Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Heksakonazol dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Pat. pada Tanaman Kelapa Sawit di Laboratorium
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Baik berupa bahan mentah
maupun hasil olahannya,
komoditas ini
menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa non - migas terbesar setelah
karet dan kopi. Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari
Nigeria, Afrika
Barat. Tanaman ini merupakan tanaman perkebunan yang
dominan di masyarakat Indonesia. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak nabati (Hartono et al., 2013).
Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam
wujud minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) juga cenderung meningkat selama
tahun 2000-2011. Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar
7,00 juta ton, maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan
produksi minyak sawit terutama terjadi pada PBS (Perkebunan Besar Swasta) dan
PR (Perkebunan Rakyat dan sedangkan minyak sawit yang diproduksi oleh PBN
(Perkebunan Besar Negara) relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk
tahun 2011 produksi minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%),
sedangkan PR dan PBS masing-masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63
juta ton (38,33%) dan 1,94 juta ton (8,61%) (Billah, 2013).
Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya
organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama,
penyakit dan gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit
yang harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit,
mengingat potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun
kerugian adalah Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V.
Eecke, Setora nitens Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena
corbetti Tams sedangkan jenis-jenis penyakit Ganoderma sp. Botryodiploidia
palmarum, Glomerella cingulata, Melanconium elaeidis dan Culvularia
eragrostidis (Allorerung et al., 2010).
Penyakit dominan pada tanaman kelapa sawit sebelum menghasilkan buah
adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma
boninense. G. boninense merupakan jamur tanah hutan hujan tropis yang bersifat
saprofit dan akan berubah menjadi patogenik apabila bertemu dengan akar
tanaman kelapa sawit yang tumbuh didekatnya. Serangan BPB dapat terjadi sejak
bibit sampai tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit
ditanam di lapangan. Penyakit ini dijumpai pada tanaman berumur 5 tahun.
Serangan penyakit ini yang paling tinggi dijumpai pada umur 10-15 tahun, tetapi
hal ini bervariasi tergantung pada kebersihan kebun dan sejarah tanaman di kebun
tersebut. Kehilangan hasil tanaman sampai dengan 80% telah dilaporkan pada
tempat-tempat
yang
berasal
(Direktorat Jenderal Pendidikan, 2009).
dari
konversi
kelapa
Pengendalikan secara kimiawi umumnya menjadi pilihan utama, karena
hasilnya lebih cepat nampak. Namun ketergantungan terhadap pestisida kimiawi
dan meningkatnya harga pestisida, sehingga tidak terjangkau oleh daya beli
petani. Salah satu alternatif pengendalian yang murah dan mudah yaitu dengan
memanfaatkan biofungisida Trichoderma sp. dan belerang sebagai hasil teknologi
ramah lingkungan (Nurmawan, 2001).
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah
banyak diteliti terhadap beberapa jamur patogen tanaman. T. pseudokoningii dapat
memperlambat munculnya gejala dan dapat menekan intensitas serangan jamur
G. boninense pada pembibitan kelapa sawit. Beberapa hasil penelitian melaporkan
bahwa Trichoderma harzianum dapat menekan pertumbuhan Ganoderma sp. dan
bersifat antagonis terhadap jamur patogen Ganoderma. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (2005) melaporkan bahwa Trichoderma koningii mampu menghambat
pertumbuhan jamur G. boninense secara in vitro (Andriani et al., 2012).
Trichoderma menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon
yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen dan
menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan
menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya. Jenis
Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat
melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah. Jamur
T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu memproduksi
senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan chrysophanol
yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain (Wahyudi, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji
efektifitas Trichodermin dan membandingkan dengan fungisida Heksakonazol
dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas trichodermin dan fungisida heksakonazol
dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
Toksin
trichodermin
dan
fungisida
heksakonazol
efektif
dalam
menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam menghambat
pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Latar belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Baik berupa bahan mentah
maupun hasil olahannya,
komoditas ini
menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa non - migas terbesar setelah
karet dan kopi. Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari
Nigeria, Afrika
Barat. Tanaman ini merupakan tanaman perkebunan yang
dominan di masyarakat Indonesia. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak nabati (Hartono et al., 2013).
Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam
wujud minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) juga cenderung meningkat selama
tahun 2000-2011. Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar
7,00 juta ton, maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan
produksi minyak sawit terutama terjadi pada PBS (Perkebunan Besar Swasta) dan
PR (Perkebunan Rakyat dan sedangkan minyak sawit yang diproduksi oleh PBN
(Perkebunan Besar Negara) relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk
tahun 2011 produksi minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%),
sedangkan PR dan PBS masing-masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63
juta ton (38,33%) dan 1,94 juta ton (8,61%) (Billah, 2013).
Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya
organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama,
penyakit dan gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit
yang harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit,
mengingat potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun
kerugian adalah Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V.
Eecke, Setora nitens Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena
corbetti Tams sedangkan jenis-jenis penyakit Ganoderma sp. Botryodiploidia
palmarum, Glomerella cingulata, Melanconium elaeidis dan Culvularia
eragrostidis (Allorerung et al., 2010).
Penyakit dominan pada tanaman kelapa sawit sebelum menghasilkan buah
adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma
boninense. G. boninense merupakan jamur tanah hutan hujan tropis yang bersifat
saprofit dan akan berubah menjadi patogenik apabila bertemu dengan akar
tanaman kelapa sawit yang tumbuh didekatnya. Serangan BPB dapat terjadi sejak
bibit sampai tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit
ditanam di lapangan. Penyakit ini dijumpai pada tanaman berumur 5 tahun.
Serangan penyakit ini yang paling tinggi dijumpai pada umur 10-15 tahun, tetapi
hal ini bervariasi tergantung pada kebersihan kebun dan sejarah tanaman di kebun
tersebut. Kehilangan hasil tanaman sampai dengan 80% telah dilaporkan pada
tempat-tempat
yang
berasal
(Direktorat Jenderal Pendidikan, 2009).
dari
konversi
kelapa
Pengendalikan secara kimiawi umumnya menjadi pilihan utama, karena
hasilnya lebih cepat nampak. Namun ketergantungan terhadap pestisida kimiawi
dan meningkatnya harga pestisida, sehingga tidak terjangkau oleh daya beli
petani. Salah satu alternatif pengendalian yang murah dan mudah yaitu dengan
memanfaatkan biofungisida Trichoderma sp. dan belerang sebagai hasil teknologi
ramah lingkungan (Nurmawan, 2001).
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah
banyak diteliti terhadap beberapa jamur patogen tanaman. T. pseudokoningii dapat
memperlambat munculnya gejala dan dapat menekan intensitas serangan jamur
G. boninense pada pembibitan kelapa sawit. Beberapa hasil penelitian melaporkan
bahwa Trichoderma harzianum dapat menekan pertumbuhan Ganoderma sp. dan
bersifat antagonis terhadap jamur patogen Ganoderma. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (2005) melaporkan bahwa Trichoderma koningii mampu menghambat
pertumbuhan jamur G. boninense secara in vitro (Andriani et al., 2012).
Trichoderma menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon
yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen dan
menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan
menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya. Jenis
Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat
melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah. Jamur
T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu memproduksi
senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan chrysophanol
yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain (Wahyudi, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji
efektifitas Trichodermin dan membandingkan dengan fungisida Heksakonazol
dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas trichodermin dan fungisida heksakonazol
dalam menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
Toksin
trichodermin
dan
fungisida
heksakonazol
efektif
dalam
menghambat pertumbuhan G. boninense di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam menghambat
pertumbuhan G. boninense di laboratorium.