Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih Rigidoporus lignosus

UJI EFEKTIVITAS TRICHODERMIN DAN FUNGISIDA TRIADIMEFON
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR AKAR PUTIH
Rigidoporus lignosus Klotzsch PADA TANAMAN KARET
DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT
100301007
AGROEKOTEKNOLOGI- HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

UJI EFEKTIVITAS TRICHODERMIN DAN FUNGISIDA TRIADIMEFON
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR AKAR PUTIH
Rigidoporus lignosus Klotzsch PADA TANAMAN KARET

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT
100301007
AGROEKOTEKNOLOGI- HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Judul


: Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida Triadimefon dalam
Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih Rigidoporus
lignosus
Klotzsch Pada Tanaman Karet di Laboratorium
Nama
: Junita Hotnaliani Silangit
NIM
: 100301007
Program Studi : Agroekoteknologi
Jurusan
: Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Hasanuddin, MS)
Ketua

(Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si)
Anggota


Mengetahui

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc)
Ketua Program Studi

ABSTRAK

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT: Uji Efektivitas Trichodermin dan
Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Rigidoporus lignosus
Klotzsch Penyebab Penyakit Jamur Akar Putih Pada Tanaman Karet
di Laboratorium, dibimbing oleh HASANUDDIN dan SUZANNA FITRIANY
SITEPU.
Penggunaan
toksin
trichodermin
untuk
menghambat
pertumbuhan
Rigidoporus lignosus penyebab penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada tanaman

karet belum banyak diteliti. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai Desember 2014 sampai Pebruari 2015 menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan dan empat ulangan, cawan
petri diisi 1 ml trichodermin dan larutan fungisida sesuai perlakuan + 9 ml media
PDA, teknik one point, pada suhu kamar. Parameter yang diamati adalah luas
pertumbuhan koloni jamur, persentase percepatan tumbuh, persentase
penghambatan dan perbandingan percepatan tumbuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh sangat nyata
terhadap semua parameter yang diamati. Luas pertumbuhan koloni tertinggi
terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sebesar
50,18 cm2 sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah terdapat pada
trichodermin 10-1 sebesar 11,39 cm2. Persentase percepatan tumbuh tertinggi
terdapat pada trichodermin 10-3 yaitu sebesar 84,15 % sedangkan persentase
percepatan tumbuh terendah terdapat pada trichodermin 10-1 yaitu sebesar
53,75 %. Persentase penghambatan tertinggi terdapat pada Trichodermin 10-1
yaitu sebesar 46,25 % sedangkan persentase penghambatan terendah terdapat
pada trichodermin 10-3 yaitu sebesar 15,85 %. Perbandingan percepatan tumbuh
tertinggi terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sebesar 1 cm
sedangkan perbandingan percepatan tumbuh terendah terdapat pada trichodermin

10-1) sebesar 0,40 cm.
Kata kunci : Rigidoporus lignosus, Trichodermin, Triadimefon

ABSTRACT

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT: Efectivity Test of Trichodermin and
Triadimefon Fungicide to inhibit Rigidoporus lignosus Klotzsch growth causal
white root fungus disease of Rubber Plant in Laboratory, supervised by
HASANUDDIN and SUZANNA FITRIANY SITEPU.
The use of trichodermin to inhibit Rigidoporus lignosus growth causal white root
fungus disease of Rubber Plant have not been researched. Therefore, a research
had been conducted at Plant Pathology Laboratory, Faculty of Agriculture,
University of Sumatera Utara (± 25 m asl) from December 2014 until February
2015 using non- factorial completely randomized design with five treatments and
four replications, petridish contained 1 ml trichodermin and fungicide + 9 ml
PDA medium, used one point technic, incubated at room temperature. Parameters
measured were fungal colony extensive, percentage of acceleration grow,
percentage of inhibition and comparison of accelaration grow.
The result showed that trichodermin gave highly significantly effect for all
parameters observed. Highest fungal colony extensive was on control (without

