Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

(1)

UJI EFEKTIVITAS TRICHODERMIN DAN FUNGISIDA HEKSAKONAZOL DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma boninense Pat. PADA TANAMAN KELAPA

SAWIT DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

DIAN MARTHA SIHOMBING 100301162

AGROEKOTEKNOLOGI- HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

UJI EFEKTIVITAS TRICHODERMIN DAN FUNGISIDA HEKSAKONAZOL DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma boninense Pat. PADA TANAMAN KELAPA

SAWIT DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

DIAN MARTHA SIHOMBING 100301162

AGROEKOTEKNOLOGI - HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

Judul : Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

Nama : Dian Martha Sihombing NIM : 100301162

Program Studi : Agroekoteknologi

Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Hasanuddin, MS) (Prof. Dr. Dra. Maryani CyccuTobing,MS) Ketua Anggota

Mengetahui

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc) Ketua Program Studi


(4)

ABSTRAK

DIAN MARTHA SIHOMBING:Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. Penyebab Penyakit busuk pangkal batang Pada Tanaman Kelapa sawit di Laboratorium, dibimbing oleh Hasanuddin dan Maryani Cyccu Tobing.

Penggunaan toksin trichodermin untuk menghambat pertumbuhan G.boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit belum banyak diteliti. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (±25 m dpl) mulai Desember 2014 sampai Februari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan lima perlakuan dan empat ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Luas pertumbuhan koloni tertinggi 55.129 cm2 terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah 33.916 cm2 terdapat pada trichodermin 10-1. Persentase percepatan tumbuh tertinggi 96.428% terdapat pada fungisida sedangkan persentase percepatan tumbuh terendah 42.587% terdapat pada trichodermin 10-2. Persentase penghambatan tertinggi 65.560% terdapat pada trichodermin 10-2 sedangkan persentase penghambatan terendah 3.573% terdapat pada fungisida. Perbandingan percepatan tumbuh tertinggi 1 cm terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sedangkan perbandingan percepatan tumbuh terendah 0,925 cm terdapat pada trichodermin 10-1.


(5)

ABSTRACT

DIAN MARTHA SIHOMBING: Efectivity Test of Trichodermin and Heksakonazol Fungicide to inhibit Ganoderma boninense Pat.growth causal stem rot disease on Plant Oil Palmin Laboratory, supervised by oleh Hasanuddin dan Maryani Cyccu Tobing.

The use of trichodermin to inhibit G. boninensegrowth causal stem rot disease on Plant Oil Palmhave not been researched. Therefore, a research had been conducted at Plant Pathology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara (± 25 m asl) start from December 2014 until February 2015 using non- factorial completely randomized design with five treatments and four replication.

The result showed that trichodermin gave highly significantly effect for all

parameters observed. Highest fungal colony extensive 55.129 cm2 was on Control

(without toxin and without fungicide) meanwhile the lowest fungal colony extensive 33.916 cm2 was on trichodermin 10-1. Percentage of acceleration grow

extensive 96.428% was on fungicide meanwhile the lowest percentage of

acceleration grow 42.587% was on trichodermin 10-2. Highest percentage of

inhibition 65.560% was on trichodermin 10-2 meanwhile the lowest percentage of inhibition 3.573%. was on fungicide. Highest comparison of accelaration grow 1 cm was on control (without toxin and without fungicide) meanwhile the lowest comparison of accelaration grow is 0,925 cm was on trichodermin 10-1.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Dian Martha Sihombing lahir pada tanggal 02 Juli 1992 di Sei Rumbia, Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. Merupakan anak pertama

dari empat bersaudara dari pasangan Romes Sihombing dan Ida Eliya Saragi.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Markus Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih minat Hama dan Penyakit Tanaman, Departemen Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi), anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman), pernah mengikuti organisasi Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP USU), sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hama Hutan pada tahun tahun 2013, asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi pada tahun 2014. Selain itu penulis mengikuti seminar “Optimalisasi Sistem Pertanian untuk Menekan Dampak Perubahan Iklim Guna Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan” di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada Mei 2012, Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Sei Kopas pada Juli sampai Agustus 2013.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi penelitian yang berjudul “Uji Efektivitas Trichodermin Dan Fungisida Heksakonazol Dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit Di Laboratorium” merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Dr. Ir. Hasanuddin, MS., sebagai Ketua dan Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS sebagai Anggota, yang telah membimbing dan memberikan kritik, saran dan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari penetapan judul hingga penyelesaian skripsi ini dan terimakasih juga disampaikan kepada Kepala Laboratorium Penyakit Tumbuhan yang telah memberikan tempat dan fasilitas untuk penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.

Medan, Mei 2015


(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal 1. Luas pertumbuhan koloni jamur (cm2) 19

2. Persentase percepatan tumbuh (%) ... 20 3. Persentase penghambatan (cm) ... 21 4. Perbandingan percepatan tumbuh (cm) ... 22


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal 5. G. boninense ... 5 6. GejalaseranganG. boninense ... 8 7. Trichoderma sp. ... 10


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

8. BaganPenelitian ... 29

9. Luas pertumbuhan koloni jamurdata pengamatan 1 hsi ... 30

10. Luas pertumbuhan koloni jamurdata pengamatan 2hsi ... 31

11. Luas pertumbuhan koloni jamurdata pengamatan 3 hsi ... 32

12. Luas pertumbuhan koloni jamurdata pengamatan 4 hsi ... 33

13. Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 2hsi ... 34

14. Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 3hsi ... 35

15. Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 4hsi ... 36

16. Persentase penghambatan data pengamatan 2hsi ... 37

17. Persentase penghambatan data pengamatan 3hsi ... 38

18. Persentase penghambatan data pengamatan 4hsi ... 39

19. Perbandingan percepatan tumbuh ... 40

20. Foto uji aktivitas fungistatik trichodermin dan Heksakonazol terhadap G. boninensesecara in vitro ... 41


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ...ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ganoderma boninense ... 5

Biologi Penyebab Penyakit ... 5

Daur Hidup Penyakit ... 6

Gejala Serangan ... 7

Faktor Yang Mempengaruhi ... 7

Pengendalian ... 8

Trichoderma sp. ... 9

Biologi ... 9

Mekanisme Antagonis ... 10

Trichodermin ... 11

Heksakonazol ... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat Penelitian ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pembuatan PDA ... 15

Isolasi G. boninense ... 16

Isolasi Trichoderma sp. ... 16

Ekstraksi Trichodermin ... 17

Uji Toksisitas Trichodermin dan Heksakonazol Terhadap Ganoderma boninense Pat. secara In Vitro .. 17


(12)

Peubah Amatan

... …...

...18

Luas Koloni Jamur ... 18

Persentase Percepatan Tumbuh ... 18

Persentase Penghambatan ... 18

Perbandingan Percepatan Tumbuh ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Permukaan Koloni G. boninense ... ….19

Persentase Percepatan Tumbuh ... ….20

Persentase Penghambatan ... ….21

Perbandingan Percepatan Tumbuhan ... ….2 2 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ….25

Saran ... ….25

DAFTAR PUSTAKA


(13)

ABSTRAK

DIAN MARTHA SIHOMBING:Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. Penyebab Penyakit busuk pangkal batang Pada Tanaman Kelapa sawit di Laboratorium, dibimbing oleh Hasanuddin dan Maryani Cyccu Tobing.

