TRANSESTERIFIKASI POTENSI EKONOMI METIL ESTER DARI CPO

6 faktor yang mempercepat reaksi ini adalah panas, air, keasaman katalis enzim. Kualitas standar ALB yang dibolehkan di dalam minyak sawit adalah sekitar 3 [20].

2.1.2 Kelembapan

Daya campur antara minyak dan air, dikondisi tertentu akan menghidrolisis trigliserida minyak menjadi ALB dan gliserol. C 3 H 5 OOCR 3 + 3HOH → C 3 H 5 OH 3 + 3HOOCR Sehingga, pada bahan ini harus dilakukan proses pencegahan dengan cepat agar minyak sawit memiliki kandungan ALB yang rendah. Minyak sawit yang memiliki ALB yang rendah mengindikasikan bahwa minyak tersebut dapat diproses dengan baik [20]. Tapi di bawah kondisi praktik, laju hidrolisis pemecahan molekul trigliserida untuk memproduksi ALB dapat diabaikan pada kandungan air pada 0,1. Sehingga ukuran kualitas kontrol, kandungan air minyak sawit harus diturunkan menjadi dibawah 0,1 untuk mencegah peningkatan ALB [19]. Kualitas minyak sawit tersebut diatas harus tetap dipertahankan, karena perubahan pada kualitas tersebut dapat menyebabkan menurunnya kualitas asam lemak dan gliserin yang dihasilkan dari proses hidrolisa atau splitting atau pemasakan asam lemak dan gliserin dari trigliserida minyak sawit [31].

2.2 TRANSESTERIFIKASI

Proses transesterifikasi merupakan metode umum dalam pembuatan biodiesel. Metode ini bisa menghasilkan biodiesel hingga rendemen 95 dari bahan baku minyak tumbuhan. Pada dasarnya, proses ini bertujuan untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester FAME [23]. TRIGLISERIDA METANOL METIL ESTER GLISEROL Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi H –O–CH 3 H –O–CH 3 H –O–CH 3 Universitas Sumatera Utara 7 Metode transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 empat tahapan, yaitu : 1. Pencampuran katalis alkalin dengan alkohol metanol atau etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5-1,0 wt dan 10-20 wt metanol terhadap massa minyak. 2. Pencampuran alkohol dan katalis dengan minyak pada temperatur 55 C dengan kecepatan pengadukan konstan. Reaksi dilakukan sekitar 30-45 menit. 3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ini sering disebut sebagai crude biodiesel, karena metil ester yang dihasilkan mengandung zat-zat pengotor, seperti sisa metanol, sisa katalis alkalin, gliserol dan sabun. 4. Metil ester yang dihasilkan pada tahap ketiga dicuci menggunakan air hangat untuk memisahkan zat-zat pengotor dan kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam biodiesel [23]. Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk membuat reaksi berjalan kearah kanan [29]. Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi. Secara stoikimetris 1 mol trigliserida akan bereaksi dengan 3 mol metanol, menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol [16].

