Interpretasi Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Model

panjang. Besarnya penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yaitu sebesar -1,34 persen. Dari hasil VECM dalam jangka pendek diperoleh bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi, yaitu inflasi itu sendiri lag 1, JUB lag 3, dan BI rate lag 1, serta terdapat dua variabel dalam penelitian yang tidak berpengaruh signifikan yaitu variabel kurs dan variabel PDB. Selanjutnya, dalam jangka panjang tujuh tahun sesuai periode penelitian, yaitu 2010-2016 berdasarkan tabel 5.8 dibawah diketahui variabel kurs dan PDB berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Sedangkan, JUB dan BI rate dalam jangka panjang tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap inflasi. Tabel 5.8 Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Model Jangka Panjang Variabel Koefisien t-statistik Parsial LOGJUB -2.565705 [-1.64129] LOGKURS -2.114712 [-3.50003] BI RATE 7.588034 [ 1.16767] LOGPDB 9.293306 [ 2.35861] Sumber: Lampiran 7, Data diolah Estimasi VECM dalam jangka pendek dan jangka panjang dalam penelitian ini memiliki R-Squared sebesar 0,6540 atau 65,40 persen. Hal ini berarti bahwa perubahan variabel dependen inflasi mampu dijelaskan oleh variabel independennya JUB, kurs, BI rate, dan PDB sebesar 65,40 persen, selebihnya sebesar 34,60 persen variabel dependen dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian. 1. Pengaruh JUB terhadap Inflasi di Indonesia Berdasarkan estimasi VECM jangka pendek diperoleh bahwa variabel JUB pada lag 3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi yaitu sebesar 11,62. Artinya, apabila terjadi kenaikan JUB jumlah uang beredar sebesar Rp 1,00 pada tiga tahun sebelumnya, maka akan menaikkan inflasi pada tahun sekarang sebesar 11,62 poin. Nilai t-statistik parsial variabel JUB pada lag 3 sebesar 2,06003 atau lebih besar dari +2,02108 yang artinya, H ditolak dan H 1 diterima atau dengan kata lain, variabel JUB berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek. Hal ini telah sesuai dengan teori kuantitas uang yang menyatakan ketika terjadi suatu penambahan jumlah uang beredar maka akan menurunkan tingkat suku bunga. Penurunan tingkat suku bunga akan menyebabkan konsumsi dan investasi meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan agregat dimana peningkatan ini akan menyebabkan naiknya harga-harga dan terjadi peningkatan inflasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aprileven 2015 yang menyatakan bahwa JUB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Pengaruh positif JUB terhadap inflasi dalam jangka pendek telah sesuai dengan hipotesis penelitian. Berdasarkan Estimasi VECM jangka panjang, JUB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi, karena nilai t-statistik parsial sebesar -1,64129 dan lebih besar dari pada nilai t-tabel -2,02108, sehingga H diterima dan JUB dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah uang beredar di dominasi oleh kuasi money, atau dengan kata lain kontribusi kuasi money lebih besar dari pada M1 uang giral dan uang kartal, sehingga penambahannya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inflasi, hal ini sesuai dengan penelitian Ikasari 2005 yang menyatakan bahwa uang beredar dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa JUB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. 2. Pengaruh Kurs terhadap Inflasi di Indonesia Variabel kurs dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi, nilai t-statistik parsial lebih besar dari pada -2,02108 yang artinya H diterima, sehingga variabel kurs dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Hal ini dapat dijelaskan karena perubahan nilai tukar juga di imbangi oleh perubahan harga faktor produksi tahun 2015 harga minyak dunia mengalami penurunan ditengah subsidi energi, sehingga ketika nilai kurs naik atau rupiah terdepresiasi sedangkan harga faktor produksi dalam hal ini minyak dunia mengalami penurunan maka adanya kenaikan kurs tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inflasi, karena produsen masih mampu menekan biaya produksi dan mampu mempertahankan harga dalam jangka pendek. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Natsir 2008 yang menyatakan bahwa variabel kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap pembentukan ekspektasi inflasi di masyarakat sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi, maka hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Berdasarkan tabel 5.8, diperoleh hasil estimasi VECM dalam jangka panjang yang menjelaskan bahwa kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpengaruh negatif dan signifiikan terhadap inflasi, yaitu sebesar -2,11. Artinya, apabila terjadi kenaikkan kurs rupiah terdepresiasi sebesar RP1,00, maka akan menurunkan inflasi sebesar - 2,11 poin. Nilai t-statistik parsial variabel kurs sebesar -3,50003 atau lebih kecil dari -2,02108 yang artinya , H ditolak dan H 1 diterima atau dengan kata lain, variabel kurs berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Di dalam penelitian ini ditemukan hasil bahwa kurs berpengaruh negatif terhadap inflasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan asumsi yaitu bahwa harga bahan baku yang diimpor mengalami penurunan misalnya harga minyak dunia. Ketika rupiah terdepresiasi namun harga minyak dunia mengalami penurunan maka terdepresiasinya kurs rupiah terhadap dollar AS tidak akan berpengaruh banyak terhadap biaya produksi atau bahkan murahnya biaya produksi karena ada penurunan harga minyak dunia justru dapat menekan biaya produksi sehingga harga barangpun akan tetap stabil dan tidak mengalami kenaikan atau inflasi. Selain itu ketika rupiah terdepresiasi maka harga produk domestik akan terlihat murah di mata asing atau internasional, hal tersebut akan menarik minat asing untuk membeli produk-produk domestik dan meningkatkan ekspor. Meningkatnya nilai ekspor yang besar ditengah terdepresiasinya nilai rupiah maka tidak akan meningkatkan inflasi, namun dapat menurunkan inflasi jika dengan adanya penurunan harga faktor produksi seperti minyak dunia. Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh negatif antara kurs atau nilai tukar rupiah dan inflasi dalam jangka panjang, telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afandi 2015 serta Awan dan Imran 2015, yang menyatakan bahwa fleksibilitas nilai tukar bergerak secara dinamis tergantung kondisi perekonomian domestik, kondisi perekonomian akan membaik apabila ditandai dengan kenaikan ekspor. Sehingga ketika rupiah terdespresiasi maka harga produk domestik dimata asing akan lebih murah, dengan asumsi permintaan asing atas produk domestik meningkat maka akan menaikkan ekspor, dan pada akhirnya akan menurunkan inflasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa kurs dalam jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi, maka hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. 3. Pengaruh BI Rate terhadap Inflasi di Indonesia Berdasarkan estimasi VECM dalam jangka pendek menunjukkan bahwa variabel BI rate pada lag 1 berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi, yaitu sebesar 127,99. Artinya, apabila terjadi kenaikkan suku bunga BI rate sebesar 25 base point pada tahun sebelumnya maka akan menaikkan inflasi pada tahun sekarang sebesar 127,99 poin. Nilai t- statistik parsial variabel BI rate pada lag 1 sebesar 2,11446 atau lebih besar dari +2,02108 yang artinya, H ditolak dan H 1 diterima atau dengan kata lain, variabel BI rate berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap inflasi. Pengaruh positif antara BI rate dengan Inflasi dapat dijelaskan bahwa ketika BI rate naik maka suku bunga perbankan juga akan naik dalam jangka pendek. Dalam menghadapi kenaikan suku bunga maka produsen akan merespon dengan pengurangan tingkat investasi. Pengurangan tingkat investasi ini akan menyebabkan produksi domestik mengalami penurunan, dimana penurunan tersebut akan menurunkan konsumsi masyarakat terhadap produk domestik dan akan meningkatkan konsumsinya terhadap produk impor produk asing, hal ini akan menyebabkan nilai impor lebih besar dari pada ekspor dan mengurangi cadangan devisa, kekurangan dollar menyebabkan harga- harga produk impor naik, inflasi naik. Menurut Pratiwi 2013, BI rate digunakan untuk mengarahkan suku bunga