Penggunaan toksin trichodermin untuk menghambat pertumbuhan G.boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit belum banyak diteliti. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (±25 m dpl) mulai Desember 2014 sampai Februari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan lima perlakuan dan empat ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Luas pertumbuhan koloni tertinggi 55.129 cm2 terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah 33.916 cm2 terdapat pada trichodermin 10-1. Persentase percepatan tumbuh tertinggi 96.428% terdapat pada fungisida sedangkan persentase percepatan tumbuh terendah 42.587% terdapat pada trichodermin 10-2. Persentase penghambatan tertinggi 65.560% terdapat pada trichodermin 10-2 sedangkan persentase penghambatan terendah 3.573% terdapat pada fungisida. Perbandingan percepatan tumbuh tertinggi 1 cm terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sedangkan perbandingan percepatan tumbuh terendah 0,925 cm terdapat pada trichodermin 10-1.


(14)

ABSTRACT

DIAN MARTHA SIHOMBING: Efectivity Test of Trichodermin and Heksakonazol Fungicide to inhibit Ganoderma boninense Pat.growth causal stem rot disease on Plant Oil Palmin Laboratory, supervised by oleh Hasanuddin dan Maryani Cyccu Tobing.

The use of trichodermin to inhibit G. boninensegrowth causal stem rot disease on Plant Oil Palmhave not been researched. Therefore, a research had been conducted at Plant Pathology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara (± 25 m asl) start from December 2014 until February 2015 using non- factorial completely randomized design with five treatments and four replication.

The result showed that trichodermin gave highly significantly effect for all

parameters observed. Highest fungal colony extensive 55.129 cm2 was on Control

(without toxin and without fungicide) meanwhile the lowest fungal colony extensive 33.916 cm2 was on trichodermin 10-1. Percentage of acceleration grow

extensive 96.428% was on fungicide meanwhile the lowest percentage of

acceleration grow 42.587% was on trichodermin 10-2. Highest percentage of

inhibition 65.560% was on trichodermin 10-2 meanwhile the lowest percentage of inhibition 3.573%. was on fungicide. Highest comparison of accelaration grow 1 cm was on control (without toxin and without fungicide) meanwhile the lowest comparison of accelaration grow is 0,925 cm was on trichodermin 10-1.


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, komoditas ini menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa non - migas terbesar setelah karet dan kopi. Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Tanaman ini merupakan tanaman perkebunan yang dominan di masyarakat Indonesia. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati (Hartono et al., 2013).

Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam wujud minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) juga cenderung meningkat selama tahun 2000-2011. Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar 7,00 juta ton, maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan produksi minyak sawit terutama terjadi pada PBS (Perkebunan Besar Swasta) dan PR (Perkebunan Rakyat dan sedangkan minyak sawit yang diproduksi oleh PBN (Perkebunan Besar Negara) relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk tahun 2011 produksi minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%), sedangkan PR dan PBS masing-masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63 juta ton (38,33%) dan 1,94 juta ton (8,61%) (Billah, 2013).


(16)

Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama, penyakit dan gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yang harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit, mengingat potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun kerugian adalah Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V. Eecke, Setora nitens Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena corbetti Tams sedangkan jenis-jenis penyakit Ganoderma sp. Botryodiploidia palmarum, Glomerella cingulata, Melanconium elaeidis dan Culvularia eragrostidis (Allorerung et al., 2010).

Penyakit dominan pada tanaman kelapa sawit sebelum menghasilkan buah adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. G. boninense merupakan jamur tanah hutan hujan tropis yang bersifat saprofit dan akan berubah menjadi patogenik apabila bertemu dengan akar tanaman kelapa sawit yang tumbuh didekatnya. Serangan BPB dapat terjadi sejak bibit sampai tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di lapangan. Penyakit ini dijumpai pada tanaman berumur 5 tahun. Serangan penyakit ini yang paling tinggi dijumpai pada umur 10-15 tahun, tetapi hal ini bervariasi tergantung pada kebersihan kebun dan sejarah tanaman di kebun tersebut. Kehilangan hasil tanaman sampai dengan 80% telah dilaporkan pada

tempat-tempat yang berasal dari konversi kelapa (Direktorat Jenderal Pendidikan, 2009).


(17)

Pengendalikan secara kimiawi umumnya menjadi pilihan utama, karena hasilnya lebih cepat nampak. Namun ketergantungan terhadap pestisida kimiawi dan meningkatnya harga pestisida, sehingga tidak terjangkau oleh daya beli petani. Salah satu alternatif pengendalian yang murah dan mudah yaitu dengan memanfaatkan biofungisida Trichoderma sp. dan belerang sebagai hasil teknologi ramah lingkungan (Nurmawan, 2001).

Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diteliti terhadap beberapa jamur patogen tanaman. T. pseudokoningii dapat memperlambat munculnya gejala dan dapat menekan intensitas serangan jamur G. boninense pada pembibitan kelapa sawit. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa Trichoderma harzianum dapat menekan pertumbuhan Ganoderma sp. dan bersifat antagonis terhadap jamur patogen Ganoderma. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2005) melaporkan bahwa Trichoderma koningii mampu menghambat pertumbuhan jamur G. boninense secara in vitro (Andriani et al., 2012).

Trichoderma menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen dan menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan

menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat

melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah. Jamur T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu memproduksi

senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan chrysophanol yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain (Wahyudi, 2011).


(18)

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji efektifitas Trichodermin dan membandingkan dengan fungisida Heksakonazol dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas trichodermin dan fungisida heksakonazol dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.

Hipotesis Penelitian

Toksin trichodermin dan fungisida heksakonazol efektif dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang (G. boninense Pat.)

Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (G. boninense ) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota Class : Basidiomycetes Subclass : Agaricomycetidae Order : Polyporales Family : Ganodermataceae Genus : Ganoderma

Species : G. boninense

G. boninense yang menyerang tanaman kelapa sawit berdasarkan ciri-ciri fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam. Umumnya basidiokarp yang banyak ditemukan adalah sessile, yaitu basidiokarp tidak bertangkai, tubuh buah langsung menyatu dengan pangkal batang kelapa sawit (Gambar 1). Ganoderma juga memiliki tepi tubuh buah (basidiokarp) yang beragam, yaitu halus, bergelombang, dan kasar. Umumnya Ganoderma yang ditemukan memiliki tepi tubuh buah (basidiokarp) yaitu tepi tubuh buah halus,

tidak bergelombang Permukaan bawah basidiokarpa berwarna putih gelap (Wicaksono et al., 2011).


(20)

Gambar 1. Tubuh buah G. boninense

Basidiospora Ganoderma adalah uniselular, haploid, berbentuk ellipsoid, bujur atau truncate. Pencirian Ganoderma yang menyerang pohon kelapa sawit yaitu massa spora yang dikutip kelihatan kekuningan. Panjang basidiospora adalah 7.1-13.8 μm dan lebar 4.8 – 8.3 μm (Gambar 2). Basidiospora yang haploid dihasilkan oleh basidium. Basidiospora bercambah menjadi miselium manokarion (Jing, 2007).

