ANALISIS DETERMINAN INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010:01-2016:06 PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)

(1)

ANALYSIS DETERMINANT OF INFLATION IN INDONESIA

PERIOD 2010:01-2016:06 VECTOR ERROR CORRECTION

MODEL (VECM) APPROACH

Oleh

TUSINAH

20130430239

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(2)

ii

ANALISIS DETERMINAN INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010:01-2016:06 PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)

ANALYSIS DETERMINANT OF INFLATION IN INDONESIA PERIOD 2010:01-2016:06 VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)

APPROACH

SKRIPSI

Diajukan Guna memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh TUSINAH 20130430239

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Tusinah

Nomor Mahasiswa : 20130430239

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS DETERMINAN INFLASI DI INDONESIA PERIODE 2010:01-2016:06 PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 22 Desember 2016


(4)

vi

MOTTO

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta, Ilmu itu menjagamu sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu itu hakim sedangkan harta dikenai hukum. Harta bisa berkurang karena penggunaan, sedangkan ilmu akan bertambah bila digunakan”. (Ali Bin Abu Thalib)

Dibelakangku ada dorongan yang begitu kuat Disampingku ada kekuatan yang begitu besar Didepanku ada kesempatan yang tak terbatas Mengapa aku harus takut?

Life is like riding a bycycle. To keep your belence, you must keep moving (Albert Einsten)


(5)

vii

PERSEMBAHAN

1. Kepada Allah SWT yang memberikan kesehatan serta kekuatan dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan dari jaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini.

3. Kepada Bapak dan Ibu serta Abangku tersayang, Om Wahono dan Tante Marsini yang telah memberikan dukungan serta doa yang tidak ada henti-hentinya untuk menyelesaikan skripsi ini dan selalu bertanya kapan wisuda. 4. Kepada seluruh dosen-dosen Ilmu Ekonomi yang telah berjuang membantu

menyelesaikan skripsi ini terutama dosen pembimbing bapak Agus Tri Basuki.

5. Kepada teman baikku sekaligus teman kos Yollanda Riska Agustina dan Tri Wahyuningsih yang sudah bersama-sama selama tiga tahun terakhir, mungkin terkadang kita ada konflik internal, namun tetap saling menguatkan. Terimakasih telah menjadi teman dalam menulis skripsi. Dikamar berjajar dengan tiga laptop yang menyala dan saling berkonsentrasi terhadap skripsi masing-masing, kadang ingin bertukar pikiran mengenai hasil skripsi namun terhalang karena prodi kita berbeda, jadi maafkan aku yang hanya bisa menjadi pendengar yang baik tanpa memberi solusi.

6. Kepada teman satu angkatan Iing, Laila, Wiwit, Rafika, dan Mala. Dari semester satu kita bareng di pertemukan di kelas F, bersama-sama “nye-kripsi” berjuang untuk gelar SE, bareng-bareng jadi penghuni abadi


(6)

viii

repository dalam empat bulan terakhir. Teman seperjuangan penguat penulisan skripsi ketika sedang malas.

7. Kepada teman IE satu angkatan 2013 dan teman-teman KKN 116 yang selalu memberi semangat dalam menulis skripsi dan selalu bertanya “sudah sampai bab berapa? Udah ACC belum?” Terutama untuk empat sahabatku “the genks” Anggi, Bang Zendra, Ira, dan Icha yang selalu mendengarkan keluh kesahku ketika aku menghadapi kendala dalam menulis skripsi. Maafkan aku yang cerewet kala itu.


(7)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI... iv

PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian ... 10

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Landasan Teori ... 13


(8)

xiv

2. Teori Inflasi ... 14

3. Hubungan JUB (Jumlah Uang Beredar) terhadap Inflasi ... 26

4. Hubungan Kurs terhadap Inflasi ... 28

5. Hubungan BI Rate terhadap Inflasi ... 29

6. Hubungan PDB terhadap Inflasi ... 31

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

C. Kerangka Pemikiran ... 40

D. Hipotesis ... 41

BAB III METODE PENELITIAN... 43

A. Obyek Penelitian ... 43

B. Jenis Data ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 43

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 44

E. Uji Hipotesis dan Anaisis Data ... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 52

A. Perkembangan Inflasi di Indonesia ... 52

B. Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia ... 55

C. Perkembangan Kurs (Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar) di Indonesia ... 57

D. Perkembangan BI Rate di Indonesia ... 60

E. Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia ... 62

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65


(9)

xv

1. Uji Stasioneritas ... 65

2. Penentuan Panjang Lag ... 69

3. Uji Kointegrasi ... 71

4. Pengujian Stabilitas VECM ... 73

5. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ... 74

B. Interpretasi Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) ... 78

BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 100

A. Simpulan ... 100

B. Saran ... 101

C. Keterbatasan Penelitian ... 102 DAFTAR PUSTAKA


(10)

xvi

DAFTAR TABEL

1.1Jumlah Uang Beredar, Kurs, Produk Domestik Bruto, BI Rate dan Inflasi... 5

4.1Inflasi di Indonesia Tahun 2010:01-2016:06 ... 52

4.2 Jumlah Uang Beredar di Indonesia Tahun 2010:01-2016:06 ... 55

4.3 Kurs (Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar) di Indonesia Tahun 2010:01-2016:06 ... 58

4.4 Suku Bunga BI Rate di Indonesia Tahun 2010:01-2016:06 ... 60

4.5 Perkembangan Produk Domestik Bruto Penggunaan di Indonesia Tahun 2010:01-2016:06 ... 62

5.1 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat Level ... 65

5.2 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat First Difference ... 67

5.3 Pengujian Panjang Lag Menggunakan Nilai LR ... 70

5.4 Hasil Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test) ... 71

5.5 Hasil Uji Stabilitas Estimasi VECM ... 73

5.6 Uji Kausalitas Granger ... 75

5.7 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek .... 79

5.8 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Panjang ... 84

5.9 Respon Inflasi terhadap Shock yang Diberikan oleh JUB, Kurs, BI Rate dan PDB ... 88


(11)

xvii

DAFTAR GAMBAR

1.1 Laju Inflasi 2000-2015 ... 4

2.1 Inflationary Gap ... 16

2.2 Kenaikan Harga Karena Perubahan Permintaan ... 20

2.3 Kurva Inflasi Karena Dorongan Biaya ... 22

2.4 Kerangka Pemikiran ... 41

4.1 Laju Inflasi Tahun 2010:01-2016:06 ... 53

4.2 Pertumbuhan JUB Tahun 2010:01-2016:06... 56

4.3 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2010:01-2016:06 .. 58

4.4 Perkembangan BI Rate Tahun 2010:01-2016:06 ... 60

4.5 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2010:01-2016:06 ... 63

5.1 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock JUB Response of Inflasi to Log(JUB) ... 90

5.2 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock Kurs Response of Inflasi to Log(Kurs) ... 91

5.3 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock BI Rate Response of Inflasi to BI Rate ... 93

5.4 Hasil Analisis IRF Inflasi terhadap Shock PDB Response of Inflasi to PDB ... 93


(12)

(13)

(14)

ix

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh JUB, kurs, BI Rate, dan PDB terhadap inflasi di Indonesia.Variabel dependen yang digunakan adalah inflasi dan variabel independen berupa JUB, kurs, BI Rate, dan PDB. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulanan selama periode 2010:01-2016:06 yang bersumber dari BI dan BPS. Alat estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM) menggunakan Eviews 7.2.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel inflasi itu sendiri, JUB, dan BI Rate berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Sedangkan, variabel kurs dan PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Dalam jangka panjang, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel kurs dan PDB berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Sedangkan, variabel JUB dan BI Rate tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini juga menghasilkan analisis penting, yaitu IRF (Impulse Response Function) dan VDC (Variance Decomposition). Hasil IRF dari penelitian ini menyatakan bahwa JUB dan Kurs memberikan respon positif terhadap inflasi sedangkan BI Rate dan PDB memberikan respon yang negatif terhadap inflasi. Berdasarkan hasil VDC, inflasi memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi itu sendiri.


(15)

x

2010:01-2016:06 from BI and BPS. The estimation tool used in this research is Vector Error Correction Model (VECM) using the help of Eviews 7.2.

Estimation results show that in the short term the variable inflation itself, JUB and BI rate give significantly effect to inflation in Indonesia. While, variable kurs and GDP have no significantly effect to inflation. In the long term, the results of the estimation shows that the variable kurs and GDP give significantly effect to inflation. While, Variable JUB and BI rate have no significantly effect to inflation. Estimation results in this search also generates important analysis, it is IRF (Impulse Response Function) and VDC (Variance Decomposotion). The results of IRF from this research show if JUB and kurs give positive response to inflation. While, BI Rate and PDB give negative response to inflation.Based on the results of VDC, inflation give big contribution to the formation of inflation itself.


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun dalam beberapa tahun terakhir di tengah persaingan internasional perekonomian Indonesia mengalami naik turun yang sulit untuk dikendalikan.

Ketidakstabilan ekonomi akan menciptakan iklim yang buruk bagi para pengusaha atau produsen. Pasalnya ketidakstabilan ini dapat menyebabkan ketidakpastian bagi usaha yang dijalaninya. Ketidakstabilan ekonomi tercermin dari laju inflasi, dimana kenaikan harga-harga secara keseluruhan terus meningkat dan sukar untuk dikendalikan. Menurut Nopirin (1987) inflasi merupakan kenaikan harga-harga barang secara terus menerus dalam suatu periode tertentu.

