Pengambilan Keputusan Dalam Perancangan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)Dengan Utility Analysis
KARYA TULIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS
MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512
DEPARTEMEN ILMU KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Muhdi : Pengambilan Keputusan dalam Perancangan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) dengan Utility Analysis, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis yang berjudul ”Pengambilan Keputusan dalam Perancangan Pembukaan Wilayah Hutan dengan Utility Analysis”. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis inisangat penulis harapkan.
Medan, Juni 2008 Penulis
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................i Daftar isi ...................................................................................................................ii Pendahuluan ............................................................................................................1 Permasalahan dan Gambaran Umum Alternatif ......................................................2 Penetapan Tujuan....................................................................................................3 Kriteria dan Indikator ................................................................................................4 Komposisi Hierarki ...................................................................................................5 Pembobotan dan Penilaian ......................................................................................8 Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif .....................................................................9 Penetapan Klas dan Nilai Manfaat Masing-masing Alternatif PWH.........................10 Kesimpulan ..............................................................................................................11 Daftar pustaka..........................................................................................................12
3
Pendahuluan
Pendekatan pemanenan kayu sampai saat ini pada umumnya menggunakan prinsip kelestarian hasil hutan (produksi kayu) dan masih belum mempertimbangkan kelestarian fungsi-fungsi hutan dan lingkungan lainnya. Model pendekatan seperti ini harus segera ditinggalkan. Pada KTT Bumi (Earth Summit) atau UNCED (United Nation Conference on Environmental and Development of Forest) di Rio de Jeneiro tahun 1992 telah disepakati pendekatan baru yang disebut Sustainable Development of Forest atau pembangunan hutan lestari. Kelestarian hasil lebih mementingkan pengaturan hasil (kayu), sedangkan pembangunan hutan lestari lawasnya lebih luas, yakni mencakup pengelolaan hutan terpadu (integrated forest management) dan pemeliharaan integritas ekologi dalam lingkungan hutan (Elias, 2002).
Sementara itu, tekanan terhadap lingkungan ekosistem hutan terus terjadi. Salah satu kegiatan pengelolaan hutan yang dapat menimbulkan dampak yang besar adalah kegiatan pemanenan kayu dan pembukaan wilayah hutan/PWH (pembuatan jalan hutan, base camp, tempat pengumpulan kayu/TPN, tempat penimbunan kayu/TPK, dan lain-lain). Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan pemanenan kayu dan pembukaan wilayah hutan (PWH) tidak dapat dihindarkan. Tetapi, kerusakan tersebut bisa diminimalkan, sehingga tidak merusak ekosistem hutan.
Untuk memberikan kontribusi yang besar pada pembangunan hutan lestari, maka aspek kritis pada pemanfaatan hutan adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan yang memperhatikan kemampuan dan potensi hutan untuk regenerasi dan terus-menerus menyediakan hasil hutan kayu dan non kayu, pelayanan lingkungan dan keuntungan sosial serta nilai-nilai keanekaragaman hayati (biodiversity).
4
Aspek sosial merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan hutan lestari. Keberadaan hutan sangat terkait dengan masyarakat sekitar hutan dan para pihak yang terkait (stakeholder). Kelestarian hutan akan terjamin apabila masyarakat sekitar hutan dan para pihak yang terkait merasakan nilai manfaat akan keberadaan hutan tersebut.
Kegiatan pembukaan wilayah (PWH) hutan yang merupakan tahapan kegiatan pengelolaan hutan yang sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Bila pembukaan wilayah hutan hanya untuk mengeluarkan kayu semata, tanpa memperhatikan aspek lain, maka kelestarian hutan tidak akan terjadi. Oleh karena itu, untuk menentukan alternatif terbaik dari beberapa alternatif sistem perencanaan dan konstruksi pembukaan wilayah hutan (PWH) harus mempertimbangkan aspek kelestarian ekosistem hutan (ekologis, ekonomis dan sosial).
Permasalahan dan Gambaran Umum Alternatif PWH
Pada satu blok hutan, direncanakan pembuatan trase jalan angkutan baru. Pengelola berharap alternatif jalan terbaik yang bisa dipilih berdasarkan pertimbangan aspek teknis, ekologis dan ekonomis dari alternatif jaringan jalan yang ada. Berdasarkan data-data dan informasi yang dikumpulkan didapatkan 4 (empat) alternatif jaringan jalan yang bisa dibuat di areal hutan tersebut, termasuk jaringan jalan yang sudah ada (PWH status quo).
Keempat alternatif jalan secara baik dapat menghubungkan titik-titik kardinal positif 2 (titik-titik yang harus dihubungkan dengan jalan), yakni TPK (titik A), base camp (titik B), TPN 1 (titik C), TPN 2 (titik D) dan TPN 3 (titik E). Keempat alternatif jalan secara teknis (kemiringan vertical menanjak dan menurun jalan, dan horizontal jalan, radius belokan,dll) baik dan perencana juga mempertimbangkan kerusakan lingkungan minimal (kardinal negatif 1 dan 2) (yakni jalur satwa, rawan longsor,
5
sungai, vegetasi, dll) dan juga diharapkan biaya yang dikeluarkan minimal (biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan, pembuatan jembatan, potensi hutan, dll).