Gambar 2. Mikroskopis G. boninense


(21)

Daur Hidup Penyakit

Ganoderma merupakan parasit fakultatif yang hidup secara saprofitik pada pangkal dan batang pohon yang menjadi sumber makanannya. Penyebaran Ganoderma terjadi melalui persentuhan akar tanaman sakit dengan tanaman sehat. Ganoderma yang dibiarkan di ladang akan menjangkit dan tumbuh ke dalam akar sehingga jangkitan sepanjang akar sampai ke pangkal batang pohon kelapa sawit (Jing, 2007).

Penyakit menyebar ke tanaman sehat bila akar tanaman bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit. Laju infeksi G. boninense akan semakin cepat ketika populasi sumber penyakit (inokulum) semakin banyak di areal perkebunan kelapa sawit. Hal ini akan mengancam kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit muda yang baru saja ditanam (Lizarmi, 2011).

Gejala Serangan

Penyakit BPB dapat menyerang tanaman mulai dari bibit hingga tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di kebun. Gejala serangan pada tanaman belum menghasilkan terlihat daun menguning dan mongering serta nekrosis dari pelepah bawah terus ke pelepah atas, terjadi pembusukan pada pangkal batang, tanaman mengering dan mati sedangkan gejala pada tanaman menghasilkan adalah daun menguning pucat diikuti dengan akumulasi daun tombak. Pelepah daun bagian bawah menggantung dan bagian tengah tanaman kelapa sawit membusuk (Allorerung et al., 2010).


(22)

Faktor yang Mempengaruhi

Jamur G. boninense dapat tumbuh secara teratur pada suhu tanah 40oC tetapi pertumbuhan jamur G. boninense terganggu pada suhu di atas 35

o C (pertumbuhan optimum pada suhu 28

o

C) dan dalam waktu dua hari ke depan suhu tanah dapat mencapai 45

o

C (suhu maksimal). Kerugian dalam penanaman di awal biasanya masih rendah. Gejala serangan G. boninense biasanya terlihat setelah 10-12 tahun kemudian (Coopper et al., 2011).

Saat ini, pertumbuhan penyakit G. boninense di perkebunan kelapa sawit terutama dipicu oleh generasi perkebunan. Semakin tinggi generasi perkebunan, semakin parah serangan penyakit hingga menyerang tanaman belum menghasilkan. Pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, perkembangan infeksi G. boninense cenderung meningkat, disebabkan oleh mekanisme pemencaran melalui basidiospora. G. boninense menyebar melalui kontak akar dari tanaman sehat dengan sumber inokulum yang dapat berupa akar atau batang sakit (Idris, 2008).

Pengendalian Penyakit

Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan menghasilkan strategi pengendalian penyakit BPB yang paling menjanjikan yaitu dengan menerapkan pengendalian terpadu yang merupakan kombinasi dari pengendalian hayati yaitu perlakuan bibit dengan jamur antagonis (Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.) dan mikoriza, pemanfaatan tanaman yang toleran terhadap serangan Ganoderma, pembuatan parit isolasi untuk tanaman terinfeksi, dan pemusnahan inokulum


(23)

dengan cara membongkar tanah dan memusnahkan tunggul-tunggul serta akar-akar tanaman terinfeksi kemudian dibakar-akar (Lizarmi, 2011 ).

Infeksi pada tanaman muda (umur 1–6 tahun) tanaman dimatikan dengan melakukan penyuntikkan. Pada daerah bekas tanaman sakit dibuat lubang besar berukuran 1m x 1m x 60cm kemudian lubang dibiarkan minimal selama 6 bulan, baru dilakukan penanaman dan pemberian 200 gr Trichoderma atau 400 gr Marihat fungisida. Tanah untuk menimbun kembali sisipan diambil dari top soil yang baru. Perlakuan yang sama juga diberikan pada tanaman muda yang terserang berat G. boninense. Di areal konversi, bila ada tanaman yang terserang G. boninense dibuat parit keliling pohon sejarak 2,5 m dari pangkal pohon sedalam 80 cm. Kemudian ditabur belerang ke dinding parit sebelah dalam sebanyak 3-4 kg/pohon (Susanto dan Agus 2008).

Biologi Trichoderma sp.

Menurut Tindaon (2008), taksonomi Trichoderma sp. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Amastigomycota

Class : Deutromycetes

Ordo : Moniliales


(24)

Genus : Trichoderma Spesies : Trichoderma sp.

Gambar 3. Trichoderma sp.

Trichoderma sp. memiliki konidiofor bercabang - cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Trichoderma sp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok (Nurhaedah, 2002).

Koloni Trichoderma sp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Gambar 3). (Nurhayati, 2001).

Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan


(25)

selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Tindaon, 2008).

Mekanisme Antagonis Trichoderma sp.

Mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma sp. dapat terjadi melalui :

a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan mati).

b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, dan trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.


(26)

d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.

akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel (Ismail dan Tenrirawe, 2010).

Mekanisme antagonis Trichoderma spp. terhadap patogen dapat terjadi melalui 3 cara yaitu persaingan baik ruang maupun nutrisi, antibiosis dengan menghasilkan toksin antara lain trichodermin dan asam sitrat serta menghasilkan enzim glukanase, dan kitinase yang dapat menghancurkan hifa patogen, dan sebagai mikoparasit yang hidup pada tubuh patogen dengan cara melilit hifa dari patogen. Lebih lanjut Mulat (2003) menyatakan bahwa dengan terpenuhinya berbagai macam unsur hara dan hormon tumbuh serta adanya interaksi antara mikroorganisme yang menguntungkan bagi tanaman (Suzana et al., 2001).

Trichodermin

Jamur endofit Trichoderma dapat menghasilkan suatu senyawa aktif untuk patogen. Trichodermin merupakan anggota dari famili 4β – aceoxy - 12, 13- epoxytrichothecene dan dapat menghambat Rhizoctonia solani. Untuk identifikasi morfologi biasanya ditumbuhkan pada media OA, PDA, dan SNA selama 7 – 14 hari pada suhu ruang 2930K di tempat terang. Pengamatan dan pengukuran Trichodermin secara mikroskopik di bawah mikroskop. Untuk menghasilkan metabolit, strain diinokulasi pada media PDA, dan diinkubasi selama 10 hari pada suhu 2980K di tempat gelap (Chen et al., 2008).

Trichodermin telah diteliti secara in vitro menunjukkan efek dari antibiotik, cycloheximide, sparsomycin, dan anisomycin pada sintesis protein


(27)

diarahkan oleh mRNA endogen. Trichodermin adalah inhibitor kuat dari sistem ini, meskipun tidak ampuh sebagai sparsomycin dan anisomycin. Namun, trichodermin adalah inhibitor yang berpotensi dalam transferase peptidil yang diukur dengan formasi dari fMet-puromycin, menghambat reaksi lebih kuat daripada anisomycin dan kurang kuat dari sparsomycin. Trichodermin tidak berpengaruh pada reaksi terminasi E. Coli. Fakta bahwa trichodermin menghambat transferase peptidil menunjukkan trichodermin yang mungkin menghambat pemutusan rantai dengan mengikat ke kompleks ribosom (Zhao et al., 2010).

Trichoderma menghasilkan antibiotic yang termasuk kelompok foranon yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba pathogen, diidentifikasikan dengan rumus kimia (3-2-hydoxyprophyl- 4-2-hexadienyl)— 5(5H)-furanon. Trichoderma sp menghasilkan toksin Trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora pathogen disekitarnya. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotic gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah (Wahyudi, 2011).


