ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KOPI DAN PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD (BSC) DALAM PENILAIAN KINERJA KSU ARGOPURO JAYA ABADI DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN JEMBER

(1)

i

A N A L I S I S E F I S I E N S I P E M A S A R A N K O P I D A N P E N G G U N A A N B A L A N C E D S C O R E C A R D ( B S C )

D A L A M P E N I L A I A N K I N E R J A KS U ARGOPURO JAYA ABADI DI KECAMATAN

PANT I KAB UPATEN JE MBE R

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Pada Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

Oleh

Ivan Tri Buana

NIM. 101510601029

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER 2016


(2)

ii

A N A L I S I S E F I S I E N S I P E M A S A R A N K O P I D A N P E N G G U N A A N B A L A N C E D S C O R E C A R D ( B S C )

D A L A M P E N I L A I A N K I N E R J A KS U ARGOPURO JAYA ABADI DI KECAMATAN

PANT I KAB UPATEN JE MBE R

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Pada Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

Oleh

Ivan Tri Buana

NIM. 101510601029

Dosen Pembimbing

DPU : Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur.M. DPA : Ati Kusmiati, SP., MP.

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER 2016


(3)

iii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahku Budi Susetyo dan Ibuku Tri Astuti Riani yang senantiasa memberikan doa dan dukungan yang tiada henti kepada saya. 2. Guru dan Dosen yang telah memberi bimbingan yang besar sepanjang hidup

saya.

3. Almamater yang kubanggakan Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember.


(4)

iv

MOTTO

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan / diperbuatnya. ( Ali Bin Abi Thalib )


(5)

v

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Ivan Tri Buana

NIM : 101510601039

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Ilmiah Tertulis berjudul: “Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi dan Penggunaan Balanced ScoreCard (BSC) Dalam Penilaian Kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 10 Maret 2016 Yang Menyatakan

Ivan Tri Buana NIM. 101510601029


(6)

vi

SKRIPSI

A N A L I S I S E F I S I E N S I P E M A S A R A N K O P I D A N P E N G G U N A A N B A L A N C E D S C O R E C A R D ( B S C )

D A L A M P E N I L A I A N K I N E R J A KS U ARGOPURO JAYA ABADI DI KECAMATAN

PANT I KAB UPATEN JE MBE R

Oleh: Ivan Tri Buana NIM 101510601029

Pembimbing,

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur.M (NIP 1970062619940301002)

Pembimbing Anggota : Ati Kusmiati, SP., MP. (NIP 197809172002122001)


(7)

vii

PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi dan Penggunaan Balanced ScoreCard (BSC) Dalam Penilaian Kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember” telah diuji dan disahkan pada: Hari, tanggal : Kamis, 10 Maret 2016

Tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember

Penguji 1,

Dr. Ir. Jani Januar, MT NIP 195901021988031002

Mengesahkan Dekan,

Dr. Ir. Jani Januar, MT NIP 195901021988031002 Dosen Penguji I,

Dr.Triana Dewi Hapsari, SP., MP. NIP 197104151997022001

Dosen Penguji II,

Aryo Fajar Sunartomo, SP. M.Si. NIP 197401161999031001 Dosen Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur.M NIP 1970062619940301002

Dosen Pembimbing Anggota,

Ati Kusmiati, SP., MP. NIP 197809172002122001


(8)

viii

RINGKASAN

Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi dan Penggunaan Balanced ScoreCard (BSC) Dalam Penilaian Kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember, Ivan Tri Buana, 101510601029, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

Kopi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang sangat populer di indonesia. Kopi banyak diminati oleh masyarakat sebagai minuman dengan cita rasa yang khas serta nikmat untuk di konsumsi sehari-hari. Tanaman kopi banyak ditanam oleh masyarakat petani di Indonesia di beberapa daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sesuai. Desa Kemiri Kecamatan Panti di Kabupaten Jember adalah satu daerah di Jawa Timur yang masyarakatnya melakukan budidaya kopi. Letak geografis yang berada di kaki gunung Argopuro merupakan potensi utama yang dimiliki oleh Desa Kemiri sebagai kriteria tumbuhnya tanaman kopi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) posisi serta peran KSU Argopuro Jaya Abadi dalam kelembagaan dan saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti; (2) efisiensi dan marjin pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti; (3) kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi. Penentuan daerah penelitian dalam penelitian ini menggunakan Purposive method. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dan analitik. Metode pengambilan contoh dengan menggunakan metode Purposive Sampling dan Snowball Sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara terstruktur berdasarkan pada daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah dibuat serta melakukan penelusuran mengenai fakta dilapang. Data juga diperoleh dari lembaga yang terkait dengan penelitian, yaitu KSU Argopuro Jaya Abadi, Kantor Desa Kemiri, serta literatur-literatur yang berasal dari buku, jurnal, maupun skripsi yang berkaitan dengan penelitian.

Hasil penelitian sebagai berikut: (1) Terdapat 3 posisi yang diemban oleh KSU Argopuro Jaya Abadi dalam kelembagaan dan saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri, yaitu (a) Posisi koperasi sebagai pendukung permodalan petani,


(9)

ix

perannya yaitu membantu petani untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan pinjaman modal pada Bank; (b) KSU Argopuro Jaya Abadi secara kelembagaan sudah berbadan hukum namun sebagai koperasi yang terdapat di lingkungan pesantren peran ketua yang juga merupakan tokoh masyarakat masih sangat dominan; (c) posisi koperasi sebagai pedagang besar dalam saluran pemasaran kopi, perannya yaitu penjamin pasar bagi petani kopi serta melakukan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Adapun saluran pemasaran kopi robusta di Desa Kemiri Kecamatan Panti terdiri dari empat macam saluran pemasaran, pada saluran pemasaran kopi ose yaitu petani(pengolah) – pedagang besar – konsumen antara; petani – KSU Argopuro Jaya Abadi – konsumen antara; petani – pengepul

– pedagang besar – konsumen antara. Sedangkan pada kopi hs, yaitu petani – KSU Argopuro Jaya Abadi – konsumen antara. (2) Distribusi marjin pada seluruh saluran pemasaran kopi robusta di Desa Kemiri Kecamatan Panti terdistribusi secara merata pada setiap lembaga pemasaran dan secara keseluruhan saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri adalah efisien. (3) Kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi secara keseluruhan pada setiap perspektif sudah cukup baik, dikarenakan beberapa tolok ukur tidak dapat memenuhi target. Pada perspektif Keuangan, tolok ukur Penerimaan Modal Sediri dan ROI memenuhi target, sedangkan Tingkat Penjualan tidak memenuhi target. Kemudian pada perspektif Pelanggan, tolok ukur yang mencapai target adalah Akuisisi Pelanggan, Retensi Pelanggan, Ketepatan Pengiriman, serta Jumlah Komplain. Pada Persepektif Proses Bisnis Internal, Kinerja pemasok mencapai target yang telah ditetapkan. Lalu pada perspektif terakhir, yaitu Proses Pembelajaran dan Pertumbuhan tolok ukur Produktivitas Karyawan dan Retensi Pengelola, keduanya telah mencapai target.


(10)

x

SUMMARY

Analysis of Coffee Marketing Efficiency and Use of Balanced Scorecard in Assessment of KSU Argopuro Jaya Abadi Performance in District of Panti, Jember Regency, Ivan Tri Buana, 10151060129, Department of Social-Economy of Agriculture/Agribusiness, Faculty of Agriculture, University of Jember

Coffee is one of very popular plantation commodities in Indonesia. Coffee is highly demanded by society as a drink with distinctive, enjoyable taste for daily consumption. Coffee plants are widely planted by farmers in Indonesia in certain regions with the appropriate geographical conditions. Kemiri Village, District of Panti, Jember Regency is one area in East Java where people cultivate coffee. Its geographical location at the foot of Mount Argopuro is a major potential owned by Kemiri required for growing coffee plant.

This research aimed to determine: (1) the position and role of KSU Argopuro Jaya Abadi in institutional arragement and coffee marketing channel in Kemiri Village, District of Panti; (2) the efficiency and marketing margin of coffee marketing in Kemiri Village, District of Panti; (3) the performance of KSU Argopuro Jaya Abadi. The research area wasdetermined using purposive method. The research used descriptive and analytical method. Sampling used purposive sampling and snowball sampling. Data were collected by structured interview based on questionnaires and observation in the the field. Data were obtained from institutions related to the research i.e. KSU Argopuro Jaya Abadi, Kemiri Village Office as well as the literature from books, journals, and thesis related to the research.