Masalah inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang selalu mendapat perhatian khusus dan menarik untuk dibahas karena dampaknya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Inflasi dapat memberikan dampak positif maupun negatif pada suatu perekonomian dilihat dari seberapa parah tingkat inflasi yang terjadi. Menurut Baasir (2003), kegagalan dan guncangan di dalam negeri pada suatu Negara akan mengakibatkan naik turunnya harga di pasar dalam negeri (domestic) yang pada akhirnya menyebabkan terjadi inflasi dalam suatu perekonomian Negara.


(17)

Dalam menghadapi permasalahan ketidakstabilan ekonomi pemerintah Indonesia dapat mengeluarkan beberapa kebijakan baik moneter maupun fiskal. Indonesia melalui BI (Bank Indonesia) mengeluarkan suatu kebijakan sebagai langkah antisipasi dan stabilitas ekonomi yaitu dengan kebijakan moneter, dimana kebijkan moneter ini diharapkan akan dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia (stabilitas laju inflasi yang tidak fluktuatif dan dapat dikendalikan). Bank Indonesia melakukan beberapa kebijakan moneter melalui instrumen kebijakan moneter agar dapat menjaga stabilitas ekonomi. Dalam menjaga stabilitas ekonomi Bank Indonesia menggunakan beberapa instrumen kebijakan moneter, dapat melalui BI Rate, nilai Kurs USD, jumlah uang beredar, dan suku bunga pasar uang antar bank. Kebijakan moneter yang dilakukan BI bertujuan untuk stabilitas harga dan diharapkan dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi di sektor riil.

Bank sentral di Indonesia menggunakan instrumen suku bunga BI rate sebagai pengendali inflasi, suku bunga memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi karena tingkat suku bunga baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek di picu oleh setiap kenaikan suku bunga BI rate. Sebagai respon dari adanya kenaikan suku bunga maka produsen berupaya mengurangi investasinya, hal ini mengakibatkan produksi domestik menurun dan diikuti dengan menurunnya inflasi.

Permasalahan inflasi yang terjadi di Indonesia disebabkan melemahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sejak tahun 1997-an. Indonesia menggunakan sistem nilai tukar free floating exchange rate


(18)

3

atau biasa disebut sistem nilai tukar mengambang, dimana nilai tukar atau kurs tersebut diserahkan pada hukum penawaran dan permintaan di dalam mekanisme pasar. Ketika rupiah terdepresiasi maka berdampak pada nilai ekspor yang akan naik dan harga produk ekspor lebih rendah dari sebelumnya bagi Negara lain sehingga meningkatkan daya beli pihak asing terhadap barang produksi Indonesia, yang pada akhirnya akan menaikkan harga dan terjadi inflasi (Sipayung, 2013).

Pertumbuhan jumlah uang beredar (JUB) yang cepat merupakan salah satu faktor penting terjadinya inflasi. Ketika pendapatan masyarakat meningkat yang diikuti dengan naiknya permintaan (demand) tanpa adanya kenaikan produksi, maka akan meningkatkan harga. Ketidakstabilan ekonomi yang tercermin dari nilai inflasi yang tinggi dan tak terkendali tanpa disertai peningkatan produksi akan memberikan dampak yang negatif pada suatu perekonomian. Tingginya tingkat inflasi dapat memberikan dampak negatif terhadap suatu perekonomian yang bisa menyebabkan ketidakstabilan sosial politik (Sutawijaya, 2012).

Selain BI rate, kurs, dan jumlah uang beredar, inflasi juga dapat di pengaruhi oleh produk domestik bruto. Dari sisi tarikan permintaan atau yang sering disebut sebagai inflasi karena demand pull inflation, dapat terjadi karena peningkatan produk domestik bruto. Adanya kenaikan dari permintaan agregat dapat menyebabkan timbulnya inflationary gap atau celah inflasi yang merupakan salah satu sumber inflasi.


(19)

Inflasi dap suatu perekonomia penanganan terhad upaya untuk meng terkendali maka beredar, tinggi ren kecilnya produk Indonesia di sampi

Sumber : BI, data

Berdasarka berfluktuasi dari ta periode lima belas Indonesia mengala 2015. Fluktuasi in uang beredar, suk jumlah uang bere

si dapat memberikan dampak negatif dan dampa nomian, oleh karena itu, maka perlu adanya upaya terhadap inflasi yang dapat memberikan dampak

menghindari dampak negatif dari naik turunnya i aka perlu adanya upaya pengendalian inflasi. ggi rendahnya tingkat suku bunga, nilai tukar (ku

oduk domestik bruto menjadi penyebab inflasi samping faktor-faktor lainnya.

, data diolah (2016)

Gambar 1.1 Laju Inflasi 2000-2015

asarkan gambar 1.1 di atas inflasi yang terjadi di In ari tahun ke tahun, kenaikan dan penurunan inflas a belas tahun terakhir. Pada tabel 1.1 di bawah ter engalami naik turun inflasi dari tahun 2000 sampa uasi inflasi yang terjadi di Indonesia di pengaruh ar, suku bunga, kurs, PDB, dan banyak faktor

beredar, suku bunga, kurs, serta PDB. Besar ke

dampak positif bagi upaya antisipasi dan mpak negatif. Dalam nnya inflasi yang tak nflasi. Jumlah uang kar (kurs), dan besar inflasi yang ada di

di di Indonesia selalu inflasi terjadi dalam terlihat bahwa di sampai dengan tahun ngaruhi oleh jumlah aktor lainnya selain esar kecilnya jumlah


(20)

5

uang beredar, kurs, BI rate, dan PDB berpengaruh terhadap inflasi seperti pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Jumlah Uang Beredar, Kurs, Produk Domestik Bruto, BI Rate dan Inflasi Tahun JUB

(Milyar Rp)

Kurs (Rp/US$)

PDB (Milyar Rp)

BI-rate (%)

Inflasi

2000 720.262 9.595 1.389.770 - 10,63

2001 844.054 10.400 1.440.406 - 12,55

2002 870.047 8.940 1.505.216 - 10,03

2003 955.692 8.465 1.577.171 - 5,06

2004 1.033.527 9.290 1.656.517 - 6,40

2005 1.203.215 9.830 1.750.815 12,75 17,11 2006 1.382.073 9.020 1.847.127 9,75 6,60 2007 1.649.622 9.419 1.964.327 8,00 6,59 2008 1.895.838 10.950 2.082.456 9,25 11,06 2009 2.141.384 9.400 2.178.851 8,75 2,78 2010 2.471.206 8.991 2.314.459 6,5 6,96 2011 2.877.220 9.068 2.464.677 6,5 3,79 2012 3.307.508 9.670 2.618.938 5,75 4,3 2013 3.730.409 12.189 2.770.345 7,5 8,4 2014 4.173.326 12.440 2.908.862 7,75 8,4 2015 4.548.800 13.795 3.048.196 7,5 3,4 Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, 2016

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa fluktuasi inflasi yang terjadi di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 mengalami naik turun secara terus menerus. Pada tahun 2001 tingkat inflasi naik sebesar 1,92 poin, kemudian pada tahun 2002 turun sebesar 2,52 poin, tahun 2003 turun drastis sebesar 4,97 poin, dan mengalami kenaikan pada tahun 2004 sebesar 1,34 poin, kemudian meningkat tajam pada tahun 2005 sebesar 10,71 poin. Pada tahun 2006 inflasi mengalami penurunan sebesar 10.51 poin, inflasi turun lagi di tahun 2007 sebesar 0,01 poin, namun pada tahun 2008 melonjak meningkat sebesar 4,47 poin. Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk dapat menurunkan tingkat inflasi hingga pada tahun 2009 inflasi turun


(21)

sebesar 8,28 poin pada tingkat 2,78 persen. Penurunan inflasi pada tahun 2009 tidak mampu dipertahankan sehingga inflasi pada tahun 2010 naik kembali sebesar 4,18 poin, pada 2011 inflasi mampu diturunkan ke tingkat 3,79 persen dari tingkat semula 6,96 persen. Pada tahun 2012 inflasi naik sebesar 0,33 poin, dan terus meningkat pada tahun 2013 yang mampu mencapai kenaikan sebesar 4.1 poin dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 inflasi mampu bertahan pada tingkat 8,4 persen seperti tahun 2013. Pada tahun 2015 Indonesia mengeluarkan suatu kebijakan dan di berlakukannya ITF pada tingkat 4 persen ± 1 poin, kebijakan tersebut mampu membawa inflasi pada tingkat 3,4 persen berada di bawah target yang telah di tetapkan yaitu 4 persen ± 1 poin.

Fluktuasi inflasi yang terjadi salah satunya disebabkan karena tingginya jumlah uang beredar yang ada pada perekonomian Indonesia. JUB yang beredar di masyarakat dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, dari tahun 2000 yang hanya sebesar Rp 720.262.000.000.000,00 menjadi sebesar Rp 4.548.800.000.000.000,00 pada tahun 2015. Semakin meningkatnya jumlah uang beredar dari tahun ke tahun dapat mempersulit usaha stabilitas laju inflasi. Besar kecilnya jumlah uang beredar yang berada di masyarakat akan memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap inflasi. Perbedaan research mengenai pengaruh JUB terhadap inflasi terdapat dalam penelitian Aprileven dan Nugroho serta Pratidina (2012), dimana di dalam penelitian Aprileven (2015) dan Pratidina (2012) menyatakan bahwa


(22)

7

JUB berpengaruh positif terhadap inflasi sedangkan dalam penelitian Nugroho menyatakan JUB berpengaruh negatif terhadap inflasi.