(28)

Heksakonazol

Heksakonazol adalah fungisida spektrum luas yang menghambat biosintesis ergosterol. Hal ini translokasi seluruh pabrik dan kontrol terutama Ascomycetes dan Basidiomycetes (Nordkanalstr, 2009).

Heksakonazol SC digunakan sebagai bahan fungisida pada umumnya diproduksi mengandung 2 persen (rnhn) dan 5 persen (m / m) dari heksakonazol. Dalam penyusunan standar ini, pertimbangan telah diberikan kepada ketentuan Insektisida Act, 1968 dan Peraturan dibingkai bawahnya. Namun, standar ini tunduk pada pembatasan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan insektisida, dimanapun berlaku. Untuk tujuan memutuskan apakah persyaratan tertentu standar ini dipenuhi, nilai akhir, diamati atau dihitung, mengungkapkan tes atau analisis, harus dibulatkan sesuai dengan IS 2: 1960 'Aturan untuk pembulatan nilai numerik (revisi)', jumlah tempat signifikan dipertahankan dalam nilai dibulatkan harus sama dengan nilai yang ditentukan dalam standar ini (pitroda, 2006).

Struktur Heksakonazol Sumber : www.wikipedia.com


(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (± 25 m dpl) mulai bulan Desember 2014 sampai dengan Februari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu media PDA, clorox 1%, fungisida Heksakonazol, tanah di sekitar perakaran tanaman kelapa sawit, akar tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang, kertas saring whatman 041, alkohol, air steril, aluminium foil, kapas, dan cling wrap.

Alat yang digunakan yaitu Laminar Air Flow (LAF), cawan petri diameter 9 cm, inkubator, mikroskop, ice box, erlenmeyer, tabung reaksi, mikropipet, oven, bunsen, autoclaf, beaker glass, hot plate, lemari es, cork borer, jarum inokulum, pisau, batang pengaduk, dan alat tulis lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yaitu:


(30)

T02 : Kontrol + (200 ppm fungisida Heksakonazol 50 SC)

TX1 : Pengenceran 10-1 Toksin Trichodermin

TX2 : Pengenceran 10-2 Toksin Trichodermin

TX3 : Pengenceran 10-3 Toksin Trichodermin

Perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :

t (r-1) ≥ 15

5 (r-1) ≥ 15

5 r - ≥ 15

5 r ≥ 20

r ≥ 4

Metode linear yang digunakan yaitu sebagai berikut :

Yij= µ + αi + ∑ij Dimana :

Yij = respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i


(31)

αi = efek dari perlakuan taraf ke-i

∑ij = efek error (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan PDA

Kentang dicuci dan dikupas bersih kemudian ditimbang 250 g, selanjutnya dipotong dadu kecil. Kentang dimasak dengan aquades steril 500 ml selama 30 menit. Kemudian disaring dengan kain muslin untuk mendapatkan ekstrak kentang sampai volume 500 ml, pada waktu yang bersamaan 20 gr agar dan 20 gr dextrose dalam 500 ml air suling di didihkan sampai semua agar-agar larut. Ekstrak kentang dan agar keduanya dicampurkan sambil diaduk hingga rata di atas hotplate, selanjutnya dituang ke dalam erlenmeyer ukuran 200 ml dan ditutup dengan kapas steril dan dibalut dengan kertas alumunium foil lalu disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C pada tekanan 0,15 atm. PDA dibiarkan terlebih dahulu dalam udara terbuka hingga panasnya menjadi hangat kuku, lalu dituang ke dalam cawan petri. PDA dapat disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 6-10°C.

Isolasi G. boninense

Diambil akar tanaman kelapa sawit di pertanaman yang terinfeksi jamur G. Boninense, dibersihkan dengan air, dipotong kecil- kecil serta


(32)

disterilisasi permukaan dengan klorox 0,1 % selama 2 - 3 menit kemudian dikering dengan kertas saring steril. Selanjutnya dibiakkan dalam media PDA dan dibiarkan sampai tumbuh miselium. Inokulum jamur yang tumbuh diisolasi kembali untuk mendapatkan biakan murninya.

Isolasi Trichoderma sp.

Sebanyak 100 gr tanah di sekitar perakaran tanaman kelapa sawit yang sehat ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung ukur yang berisi 1000 ml air steril. Tanah yang sudah dicampur dalam air steril tersebut kemudian dikocok selama 5 menit. Suspensi tanah yang telah dikocok diambil 0,1 ml menggunakan mikropipet dan ditumbuhkan di dalam cawan petri yang berisi media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang, kemudian dimurnikan.


(33)

Ekstraksi pigmen Trichodermin

Perbanyakan Isolat Trichoderma sp.

Perbanyakan isolat Trichoderma dilakukan dengan mengkulturkan massa spora pada media PDA. Massa spora dari biakan murni dipanen menggunakan cotton bud basah dan steril, cotton bud dioleskan di atas koloni biakan murni kemudian disebarkan merata di atas medium PDA. Kultur spora diinkubasi selama 4-5 hari sampai terlihat perubahan warna PDA di dasar cawan petri yang menandakan adanya keluaran pigmen dari isolat Trichoderma.

Pigmen Trichoderma

Pigmen yang dihasilkan kultur Trichoderma dipanen dengan cara

memotong medium PDA sehingga menjadi bagian- bagian kecil ukuran ± 1 x 1 cm dan merendamnya dengan pelarut alkohol dalam beaker glass dengan

perbandingan volume pelarut dan volume medium 1 : 1. Campuran pelarut disaring dengan kertas whatman nomor 041 untuk memisahkan sisa PDA. Suspensi pelarut dan pigmen Trichodermin dikeringkan di udara terbuka sampai diperoleh endapan pigmen Trichodermin setengah murni.

Uji Aktivitas Fungistatik Trichodermin dan fungisida Heksakonazol Terhadap G. boninense secara In vitro

Ekstrak trichodermin yang telah didapat diencerkan terlebih dahulu dengan air steril sesuai dengan perlakuan sebagai berikut : ekstrak trichodermin


(34)

dicampur dengan air suling steril untuk mendapatkan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Setelah Trichodermin diencerkan, Trichodermin dicampur dengan media PDA. Pengujian fungisida dilakukan dengan mencampurkan fungisida dengan dosis perlakuan 200 ppm dengan media PDA. Kemudian jamur pathogen diinokulasi dengan meletakkannya di bagian tengah petri yang berukuran 9 cm.

Peubah Amatan

1. Luas Koloni Jamur

Pengamatan luas pertumbuhan koloni jamur dilakukan setiap hari dengan cara menggambar bentuk koloni pada plastik transparan dan kemudian ditimbang

beratnya, selanjutnya nilai berat timbangan koloni tersebut ditransformasikan ke dalam cm, yaitu dengan menimbang plastik transparan yang lain.

2. Persentase Percepatan Tumbuh

Pengamatan persentase percepatan tumbuh dilakukan setiap hari dengan menggunakan rumus :

3. Persentase Penghambatan

Pengamatan persentase penghambatan dilakukan setiap hari dengan menggunakan rumus :

Persentase Penghambatan = 100 % - Persentase Percepatan Tumbuh Luas Koloni perlakuan

X 100%


(35)

4. Perbandingan Percepatan Tumbuh

Perbandingan percepatan tumbuh dihitung pada pengamatan terakhir pada saat diameter koloni kontrol telah memenuhi cawan petri lalu bandingkan dengan masing-masing perlakuan.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Luas Pertumbuhan Koloni G. boninense

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa toksin trichodermin berpengaruh sangat nyata terhadap luas pertumbuhan koloni G. boninense. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 3-5).