The results showed that: (1) There are two positions held by KSU Argopuro Jaya Abadi in institutional arrangement and marketing channel of coffee in Kemiri Village, that is: (a) as a supporter of farmer’s capital; its role is to assist farmers to gain facilitation in accessing bank loans; (b) KSU Argopuro Jaya Abadi has been a legal entity; however, since it is located in Pesantren (Islamic Boarding School) area, the role of the cooperative head who is a public figure is very dominant; (c) as a major trader in coffee marketing channel; its roles are


(11)

xi

guaranteeing market for coffee farmers, facilitating and marketing the agricultural products. The marketing channel of Robusta coffee in Kemiri Village, District of Panti consists of four kinds of marketing channel: for dry-processed coffee (ose coffee), the channel marketing runs as follows: farmers (processors) – wholesalers

– consumers; farmers – KSU Argopuro Jaya Abadi – consumers; farmers – middlemen – wholesalers – consumers, while for wet-processed coffee (hs coffee), the marketing channel goes as follows: farmers – KSU Argopuro Jaya Abadi – consumers. (2) The margins on all marketing channels of Robusta coffee in Kemiri Village, District of Panti distributed equally on any overall marketing agencies and marketing channels of coffee in Kemiri Village were efficient. (3) The overall performance of KSU Argopuro Jaya Abadi in each perspective was good enough because some benchmarks could not meet the target. In financial perspective, the benchmark of Own Capital Acceptance and ROI met the target, while the rate of sales did not meet the target. Then, based on customer perspective, benchmarks achieving the target were Customer Acquisition, Customer Retention, accuracy of delivery, and number of complaints. In Perspective of Internal Business Process, the performance of suppliers achieved the set targets. Then in the last perspective, the learning process and growth of benchmarks of employee productivity and retention of business owner had met the target.


(12)

xii

PRAKATA

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Tertulis yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi dan Penggunaan Balanced ScoreCard (BSC) Dalam Penilaian Kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember” dapat diselesaikan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi Sarjana Strata 1 (S-1), Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis pada Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Penyusunan karya ilmiah tertulis ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr.Ir Jani Januar, MT., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jember,

yang telah memberikan bantuan perijinan dalam menyelesaikan karya ilmiah tertulis ini,

2. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M. Rur. M selaku ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dan Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bantuan sarana dan prasarana dalam menyelesaikan karya ilmiah tertulis ini,

3. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M. Rur. M selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ibu Ati Kusmiati, SP., MP. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah banyak memberi bimbingan, nasihat, dan ilmu yang bermanfaat sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini,

4. Dr.Triana Dewi Hapsari, SP., MP. selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Aryo Fajar Sunartomo, SP. M.Si. selaku Dosen Penguji Anggota yang telah memberikan banyak masukan bagi kesempurnaan skripsi ini,

5. Rudi Hartadi, SP., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu,

6. Orang tuaku tercinta, Ayahku Budi Susetyo dan Ibuku Tri Astuti Riani, atas

do’a, kasih sayang, kesabaran dan dukungan yang telah diberikan dalam


(13)

xiii

7. Sahabat-sahabatku Siti Khotimah, Arifa, Edo dan Moh. Asim yang selalu memberikan dukungan dan motivasi selama masa studi saya,

8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2010 atas kebersamaan dan dukungannya selama proses perkuliahan,

9. Teman-teman kos Mastrip I-15 Mas Gading, Mas Bram, Mas Dicki, Mas Khilmi, Mas Adin dan teman-teman lainnya,

10.Masyarakat Desa Kemiri yang telah bersedia menjadi responden dalam penggalian informasi dalam penelitian ini,

11.Semua pihak yang telah membantu terselesainya karya ilmiah tertulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah tertulis ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah tertulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Jember, 10 Maret 2016


(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... x

PRAKATA ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 7

1.3.1 Tujuan ... 7

1.3.2 Manfaat ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Tinjauan Teori ... 10

2.2.1 Komoditas Kopi ... 10

2.2.2 Pengolahan Kopi ... 11

2.2.3 Teori Pemasaran ... 13

2.2.4 Marjin dan Efisiensi Pemasaran ... 14


(15)

xv

2.2.6 Koperasi ... 19

2.2.7 Koperasi Serba Usaha ... 20

2.2.8 Teori Status dan Peran ... 21

2.2.9 Pengukuran Kinerja ... 23

2.2.10 Analisis Balanced ScoreCard ... 23

2.3 Kerangka Pemikiran ... 29

2.4 Hipotesis ... 35

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Penentuan Daerah Penelitian ... 36

3.2 Metode Penelitian ... 36

3.3 Metode Pengambilan Contoh ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.5 Metode Analisis Data ... 38

3.6 Definisi Operasional ... 45

BAB 4. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 48

4.1 Wilayah Administrasi ... 48

4.2 Keadaan Penduduk ... 48

4.2.1 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 48

4.2.2 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 49

4.2.3 Keadaan penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 50

4.3 Gambaran Umum KSU Argopuro Jaya Abadi ... 51

4.3.1 Proses Produksi Kopi HS (Olah Basah) dan Ose (Olah Kering) ... 52

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

5.1 Posisi Serta Peran KSU Argopuro Jaya Abadi dalam Kelembagaan dan Saluran Pemasaran Kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti ... 55

5.1.1 Posisi Koperasi Sebagai Pendukung Permodalan Petani... ... 56


(16)

xvi

5.1.2 Koperasi Sebagai Pedagang Besar... ... 56

5.1.2.1 Saluran Pemasaran Kopi Ose... ... 59

5.1.2.2 Saluran Pemasaran Kopi Hs ... 62

5.2 Efisiensi dan Marjin Pemasaran Kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti ... 63

5.2.1 Marjin Pemasaran Kopi Ose ... 63

5.2.2 Marjin Pemasaran Kopi Hs ... 69

5.3 Balanced ScoreCard KSU Argopuro Jaya Abadi ... 73

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ... 85

6.1 Simpulan ... 85

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Potensi Kopi di Jawa Timur………. 3

3.1 Perspektif Keuangan ... 44

3.2 Perspektif Pelanggan ... 45

3.3 Perspektif Bisnis Internal ... 45

3.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 45

4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Kemiri pada Tahun 2009 ... 49

4.2 Banyaknya Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Utama Tahun 2014 ... 49

4.3 Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Ijasah Tertinggi yang Dimiliki, Hasil Sensus Penduduk 2010 ... 50

5.1 Marjin Pemasaran Kopi Ose Saluran Satu Tingkat ... 64

5.2 Marjin Pemasaran Kopi Ose Saluran Satu Tingkat ... 66

5.3 Marjin Pemasaran Kopi Ose Saluran Dua Tingkat ... 68

5.4 Marjin Pemasaran Kopi Hs Saluran Satu Tingkat ... 70

5.5 Keseluruhan Marjin Pemasaran Kopi Hs dan Ose di Desa Kemiri ... 72

5.6 Asumsi Penjualan Kopi Per Tahun Pada Tahun 2013 dan 2014 ... 74

5.7 Asumsi Total Biaya Produksi Pada Tahun 2014 74 5.8 Asumsi Total Biaya Produksi Pada Tahun 2013 76 5.9 Perspektif Keuangan ... 78

5.10 Perspektif Pelanggan ... 80

5.11 Perspektif Proses Bisnis Internal ... 82


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pengolahan Kopi Secara Olah Basah ... 13

2.2 Kurva Penawaran Permintaan, Primer dan Turunan Serta Marjin Pemasaran ... 15 2.3 Skema Kerangka Pemikiran………..………. 34

4.1 Skema Struktur Kepengurusan KSU Argopuro Jaya Abadi ... 51

4.2 Skema Proses Pengolahan Biji Kopi ... 54

5.1 Saluran Pemasaran Kopi Ose di Desa kemiri………. 60

5.2 Saluran Pemasaran Kopi Ose Satu Tingkat... 60

5.3 Saluran Pemasaran Kopi Ose Satu Tingkat... 61

5.4 Saluran Pemasaran Kopi Ose Dua Tingkat... 61

5.5 Saluran Pemasaran Kopi Hs Satu Tingkat... 62

5.6 Saluran Pemasaran Kopi Ose Satu Tingkat... 63

5.7 Saluran Pemasaran Kopi Ose Satu Tingkat... 65

5.8 Saluran Pemasaran Kopi Ose Dua Tingkat... 67


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A Tabel Harga Jual Kopi di Tingkat Petani ... 90