2.3 KATALIS

Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi tetapi zat tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan reaksi, jadi katalis ini ikut dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali. Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis homogen dan katalisis heterogen. Katalisis homogen adalah katalis yang mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalisis homogen kurang efektif dibandingkan dengan katalisis heterogen karena heterogenitas permukaannya. Pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktannya sedangkan katalisis heterogen pemisahan antara katalis dan produknya serta sisa reaktan mudah dipisahkan. Dengan demikian, karena mudah dipisahkan dari Universitas Sumatera Utara 8 campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalisis heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia [30]. Gambar 2.2 Mekanisme reaksi heterogen [24] Dalam reaksi heterogen, pertama-tama reaktan akan terserap adsorption pada permukaan aktif katalis, selanjutnya akan terjadi interaksi baik berupa reaksi sebenarnya pada permukaan katalis, atau terjadi pelemahan ikatan dari molekul yang terserap. Setelah reaksi terjadi, molekul hasil reaksi produk akan dilepas dari permukaan katalis. Oleh karena itu, katalis yang baik perlu meiliki kemampuan menyerap dan melepaskan yang baik pula [24]. Keuntungan lain dari katalisis heterogen adalah tidak korosif, ramah terhadap lingkungan, memiliki waktu hidup yang panjang dan dapat memberikan aktifitas dan selektifitas yang tinggi. Bila digunakan logam atau oksidanya sebagai katalis maka kita berusaha untuk membuat permukaan yang dapat bekerja secara katalisis sebesar-besarnya. Untuk keperluan itu sering kali digunakan pendukung. Pendukung disini adalah melalui permukaan yang lebih besar seperti batu apung, arang aktif oksida, aluminium, CaO dan silikat oleh pelekatan bagian-bagian logam diatas bahan pendukung ini. Permukaan aktif kadang-kadang diperbesar sampai seratus kali lipat atau lebih. Karena itu bobot dari katalis dari yang sesungguhnya kadang-kadang hanya berjumlah sebagian kecil dari seluruh bobot dari katalis yang sesungguhnya. Suatu katalis jika sudah terpakai beberapa kali maka aktivitasnya akan berkurang. Ini berarti bahwa kemampuan untuk mempercepat reaksi tertentu telah berkurang. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya oleh suhu yang terlalu tinggi katalis dapat lumer sebagian atau disenter, penyebab lain yaitu katalis dapat bereaksi dengan produk atau kotoran yang terdapat didalam bahan dasar. Penyebab yang terkenal dari pengurangan aktivitas katalis adalah belerang dan Universitas Sumatera Utara 9 persenyawaan belerang, air lembab vouch dan uap minyak dapat dimasukkan kedalam kelompok ini yang dikenal dengan racun katalis atau poisoning catalyst. Didalam dunia industri katalis yang digunakan: 1. Harus murni 2. Stabil terhadap panas 3. Memiliki waktu hidup yang panjang 4. Dapat diregenerasi Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel seperti oksida logam alkali tanah atau campuran logam alkali dengan aluminium dan zeolit namun kebanyakan katalis logam alkali mudah mengalami kerusakan dan memiliki waktu hidup yang singkat, sementara itu CaO adalah katalis basa yang memiliki waktu hidup yang panjang. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan katalis yang memiliki stabilitas yang tinggi, stabil terhadap panas dan dapat diregenerasi adalah dengan melakukan pen-doping-an [29]. Sejauh ini telah dilakukan pen-doping-an, salah satu produk katalis yang dihasilkan dari teknik ini adalah LiCaO. Katalis ini memiliki keuntungan seperti kemudahan untuk mengisolasi produk dan dapat digunakan dalam proses kontinu. Namun, perlu dioptimalkan pen-doping-annya antara Li dalam bentuk LiNO 3 diikatkan ke dalam CaO [36].

2.3.1 CaO

Nama lain dari CaO adalah lime, caustic, quicklime atau gamping. CaO merupakan oksida basa netral yang didapat dari batuan gamping dimana terkandung CaO sedikitnya 90 dan magnesia 0-5, kalsium karbonat, silika, alumina, feri oksida terdapat sedikit sebagai ketidakmurnian. Ditinjau dari komposisinya, ada beberapa jenis gamping. Gamping hidraulik didapat dari pembakaran batu gamping yang mengandung lempung, gamping berkadar kalsium tinggi lebih dimanfaatkan didalam reaksi kimia. Gamping dolomit yang biasanya 35-45 CaO dan 10-25 MgO. Kalsium karbonat dan juga magnesium didapat dari endapan batu gamping marmer, kapur chalk, dolomit atau kulit kerang. Untuk tujuan penggunaan kimia, Universitas Sumatera Utara 10 biasanya batu gamping yang agak murni lebih disukai sebagai bahan awal, karena dapat menghasilkan gamping berkadar kalsium tinggi. CaO Mr 56,08 gmol memilki sifat higroskopis, titik lelehnya 2600 o C dan titik didihnya 2850 o C, tidak larut dalam HCl, struktur kristalnya oktahedral, memiliki luas permukaannya 0,56 m 2 g [15]. CaO memiliki sisi-sisi yang bersifat basa dan CaO telah diteliti sebagai katalis basa yang kuat dimana untuk menghasilkan biodiesel menggunakan CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang rendah, masa katalis yang lama, serta biaya katalis yang rendah. Pernah dihasilkan biodiesel dengan menggunakan nano CaO dalam kondisi suhu kamar. Tetapi kecepatan reaksi begitu lambat dan membutuhkan 6-24 jam untuk memperoleh konversi hasil yang tinggi. Telah diteliti juga tentang deaktivitasi setelah tiga kali siklus dengan asam lemak. Dan diperoleh 93 hasil dari minyak jarak pagar menggunakan CaO sebagai katalis tetapi katalis tersebut harus direaksikan dengan larutan amonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu yang tinggi. CaO sebagai katalis heterogen, dimana O 2- bereaksi dengan H + dari H 2 O untuk membentuk OH - , direaksikan lebih mudah oleh reaktan pada reaksi kimia. Kemudian OH - direaksikan dengan H + dari metanol untuk membentuk metoksi anion dan air. Metoksi anion merupakan sisi aktif. Mekanisme transesterifikasi gliserida untuk menghasilkan biodiesel yaitu : 1. Metoksi anion menyerang karbon yang terikat dengan karbonil dari molekul trigliserida untuk membentuk zat antara tetrahedral 2. Tetrahedral intermediate mengambil H + dari CaO .Tetrahedral metoksi juga dapat bereaksi dengan metanol untuk membentuk metoksi anion 3. Langkah terakhir adalah pengaturan kembali zat antara tetrahedral yang akan menghasilkan biodiesel dan gliserol [29]. Universitas Sumatera Utara 11 Gambar 2.3 Mekanisme reaksi transesterifikasi basa heterogen dengan katalis [29]