Selain JUB, kurs atau nilai tukar juga mempengaruhi inflasi. Nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS selalu mangalami fluktuasi dari tahun 2000 hingga tahun 2015. Pada tahun 2004 sampai dengan 2005 kurs rupiah terhadap dollar masih berada di kisaran angka 9000-an, namun pada tahun 2008 naik pada angka Rp 10.950,00 per dollar AS, turun kembali pada tahun 2009 ke angka Rp 9.400,00 per dollar AS hingga pada tahun 2013 tembus pada angka Rp 12.189,00 dan tahun 2014 Rp 12.440,00 per dollar AS. Kenaikan kurs tidak berhenti di tahun 2014, masih terus naik hingga pada tahun 2015 mampu menembus ke angka Rp 13.795,00 per dollar AS. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang selalu meningkat ini menyebabkan naik turunnya laju inflasi. Dalam penelitian Aprileven (2015) menyatakan bahwa kurs berpengaruh positif terhadap inflasi, sedangkan dalam penelitian Awan dan Imran (2015) menyatakan bahwa kurs berpengaruh negatif terhadap inflasi.

Produk domestik bruto (PDB), juga menjadi penyebab terjadinya inflasi. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 selalu mengalami peningkatan. Kenaikan PDB ini menjadi penyebab terjadinya inflasi dari sisi permintaan, perilaku masyarakat Indonesia yang konsumtif menyebabkan permintaan meningkat sehingga dapat menaikkan harga. Pada tahun 2000 nilai PDB yang hanya sebesar Rp 1.389.770.000.000.000,00 tumbuh menjadi Rp 3.048.196.000.000.000,00 (PDB penggunaan atas dasar harga konstan


(23)

2000), meskipun kenaikan nilai PDB baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun dapat menyebabkan terjadinya inflasi. Dalam penelitian Nugroho (2012) menyatakan bahwa PDB berpengaruh positif terhadap inflasi sedangkan pada penelitian Virdhani (2011) dan Pratidina (2012) menyatakan bahwa PDB berpengaruh negatif terhadap inflasi.

Dalam pengendalian inflasi otoritas moneter akan menggunakan BI rate sebagai suku bunga acuan. BI rate yang merupakan suku bunga acuan sebagai instrumen pengendalian inflasi sangat menarik untuk dibahas karena kenaikan inflasi biasanya akan direspon dengan kenaikan BI rate. Ditetapkannya BI rate diharapkan dapat direspon oleh perbankan dan mampu membawa suku bunga pasar ke tingkat yang di inginkan agar dapat membawa inflasi pada level yang diinginkan pula atau inflasi dalam keadaan stabil. Ketika inflasi stabil maka perekonomian Indonesia juga akan stabil. Secara teori BI rate akan memberikan pengaruh negatif terhadap inflasi seperti pada penelitian Afandi (2015), yang menyatakan bahwa BI rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi.

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 1.1 yang berupa data jumlah uang beredar, kurs, PDB, BI rate dan inflasi periode 2000 sampai dengan 2015 memberikan informasi mengenai perekonomian Indonesia yang sedang dalam keadaan kurang stabil. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat inflasi yang naik turun setiap tahunnya. Perkembangan laju inflasi yang fluktuatif menjadikan Pemerintah Indonesia penuh pertimbangan dalam


(24)

9

menentukan kebijakan yang harus diambil dalam menghadapi permasalah inflasi.

Dalam usaha pengendalian dan stabilitas tingkat inflasi, Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan kebijakan yang tepat agar inflasi di Indonesia tetap stabil dan terjaga sesuai dengan yang diharapkan, sehingga stabilitas ekonomi juga tetap terjaga. Sebagai langkah dalam mencapai stabilitas ekonomi yang tercermin dari variabel inflasi, maka pemerintah Indonesia dengan kekuasaannya akan mengeluarkan kebijakan moneter melalui beberapa variabel seperti BI Rate, kurs, dan JUB (jumlah uang beredar) dan akan mengeluarkan kebijakan fiskal, salah satunya dengan intervensi melalui belanja Negara dan mempengaruhi besarnya angka PDB. Besarnya efektifitas kebijakan moneter dan fiskal terhadap stabilitas inflasi di Indonesia sangat penting bagi pengambilan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mempertahankan stabilitas ekonomi yang tercermin dari tingkat inflasi. Oleh sebab itu, maka penting bagi pemerintah untuk mengintervensi besaran jumlah uang beredar (JUB), kurs, suku bunga BI rate dan produk domestik bruto (PDB) dalam usaha untuk stabilitas inflasi.

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti “Analisis Determinan Inflasi di Indonesia Periode 2010:01-2016:6” Pendekatan Vector Error Correction Model (VECM).


(25)

B. Batasan Masalah Penelitian

Dari latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini meneliti mengenai pengaruh JUB, kurs, BI rate dan PDB terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang periode 2010:01-2016:06. Penelitian ini menggunakan variabel dependen inflasi dan variabel independen jumlah uang beredar (JUB), kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, suku bunga BI Rate serta PDB menurut penggunaan atas dasar harga konstan 2010. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data

time series (runtut waktu bulanan) mulai januari 2010 sampai dengan juni 2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (bi.go.id) dan Badan Pusat Statistik Indonesia (bps.go.id).

C. Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah yakni:

1. Bagaimana pengaruh JUB terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

2. Bagaimana pengaruh kurs terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

3. Bagaimana pengaruh BI rate terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

4. Bagaimana pengaruh PDB terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?


(26)

11

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui pengaruh JUB terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Untuk mengetahui pengaruh kurs terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Untuk mengetahui pengaruh BI rate terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. Untuk mengetahui pengaruh PDB terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Manfaat dari adanya penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memperkuat teori tentang permasalahan inflasi di Indonesia serta bagaimana pengaruh perubahan JUB, kurs, BI rate dan PDB dalam mempengaruhinya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu bagi peneliti, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi bagi masyarakat umum terkait inflasi dan faktor yang mempengaruhinya seperti JUB, kurs, BI rate dan PDB (produk domestik bruto).


(27)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan pemerintah Indonesia baik Bank Indonesia sebagai pengambilan keputusan kebijakan moneter maupun lembaga pemerintah lainnya sebagai pengambil kebijakan fiskal dalam mempengaruhi inflasi sebagai salah satu variabel stabilitas ekonomi.


(28)

13

BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengertian Inflasi

Inflasi merupakan salah satu fenomena yang penting dan sering dijumpai di semua Negara. Menurut Boediono (1982), inflasi merupakan kecenderungan suatu tingkat harga untuk mengalami kenaikan secara umum dan terus-menerus. Kenaikaan harga barang-barang disini terjadi secara keseluruhan, tidak hanya sebagian barang saja (satu atau dua jenis barang). Permasalahan inflasi selain menjadi fenomena penting dan sering dijumpai, inflasi juga merupakan permasalahan yang utama di negara berkembang dan menjadi sebuah pertanda bagi Negara-negara sosialis untuk melakukan perubahan yang mengarah ke pasar. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1996) inflasi adalah suatu istilah yang sangat sulit untuk dipahami namun terkenal secara luas diseluruh dunia.

Menurut Manullang (1993) inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum atau dengan kata lain adalah menurunnya nilai uang secara terus menerus. Ketika kita berbicara mengenai inflasi, maka akan muncul dua hal yang harus kita pahami yaitu inflasi dan laju inflasi. Kata Inflasi menunjuk pada kenaikan tingkat harga secara umum, sedangkan laju inflasi merupakan perubahan tingkat harga umum.


(29)

Menurut Nopirin (1987) kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus menyebabkan terjadinya inflasi, kenaikan harga disini tidak memberikan pengertian bahwa kenaikkan persentase harga dari masing-masing barang sama. Kenaikan harga-harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi yaitu:

a. Indeks biaya hidup, mengukur biaya atau pengeluaran untuk

memperoleh sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

b. Indeks harga perdagangan besar, indeks ini menitikberatkan kepada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar (harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi, serta produk jadi dalam perdagangan internasional).

c. GDP deflator, mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam

perhitungan GDP. GDP deflator merupakan rata-rata seluruh harga barang tertimbang dengan kuantitas barang yang dibeli.

2. Teori Inflasi

Ada beberapa teori yang berhubungan dengan inflasi. Secara garis besar terdapat tiga kelompok teori mengenai inflasi yang sangat terkenal yaitu teori kuantitas, teori Keynes dan teori strukturalis (Boediono,1982). laju inflasi (tahun t) =

Tingkat harga (tahun t-1)


(30)

15

Selain ketiga teori tersebut, terdapat dua teori lain seperti teori mark-up model dan teori ekspektasi rasional. Adapun kelima teori tersebut yaitu:

a. Teori kuantitas

Teori ini menitikberatkan penyebab inflasi dikarenakan oleh jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang yang beredar. Tambahan JUB sebesar x persen dapat menumbuhkan inflasi kurang dari x persen atau lebih besar dari x persen, tergantung harapan masyarakat terhadap harga yang ada. Menurut Mankiw (2007), besarnya suatu tingkat harga (P) akan mengalami perubahan yang proposional dengan adanya perubahan jumlah uang yang beredar, dengan asumsi kecepatan suatu transaksi (V) dan volume transaksi (T) dianggap konstan. Persamaan kuantitas:

Uang x Perputaran = Harga x Transaksi M x V = P x T

b. Teori Keynes

Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti peranan sistem distribusi pendapatan dalam proses inflasi dan menyarankan hubungan antara inflasi dengan faktor-faktor non-ekonomis. Hal tersebut menyebabkan terjadinya inflantory gap dimana besarnya permintaan total melebihi ketersediaan suatu


(31)

barang. Terjadinya inflationary gap diawali dengan adanya peningkatan pengeluaran total yang menjadi penyebab meningkatnya agregat demand dan menggeser kurva AD ke kanan melebihi output full employment. Adanya kenaikan permintaan akan barang dan jasa ini menyebabkan harga naik. Untuk memenuhi besarnya permintaan akan barang dan jasa mendorong para produsen agar memproduksi produknya dalam jumlah yang lebih besar lagi sehingga terjadi peningkatan faktor produksi. Adanya peningkatan faktor produksi menyebabkan harga faktor produksi juga menjadi naik. Naiknya harga faktor produksi serta barang dan jasa menyebabkan terjadi inflasi.