Penetapan Tujuan Tujuan utama dari praktikum ini adalah mendapatkan alternatif pembukaan wilayah hutan (PWH) terbaik dari beberapa alternatif yang ada berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Adapun tujuan khusus dari setiap kriteria adalah sebagai berikut : 1. Ekologis : a. Minimalisasi kerusakan tegakan tinggal b. Minimalisasi melewati alur/sungai kecil c. Minimalisasi erosi d. Maksimalisasi nilai estetika e. Minimalisasi kehilangan biodiversity
2. Ekonomis : a. Maksimalisasi keuntungan b. Minimalisasi biaya pembuatan jalan c. Minimalisasi biaya pemeliharaan jalan d. Minimalisasi biaya operasional pengangkutan
3. Sosial : a. Minimalisasi gangguan terhadap pencurian kayu b. Maksimalisasi mobilitas masyarakat sekitar hutan ke luar (pasar, sekolah, dsb) c. Maksimalisasi masyarakat masuk hutan (hasil hutan non kayu, ritual, dsb) d. Maksimalisasi pendapatan masyarakat
6
Kriteria dan Indikator Untuk mendapatkan alternatif jaringan jalan (PWH) terbaik, dibuat kriteria penilaian, yakni : 1. Aspek ekologis, dimana sedapat mungkin kerusakan terhadap ekosistem hutan akibat adanya pembukaan wilayah hutan minimal. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : a. Kerusakan tegakan tinggal : yaitu jumlah pohon yang rusak akibat adanya
konstruksi pembukaan wilayah hutan (PWH), dengan satuan (pohon/ha). b. Alur atau sungai, yaitu jumlah jumlah alur atau sungai yang mungkin
dilewati/dilintasi akibat adanya konstruksi PWH, dengan satuan (buah). c. Erosi : yaitu laju erosi yang mungkin terjadi akibat adanya konstruksi PWH,
dengan satuan (ton/ha/tahun). d. Nilai estetika : yaitu nilai atau keindahan dari lanskap (bentang alam) dari
konstruksi PWH yang dibuat, dengan persen (interval skala). e. Biodiversity : yaitu jumlah jenis atau keanekaragaman hayati dan
sumberdaya genetik lainnya yang mungkin hilang akibat konstruksi PWH, dengan satuan (jumlah jenis/ha). 2. Aspek ekonomis, dimana sedapat mungkin keuntungan yang diperoleh perusahaan se-maksimalmungkin dan/atau biaya yang dikorbankan untuk konstruksi dan operasional dengan adanya jaringan PWH minimal. Adapun indikator yang dilihat adalah sebagai berikut : a. Keuntungan : yaitu pendapatan yang diperoleh perusahaan pada areal hutan yang dibuka karena adanya jaringan PWH, dengan satuan (Rp/m3). b. Biaya pembuatan jalan : yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan jalan (Rp/m3) c. Biaya pemeliharaan jalan : yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan jalan (Rp/m3).
7
d. Biaya operasional pengangkutan : yaitu biaya operasi alat angkutan yang melintasi jaringan PWH (Rp/m3)
3. Sosial a. Pencurian kayu : yaitu potensi banyaknya kejadian pencurian kayu dengan adanya PWH, dengan satuan Jumlah kasus/tahun (interval skala.) b. Mobilitas masyarakat sekitar kawasan hutan : yaitu intensitas penggunaan sarana dan prasarana PWH bagi masyarakat untuk memanfaatkan PWH untuk transportasi ke sarana umum (sekolah, pasar, kerja, dll), dengan satuan orang/hari (interval skala). c. Akses ke dalam hutan : Intensitas masyarakat masuk ke areal hutan (mengambil HHBK, ritual, wisata, dll), dengan satuan orang/hari (interval skala). d. Pendapatan masyarakat : Tambahan pendapatan masyarakat bila ada jaringan PWH, dengan satuan (Rp/tahun)
Komposisi Hierarki Komposisi hierarki keempat alternatif PWH dan kriteria pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun sketsa ke-empat alternatif pembukaan wilayah hutan (PWH) dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Ekologis
Goal : Memilih PWH Terbaik
Ekonomis
Sosial
Teg. Sungai Tinggal
Erosi
Esteti ka
Biodi versity
Keun tungan
B P’buat
an
B B Pencuri P’meli Operasi an Ky haraan onal
Mobili tas
Masy
Akses ke
hutan
Penda patan Masy
PWH Status Quo
PWH Alternatif I
PWH Alternatif II
PWH Alternatif III
Gambar 1. Komposisi Hierarki Alternatif PWH
9
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 144 ph/ha a. Keuntungan : Rp 64.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 7 buah b. B. P’buatan jln (Rp 0,-/m3)
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 3,2 ton/ha/th
d. Estetika : Interval skala
c. B. P’liharaan jln : Rp 5.800,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 4.100,-/m3 d. Pendapatan: Rp 23 jt/kk/th
e. Biodiversity : 5 jenis/ha
E
A. PWH status quo