perbankan. Jika BI rate direspon dengan kenaikan suku bunga deposito maka juga akan direspon oleh kenaikan suku bunga kredit oleh bank umum. Dalam penelitian Afandi 2015 menyatakan bahwa kenaikan suku bunga kredit dapat menurunkan investasi pada sektor riil dan akan berdampak pada penurunan output. Penurunan output ini merupakan konsekuensi dari adanya kenaikan biaya produksi akibat tingginya suku bunga kredit, sehingga pada jangka pendek akan memicu kenaikan inflasi dari sisi supply cost-push inflation. Pengaruh positif dan signifikan BI rate dalam jangka pendek mengindikasikan bahwa hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Variabel BI rate berdasarkan estimasi jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi, karena nilai t-statistik parsial sebesar 1,16767 dan lebih kecil dari pada nilai t-tabel 2,02108, sehingga H diterima yang artinya BI Rate dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. BI rate tidak memberikan pengaruh yang signifikan dapat dijelaskan karena perubahan suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tidak direspon dengan baik atau tidak langsung direspon oleh perbankan Bank Umum, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Purnomo 2014 yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Oleh karena hasil penelitian menyatakan bahwa BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang, maka hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. 4. Pengaruh PDB terhadap Inflasi di Indonesia Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel PDB tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam jangka pendek adanya peningkatan aggregate demand sisi permintaan akan menyebabkan adanya peningkatan output, kondisi ini terjadi karena dalam jangka pendek harga bersifat kaku serta perekonomian belum berada dalam keadaan full-employment sehingga adanya peningkatan aggregate demand tidak akan menghasilkan inflasi, dengan kata lain PDB tidak berpengaruh terhadap inflasi dalam jangka pendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amrini, Aimon, dan Syofyan 2014 yang menyatakan bahwa PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Oleh karena dalam jangka pendek PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Berdasarkan estimasi VECM dalam jangka panjang menunjukkan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi, yaitu sebesar 9,29. Artinya, apabila terjadi kenaikan PDB sebesar Rp1,00, maka akan menaikan inflasi sebesar 9,29 poin. Nilai t-statistik parsial variabel PDB sebesar 2,35861 atau lebih besar dari +2,02108 yang artinya, H ditolak dan H 1 diterima atau dengan kata lain, variabel PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan PDB menyebabkan naiknya permintaan agregat yang dapat meningkatkan harga, dan menyebabkan kenaikan inflasi dari sisi permintaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugroho 2012 yang menyatakan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Oleh karena dalam jangka panjang PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi, maka hasil penelitian telah sesuai dengan hipotesis penelitian. Penggunaan estimasi VECM dapat digunakan untuk melihat respon serta lama waktu yang dibutuhkan variabel dalam merespon shock atau guncangan yang diberikan dan untuk melihat seberapa besar komposisi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap pembentukan variabel dependennya dengan menggunakan fitur IRF Impulse Response Function dan VDC Variance Decomposition. Analisis IRF dan VDC dari penelitian ini dapat dijelaskan seperti pernyataan dibawah ini: 1. Hasil Analisis IRF Impulse Response Function Analisis IRF digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan variabel dependen dalam merespon perubahan variabel independen yang pada akhirnya akan mengembalikan pada titik keseimbangan sebelum terjadi shock. Penelitian ini menggunakan data bulanan monthly sehingga periode yang digunakan dalam menaksir respon variabel dependen terhadap perubahan variabel independennya selama enam puluh bulan atau lima tahun dirasa cukup untuk menggambarkan respon variabel dependen terhadap perubahan variabel independennya. Fungsi respon