B Tabel Harga Beli dan Harga Jual Kopi di Tingkat Pengepul ... 91

C Tabel Harga Beli dan Harga Jual Kopi di Tingkat Pedagang Besar ... 91

D Tabel Biaya Produksi ... 92

E Tabel Biaya Produksi Per Unit ... 93

F Marjin Pemasaran Kopi Ose 1 Tingkat ... 94

G Marjin Pemasaran Kopi Ose 2 Tingkat ... 95

H Marjin Pemasaran Kopi Ose 2 Tingkat ... 96

I Marjin Pemasaran Kopi Ose 1 Tingkat ... 97

J Saluran Pemasaran Kopi Ose 2 Tingkat... 98

K Marjin Pemasaran Kopi Ose 1 Tingkat ... 99

L Marjin Pemasaran Kopi Hs 1 Tingkat ... 100

M Marjin Pemasaran Kopi Ose 1 Tingkat di Desa Kemiri ... 101

N Marjin Pemasaran Kopi Ose 1 Tingkat di Desa Kemiri ... 102

O Marjin Pemasaran Kopi Ose 2 Tingkat di Desa Kemiri ... 103

P Marjin Pemasaran Kopi Hs 1 Tingkat di Desa Kemiri (Dalam 1 Liter Hs) ... 104

Q Marjin Pemasaran Kopi Hs 1 Tingkat di Desa Kemiri (Dalam 1 Kg Hs) ... 105

R Keseluruhan Marjin Pemasaran Kopi Hs dan Ose di Desa Kemiri ... 106

S Asumsi Balanced ScoreCard ... 107

T Perspektif Keuangan ... 110

U Perspektif Pelanggan ... 111

V Perspektif Proses Bisnis Internal ... 113


(20)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan. Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu (1) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam (Disbun, 2012). Pengertian perkebunan sendiri adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Furqan, 2012).

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat populer bagi masyarakat Indonesia. Tanaman kopi di Indonesia mempunyai lahan dengan luas peringkat ketiga setelah karet dan kelap sawit. Tanaman ini memiliki pertumbuhan produktivitas yang cenderung terus naik. Harga jualnya juga cenderung meningkat. Buah kopi biasanya dipasarkan dalam bentuk kopi beras, yaitu kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan kopi bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit arinya dan memperoleh kadar air tertentu sehingga siap dipasarkan. Umumnya dua cara pengolahan kopi, yaitu pengolahan kering dan pengolahan basah (Suwarto dkk, 2014).

Berkaitan dengan pengolahan buah kopi menjadi kopi beras, agroindustri sangat berperang penting dalam mengolah buah kopi hingga akhirnya kopi dapat dinikmati menjadi sebuah minuman. Agroindustri adalah salah satu cabang


(21)

industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang menghasilkan produk pertanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang (backward lingkage) maupun ke depan (forward linkage). Kaitan ke belakang terjadi karena kegiatan pertanian memerlukan input produksi, alat pertanian dan mesin yang langsung dipakai dalam proses produksi di sektor pertanian. Kaitan ke depan dapat terjadi karena adanya ciri-ciri produk pertanian seperti bersifat musiman, volume besar nilai kecil, mudah rusak atau karena permintaan konsumen yang makin menuntut persyaratan kualitas bila pendapatan konsumen tersebut meningkat (Soekartawi, 1995).

Lebih lanjut Soekartawi (2000) menjelaskan, pembangunan agroindustry

disepakati sebagai “lanjutan” dari pembangunan pertanian. Hal ini telah

dibuktikan bahwa agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri lain. Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan arah agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan.

Seiring dengan berjalannya waktu, agroindustri di Indonesia kini semakin berkembang. Saat ini telah muncul beragam agroindustri khususnya dalam bidang pangan, salah satunya yaitu agroindustri kopi. Industri kopi di dalam negeri saat ini sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang


(22)

kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun 90an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton. (AEKI, 2014).

Sebagai negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (AEKI, 2014).

Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan mata dagangan yang mempunyai arti yang cukup tinggi. Tercatat pada tahun 1988 sudah mampu menghasilkan devisa sebesar $ 818,4 juta dan menduduki peringkat pertama di antara komoditi ekspor sub sektor perkebunan. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri. Menurut survei yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi kopi sebanyak 0,5 kg/orang/tahun. Bila melihat perolehan devisa dan jumlah kopi yang dikonsumsi di dalam negeri, tampaknya prospek kopi telah cukup menggembirakan (Najiyati dan Danarti, 1990).

Tabel 1.1 Potensi Kopi di Jawa Timur

Tahun Produksi (Ton)

2012 28.003

2011 18.427

2010 31.436

2009 29.414

2008 29.287

Sumber: Badan Pusat Statistik Porvinsi Jawa Timur, 2013

Salah satu daerah yang memiliki produk unggulan komoditas kopi adalah Jawa Timur. Berdasarkan Tabel 1.1 Potensi Kopi di Jawa Timur, dapat diketahui bahwa produksi kopi di Jawa Timur pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010


(23)

terus meningkat hingga mencapai angka 31.436 Ton. Tahun 2011 produksi kopi di Jawa Timur mengalami penurunan yang sangat besar yaitu hanya 18.427 Ton. Kemudian pada Tahun 2012 produksi kopi di Jawa Timur kembali mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 28.003 Ton.

Produksi kopi di Jawa Timur yang cukup tinggi tersebut bukan hanya memberikan keuntungan bagi para petani saja, namun juga dapat dimanfaatkan bagi para pelaku usaha agroindustri kopi di Jawa Timur dalam melakukan pengolahan lebih lanjut terhadap kopi. Jenis olahan kopi yang diproduksi oleh agroindustri kopi bermacam-macam, mulai dari kopi beras, kopi bubuk hingga kopi instan. Skala agroindustri yang tersebar juga sangat beragam mulai dari agroindustri skala rumah tangga bahkan hingga industri skala besar. Tentunya dengan ketersedian kopi yang cukup besar di Jawa Timur ini para pelaku agroindustri dapat dengan mudah mendapatkan suplai bahan baku kopi demi keberlangsungan produksi mereka.

Pengusahaan komoditi kopi di Jawa Timur khususnya Kabupaten Jember baik yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan maupun oleh rakyat adalah jenis kopi Robusta. Sebutan kopi rakyat merupakan pengusahaan kopi yang dilakukan oleh rakyat yang merupakan pengusahaan kopi yang dilakukan oleh rakyat yang merupakan sasaran wilayah binaan langsung oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember. Kopi rakyat di Kabupaten Jember sudah diusahakan sejak jaman Belanda, yaitu sebagai akibat atau bias dari adanya Perusahaan Perkebunan Besar milik Pemeritah Belanda. Pada waktu itu para pekerja perkebunan tersebut mencoba menanam kopi di lahan-lahan mereka yang berada di sekitar lokasi Perusahaan Perkebunan Besar yang letaknya beradai lereng-lereng pegunuingan yang mencakup hamper seluruh wilayah kecamatan, sehingga sampai dengan saat ini bisa ikatakan bahwa komoditi kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menjadi andalan Pengusahaan Perkebunan Rakyat di Kabupaten Jember (desa-sidomulyo.blogspot.com, 2010).

Lebih lanjut dalam desa-sidomulyo.blogspot.com (2010) dijelaskan bahwa, Pembinaanan Pengembagan kopi rakyat oleh Pemerintah dimulai sejak tahhun 1980 an yaitu melalui Program Pemerintah Pusat (APBN) yang disebut


(24)

dengan Proyek Rehabilitasi dan Tanaman Ekspor (RPPTE),dengan adanya proyek ini perkembangan areal kopi rakyat meningkat begitu pesat,hal ini sejalan dengan perkembangan harga kopi waktu itu yang sangat baik sehigga pendapatan dari pengusaha kopi rakyat bisa menjadi penopang utama pendapatan keluarga petani.Pada sat ini sebaran luas areal kopi rakyat mencapai 5.524,01 ha yang tersebar hampir diseluruh kecamatan dengan sentra areal berada di 8 kecamatan yaitu Kecamatan Silo (2.192,23 ha), Jelbuk (615,51 ha), Ledokombo (534, 21 ha), Sumberjambe (572,92 ha), Panti (389,09 ha), Tanggul (256,09 ha) dan Sumberbaru (282,50 ha).