Tabel 1. Uji beda rataan luas pertumbuhan koloni pada 1 – 4hsi (cm2)

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

hsi = hari setelah inokulasi

Tabel 1 menunjukkan bahwa luas pertumbuhan koloni G. boninense tertinggi (55.129 cm2) pada 10 hsi terdapat pada perlakuan T01

(tanpa toksin dan tanpa fungisida). Sedangkan luas pertumbuhan koloni G. boninense terendah (33.916 cm2) terdapat pada TX-1 (Trichodermin 10-1).

Kemampuan trichodermin menghambat pertumbuhan G. boninense dapat dilihat dari terhambatnya luas pertumbuhan G. boninense secara in vitro, ini membuktikan bahwa trichodermin merupakan toksin atau senyawa racun (antibiotik) yang dihasilkan oleh agen antagonis yang dapat menekan atau menghambat pertumbuhan patogen. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wahyudi (2011) yang menyatakan bahwa trichoderma menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat menghambat pertumbuhan spora

Perlakuan Pengamatan

1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi

T01 3.539 24.806a 48.161a 55.129a

T02 1.815 12.793bc 35.730bc 48.469bc

TX-1 0.925 10.470c 25.151c 33.916c

TX-2 2.867 11.523c 30.395c 38.343c


(37)

dan hifa mikroba patogen dan menghasilkan toksin trichodermin., sehingga toksin dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora pathogen disekitarnya.

Berdasarkan hasil uji beda rataan diketahui bahwa luas pertumbuhan pada perlakuan T02 (diberi fungisida heksakonazol 200 ppm) berbeda nyata dengan luas pertumbuhan koloni pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa fungisida). Ini menunjukkan bahwa heksakonazol dapat menghambat pertumbuhan G. boninense. Hal ini disebabkan heksakonazol sebagai fungisida sistemik menghasilkan racun yang dapat mengganggu metabolisme di dalam sel jamur G. boninense. Sesuai dengan hasil penelitian Nordkanalstr (2009) menyatakan bahwa fungisida spektrum luas yang menghambat biosintesis ergosterol.

2. Persentase Percepatan Tumbuh

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh terhadap rataan persentase percepatan tumbuh G. boninense. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 (Lampiran 6-9).

Tabel 2. Uji beda rataan persentase percepatan tumbuh pada 1 – 4 hsi (%) Perlakuan Pengamatan

2 hsi 3 hsi 4 hsi

T02 96.428a 67.960a 64.883abcd

TX-1 76.053bc 57.823abc 86.066ab TX-2 81.058ab 42.587bcd 84.055abc TX-3 73.453bcd 60.483ab 88.848a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. hsi = hari setelah inokulasi


(38)

Dari data pengamatan 4 hsi menunjukkan bahwa perlakuan TX-3 memperkecil percepatan tumbuh G. boninense. Hal ini disebabkan trichodermin merupakan senyawa racun terhadap jamur patogen. Sesuai dengan penelitian Chen et.al (2008) dinyatakan bahwa jamur endofit trichoderma dapat menghasilkan suatu senyawa aktif untuk.

Dari hasil pengamatan pada Tabel 2 terlihat perbedaan persentase percepatan tumbuh antara perlakuan T02 (diberi fungisida heksakonazol 200 ppm), TX-1 (Trichodermin 10-1), TX-2 (Trichodermin 10-2), dan TX-3 (Trichodermin 10-3). Tidak terlihat perbedaan nyata akibat perbedaan konsentrasi pada perlakuan TX-1 (Trichodermin 10-1), TX-2 (Trichodermin 10-2) dengan T02 (diberi fungisida heksakonazol 200 ppm), tetapi berbeda nyata pada TX-3 (Trichodermin 10-3). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kepekatan toksin. Pemberian toksin trichodermin yang tepat yang dapat mempengaruhi percepatan tumbuh G. boninense. Semakin pekat toksin maka percepatan tumbuh jamur pathogen semakin kecil. Semakin encer toksin maka percepatan tumbuh pathogen semakin besar.

3. Persentase Penghambatan

Analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa persentase penghambatan yang ditimbulkan oleh trichodermin terhadap G. boninense terdapat perbedaan pada tingkat konsentrasi. Hasil uji beda rataan persentase penghambatan dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 10-13).

Tabel 3. Uji beda rataan persentase penghambatan pada 1 – 4hsi (%) Perlakuan Pengamatan


(39)

T02 3.573d 35.118a 32.040abcd

TX-1 23.948a 13.945abc 42.178a

TX-2 18.943abc 15.945a 65.560a

TX-3 26.548a 11.153d 39.725a

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

hsi = hari setelah inokulasi

Hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan T02 (diberi fungisida heksakonazol 200 ppm) dengan perlakuan TX-3 (Trichodermin 10-3). Ini menunjukkan bahwa heksakonazol sebagai fungisida sistemik mampu menetralisasi enzim atau toksin yang terkait dalam invasi dan kolonisasi jamur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djunaedy (2008) yang menyatakan bahwa menghambat system enzim jamur, terjadinya presipitasi kimia, terjadinya antimetabolisme dan mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein.

Persentase penghambatan pertumbuhan G. boninense pada TX-1 (Trichodermin 10-1), TX-2 (Trichodermin 10-2), dan TX-3 (Trichodermin 10-3) menunjukkan perbedaan dengan T02 (diberi fungisida heksakonazol 200 ppm). Dikarenakan Trichodermin merupakan senyawa racun yang dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wahyudi (2011) yang menyatakan bahwa toksin yaitu Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah. Jamur T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu memproduksi senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan chrysophanol yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain.


(40)

4. Perbandingan Percepatan Tumbuh

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa toksin trichodermin berpengaruh sangat nyata terhadap perbandingan percepatan tumbuh G. boninense. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 (Lampiran 32).

Tabel 4. Uji beda rataan perbandingan percepatan tumbuh pada 4 hsi (cm) Perlakuan Pengamatan 4 hsi

T01 1a

T02 0.928e

TX-1 0.925cd

TX-2 0.967ab

TX-3 0.950bc

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

hsi = hari setelah inokulasi

Tabel 4 menunjukkan bahwa perbandingan percepatan tumbuh G. boninense tertinggi (1 cm) terdapat pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa

fungisida). Sedangkan perbandingan percepatan tumbuh G. boninense terendah (0,925 cm) terdapat pada TX-1 (Trichodermin 10-1).

Kemampuan trichodermin memperkecil percepatan tumbuh jamur patogen menunjukkan bahwa G. boninense tertekan pertumbuhaanya, karena trichodermin mengeluarkan enzim yang mampu merombak dinding sel mikroba patogen, sehingga patogen mati. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian PPPTP (2011) menyatakan bahwa mekanisme kerja jamur trichodermin aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukkan toksin seperti antibiotik. Sehingga dapat menghambat bahkan mematikan patogen lain.