Sumber: Mankiw, 2007

Gambar : 2.1

Inflationary Gap c. Teori Strukturalis

Teori ini merupakan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya: ketegaran supply bahan makanan dan

barang-Inflationary gap AS

AD0 P0

Yf Ya

Y AD1

E1 P1


(32)

17

barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga akan menaikkan harga bahan makanan dan menyebabkan kelangkaan devisa. Hal tersebut selanjutnya akan berdampak pada kenaikan harga-harga lain, dan terjadi inflasi. Inflasi seperti ini dapat diobati dengan pembangunan sektor bahan makanan dan peningkatan ekspor.

d. Teori Mark-up Model

Teori mark-up ini memiliki dasar pemikiran bahwa terdapat dua komponen yang mempengaruhi perubahan suatu harga output. Kedua komponen tersebut adalah cost of production dan profit margin. Sehingga apabila terjadi suatu perubahan pada harga komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau profit margin maka akan menaikkan harga jual suatu output atau komoditi di pasar (Tambunan, 1996).

e. Teori Ekspektasi Rasional

Teori ekspektasi rasional merupakan pendekatan alternatif dengan asumsi bahwa semua orang memiliki ekspektasi rasional. Asumsi ini menyatakan bahwa semua orang akan menggunakan seluruh informasi yang dimiliki secara optimal, termasuk informasi ramalan masa depan dari suatu kebijakan pemerintah. Adanya perubahan suatu kebijakan baik itu kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal dapat menyebabkan berubahnya ekspektasi


(33)

masyarakat. Terdapat dua syarat di dalam teori ekspektasi rasional, yaitu bahwa adanya sebuah rencana untuk menurunkan inflasi harus diberitahukan sebelum para pekerja dan perusahaan sebagai penetap upah serta harga membentuk suatu ekspektasi mereka sendiri. Selain itu, para pekerja dan perusahaan harus menanggapi positif dan percaya dengan adanya pemberitahuan akan adanya penurunan inflasi, jika mereka tidak percaya maka akan menyebabkan penurunan ekpektasi inflasi dari pemerintah akan gagal atau tidak berhasil. Dalam bentuk modern, kurva Phillips menyatakan bahwa inflasi tergantung dari adanya tiga kekuatan utama yaitu ekspektasi inflasi, pengangguran siklis, dan guncangan penawaran (Mankiw, 2007).

Terdapat hubungan berlawanan antara inflasi dan

pengangguran. Apabila tingkat pengangguran tinggi, melebihi tingkat pengangguran alamiah maka akan menurunkan inflasi, dan sebaliknya. Berdasarkan teori tersebut maka pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam pengendalian terhadap permintaan agregat akan dihadapkan pada sebuah tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Jika persyaratan dari teori ekspektasi rasional dapat dipenuhi maka akan menggeser tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran kearah bawah dan membiarkan inflasi yang lebih rendah dengan pengangguran yang tetap rendah pula.


(34)

19

Terdapat dua teori yang menggolongkan penyebab terjadinya inflasi yaitu teori moneteris dan teori non-moneteris. Teori yang didasarkan pada pandangan bahwa terjadinya suatu inflasi disebabkan karena terjadi perubahan oleh permintaan agregat atau dorongan biaya atau inflasi disebabkan karena suatu faktor penawaran merupakan teori inflasi menurut non-monetaris.

Teori moneter non-monetaris menyatakan penyebab inflasi berdasarkan dua hal, yaitu:

a. Inflasi karena perubahan permintaan (Demand pull inflation)

Terjadinya inflasi di sebabkan karena adanya perubahan permintaan, pengaruh permintaan dapat disebabkan dari sektor moneter maupun sektor rill, inflasi yang berasal dari sektor rill biasanya berupa kasus ketika kenaikan harga terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan oleh sektor rumah tangga, sektor perusahaan, atau sektor pemerintah. Inflasi ini berawal dari kenaikan permintaan total (aggregate demand) dimana produksi sudah mencapai tingkat full employment sehingga penambahan permintaan selanjutnya hanya akan menyebabkan naiknya tingkat harga. Apabila perekonomian dalam keadaan full employment dan kemudian terdapat kenaikan permintaan oleh sektor rumah tangga maupun sektor perusahaan, hal tersebut akan menggeser kurva permintaan agregatif ke kanan, dari DA1 menuju DA2.


(35)

Sumber: Mangkoesoebroto dan Algifari, 1998

Gambar 2.2

Kenaikan harga karena perubahan permintaan

Akibat dari kenaikan permintaan agregatif maka akan menaikan harga dari P1 menjadi P2. Kenaikan harga dari sektor rumah tangga dan sektor perusahaan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat kenaikan harga , hal ini disebabkan karena sektor rumah tangga dan sektor perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk memungut pajak atau mencetak uang. Oleh sebab itu, kenaikan permintaan dari kedua sektor tersebut hanya dapat terjadi apabila mereka mengurangi tabungan atau mengambil tabungan untuk meningkatkan permintaan (Mangkoesoebroto dan Algifari, 1998).

Kenaikan tingkat harga dalam kasus ini sangat dipengaruhi oleh permintaan agregatif dari sektor pemerintah, hal ini disebabkan karena sektor pemerintah mampu menarik pajak, melakukan pinjaman dari masyarakat, dan mencetak uang. Apabila pemerintah meningkatkan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) maka akan menggeser kurva permintaan agregatif ke kanan.

P2

P1

0 Y=GDP

D1

D2

AS


(36)

21

Misalnya untuk membiayai kenaikan pengeluaran pemerintah, pemerintah menaikan pajak, hal ini akan menyebabkan kurva permintaan agregatif bergeser ke kiri. Pemerintah dapat membiayai kenaikan pengeluaran pemerintah dengan menjual surat-surat berharga kepada masyarakat, hal ini akan menggeser kurva IS ke kanan atas, namun kurva LM tetap dan tidak berubah, sehingga kurva permintaan agregatif akan bergeser ke kanan, dan menyebabkan terjadinya kenaikkan tingkat harga. Selain dengan melakukan dua hal diatas, pemerintah juga dapat mencetak uang untuk dapat membiayai pengeluarannya. Ketika pemerintah melakukan hal tersebut maka kurva LM akan bergeser ke kanan karena jumlah uang beredar menjadi semakin besar, dan kurva permintaan agregatif juga akan bergeser ke kanan, dan terjadi kenaikan harga, namun output tidak mengalami perubahan karena kurva penawaran agregatif tegak lurus pada tingkat full employment. b. Inflasi yang disebabkan oleh faktor penawaran (Cost Push Inflation)

Inflasi jenis ini disebabkan karena adanya tuntutan kenaikan harga dari pemilik faktor produksi. Sebagai contoh, pemerintah sebagai pemilik faktor produksi dan memiliki kekuatan monopolis terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga pemerintah dapat menentukan kenaikan harga BBM kepada pengguna/konsumen BBM. Ketika pemerintah menaikan harga BBM, maka akan memaksa pemilik perusahaan jasa angkutan untuk menaikan biaya


(37)

jasa angkutannya, naiknya biaya jasa angkutan menyebabkan produsen barang dan jasa untuk menaikkan harga. Hal ini karena adanya kenaikan biaya untuk pendistribusian barang dan jasa tersebut. Pada akhirnya hal tersebut akan menyebabkan terjadinya inflasi. Selain kenaikan bahan bakar minyak, kenaikan upah buruh sebagai faktor produksi juga akan menyebabkan terjadinya inflasi. Inflasi ini terjadi dikarenakan kenaikan upah buruh (tenaga kerja) diikuti dengan kenaikan harga yang dapat menyebabkan upah rill menjadi berkurang atau sama dengan sebelum terjadinya kenaikan upah nominal, secara nominal upah buruh naik namun secara rill upah buruh tidak mengalami kenaikan karena harga-harga kebutuhan sehari-hari (living cost) juga mengalami kenaikan, akibatnya serikat buruh kembali menuntut untuk kenaikan upah, dan menyebabkan kenaikan tingkat harga lebih lanjut, jika proses ini terjadi secara terus menerus dan berulang-ulang, maka akan terjadinya inflasi.

Sumber: Mangkoesoebroto dan Algifari, 1998

Gambar 2.3

kurva inflasi karena dorongan biaya P2

P1

0

Y2

Y DA

Y1


(38)

23

Diasumsikan bahwa tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) terdapat pada tingkat penghasilan masyarakat di Y1, misalnya serikat buruh berhasil menuntut kenaikan upah dan sebagai akibat dari hal tersebut maka produsen akan menaikan harga barang dan jasa yang dihasilkan mereka. Kenaikkan harga akan menyebabkan penawaran barang atau jasa akan berkurang pada setiap tingkat harga. Hal ini ditunjukkan dengan bergesernya kurva penawaran agregatif ke atas menjadi SA2, sehingga akan menaikkan harga dari P1 ke P2 dan menurunkan pendapatan nasional dari Y1 menjadi Y2. Pengangguran akan menjadi lebih besar.