Desa Kemiri Kecamatan Panti adalah salah satu wilayah di Kabupaten Jember yang memiliki potensi dalam usaha budidaya kopi. Jenis kopi yang diusahakan di Desa Kemiri ada dua, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Jenis kopi robusta lebih banyak dibudidayakan di Desa Kemiri dibandingkan kopi arabika, dikarenakan untuk kopi arabika masih sangat baru diperkenalkan di Desa kemiri beberapa tahun belakangan. Hasil kopi arabika pun masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan kopi robusta. Hasil panen kopi gelondong yang diproduksi petani di Desa Kemiri terbagi menjadi dua, yaitu kopi gelondong asalan dan kopi gelondong merah, namun umumnya para petani lebih memilih untuk memanen kopi gelondong merah dibandingkan dengan kopi asalan dikarenakan kopi gelondong merah memiliki harga yang lebih tinggi, selain itu kualitasnya juga lebih baik. Adapun untuk hasil kopi asalan atau yang masih belum matang tersebut biasanya terbawa pada saat pemetikan. Para petani kopi di Desa Kemiri ini tergabung dalam beberapa Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dimana setiap lembaga di bagi menjadi beberapa kelompok tani.

LMDH bukanlah merupakan lembaga satu-satunya yang membantu petani dalam melakukan kegiatan budidaya kopi di Desa Kemiri, selain LMDH juga terdapat sebuah lembaga Koperasi yang bernama KSU Argopuro Jaya Abadi. KSU Argopuro Jaya Abadi (d/h KSU Petani Kopi Indokom) berperan dalam memasarkan hasil produksi usahatani kopi di Desa Kemiri ke PT. Indokom sebagai eksportir. Kopi yang djual oleh pihak koperasi pada PT. Indokom adalah dalam bentuk kopi biji atau kopi beras. Terdapat dua cara pengolahan buah kopi


(25)

yang dilakukan disana, yaitu olah basah dan olah kering. Dalam menjalankan kegiatannya memasarkan kopi beras, koperasi membangun beberapa unit pengolahan hasil (UPH) yang bertugas dalam pengolahan hasil produksi kopi petani di Desa Kemiri. Sehingga hasil panen kopi yang diproduksi oleh petani terlebih dahulu disalurkan pada UPH untuk diolah menjadi kopi beras, yaitu kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Kopi beras inilah yang kemudian di salurkan langsung ke koperasi untuk dijual kepada perusahaan pengekspor kopi.

Namun tidak semua hasil panen kopi petani di Desa Kemiri disalurkan ke KSU Argopuro Jaya Abadi, sebagian petani menjualnya kepada tengkulak. Tengkulak selanjutnya akan memasarkan kopi pada lembaga lainnya yang terkait dalam pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti. Atas latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimanakah pemasaran kopi, khususnya kopi robusta di Desa Kemiri Kecamatan Panti mulai dari petani hingga lembaga-lembaga pemasaran berikutnya sampai kemudian membentuk saluran pemasaran.

Selain itu juga perlu diteliti lebih lanjut bagaimanakah penilaian dari kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi dalam menjalankan kegiatan usahanya mengolah buah kopi hingga menjadi kopi beras. Hal ini berguna untuk memberikan informasi kepada Koperasi mengenai pelaksanaan kegiatan yang selama ini telah dijalankan oleh koperasi berdasarkan beberapa aspek, yang nantinya akan bermanfaat bagi koperasi untuk melakukan penyesuaian atas perencanaan koperasi di masa yang akan datang. Berdasarkan Hal tersebut nantinya akan diketahui bagaimana peran dari keterlibatan KSU Argopuro Jaya Abadi untuk membantu petani di Desa Kemiri dalam kegiatan pemasaran dari hasil panen kopi mereka.


(26)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah posisi serta peran KSU Argopuro Jaya Abadi dalam kelembagaan dan saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti? 2. Bagaimanakah efisiensi dan marjin pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan

Panti?

3. Bagaimanakah penilaian kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi diukur dengan menggunakan pendekatan BSC?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui posisi serta peran KSU Argopuro Jaya Abadi dalam kelembagaan dan saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri Kecamatan Panti. 2. Untuk mengetahui efisiensi dan marjin pemasaran kopi di Desa Kemiri

Kecamatan Panti.

3. Untuk mengetahui kinerja KSU Argopuro Jaya Abadi.

1.3.2 Manfaat

1. Sebagai bahan masukan bagi KSU Argopuro Jaya Abadi dalam rangka meningkatkan peran mereka dalam aktivitas ekonomi berbasis agribisnis. 2. Sebagai bahan informasi atau pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan yang

bergerak di bidang agribisnis untuk menjalin kemitraan dengan para petani. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi para peneliti


(27)

8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sairdama (2013) yang

berjudul “Analisis Pendapatan Petani Kopi Arabika (Coffea arabica) dan Margin

Pemasaran di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai” mengenai saluran pemasaran

kopi, terdapat terdapat tiga modelsaluran pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran hingga akhirnya kopi arabika sampai pada konsumen antara. Model saluran pertama, aliran pemasaran kopi mulai dari petani kopi, kemudian dijual pada pedagang Kabupaten, berlanjut ke pengecer, hingga akhirnya sampai pada konsumen. Model saluran kedua, dari petani kopi, kemudian kopi dijual ke pedagang distrik, lalu berlanjut ke pedagang Kabupaten, kemudian kopi dibeli oleh pengecer, dan akhirnya kopi dijual pada konsumen. Model ketiga, petani kopi menjual produk kopinya pada pedagang Provinsi, kopi dibeli oleh pedagang pengecer, hingga pada akhirnya dari pedagang pengecer menjual kopi pada konsumen.

Sugiarti (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pemasaran

Kopi di Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten Bejang Lebong” menjelaskan bahwa harga yang diterima petani disana rendah serta penyebaran margin dan keuntungan belum merata pada tingkat lembaga pemasaran. Pada pedagang pengumpul desa keuntungan yang mereka peroleh yaitu sebesar Rp 1.270,88 per kg dengan margin pemasaran sebesar Rp 2.000 per kg atau 4,24% dari harga eceran. Sedangkan pada pedagang besar keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 13.815,87 per kg dan margin pemasaran sebesar Rp 16.750 per kg atau 55,83% dari harga eceran.Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem pemasaran kopi yang telah berjalan di Kecamatan Bermani Ulu Raya tidak efisien.

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tauri (2013) dengan

judul “Analisis Penilaian Kinerja KSU Buah Ketakasi Dengan Konsep Balanced

ScoreCard (BSC)” menjelaskan bahwa kinerja koperasi KSU Buah Ketakasi

memiliki nilai kinerja yang baik. Penelitian ini dilakukan menggunakan analisis


(28)

pelanggan, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pada perspektif keuangan, tolok ukur yang digunakan yaitu tingkat penerimaan modal sendiri, tingkat penjualan serta ROE dan ROA. Lalu pada perspektif pelanggan, tolok ukurnya adalah indeks kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, profitabilitas pelanggan, kesejahteraan pelanggan. Kemudian pada perspektif proses bisnis internal, took ukur yang digunakan yaitu proses inovasi, proses operasi serta pelayanan purna jual. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tolok ukur yang digunakan yaitu, komputerisasi dan infrastruktur, indeks kepuasan karyawan, retensi pengelola dan produktivitas kerja. Hasilnya kinerja koperasi KSU Buah Ketakasi lebih baik pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2012.

Erlina (2009), dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Metode Balanced ScoreCard (BSC) Dan SWOT”

menjelaskan mengenai tolok ukur pada masing-masing perpsektif yang dipakai dalam penilaian kinerja terhadap perusahaan. Pada perspektif finansial, tolok ukur yang dipakai adalah ROE (Return On Equity), ROI (Return On Investment), TATO (Total Asset Turn Over), NPM (Net Profit Margin) dan Sales Growth. Kemudian pada perspektif pelanggan, yaitu Customer Acquisition, Customer Retention, On Time Delivery, Number of Complains serta Sales Return. Pada perspektif proses bisnis, tolok ukur yang digunakan adalah Supplier Lead Time

dan Part Per Million Defect Rate. Sedangkan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, tolok kur yang digunakan yaitu Employee Productivity, Employee Turn Over dan Absence. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dari perspektif keuangan dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran sudah baik karena semua tolok ukur telah memenuhi target yang ditetapkan perusahaan, sedangkan perspektif pelanggan dan perspektif proses internal belum baik karena masih ada tolok yang belum memenuhi target yang ditetapkan perusahaan.