(41)

Penghambatan pertumbuhan G. boninense oleh fungisida heksakonazol dikarenakan fungisida ini menghasilkan senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap jamur patogen. Fungisida heksakonazol mampu mentransfer energi dengan cepat sehingga dapat mengganggu kerja enzim dan menurunkan fungsi haustoria. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djunaedy (2008) yang menyatakan bahwa mekanisme kerja fungisida sistemik salah satunya dengan penghambatan sistem enzim jamur, sehingga mengganggu terbentuknya buluh kecambah, apresorium dan haostorium.


(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Luas pertumbuhan koloni G. boninense tertinggi terdapat pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa fungisida) (55,129 cm2) dan terendah terdapat pada TX-1 (Trichodermin 10-1) (33,916 cm2).

2. Persentase percepatan tumbuh G. boninense tertinggi terdapat pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa fungisida) (100%) dan terendah terdapat pada TX-1 (Trichodermin 10-1) (61,510%).

3. Persentase penghambatan tumbuh G. boninense tertinggi terdapat pada perlakuan TX-1 (Trichodermin 10-1) (38,491%) dan terendah (0%) pada T01 (tanpa toksin dan tanpa fungisida) .

4. Perbandingan percepatan tumbuh G. boninense tertinggi 1 cm terdapat pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa fungisida) dan terendah pada TX-1 (Trichodermin 10-1) (0,925 cm).

Saran

1. Perlu dilakukan dengan peningkatan kepekatan Trichodermin untuk melihat tingkat efektivitas lebih lanjut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan Trichodermin terhadap penyakit G. boninense di lapangan.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Penerjemah M Busnia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 467-468p.

Alfizar, Marlina, dan F Susanti. 2013. Kemampuan Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Beberapa Jamur Patogen In vitro. J. Floratek 8: 45 – 51.

Allorerung D, M Syakir, Z Poeloengan, Syafaruddin dan W Rumini. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media, Bogor.

Andriani D, Y Elfina dan Y Venita. 2012. Uji Antagonis Trichoderma Pseudokoningii Rifai Dalam Formulasi Biofungisida Yang Mengandung Beberapa Bahan Organik Terhadap Jamur Ganoderma Boninense Pat. Secara In Vitro Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Chen SY, CL Zhang, YZ Chen, dan FC Lin. 2008. Trichodermin (4 - acetoxy - 12, 13 - epoxytrichothec - 9 - ene) [10 April 2013].

Cooper RM, J Floodb dan RW Rees. 2011. Ganoderma boninense in Oil Palm Plantations Current Thinking on Epidemiology, Resistance and Pathology. The Planter, Kuala Lumpur, 87: 515-526.

Direktorat Jenderal Pendidikan. 2009. Manajemen Pemeliharaan Tanaman Kelapa sawit. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2011. Komisi Perlindungan Tanaman Bahas Strategi Pengendalian OPT Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.

Dirjen Perkebunan. 2013. Kelapa Sawit. Pusat data dan informasi Pertanian, Jakarta.

Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza dalam Rangka Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Embryo 5 (2).

Gultom JM. 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur Phytium sp Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.


(44)

Hartono, B, Adiwirman, dan GME, Manurung. 2013. Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Di Lahan Pasang Surut Yang Dilakukan Petani Di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Idris AS dan Ariffin D. 2003. Ganoderma : Penyakit Reput Pangkal Batang dan Kawalannya. Unit Pembangunan Pekebun Kecil dan Pemindahan Teknologi, Bahagian Biologi, Malaysian Palm Oil Board (MPOB), Bangi.

Ismail N dan Tenrirawe. 2010. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp. Sebagai Agens Pengendali Hayati. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Sulawesi Utara.

Jing CJ. 2007. Kepatogenan Ganoderma boninense Pada Kelapa Sawit dan Hubungan Biologinya dengan Ganoderma spp. dari pada Perumah

Palma lain. Pusat Pengajian Sains Patologi Tumbuhan, Malaysia. 13-40p.

Lizarmi E. 2011. Ancaman Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Kelapa Sawit. Komisi Perlindungan Tanaman Bahas Strategi Pengendalian OPT Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Nordkanalstr 2009. Helm AG. Hamburg. Jermany.

Nurhaedah. 2002. Pengaruh Aplikasi Trichoderma sp. dan Mulsa terhadap Persentase Serangan Penyakit Antraknosa pada Buah Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annum L.). Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

Nurhayati H. 2001. Pengaruh Pemberian Trichoderma sp. terhadap Daya Infeksi dan Ketahanan Hidup Sclerotium roflsii pada Akar Bibit Cabai. Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

Nurmawan A. 2001. Pengkajian Pengendalian Penyakit Jamur Akar Teh Di Perkebunan Rakyat. Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Lembang, Bandung.

Pitroda SG. 2006. Hexaconazole, Suspension Concentrate (SC). New Delhi. India.

Susanna, T Chamzurni dan A Pratama. 2010. Dosis dan Frekuensi Kascing Untuk

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Tomat. J. Floratek 5: 152 – 163.


(45)

Susanto A, dan Agus EP. 2008. Menangani Penyakit Mematikan (G. boninense) Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan Tandion H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk

Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa. http://repository.usu.ac.id.pdf [10 April 2014].

Wahyudi A. 2011. Pendampingan Pengembangan Lada di Kabupaten Belitung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Suka Bumi.

Wicaksono WA, RF Buana dan EC Situmorang. 2011. Analisis Keragaman Genetik Ganoderma Boninense Dari Beberapa Perkebunan Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorfic DNA (RAPD). BioTeknoSawit-Jatropha, 1(1), 25 – 31.

Zhao JH, Y Zhou, JG Zhang, JL Cheng dan FC Lin. 2010. Dihalogenated Trichodermin (4bacetoxy-9,10-dibromo-12,13-epoxytrichothec). 2014].


(46)

Lampiran 1:

Bagan Penelitian

T01

TX-1

TX-3

T02

TX-2

T01

TX-3

TX-1

TX-2

T02

T01

TX-3


(47)

TX-1

TX-2

TX-3

T02

T0-2

T01

TX-2


(48)

Lampiran 2:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR (cm2) DATA PENGAMATAN 1 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 4.500 4.283 3.412 1.960 14.154 3.539

T02 2.976 2.178 0.726 1.379 7.259 1.815

TX-1 0.944 0.798 1.379 0.581 3.702 0.925

TX-2 4.500 2.178 1.597 1.234 9.509 2.377

TX-3 4.500 3.847 1.379 1.669 11.396 2.849

Total 17.421 13.283 8.492 6.823 46.019

Rata-rata 3.484 2.657 1.698 1.365 2.301

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0.05 F 0.01 Ket

Perlakuan 4 15.865 3.966 2.844 3.060 4.890 tn Galat 15 20.922 1.395

Total 19 36.787

FK = 105.888 Ket: *=nyata

KK = 0,513 % **=sangat nyata


(49)

Lampiran 3:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR (cm2) DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 17.929 17.348 38.180 25.768 99.225 24.806 T02 12.194 9.872 15.969 13.138 51.173 12.793 TX-1 9.654 7.694 12.485 12.049 41.882 10.470 TX-2 10.598 9.364 13.574 12.557 46.092 11.523 TX-3 14.299 13.646 30.341 21.558 79.844 19.961 Total 64.674 57.923 110.548 85.070 318.215

Rata-rata 12.935 11.585 22.110 17.014 15.911

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0.05 F 0.01 Ket

Perlakuan 4

616.40

4 154.101 4.535 3.060 4.890 **

Galat 15

509.74

9 33.983

Total 19 1126.153

FK =

5063.0

5 Ket: *=nyata

KK = 0.366 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata

Uji Duncan

SY 2.915 1.685 2.312 3.320 10.307 15.024

I 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3.014 3.160 3.250 3.312 3.356