toxin and without fungicide) which reached 50,18 cm2 meanwhile the lowest
fungal colony extensive was on trichodermin 10-1 which reached 11,39 cm2.
Highest percentage of acceleration grow was on trichodermin 10-3 which
reached 84,15 % meanwhile the lowest percentage of acceleration grow was on
trichodermin 10-1 which reached 53,75 %. Highest percentage of inhibition was
on trichodermin 10-1 which reached 46,25 % meanwhile the lowest percentage of
inhibition was on trichodermin 10-3 which reached 15,85 %. Highest comparison
of accelaration grow was on control (without toxin and without fungicide) which
reached 1cm meanwhile the lowest comparison of accelaration grow was on
trichodermin 10-1 which reached 0,40 cm.
Keywords: Rigidoporus lignosus, Trichodermin, Triadimefon

RIWAYAT HIDUP

Junita

Hotnaliani

Silangit


lahir

pada

tanggal

15

Juni

1992

di Petumbukan. Merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Jonniaman Silangit dan Lamria Tambunan.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri I Bangun Purba dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan
Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih minat Hama dan Penyakit Tanaman,
Departemen Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAGROTEK

(Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi),

anggota IMAPTAN (Ikatan

Mahasiswa

Perlindungan Tanaman), anggota IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) tahun 2010- 2012,
sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman sub- Hama pada 2014-2015,
asisten Laboratorium Entomologi pada tahun 2014, dan asisten Laboratorium
Pengendalian Hayati pada tahun 2014. Selain itu penulis mengikuti seminar “Optimalisasi
Sistem Pertanian untuk Menekan Dampak Perubahan Iklim Guna Terwujudnya Pertanian
Berkelanjutan”
pada

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Mei 2012, dan mengikuti seminar “Implementasi Bioteknologi Perlindungan

Tanaman dalam Menunjang Ketahanan Pangan” di Fakultas Pertanian Universitas
Padjajaran Bandung pada November 2013.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Air
Batu pada Juli sampai Agustus 2013.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Skripsi ini berjudul “Uji Efektivitas Trichodermin dan Fungisida
Triadimefon Dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih
Rigidoporus lignosus Klotzsch Pada Tanaman Karet di Laboratorium”
merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada Komisi Pembimbing Dr. Ir. Hasanuddin, MS sebagai Ketua dan
Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si sebagai Anggota yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat
berguna bagi kita semua.

Medan, September 2015

Penulis

iv

DAFTAR TABEL

No
1.
2.
3.
4.

Judul

Hal


Luas pertumbuhan koloni jamur (cm2) 21
Persentase percepatan tumbuh (%)
............................................................. 23
Persentase penghambatan (cm) ........................................................................... 25
Perbandingan percepatan tumbuh (cm) ............................................................... 27

DAFTAR GAMBAR

No

5.
6.
7.

Judul

Hal

R. lignosus Klotzsch ................................................................................. 5
Gejala serangan R. lignosus ..................................................................... 6
Trichoderma sp. ........................................................................................ 11

8. Rumus molekul Triadimefon .............................................................................. 14
9. Grafik rata-rata luas pertumbuhan koloni R. lignosus pada 1 -10hsi .................. 21
10. Photo pengamatan R. lignosus 10 hsi ................................................................. 63

DAFTAR LAMPIRAN

No

Judul

Hal

11. Bagan Penelitian ....................................................................................... 33
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 1 hsi ..................................... 34
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 2 hsi ..................................... 35
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 3 hsi ..................................... 36
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 4 hsi ..................................... 37
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 5 hsi ..................................... 38
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 6 hsi ..................................... 39
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 7 hsi ..................................... 40
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 8 hsi ..................................... 41
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 9 hsi ..................................... 42
Luas pertumbuhan koloni jamur data pengamatan 10 hsi ................................... 43
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 2 hsi ........................................ 44
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 3 hsi ........................................ 45
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 4 hsi ........................................ 46
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 5 hsi ........................................ 47
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 6 hsi ........................................ 48
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 7 hsi ........................................ 49
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 8 hsi ........................................ 50
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 9 hsi ........................................ 51
Persentase percepatan tumbuh data pengamatan 10 hsi ...................................... 52
Persentase penghambatan data pengamatan 2 hsi ............................................... 53
Persentase penghambatan data pengamatan 3 hsi ............................................... 54
Persentase penghambatan data pengamatan 4 hsi ............................................... 55
Persentase penghambatan data pengamatan 5 hsi ............................................... 56
Persentase penghambatan data pengamatan 6 hsi ............................................... 57
Persentase penghambatan data pengamatan 7 hsi ............................................... 58
Persentase penghambatan data pengamatan 8 hsi ............................................... 59
Persentase penghambatan data pengamatan 9 hsi ............................................... 60
Persentase penghambatan data pengamatan 10 hsi ............................................. 61
Perbandingan percepatan tumbuh ....................................................................... 62
Foto uji aktivitas fungistatik trichodermin dan triadimefon terhadap
R. lignosus secara in vitro.................................................................................... 63

DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................ 1
Tujuan Penelitian............................................................................. 4
Hipotesis Penelitian ......................................................................... 4
Kegunaan Penelitian ........................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch) ........ 5
Biologi Penyakit .................................................................. 5
Gejala Serangan ................................................................... 6
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ........ 7
Pengendalian........................................................................ 8
Trichoderma sp. .............................................................................. 9
Biologi Trichoderma sp. ...................................................... 9
Mekanisme Antagonis Trichoderma sp............................... 11
Trichodermin ................................................................................... 12
Triadimefon ..................................................................................... 13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 15
Bahan dan Alat ................................................................................ 15
Metode Penelitian ............................................................................ 15
Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 17
Pembuatan PDA .................................................................. 17
Isolasi R. lignosus ................................................................ 17
Isolasi Trichoderma sp. ....................................................... 18
Ekstraksi Pigmen Trichodermin .......................................... 18
Perbanyakan Isolat Trichoderma sp.. ...................... 18

viii

Pigmen Trichoderma ............................................... 18
Uji Aktivitas Fungistatik Trichodermin dan Triadimefon Terhadap
R. lignosus secara In vitro ................................................... 18
Peubah Amatan ............................................................................... 19
Luas Koloni Jamur .............................................................. 19
Persentase Percepatan Tumbuh Jamur ................................ 19
Persentase Pengahambatan .................................................. 19
Perbandingan Percepatan Tumbuh ...................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas Pertumbuhan Koloni R. lignosus ........................................... 20
Persentase Percepatan Tumbuh ....................................................... 23
Persentase Penghambatan ............................................................... 24
Perbandingan Percepatan Tumbuh .................................................. 27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan...................................................................................... 29
Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

ABSTRAK

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT: Uji Efektivitas Trichodermin dan
Fungisida Triadimefon dalam Menghambat Pertumbuhan Rigidoporus lignosus
Klotzsch Penyebab Penyakit Jamur Akar Putih Pada Tanaman Karet
di Laboratorium, dibimbing oleh HASANUDDIN dan SUZANNA FITRIANY
SITEPU.
Penggunaan
toksin
trichodermin
untuk
menghambat
pertumbuhan
Rigidoporus lignosus penyebab penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada tanaman
karet belum banyak diteliti. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di
laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(±25 m dpl) mulai Desember 2014 sampai Pebruari 2015 menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan dan empat ulangan, cawan
petri diisi 1 ml trichodermin dan larutan fungisida sesuai perlakuan + 9 ml media
PDA, teknik one point, pada suhu kamar. Parameter yang diamati adalah luas
pertumbuhan koloni jamur, persentase percepatan tumbuh, persentase
penghambatan dan perbandingan percepatan tumbuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh sangat nyata
terhadap semua parameter yang diamati. Luas pertumbuhan koloni tertinggi
terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sebesar
50,18 cm2 sedangkan luas pertumbuhan koloni terendah terdapat pada
trichodermin 10-1 sebesar 11,39 cm2. Persentase percepatan tumbuh tertinggi
terdapat pada trichodermin 10-3 yaitu sebesar 84,15 % sedangkan persentase
percepatan tumbuh terendah terdapat pada trichodermin 10-1 yaitu sebesar
53,75 %. Persentase penghambatan tertinggi terdapat pada Trichodermin 10-1
yaitu sebesar 46,25 % sedangkan persentase penghambatan terendah terdapat
pada trichodermin 10-3 yaitu sebesar 15,85 %. Perbandingan percepatan tumbuh
tertinggi terdapat pada kontrol (tanpa toksin dan tanpa fungisida) sebesar 1 cm
sedangkan perbandingan percepatan tumbuh terendah terdapat pada trichodermin
10-1) sebesar 0,40 cm.
Kata kunci : Rigidoporus lignosus, Trichodermin, Triadimefon