Kenaikan harga secara terus menerus dan secara umum akan terjadi apabila pemerintah memandang pengangguran yang lebih besar dari tingkat pengangguran alamiah sebagai akibat tuntutan kenaikan upah tersebut terlalu tinggi dan besar. Dalam hal ini pemerintah melalui kebijakan moneter atau kebijakan fiskal akan meningkatkan penghasilan masyarakat. Inflasi sebagai akibat dorongan biaya hanya akan terjadi apabila pemerintah mengimbangi tuntutan pemilik faktor produksi dengan menggunakan kebijakan fiskal dan moneter untuk mengantisipasi pengaruhnya terhadap kesempatan kerja (employment). Inflasi ini ditandai dengan adanya kenaikan tingkat harga dan turunnya produksi. Munculnya keadaan ini diawali dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi. Dimana


(39)

kenaikan biaya produksi ini akan menyebabkan harga naik dan produksi menurun.

Selain kedua faktor penyebab inflasi di atas, ada pula yang menyatakan bahwa inflasi dapat disebabkan karena adanya unsur monopoli dalam perekonomian. Kekuatan ekonomi semacam ini (kekuatan dalam memonopoli) berada ditangan beberapa kelompok masyarakat tertentu yang memiliki kemampuan untuk menaikkan harga setiap saatnya.

Inflasi yang terjadi dalam suatu masyarakat selalu memiliki pengaruh yang berbeda, inflasi dapat berpengaruh positif dan dapat berpengaruh negatif tergantung pada kondisi perekonomian suatu Negara. Inflasi yang terjadi di Indonesia akan berpengaruh besar terhadap produksi, ekspor dan impor. Inflasi dapat menyebabkan turunnya produksi, terutama untuk barang-barang yang akan diekspor. Turunnya produksi ini disebabkan karena ketika terjadi inflasi biaya produksi akan meningkat sehingga harga hasil produksi atau harga produk juga akan naik. Kenaikkan harga output atau barang produksi yang akan diekspor akan menyebabkan penurunan tingkat permintaan luar negeri terhadap barang produksi dalam negeri (Indonesia), dan menyebabkan turunnya ekspor. Turunnya ekspor dapat menyebabkan turunnya impor, dan turunnya impor akan menyebabkan produksi yang menggunakan bahan mentah atau bahan baku impor menjadi turun.


(40)

25

Negara yang perekonomiannya tidak tergantung pada

perdagangan luar negeri, ketika terjadi suatu perubahan tingkat inflasi maka tidak akan terlalu memberikan dampak yang besar terhadap perekonomiannya. Para ahli ekonomi PBB menyatakan bahwa terdapat tiga sektor yang memungkinkan timbulnya perubahan tingkat inflasi, yaitu:

a. Sektor ekspor dan impor

Jika ekspor lebih besar dari pada impor maka akan ada tekanan inflasi karena makin besarnya jumlah uang beredar di dalam negeri. b. Sektor saving dan investasi

Ketika investasi suatu Negara lebih besar dari pada saving, dan pembiayaan pada investasi yang lebih besar akan memerluakan uang baru atau lebih, maka akan menimbulkan tekanan inflasi.

c. Sektor penerimaan dan pengeluaran Negara

Apabila anggaran suatu Negara mengalami difisit (pengeluaran pemerintah lebih besar dari pada penerimaan), maka untuk menutupi pengeluaran yang lebih besar tersebut, dibutuhkan uang yang lebih besar dan uang baru yang dapat menyebabkan adanya tekanan inflasi.

Berdasarkan sudut pandangnya inflasi dapat dikelompokkan dari asal inflasi dan bobot inflasi. Yaitu sebagai berikut:

a. Asal Inflasi


(41)

1) Domestic Inflation

Jenis inflasi ini merupakan jenis inflasi yang berasal dari dalam negeri. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga dari dalam negeri. Dapat terjadi karena perilaku pemerintah dari adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam mempengaruhi inflasi maupun perilaku masyarakat

2) Imported Inflation

Jenis inflasi ini merupakan jenis inflasi yang terjadi karena terjadi perubahan kenaikan tingkat harga dari luar negeri yang menyebabkan harga di dalam negeri ikut naik. Hal ini menyebabkan naiknya harga barang impor dan harga bahan baku yang masih diimpor karena belum mampu diproduksi sendiri di dalam negeri.

b. Bobot Inflasi

Inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam berdasarkan bobotnya. Empat macam inflasi jenis ini adalah inflasi jenis ringan, sedang, berat dan sangat berat. Inflasi ringan merupakan jenis inflasi yang berada dibawah 10 persen per tahun, inflasi sedang berada diantara 10-30 persen per tahun, inflasi berat berada diantara 30-100 persen, dan inflasi sangat berat lebih dari100% per tahun.

3. Hubungan JUB (Jumlah Uang Beredar) terhadap Inflasi

Jumlah uang beredar memiliki hubungan dengan harga barang sesuai dengan teori kuantitas uang yang menyatakan bahwa terdapat


(42)

27

hubungan langsung antara perubahan jumlah uang beredar terhadap perubahan harga barang, harga berbanding lurus dengan jumlah uang beredar (MV=PT). Inflasi dapat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar secara teoritis, karena ketika jumlah uang beredar naik akan meningkatkan daya beli masyarakat yang cenderung dapat menambah konsumsi masyarakat dengan meningkatnya tingkat belanja sehingga menyebabkan naiknya harga yang dikarenakan bertambahnya permintaan dari masyarakat. Bertambahnya permintaan masyarakat tersebut akan menaikkan harga, jika kenaikan ini terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan terjadinya inflasi.

Negara dengan pertumbuhan uang beredar yang tinggi akan cenderung memiliki tingkat inflasi yang tinggi, sedangkan bagi Negara dengan pertumbuhan uang beredar yang rendah akan cenderung memiliki tingkat inflasi yang rendah. Kelebihan jumlah uang beredar akan menyebabkan defisit neraca pembayaran dan kelebihan permintaan uang akan menyebabkan surplus neraca pembayaran. Kelebihan jumlah uang beredar mendorong masyarakat untuk membelanjakan uangnya, misalnya untuk membeli surat berharga luar negeri atau untuk impor yang mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar, hal ini berarti permintaan akan valas naik dan permintaan mata uang domestik turun (Nopirin, 1997).


(43)

4. Hubungan Kurs terhadap Inflasi

Ketika rupiah terdepresiasi (rupiah melemah), akan menyebabkan meningkatnya semua harga barang impor. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan permintaan akan mata uang asing sedangkan penawaran valas tetap rendah, sehingga jumlah rupiah yang dibutuhkan lebih banyak dari sebelumnya.

Transaksi di dalam perdagangan internasional membutuhkan satu mata uang yang disepakati sebagai mata uang internasional yang digunakan untuk melakukan transaksi perdagangan ( jual beli) tersebut. Menurut Nazir (1988) kurs adalah harga mata uang asing terhadap mata uang domestik suatu Negara. Teori yang digunakan dalam menjelaskan kurs mata uang adalah teori paritas daya beli (purchasing power parity). Menurut Kardoyo dan Kuncoro (2001) teori kurs daya beli menyatakan bahwa di dalam kurs mata uang antar Negara harus dapat mencerminkan nilai perbandingan dari nilai mata uang satu Negara terhadap Negara lain yang ditentukan oleh daya beli masing-masing Negara. Nilai kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai perubahan permintaan dan penawaran valuta asing yang terjadi. Menurut Nopirin (2000), suatu mata uang dapat dikatakan kuat apabila transaksi autonomis kredit lebih besar dari pada transaksi autonomis debit atau dapat dikatakan surplus neraca pembayaran, dan sebaliknya suatu mata uang dikatakan lemah apabila neraca pembayaran mengalami defisit dimana permintaan valuta asing melebihi penawaran valuta asing yang diminta.


(44)

29

5. Hubungan BI Rate terhadap Inflasi

Tingkat suku bunga merupakan harga atas dari penggunaan uang dalam bentuk persen. Teori suku bunga Keynes menyatakan bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh adanya permintaan dan penawaran akan uang. Teori klasik menyatakan bahwa bunga adalah harga kapital, dimana jika terjadi peningkatan permintaan uang maka akan meningkatkan suku bunga. Tingkat suku bunga memiliki hubungan dengan tingkat inflasi yang dapat dijelaskan melalui persamaan Irving Fisher (Fisher equation) yaitu i = r + π.

Teori kuantitas menyatakan bahwa kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen akan menyebabkan kenaikan inflasi sebesar 1 persen, dan kenaikan 1 persen tingkat inflasi dapat menyebabkan kenaikan suku bunga nominal sebesar 1 persen. Dari pernyataan dan teori diatas dapat disimpulkan jika suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap inflasi.

Menurut Karl dan Fair (2001) suku bunga merupakan bunga tahunan yang dibayarkan dari suatu pinjaman yang berbentuk persentase, diperoleh dari jumlah bunga tiap tahun dibagi jumlah pinjaman. Suku bunga adalah harga dari suatu pinjaman (Sunariyah, 2004).

Menurut Sunariyah (2004) ada beberapa fungsi dari suku bunga yaitu: a. Menjadi daya tarik bagi penabung yang ingin berinvestasi.

b. Sebagai alat moneter dalam mengendalikan penawaran dan


(45)

c. Suku bunga dapat digunakan untuk mengontrol jumlah uang beredar. Hal ini berarti bahwa pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang beredar di dalam perekonomian.

BI Rate merupakan suku bunga acuan BI (Bank Indonesia) yang menjadi sinyal dari kebijakan moneter Bank Sentral. BI Rate berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter, sehingga respon kebijakan moneter dinyatakan dalam bentuk kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate tersebut. Menurut Siamat (2005) BI Rate merupakan suku bunga tenor satu bulan yang diumumkan BI secara periodik untuk jangka waktu tertentu dan berfungsi sebagai sinyal dari kebijakan moneter. Dari pengertian BI Rate menurut Siamat dapat disimpulkan bahwa BI Rate digunakan sebagai acuan operasi moneter sebagai pengarah agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka tetap berada disekitar BI Rate. Suku bunga SBI-1 bulan tersebut diharapkan dapat mempengaruhi suku bunga deposito, kredit, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dan suku bunga jangka waktu yang lebih panjang.