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 102 ph/ha a. Keuntungan : Rp 51.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 2 buah b. B. P’buatan jln : Rp 24.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 1,3 ton/ha/th
d. Estetika : Interval skala
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.200,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.500,-/m3 d. Pendapatan: Rp 17 juta/kk/th
e. Biodiversity : 1 jenis/ha
E
B. PWH alternatif I
A B
CD
E
Deskripsi kriteria :
1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 112 ph/ha a. Keuntungan : Rp 53.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 2 buah b. B. P’buatan jln : Rp 32.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
c. Erosi : 1,6 ton/ha/th
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.800,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. Estetika : Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.800,-/m3 d. Pendapatan: Rp 20 jt/kk/th
e. Biodiversity : 2 jenis/ha
C. PWH Alternatif II
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 115 ph/ha a. Keuntungan : Rp 56.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 3 buah b. B. P’buatan jln : Rp 29.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 1,9 ton/ha/th
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.600,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. Estetika : Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.700,-/m3 d. Pendapatan: Rp 25 jt/kk/th
e. Biodiversity : 3 jenis/ha
E
D. PWH alternatif III
Gambar 2. Sketsa dan deskripsi alternatif-alternatif PWH.
10
Pembobotan dan Penilaian
Untuk mendapatkan pembobotan, diasumsikan ketiga kriteria dan derived goal dari masing-masing goal dilakukan dengan Delpi Technique, dimana nilai kepentingan masing-masing kriteria dengan pairwise telah disebar pada expert yang telah teruji reputasi, frekuensi dan kualitasnya mengenai bidang PWH. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun rekapitulasi pembobotan kriteria dan derived goal, untuk mencapai main goal : mendapatkan alternatif pembukaan wilayah hutan terbaik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pembobotan Kriteria dan Derived Goal.
Kriteria Bobot
Ekologi
32
Ekonomi 21
Sosial
47
Derived Goal
a. Minimalisasi kerusakan tegakan tinggal b. Minimalisasi melewati alur/sungai kecil c. Minimalisasi erosi d. Maksimalisasi nilai estetika e. Minimalisasi kehilangan biodiversity a. Maksimalisasi keuntungan b. Minimalisasi biaya pembuatan jalan c. Minimalisasi biaya pemeliharaan jalan d. Minimalisasi biaya operasional
pengangkutan a. Minimalisasi gangguan terhadap
pencurian kayu b. Maksimalisasi mobilitas masy. sekitar ke
luar (pasar, sekolah, kerja) c. Maksimalisasi masyarakat masuk hutan
(HHBK, ritual, wisata) d. Maksimalisasi pendapatan masyarakat
Persen
29 29 17 10 15 41 15 18
Bobot
9 9 5 3 5 9 3 4
26 5
14 7
21 10
25 12 39 18
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa bobot tertinggi untuk ketiga keriteria untuk memilih alternatif PWH adalah aspek sosial sebesar 47 %. Hal ini diduga para expert menganggap bahwa keberadaan jaringan PWH sangat penting bagi pemanfaatan nilai sosial, terutama masyarakat sekitar hutan karena jaringan PWH tersebut dapat membuka keterisoliran masyarakat, yang pada akhirnya masyarakat
11
biasa merasakan manfaat dari keberadaan pengelola hutan tersebut. Kelestarian ekosistem hutan akan terjaga bila masyarakat merasakan manfaat akan keberadaan hutan tersebut.
Pada aspek sosial ini, pencurian kayu memiliki bobot terkecil. Ini menunjukkan bahwa pencurian kayu tidak terlalu penting bagi kelestarian hutan diibanding aspek sosial lainnya. Masalah pendapatan masyarakat dan akses serta mobilitas orang di sekitar wilayah hutan merupakan aspek penting bagi penilaian PWH yang lestari.
Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa kriteria ekologi mempunyai bobot 32 % lebih besar dari aspek ekonomi yakni sebesar 21 %. Ini menunjukkan bahwa nilai ekologi mendapat bobot yang lebih besar dalam menentukan PWH terbaik. Pada kriteria ekologi, indikator kerusakan tegakan dan kerusakan alur/sungai memiliki bobot tertinggi masing-masing bobot sebesar 29 %. Adapun pada kriteria ekonomi, indicator keuntungan memiliki bobot tertinggi, yakni sebesar 41 %.
Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif Pada Tabel 2 dapat dilihat dari aspek ekologis dampak PWH yang ada saat ini (PWH status quo) lebih tinggi dari alternatif rencana PWH lainnya. Sebaliknya, dari aspek ekonomi nilai keuntungan yang dibebankan pada hutan, pada PWH status quo lebih tinggi. Namun demikian biaya pemeliharaan dan operasionalnya juga tinggi. Hal ini diduga karena jalan tidak direncanakan dengan baik. Adapun untuk kriteria yang lainnya, pada semua alternatif ada kelebihan antar alternatif PWH. Kuantifikasi dan perumusan alternatif dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2.
12
Tabel 2. Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif.
Pendekatan
Kuantifikasi
a. Jumlah pohon rusak b. Jumlah alur/sungai yang dilewati jalan
c. Laju erosi yang terjadi d. Tingkat keindahan lanskap yang ditemui e. Jumlah jenis hilang
a. Jumlah keuntungan
b. Jumlah biaya pembuatan jaringan PWH
c. Jumlah biaya pemeliharaan jaringan PWH
d. Jumlah biaya operasional pengangkutan a. Jumlah kasus pencurian kayu b. Intensitas orang menggunakan srn PWH c. Intensitas masyarakat masuk ke hutan d. Jumlah pendapatan
Unit
Pengukuran
N/ha Buah
Ton/ha/tahun Persen Jenis/tahun Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Kasus/tahun Orang/hari Orang/bulan Rp/tahun (Jt)
SQ
144 7
3,2 16
5
64000
0
5800
4100 47 14 31 23
Alternatif
AI
102 2
AII
112 2
1,3 1,6 21 26
12
51000 53000
24000 32000
3200
3800
2500 13 24 15 17
2800 10 17 8 20
AIII
115 3
1,9 37
3
56000
29000
3600
2700 30 45 46 25
Penetapan Klas dan Nilai Manfaat dari Masing-masing Alternatif PWH
Sebelum penetapan klas dari masing-masing indikator, terlebih dulu data kuantifikasi dibuat normalisasi data berdasarkan bobot masing-masing derived goal. Adapun data yang bersifat interval skala dibuat pairwise (Lampiran 1 dan 2). Adapun klas dan nilai manfaat dari masing-masing alternatif berdasarkan indokator yang ada dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa alternatif PWH terbaik adalah alternatif PWH III (AIII), dimana total nilai manfaat paling kecil dengan nilai 30. Nilai manfaat berikutnya diikuti oleh alternatif PWH AI dan AII masing-masing sebesar 33 dan 36. Adapun nilai manfaat PWH status quo paling besar, yakni 50. Pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa walaupun alternatif PWH I (AI) memiliki nilai manfaat yang kecil pada aspek ekologis dan ekonomis, tetap lebih besar dai PWH III (AIII).
13
Tabel 3. Penetapan Klas dan Nilai Akhir dari Alternatif PWH.
Derived
Goal a. Jumlah pohon rusak b. Jumlah alur/sungai yang dilewati jalan
c. Laju erosi yang terjadi d. Tingkat keindahan lanskap yang ditemui e. Jumlah jenis hilang
a. Jumlah keuntungan
b. Jumlah biaya pembuatan jaringan PWH
c. Jumlah biaya pemeliharaan jaringan PWH
d. Jumlah biaya operasional pengangkutan a. Jumlah kasus pencurian kayu b. Intensitas orang yang melewati jaringan PWH c. Intensitas masyarakat masuk ke dalam hutan d. Jumlah pendapatan Total Nilai Manfaat Urutan Alternatif Terpilih
Penetapan Kelas
SQ AI AII AIII 5122 5112
5123 5431 5123
1543
1455
4122
5122 5114 5441 2451 2531 50 33 36 30 423 I
Oleh karena itu, berdasarkan ketiga kriteria (ekologis, ekonomis dan social) dan derived goal dapat dilihat bahwa alternatif PWH terbaik adalah alternatif pembukaan wilayah hutan (AIII). PWH status quo memiliki nilai manfaat yang paling besar. Jadi keputusan untuk memperbaiki jaringan PWH yang sudah ada dengan jaringan PWH yang baru memang keputusan terbaik. Sesuai dengan tujuan pembukaan wilayah hutan yang mendukung pengelolaah hutan yang lestari, maka alternatif III merupakan alternatif terpilih.
Kesimpulan
1. Alternatif Pembukaan Wilayah Hutan (AIII) merupakan alternatif jaringan PWH terbaik, karena memiliki nilai manfaat terkecil berdasarkan kriteria yang ditetapkan yakni sebesar 30.
2. PWH status quo sudah selayaknya segera diperbaiki karena memiliki indeks paling kecil yakni sebesar 50.
14
Daftar Pustaka Elias. 2002. Buku I : Reduced Impact Logging. IPB Press. Bogor. Elias. 1988. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management : System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons, Inc. New York.
15
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERANCANGAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH) DENGAN UTILITY ANALYSIS
MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512
DEPARTEMEN ILMU KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Muhdi : Pengambilan Keputusan dalam Perancangan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) dengan Utility Analysis, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis yang berjudul ”Pengambilan Keputusan dalam Perancangan Pembukaan Wilayah Hutan dengan Utility Analysis”. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis inisangat penulis harapkan.