ABSTRACT

JUNITA HOTNALIANI SILANGIT: Efectivity Test of Trichodermin and
Triadimefon Fungicide to inhibit Rigidoporus lignosus Klotzsch growth causal
white root fungus disease of Rubber Plant in Laboratory, supervised by
HASANUDDIN and SUZANNA FITRIANY SITEPU.
The use of trichodermin to inhibit Rigidoporus lignosus growth causal white root
fungus disease of Rubber Plant have not been researched. Therefore, a research
had been conducted at Plant Pathology Laboratory, Faculty of Agriculture,
University of Sumatera Utara (± 25 m asl) from December 2014 until February
2015 using non- factorial completely randomized design with five treatments and
four replications, petridish contained 1 ml trichodermin and fungicide + 9 ml
PDA medium, used one point technic, incubated at room temperature. Parameters
measured were fungal colony extensive, percentage of acceleration grow,
percentage of inhibition and comparison of accelaration grow.
The result showed that trichodermin gave highly significantly effect for all
parameters observed. Highest fungal colony extensive was on control (without
toxin and without fungicide) which reached 50,18 cm2 meanwhile the lowest
fungal colony extensive was on trichodermin 10-1 which reached 11,39 cm2.
Highest percentage of acceleration grow was on trichodermin 10-3 which
reached 84,15 % meanwhile the lowest percentage of acceleration grow was on
trichodermin 10-1 which reached 53,75 %. Highest percentage of inhibition was
on trichodermin 10-1 which reached 46,25 % meanwhile the lowest percentage of
inhibition was on trichodermin 10-3 which reached 15,85 %. Highest comparison
of accelaration grow was on control (without toxin and without fungicide) which
reached 1cm meanwhile the lowest comparison of accelaration grow was on
trichodermin 10-1 which reached 0,40 cm.
Keywords: Rigidoporus lignosus, Trichodermin, Triadimefon

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini
menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial
Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan
sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4
juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya 2,9 juta hektar
merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan
sisanya

dikelola

oleh

perkebunan

besar

milik

negara

atau

swasta

(Prahmono, 2013).
Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alam di dunia (sekitar
28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010), sedikit di belakang Thailand
(sekitar 30 persen). Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun
2002 sebesar 1.496 ribu ton senilai US$ 1.038 juta meningkat menjadi 2.100 ribu
ton pada tahun 2009 (Nasir, 2012).
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani karet dan ekspor non
migas, mulai tahun 1980-an pemerintah telah mengembangkan pertanaman karet
dengan pola intensifikasi, rehabilitasi, perluasan areal dan penanaman ulang.
Sebagai konsekuensinya, berbagai masalah telah timbul, diantaranya adalah hama
dan penyakit. Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor pengganggu yang
penting