terhadap shock atau guncangan berfungsi untuk melihat respon dinamika setiap variabel apabila ada suatu guncangan tertentu sebesar satu standard error. Respon inilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari suatu shock variabel dependen terhadap variabel independen. Di dalam analisis IRF dapat digunakan untuk menganalisis beberapa horizon kedepan sebagai informasi jangka panjang. Sumbu horizontal merupakan periode dalam tahunan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase. Analisis IRF digunakan untuk menunjukkan respon inflasi terhadap shock yang diberikan oleh JUB, kurs, BI rate, dan PDB. Tabel 5.9 Respon Inflasi terhadap shock yang diberikan oleh JUB, Kurs, BI Rate, dan PDB Response of INFLASI: Period INFLASI LOGJUB LOGKURS BI_RATE LOGPDB 1 0.486351 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.220348 0.089951 0.004500 0.137401 -0.062190 3 -0.114475 0.066422 0.020247 -0.016763 -0.149083 4 -0.103369 0.094931 -0.005154 -0.035231 -0.027916 5 -0.012767 -0.007259 -0.019468 -0.029588 0.092262 6 0.125407 -0.035394 -0.039331 -0.050311 0.035585 7 0.106467 0.036913 0.040042 0.015745 0.002136 8 0.018399 0.036472 0.037602 -0.007883 -0.064199 9 -0.020835 0.043396 0.005207 -0.012563 -0.075442 10 -0.083499 -0.011466 0.007024 -0.036939 -0.080343 11 -0.001884 -0.035805 -0.009149 -0.078394 -0.070925 12 0.117588 -0.003880 0.012605 -0.035953 -0.037783 13 0.137665 0.002523 0.016472 -0.021788 -0.059679 14 0.087666 0.038339 0.020058 -0.007923 -0.076576 15 0.001547 0.042124 0.019048 -0.009466 -0.060552 16 -0.002034 0.023032 -0.002086 -0.033774 -0.022700 17 0.038202 0.013765 -0.001507 -0.025750 0.007119 18 0.061291 0.007292 0.008061 -0.022183 0.000965 19 0.063784 0.024223 0.017055 -0.012502 -0.020558 20 0.024995 0.027961 0.019421 -0.008662 -0.041870 21 -0.006584 0.014873 0.010775 -0.025395 -0.057422 22 -0.001198 0.003832 0.006784 -0.034982 -0.056313 23 0.034568 -0.004675 0.006927 -0.039346 -0.050764 24 0.073823 0.002110 0.009690 -0.032467 -0.051656 25 0.075364 0.014801 0.015230 -0.021131 -0.056739 26 0.051602 0.022900 0.014371 -0.019989 -0.057897 27 0.032025 0.025021 0.009961 -0.021533 -0.045410 28 0.029359 0.018681 0.006177 -0.024927 -0.029056 29 0.042091 0.015278 0.006035 -0.024872 -0.019561 30 0.049339 0.017408 0.010477 -0.019809 -0.020348 31 0.042184 0.019635 0.012994 -0.017841 -0.029990 32 0.027097 0.019301 0.012775 -0.019429 -0.040014 33 0.017231 0.013631 0.010802 -0.024994 -0.045917 34 0.024349 0.007935 0.008871 -0.030099 -0.047359 35 0.040866 0.006438 0.009488 -0.030102 -0.047640 36 0.052651 0.009228 0.011144 -0.027444 -0.049812 Lanjutan Tabel 5.9 Response of INFLASI: Period INFLASI LOGJUB LOGKURS BI_RATE LOGPDB 37 0.052741 0.014705 0.012296 -0.024161 -0.051242 38 0.044593 0.018071 0.011652 -0.023022 -0.048744 39 0.038614 0.018275 0.009657 -0.023876 -0.042118 40 0.038874 0.017135 0.008619 -0.024080 -0.034533 41 0.042137 0.016549 0.009116 -0.023167 -0.030316 42 0.042653 0.017382 0.010470 -0.021484 -0.030888 43 0.037661 0.017741 0.011402 -0.020915 -0.034785 44 0.031339 0.016346 0.011151 -0.022497 -0.039201 45 0.029348 0.013683 0.010415 -0.024942 -0.042134 46 0.033455 0.011280 0.010008 -0.026756 -0.043880 47 0.040286 0.010872 0.010333 -0.026854 -0.045377 48 0.044561 0.012381 0.011007 -0.025730 -0.046706 49 0.044481 0.014491 0.011188 -0.024679 -0.046862 50 0.042081 0.015921 0.010712 -0.024219 -0.044879 51 0.040429 0.016259 0.010007 -0.024192 -0.041262 52 0.040662 0.016220 0.009694 -0.023925 -0.037638 53 0.041176 0.016381 0.009983 -0.023208 -0.035626 54 0.040088 0.016628 0.010477 -0.022589 -0.035776 55 0.037356 0.016437 0.010746 -0.022631 -0.037368 56 0.034874 0.015457 0.010645 -0.023483 -0.039326 57 0.034641 0.014087 0.010409 -0.024618 -0.041014 58 0.036749 0.013088 0.010365 -0.025343 -0.042406 59 0.039557 0.012966 0.010551 -0.025419 -0.043612 60 0.041288 0.013630 0.010756 -0.025057 -0.044375 Sumber: Lampiran 8, Data Diolah a. Respon Inflasi terhadap Shock JUB Analisis IRF pertama yang akan disajikan untuk menjelaskan inflasi yaitu respon inflasi terhadap shock yang diberikan oleh JUB. Berdasarkan tabel 5.9 di atas, respon yang diberikan oleh inflasi akibat adanya shock JUB menunjukkan bahwa pada periode 1 sampai periode 4 adalah positif, sedangkan pada periode 5 dan 6 negatif. Namun pada periode 7 sampai periode 9 memberikan respon positif, dan pada periode 10 sampai periode 12 negatif, kemudian pada periode 24 sampai 60 memberikan respon yang positif. Respon yang diberikan inflasi terhadap shock JUB positif dan negatif secara berfluktuasi. Sumber: Lampiran 9, Data Diolah Gambar 5.1 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock JUB Response of Inflasi to LogJUB Dari gambar 5.