(29)

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Komoditas Kopi

Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya.

Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur kurang lebih 2 tahun. Bunga kopi berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih, dan berbau harum semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal biji. Benangsarinya terdiri dari 5-7 tangkai yang berukuran pendek. Buah kopi terdiri dari daging buah dan biji. Dagiang buah terdiri dari 3 bagian lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji, tetapi kadang hanya mengandung 1 butir atau bahkan tidak berbiji sama sekali. Biji ini terdiri atas kulit biji dan lembaga. Lembaga atau sering disebut endosperma merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi (Najiyati dan Danarti, 1990).

Jenis-jenis kopi komersial yang sekarang diusahakan di Indonesia, yaitu Robusta dan Arabika, bukan merupakan tanaman asli. Kopi Liberika yang dulu pernah diusahakan di Indonesia, sekarang sudah tidak berarti lagi. Jenis-jenis kopi ini berasal dari Afrika. Dalama perkembangannya, Indonesia telah beralih dari produsen kopi Arabika selama abad ke-18 dan 19 menjadi produsen kopi Robusta sejak awal abad ke-20 (Yahmadi, 2007).

a. Kopi Arbika (Coffea arabica)

Kopi arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Golongan ini merupakan yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, bahkan merupakan golongan kopi yang paling banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Setelah abab XIX dominasi kopi arabika menurun ternyata kopi ini sangat peka


(30)

terhadapa penyakit HIV, terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika adalah:

1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dan suhu 16-20°C.

2. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman. 3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit, terutama bila ditanam di dataran

rendah atau kurang dari 500 m dpl.

4. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai kualitas dan harga yang relatif tinggi dari kopi lainnya. Dan bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen ± 18%.

5. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. b. Kopi Robusta

Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Bahkan kopi ini merupakan jenis yang mendominasi perkebunan di Indonesia hingga sat ini. Beberapa sifat penting kopi robusta atara lain:

1. Resisten terhadap penyakit.

2. Tumbuh sangat baik pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, denga temperatur 21-24°C.

3. Menghendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman.

4. Produksi lebih tinggi dari pada kopi arabika (rata-rata ± 9-13 ku/ kopi beras/ ha/ th). Dan bila secara intensif bisa berpoduksi 20 ku/ha/th.

5. Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika. 6. Rendemen ± 22%.

2.2.2Pengolahan Kopi

Menurut Yahmadi (2007) pada prinsipnya pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari daging buah, kulit tanduk (parchment) dan kulit ari (silver skin). Secara garis besar terdapat 2 cara pengolahan kopi yaitu pengolahan


(31)

kering (dry process) dan pengolahan basar (wet process). Di perkebunan-perkebunan besar, kopi pada umumnya diolah secara basah, kecuali buah-buah inferior yang berasal dari pemetikan bubuk, lelesan, racutan dan buah-buah lain yang masih muda. Sebaliknya, sebagian besar kopi rakyat diolah secara kering. 1. Pengolahan kering

Cara pengolahan kering adalah lebih sederhana, dan terdiri atas (1) pengeringan, (2) pengupasan dan (3) sortasi. Pengeringan kopi gelondong dilakukan dengan menjemur di atas lantai jemur atau semen. Untuk mempercepat pengeringan adakalanya kopi gelondong dimemarkan lebih dahulu sebelum dijemur. Pengeringan dalam bentuk gelondong ini menyebabkan beberapa kerugian:

- memakan waktu lama (10-15 hari)

- kulit ari (silver skin) pada biji sukar dipisahkan, sehingga kopi menjadi kumal (tidak mengkilat)

- warna lebih kekuningan - menimbulkan fresh smell

Setelah kering kopi dikupas, yaitu dipisahkan dari daging buah, kulit tanduk dan kulit ari, dengan jalan menumbuk dalam lesung (banyak yang pecah) atau dengan huller. Sortasi dilakukan untuk memisahkan dedek serta biji-biji yang pecah, kena bubuk, hitam dan sebagainya.

2. Pengolahan basah

Pengolahan basah dipakai di Indonesia sejak perkebunan kopi Robusta mulai berkembang. Sebelum itu untuk kopi Arabika hanya dipakai pengolahan kering. Pengolahan basah memerlukan banyak air, yaitu kira-kira 16-18 liter/ kg kopi per biji. Karena pengolahan justru terjadi dalam musim kemarau, maka masalah air penting sekali bagi cara pengolahan ini. Pengolahan basah dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu: dengan fermentasi dan tanpa fermentasi.

Pengolahan dengan fermentasi menghasilka kopi lebih bersih dari lendir, sehingga dapat lebih cepat dicuci. Tetapi sebaliknya, fermentasi menyebabkan penyusutan berat kopi. Fermentasi selama 36 jam menyebabkan berat kopi susut


(32)

dengan 2-4%, tergantung pada temperatur (jadi makin rendah letak pabrik), makin besar penyusutan.

Selama fermentasi, biji kopi masih hidup, sehingga terjadi dissimilasi (pemecahan) yang menghasilkan produk-produk yang menguap, yang menyebabkan penyusutan berat. Oleh karena itu, kopi yang diolah tanpa fermentasi mempunyai rendemen lebih tinggi. Proses pengolahan basah terdiri atas beberapa tingkat-pengolahan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Pengolahan Kopi Secara Olah Basah

Sumber: Yahmadi, 2007

2.2.3 Teori Pemasaran

Pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas barang serta jasa dan yang menimbulkan distribusi fisik mereka. Proses pemasaran meliputi aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik menyangkut perpindahan barang-barang ke tempat dimana mereka dibuthkan. Sedangkan aspek non fisik dalam arti bahwa para penjual harus mengerti apa yang

Sortasi kopi gelondong

Sortasi kopi biji hulling pulping

fermentasi

Pengeringan pencucian


(33)

diinginkan oleh para pembeli dan pembeliharus pula mengetahui apa yang dijual (Firdaus, 2008).

Menurut Sunarto (2004) pemasaran berarti mengelola pasar untuk menghasilkan pertukaran dan hubungan, dengan tujuan menciptakan nilai dan memuaskan kebutuhan dan keinginan. Seseorang atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan diinginkan, dengan menciptakan dan saling menukarkan produk dan nilai dengan orang lain. Proses pertukaran mencakup beberapa pekerjaan. Penjual harus mencari pembeli, mengidentifikasikan kebutuhan, merancang produk dan jasa yang baik, menetapkan harga atas produk dan jasa tersebut, mempromosikannya, menyimpan dan mengirimkannya. Kegiatan seperti pengembangan produk, riset komunikasi, distribusi, penetapan harga dan, pelayanan adalah kegiatan inti pemasaran.

2.2.4 Marjin dan Efisiensi pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), marjin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu: pertama, marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen marjin pemasaran terdiri dari (1) biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost) dan (2) keuntungan (profit) lembaga pemasaran. Dalam pemasaran satu produk pertanian, terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan m fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin pemasaran secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:


(34)

M = dimana:

M = marjin pemasaran

Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j

Πj = keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j m = jumlah jenis biaya pemasaran

n = jumlah lembaga pemasaran

Analisis pemasaran komoditi pertanian tentu dipertimbangkan pada sisi penawaran dan permintaan secara simultan, sehingga terbentuk harga di tingkat pengecer dan harga di tingkat produsen. Marjin pemasaran dapat disusun oleh kurva penawaran permintaan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kurva Penawaran Permintaan Primer dan Turunan Serta Marjin Pemasaran.

Sumber: Sudiyono, 2002.