2.3.2 LiCaO

Rangkaian alkali metal Li, Na, K telah diikat dengan oksida alkali tanah CaO, BaO, MgO sama halnya dengan K 2 CO 3 diikat dengan Alumina Al 2 CO 3 , disiapkan dan digunakan sebagai katalis untuk transesterifikasi minyak canola dengan CH 3 OH. Empat katalis K 2 CO 3 Al 2 CO 3 dan alkali metal Li, Na, K yang telah diikat dengan BaO cukup efektif untuk transesterifikasi sehingga menghasilkan 85 metil ester. Transesterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen basa menggunakan Na atau K hidroksida, karbonat atau alkoksida. Katalis basa lebih sering digunakan daripada katalis asam menggunakan sulfur atau asam sulfat, dimana lebih korosif dan aktifitas yang lebih rendah. Katalis basa padat juga merupakan alternatif yang menjanjikan untuk produksi metil ester. Penggunaannya memiliki banyak keuntungan, diantaranya adalah mudah dalam mengisolasi produk, mengurangi resiko kontaminasi air, dan peluang untuk digunakan dalam proses kontinu. Dasar utama penempatan oksida alkali tanah adalah dengan keberadaan pasangan ion M 2+ dan O 2+ pada lingkungan Universitas Sumatera Utara 12 koordinasi yang berbeda. Kekuatan basa kelompok II oksida dan hidroksida meningkat dengan urutan MgCaSrBa. Aktivitas katalis dari kalsium oksida, metoksida, barium hidroksida, sodium hidroksida dibandingkan untuk transesterifikasi minyak lobak. Senyawa kalsium lebih murah, tidak beracun, namun memiliki daya larut yang rendah di dalam CH 3 OH dibandingkan sodium hidroksida. Barium hidroksida adalah basa kuat, beracun, daya larut yang rendah di dalam CH 3 OH sehingga kurang baik dalam lingkungan untuk produksi biodiesel. Usaha untuk mengikat kebasaan dari oksida alkali tanah dengan men-doping dengan logam alkali seperti Li. Peningkatan nilai basa oksida alkali tanah dapat menukar pola molekul M 2+ menjadi M + saat kalsinasi bentuk O - . Li diikat dengan katalis CaO dengan rentang 0,26 – 4,0 wt digunakan untuk transesterifikasi gliseril tributirat dan metanol. Sehingga diperoleh kandungan Li dengan 1,23 wt memberikan aktivitas optimum transesterifikasi konversi 100 selama 20 menit. Impregnasi antara dua senyawaan katalis telah dinyatakan berhasil oleh Watkins, et al. 2004, Li dalam bentuk LiNO 3 diimpregnasi dengan CaO. Hasil perbandingan jumlah berat impregnasi antara Li secara teori dengan Li aktual yang masuk ke dalam CaO dapat dilihat pada grafik berikut: Gambar 2.4 Li teori versus Li aktual dari LiNO 3 di-doping ke CaO [36] Grafik ini dapat dijadikan sebagai patokan untuk dasar penelitian yang lebih lanjut bagaimana mengoptimasi produk katalis LiCaO. Sejauh ini, penggunaan L i d i- dopin g ak tual w t Li di- doping teori wt Universitas Sumatera Utara 13 katalis LiCaO untuk produksi biodiesel dari minyak nabati belum terlalu banyak. Sehingga ini menjadi peluang bagi peneliti untuk melihat optimasi LiCaO yang telah di-doping dalam menghasilkan metil ester [1].