Medan, Juni 2008 Penulis
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................i Daftar isi ...................................................................................................................ii Pendahuluan ............................................................................................................1 Permasalahan dan Gambaran Umum Alternatif ......................................................2 Penetapan Tujuan....................................................................................................3 Kriteria dan Indikator ................................................................................................4 Komposisi Hierarki ...................................................................................................5 Pembobotan dan Penilaian ......................................................................................8 Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif .....................................................................9 Penetapan Klas dan Nilai Manfaat Masing-masing Alternatif PWH.........................10 Kesimpulan ..............................................................................................................11 Daftar pustaka..........................................................................................................12
3
Pendahuluan
Pendekatan pemanenan kayu sampai saat ini pada umumnya menggunakan prinsip kelestarian hasil hutan (produksi kayu) dan masih belum mempertimbangkan kelestarian fungsi-fungsi hutan dan lingkungan lainnya. Model pendekatan seperti ini harus segera ditinggalkan. Pada KTT Bumi (Earth Summit) atau UNCED (United Nation Conference on Environmental and Development of Forest) di Rio de Jeneiro tahun 1992 telah disepakati pendekatan baru yang disebut Sustainable Development of Forest atau pembangunan hutan lestari. Kelestarian hasil lebih mementingkan pengaturan hasil (kayu), sedangkan pembangunan hutan lestari lawasnya lebih luas, yakni mencakup pengelolaan hutan terpadu (integrated forest management) dan pemeliharaan integritas ekologi dalam lingkungan hutan (Elias, 2002).
Sementara itu, tekanan terhadap lingkungan ekosistem hutan terus terjadi. Salah satu kegiatan pengelolaan hutan yang dapat menimbulkan dampak yang besar adalah kegiatan pemanenan kayu dan pembukaan wilayah hutan/PWH (pembuatan jalan hutan, base camp, tempat pengumpulan kayu/TPN, tempat penimbunan kayu/TPK, dan lain-lain). Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan pemanenan kayu dan pembukaan wilayah hutan (PWH) tidak dapat dihindarkan. Tetapi, kerusakan tersebut bisa diminimalkan, sehingga tidak merusak ekosistem hutan.
Untuk memberikan kontribusi yang besar pada pembangunan hutan lestari, maka aspek kritis pada pemanfaatan hutan adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan yang memperhatikan kemampuan dan potensi hutan untuk regenerasi dan terus-menerus menyediakan hasil hutan kayu dan non kayu, pelayanan lingkungan dan keuntungan sosial serta nilai-nilai keanekaragaman hayati (biodiversity).
4
Aspek sosial merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan hutan lestari. Keberadaan hutan sangat terkait dengan masyarakat sekitar hutan dan para pihak yang terkait (stakeholder). Kelestarian hutan akan terjamin apabila masyarakat sekitar hutan dan para pihak yang terkait merasakan nilai manfaat akan keberadaan hutan tersebut.
Kegiatan pembukaan wilayah (PWH) hutan yang merupakan tahapan kegiatan pengelolaan hutan yang sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Bila pembukaan wilayah hutan hanya untuk mengeluarkan kayu semata, tanpa memperhatikan aspek lain, maka kelestarian hutan tidak akan terjadi. Oleh karena itu, untuk menentukan alternatif terbaik dari beberapa alternatif sistem perencanaan dan konstruksi pembukaan wilayah hutan (PWH) harus mempertimbangkan aspek kelestarian ekosistem hutan (ekologis, ekonomis dan sosial).
Permasalahan dan Gambaran Umum Alternatif PWH
Pada satu blok hutan, direncanakan pembuatan trase jalan angkutan baru. Pengelola berharap alternatif jalan terbaik yang bisa dipilih berdasarkan pertimbangan aspek teknis, ekologis dan ekonomis dari alternatif jaringan jalan yang ada. Berdasarkan data-data dan informasi yang dikumpulkan didapatkan 4 (empat) alternatif jaringan jalan yang bisa dibuat di areal hutan tersebut, termasuk jaringan jalan yang sudah ada (PWH status quo).
Keempat alternatif jalan secara baik dapat menghubungkan titik-titik kardinal positif 2 (titik-titik yang harus dihubungkan dengan jalan), yakni TPK (titik A), base camp (titik B), TPN 1 (titik C), TPN 2 (titik D) dan TPN 3 (titik E). Keempat alternatif jalan secara teknis (kemiringan vertical menanjak dan menurun jalan, dan horizontal jalan, radius belokan,dll) baik dan perencana juga mempertimbangkan kerusakan lingkungan minimal (kardinal negatif 1 dan 2) (yakni jalur satwa, rawan longsor,
5
sungai, vegetasi, dll) dan juga diharapkan biaya yang dikeluarkan minimal (biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan, pembuatan jembatan, potensi hutan, dll).