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa respon inflasi terhadap shock variabel JUB adalah positif + sampai dengan periode ke-4. Kemudian, respon mulai bergerak menurun mulai periode ke-3 dan respon inflasi terhadap shock JUB menjadi negatif - pada periode ke-5 dan ke-6. Selanjutnya, respon inflasi terhadap shock JUB bergerak fluktuatif dan bergerak menuju titik keseimbangan sebelum terjadinya shock pada periode ke-28. Dengan kata lain, apabila JUB mengalami peningkatan maka dibutuhkan dua puluh delapan periode untuk inflasi kembali ketitik keseimbangannya sebelum terjadinya shock. - .2 .0 .2 .4 .6 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 b. Respon Inflasi terhadap Shock Kurs Analisis IRF kedua yang akan disajikan untuk menjelaskan inflasi yaitu respon inflasi terhadap shock yang diberikan oleh kurs, yaitu sebagai berikut: Sumber: Lampiran 9, Data Diolah Gambar 5.2 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock Kurs Response of Inflasi to LogKurs Dari gambar 5.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa respon inflasi terhadap shock variabel kurs yaitu positif + pada periode ke-1 sampai periode ke-3, kemudian negatif - pada periode ke-4 sampai periode ke-6. Positif + kembali pada periode ke-7 sampai periode ke-10. Mulai periode ke-18 respon inflasi terhadap shock variabel kurs adalah positif + hingga akhir periode ke-60. Respon inflasi terhadap shock kurs bergerak menuju titik keseimbangan sebelum terjadinya shock pada periode ke-18. Dengan kata lain, apabila kurs mengalami kenaikan rupiah terdepresiasi maka dibutuhkan delapan belas periode untuk inflasi kembali ketitik keseimbangannya sebelum - .2 .0 .2 .4 .6 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 terjadinya shock. Di dalam tabel 5.9 juga menunjukkan bahwa respon yang diberikan oleh inflasi akibat adanya shock kurs positif mulai periode ke-18 hingga akhir periode ke-60. c. Respon Inflasi terhadap Shock BI Rate Analisis IRF ketiga yang akan disajikan untuk menjelaskan inflasi yaitu respon inflasi terhadap shock yang diberikan oleh BI rate. Dari gambar 5.3, dapat dijelaskan bahwa respon inflasi terhadap shock BI Rate adalah positif + sampai periode ke-2. Pada periode ke-3 sampai periode ke-6 respon inflasi negatif terhadap shock yang BI rate dan pada periode ke-7 memberikan respon yang positif. Mulai periode ke-8 respon inflasi terhadap shock BI rate menjadi negatif - sepanjang periode seperti yang terdapat dalam tabel 5.9 diatas. Sumber: Lampiran 9, Data Diolah Gambar 5.3 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock BI Rate Response of Inflasi to BI Rate - .2 .0 .2 .4 .6 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 d. Respon Inflasi terhadap Shock PDB Analisis IRF keempat yang akan disajikan untuk menjelaskan inflasi yaitu respon inflasi terhadap shock yang diberikan oleh PDB. Adapun respon inflasi terhadap shock PDB dalam tempo enam puluh bulan atau lima tahun, yaitu sebagai berikut: Sumber: Lampiran 9, Data Diolah Gambar 5.4 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock PDB Response of Inflasi to PDB Dari gambar 5.4. di atas, dapat dijelaskan bahwa respon inflasi terhadap shock PDB adalah positif + pada periode ke-1, kemudian pada periode ke-2 sampai ke-4 memberikan respon negatif -, periode ke-5 sampai periode ke-7 positif, dan seterusnya berfluktuasi. Namun mulai periode ke-19 respon inflasi terhadap shock PDB adalah negatif - hingga akhir periode ke-60 seperti yang terdapat dalam tabel 5.9 diatas. Adanya respon negatif dari inflasi terhadap shock yang diberikan oleh PDB dapat dijelaskan bahwa dengan peningkatan PDB memberikan arti adanya peningkatan produksi barang atau jasa, - .2 .0 .2 .4 .6 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 dimana peningkatan produksi ini dapat menaikkan supply barang dan jasa yang ada di suatu Negara. Kelebihan supply tersebut akan menurunkan harga. Hal itu lah yang menyebabkan respon PDB memberikan pengaruh yang negatif terhadap inflasi. Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian Pratidina 2012 yang menyatakan bahwa variabel PDB berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. 2. Hasil Analisis VDC Inflasi terhadap Variabel Penelitian Analisis VDC Variance Decomposition memiliki tujuan untuk mengukur besarnya komposisi atau kontribusi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya, atau dengan kata lain VDC variance decomposition menjelaskan proporsi atau seberapa besar variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel dependen dalam suatu penelitian Dalam penelitian ini, analisis VDC difokuskan untuk melihat pengaruh variabel independen JUB, Kurs, BI Rate, dan PDB terhadap variabel dependennya inflasi. Penggunaan data dalam penelitian ini adalah data bulanan monthly sehingga periode yang digunakan untuk melihat kontribusi dari variabel independen terhadap pembentukan variabel dependennya yaitu enam puluh bulan. Periode ini dirasa cukup dalam menjelaskan kontribusi variabel JUB, kurs, BI rate, dan PDB terhadap inflasi di Indonesia. Hasil analisis VDC dapat ditunjukkan dalam tabel 5.10 dibawah ini: Tabel 5.10 Hasil Analisis VDC Inflasi Variance Decomposition of INFLASI: Period S.E. INFLASI LOGJUB LOGKURS BI_RATE LOGPDB 1 0.486351 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.562093 90.23321 2.560903 0.006408 5.975364 1.224114 3 0.596977 83.67294 3.508317 0.120714 5.376284 7.321741 4 0.614919 81.68715 5.689878 0.120797 5.395372 7.106801 5 0.622983 79.62811 5.557106 0.215343 5.482173 9.117268 6 0.640650 79.12880 5.560073 0.580528 5.800712 8.929888 7 0.651909 79.08622 5.690290 0.937931 5.660401 8.625158 8 0.657459 77.83507 5.902377 1.249271 5.579625 9.433653 9 0.663661 76.48565 6.220151 1.232185 5.511662 10.55035 10 0.674847 75.50201 6.044526 1.202507 5.630067 11.62089 11 0.684078 73.47869 6.156432 1.188158 6.792418 12.38430 12 0.696193 73.79652 5.947150 1.179949 6.824781 12.25160 13 0.712706 74.14742 5.676007 1.179319 6.605642 12.39161 14 0.723487 73.42226 5.788909 1.221291 6.422229 13.14531 15 0.727550 72.60492 6.059656 1.276231 6.367625 13.69157 16 0.729057 72.30587 6.134438 1.271779 6.555936 13.73198 17 0.730677 72.25894 6.142756 1.266570 6.651095 13.68064 18 0.733660 72.37050 6.102787 1.268366 6.688543 13.56980 19 0.737416 72.38336 6.148688 1.308970 6.649331 13.50965 20 0.739861 72.01988 6.250945 1.369235 6.619164 13.74078 21 0.742777 71.46344 6.242059 1.379551 6.684193 14.23076 22 0.745771 70.89100 6.194677 1.376771 6.850660 14.68689 23 0.749376 70.42338 6.139112 1.372101 7.060589 15.00482 24 0.755536 70.23437 6.040190 1.366267 7.130583 15.22859 25 0.761992 70.02755 5.976007 1.383163 7.087178 15.52610 26 0.766666 69.62928 5.992580 1.401488 7.069001 15.90765 27 0.769450 69.29956 6.055032 1.408124 7.096257 16.14103 28 0.771212 69.12818 6.086068 1.408113 7.168338 16.20930 29 0.773182 69.07268 6.094135 1.407039 7.235335 16.19081 30 0.775541 69.05783 6.107500 1.416743 7.256622 16.16130 31 0.777827 68.94658 6.135370 1.436333 7.266636 16.21508 32 0.779913 68.69906 6.163848 1.455494 7.289885 16.39171 33 0.782046 68.37329 6.160642 1.466641 7.352304 16.64712 34 0.784525 68.03821 6.132001 1.470174 7.453106 16.90650 35 0.787691 67.76158 6.089490 1.472889 7.539359 17.13668 36 0.791627 67.53182 6.042678 1.478095 7.584761 17.36264 37 0.795633 67.29290 6.016143 1.487131 7.600791 17.60303 38 0.798992 67.03973 6.016815 1.495919 7.620036 17.82750 39 0.801655 66.82711 6.028876 1.500509 7.658202 17.98530 40 0.803929 66.68338 6.040242 1.503527 7.704650 18.06820 41 0.806158 66.58841 6.049031 1.508011 7.744693 18.10986 42 0.808416 66.49523 6.061507 1.516371 7.772101 18.15479 43 0.810585 66.35582 6.077024 1.528055 7.797153 18.24195 Lanjutan Tabel 5.10 Variance Decomposition of INFLASI: Period S.E. INFLASI LOGJUB LOGKURS BI_RATE