2.3.3 Teknik Pen- doping-an dengan Metode Impregnasi Basah

Katalis heterogen memiliki tiga komponen yaitu fasa aktif, promotor dan penyangga. Fasa aktif merupakan sisi aktif dari katalis yang merupakan tempat terjadinya reaksi pada katalis. Semakin luas permukaan fasa aktif, maka aktivitas akan semakin baik. Fasa aktif tersebut biasanya disebar dalam suatu penyangga. Dengan kata lain, penyangga berperan dalam hal sebaran fasa aktif. Semakin luas permukaan penyangga, maka fasa aktif akan tersebar lebih banyak sehingga akan meningkatkan aktivitas. Penyangga juga berfungsi untuk menstabilkan katalis. Reaksi dengan menggunakan katalis heterogen biasanya dijalankan pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi fasa aktif mudah terdekomposisi sehingga penyangga biasa digunakan untuk mencegah dekomposisi fasa aktif. Komponen lain pada katalis heterogen adalah promotor. Promotor berfungsi untuk memperbaiki kinerja katalis. Misalnya untuk mencegah sintering, untuk mencegah reaksi samping dan lain-lain. Fasa aktif, penyangga dan promotor merupakan komponen katalis heterogen, namun tidak semua katalis heterogen memiliki ketiga komponen tersebut. Ada juga katalis yang hanya berupa zat aktif dengan penyangga atau zat aktif dengan promotor. Komponen aktif merupakan pusat aktif katalis yang berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi yang berhubungan dengan aktivitas dan selektivitas. Molibdenum adalah salah satu logam yang dapat digunakan sebagai komponen aktif. Molibdenum yang diembankan pada penyangga dapat diperoleh dari ammonium heptamolybdate, ammonium molybdate tetrahydrate, molybdenum II acetate dimer, molybdenum carbonyl, molybdenum V chloride, molybdenum VI dioxide bisacetylacetonate dan 12-molybdophosphoric acid hydrate. Jumlah molibdenum yang diembankan pada katalis biasanya berkisar 1 s.d. 50 berat dan disarankan antara 3 s.d. 20 berat dari berat total katalis. Promotor ditambahkan pada katalis dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja katalis aktivitas, stabilitas dan selektivitas. Promotor yang biasa digunakan misalnya kobalt Co atau nikel Ni. Kobalt yang diembankan pada penyangga dapat Universitas Sumatera Utara 14 diperoleh dari cobalt nitrate, cobalt II bromida hydrate, cobalt II chloride, cobalt II chloride hexahydrate, cobalt II hydroxide, cobalt II molybdate, cobalt II phosphate hydrate dan cobalt II tungstate. Jumlah kobalt yang diembankan pada katalis berkisar 0,5 s.d. 50 berat dan disarankan antara 1 s.d. 10 berat dari berat total katalis [13]. Untuk proses konversi fraksi hidrokarbon rantai panjang, poliaromatik maupun polimer, dibutuhkan katalis perengkah yang merupakan katalis heterogen padatan. Salah satu jenis katalis untuk proses tersebut adalah metal supported catalyst yang terdiri dari logam yang diembankan pada pengemban padat seperti silka-alumina, alumina dan zeolit. Logam-logam ini secara langsung dapat berfungsi sebagai katalis tanpa diembankan terlebih dahulu pada pengemban, tetapi memiliki kelemahan, diantaranya luas permukaan yang relatif kecil, dan selama proses katalitik dapat terjadi penggumpalan. Pengembanan logam-logam tersebut pada penyangga akan mendistribusikannya secara merata pada permukaan penyangga, sehingga menambah luas permukaan spesifik sistem katalis secara keseluruhan. Metode impregnasi ada dua yaitu impregnasi kering dry impregnation dan impregnasi basah impregnation to incipient wetness. Impregnasi kering, apabila volume larutan yang digunakan kurang dari 1,2 kali volume pori penyangga. Impregnasi basah, apabila volume larutan yang digunakan lebih besar dari 1,5 kali volume pori penyangga. Metode yang umum digunakan adalah impregnasi basah karena mudah