Penetapan Tujuan Tujuan utama dari praktikum ini adalah mendapatkan alternatif pembukaan wilayah hutan (PWH) terbaik dari beberapa alternatif yang ada berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Adapun tujuan khusus dari setiap kriteria adalah sebagai berikut : 1. Ekologis : a. Minimalisasi kerusakan tegakan tinggal b. Minimalisasi melewati alur/sungai kecil c. Minimalisasi erosi d. Maksimalisasi nilai estetika e. Minimalisasi kehilangan biodiversity
2. Ekonomis : a. Maksimalisasi keuntungan b. Minimalisasi biaya pembuatan jalan c. Minimalisasi biaya pemeliharaan jalan d. Minimalisasi biaya operasional pengangkutan
3. Sosial : a. Minimalisasi gangguan terhadap pencurian kayu b. Maksimalisasi mobilitas masyarakat sekitar hutan ke luar (pasar, sekolah, dsb) c. Maksimalisasi masyarakat masuk hutan (hasil hutan non kayu, ritual, dsb) d. Maksimalisasi pendapatan masyarakat
6
Kriteria dan Indikator Untuk mendapatkan alternatif jaringan jalan (PWH) terbaik, dibuat kriteria penilaian, yakni : 1. Aspek ekologis, dimana sedapat mungkin kerusakan terhadap ekosistem hutan akibat adanya pembukaan wilayah hutan minimal. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : a. Kerusakan tegakan tinggal : yaitu jumlah pohon yang rusak akibat adanya
konstruksi pembukaan wilayah hutan (PWH), dengan satuan (pohon/ha). b. Alur atau sungai, yaitu jumlah jumlah alur atau sungai yang mungkin
dilewati/dilintasi akibat adanya konstruksi PWH, dengan satuan (buah). c. Erosi : yaitu laju erosi yang mungkin terjadi akibat adanya konstruksi PWH,
dengan satuan (ton/ha/tahun). d. Nilai estetika : yaitu nilai atau keindahan dari lanskap (bentang alam) dari
konstruksi PWH yang dibuat, dengan persen (interval skala). e. Biodiversity : yaitu jumlah jenis atau keanekaragaman hayati dan
sumberdaya genetik lainnya yang mungkin hilang akibat konstruksi PWH, dengan satuan (jumlah jenis/ha). 2. Aspek ekonomis, dimana sedapat mungkin keuntungan yang diperoleh perusahaan se-maksimalmungkin dan/atau biaya yang dikorbankan untuk konstruksi dan operasional dengan adanya jaringan PWH minimal. Adapun indikator yang dilihat adalah sebagai berikut : a. Keuntungan : yaitu pendapatan yang diperoleh perusahaan pada areal hutan yang dibuka karena adanya jaringan PWH, dengan satuan (Rp/m3). b. Biaya pembuatan jalan : yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan jalan (Rp/m3) c. Biaya pemeliharaan jalan : yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan jalan (Rp/m3).
7
d. Biaya operasional pengangkutan : yaitu biaya operasi alat angkutan yang melintasi jaringan PWH (Rp/m3)
3. Sosial a. Pencurian kayu : yaitu potensi banyaknya kejadian pencurian kayu dengan adanya PWH, dengan satuan Jumlah kasus/tahun (interval skala.) b. Mobilitas masyarakat sekitar kawasan hutan : yaitu intensitas penggunaan sarana dan prasarana PWH bagi masyarakat untuk memanfaatkan PWH untuk transportasi ke sarana umum (sekolah, pasar, kerja, dll), dengan satuan orang/hari (interval skala). c. Akses ke dalam hutan : Intensitas masyarakat masuk ke areal hutan (mengambil HHBK, ritual, wisata, dll), dengan satuan orang/hari (interval skala). d. Pendapatan masyarakat : Tambahan pendapatan masyarakat bila ada jaringan PWH, dengan satuan (Rp/tahun)
Komposisi Hierarki Komposisi hierarki keempat alternatif PWH dan kriteria pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun sketsa ke-empat alternatif pembukaan wilayah hutan (PWH) dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Ekologis
Goal : Memilih PWH Terbaik
Ekonomis
Sosial
Teg. Sungai Tinggal
Erosi
Esteti ka
Biodi versity
Keun tungan
B P’buat
an
B B Pencuri P’meli Operasi an Ky haraan onal
Mobili tas
Masy
Akses ke
hutan
Penda patan Masy
PWH Status Quo
PWH Alternatif I
PWH Alternatif II
PWH Alternatif III
Gambar 1. Komposisi Hierarki Alternatif PWH
9
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 144 ph/ha a. Keuntungan : Rp 64.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 7 buah b. B. P’buatan jln (Rp 0,-/m3)
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 3,2 ton/ha/th
d. Estetika : Interval skala
c. B. P’liharaan jln : Rp 5.800,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 4.100,-/m3 d. Pendapatan: Rp 23 jt/kk/th
e. Biodiversity : 5 jenis/ha
E
A. PWH status quo
