Perkolasi Kadar Air Tanah

d. Perkolasi

Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang field capacity. Persamaan untuk perkolasi dengan rumus : � = ℎ 1 − ℎ2 � 2 −�1 ................................................................ 9 dimana : h 1 = Tinggi air awal h 2 = Tinggi air akhir t 1 = Waktu awal t 2 = Waktu akhir Soemarto, 1995. Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service sebagai berikut : Tabel 2. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran Jenis Laju perkolasi In.hr mmhr Aliran Deras 6,3 160 Aliran Sedang 2,0 – 6,3 50 – 160 Aliran Lunak 0,63 – 2,0 16 – 50 Aliran Cukup lambat 0,20 – 0,63 5,0 – 16 Aliran Lambat 0,05 – 0,20 1,25 – 5,0 Aliran Sangat lambat 0,05 1,25 Kohnke, 1968.

e. Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap vlume tanah total. Dimensi kadar Universitas Sumatera Utara air tanah dapat dinyatakan dengan persentase dari massa tanah basis kering atau persentase volume volumetrik Hillel, 1971. Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional adalah secara gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang diambil dari lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu ke dalam oven dengan suhu 105 o c hingga beratnya konstan. Lama pengeringan ini tergantung kepada jenis tanahnya, namun sebagai acuan biasanya selama 24 jam. Setelah tanah dikeringkan, kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering w md sebagai berikut. W md = ���−���� ���� x 100 ...................................... 10 dimana : BTA = Berat Tanah Awal gram BTKO = Berat Tanah Kering Oven gram Kadar air volumetrik dihitung dengan persamaan 11. � = �� �� W md .............................................................. 11 Dimana : � = Kadar air volumetrik ρb = kerapatan massa tanah gcm 3 ρw = kerapatan massa air gcm 3 Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, kapasitas menahan air karenanya berhubungan dengan struktur dan tekstur. Tanah-tanah dengan tekstur halus mempunyai maksimum kapasitas menahan air total maksimum, tetapi air tersedia yang ditahan maksimum, pada tanah dengan tekstur sedang. Penelitian Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa air tersedia pada beberapa tanah berhubungan erat dengan kandungan debu dan pasir yang sangat halus Foth, 1995. Menurut Hardjowigeno 1993 bahwa tanah yang bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air yang kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. f. Kapasitas Lapang Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang. Kapasitas lapang tidak dapat ditentukan dengan cepat, sebab tidak terputus pada kurva kadar kelembaban versus waktu. Meskipun demikian konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Kebanyakan air gravitasi mengering melalui tanah sebelum ia dapat dikonsumsi oleh tanaman Hansen, dkk, 1992. Menurut Guslim 1997, kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah sesudah air yang berlebihan di drainase keluar dan kecepatan bergerak kebawah telah sangat diperlambat. besarnya kapasitas lapang setiap jenis tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik, keseragaman dan kedalaman lahan Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi. Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan Universitas Sumatera Utara produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi Raes, 1987. Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persen Lenka, 1991. Efisiensi Pemakaian Air Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tumbuh- tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman sprinkler irrigation yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75 Hansen, dkk., 1992. Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan: Ea = Ws Wf x 100..............................................................12 dimana: E a = Efisiensi pemakaian air W s = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi W f = Air yang disalurkan ke lahan Basak, 1999. Universitas Sumatera Utara Efisiensi Penyimpanan Air Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal ataupun karena kelangkaan air. Es = Ws Wn x 100..............................................................13 dimana: E s = Efisiensi penyimpanan air irigasi W s = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi W n = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air irigasi Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi Hansen, dkk., 1992. Botani Tanaman Sawi Sawi adalah tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. sehingga dia dapat ditanam disepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau, disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Sistematika tanaman sawi adalah termasuk kedalam : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rhoeadales Family : Cruciferae Universitas Sumatera Utara Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea l. Haryanto, dkk, 2003. Sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Sawi tidak memiliki akar tunggang. Perakaran sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam Rubatzky dan Yamaguchi, 1998. Menurut Allen, dkk 1998 dalam Simangunsong, dkk 2011, nilai koefisien tanaman Kc untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3, periode tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6. Sawi ini ditanam pada polibag dengan ukuran diameter 24 cm dan luas permukaan 452,16 cm 2 . Botani Tanaman Kedelai Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max L. Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Genus : Glycine Universitas Sumatera Utara Spesies : Glycine max L. Merrill Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder serabut yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah Adisarwanto, 2005. Menurut Doorenbos dan Kassam, 1979 dalam Handayaningsih, 2013 menyatakan bahwa, setiap periode pertumbuhan tanaman bersifat spesifik terhadap kebutuhan air yang dinyatakan dengan nilai Kc Koefisien Tanaman yang berbeda - beda tergantung dari jenis periode pertumbuhan tanaman. Nilai Kc untuk tanaman Kedelai tercantum pada Tabel 3 berikut ini Tabel 3. Koefisien tanaman Kc kedelai Stadia pertumbuhan kedelai Lama hari Kc Stadia perkecambahan 20 0,30-0,40 Stadia pertumbuhan awal 20 0,70-0,80 Stadia mediumpembungaan 40 1,00-1,15 Stadia pengisian polong 20 0,70-0,80 Panen 0,40-0,50 sumber : Doorenbos dan Kassam 1979 Menurut Handayaningsih 2013, pengairan dilakukan pada awal fase pertumbuhan vegetatif umur 15-21 hst, saat berbunga umur 25-35 hst, dan pada saat pengisian polong umur 55-70 hst, pengairan dilakukan apabila curah hujan tidak mencukupi. Berdasarkan perhitungan Kung dalam Somaatmadja dkk 1985, kebutuhan air tanaman kedelai umur sedang 85 hari pada setiap periode tumbuh adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Stadia tumbuh tanaman kedelai Stadia pertumbuhan kedelai Periode hari Kebutuhan air mmperiode Pertumbuhan Awal 15 53-62 Vegetatif Aktif 15 53-62 Pembuahan-pengisian polong 35 124-143 Kematangan Biji 20 70-83 sumber : Kung dalam Somaatmadja 1985 Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam tanah. Air yang tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen. Jumlah air yang berada dalam kisaran tersebut sangat beragam, tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe lempung suatu tanah. Kelebihan dan kekurangan air di media tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci dikontaminasi selanjutnya diekringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 60 C hingga 80 C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 70 C selama 48 jam Mukhlis, 2007. Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Adapun waktu pelaksanaannya pada bulan Mei - Desember 2014. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai, polibag, air, tanah Inceptisol, tanah Latosol, dan tanah Andepts. Alat-alat yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah ring sample, oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, pisau cutter, penggaris, dan evavopan Klas A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen dan observasi, berdasarkan lokasinya merupakan penelitian laboratorium. Prosedur penelitian Adapun prosedur penelitian ini adalah : A. Persiapan perlakuan tanah 1. Mengayak tanah dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan keseragaman butiran tanah 2. Mengering anginkan tanah Inceptisol, Latosol dan Andepts yang telah diayak Universitas Sumatera Utara 3. Menyiapkan polibag dengan ukuran diameter 24 cm tinggi 36 cm sebanyak 57 polibag, dimana 16 polibag diisi tanah Inceptisol, 16 polibag diisi tanah Latosol, dan 16 polibag diisi tanah Andepts. B. Persiapan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai 1. Menyiapkan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai 2. Menanam bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai C. Efisiensi pemberian air tanaman 1. Memberi air irigasi pada setiap tanaman secara manual dengan volume air yang sama yang bertujuan untuk memenuhi kapasitas lapang pada tanah dan evapotranspirasi 2. Pemberian air dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan air tanaman D. Kehilangan air 1. Menghitung nilai evapotranspirasi dengan persamaan 1, 2, dan 3. Evapotranspirasi juga ditentukan berdasarkan pengukuran nilai evaporasi secara langsung dengan menggunakan evapopan Klas A dapat dilihat pada persamaan 4, yang kemudian dikalikan dengan koefisien tanaman yang dapat dilihat pada persamaan 5 2. Menghitung laju perkolasi dengan menggunakan persamaan 9 E. Analisis sifat fisik tanah 1. Mengambil sampel tanah pada masing-masing jenis tanah dengan tanaman sawi dan tanaman kedelai menggunakan ring sampel 2. Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105 o C Universitas Sumatera Utara 3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut di dalam gelas erlenmeyer 4. Menghitung tanah kering oven dengan mengurangkan volume erlenmeyer dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan 5. Melakukan analisis kerapatan massa tanah dengan menggunakan persamaan 6, kerapatan partikel tanah dengan menggunakan persamaan 7 dan porositas dengan menggunakan persamaan 8 F. Analisis penyebaran air pada daerah perakaran 1. Menentukan fase pertumbuhan tanaman sebanyak 2 fase 2. Menentukan interval kedalaman tanah pada polibag setinggi 5 cm 3. Memotong tanah dan mengambil contoh tanah dengan menggunakan ring sampel pada interval yang ditentukan pada setiap fase tanaman 4. Menentukan kadar air kapasitas lapang dengan cara mengambil sampel sebanyak 4 kali pada setiap polibag berdasarkan pembagian lapisan tanah per 5 cm. 5. Mengering anginkan sampel tanah selama 24 jam agar mencapai kondisi kapasitas lapang kemudian ditentukan kadar air dengan menggunakan merode gravimetrik 6. Mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian Parameter Penelitian 1. Evapotranspirasi Evapotranspirasi dapat dihitung dengan persamaan 4 dan 5 2. Kerapatan massa tanah bulk density Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan persamaan 6 3. Kerapatan partikel tanah particle density Universitas Sumatera Utara Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan persamaan 7 4. Porositas Porositas tanah dihitung dengan menggunakan persamaan 8 5. Perkolasi Perkolasi air tanah yang keluar dari bagian bawah polibag dihitung dengan persamaan 9 6. Kadar air kapasitas lapang kadar air kapasitas lapang dihitung dengan persamaan 10 7. Penyebaran air daerah perakaran Penyebaran air di daerah perakaran dianalisis dengan perhitungan kadar air pada setiap interval setiap lapisan tanah dalam polibag Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik tanah Analisis sifat fisik tanah Inceptisol, Latosol, dan Andepts meliputi tekstur tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas tanah. Hasil analisis ketiga tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisa tekstur tanah Tekstur Satuan Inceptisol Latosol Andepts Pasir 35.28 23.28 49.28 Debu 23.28 17.28 16.00 Liat 41.44 59.44 34.72 Tekstur - Li Li Llip C-Organik 0.85 0.04 0.26 ket : Li = Liat Llip = lempung liat berpasir Tabel 5 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan kandungan pasir, debu, dan liat tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepst bertekstur Lempung liat berpasir. Hasil analisa ini dapat ditentukan dengan segitiga USDA United State Department of Agiculture. Menurut Islami dan Utomo 1995 tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan, mengalirkan air, dan menyediakan hara tanaman. Berdasarkan Tabel 5 tanah Inceptisol dan Latosol bertekstur liat yang sulit meloloskan air untuk meresap lebih dalam, namun memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Foth 1994 yang menyatakan bahwa tanah liat memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi, tetapi sulit untuk meloloskan air. Sedangkan untuk tanah Andepts yang berdasarkan Tabel 5 memiliki tekstur lempung liat berpasir cukup mudah meloloskan air, hal ini dikarenakan nilai fraksi pasir yang cukup besar. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis sifat-sifat fisik tanah yaitu kerapatan massa bulk density, kerapatan partikel particle density, serta porositas dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6. Nilai kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas Tanah Kerapatan Massa gcm 3 Kerapatan Partikel gcm 3 Porositas Inceptisol 1.20 2.58 54 Latosol 1.04 2.57 59 Andepts 1.04 2.63 60 Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kerapatan massa bulk density pada tanah Inceptisol adalah sebesar 1,20 gcm 3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm 3 volume tanah Inceptisol total termasuk pori-porinya terdapat sekitar 1,20 g tanah Inceptisol kering. Nilai kerapatan massa bulk density pada tanah Latosol dan Andepts adalah sebesar 1,04 gcm 3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm 3 volume tanah Latosol dan Andepts total termasuk pori-porinya terdapat sekitar 1,04 g tanah Latosol dan Andepts. Hal ini sesuai dengan literatur Foth 1984 yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur liat memiliki kepadatan tanah 1,0-1,35 gcm 3 . Literatur Islami dan Utomo 1995 menyatakan bahwa besarnya kerapatan massa tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 gcm 3 sampai 1,6 gcm 3 . Sedangkan nilai kerapatan partikel particle density pada tanah Inceptisol adalah sebesar 2,58 gcm 3 . Kerapatan partikel particle density pada tanah Latosol adalah sebesar 2,57 gcm 3 , dan pada tanah Andepts sebesar 2,63 gcm 3 . Menurut Sarief 1986 kerapatan partikel tanah particle density pada umumnya berkisar antara 2,6-2,7 gcm 3 . Ketiga tekstur tanah yang diteliti adalah menggambarkan keadaan kerapatan partikel tanah pada umumnya. Berdasarkan hasil penelitian, nilai