dilakukan dibandingkan dengan impregnasi kering [17]. Telah banyak katalis yang diproduksi dengan menggunakan impregnasi. Cara yang dilakukan adalah dengan mencelupkan secara berulang-ulang pellet berpori ke dalam larutan yang mengandung agen katalis. Bermacam-macam teknik seperti tekanan, ruang vakum dan lain-lain digunakan sebagai proses impregnasi. Namun, teknik-teknik ini memiliki kekurangan yaitu biaya yang mahal dan kontrol yang sulit. Untuk biaya yang murah, metode yang sederhana, dapat digunakan metode aktivasi karbon, alumina dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 2.5 Mekanisme impregnasi katalis [27] Perlu diketahui bahwa teknik pen-doping-an bukanlah merupakan proses reaksi karena Li hanya diikatkan dengan memasukkannya ke dalam pori-pori CaO. Metode ini dinamakan dengan impregnasi. Oleh karena itu, diameter Li haruslah lebih kecil daripada diameter pori-pori CaO. Li yang digunakan berupa LiNO 3 sedangkan CaO adalah senyawa netral tanpa campuran lainnya. Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi terhadap CaO, kemudian melakukan proses impregnasi LiNO 3 yang telah dilarutkan dengan sejumlah air tertentu. Pada tahap ini akan terjadi pertukaran ion, sehingga Li + akan dapat masuk ke dalam pori-pori CaO. Selanjutnya dikeringkan dengan suhu tertentu. Dan kemudian dianalisa seberapa banyak Li + yang masuk ke dalam CaO. Untuk melakukan pen-doping-an senyawa LiNO 3 dengan CaO netral perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: 1. LiNO 3 yang digunakan merupakan padatan. Untuk dapat men-doping Li ke dalam CaO maka LiNO 3 perlu dilarutkan, agar LiNO 3 dapat terdisosiasi menjadi Li + dan NO 3 - dan H 2 O akan terbentuk menjadi H + dan O 2- . Namun, tidak boleh terlalu encer, karena ion Li + akan menyatu dengan OH - dan membentuk LiOH. Padahal LiOH merupakan senyawa hidrofilik, hal ini akan menyebabkan membesarnya diameter LiOH dan akan sulit masuk ke dalam pori-pori CaO. Sehingga kondisi fisik yang baik untuk melarutkan LiNO 3 adalah dalam bentuk sol gel. Penyangga Impregnasi Pengeringan, Kalsinasi T = 400 o C Reduksi Katalis aktif Pencelupan Larutan garam logam Universitas Sumatera Utara 16 Gambar 2.6 Teknik pen-doping-an sol-gel katalis [27] 2. CaO merupakan senyawa netral. Dalam pen-doping-annya untuk menampung Li + pori-pori CaO dapat dikondisikan. Pengkondisiannya dilakukan dengan pemanasan suhu tinggi. Namun pada suhu tinggi tertentu struktur CaO dapat rusak. Sehingga perlu diperhatikan seberapa tinggi suhu yang digunakan untuk preparasi CaO. Kedua faktor diatas menjadi poin penting untuk menngoptimumkan jumlah Li yang dapat masuk ke dalam CaO. Kesimpulannya konsentrasi LiNO 3 dan suhu pemanasan CaO menjadi variabel penting untuk mendapatkan kondisi optimum pen- doping-an produk katalis LiCaO. Untuk lebih lanjut penelitian ini dapat diteruskan untuk mengetahui seberapa baik katalis LiCaO dapat digunakan. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan pengetesan beberapa kali penggunaan katalis LiCaO dalam memproduksi biodiesel. Pen-doping-an CaO dengan logam-logam alkali tanah dengan cara impregnasi dapat meningkatkan kekuatan basa dari katalis dibandingkan dengan katalis CaO murni. Penggandengan Li ke dalam katalis CaO telah dilakukan dan diperoleh bahwa teknik ini dapat meningkatkan kekuatan basa dari CaO, sehingga Teknologi Sol-Gel dan Produknya Hidrolisis Polimerisasi Sol Ceramic Fibers Furnace Evaporasi Aerogel Panas Panas Dense Ceramics Xerogel Dense Film Partikel seragam Gel basah Xerogel film Larutan Logam Alkoksida Larutan Universitas Sumatera Utara 17 meningkatkan efektifitas katalis dalam reaksi transesterifikasi gliseralbutirat dengan metanol menjadi metil butanoat [36].

