Sumber Kewenangan Pemerintah Kewenangan Pemerintah

3. Perolehan Wewenang

Perolehan wewenang berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara hukum: tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban. Setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerntahan tertentu, tersirrat di dalamnya pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan. Wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang. Pada delegasi tidak ada penciptaann wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi. Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada pemberi mandat. Hal ini karena pada dasarnya, penerima mandat adalah masih dalam skup satuan internal dari si pemberi mandat 14 . 14 Ibid, hlm. 106

C. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pengertian Pajak

Menurut berbagai bahasa, kata pajak dikenal sebagai tax Bahasa Inggris, import contribution, droit Bahasa Perancis, steuer, abagade, gebuhr Bahasa Jerman, tributo, gravamen, tasa Spanyol, belasting Belanda. 15 Di Indonesia dikenal istilah yang disebut Pajak, dimana istilah tersebut memiliki definisi seperti yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 28 Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan selanjutnya disebut dengan UU KUP 2007, yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Beberapa ahli mendefenisikan pajak sebagai berikut : Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan denga tidak mendapat jasa-jasa timbale kontra-prestasi, yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 16 Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani, pajak adalah iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, 15 Yuswanto, Nurmayani, Marlia Eka dan Eka Deviani, Hukum Pajak, Bandar Lampung: PKKPUU, 2013, hlm. 3 16 Ibid, hlm. 6 dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 17 Menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeets, Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur : a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada kas Negara yang berupa uang bukan barang b. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya. c. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara , yakni pengeluaran – pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 17 R. Santoso Brotodihardjo. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT Refika Aditama, 2003, hlm. 2