Hubungan antara suku bunga dengan inflasi menurut Baroroh dalam Amrini, Aimon, dan sofyan yaitu, kenaikan suku bunga dalam jangka pendek pada pasar uang di dorong oleh adanya kenaikan suku bunga SBI. Kenaikan tersebut juga terjadi pada suku bunga dalam jangka panjang, respon yang diberikan oleh produsen dengan adanya kenaikan suku bunga ini melalui pengurangan tingkat investasi. Adanya


(46)

31

pengurangan tingkat investasi menyebabkan produksi domestik mengalami penurunan, yang pada akhirnya juga akan menurunkan inflasi.

6. Hubungan PDB terhadap Inflasi

Tingginya angka produk domestik bruto (PDB) akan menggeser permintaan agregat dan dapat menjadi penyebab terjadinya kenaikan tingkat inflasi. Menurut Keynes, inflasi dapat terjadi ketika masyarakat memiliki keinginan yang besar dan ingin dipenuhi meskipun berada di atas kemampuan ekonomi mereka. Kebiasaan masyarakat yang selalu ingin memenuhi kebutuhan dan keinginannya menjadikan pengeluaran masyarakat selalu meningkat, yang lama kelamaan akan meningkatkan permintaan agregat. Jika masyarakat selalu menambah pengeluarannya maka hal tersebut akan mendorong permintaan agregat. Dalam memenuhi permintaan masyarakat akan barang-barang dan jasa, maka produsen akan menambah produksi produk mereka yang akan menyebabkan pendapatan nasional riil (PDB) menjadi naik. Kenaikan PDB yang lebih besar dari pada lapangan kerja atau kesempatan kerja maka dapat menyebabkan naiknya harga dimana kenaikan harga tersebut akan lebih cepat yang pada akhirnya dapat meningkatkan inflasi (Sukirno, 2006).

Adanya kenaikan permintaan agregat akan menyebabkan celah inflasi atau yang disebut inflationary gap sebagai sumber terjadinya inflasi. Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi penyebab terjadinya


(47)

inflasi dari sisi tarikan permintaan atau inflasi yang disebabkan karena adanya demand full inflation.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Model

Penelitian

Hasil

1 Adrian

Sutawijaya (2012) Pengaruh Faktor-faktor Ekonomi terhadap Inflasi di Indonesia OLS (Ordinary Least Square)

Tingkat suku bunga, jumlah uang beredar, investasi, dan nilai tukar secara simultan mempengaruhi inflasi di Indonesia.

Tingkat bunga

memiliki pengaruh

positif terhadap

inflasi sebesar 0,001 persen.

Kurs memiliki

dampak positif

terhadap inflasi yaitu

sebesar 0,0043

persen. Investasi

memberikan dampak

negatif terhadap

inflasi yaitu sebesar 0,0001802 persen.

2 Harda Putra

Aprileven (2015) Pengaruh Faktor-faktor Ekonomi terhadap Inflasi di Indonesia yang Dimediasi oleh Jumlah Uang Beredar (Pendekatan Path Analisis) Regresi linier ordinary leas square dan path analysis

Secara parsial

tingkat suku bunga berpengaruh positif

(signifikan), kurs

berpengaruh positif

(tidak signifikan)

dan JUB

berpengaruh positif (signifikan) terhadap Inflasi.

3 Primawan

Wisda Nugroho (2012) Analisis Faktor-faktor yang Mempengarhi Inflasi di Indonesia Regresi linier berganda dengan metode ordinary least square

Variabel produk

domestik bruto

(PDB) dan suku

bunga SBI

berpengaruh secara positif dan signifikan


(48)

33

No Peneliti Judul Model

Penelitian

Hasil Periode

2000.1-2011.4

(OLS) terhadap inflasi,

sedangkan variabel

kurs berpengaruh

positif dan tidak

signifikan terhadap inflasi.

Variabel JUB (M2) berpengaruh negatif

dan signifikan

terhadap inflasi.

4 Valentine

Widi Virdhani (2011) Pengaruh Nilai Tukar dan Produk Domestik Bruto terhadap Inflasi Periode Tahun 1980-2010 ECM dengan pendekatan Autoregressi ve Distributed Lagged (ADRL) disertai variabel Dummy

Nilai tukar

berpengaruh positif

dan memiliki

hubungan terhadap

inflasi.

PDB berpengaruh

negatif dan memiliki

hubungan terhadap

inflasi.

Inflasi periode

sebelumnya mempengaruhi

inflasi periode

selanjutnya dengan

hubungan negatif

dalam jangka

pendek.

Nilai tukar dan PDB berpengaruh

terhadap inflasi

dalam jangka

panjang.

Secara

bersama-sama nilai tukar dan JUB mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang.

5 Oktya Setya

Pratidina (2012) Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di VECM (Vector Error Correction Model)

Pada faktor eksternal variabel nilai tukar dan harga minyak

dunia berpengaruh

positif dan signifikan

terhadap inflasi


(49)

No Peneliti Judul Model Penelitian

Hasil

Indonesia panjang. Variabel

harga pangan dunia berpengaruh positif

namun tidak

signifikan dalam

jangka panjang.

Sedangkan pada

faktor internal

variabel ekspektasi inflasi, uang beredar

dan pengeluaran

pemerintah

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap inflasi

dalam jangka

panjang. Variabel

PDB berpengaruh

negatif dan

signifikan terhadap inflasi dalam jangka

panjang. Variabel

suku bunga

berpengaruh negatif

namun tidak

signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang.

6 Natsir

(2008) Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Ekspektasi Inflasi Periode 1990:2-2007:1 VAR (Vector Auto Regression)

Variabel kurs dan

ekspektasi inflasi

tidak mampu

menjelaskan secara

signifikan variasi

sasaran akhir

kebijakan moneter

(inflasi).

Variabel kurs hanya mampu menjelaskan

variasi inflasi

sebesar 33,88 persen

dan variabel

ekspektasi inflasi

hanya mampu


(50)

35

No Peneliti Judul Model

Penelitian

Hasil

inflasi sebesar 15,03 persen.

Granger causality dan predictive power

antara ekspektasi

inflasi dan kurs

dengan inflasi

sebagai sasaran akhir

kebijakan moneter

relatif lemah.

7 Nova Riana

Banjarnahor (2008) Mekanisme Suku Bunga SBI sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi Indonesia VAR (Vector Auto Regression)

Suku bunga SBI

memberikan

pengaruh yang kecil dalam menjelaskan

variasi perubahan

persentase nilai IHK.

8 Nurobi

Goldiman Wardianda (2014) Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Nilai Tukar dengan Pendekatan VECM Periode 2005:1-2012:12

VECM Suku bunga PUAB

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap nilai tukar.

Perubahan suku

bunga PUAB akan menyebabkan

depresiasi nilai tukar

dan peningkatan

ekspor.

9 Natsir

(2008) Peranan Jalur Suku Bunga dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia VAR (vector auto regression)

Variabel suku bunga

pasar uang antar

bank mampu

menjelaskan variasi

sasaran akhir

kebijakan moneter

secara signifikan

yaitu sebesar 63,11 persen.

10 Nurul Izzah

(2012) Analisis Pengaruh Kebijakan FEM (Fixed Effect Model)

Secara parsial suku

bunga dan kredit


(51)

No Peneliti Judul Model Penelitian Hasil Moneter dan Kebijakan Fiskal Regional terhadap Stabilitas Harga dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah (Periode 2001:2010) dalam mempengaruhi inflasi.

11 Yassirli Amrini, Hadi Aimon, Efrizal Syofyan (2014) Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Inflasi dan Perekonomian di Indonesia

VAR Jumlah uang

beredar, JUB periode

sebelumnya, suku

bunga SBI, Kurs,

dan perekonomian

(PDB) secara

bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Secara parsial JUB berpengaruh

signifikan dan positif terhadap inflasi di Indonesia.

JUB periode

sebelumnya berpengaruh

signifikan dan positif

terhadap inflasi

diIndonesia.

Suku bunga SBI

berpengaruh

signifikan dan

negatif terhadap

inflasi di Indonesia.

Kurs berpengaruh

signifikan dan positif terhadap inflasi di Indonesia.

Perekonomian (PDB) tidak


(52)

37

No Peneliti Judul Model

Penelitian

Hasil berpengaruh

signifikan terhadap inflasi di Indonesia dan arahnya positif.

12 Natsir

(2008) Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Nilai Tukar

VAR Kurs hanya mampu

menjelaskan variasi inflasi sebesar 19,70 persen lebih kecil dibandingkan

dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh paritas SBI yakni

sebesar 43,27

persen. Granger

Causality dan Predictive Power lemah antara kurs dan inflasi.

13 Banu

Yodiatmaja (2012)

Hubungan antara BI Rate

dan Inflasi Pendekatan Kausalitas Toda-Yamamoto Uji Kausalitas Toda-Yamamoto

BI rate

menyebabkan

perubahan tingkat

inflasi dalam jangka waktu dua bulan dan inflasi menyebabkan perubahan tingkat BI rate dalam jangka waktu yang sama.

14 Brieuc

Monfort dan Santiago Pena (2008) Inflation Determinants in Paraguay: Cost-Push versus Demand Pull Factors VAR (Vector Autoregressi on), DOLS (Dynamic Ordinary Least Square)

Pertambahan M2

sebesar 1 persen, akan menyebabkan naiknya inflasi sebesar 0,05 persen

dalam jangka

panjang.