2.4 POTENSI EKONOMI METIL ESTER DARI CPO

LOW GRADE CPO merupakan salah satu komoditi yang menarik untuk dikembangkan penggunaannya. Selain menarik, komoditi ini memiliki kecenderungan peningkatan produksi setiap tahunnya, khususnya di Indonesia. Data produksi CPO Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Data produksi CPO Indonesia [10] Tahun Produksi CPO ton 2008 17.539.788 2009 19.324.294 2010 21.958.120 2011 23.096.541 2012 23.521.071 Salah satu produk turunan dari pengolahan CPO adalah biodiesel dalam bentuk metil ester. Produksi biodiesel nasional juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Data produksi, ekspor, dan konsumsi biodiesel 10 3 kiloliter [35] No. Uraian 2009 2010 2011 2012 1 Total produksi 330 740 1.450,118 1.654,20 2 Ekspor 204 563 1.091,306 984,862 3 Konsumsi 60 220 358,812 669,398 Dalam jumpa pers GAPKI awal tahun 2013, Joko Supriyono selaku Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia GAPKI, mengatakan bahwa ada dua keuntungan yang diperoleh dalam pemakaian biodiesel; pertama, konsumsi CPO akan dapat meningkat melalui pertumbuhan penggunaan biodiesel. Rata-rata konsumsi CPO di dalam negeri mencapai 7 juta ton per tahun. Manfaat lain, kata Joko Supriyono, pemerintah dapat mengurangi impor minyak mentah lewat peningkatan campuran biodiesel. Seiring dengan peningkatan produksi CPO nasional tahun ini, maka akan lebih tepat apabila industri biodiesel menyerap minyak sawit dalam negeri [35]. Universitas Sumatera Utara 18 Sejalan dengan hal tersebut, perlu adanya pengembangan teknologi yang berkaitan dengan produksi biodiesel, termasuk di dalamnya adalah variasi bahan baku yang digunakan. Salah satu bahan baku yang dapat diproses menjadi biodiesel metil ester adalah CPO low grade yang memiliki nilai ALB tinggi. Secara informal, diperoleh informasi bahwa setiap 10 ton CPO yang diproduksi per hari, setidaknya akan dihasilkan pula ± 40 kg CPO low grade ± 0,4 dari CPO high grade . Jika diasumsikan persentase tersebut dapat digunakan secara umum untuk produksi CPO nasional tahun 2012 23.521.071 ton, maka setidaknya ada ± 94.084,28 ton potensi bahan baku biodiesel yang berasal dari CPO low grade . Karena memiliki potensi yang cukup baik, perlu dilakukan kajian ekonomi terhadap hal ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dilakukan kajian ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel metil ester. Berikut ini adalah harga bahan baku dan produk. Harga CPO Low Grade = Rp 2.500 kg berdasarkan informasi yang bersifat informal Harga CH 3 OH = Rp 8.000 liter = Rp 10.127 kg [4] Harga LiNO 3 = Rp 22.000 kg [3] Harga CaO = Rp 1.500 kg [3] Harga H 2 O = Rp 2.500 kg [3] Harga Metil Ester = Rp 11.000 kg [5] Dalam penelitian yang telah dilakukan, perolehan metil ester terbaik adalah sebesar 90,88 LiCaO 1. Pada penelitian Herawan 2008, penggunaan katalis CaO pada transesterifikasi CPO memberikan hasil 78,90 metil ester. Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut, dilakukan kajian ekonomi dan hasilnya dibandingkan.  