dan
poliuronat yang lebih tidak tahan bila kena zat kimia dibanding selulosa
(Tillman, 1991).

Lignin
Lignin berasal dari bahasa latin ligmun yang artinya kayu. Lignin terletak
berdekatan dengan hemiselulosa serta membentuk matrik mengelilingi mikrofibril
selulosa merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama di dalam dinding
sel tumbuhan, mempunyai bobot molekul mulai dari 2800 sampai 6700. Secara
fisik lignin merupakan polimer poliaromatik dihidrogenasi dengan pengulangan
pada unit fenilpropana (Zabel and Morell, 1992).
Lignin adalah komponen dinding sel tanaman yang diketahui sebagai
faktor pembatas untuk mencerna polisakarida di dalam rumen. Lignin seringkali
terikat dengan karbohidrat (ikatan ester) dan terdapat bersama-sama dengan silika

Universitas Sumatera Utara

untuk memperkokoh dinding sel tanaman. Kombinasi ini menyulitkan aktivitas
enzim-enzim pencernaan ruminansia dalam merombak unsur-unsur karbohidrat
tanaman

dan

dapat

menurunkan

kecernaan

bahan

kering

pakan

(Jung and Deetz, 1993).
Semakin tinggi kandungan lignin pada campuran pakan maka kecernaan
NDF semakin rendah, karena diduga lignin mempunyai pengaruh langsung
terhadap kecernaan dinding sel dibandingkan dengan kecernaan bahan organik
(Van Soest, 1983).

Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Peranan tannin pada
tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi
perkecambahan setelah panen dan melindungi dari jamur serta cuaca
(Anonimous, 2007).
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam pakan yaitu dengan
mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu
gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai
kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada
bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman,
perebusan, fermentasi dan penyosohan kulit luar (Anonimous, 2008).

Konsentrat
Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan yang kaya
akan karbohidrat dan protein. Konsentrat untuk domba memiliki kandungan serat
kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna (Murtidjo, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Pemberian pakan penguat (konsentrat) pada domba pada dasarnya/
prinsipnya adalah untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang
terkandung pada rumput lapang dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari
protein mikroba, maka lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi.
Dimana energi tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa
protein mikroba. Penyediaan protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat
bersumber dari pakan dan protein mikroba (Williamson dan Payne, 1978).

Bungkil Inti Sawit
Davendara (1997) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan
sebesar 30% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang
merugikan. Batubara et al (1992) melaporkan bahwa BIS dapat digunakan sebesar
40% dalam pakan domba ditambah dengan 20% molases.
Tabel 2. Kandungan nilai gizi BIS
Uraian
Berat kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
ME (Mcal/kg)

Kadar Zat (%)
92,60
16,50
7,00
15,50
72,00
1670

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000)

Pelepah dan Daun Sawit
Pelepah daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa
sawit dimana keberadaannya cukup melimpah sepanjang tahun di Indonesia,
khususnya Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasar, pelepah daun
kelapa sawit setara dengan mutu hijauan (Prayitno dan Darmoko, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit
Uraian
Bahan Kering

Kandungan (%)
a
93,40
a

Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
Energi (Kkal/kg)

13,00
5,80a
a
32,55
a
56,00
4020b

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000)
b. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)

Lumpur Sawit
Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses
ekstraksi minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara
langsung atau setelah mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit
tanpa

perlakuan

dapat

diberikan

dan

sampai

50%

dari

konsentrat

(Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).
Tabel 4. Kandungan nilai gizi lumpur sawit
Uraian
Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
EM (Kkal/kg)

Kandungan (%)
a
83,60
a
6,50
b
13,00
a
16,20
b
79,00
6520

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
b. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000)

Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah
menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan
bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar

Universitas Sumatera Utara

dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat
kasarnya tinggi (Parakkasi, 1995).
Tabel 5. Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian
Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
EM (Kkal/kg)