Pertambahan 1

persen pada inflasi

dari Negara lain

(imported inflation),

yaitu Brazil,

menyebabkan inflasi di Paraguay dalam jangka pendek. Pada jangka pendek, inflasi pada bahan


(53)

No Peneliti Judul Model Penelitian

Hasil

pangan memberi

kontribusi 35 persen dari CPI.

Selanjutnya, inflasi yang terjadi pada kuartal sebelumnya

sebesar 1 persen

akan menyebabkan inflasi pada kuartal selanjutnya sebesar 0,4 persen.

15 N. P.

Revindra Deyshappri ya (2014) Inflation Dynamics in Sri Lanka: An Application of VECM Approach VECM (Vector Error Correction Model)

Variabel harga beras

dalam jangka

panjang

mempengaruhi inflasi di Sri Lanka.

Sedangkan untuk

variabel lainnya

seperti GDP,

pengangguran, dan

nilai tukar tidak

berperngaruh

terhadap tingkat

inflasi di Sri Lanka. laju inflasi.

Dalam jangka

panjang variabel

uang primer tidak berpengaruh

signifikan terhadap

laju inflasi,

sebaliknya variabel

PDB riil

berpengaruh

signifikan terhadap laju inflasi.

16 Abdul

Ghafoor

Awan dan

Muhammad Imran (2015) Factors Affecting Food Price Inflation in Pakistan VECM (Vector Error Correction Model)

Variabel

demand-pull dan cost-push inflation dalam

jangka panjang,

yaitu harga pupuk, money supply, dan

GDP per kapital


(54)

39

No Peneliti Judul Model

Penelitian

Hasil

terhadap inflasi di Pakistan.

Sedangkan nilai

tukar berpengaruh

negatif terhadap

inflasi di Pakistan. Kemudian, konstanta

memiliki pengaruh

positif terhadap

inflasi di Pakistan

dalam jangka

panjang.

17 Juthathip

Jongwanic dan Donghyun Park (2008) Inflation in Developing Asia:

Demand-Pull or Cost-Push?

VAR (Vector Autoregressi

on)

Hasil penelitian

memberikan fakta

bahwa harga

makanan dan harga minyak merupakan guncangan eksternal penyebab terjadinya suatu inflasi di Asia

yang dapat

menjelaskan kurang dari 30 persen. 60 persen tingkat inflasi di Asia di pengaruhi oleh kenaikan pada permintaan agregat

dan ekspektasi

inflasi

18 Muhammad

Anif Afandi (2012)

Analisis Determinan Inflasi dari Sisi

Supply (Cost-Push Inflation) di Indonesia Periode 2008:1-2014:12 Pendekatan Vector Error Correction Model (VECM) VECM (Vector Error Correction Model)

Pada jangka pendek, Variabel inflasi itu sendiri, nilai tukar rupiah, harga BBM, dan upah nominal berpengaruh

signifikan terhadap inflasi IHK. Pada

jangka panjang,

variabel nilai tukar rupiah, harga BBM,

dan BI Rate

berpengaruh negatif

dan signifikan


(55)

C. Kerangka Pemikiran

Secara teoritis JUB dapat mempengaruhi inflasi, karena ketika jumlah uang beredar naik akan meningkatkan daya beli masyarakat yang cenderung dapat menambah konsumsi masyarakat dengan meningkatnya tingkat belanja sehingga menyebabkan naiknya harga yang dikarenakan bertambahnya permintaan dari masyarakat. Bertambahnya permintaan masyarakat tersebut akan menaikkan harga, jika kenaikan ini terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan terjadinya inflasi. Maka dari itu JUB berpengaruh positif terhadap inflasi.

Ketika kurs naik atau rupiah terdepresiasi (rupiah melemah), hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya harga barang impor. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan permintaan akan mata uang asing sedangkan penawaran valas tetap rendah. Kenaikan kurs tersebut menyebabkan harga-harga naik dan meningkatkan inflasi. Oleh sebab itu kurs berpengaruh positif terhadap inflasi.

Suku bunga BI rate merupakan suku bunga acuan dari Bank Indonesia yang digunakan untuk mempengaruhi inflasi. Secara teori ketika BI rate naik maka akan menaikkan suku bunga pada pasar uang, hal tersebut akan direspon oleh masyarakat dengan meningkatkan saving dan menurunkan konsumsi, dimana penurunan konsumsi akan menyebabkan permintaan akan barang dan jasa juga turun, sehingga menurunkan inflasi. Oleh sebab itu BI rate berpengaruh negatif terhadap inflasi.


(56)

41

Tingginya angka produk domestik bruto (PDB) akan menggeser permintaan agregat dan dapat menjadi penyebab terjadinya kenaikan tingkat inflasi. Kenaikan PDB yang lebih besar dari pada lapangan kerja atau kesempatan kerja maka dapat menyebabkan naiknya harga dimana kenaikan harga tersebut akan lebih cepat yang pada akhirnya dapat meningkatkan inflasi (Sukirno, 2006). Oleh sebab itu PDB berpengaruh positif terhadap inflasi. Berdasarkan uraian diatas maka alur pemikiran tentang analisis pengaruh JUB, kurs, BI rate, dan PDB terhadap inflasi adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

1. JUB diduga berpengaruh positif terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Kurs diduga berpengaruh positif terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

+

INFLASI (Y) Sebagai Variabel

Stabilitas Ekonomi

+

+

-

JUB (X1)

KURS (X2)

BI RATE (X3)


(57)

3. BI rate diduga berpengaruh negatif terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. PDB diduga berpengaruh positif terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.


(58)

43

BAB III

ME

TODE PENELITIAN

A. Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini, obyek yang diamati yaitu inflasi sebagai variabel dependen, dan variabel independen JUB, kurs, BI rate dan PDB sebagai variabel yang mempengaruhi inflasi.

B. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, jenis data berupa data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari sumber lain yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen yaitu Inflasi dan beberapa variabel independen yaitu JUB, kurs, BI rate dan PDB. Data yang diperoleh adalah data dalam bentuk bulanan dari bulan januari 2010 sampai dengan bulan juni 2016.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa metode studi pustaka, buku referensi, pengumpulan data dari instansi terkait (Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik), serta jurnal-jurnal ekonomi. Data yang diperoleh berupa data time series dari tahun 2010 bulan januari sampai dengan tahun 2016 bulan juni.


(59)

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Inflasi

Inflasi adalah angka yang menunjukkan kenaikan harga-harga keseluruhan dari kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu (dalam satu periode). Dalam penelitian ini data inflasi yang digunakan adalah data inflasi bulanan Indonesia dalam satuan persen (%).

2. Jumlah uang beredar (JUB)

Jumlah uang beredar merupakan jumlah nilai keseluruhan uang yang beredar atau berada di masyarakat dan perekonomian suatu Negara dalam kurun waktu bulanan dan diukur dengan satuan milyar rupiah. 3. Kurs

Kurs merupakan harga dari mata uang rupiah terhadap mata uang dollar, kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs tengah (rupiah terhadap dollar AS).

4. BI Rate

BI-rate adalah suku bunga acuan Bank Indonesia yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter BI dan merupakan

sinyaling bagi kebijakan-kebijakan moneter yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini menggunakan BI-rate bulanan yang diukur dalam satuan persen (%).


(60)

45

5. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah dari nilai barang dan jasa dari semua unit ekonomi atau merupakan jumlah nilai tambah dari semua unit usaha di dalam suatu Negara. PDB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB menurut penggunaan atas dasar harga konstan 2010 dalam milyar rupiah.

E. Uji Hipotesis dan Analisis Data

Metode analisis di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

ekonometrika dengan Vector Auto Regressive (VAR)/Vector Error

Correction Model (VECM). Tahap analisis dalam proses pengujian VAR dan VECM dilakukan melalui beberapa tahap. Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data-data dalam penelitian ini adalah “EVIEWS 7.2”.

VAR/VECM merupakan salah satu metode analisis data yang berbentuk time series dalam suatu penelitian. Menurut Gujarati dalam Basuki dan Yuliadi (2015) ada beberapa keuntungan menggunakan metode VAR jika dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain yaitu:

1. Lebih sederhana karena tidak perlu memisahkan variabel-variabelnya antara variabel bebas dan variabel terikat.

2. Estimasi akan lebih sederhana karena menggunakan metode OLS

(Ordinary Least Square) biasa.

3. Hasil estimasinya lebih baik jika dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih rumit.


(61)

Pola pemodelan di dalam analisis VAR dilakukan dengan mengetahui apakah data yang digunakan stasioner pada tingkat level atau tidak, selanjutnya jika data yang digunakan sudah stasioner pada tingkat level maka model tersebut dapat di proses menggunakan model VAR, namun jika data yang digunakan stasioner pada tingkat first difference maka proses pengolahan data menggunakan pemodelan VAR first difference atau menggunakan model VECM apabila data menunjukkan adanya kointegrasi (Basuki, 2015).

Pemilihan metode VAR/VECM dalam suatu penelitian memiliki beberapa pertimbangan karena metode regresi linier banyak dikritik dan lemah sebab metode regresi linier tersebut meregresikan suatu variabel atas dirinya sendiri, selain itu dalam penggunaan metode regresi linier tidak dapat mendeteksi kausalitas antara variabel-variabel yang digunakan secara dinamis. Penggunaan metode VAR/VECM juga dipilih karena data yang diambil adalah data time series yang menggambarkan fluktuasi ekonomi dan dalam perekonomian dampak dari pengambilan suatu kebijakan misalnya kebijakan moneter terhadap perkembangan ekonomi di sektor riil melalui mekanisme biasanya tidak akan berdampak langsung seketika itu tetapi biasanya membutuhkan jangka waktu tertentu (lag).