Gambar 2.2 menjelaskan kurva permintaan primer yang berpotongan dengan kurva penawaran turunan, membentuk harga di tingkat pengecer Pr. Sedangkan kurva permintaan turunan berpotongan dengan kurva penawaran primer membentuk harga di tingkat petani Pf. Marjin pemasaran sama dengan selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani (M = Pr – Pf). Perlu diperhatikan, penentuan marjin pemasaran cara ini harus dipenuhi asumsi

Pf

Q* Jumlah Q

0

(Rp/Unit) Kurva penawaran turunan

Kurva penawaran primer

Kurva permintaan primer

Kurva permintaan turunan Pr


(35)

bahwa jumlah produk yang ditransaksi di tingkat petani sama dengan jumlah produk yang ditransaksikan di tingkat pengecer, yaitu sebesar Q*. Nilaimarjin pemasaran merupakan hasil kali antara perbedaan harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani dengan jumlah yang ditransaksikan. Secara matematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

VM = (Pr – Pf). Q* Dimana

VM = Nilai Marjin Pemasaran Pr = Harga di Tingkat Pengecer Pf = Harga di Tingkat Petani Q* = Jumlah yang Ditransaksikan

Adapun bagian biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j adalah:

SBij = x 100% Cij = Hjj – Hbj - Iij sedangkan keuntungan lembaga pemasaran ke-j adalah:

Skj = x 100%

πij = Hjj - Hbj – cij

dimana:

SBij = bagian biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j

Cij = biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga ke-j Pr = harga di tingkat pengecer

Pf = harga di tingkat petani

Hjj = harga jual lembaga pemasaran ke-j Hbj = harga beli lembaga pemasaran ke-j

Πij = keuntungan lembaga pemasaran ke-j Skj = bagan keuntungan lembaga pemasaran ke-j

Menurut Downey dan Erickson (1989) efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja proses pemasaran. Hal itu mencerminakan konsensus bahwa pelaksanaan proses pemasaran harus berlangsung secara efisisen. Teknologi atau prosedur baru hanya boleh diterapkan bila dapat meningkatan efisiensi proses pemasaran. Efisiensi dapat didefinisikan sebagai


(36)

peningkatan rasio “keluaran-masukan”, yang umumnya dapat dicapai dengan salah satu dari empat cara berikut:

1. Keluaran tetap konstan sedang masukan kecil 2. Keluaran meningkat sedang masukan tetap konstan

3. Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang peningkatan masukan

4. Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan masukan.

Sheperd dalam Soekartawi (1993) menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, atau dapat dirumuskan:

EPs =

x 100%

dimana:

EPs = efisiensi pemasaran TB = total biaya

TNP = total nilai produk

Berdasarkan rumus tersebut dapat diartikan bahwa setiap ada penambahan biaya pemasaran memberi arti bahwa hal tersebut menyebabkan adanya pemasaran yang tidak efisien. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai produk yang dijual berarti pula terjadi adanya pemasaran yang tidak efisien. Menurut Rashid dan Chaudry dalam Soekartawi (1993) faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran yaitu (1) keuntungan pemasaran, (2) harga yang diterima konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) kompetisi pasar.

2.2.5 Saluran dan Kelembagaan Pemasaran

Suatu perusahaan dapat menentukan penyaluran produknya melalui pedagang besar atau distributor, yang menyalurkannya ke pedagang menengah atau subdistributor dan meneruskannya ke pengecer, yang menjual produk itu kepada pemakai atau konsumen. Mata rantai penyaluran ini dikenal dengan saluran distribusi. Yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah lembaga-lembaga yang memasarkan produk berupa barang atau jasa dari produsen sampai


(37)

ke konsumen (Assauri, 2007). Menurut Soekartawi (1993), saluran pemasaran dapat berbentuk secara sederhana dan dapat pula rumit sekali. Hal demikian tergantung dari macam komoditi lembaga pemasaran dan sistem pasar yang monopoli mempunya saluran pemasaran yang relatif sederhana dibandingkan dengan sistem pasar yang lain. Komoditi pertanian yang lebih cepat ke tangan konsumen dan yang tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, biasanya mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana.

Menurut Januar (2005) kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis menempati posisi yang sangat penting, karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen. Kelembagaan pemasaran meliputi kelembagaan yang terkait dalam sistem tataniaga hasil pertanian sejak lepas dari produsen ke konsumen. Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah produsen (Kabupaten/Kecamatan), pedagang antar daerah yang berada di Kabupaten dan Provinsi, pedagang grosir yang ada di Kabupaten dan Provinsi, dan pedagang pengecer ke konsumen.

Assauri (2007) menjelaskan bahwa, pada umumnya produsen bersedia menyerahkan sebagian besar dari tugas pemasaran kepada lembaga ini. Hal ini terutama disebabkan adalah:

1. Produsen kekurangan dana untuk menjalankan sesuatu program pemasaran langsung kepada konsumen antara.

2. Pemasaran langsung akan mengharuskan produsen menjadi perantara bagi produk komplementer yang dihasilkan oleh perusahaan lain, agar dapat dicapai efisiensi distribusi massa.

3. Lebih ekonomisnya saluran informasi dan komunikasi dalam distribusi dengan penggunaan lembaga perantara/penyalur .

4. Lembaga perantara/penyaluran memiliki pengalaman, keahlian khusus, dan hubungan dengan relasi yang luas, sehingga memungkinkan dicapainya efisiensi distribusi yang lebih tinggi.

5. Produsen mempunyai dana yang cukup untuk menyalurkan sendiri hasil produksinya, seringkali memperoleh penerimaan/pendapatan yang lebih besar,


(38)

apabila dana tersebut digunakan untuk menambah investasi di bidang usaha lain dan perluasan pabrik atau pengembangan produksi.

2.2.6 Koperasi

Menurut Soedjono (1997), Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis. Prinsip-prinsip koperasi adalah garis-garis penuntun yang digunakan oleh operasi untuk memasukkan nilai-nilai tersebut dalam pelaksanaan. Berikut merupakan prinsip-prinsip dari koperasi:

1. Prinsip pertama : Keanggotaan Sukarela dan Terbuka

Koperasi-koperasi adalah perkumpulan-perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan semua jasa-jasa perkumpulan dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi gender, sosial, rasial, politik atau agama.

2. Prinsip kedua : Pengendalian oleh Anggota Secara Demokrasi

Koperasi-koperasi adalah perkumpulan-perkumpulan demokratis dikendalikan oleh para anggota yang secara aktif berpartisipasi dalam penetapan kebijakan-kebijakan perkumpulan dan mengambil keputusan-keputusan. Dalam koperasi primer anggota-anggota mempunyai hak-hak suara yang sama, dan koperasi-koperasi oada tingkatan-tingkatan ain juga diatur secara demokratis. 3. Prinsip ketiga : Partisipasi Ekonomi Anggota

Anggota-anggota menyumbang secara adil bagi, dan mengendalikan secara demokratis, modal dari koperasi mereka. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal tersebut biasanya merupakan milik bersama dari koperasi. Anggota-anggota biasanya menerima kompensasi yang terbatas bilamana ada, terhadap modal. Anngota-anggota membagi surplus-surplus untuk sesuatu atau tujuan-tujuan sebagai berikut: pengembangan koperasi-koperasi mereka, kemungkinan dengan membentuk cadangan sekurang-kurangnya sebagian dari padanya tidak dapat dibagi-bagi; pemberian manfaat kepada anggota-anggota sebanding dengan


(39)

transaksi-transaksi mereka dengan koperasi; dan mendukung kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh para anggota.

4. Prinsip ke-empat : Otonomi dan Kebebasan

Koperasi-koperasi bersifat otonom, merupukan perkumpulan-[erkumpulan yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggota-anggotanya. Koperasi-koperasi mengadakan kesepakatan-kesepakatan dan perkumpulan-perkumpulan lain, termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari sumber-sumber luar, dan hal itu dilakukan dengan persayaratan-persyaratan yang menjamin adanya pengendalian anggota-anggota serta dipertahankannya otonomi koperasi.

5. Prinsip kelima : Pendidikan, Pelatihan dan Informasi

Koperasi-koperasi yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota-anggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga mereka dapat memberikan sumbagan yang efektif bagi perkembangan koperasi-koperasi mereka. Mereka memberikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya orang-orang muda dan pemimpin-pemimpin opini masarakat mengenai sifat dan kemanfaatan-kemanfaatan kerjasama.

6. Prinsip ke-enam : Kerjasama diantara Koperasi

Koperasi-koperasi akan dapat memberikan pelayanan paling efektif kepada para anggota dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional dan internasional

7. Prinsip ketujuh : Kepedulian terhadap Masyarakat

Koperasi-koperasi bekerja bagi pembanguna yang berkesinambungan dari masyarakat-masyarakat mereka melalui kebijakan-kebijakan yang disetujui anggotanya.