Kandungan (%)
89,10
13,80
7,00
8,00
64,30
1800

Sumber: NRC (1995)

Molases
Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula.
Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan
karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan
ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak
pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa
mempebaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).
Tabel 6. Kandungan nilai gizi molasses
Uraian
Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
EM (Kkal/kg)

Kandungan (%)
92,60
3,80
0,08
0,38
81,00
1020

Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

Urea
Murtidjo (1993) melaporkan bahwa pemberian Nitrogen Non-Protein
(NPN) pada makanan sapi dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup
membantu ternak untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering
dan lebih dari 2 gram untuk setiap bobot badan 100 kg ternak.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap
peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna dan apabila diberikan terlalu
banyak/berlebihan akan menaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan
pertambahan dan perkembangan mikroba rumen terhambat (Kartadisastra, 1997).

Garam
Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.
Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan
udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan hebivora daripada
hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam.
Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah,
keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan
(Anggorodi, 1990).

Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun
berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah,
pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang
berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam
pakan ternak dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan
(Setiadi dan Inouno, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari
mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia
lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976).
Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan
perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan
pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya.
Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada
bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat
katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat
yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna tetapi juga karena adanya
enzim yang dihasilkan oleh mikroba itu sendiri (Winarno, 1980).

Phanerochaete Chrysosporium
Phanerochaete chrysosporium memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisio: Mycota; Sub division: Eumycota; Class: Bacidiomycetes; Famili:
Hymenomycetacea;

Genus:

Phanerochaete;

Spesies:

Phanerochaete

chrysosporium (Herlina, 1998 disitasi Manurung, 2008).
Menurut Valli et al., (1992) Phanerochaete chrysosporium adalah kapang
pendegradasi lignin dari kelas bacidiomycetes yang membentuk sekumpulan
miselia dan berkembangbiak secara aseksual melalui spora atau seksual dengan
perlakuan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan senyawa
turunannya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidasi
ekstraseluler yang berupa lignin peroksidase (LiP) dan Mangan Peroksidase
(MnP). Phanerochaete chrysosporium adalah jamur lapuk putih yang dikenal
kemampuannya mendegradasi lignin (Eaton et al., 1980 disitasi Sembiring, 2006).
Belewu,

(2006)

mempelajari

inkubasi

jamur

Phanerochaete

chrysosporium dalam media serbuk gergaji menemukan bahwa untuk 60 hari
inkubasi kandungan lignin dalam serbuk gergaji berkurang dari 44,36% menjadi
25,53%. Jamur Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada

batang jagung, pada 30 hari inkubasi, lignin terdegradasi sejumlah 81,4%.
(Fadilah, dkk., 2008)
Fermentasi Bungkil Inti Sawit (BIS) menggunakan kapang Phanerochaete
chrysosporium, hasil terbaik dari penelitian untuk fermentasi BIS adalah pada
dosis inokulum 5% dan waktu inkubasi 4 hari. Kandungan protein kasar
meningkat dari I5,14% menjadi 25,08%, kandungan lemak kasar menurun dari
1,25% menjadi 1,01%, kandungan energi bruto menurun dari 4.330 kkal/kg
menjadi 4.178 kkal/kg, kandungan serat kasar menurun dari 17,18% menjadi
13,64%, kandungan lignin menurun dari 17,52% menjadi 12,64%, Kandungan
selulosa menurun dari 21,39% menjadi 19,84% dan kandungan hemiselulosa
turun dari 50,37 menjadi 42,01%. Kecernaan protein BIS tanpa fermentasi
46,53% meningkat menjadi 80,86% (Sembiring, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Kandungan kimiawi kulit buah markisa tanpa dan fermentasi dengan
Phanerochaete chrysosporium
Kandungan kimiawi
Kulit Buah Markisa Kulit Buah Markisa Fermentasi
ME (Kkal/gr)
4140
4164
BK
(%)
88,9
89,10
PK
(%)
12,37
13,94
SK
(%)
30,16
27,64
LK
(%)
5,28
4,88
Abu (%)
9,26
9.09
Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2009)

Laconi (1998), menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah kakao dengan
Phanerochaete chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar
18,36%. Melihat kemampuan Phanerochaete chrysosporium dalam menghasilkan
enzim lignolitik dan selulotik, kapang ini mampu menurunkan kandungan lignin
dengan meningkatkan pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim ligninolitik.