Biaya bahan baku proses utama: Biaya pembelian CPO low grade = 0,3 kgRp 2.500 kg = Rp 750,- Biaya pembelian CH 3 OH = 0,135 kgRp 10.127 kg = Rp 1.373,-  Biaya bahan baku pembuatan katalis LiCaO: Biaya pembelian LiNO 3 = 0,0012 kgRp 22.000 kg = Rp 26,- Biaya pembelian CaO = 0,01 kgRp 1.500 kg = Rp 15,- Biaya pembelian H 2 O = 0,06 kgRp 2.500 kg = Rp 150,- Universitas Sumatera Utara 19  Maka, total harga pembelian bahan baku adalah Rp 2.314,- katalis LiCaO dan Rp 2.288,- katalis CaO  Harga biodiesel ME adalah Rp 11.000kg. Perolehan ME terbaik pada penelitian = 90,88 katalis LiCaO 1. Perolehan ME oleh Herawan 2008 = 78,90 katalis CaO. Harga jual ME = 90,88 0,3 kgRp 11.000 kg = 0,27 kgRp 11.000 kg = Rp 2.999,- katalis LiCaO Harga jual ME = 78,90 0,3 kgRp 11.000 kg = 0,23 kgRp 11.000 kg = Rp 2.604,- katalis LiCaO  Daya listrik digunakan untuk beberapa alat proses, yaitu: oven, furnace, stirrer, reaktor, dan centrifuge. Sedangkan tarif dasar listrik untuk industri dengan kapasitas 1.300 VA adalah Rp 886,- per kWh [12]. Tabel 2.4 Perhitungan biaya listrik alat proses penelitian Alat Kapasitas maks. kg Daya kW Waktu jam Tarif per kWH Rp Biaya Rp Oven 90,00 [8] 1,40 [8] 14,00 866,- 17.366,- Furnace 80,00 [6] 2,40 [6] 4,00 866,- 8.506,- Stirrer 10,00 [11] 1,07 [11] 2,00 866,- 1.896,- Reaktor 5,00 [9] 2,80 [9] 3,50 866,- 8.683,- Centrifuge 1,50 [2] 1,65 [2] 0,33 866,- 487,- Total biaya listrik 36.937,-  Perhitungan nilai keuntungan produksi metil ester adalah sebagai berikut. Nilai keuntungan produksi = Harga jual – Biaya bahan + Biaya Listrik Nilai keuntungan produksi = Rp 2.999,- – Rp 2.314,- + 36.937,- = – Rp 36.252,- katalis LiCaO Nilai keuntungan produksi = Rp 2.604,- – Rp 2.288,- + 36.937,- = – Rp 36.621,- katalis CaO Dari analisa biaya produksi metil ester dapat dilihat bahwa proses transesterifikasi belum mampu memberikan nilai tambah maka dilakukan simulasi sederhana terhadap kajian ekonomi untuk mengetahui kapasitas produksi minimal. Berdasarkan hasil simulasi, bahan baku CPO low grade minimal diperkirakan 90,00 kg dan hasilnya ditunjukkan oleh tabel 2.5, 2.6 dan 2.7. Universitas Sumatera Utara 20 Tabel 2.5 Perhitungan biaya bahan baku pada simulasi Bahan Massa kg Biaya satuan Rp Biaya Rp LiCaO CaO LiCaO CaO CPO low grade 90,00 90,00 2.500,- 225.000,- 225.000,- Metanol 40,66 40,66 10.127,- 411.752,- 411.752,- LiNO 3 0,36 - 22.000,- 7.917,- - CaO 3,00 3,00 1.500,- 4.500,- 4.500,- H 2 O 18,00 18,00 2.500,- 45.001,- 45.001,- Total biaya pembelian bahan 694.170,- 686.252,- Tabel 2.6 Perhitungan biaya listrik alat proses pada simulasi Alat Kapasitas maks. kg Daya kW Waktu jam Tarif per kWH Rp K Biaya Rp Oven 90,00 [8] 1,40 [8] 14,00 866,- 1,00 17.366,- Furnace 80,00 [6] 2,40 [6] 4,00 866,- 1,00 8.506,- Stirrer 10,00 [11] 1,07 [11] 2,00 866,- 2,14 4.050,- Reaktor 5,00 [9] 2,80 [9] 3,50 866,- 26,58 230.804,- Centrifuge 1,50 [2] 1,65 [2] 0,33 866,- 61,50 29.969,- Total biaya listrik 290.694,- K adalah faktor kali perhitungan biaya listrik alat sebagai asumsi bahwa daya listrik yang dibutuhkan akan bertambah dengan meningkatnya kapasitas produksi. Tabel 2.7 Perhitungan kajian ekonomi pada simulasi Kajian ekonomi Penggunaan katalis