(50)

Perlakuan TX-1 TX-2 T02 TX-3 T01 Rataan 10.470 11.523 12.793 19.961 24.806

a

b


(51)

Lampiran 4:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR (cm2) DATA PENGAMATAN 3 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 43.551 49.939 50.229 48.923 192.642 48.161 T02 35.712 34.188 33.970 39.051 142.921 35.730 TX-1 26.639 23.082 21.848 29.034 100.604 25.151 TX-2 26.929 29.833 28.816 36.002 121.581 30.395 TX-3 38.180 41.519 42.535 37.164 159.398 39.850 Total 171.012 178.561 177.399 190.174 717.146

Rata-rata 34.202 35.712 35.480 38.035 35.857

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0.05 F 0.01 Ket

Perlakuan 4 1247.139 311.785 32.361 3.060 4.890 ** Galat 15 144.517 9.634

Total 19 1391.656

FK = 25714.91 Ket: *=nyata

KK = 0.086 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata

Uji Duncan

SY 1.552 20.473 25.491 30.686 34.710 42.953

I 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3.014 3.160 3.250 3.312 3.356

LSR 0.05 4.678 4.904 5.044 5.140 5.208

Perlakuan TX-1 TX-2 T02 TX-3 T01

Rataan 25.151 30.395 35.730 39.850 48.161 a b


(52)

Lampiran 5:

LUAS PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR (cm2) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 55.601 56.689 54.730 53.496 220.515 55.129 T02 45.874 44.495 54.730 48.778 193.876 48.469 TX-1 33.897 34.623 35.785 31.357 135.663 33.916 TX-2 37.962 42.753 37.236 35.422 153.373 38.343 TX-3 47.108 46.673 54.439 52.044 200.264 50.066 Total 220.443 225.233 236.919 221.096 903.691

Rata-rata 44.089 45.047 47.384 44.219 45.185

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0.05 F 0.01 Ket

Perlakuan 4 1229.175 307.294 30.628 3.060 4.890 ** Galat 15 150.495 10.033

Total 19 1379.670

FK = 40832.87 Ket: *=nyata

KK = 0.070 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata

Uji Duncan

SY 1.583745 29.143 33.338 43.322 44.821 49.814

I 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3.014 3.160 3.250 3.312 3.356

LSR 0.05 4.773409 5.004636 5.147173 5.245365 5.31505

Perlakuan TX-1 TX-2 T02 TX-3 T01

Rataan 33.916 38.343 48.469 50.066 55.129 a

b


(53)

Lampiran 6:

PERSENTASE PERCEPATAN TUMBUH (%) DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total

Rata-rata

I II III IV

T02 148.48 55.89 90.12 91.22 385.710 96.428 TX-1 90.90 52.95 69.13 91.23 304.210 76.053 TX-2 75.76 88.24 77.77 82.46 324.230 81.058 TX-3 78.78 73.52 55.55 85.96 293.810 73.453 Total 393.920 270.600 292.570 350.870 1307.960

Rata-rata 98.480 67.650 73.143 87.718 81.748

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F0,01 Ket

Perlakuan 3 450343.21 150114.402 116.486 3.49 5.95 ** Galat 12 15464.30 1288.692

Total 15 465807.51

FK = 85537.97 Ket: *=nyata

KK= 0.489 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 5.18 -9.35 3.07 4.23 56.23

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 15.958 16.735 17.253 17.409

Perlakuan TX-3 TX-1 TX-2 T02

Rataan 73.453 76.053 81.058 96.428

a b c d


(54)

Lampiran 7:

PERSENTASE PERCEPATAN TUMBUH (%) DATA PENGAMATAN 3 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 93.33 66.66 51.85 60.00 271.840 67.960

TX-1 73.33 75.00 62.96 20.00 231.290 57.823 TX-2 33.33 16.66 77.77 I0.00 127.760 42.587 TX-3 66.66 70.83 44.44 60.00 241.930 60.483 Total 266.650 229.150 237.020 140.000 872.820 228.852 Rata-rata 66.663 57.288 59.255 46.667 218.205 57.213

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 47634.69 15878.231 28.356 3.49 5.95 **

Galat 12 6719.49 559.958

Total 15 54354.19

FK = 2926.506 Ket: *=nyata

KK= 0.391 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 8.20 9.28 9.71 16.48 44.80

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 25.245 26.475 27.294 27.540

Perlakuan TX-2 TX-1 TX-3 T02

Rataan 42.587 57.823 60.483 67.960

a b c d


(55)

Lampiran 8:

PERSENTASE PERCEPATAN TUMBUH (%) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 81.94 94.34 27.69 55.56 259.530 64.883

TX-1 81.94 94.34 84.61 83.33 344.220 86.055 TX-2 56.94 96.23 92.30 90.75 336.220 84.055 TX-3 98.61 81.14 92.30 83.34 355.390 88.848 Total 319.430 366.050 296.900 312.980 1295.360 323.840 Rata-rata 79.858 91.513 74.225 78.245 323.840 80.960

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 99982.19 33327.397 102.095 3.49 5.95 **

Galat 12 3917.20 326.434

Total 15 103899.39

FK = 6315.103 Ket: *=nyata

KK= 0.203 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 8.20 9.28 9.71 16.48 44.80

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 25.245 26.475 27.294 27.540

Perlakuan TO2 TX-2 TX-1 TX-3

Rataan 64.883 84.055 86.055 88.848

a b c d


(56)

Lampiran 9:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 -48.480 44.110 9.880 8.780 14.290 3.573 TX-1 9.100 47.050 30.870 8.770 95.790 23.948 TX-2 24.240 11.760 22.230 17.540 75.770 18.943 TX-3 21.220 26.480 44.450 14.040 106.190 26.548 Total 6.080 129.400 107.430 49.130 292.040 73.010 Rata-rata 1.520 32.350 26.858 12.283 73.010 18.253

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 23656.81 7885.602 6.119 3.49 5.95 ** Galat 12 15464.30 1288.692

Total 15 39121.11

FK = 4264.368 Ket: *=nyata

KK= 1.352 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 5.18 -9.35 3.07 4.23 56.23

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 15.958 16.735 17.253 17.409

Perlakuan T02 TX-2 TX-1 TX-3

Rataan 3.573 18.943 23.948 26.548

a b c d


(57)

Lampiran 10:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 3 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 18.060 5.660 72.310 44.440 140.470 35.118 TX-1 18.060 5.660 15.390 16.670 55.780 13.945 TX-2 43.060 3.770 7.700 9.250 63.780 15.945 TX-3 1.390 18.860 7.700 16.660 44.610 11.153 Total 80.570 33.950 103.100 87.020 304.640 76.160 Rata-rata 20.143 8.488 25.775 21.755 76.160 19.040

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 25786.40 8595.466 15.719 3.49 5.95 ** Galat 12 6562.04 546.837

Total 15 32348.44

FK = 4640.276 Ket: *=nyata

KK= 2.097 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 8.20 2.41 29.76 36.53 37.93

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 25.245 26.475 27.294 27.540

Perlakuan TX-3 TX-1 TX-2 T02

Rataan 11.153 13.945 15.945 35.118 a b c d


(58)