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 102 ph/ha a. Keuntungan : Rp 51.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 2 buah b. B. P’buatan jln : Rp 24.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 1,3 ton/ha/th
d. Estetika : Interval skala
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.200,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.500,-/m3 d. Pendapatan: Rp 17 juta/kk/th
e. Biodiversity : 1 jenis/ha
E
B. PWH alternatif I
A B
CD
E
Deskripsi kriteria :
1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 112 ph/ha a. Keuntungan : Rp 53.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 2 buah b. B. P’buatan jln : Rp 32.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
c. Erosi : 1,6 ton/ha/th
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.800,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. Estetika : Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.800,-/m3 d. Pendapatan: Rp 20 jt/kk/th
e. Biodiversity : 2 jenis/ha
C. PWH Alternatif II
A C
Deskripsi kriteria :
B 1. Aspek ekologis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Sosial
a. Kerusakan teg. tinggal : 115 ph/ha a. Keuntungan : Rp 56.000,-/m3
a. Pencurian: Interval skala
b. Alur/sungai yang dilewati : 3 buah b. B. P’buatan jln : Rp 29.000,-/m3
b. Mobilitas: Interval skala
D c. Erosi : 1,9 ton/ha/th
c. B. P’liharaan jln : Rp 3.600,-/m3
c. Akses ke hutan: Interval skala
d. Estetika : Interval skala
d. B. Operasional angkt: Rp 2.700,-/m3 d. Pendapatan: Rp 25 jt/kk/th
e. Biodiversity : 3 jenis/ha
E
D. PWH alternatif III
Gambar 2. Sketsa dan deskripsi alternatif-alternatif PWH.
10
Pembobotan dan Penilaian
Untuk mendapatkan pembobotan, diasumsikan ketiga kriteria dan derived goal dari masing-masing goal dilakukan dengan Delpi Technique, dimana nilai kepentingan masing-masing kriteria dengan pairwise telah disebar pada expert yang telah teruji reputasi, frekuensi dan kualitasnya mengenai bidang PWH. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun rekapitulasi pembobotan kriteria dan derived goal, untuk mencapai main goal : mendapatkan alternatif pembukaan wilayah hutan terbaik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pembobotan Kriteria dan Derived Goal.
Kriteria Bobot
Ekologi
32
Ekonomi 21
Sosial
47
Derived Goal
a. Minimalisasi kerusakan tegakan tinggal b. Minimalisasi melewati alur/sungai kecil c. Minimalisasi erosi d. Maksimalisasi nilai estetika e. Minimalisasi kehilangan biodiversity a. Maksimalisasi keuntungan b. Minimalisasi biaya pembuatan jalan c. Minimalisasi biaya pemeliharaan jalan d. Minimalisasi biaya operasional
pengangkutan a. Minimalisasi gangguan terhadap
pencurian kayu b. Maksimalisasi mobilitas masy. sekitar ke
luar (pasar, sekolah, kerja) c. Maksimalisasi masyarakat masuk hutan
(HHBK, ritual, wisata) d. Maksimalisasi pendapatan masyarakat
Persen
29 29 17 10 15 41 15 18
Bobot
9 9 5 3 5 9 3 4
26 5
14 7
21 10
25 12 39 18
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa bobot tertinggi untuk ketiga keriteria untuk memilih alternatif PWH adalah aspek sosial sebesar 47 %. Hal ini diduga para expert menganggap bahwa keberadaan jaringan PWH sangat penting bagi pemanfaatan nilai sosial, terutama masyarakat sekitar hutan karena jaringan PWH tersebut dapat membuka keterisoliran masyarakat, yang pada akhirnya masyarakat
11
biasa merasakan manfaat dari keberadaan pengelola hutan tersebut. Kelestarian ekosistem hutan akan terjaga bila masyarakat merasakan manfaat akan keberadaan hutan tersebut.
Pada aspek sosial ini, pencurian kayu memiliki bobot terkecil. Ini menunjukkan bahwa pencurian kayu tidak terlalu penting bagi kelestarian hutan diibanding aspek sosial lainnya. Masalah pendapatan masyarakat dan akses serta mobilitas orang di sekitar wilayah hutan merupakan aspek penting bagi penilaian PWH yang lestari.
Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa kriteria ekologi mempunyai bobot 32 % lebih besar dari aspek ekonomi yakni sebesar 21 %. Ini menunjukkan bahwa nilai ekologi mendapat bobot yang lebih besar dalam menentukan PWH terbaik. Pada kriteria ekologi, indikator kerusakan tegakan dan kerusakan alur/sungai memiliki bobot tertinggi masing-masing bobot sebesar 29 %. Adapun pada kriteria ekonomi, indicator keuntungan memiliki bobot tertinggi, yakni sebesar 41 %.
Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif Pada Tabel 2 dapat dilihat dari aspek ekologis dampak PWH yang ada saat ini (PWH status quo) lebih tinggi dari alternatif rencana PWH lainnya. Sebaliknya, dari aspek ekonomi nilai keuntungan yang dibebankan pada hutan, pada PWH status quo lebih tinggi. Namun demikian biaya pemeliharaan dan operasionalnya juga tinggi. Hal ini diduga karena jalan tidak direncanakan dengan baik. Adapun untuk kriteria yang lainnya, pada semua alternatif ada kelebihan antar alternatif PWH. Kuantifikasi dan perumusan alternatif dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2.
12
Tabel 2. Kuantifikasi dan Perumusan Alternatif.
Pendekatan
Kuantifikasi
a. Jumlah pohon rusak b. Jumlah alur/sungai yang dilewati jalan
c. Laju erosi yang terjadi d. Tingkat keindahan lanskap yang ditemui e. Jumlah jenis hilang
a. Jumlah keuntungan
b. Jumlah biaya pembuatan jaringan PWH
c. Jumlah biaya pemeliharaan jaringan PWH
d. Jumlah biaya operasional pengangkutan a. Jumlah kasus pencurian kayu b. Intensitas orang menggunakan srn PWH c. Intensitas masyarakat masuk ke hutan d. Jumlah pendapatan
Unit
Pengukuran
N/ha Buah
Ton/ha/tahun Persen Jenis/tahun Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Kasus/tahun Orang/hari Orang/bulan Rp/tahun (Jt)
SQ
144 7
3,2 16
5
64000
0
5800
4100 47 14 31 23
Alternatif
AI
102 2
AII
112 2
1,3 1,6 21 26
12
51000 53000
24000 32000
3200
3800
2500 13 24 15 17
2800 10 17 8 20
AIII
115 3
1,9 37
3
56000
29000
3600
2700 30 45 46 25
Penetapan Klas dan Nilai Manfaat dari Masing-masing Alternatif PWH
Sebelum penetapan klas dari masing-masing indikator, terlebih dulu data kuantifikasi dibuat normalisasi data berdasarkan bobot masing-masing derived goal. Adapun data yang bersifat interval skala dibuat pairwise (Lampiran 1 dan 2). Adapun klas dan nilai manfaat dari masing-masing alternatif berdasarkan indokator yang ada dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa alternatif PWH terbaik adalah alternatif PWH III (AIII), dimana total nilai manfaat paling kecil dengan nilai 30. Nilai manfaat berikutnya diikuti oleh alternatif PWH AI dan AII masing-masing sebesar 33 dan 36. Adapun nilai manfaat PWH status quo paling besar, yakni 50. Pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa walaupun alternatif PWH I (AI) memiliki nilai manfaat yang kecil pada aspek ekologis dan ekonomis, tetap lebih besar dai PWH III (AIII).
13
Tabel 3. Penetapan Klas dan Nilai Akhir dari Alternatif PWH.
Derived
Goal a. Jumlah pohon rusak b. Jumlah alur/sungai yang dilewati jalan
c. Laju erosi yang terjadi d. Tingkat keindahan lanskap yang ditemui e. Jumlah jenis hilang
a. Jumlah keuntungan
b. Jumlah biaya pembuatan jaringan PWH
c. Jumlah biaya pemeliharaan jaringan PWH
d. Jumlah biaya operasional pengangkutan a. Jumlah kasus pencurian kayu b. Intensitas orang yang melewati jaringan PWH c. Intensitas masyarakat masuk ke dalam hutan d. Jumlah pendapatan Total Nilai Manfaat Urutan Alternatif Terpilih
Penetapan Kelas
SQ AI AII AIII 5122 5112
5123 5431 5123
1543
1455
4122
5122 5114 5441 2451 2531 50 33 36 30 423 I
Oleh karena itu, berdasarkan ketiga kriteria (ekologis, ekonomis dan social) dan derived goal dapat dilihat bahwa alternatif PWH terbaik adalah alternatif pembukaan wilayah hutan (AIII). PWH status quo memiliki nilai manfaat yang paling besar. Jadi keputusan untuk memperbaiki jaringan PWH yang sudah ada dengan jaringan PWH yang baru memang keputusan terbaik. Sesuai dengan tujuan pembukaan wilayah hutan yang mendukung pengelolaah hutan yang lestari, maka alternatif III merupakan alternatif terpilih.
Kesimpulan
1. Alternatif Pembukaan Wilayah Hutan (AIII) merupakan alternatif jaringan PWH terbaik, karena memiliki nilai manfaat terkecil berdasarkan kriteria yang ditetapkan yakni sebesar 30.
2. PWH status quo sudah selayaknya segera diperbaiki karena memiliki indeks paling kecil yakni sebesar 50.
14
Daftar Pustaka Elias. 2002. Buku I : Reduced Impact Logging. IPB Press. Bogor. Elias. 1988. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management : System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons, Inc. New York.
15