LOGPDB 44 0.812689 66.16127 6.086044 1.538976 7.833452 18.38026 45 0.814873 65.93683 6.081661 1.547074 7.885210 18.54923 46 0.817317 65.71074 6.064402 1.552831 7.945306 18.72673 47 0.820143 65.49989 6.040250 1.558021 7.997847 18.90399 48 0.823249 65.29964 6.017381 1.564163 8.035303 19.08351 49 0.826352 65.09989 6.003024 1.570770 8.064261 19.26206 50 0.829215 64.90868 5.998510 1.576631 8.093978 19.42220 51 0.831795 64.74276 5.999551 1.581336 8.128415 19.54794 52 0.834196 64.60825 6.002876 1.585751 8.163955 19.63917 53 0.836513 64.49311 6.008011 1.591220 8.195760 19.71190 54 0.838772 64.37470 6.015001 1.598266 8.224211 19.78782 55 0.840968 64.23617 6.021824 1.606256 8.253721 19.88203 56 0.843145 64.07595 6.024373 1.613912 8.288726 19.99703 57 0.845393 63.90362 6.020151 1.620503 8.329512 20.12622 58 0.847796 63.72967 6.009896 1.626274 8.371709 20.26245 59 0.850383 63.55897 5.996640 1.631790 8.410210 20.40239 60 0.853085 63.39120 5.984237 1.637366 8.443285 20.54392 Sumber: Lampiran 10, Data Diolah Dari tabel 5.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa pada periode pertama, inflasi sangat dipengaruhi oleh shock inflasi itu sendiri sebesar 100 persen. Sementara itu pada periode pertama, variabel JUB, kurs, BI rate, dan PDB belum memberikan pengaruh terhadap inflasi. Seterusnya, mulai periode ke-1 sampai periode ke-60 proporsi shock inflasi itu sendiri masih besar, yaitu dengan kontribusi 63,39 persen. Namun shock variabel inflasi tersebut memberikan proporsi pengaruh yang turun walaupun sedikit demi sedikit terhadap inflasi itu sendiri. Pada periode ke-2 JUB jumlah uang beredar memberikan kontribusi sebesar 2,56 persen dan terus menunjukkan peningkatan, namun pada periode ke-12 kontribusi JUB menurun dari 6,15 persen menjadi 5,95 persen dari inflasi. Seterusnya kontribusi JUB mulai menurun seiring periode ke-12 sampai periode ke-13. Mulai periode ke-14 kontribusi JUB terus meningkat hingga periode ke-24, dan pada akhirnya JUB memberikan kontribusi pada kisaran angka 5 sampai 6 persen hingga akhir periode ke-60. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kenaikan JUB jumlah uang beredar tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan inflasi di Indonesia. Hal ini karena kontribusi terbesar dari jumlah uang beredar M2 adalah kuasi money, sehingga peningkatannya tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap inflasi, karena yang lebih memberikan berpengaruh terhadap inflasi adalah uang beredar primer atau M1 uang giral dan uang kartal. Analisis VDC menunjukkan bahwa pada periode ke-2 variabel kurs telah memberikan kontribusi pada inflasi sebesar 0,006 persen dan terus menunjukkan peningkatan disetiap periodenya. Kontribusi tertinggi kurs terhadap inflasi terjadi pada periode ke-60, yaitu dengan kontribusi sebesar 1,63 persen. Mulai periode ke-2 hingga periode ke-60 kurs hanya memberikan kontribusi rata-rata hanya sebesar kurang dari 2 persen terhadap inflasi. Hal ini berarti kurs memberikan kontribusi sangat kecil terhadap pembentukan inflasi dan kontribusinya lebih kecil dari pada kontribusi yang diberikan oleh JUB. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena peningkatan kurs juga di imbangi dengan penurunan harga minyak dunia, sehingga kurs tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap inflasi. Dengan harga bahan bakar minyak yang rendah produsen masih mampu menekan biaya produksi. Hasil estimasi VDC menunjukkan bahwa pada periode ke-2 variabel BI rate memberikan kontribusi terhadap inflasi sebesar 5,97 persen. Kontribusi yang diberikan oleh BI rate dalam mempengaruhi inflasi terus meningkat mulai periode ke-1 hingga akhir periode ke-60. Sepanjang periode mengalami peningkatan. Kontribusi yang di berikan oleh BI rate terhadap pembentukkan inflasi lebih besar dari kontribusi yang diberikan oleh kurs dan JUB. Kontribusi BI rate berada pada kisaran angka 8 persen di akhir periode ke-60 yaitu sebesar 8,44 persen. Meskipun demikian masih dikatakan bahwa BI rate memberikan kontribusi yang kecil terhadap pembentukan inflasi. Hal ini terjadi karena perubahan BI Rate tidak langsung direspon oleh perbankan, sehingga perubahan BI rate tidak memberikan kontribusi yang besar. Hasil estimasi VDC menunjukkan bahwa pada periode ke-2 variabel PDB memberikan kontribusi terhadap inflasi sebesar 1,224 persen dan meningkat hingga akhir periode ke-60. Kontribusi yang diberikan oleh PDB terus meningkat seiring berjalannya waktu, dalam tabel 5.10 pada periode ke-60 merupakan periode dengan kontribusi tertinggi dari PDB yaitu sebesar 20,54 persen. Diantara variabel-variabel independen lainnya seperti JUB, kurs, dan BI rate, variabel PDB yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi disamping kontribusi dari inflasi itu sendiri. 100

BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Pengaruh JUB, Kurs, BI rate, dan PDB terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2010:01-2016:06 dengan menggunakan model estimasi VECM Vector Error Correction Model dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa JUB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek, maka hasil penelitian telah sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa JUB berpengaruh positif terhadap inflasi dalam jangka pendek. 2. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang, maka hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa kurs berpengaruh positif terhadap inflasi. 3. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa BI rate berpengaruh positif terhadap inflasi dalam jangka pendek maka hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap inflasi. 4. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang, maka hasil penelitian telah sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa PDB berpengaruh positif terhadap inflasi dalam jangka panjang. 101

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Pengaruh JUB, Kurs, BI rate, dan PDB terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2010:01-2016:06 dengan menggunakan model estimasi VECM Vector Error Correction Model, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan, yaitu: 1. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka pendek JUB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap peredaran uang yang ada di masyarakat. 2. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka panjang kurs dan PDB berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Oleh karena itu, perubahan kurs dan PDB perlu diperhatikan sebagai langkah pengendalian tingkat inflasi. Peningkatan PDB penggunaan dari sisi konsumsi harus diimbangi dengan peningkatan produksi domestik. Sehingga kenaikan aggregate demand yang diikuti oleh peningkatan output akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan inflasi yang tercipta akan memberikan dampak yang positif bagi perekonomian. Untuk dapat meningkatkan output atau produksi maka produsen harus dapat menekan biaya serendah-rendahnya agar produksi lebih efektif dan efisien, selain itu Indonesia harus mampu memproduksi bahan-bahan faktor produksi sendiri. Dengan biaya produksi yang mampu ditekan serendah-rendahnya dan dengan kualitas yang tetap baik, serta mampu menyediakan bahan faktor produksi sendiri maka ketika terjadi depresiasi nilai rupiah tidak 102 akan terlalu berdampak pada produksi yang dapat meningkatkan harga dan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi. 3. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka pendek BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Oleh karena itu, peningkatan BI rate harus diimbangi dengan kebijakan fiskal dan penguatan kerjasama dengan tim pengendalian inflasi serta perbankan sebagai sasaran dari adanya perubahan BI rate agar stabilitas inflasi tetap terjaga pada tingkat yang diharapkan. 4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah periode penelitian dan variabel lainnya yang mempengaruhi inflasi.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan penelitian oleh peneliti. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah periode yang digunakan. Dimana periode yang digunakan dalam penelitian hanya pada rentang waktu mulai bulan januari 2010 sampai dengan bulan juni 2016. Kemudian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian hanya mencakup variabel Inflasi, JUB, Kurs, BI Rate, dan PDB.