Lampiran 11:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 6.67 33.34 48.15 40.00 128.160 32.040

TX-1 26.67 25.00 37.04 80.00 168.710 42.178 TX-2 66.67 83.34 22.23 90.00 262.240 65.560 TX-3 33.34 30.00 55.56 40.00 158.900 39.725 Total 133.350 171.680 162.980 250.000 718.010 179.503 Rata-rata 33.338 42.920 40.745 62.500 179.503 44.876

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 33464.31 11154.770 21.804 3.49 5.95 ** Galat 12 6139.03 511.586

Total 15 39603.34

FK = 1262.461 Ket: *=nyata

KK= 0.345 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 13.19 -26.76 10.15 15.11 32.16

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 40.633 42.611 43.931 44.326

Perlakuan T02 TX-3 TX-1 TX-2

Rataan 32.040 39.725 42.178 65.560

a b c d


(59)

Lampiran 12:

PERBANDINGAN PERCEPATAN TUMBUH (cm) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 1.000 1.000 1.000 1.000 4.000 1.000

T02 0.907 0.837 0.920 0.934 3.598 0.900

TX-1 0.962 0.918 0.914 0.928 3.722 0.931

TX-2 0.925 0.993 0.987 0.982 3.887 0.972

TX-3 0.907 0.918 0.981 0.994 3.800 0.950

Total 1.000 1.000 1.000 1.000 4.000 1.000 Rata-rata 0.907 0.837 0.920 0.934 3.598 0.900 Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 4 0.024 0.006 5.624 3.060 4.890 **

Galat 15 0.016 0.001

Total 19 0.039

FK = 18.063 Ket: *=nyata

KK = 0.034 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 0.016 0.851 0.880 0.897 0.918 0.946

I 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3.014 3.160 3.250 3.312 3.356

LSR 0.05 0.049 0.051 0.053 0.054 0.054

Perlakuan T02 TX-1 TX-3 TX-2 T01

Rataan 0.900 0.931 0.950 0.972 1.000

a b c d e


(60)

Lampiran 13 :

PHOTO PENGAMATAN 4 HSI

I II III IV T01 TX-1 TX-3 T02

I II III IV TX-3 TX-2 TX-1 T01

I II III IV T02 T01 TX-2 TX-3


(61)

TX-1 TX-3 T02 TX-2

I II III IV TX-2 T02 T01 TX-1


(1)

Lampiran 9:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 2 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 -48.480 44.110 9.880 8.780 14.290 3.573

TX-1 9.100 47.050 30.870 8.770 95.790 23.948

TX-2 24.240 11.760 22.230 17.540 75.770 18.943

TX-3 21.220 26.480 44.450 14.040 106.190 26.548

Total 6.080 129.400 107.430 49.130 292.040 73.010 Rata-rata 1.520 32.350 26.858 12.283 73.010 18.253

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 23656.81 7885.602 6.119 3.49 5.95 ** Galat 12 15464.30 1288.692

Total 15 39121.11

FK = 4264.368 Ket: *=nyata

KK= 1.352 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 5.18 -9.35 3.07 4.23 56.23

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 15.958 16.735 17.253 17.409

Perlakuan T02 TX-2 TX-1 TX-3

Rataan 3.573 18.943 23.948 26.548

a

b

c d


(2)

Lampiran 10:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 3 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 18.060 5.660 72.310 44.440 140.470 35.118

TX-1 18.060 5.660 15.390 16.670 55.780 13.945

TX-2 43.060 3.770 7.700 9.250 63.780 15.945

TX-3 1.390 18.860 7.700 16.660 44.610 11.153

Total 80.570 33.950 103.100 87.020 304.640 76.160 Rata-rata 20.143 8.488 25.775 21.755 76.160 19.040

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 25786.40 8595.466 15.719 3.49 5.95 **

Galat 12 6562.04 546.837

Total 15 32348.44

FK = 4640.276 Ket: *=nyata

KK= 2.097 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 8.20 2.41 29.76 36.53 37.93

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 25.245 26.475 27.294 27.540

Perlakuan TX-3 TX-1 TX-2 T02

Rataan 11.153 13.945 15.945 35.118

a

b

c d


(3)

Lampiran 11:

PERSENTASE PENGHAMBATAN (%) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T02 6.67 33.34 48.15 40.00 128.160 32.040

TX-1 26.67 25.00 37.04 80.00 168.710 42.178

TX-2 66.67 83.34 22.23 90.00 262.240 65.560

TX-3 33.34 30.00 55.56 40.00 158.900 39.725

Total 133.350 171.680 162.980 250.000 718.010 179.503 Rata-rata 33.338 42.920 40.745 62.500 179.503 44.876

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 3 33464.31 11154.770 21.804 3.49 5.95 **

Galat 12 6139.03 511.586

Total 15 39603.34

FK = 1262.461 Ket: *=nyata

KK= 0.345 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 13.19 -26.76 10.15 15.11 32.16

I 2 3 4 5

SSR 0.05 3.08 3.23 3.33 3.36

LSR 0.05 40.633 42.611 43.931 44.326

Perlakuan T02 TX-3 TX-1 TX-2

Rataan 32.040 39.725 42.178 65.560

a

b

c

d


(4)

Lampiran 12:

PERBANDINGAN PERCEPATAN TUMBUH (cm) DATA PENGAMATAN 4 HSI

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

I II III IV

T01 1.000 1.000 1.000 1.000 4.000 1.000

T02 0.907 0.837 0.920 0.934 3.598 0.900

TX-1 0.962 0.918 0.914 0.928 3.722 0.931

TX-2 0.925 0.993 0.987 0.982 3.887 0.972

TX-3 0.907 0.918 0.981 0.994 3.800 0.950

Total 1.000 1.000 1.000 1.000 4.000 1.000

Rata-rata 0.907 0.837 0.920 0.934 3.598 0.900

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Ket

Perlakuan 4 0.024 0.006 5.624 3.060 4.890 **

Galat 15 0.016 0.001

Total 19 0.039

FK = 18.063 Ket: *=nyata

KK = 0.034 % **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Duncan

SY 0.016 0.851 0.880 0.897 0.918 0.946

I 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3.014 3.160 3.250 3.312 3.356

LSR 0.05 0.049 0.051 0.053 0.054 0.054

Perlakuan T02 TX-1 TX-3 TX-2 T01

Rataan 0.900 0.931 0.950 0.972 1.000

a

b

c

d e


(5)

Lampiran 13 :

PHOTO PENGAMATAN 4 HSI

I II III IV T01 TX-1 TX-3 T02

I II III IV TX-3 TX-2 TX-1 T01

I II III IV T02 T01 TX-2 TX-3


(6)

TX-1 TX-3 T02 TX-2

I II III IV TX-2 T02 T01 TX-1


Dokumen yang terkait

Kemampuan Bakteri Tanah Dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Dan Fusarium oxysporum Secara In Vitro Dan Uji Penghambatan Penyakit Layu Fusarium Pada Benih Cabai Merah

2 61 66

Studi Karakteristik Ganoderma Boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Lahan Gambut

9 86 83

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih Rigidoporus lignosus

4 66 76

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

0 0 4

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

0 0 10

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

1 5 3

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

0 0 16

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

0 1 12

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium

0 0 2

Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih Rigidoporus lignosus

0 0 4