Tingkat Konsumsi dan Kecernaan
Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh kofisien cerna, kualitas pakan,
fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan
oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat
makanan tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan
dikeluarkan melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat
hubungannya dengan jumlah mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).
Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan
palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi
dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).
Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang
tidak dieksresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering
dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna”.

Universitas Sumatera Utara

Daya cerna tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi suatu pakan tetapi
juga dipengaruhi komposisi suatu makanan lain yang ikut dikonsumsi bersama
pakan tersebut. Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang lebih baik adalah
dengan penambahan secara bertingkat dari bahan makanan yang diteliti untuk
menentukan pengaruh pakan basal terhadap daya cerna bahan yang sedang diteliti
Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Selulosa
dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin
(Tillman, et al., 1981).
Menurut Tillman (1981), nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap
makanan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Komposisi Kimiawi
Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh
ternak ruminansia secara enzimatik.
2. Pengolahan makanan
Beberapa perlakuan terhadap bahan makanan seperti pemotongan, penggilingan
dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan
menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga
menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15%.
3. Jumlah makanan yang diberikan
Penambahan jumlah makanan yang dimakan mempercepat arus makanan ke
dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan jumlah makanan
sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya
cerna 1-2%.

Universitas Sumatera Utara

Penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan menjadi
turun.
4. Jenis Ternak
Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena N
Metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein ruminansia lebih rendah
dibanding non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme yang
terdapat pada rumen.
Salah satu faktor yang harus dipenuhi dalam bahan pakan adalah tingginya
daya cerna bahan pakan tersebut, dalam arti bahwa pakan itu harus mengandung
zat pakan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan dan zat pakan yang
terkandung tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian besar
dikeluarkan lagi melalui feses karena tidak tercerna (Ranjhan dan Pathak, 1979,
disitasi Siregar, 2009).
Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat
makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan
tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering
dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang
dikandung dalam bahan pakan dengan nutiren yang ada dalam feses merupakan
bagian nutrient yang dicerna (Mcdonald et al., 2002)
Sutardi (1979) menyatakan bahwa bahan organik berkaitan dengan bahan
kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Kecernaan
bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai kualitas
pakan, dimana setiap domba memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
mendegradasi pakan sehingga mengakibatkan perbedaan kecernaan.

Universitas Sumatera Utara

Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan indikator derajat
kecernaan pakan dan manfaat pakan yang diberikan pada ternak. Preston dan
Leng (1987) menyatakan bahwa kecernaan bahan kering yang berkisar 55-65%
merupakan kecernaan bahan kering yang tinggi dan diperkirakan dapat
meningkatkan pertumbuhan ternak.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini
berlangsung selama tiga bulan yang dilaksanakan mulai dari bulan November
2009 sampai dengan Februari 2010.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain:
Domba lokal jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal
14+ 1,16 kg. Pakan konsent

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Buah Markisa {Passiflora Edulis) Yang Difermentasi Dengan Aspergillus Niger Terhadap Karras Ayam Broiler Umur 8 Minggu

0 34 62

Uji Antagonis Yang Diisolasi Dari Merkisa Ungu (Passiflora edulis SIMS.) Menggunakan Bakteri Kitinolitik Lokal

0 23 41

Dosis dan Lama Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 44 66

Dosis dan Lama Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 6 66

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 12

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 2

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 3

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 8

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 4

Dosis dan Fermentasi Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) oleh Phanerochaete chrysosporium Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pakan

0 0 12