dibanding

masalah

gangguan

lainnya

dan

bahkan

seringkali

menggagalkan suatu usaha pertanian. Hama dan penyakit penting yang sering

menimbulkan kerugian pada tanaman karet adalah rayap, jamur akar putih (JAP),
jamur upas dan Mouldy-rot (Muklasin dan Matondang, 2010).
Penyakit tanaman karet telah menyebabkan kerugian ekonomi, tidak hanya
disebabkan kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya
biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya. Diperkirakan kehilangan produksi
setiap tahunnya akibat kerusakan oleh penyakit karet mencapai 5-15%. Penyakit
tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan diantaranya adalah
JAP. Penyakit JAP disebabkan oleh jamur Rigidoporus lignosus. Serangan JAP
telah menyebabkan kerusakan pada akar tanaman (Muharni dan Widjajanti, 2011).
Penyakit JAP disebabkan oleh R. lignosus yang menyerang akar tunggang
maupun akar lateral. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian tanaman dengan
intensitas yang sangat tinggi terutama pada tanaman karet yang berumur 2-4
tahun. Serangan dapat terjadi mulai pada pembibitan, tanaman belum
menghasilkan (TBM) sampai tanaman menghasikan (TM) (Yulfahri et al., 2012).
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengendalian yang
dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan
dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti
virus, jamur atau cendawan, dan bakteri. Jamur atau cendawan mempunyai
potensi sebagai agens hayati dari jamur patogenik diantaranya adalah
Trichoderma sp. (Ismail dan Tenrirawe, 2010).
Trichoderma sp. adalah suatu jenis jamur yang memiliki kemampuan
tumbuh yang sangat cepat dibandingkan jenis lain. Selain itu jamur ini juga
memproduksi toksin (mikotoksin) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur
lain atau patogen. Secara alami Trichoderma sp. tumbuh di perkebunan karet,

tetapi populasinya sering menurun akibat kondisi lingkungan yang tidak sesuai
(Hutagaol dan Melin, 2000).
Jamur Trichoderma sp. dalam menekan pertumbuhan patogen mampu
memproduksi senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol
dan chrysophanol yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain.
Keberhasilan penggunaan agen hayati ini telah banyak dilaporkan di berbagai
penelitian diantaranya untuk mengendalikan penyakit akar putih R. microporus
di perkebunan karet dan teh. Mengendalikan patogen penyebab rebah kecambah
Rhizoctania solani, busuk batang Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora
brassicae, dan patogen Pythium yang merupakan patogen tular tanah yang dapat
menyebabkan penyakit rebah kecambah (dumping off) pada kacang-kacangan
(Wahyudi, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
uji efektivitas trichodermin dan fungisida triadimefon dalam menghambat
pertumbuhan JAP (R. lignosus) pada tanaman karet di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji efektivitas trichodermin dan fungisida triadimefon
dalam menghambat pertumbuhan JAP (R.lignosus) pada tanaman karet
di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
- Toksin trichodermin dapat menghambat pertumbuhan JAP (R. lignosus).
- Fungisida triadimefon dapat menghambat pertumbuhan JAP (R. lignosus).

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai informasi pengendalian JAP (R. lignosus)
pada tanaman karet dan untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch)
Biologi Penyakit
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) penyakit Jamur Akar Putih (JAP)
R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Fungi

Divisio

: Basidiomycota

Kelas

: Basidiomycetes

Ordo

: Polyporales

Famili

: Polyporaceae

Genus

: Rigidoporus

Spesies

: Rigidoporus lignosus

R. lignosus mamiliki basidiospora bulat, tidak berwarna, dengan garis
tengah 2,8-5,0 µm, banyak dibentuk pada tubuh buah yang masih muda. Basidium
pendek (buntak), lebih kurang 16 x 4,5-5,0 µm, tidak berwarna, mempunyai
empat sterigma (tangkai basidiospora). Diantara basidium-basidium terdapat
banyak sistidium yang berbentuk gada, berdinding tipis dan tidak berwarna
(Gambar 1) (Semangun, 2008).

Gambar 1. Rigidoporus lignosus, B. basidium (a) dengan basidiospora (bs) dan sistidium (s).
(Semangun, 2008)

Gejala Serangan
Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga
kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman (Gambar 2). Pada serangan berat
akar tanaman membusuk, sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Penyakit
ini sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman
yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur
dan berpasir (Rahayu dan Dina, 2010).

Gambar 2. Tubuh Buah R. lignosus
Sumber:www.google.com

Penyakit JAP dapat menyerang di pembibitan sampai tanaman dewasa.
Serangan menyebabkan akar menjadi busuk dan biasanya pada permukaan
akar

ditumbuhi

miselium

jamur

menyerupai

akar

rambut

tanaman

berwarna putih kemudian kuning gading. Gejala ini baru terlihat apabila
daerah perakaran dibuka. Gejala luar yang nampak pada pohon terserang, daun
berwarna hijau kusam, permukaan daun menelungkup, kuning, layu dan gugur