Langkah-langkah analisis data: 1. Uji Stationeritas

Syarat penting di dalam menganalisis sebuah data time series


(1)

16

2. Hasil Analisis VDC Inflasi terhadap Variabel Penelitian

Analisis VDC (Variance Decomposition) menjelaskan proporsi atau seberapa besar variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel dependen dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, analisis VDC difokuskan untuk melihat pengaruh variabel independen (JUB, Kurs, BI Rate, dan PDB) terhadap variabel dependennya (inflasi). Berdasarkan hasil pengujian variabel inflasi memberikan kontribusi sebesar 63,39 persen terhadap pembentukan inflasi itu sendiri, variabel JUB (jumlah uang beredar) memberikan kontribusi sebesar 6 persen terhadap pembentukan inflasi, variabel kurs memberikan kontribusi sebesar kurang dari 2 persen terhadap pembentukan inflasi, variabel BI Rate memberikan kontribusi terhadap inflasi sebesar sebesar 8,44 persen terhadap pembentukan inflasi, variabel PDB memberikan kontribusi sebesar 20,54 persen terhadap pembentukan inflasi.

PENUTUP A. Kesimpulan

1. Dalam jangka pendek JUB lag 3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesi. Dalam jangka panjang JUB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

2. Dalam jangka pendek kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Dalam jangka panjang kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

3. Dalam jangka pendek BI rate pada lag 1 berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Dalam jangka panjang BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.


(2)

17

4. Dalam jangka pendek PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Dalam jangka panjang PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

B. Saran

1. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka pendek JUB berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap peredaran uang yang ada di masyarakat.

2. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka panjang kurs dan PDB berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Peningkatan PDB penggunaan (dari sisi konsumsi) harus diimbangi dengan peningkatan produksi domestik. Sehingga kenaikan aggregate demand yang diikuti oleh peningkatan output akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan inflasi yang tercipta akan memberikan dampak yang positif bagi perekonomian. Untuk dapat meningkatkan output atau produksi maka produsen harus dapat menekan biaya serendah-rendahnya, selain itu Indonesia harus mampu memproduksi bahan-bahan faktor produksi sendiri, sehingga ketika terjadi depresiasi nilai rupiah tidak akan terlalu berdampak pada produksi yang dapat meningkatkan harga dan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi.

3. Berdasarkan dari hasil penelitian, dalam jangka pendek BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Oleh karena itu, peningkatan BI rate harus diimbangi dengan kebijakan fiskal dan penguatan kerjasama dengan tim pengendalian inflasi serta perbankan sebagai sasaran dari adanya perubahan BI rate agar stabilitas inflasi tetap terjaga pada tingkat yang diharapkan.

4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah periode penelitian dan variabel lainnya yang mempengaruhi inflasi.


(3)

18

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan penelitian oleh peneliti. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah periode yang digunakan. Dimana periode yang digunakan dalam penelitian hanya pada rentang waktu mulai bulan januari 2010 sampai dengan bulan juni 2016. Kemudian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian hanya mencakup variabel Inflasi, JUB, Kurs, BI Rate, dan PDB.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M. A. (2015). Analisis Determinan Inflasi dari Sisi Supply (Cost-Push Inflation) di Indonesia Periode 2008:1-2014:12 Pendekatan Vector Error Correction Model (VECM). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Amrini, Y., Aimon, H., & Syofyan, E. (n.d.). (2014). Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Inflasi dan Perekonomian di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 2(4). Aprileven, Harda Putra. (2015). Pengaruh Faktor-faktor Ekonomi terhadap Inflasi di

Indonesia yang Dimediasi oleh Jumlah Uang Beredar (Pendekatan Path Analysis). Economics Development Analysis Journal 4(1).

Ascarya. (2012). Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Awan, A. G., & Imran, M. (2015). Factors Affecting Food Price Inflation in Pakistan. ABC Journal of Advanced Research. Vol IV 1. Hal 74-87.

Baasir, F. (2003). Pembangunan dan Crisis. Jakarta: Pustaka Harapan.

Banjarnahor, N. R. (2008). Mekanisme Suku Bunga SBI sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter dan Variabel Makroekonomi Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2008 .

Basuki, Agus Tri. (2015). Regresi dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Danisa Media

Basuki, A. T., & Yuliadi, I. (2015). Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra Pustaka Nurani (Matan).

Boediono. (1994). Ekonomi Moneter. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2. Yogyakarta: BPFE.


(4)

19

Deyshappriya, N. P. R. (2014). Inflation Dynamic in Srilanka: An Aplication of VECM Approach. Ruhuna Journal of Management and Finance. Vol 12 Juli hal 20-26. Gujarai, D. N. (2003). Basic Economerics, Fourth Edition. Singapore: McGraw-Hill.

Hudaya, A. (2011). Analisis Kurs, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga SBI terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2001-2010.

Ikasari, Hertiana. (2005). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Uang Beredar Primer terhadap Inflasi di Indonesia Periode 1991.1-2003.2. Thesis Universitas Diponegoro.

Iswardono. (1997). Uang dan Bank. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Izzah, N. (2012). Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Regional terhadap Stabilitas Harga dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah (Periode 2001-2010). Economics Development Analysis Journal .

Jongwanich, J., & Park, D. (2008). Inflation in Developing Asia: Demand-Pull or Cost-Push. ERD Working Paper Series 121. Asian Development Bank.

Kardoyo, Kuncoro, Hadi, & Mudrajat. (2001). Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen 1983:2-2000:3.

Karl, & Fair. (2001). Pembayaran Bunga Tahunan dari suatu Pinjama, dalam Bentuk Persentase dari Pinjaman yang Diperoleh.

Kuncoro, M. (2011). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?. Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

Laporan Perekonomian Indonesia. (2014). Memperkokoh Stabilitas, Mempercepat Reformasi Struktural untuk Memperkuat Fundamental Ekonomi. Jakarta: Bank Indonesia _________. (2015). Bersinergi Mengawal Stabilitas, Mewujudkan Reformasi Struktural.

Jakarta: Bank Indonesia.

Mangkoesoebroto, G., & Algifari. (1998). Teori Ekonomi Makro. Edisi ke-3. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Mankiw, N. G. (2006). Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan Sungkono. Jakarta: Salemba Empat.

________. (2007). Teori Makroekonomi. Edisi Keenam. Alih Bahasa Iman N. Jakarta: Erlangga

Manullang, M. (1993). Pengantar Teori Ekonomi Moneter. Jakarta: Ghalia Indonesia. McEarhern, W. A. (2000). Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.

Mishkin, F. S. (2004). The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International Edition. New York: Person Adition Wesley Longman.


(5)

20

Monfort, B., & Pena, S. (2008). Inflation Determinants in Paraguay: Cost Push versus Demand Pull Factors. WHD Working Paper WP/08/270. International Monetary Fund.

Muhammad. (2002). Kebijakan Moneter Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat.

Natsir, M. (2008). Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Ekspektasi Inflasi Periode 1990:2-2007:1.

________. (2008). Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar Periode 1990:2-2007:1.

________. (2008). Peranan Jalur Suku Bunga dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Jurnal Ekonomi.

________. (2008). Studi Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Suku Bunga, Jalur Nilai Tukar dan Jalur Ekspektasi Inflasi Periode 1990:2-2007:1. Disertasi pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nopirin. (1992). Ekonomi Moneter (Buku I). Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE. ________. (1989). Ekonomi Moneter (Buku II) Edisi Keduabelas. Yogyakarta: BPFE. ________. (2000). Ekonomi Moneter 1. Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

________. (1997). Ekonomi Moneter. Buku 1 Edisi Keempat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nugroho, Primawan Wisda. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 2000.1-2011.4. Skripsi FEB Universitas Diponegoro.

Pratidina, O. S. (2012). Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Purnomo, H. (2014). Dampak Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga BI Rate, dan Kesenjangan Output terhadap Inflasi di Indonesia (2005:07-2013:04). Skripsi Fakultas EkonomiUniversitas Lampung.

Samuelson, Paul A, & Nordhaus, William D. (1996). Makroekonomi. Edisi Keempatbelas. Jakarta: Erlangga.

Siamat, D. (2001). Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Siamat, D. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter dan Perbankan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


(6)

21

Sims, C. A. (1980). Macroeconomics and Reality. Econometrika vol. 48. Januari 1980. Number 1 .

Sipayung, P. T. (2013). Pengaruh PDB, Nilai Tukar dan Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di Indonesia Periode 1993-2012. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana Vol,2, No,7, Juli 2013 .

Sukirno, Sadono. (2006). Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar Kebijakan. Cetakan Ketiga. Jakarta: Kencana.

Sunariyah. (2004). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sutawijaya, A. (2012). Pengaruh Faktor-faktor Ekonomi terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal

Organisasi dan Manajemen, Volume 8, Nomor 2 .

Tambunan. (1996). Sumber Inflasi dan Kebijakan Kontraktif di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol XLIV Nomer 1.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia. Bandung: Penerbit "Citra Umbara".

Virdhani, Valentine Widi. (2011). Pengaruh Nilai Tukar dan Produk Domestik Bruto terhadap Inflasi Periode Tahun 1980-2010). Thesis Atmajaya.

Wardianda, N. G., & R, D. O. (2014). Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Nilai Tukar dengan Pendekatan VECM Periode 2005:1-2012:12. Jurnal Ekonomi Pembangunan , 59-72.

Widarjono, A. (2013). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Winarno, W. W. (2015). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Edisi keempat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Yodiatmaja, Banu. (2012). Hubungan antara BI Rate dan Inflasi Pendekatan Kausalitas Toda-Yamamoto. JEJAK Journal of Economics and Policy, 5(2).

bi.go.id bps.go.id