2.2.7 Koperasi Serba usaha

Hudiyanto (2002), menjelaskan bahwa dalam koperasi pertanian terdapat penggolongan koperasi pertanian berdasarkan jenis kegiataan yang spesifik. Salah satunya adalah Koperasi Pertanian Serba Usaha (Multipurposes Cooperative), yaitu merupakan koperasi yang terdapat di pedesaan dengan anggota para petani. Bidang garap dari koperasi ini tidak hanya pertanian saja tetapi lebih


(40)

dikembangkan lagi meliputi semua hal yang bersangkutan dengan kehidupan anggotanya. Dalam kaitan ini koperasi juga melakukan poling dalam pembelian barang-barang kebutuhan hidup petani seperti sandang, pangan, papan, dan rekreasi. Di beberapa negara yang sudah berkembang bahkan meliputi juga usaha asuransi dari anggota dan berbagai macam jasa yang lain. Sedangkan menurut Kartasapoetra (2003), Koperasi Serba Usaha merupakan koperasi yang berusaha dalam beberapa macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan para anggotanya. Koperasi ini merupakan salah satu jenis koperasi berdasarkan lapangan usahanya.

2.2.8 Teori Status dan Peran

Menurut Abdulsyani (1994), dalam stratifikasi sosial terdapat dua unsur pokok, yaitu status (kedudukan) dan peran. Status dan peranan mempunyai hubungan timbal balik yang merupakan unsur penentu bagi penempatan seseorang dalam strata tertentu dalam masyarakat. Kedudukan dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan pada seseorang; sedangkan peranan merupakan sikap tindak seseorang yang menyandang status dalam kehidupan masyarakat. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lain dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok berhubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Status sosial biasanya diadasarkan pada berbagai unsur kepetningan manusia dalam kehidupan masyarakat, yaitu status pekerjaan, status dalam sistem kekerabatan, status jabatan dan status agama yang dianut.

Status sosial dapat dibedakan atas dua macam menurut proses perkembangannya, yaitu sebagai berikut:

1) Status yang diperoleh atas dasar keturunan. Pada umumnya status ini banyak dijumpai pada masyarakat yang menganut stratifikasi tertutup, misalnya masyarakat feodal atau masyarakat yang menganut paham realisme.


(41)

2) Status yang diperoleh atas dasar usaha yang disengaja. Statu ini dala perolehannya berbeda dengan status atas dasar kelahiran, kodrat atau keturunan; status ini bersifat lebih terbuka, yaitu atas dasar cita-cita yang direncakan dan diperhitungkan dengan matang.

Lebih lanjut Abdulsyani (1994) menjelaskan bahwa peranan dapat dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terencana seseorang yang mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Dengan singkat peranan dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan seseorang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peranan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status. Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku dalam msayarakat, sebagaimana pengakuan terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilitas utama seseorang yang akan menjalankan peranannya adalah lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Biasanya lembaga masyarakat menyediakan peluang untuk pelaksanaan suatu peranan. Menurut Basrowi (2005), keberadaan peranan selalu melekat dengan adanya kedudukan. Peranan akan mengatur perilaku seseorang, juga menyebabkan seseorang dapat meramalkan pebuatan-perbuatan orang lain dalam batas-batas tertentu sehingga orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilakunya dengan orang-orang dikelompoknya.

Levinson dalam Basrowi (2005) mengatakan, bahwa peranan paling sedikit harus mencakup tiga hal, yaitu:

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal ini, peranan merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan masyarakat. 2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarkat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.


(42)

2.2.9 Pengukuran Kinerja

Menurut Yuwono, dkk (2006) pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan pada pelanggan.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengrurangan terhadap pembrorosan tersebut.

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organsasi.

e. Membangun konsensus utuk melakukan suatu perubahan dengan meberi

reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.

2.2.10 Analisis Balanced Scorecard

Menurut Yuwono, dkk (2006), Balanced ScoreCard merupakan susatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang

performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat persepektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat, perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicator). Sebagai kerangka kerja operasionalisasi strategi, penjabaran visi, misi, dan


(43)

strategi ke dalam empat perspektif BSC dimaksudkan untuk menjawab empat pokok pertanyaan sebagai berikut ini:

a. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan)

b. Proses bisnis apa yang harus ditingkatkan/diperbaiki perusahaan? (perspektif proses bisnis internal)

c. Apakah perusahaan dapat melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara kesinambungan? (perspektif inovasi dan belajar)

d. Bagaimana penampilan perusahaan di mata pemegang saham (perspektif keuangan)

BSC juga memberikan kerangka berpikir untuk menjabarkan strategi perusahaan ke dalam segi operasional. Sebelum BSC diimplementasikan, ada saat penyusunan BSC, terlebih dahulu dijabrkan dengan jelas visi, misi, dan strategi perusahaan dari top-management perusahaan, karena hal ini menentukan proses berikutnya berupa transaksi strategis kegiatan operasional. Dengan BSC, tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran keuangan saja, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan masa datang dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang.

Menurut Kaplan dan Norton dalam Mutasowifin (2002), pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan. Pengukuran tersebut, misalnya, dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan serta sebagai dasar penyusunan imbalan dalam perusahaan. Selama ini, pengukuran kinerja secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan atau Return on Investment yang tinggi akan dinilai berhasil, dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan.Akan tetapi, menilai kinerja perusahaan semata-mata dari aspek keuangan dapat menyesatkan. Kinerja keuangan yang baik saat ini kemungkinan dicapai dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang


(44)

perusahaan. Dan sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Mengatasi kekurangan ini, ditambah dengan kenyataan betapa aktiva perusahaan-perusahaan di era informasi ini lebih didominasi oleh intangible assets yang tak terukur, dicobalah pendekatan baru yang mengukur kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat aspek atau perspektif, yakni perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta proses belajar dan berkembang. Keempat perspektif tersebut merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi perusahaan ke dalam terminologi operasional.

Lebih lanjut Kaplan dan Norton dalam Mutasowifin (2002) menjelaskan bahwa, gagasan untuk menyeimbangkan pengukuran aspek keuangan dengan aspek non keuangan melahirkan apa yang dinamakan Balanced ScoreCard. Pada era kompetisi yang berlandaskan pengetahuan (knowledge-based competition),

kemampuan organisasi untukmengembangkan, memelihara, serta memobilisasi aktiva tak berwujud (intangible assets) yang dimiliki merupakan kunci bagi keberhasilan. Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkapaktivitas-aktivitas yang menciptakan nilai (value-creating activities)

dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti:

• Ketrampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai;

• Database dan teknologi informasi;

• Proses operasi yang efisien dan responsif; • Inovasi dalam produk dan jasa;

• Hubungan dan kesetiaan pelanggan; serta

• Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat

Dengan Balanced ScoreCard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced ScoreCard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi perbaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat dinilai


(45)

pula apa yang telah dibina dalam intangible Asset seperti merk dan loyalitas pelanggan

a. Perspektif-Perspektif yang Diukur dalam Balanced ScoreCard

Yuwono (2006) dalam tulisannya menjelaskan, Balanced ScoreCard

mendidik manajemen dan organisasi pada umumnya untuk memandang perusahaan dari empat persepektif yang menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Perspektif yang Diukur dalam Balanced ScoreCard adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu growth, sustain, dan harvest. Growth adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

Sustain adalah tahap kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan menginsyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam, tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikanoperasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkanpada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang


(46)

dilakukan. Tolok ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal ROI, ROCE dan EVA.

Harvest adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil invetasi ditahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun kemampuan pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan dan perbaikan fasilitas. Sasarn keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

2. Perspektif Pelanggan

Customer core measurement adalah salah satu kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan. Customer core measurement memiliki beberapa komponen pengkuran, yaitu:

1. Market Share: Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atau keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan.