LiCaO CaO Biaya pembelian bahan baku Rp 694.170,- 686.252,- Biaya listrik Rp 290.694,- 290.626,- Total biaya Rp 984.864,- 976.878,- Harga jual produk ME Rp 899.732,- 781.110,- Nilai keuntungan Rp – 85.132,- – 195.768,- Dari hasil simulasi sederhana lanjutan, kedua proses belum mampu memberikan nilai keuntungan. Kemudian, dilakukan simulasi sederhana lanjutan dengan menaikkan harga jual metil ester menjadi Rp 12.050 kg di atas harga pasaran untuk mengetahui hubungan antara nilai keuntungan dan bahan baku CPO low grade yang ditunjukkan oleh gambar 2.7. Universitas Sumatera Utara 21 Gambar 2.7 Simulasi bahan baku CPO low grade terhadap nilai keuntungan Gambar 2.7 menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara nilai keuntungan yang diperoleh dan bahan baku CPO low grade yang digunakan dalam produksi biodiesel metil ester yang menggunakan katalis LiCaO. Melalui simulasi sederhana, dengan menggunakan 500 kg CPO low grade , akan diperoleh nilai keuntungan sebesar Rp 116.499,-. Nilai keuntungan ini semakin meningkat dengan bertambahnya bahan baku CPO low grade yang digunakan. Dengan menggunakan 1.000 kg CPO low grade , akan diperoleh nilai keuntungan sebesar Rp 241.504,-. Gambar 2.7 juga menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai keuntungan yang diperoleh dan bahan baku CPO low grade yang digunakan dalam produksi biodiesel metil ester yang menggunakan katalis CaO. Melalui simulasi sederhana, dengan menggunakan 500 kg CPO low grade , akan diperoleh nilai keuntungan sebesar – Rp 560.662,-. Nilai keuntungan ini semakin meningkat dengan bertambahnya bahan baku CPO low grade yang digunakan. Dengan menggunakan 1.000 kg CPO low grade , akan diperoleh nilai keuntungan sebesar – Rp 1.112.818,-. Dari kajian ekonomi secara sederhana di atas, biodiesel metil ester yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi dan menggunakan katalis LiCaO lebih ekonomis dibandingkan dengan biodiesel metil ester yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi dan menggunakan katalis CaO jika harga jual metil ester dinaikkan menjadi Rp 12.050 kg. Oleh karena itu, produksi komersial biodiesel metil ester menggunakan CPO low grade dan katalis LiCaO layak untuk dipertimbangkan. -1.200.000 -700.000 -200.000 300.000 200 400 600 800 1.000 Nilai K eu n tun gan R p Bahan Baku CPO low grade kg Katalis LiCaO Katalis CaO Universitas Sumatera Utara 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Brigjen Katamso No.51, Kp. Baru, Medan. 3.2 BAHAN DAN ALAT 3.2.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. CPO low grade 2. CH 3 OH PA 3. LiNO 3 PA 4. CaO PA 5. H 2 O

3.2.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Reaktor bertekanan PARR 4800 2. Centrifuge 3. Alat-alat gelas kaca 4. GC 148 Shimadzu

3.2.3 Gambar dan Spesifikasi Reaktor

Adapun spesifikasi reaktor yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. OD: 16 cm, ID: 9,5 cm 2. Ketebalan: 3,5 cm 3. Tinggi: 30,5 cm 4. Volume maksimum bahan: 5000 ml 5. Suhu maksimum: 500 o C; optimum 350 o C 6. Tekanan maksimum: 5000 psi 344 bar 7. Pengaduk Stirrer Universitas Sumatera Utara