porositas pada tanah Inceptisol sebesar 54 , porositas pada tanah Latosol sebesar 59 dan porositas pada tanah Andepts sebesar 60 . Ketiga nilai porositas pada tanah-tanah tersebut tergolong Universitas Sumatera Utara tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Sarief 1986 yang menyatakan bahwa nilai porositas tanah biasanya berkisar antara 30 - 60 . Tanah bertesktur halus akan mempunyai nilai persentase ruang pori total lebih tinggi daripada tanah bertekstur kasar. Dari rumus porositas n = �1 − ρ b P p � x 100, maka diketahui bahwa nilai porositas ditentukan oleh nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah. Jika semakin besar perbedaan nilai kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel, maka nilai porositas juga akan semakin besar. Kadar Air Kapasitas Lapang Nilai kadar air kapasitas lapang pada tanah Inceptisol, Latosol, dan Andepst dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kadar air kapasitas lapang volumetrik dan ketebalan Tanah Kadar Air Kapasitas Lapang Basis kering Kadar air Volumetrik Ketebalan cm Inceptisol 44,49 53,38 10,67 Latosol 45,46 47,27 9,45 Andepts 44,01 45,77 9,15 Tabel 7 menunjukkan bahwa ketebalan air kapasitas lapang pada tanah Inceptisol tinggi, hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol mempunyai kerapatan massa yang lebih besar Tabel 6, sehingga tanah tersebut mempuyai kandungan air volumetrik yang lebih tinggi. Nilai ini digunakan sebagai acuan batas atas pemberian irigasi pada tanaman agar sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Universitas Sumatera Utara Evapotranspirasi Pada fase awal pertumbuhan tanaman sawi tidak diukur nilai evapotranspirasinya. Hal ini dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan tanaman sawi. Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman sawi Fase Tanaman Evaporas i Ep mmhari Koefisien Panci Evapopan k Evaporasi Potensial Et mmhari Koefisien Tanaman kc Evapotranspira si ET mmhari Fase tengah 16-30 hari 2 0.8 1.6 1,2 1,92 Fase akhir 31-45hari 2 0.8 1.6 0,6 0,96 Sumber: Allen, dkk 1998 dalam Kumar, dkk 2011 Gambar 3. Grafik evapotranspirasi ETc pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman sawi Gambar 3 menunjukkan grafik evapotranspirasi ETc pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman sawi yang didapat dari Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 3, dapat dilihat evapotranspirasi yang terbesar pada tanaman sawi terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,92 mmhari atau 86,81 mlhari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase akhir pertumbuhan yaitu 0,96 mmhari atau 43,40 mlhari. Pada fase tengah 0.5 1 1.5 2 2.5 Fase Tengah Fase Akhir E vap ot r an sp ir as i mmh ar i Fase Tanaman Sawi Universitas Sumatera Utara pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir pertumbuhan. Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai Fase Tanaman Evaporas i Ep mmhari Koefisien Panci Evapopan k Evaporasi Potensial Et mmhari Koefisien Tanaman kc Evapotranspira si ET mmhari Fase Tengah 31-45 hari 2 0,8 1,6 1,15 1,84 Fase Akhir 46-80 hari 2 0,8 1,6 0,70 1,12 Sumber: Doorenbos dan Kassam 1979 dan Kung dalam Somaatmadja 1985 Gambar 4. Grafik evapotranspirasi ETc pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai Gambar 4 menunjukkan grafik evapotranspirasi ETc pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai yang didapat dari Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 4, evapotranspirasi yang terbesar pada tanaman kedelai terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,84 mmhari atau 83,19 mlhari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase akhir pertumbuhan yaitu 1,12 mmhari atau 50,64 mlhari. Pada fase tengah 0.5 1 1.5 2 Fase Tengah Fase Akhir E vap ot r an sp ir as i mmh ar i Fase Tanaman Kedelai Universitas Sumatera Utara pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir pertumbuhan. Bedasarkan nilai evapotranspirasi kedua jenis tanaman tersebut bahwa pada fase tengah menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada fase akhir. Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo 1995 yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode tengah pertumbuhan. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Apabila dibandingkan nilai evapotranspirasi tanaman sawi dan tanaman kedelai menunjukkan evapotranspirasi tanaman sawi lebih besar. Hal ini disebabkan karena dari bentuk daun tanaman sawi lebih lebar dari pada bentuk daun tanaman kedelai. Perkolasi Nilai perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi Tanah Perkolasi cmhari Fase tengah Fase akhir Inceptisol 0,93 Latosol Andepts 1,85 Pada fase tengah tanaman sawi nilai perkolasi tertinggi adalah pada tanah Andepts, hal ini dikarenakan sifat fisik tanah Andepts yang banyak mengandung pasir, sehingga mudah meloloskan air. Dan pada tanah Latosol tidak terjadi perkolasi dikarenakan kandungan liat pada tanah tersebut tinggi, sehingga sukar meloloskan air. Sedangkan tanah Inceptisol, Latosol dan tanah Andepts pada fase akhir tanaman sawi tidak mengalami perkolasi bernilai nol. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa, nilai perkolasi terbesar pada fase tengah pertumbuhan yaitu pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cmhari dan nilai Universitas Sumatera Utara perkolasi terendah adalah 0 cmhari pada fase tengah tanah Latosol, fase akhir tanah Latosol dan tanah Inceptisol. Hasil pengukuran perkolasi pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai Tanah Perkolasi cmhari Fase tengah Fase akhir Inceptisol 0,41 Latosol Andepts 0,16 Penyebaran Air di Daerah Perakaran Efisiensi Pemakaian Air Nilai efisiensi pemakaian air pada tanah bertanaman sawi dan bertanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai efisiensi pemakaian air tanaman sawi dan kedelai Ea Tanah Sawi Kedelai Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir Inceptisol 53,48 100 90,87 100 Latosol 100 100 100 100 Andepts 35,89 100 91,98 100 Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa efisiensi pemakaian air pada tanah Latosol baik untuk tanaman sawi maupun tanaman kedelai di setiap fasenya memiliki nilai efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan tanah lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak terjadinya perkolasi pada tanah tersebut Tabel 10 dan Tabel 11 dan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 kandungan liat pada tanah Latosol sangat tinggi, sehingga tanah Latosol cenderung sulit meloloskan air dan air yang tersedia di dalam tanah diserap oleh akar tanaman sebelum terjadinya perkolasi. Universitas Sumatera Utara Efisiensi Penyimpanan Air Nilai efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dan bertanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanaman sawi dan kedelai Es Tanah Sawi Kedelai Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir Inceptisol 100 51,34 100 69,74 Latosol 31,79 13,27 41,54 78,24 Andepts 100 9,16 100 25,97 Efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman sawi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan memiliki nilai efisiensi penyimpanan air yang tinggi daripada jenis tanah yang lain, demikian juga dengan nilai efisiensi penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman kedelai pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan. Efisiensi penyimpanan air pada tanah Inceptisol fase tengah dan fase akhir dikategorikan baik. Hal ini menunjukan bahwa tanah pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan sudah terpenuhi oleh air yang dibutuhkan oleh perakaran hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk. 1992 yang menyatakan bahwa efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Kecukupan Air Irigasi Efisiensi pemberian air pada tanaman sangat penting untuk diketahui, dengan mengetahui nilai pemberian air yang tepat, maka air yang disalurkan tidak akan ada yang sia-sia. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk 1992 yang menyatakan bahwa apabila pemakai air irigasi menggunakan air yang lebih banyak daripada kemampuan tanah menyimpan air, maka kelebihan air akan Universitas Sumatera Utara terbuang percuma. Konsep dari efisiensi pemberian air terdiri dari beberapa perhitungan efisiensi, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah efisensi pemakaian air dan efisiensi penyimpanan air. Menurut Hansen, dkk 1992 konsep efisiensi adalah untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang akan menghasilkan pemberian air irigasi yang lebih efisien. Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Andepts, Latosol, dan Inceptisol nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman dan nilai kapasitas lapang didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanah bertanaman sawi seperti dinyatakan pada Gambar 5, 6, dan 7. Sebagai dasa menentukan kecukupan air irigasi adalah terpenuhinya pemberian air dalam kondisi kapasitas lapang. Gambar 5. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Inceptisol Gambar 6. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Latosol Universitas Sumatera Utara Gambar 7. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Andepts Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Inceptisol pada fase tengah nilainya sama dengan nilai kapasitas lapang. Dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai kecukupan air irigasi pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman pada tanah Latosol adalah dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Andepts pada fase tengah pertumbuhan pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman nilai kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya di bawah nilai persentase kapasitas lapang. Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Andepts, Latosol, dan Inceptisol nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman dan nilai kapasitas lapang didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanaman kedelai seperti dinyatakan pada Gambar 8, 9 dan 10. Universitas Sumatera Utara Gambar 8. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Inceptisol Gambar 9. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Latosol Gambar 10. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Andepts Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi tanah Inceptisol untuk fase tengah pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai kapasitas lapang,. Dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Universitas Sumatera Utara Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Latosol pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Andepts pada fase tengah pertumbuhan di lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Namun pada lapisan 11 - 15 cm dan 16 - 20 cm nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Hal ini dikarenakan pada lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm terdapat banyak akar tanaman kedelai yang dengan cepat menyerap air . Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman nilai kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Gambar 11. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol pada fase akhir pertumbuhan Gambar 13. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan Gambar 11, 12 dan 13 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman sawi terdapat di lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Hal ini dikarenakan terdapat banyak perakaran pada lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm, sehingga banyak air yang diserap pada lapisan tersebut dan mengakibatkan kadar air pada lapisan tanah 0 -5 cm dan 6 - 10 cm menjadi lebih rendah daripada lapisan lainnya. Sedangkan pada tanah Inceptisol kadar air terendah terdapat pada lapisan 11 - 15 Universitas Sumatera Utara cm, hal ini karena akar serabut tanaman sawi lebih banyak pada lapisan 11 - 15 yang banyak menyerap air. Gambar 14. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan Gambar 15. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol pada fase akhir pertumbuhan Universitas Sumatera Utara Gambar 16. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan Gambar 14, 15 dan 16 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai terdapat di lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Sedangkan pada tanah Inceptisol kadar air terendah terdapat pada lapisan 0 - 5 cm dan 16 - 20 cm. Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai Berat basah dan berat kering tanaman sawi dan kedelai menunjukkan hasil produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang berat keseluruhan tanaman daun, batang, dan akar yang dipanen serta berat kering tanaman yang telah dikeringovenkan. Hasil produksi tanaman sawi dan kedalai yang dibudidayakan dapat dilihat pada Tabel 14 Universitas Sumatera Utara Tabel 14. Berat tanaman sawi dan kedelai Tanah Sawi Kedelai Berat Basah g Berat kering g Kadar Air Berat Basah g Berat kering g Kadar Air Inceptisol 44,42 9,97 77,57 26,67 7,96 70,15 Latosol 39,97 6,60 83,48 8,86 2,73 69,18 Andepts 33,72 5,86 82,62 9,20 2,18 76,30 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman sawi pada tanah Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 44,42 g, bobot kering tanaman yaitu 9,97 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 39,97 g, bobot kering tanaman yaitu 6,60 g. Pada tanah Andepts bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 33,72 g, bobot kering tanaman yaitu 5,86 g. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa berat tanaman sawi yang dihasilkan belum maksimal. Menurut KEPMENTAN No 253kptTP.24052000 pada kemasan benih, untuk jenis Tosakan berat pertanaman dapat mencapai 250 g. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan pembudidayaan yaitu suhu rata-rata harian rumah kaca, kondisi iklim dan penyinaran sinar matahari yang tertangkap oleh rumah kaca dan kebutuhan fotosintesis tanaman tidak secara maksimal sehingga tanaman tidak tumbuh optimal yang diketahui oleh berat kering tanaman caisim yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Rukmana 1994 yang menyatakan bahwa kondisi penyinaran matahari dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah 10-13 jam per hari. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman kedelai pada tanah Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 26,67 g, bobot kering tanaman yaitu 7,96 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 8,86 g, bobot kering tanaman yaitu 2,73 g. Pada tanah Andepts bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 9,20 g, bobot kering tanaman yaitu 2,18 g. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan nilai kadar air tanamannya, kadar air tanaman sawi lebih besar daripada nilai kadar air tanaman kedelai, hal ini dikarenakan pada batang tanaman sawi banyak mengandung air dan penyerapan air pada tanaman sawi lebih besar karena untuk memenuhi nilai evapotranspirasi yang juga besar dibandingkan dengan tanaman kedelai. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tekstur tanah Inceptisol yang digunakan yaitu liat, tekstur tanah Latosol yang digunakan yaitu liat dan tekstur tanah Andepts yang digunakan yaitu lempung liat berpasir. 2. Besar evapotranspirasi ETc tanaman sawi adalah sebesar 1,92 mmhari pada fase tengah pertumbuhan, 1,53 mmhari pada fase akhir pertumbuhan. Dan besar evapotranspirasi ETc tanaman kedelai adalah sebesar 1,84 mmhari pada fase tengah pertumbuhan, 1,12 mmhari pada fase akhir pertumbuhan. 3. Berat basah tanaman sawi pada tanah Inceptisol adalah sebesar 44,42 g dan kadar air sebesar 77,55 . Berat basah tanaman sawi pada tanah Latosol adalah sebesar 39,97 g dan kadar air sebesar 83,48 . Berat basah tanaman sawi pada tanah Andepts adalah sebesar 33,72 g dan kadar air sebesar 82,62 . 4. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Inceptisol adalah sebesar 26,67 g dan kadar air sebesar 70,15 . Berat basah tanaman kedelai pada tanah Latosol adalah sebesar 8,86 g dan kadar air sebesar 69,18 . Berat basah tanaman kedelai pada tanah Andepts adalah sebesar 9,20 g dan kadar air sebesar 76,30 . Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan kebocoran air hujan yang berpengaruh pada nilai evapotranspirasi 2. Perlu dilakukan pengukuran evaporasi pada tanah. 3. Tanaman yang digunakan harus memiliki varietas yang jelas. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Basak, N. N., 1999. Irrigation Engineering. Tata McGaw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Baskoro, D. P. T. dan Tarigan, S. D., 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah Pada Beberapa Jenis Tanah. IPB, Bogor. Damayanti, L. S., 2005. Kajian Laju Erosi Tanah Andosol, Latosol, dan Grumosol Untuk Berbagai Tingkat Kemiringan dan Intensitas Hujan Di Kabupaten Semarang. UNDIP, Semarang. Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta. Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Guslim, 1997.Klimatologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan. Hanafiah, K. A., 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Handayaningsih, E. P., 2013. Penentuan Waktu Tanam Kedelai Glycine max L. Merrill Berdasarkan Neraca Air di Daerah Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Universitas Udayana, Denpasar. Hansen, V. E., O.W. Israelsen dan G. E. Stringham, 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah: Endang. Erlangga, Jakarta. Hardiyatmo, H.C., 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Harto, S. BR., 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Hermantoro., 2011. Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk Tanaman Lada Perdu. INSTIPER, Yogyakarta. Hutabarat, Y.H., 2010. Kajian Tingkat Bahaya Erosi Tanah Andepts Pada Penggunaan Lahan Tanaman Jagung Di Kebun Percobaan Kwala Bekala USU, Medan [Skripsi]. Idkham, M., 2005. Analisis Debit dan Pola Penyebaran Aliran Air Seepage Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Pada Model Tanggul Dengan Bahan Tanah Latosol Dermaga, Bogor [Tesis]. Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Malang. Universitas Sumatera Utara Junaidi. Muyassir. dan Syafaruddin., 2013. Penggunaan Bakteri Pseudomonas fluorscens dan Pupuk Kandang Dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar Hidrokarbon. Universitas Syah Kuala, Banda Aceh. Kohnke, H., 1968. Soil Physics. McGraw-Hill Book Company, New York. Kumar, R., V. Shankar, M. Kumar, 2011. Development of crop coefficient for precise estimation of evapotranspiration for mustard in mid hill zone- India. Universal journal of environmental research and technology, vol. 1 issue 4 :531-538. Kusumawati, I., 2003. Perubahan Pola Penyebaran Kadar Air Media Arang Sekam dan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat Pada Pemberian Air Secara Sinambung dan Terputus-Putus Dengan Irigasi Tetes. IPB, Bogor. Lenka, D., 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publishers, New Delhi. Limantara, L. M., 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung, Bandung. Mukhlis., 2011. Tanah Andisol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisis. USU press, Medan. Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lie0ngkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Pracaya., 2002. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Raes, D., 1987. Irrigation Scheduling Information System. Katholike Universiteit Leuven, Belgium. Rubatzky, V, E., dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi, dan Gizi Jilid Kedua. ITB, Bandung. Rukmana, R., 1994. Sawi dan Petsai. Kanisius, Yogyakarta. Sarief, E. S., 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta. Sosrodarsono, S. dan Takeda, 2006. Cetakan ke sepuluh. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta. Suprapto, HS., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanto, E., 2006. Teknik Irigasi dan Drainase. USU Press, Medan. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Flowchart Penelitian Lampiran 2. Data suhu harian rumah kaca Mulai Studi Literatur Pemilihan Tanah dan Tanaman Persiapan Bibit Tanaman Persiapan Tanah : - Pengayakan tanah - pemasukan tanah dalam polibag - pemantapan tanah Penanaman Bibit Perlakuan : - menentukan interval kedalaman tanah - menganalisis lapisan tanah per 5 cm Dilakukan Pengamatan untuk setiap Parameter Dianalisis Data yang diperoleh Selesai Universitas Sumatera Utara Tanggal Suhu O c Suhu Rata-Rata Harian O c 07.00 12.00 17.00 19 September 2014 25 35 28 29,3 20 September 2014 25 36 28 29,6 21 September 2014 24 35 27 28,6 22 September 2014 27 38 32 32,3 23 September 2014 25 27 27 26,3 24 September 2014 25 32 27 28 25 September 2014 26 37 27 30 26 September 2014 26 32 31 29,6 27 September 2014 25 27 27 26,3 28 September 2014 26 35 32 31 29 September 2014 25 30 26 27 30 September 2014 26 30 32 29,3 1 Oktober 2014 25 32 31 29,3 2 Oktober 2014 25 32 29 28,6 3 Oktober 2014 25 32 30 29 4 Oktober 2014 25 31 29 28,3 5 Oktober 2014 26 32 30 29,3 6 Oktober 2014 25 35 28 29,3 7 Oktober 2014 26 36 32 31,3 8 Oktober 2014 26 38 36 33,3 9 Oktober 2014 26 37 35 32,6 10 Oktober 2014 27 37 35 33 11oktober 2014 28 30 33 30,3 12 Oktober 2014 25 33 30 29,3 13 Oktober 2014 27 37 35 33 14 Oktober 2014 26 35 29 30 15 Oktober 2014 25 35 28 29,3 16 Oktober 2014 25 36 29 30 17 Oktober 2014 26 37 30 31 18 Oktober 2014 25 35 32 30,6 19 Oktober 2014 26 37 31 31,3 20 Oktober 2014 26 36 33 31,6 21 Oktober 2014 24 34 29 29 22 Oktober 2014 25 36 31 30,6 23 Oktober 2014 26 37 30 31 24 Oktober 2014 26 35 30 30,3 25 Oktober 2014 26 35 32 31 26 Oktober 2014 26 36 31 31 27 Oktober 2014 24 32 33 29,6 28 Oktober 2014 26 35 31 30,6 29 Oktober 2014 26 32 30 29,3 30 Oktober 2014 27 36 32 31,6 31 Oktober 2014 25 32 29 28,6 1 November 2014 27 37 34 32,6 2 November 2014 26 36 32 31,3 3 November 2014 25 33 33 30,3 4 November 2014 25 32 30 29 Universitas Sumatera Utara 5 November 2014 26 36 30 30,6 6 November 2014 26 35 31 30,6 7 November 2014 25 34 29 29,3 8 November 2014 25 30 27 27,3 9 November 2014 26 36 33 31,6 10 November 2014 25 35 28 29,3 11 November 2014 26 37 30 31 12 November 2014 26 36 29 30,3 13 November 2014 25 36 31 30,6 14 November 2014 25 31 29 28,3 15 November 2014 26 37 33 32 16 November 2014 27 36 31 31,3 Lampiran 3. Kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas Tanah Ulangan BTKU g BTKO g VTKU cm 3 VTKO cm 3 Kerapatan Massa gcm 3 Kerapatan Partikel gcm 3 Porositas I 363.4 252.4 192,33 100 1.31 2.52 49 Inceptisol II 277.8 192.8 192,33 75 1.00 2.57 62 III 367.8 252.8 192,33 95 1.31 2.66 51 Rata-rata 1.20 2.58 54 I 297.8 207.8 192,33 80 1.08 2.58 58 Latosol II 320.8 220.8 192,33 85 1.14 2.59 56 III 262.8 177.8 192,33 70 0.92 2.54 63 Rata-rata 1.04 2.57 59 I 276.8 196.8 192,33 75 1.02 2.62 61 Andepts II 310.8 209.8 192,33 80 1.09 2.62 58 III 284.8 198.8 192,33 75 1.03 2.65 61 Rata-rata 1.04 2.63 60 Dimana: BTKU: Berat tanah kering udara BTKO: Berat tanah kering oven VTKU: Volume tanah kering udara volume total Volume ring sampel = 1 4 πd 2 t = 1 4 3,147 cm 2 5 cm = 1 4 769,3 cm 3 = 192,33 cm 3 VTKO: Volume tanah kering oven ���� ������� Bd = Massa tanah Volume total Particle Density ρp = Massa tanah Volume tanah kering Universitas Sumatera Utara Porositas = �1 − � ρb ρp � � 100 Lampiran 4. Evaporasi sawi Hari Evaporasi Ep mmhari Fase tengah Fase akhir 1 2 2 2 1 2 3 1 2 4 2 3 5 3 1 6 3 2 7 2 1 8 2 2 9 2 2 10 2 1 11 3 2 12 2 2 13 2 2 14 2 3 15 2 2 Rata-rata 2 2 Lampiran 5. Evapotranspirasi sawi Fase Tanaman Evaporasi Ep mmhari Koefisien Panci Evapopan k Evaporasi Potensial Et mmhari Koefisien Tanaman kc Evapotranspirasi ET mmhari Fase tengah 16-30 hari 2 0.8 1.6 1,2 1,92 Fase akhir 31-45 hari 2 0.8 1.6 0,6 1,53 Dimana: k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman Evaporasi Potensial = Et = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et Lampiran 6. Evaporasi kedelai Hari Evaporasi Ep mmhari Fase tengah Fase akhir Universitas Sumatera Utara 1 3 2 2 2 2 3 2 3 4 3 2 5 2 3 6 3 2 7 2 1 8 2 1 9 2 2 10 2 2 11 2 1 12 2 2 13 2 1 14 1 2 15 1 2 16 2 2 17 1 1 18 2 2 19 2 2 20 1 2 Rata-rata 2 2 Lampiran 7. Evapotranspirasi kedelai Fase Tanaman Evaporasi Ep mmhari Koefisien Panci Evapopan k Evaporasi Potensial Et mmhari Koefisien Tanaman kc Evapotranspirasi ET mmhari Fase tengah 31-45 hari 2 0,8 1,6 1,15 1,84 Fase akhir 46-80 hari 2 0,8 1,6 0,70 1,12 Dimana: k = Koefisien Panci evapopan kc = Koefisien tanaman Evaporasi Potensial = Et = k x Ep Evapotranspirasi = ET = kc x Et Universitas Sumatera Utara Lampiran 8. Data Kadar Air Tanah

a. Fase tengah pertumbuhan tanaman sawi