2. Customer Retention: Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

3. Customer Acquisition: Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

4. Customer Satisfaction: Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.

5. Customer Profitability: Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Kaplan dan Norton membagi proses bisnis ke dalam:


(47)

a. Proses Internal

Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R & D sehingga setiap keputusanpengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan. Aktivitas R&D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan terutama, untuk jangka panjang.

b. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada: waktu, kualitas, dan biaya.

c. Proses Pelayanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapa ini, misalnya, penangan garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakjukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan ersebut diselesaikan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumberdaya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dangan perbaikan individu dan organisasi. Dalam perspektif ini, perusahaan melihat beberapa tolok ukur sebagai berikut:


(48)

a. Employee Capabalities

Perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mecapai tujuan organisasi. b. Information System Capabalities

Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

c. Motivation, Empowerment, and Alignment

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagia pegawai. Paradighma manejemen beru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error

sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai didalam organisasi seuai kompetensinya masing-masing. Sudah barang tentu upaya itu perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentu, itu semua tetap dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan organisasi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Provinsi Jawa Timur khususnya Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah yang banyak membudidayakan tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi di Kabupaten Jember tersebar di beberapa kecamatan seperti pada Kecamatan Panti Desa Kemiri. Kecamatan Panti Desa Kemiri terletak di kaki gunung Argopuro, sehingga secara geografis sangat berpotensi untuk diusahakan budidaya tanaman kopi. Terdapat perkebunan kopi rakyat di Desa Kemiri dimana sebagian besar masyarakatnya melakukan budidaya tanaman kopi. Para petani kopi di Desa Kemiri ini tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan atau LMDH.

Terdapat dua jenis kopi yang dibudidayakan oleh para petani kopi di Desa kemiri, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Pembudidayaan kopi robusta sendiri di Desa kemiri sudah dimulai sejak awal para petani memulai budidaya


(49)

kopi, sedangkan untuk kopi arabika masih sangat baru dilakukan pembudidayaan di Desa Kemiri. Petani yang mebudidayakannya kopi arabika di desa kemiri juga masih sangat sedikit, sehingga hasil panen kopi arabika di desa tersebut tergolong masih rendah. Atas dasar hal tersebut maka penelitian hanya difokuskan pada komoditas kopi robusta saja.

Hasil panen kopi gelondong yang diproduksi petani di Desa Kemiri terbagi menjadi dua, yaitu kopi gelondong asalan dan kopi gelondong merah. Kopi gelondong asalan merupakan hasil panen kopi dimana buah-buah kopi tidak matang secara keseluruhan, melainkan berupa campuran antara buah kopi yang matang (berwarna merah) dan setengah matang (berwarna hijau atau hijau kemerah-merahan). Sedangkan kopi gelondong merah merupakan hasil panen kopi dimana keseluruhan buah kopi yang dipanen adalah buah kopi yang telah matang atau berwarna merah, tetapi yang umumnya dipakai dalam pengolahan kopi di Desa kemiri adalah kopi gelondong merah adapun untuk kopi asalan biasanya tidak sengaja terbawa dalam hasil panen kopi mereka.

Hasil panen kopi dari para petani di Desa Kemiri selanjutnya akan dipasarkan ke beberapa lembaga pemasaran yang ada serta melalui berbagai macam saluran pemasaran yang berbeda-beda. Terdapat beberapa lembaga pemasaran yang terdapat disana seperti pedagang tengkulak, agroindustri pengolahan, koperasi serta lembaga pemasaran lainnya. Pada saluran pemasaran tersebut perlu diketahui lebih lanjut bagaimanakah peran serta posisi dari KSU Argopuro Jaya Abadi dalam kelembagaan pemasaran Kopi di Desa Kemiri sehingga dapat membantu memudahkan kegiatan pemasaran para petani kopi di Desa Kemiri. Peran serta posisi KSU Argopuro Jaya Abadi dalam saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri dapat dianalisis dengan menggunakan metode wawancara kepada ketua KSU Argopuro Jaya Abadi serta mendeskripsikan fakta-fakta berdasarkan fenomena yang telah diselidiki.

Setiap lembaga pemasaran tentunya memiliki fungsi dan perannya masing masing dalam saluran pemasaran sehingga biaya yang dikeluarkan dan harga jual yang ditetapkan oleh setiap lembaga pemasaran pun berbeda-beda. Berdasarkan pada saluran pemasaran yang telah diketahui nantinya dapat dilihat


(50)

bagaimana efisiensi serta marjin pemasaran pada setiap saluran pemasaran. Efisiensi saluran pemasaran akan dianalisis menggunakan analisis efisiensi pemasaran. Saluran pemasaran dapat dikatakan efisien bila share keuntungan pada distribusi marjin memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai share biaya sehingga distribusi marjin pemasaran pada suatu saluran dapat dikatan terdistribusi merata. Kriteria pengambilan keputusan pada efisiensi pemasaran yaitu persentase efisiensi pemasaran dengan nilai terkecil adalah saluran pemasaran yang efisien.

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti (2010) yang

berjudul “Analisis Pemasaran Kopi di Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten

Bejang Lebong” menjelaskan bahwa harga yang diterima petani disana rendah

serta penyebaran margin dan keuntungan belum merata pada tingkat lembaga pemasaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem pemasaran kopi yang telah berjalan di Kecamatan Bermani Ulu Raya tidak efisien. Atas tinjauan penelitian tersebut maka dapat dihipotesiskan bahwa saluran pemasaran kopi di Desa Kemiri tidak efisien serta distribusi marjin yang tidak merata pada setiap lembaga pemasaran.

Petani kopi di Desa Kemiri memasarkan hasil panen kopi mereka melalui berbagai macam lembaga pemasaran seperti pedagang besar, maupun pedagang pengepul. Pemasaran hasil panen kopi petani di Desa Kemiri salah satunya adalah melalui koperasi KSU Argopuro Jaya Abadi sebagai lembaga pemasaran. Koperasi ini memiliki peran dalam dalam memasarkan kopi olahan yang sebelumnya telah diolah oleh agroindustri olahan kopi atau dikenal sebagai UPH atau unit pengolahan hasil yang masih merupakan bagian dari KSU Argopuro Jaya Abadi. Kopi olahan yang diproduksi oleh UPH tersebut adalah dalam bentuk kopi beras yang dibedakan menjadi dua cara pengolahan, yaitu kopi hs (olah basah) dan kopi ose (olah kering).

Keberadaan koperasi KSU Argopuro Jaya Abadi sendiri merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan agribisnis kopi, karena dengan adanya sebuah koperasi maka dapat memudahkan petani dalam menjual hasil panen kopi yang dengan harga yang sesuai dengan harga kopi di pasar pada saat itu. Hal ini


(1)

UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

KUISIONER

Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi “Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi Dan Penilaian Kinerja KSU Petani Kopi Indokom Dengan Konsep Balanced Scorecard (BSC)” oleh Ivan Tri Buana (101510601029), Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. Responden : Lembaga Pemasaran Kopi

Tanggal :

Identitas Bapak/Ibu

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Tanda Tangan


(2)

SALURAN DAN EFISIENSI PEMASARAN

1. Dari mana saudara memperoleh kopi?

... 2. Berapa jumlahnya?

... 3. Siapa penentu harga kopi?

... 4. Berapa harga jual dan harga beli kopi tersebut?

... 5. Kepada siapa saudara memasarkan hasil produksi kopi tersebut?

... 6. Dalam bentuk apa saudara menjual hasil produksi kopi tersebut?

... 7. Ke daerah mana sajakah kopi didistribusikan?

... 8. Tabel asal pembelian, jumlah pembelian, harga beli dan harga jual produk

Asal Pembelian Harga beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg)

9. Tabel tujuan penjualan, jumlah penjualan, harga jual, dan penerimaan

Tujuan Penjualan Harga jual (Rp/kg) Penerimaan (Rp/kg)


(3)

10. Bagaimanakah sistem penjualan yang anda lakukan? a. Dijual sendiri ke pasar

b. Dijual melalui perantara/pedagang c. Dijual langsung pada pembeli

d. Lain-lain ... 11. Apakah anda memerlukan biaya untuk memasarkan komoditas kopi? Jika ya,

berapa?

... 12. Total biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran komoditas kopi.

No

. Jenis Biaya Jumlah

Biaya/satuan (Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Biaya Pengemasan

2 Biaya Tenaga Kerja

3 Biaya Transportasi

4 Biaya Penyimpanan

5

………

……

………

…..

14. Apakah anda melakukan proses pengolahan? Jika ya, berapakah konversi berat kopi ketika setelah dilakukan proses pengolahan?


(4)

DOKUMENTASI

Gambar 1. Wawancara Dengan Ketua KSU Argopuro Jaya Abadi


(5)

Gambar 3. Penjemuran Kopi


(6)