sehingga tajuk pohon menipis akhirnya pohon menjadi gundul dan mati
(DirPerTan, 2001).
Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat
ke dalam, kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya
terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman
sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf).
Penyakit ini dapat mengakibatkan penurunan produksi 20-60% dan menimbulkan
kematian pada tanaman karet, sehingga serangan penyakit ini akan berpengaruh
negatif pada produksi kebun (Hutagaol dan Meilin, 2000).
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan JAP yaitu tunggul dan
sisa-sisa akar yang tertinggal di area kebun merupakan sumber infeksi, iklim
basah dan tanah yang gembur sangat membantu perkembangan JAP. Penyebaran
penyakit paling dominan adalah melalui kontak akar yaitu apabila akar sakit
bersinggungan dengan akar sehat tersebut akan segera terinfeksi (BPSP, 2008).
Tunggul atau sisa akar tanaman karet dan kayu hutan primer merupakan
sumber infeksi jamur akar putih yang paling penting pada pertanaman. Di antara
tunggul ini terdapat beberapa tunggul yang telah terinfeksi jamur akar putih dan
menjadi sumber penularan sangat efektif. Dari tunggul ini jamur akar putih
melalui kontak akar menular ke tunggul lain dekatnya dan menjadi sumber infeksi
baru. Pada tunggul tersebut jamur membentuk badan buah yang membebaskan
banyak

spora

ke

(Situmorang, 2004).

udara

dan

mendarat

ke

permukaan

tunggul

lain

Setelah patogen menginfeksi tanaman, perkembangan JAP selanjutnya
bergantung pada pH, kandungan bahan-bahan organik, kelembaban dan aerase
tanah. R. lignosus dapat tumbuh baik pada kelembaban di atas 90%, kandungan
bahan organik tinggi serta aerase yang baik. Apabila kondisi ini sesuai, patogen
dapat menjalar sejauh 30 cm dalam waktu 2 minggu (Sinulingga dan Eddy, 1989).
Pengendalian
Cara pencegahan penyakit jamur akar putih adalah sebagai berikut :
• Satu meter di sekitar tanaman karet harus bersih dari sisa - sisa akar dan
tunggul tanaman lainnya. Sisa akar dan tunggul ini harus dibongkar dan
dibakar supaya tidak menjadi sumber penyakit
• Menanam tanaman penutup tanah minimal satu tahun lebih awal dari
penanaman karet. Tanaman yang dianjurkan adalah jenis kacang- kacangan
seperti Calopogonium muconoides atau C. caeruleum, Centrosema pubescens,
Pueraria javanica. Jenis tanaman ini dapat membantu aktivitas mikroba untuk
mempercepat pembusukan sisa-sisa akar dan tunggul tanaman sehingga dapat
menekan perkembangan jamur penyebab penyakit
• Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma
harzianum yang telah dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram perlubang
tanam (1 kg T. harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/ pupuk kandang)
(Yulfahri et al., 2012).
Langkah pengendalian yang dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan
JAP pada tanaman karet adalah:
• Lakukan pembongkaran dan pemusnahan tunggul sisa akar tanaman pada saat
persiapan lahan, karena merupakan tempat tumbuh jamur

• Gunakan bibit karet yang sehat dan bebas dari JAP
• Lakukan perlindungan tanaman di kebun dengan menaburkan belerang (cara
kimiawi) di sekitar perakaran tanaman sebanyak 100–200 g/pohon dengan
jarak 10 cm dari batang tanaman atau Trichoderma (cara biologis) dengan
dosis 100 g/pohon yang dilakukan setiap enam bulan
• Lakukan pemeliharaan tanaman secara teratur dan rutin agar pertumbuhan karet
sehat dan optimum
• Tidak menanam tanaman yang menjadi inang jamur akar di kebun karet, seperti
ubi kayu atau ubi jalar
• Bila tanaman karet telah terserang JAP, maka pengobatan JAP dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan kimia yang mengandung bahan aktif
triadimefon dengan dosis sesuai anjurannya. Lakukan proses pengobatan ini
secara berkala hingga tanaman kembali sehat (Prahmono, 2013).
Trichoderma sp.
Biologi Trichoderma sp.
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) Trichoderma sp. diklasifikasikan
dalam :
Kingdom

: Fungi

Divisio

: Deuteromycota

Class

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Famili

: Moniliaceae

Genus

: Trichoderma

Spesies

: Trichoderma sp.

Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati
seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. koningii yang berspektrum luas pada
berbagai tanaman pertanian. Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma
berbeda-beda setiap spesiesnya. Kisarannya sekitar 7– 41°C. Trichoderma yang
dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30°C, namun pada suhu 35°C
cendawan ini tidak dapat tumbuh. pH optimum bagi Trichoderma berkisar antara
3-7. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah
kelembaban (Wahyudi, 2011).
Trichoderma sp. merupakan jamur saprofitik yang dapat hidup dalam
tanah, dan serasah kayu mati. Jamur hidup di berbagai tempat, mudah ditemukan,
berkembang dengan cepat dan diantaranya mampu membunuh jamur lain.
Trichoderma dikenal dengan konidianya yang berwarna hijau dan mengelompok
konidiopornya hialin, banyak cabang yang pialid, konidianya bersel satu, bulat
telur dan terdapat pada ujung pialid (Basuki dan Aron, 1994).
Ciri- ciri spesifik jamur Trichoderma sp. adalah miselium memiliki septat,
konidia bercabang banyak, dan ujung percabangannya merupakan sterigma,
membentuk konidia bulat atau oval, bewarna hijau terang, berbentuk bola- bola
berlendir (Gambar 3) (Fardiaz, 1989).

Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma sp.

Mekanisme Antagonis Trichoderma sp.
Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan
parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman
(spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit
pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat
cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Trichoderma sp.
yang bersifat spesifik target, mengkoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi
akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agens
hayati (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Trichoderma sp. bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lain dengan
tumbuh mengelilingi miselium patogen. Mikoparasitisme dari Trichoderma sp.
merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap
dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan
cara

hifanya

membelok

ke

arah

cendawan

inang

yang

diserangnya

(Alfizar et al., 2013).
Mekanisme antagonis Trichoderma sp. dapat terjadi melalui 3 cara yaitu
persaingan baik ruang maupun nutrisi, antibiosis dengan menghasilkan toksin
antara lain Trichodermin dan asam sitrat serta menghasilkan enzim glukanase,
dan kitinase yang dapat menghancurkan hifa patogen dan sebagai mikoparasit
yang hidup pada tubuh patogen dengan cara melilit hifa dari patogen
(Susanna et al., 2010).

Trichodermin
Trichodermin adalah suatu anggota dari famili metabolit jamur yang
mendapat suatu ikatan kelompok ditandai dengan 12, 13-epoxytrichothecenes.
Biasanya sangat beracun untuk hewan dan tumbuhan dan telah dikenal sebagai
agen beracun penting secara medis. Trichodermin merupakan suatu penghambat
spesifik sintesa protein. Efek trichodermin pada sintesa protein secara in vitro
telah diselidiki dalam suatu rangkaian sistem in vitro didasarkan pada retikulum
kelinci (Wei et al., 1974).
Jamur T. harzianum dalam menekan pertumbuhan patogen mampu
memproduksi senyawa racun (antibiotik) berupa trichodermin, trichodermol dan
chrysophanol yang dapat menyebabkan lisis pada hifa jamur lain. Trichoderma
juga menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat
menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen, diidentifikasikan
dengan rumus kimia 3-2-hydoxyprophyl- 4-2-hexadienyl)-2-5(5H)-furanon.
Trichoderma sp menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat
menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen
disekitarnya. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan
viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah
kecambah (Wahyudi, 2011).
Jamur endofit Trichoderma dapat menghasilkan suatu campuran sebagai
aktivitas fungisida. Trichodermin merupakan anggota dari famili 4β-aceoxy-12,
13- epoxytrichothecene. Trichodermin dapat menghambat Rhizoctonia solani
(Zhao et al., 2009). Untuk identifikasi morfologi biasanya ditumbuhkan pada
media OA, PDA, dan SNA selama 7- 14 hari pada suhu ruang 200 C di tempat

terang. Pengamatan dan pengukuran mikroskopik dibuat dari kaca mikroskop.
Untuk menghasilkan metabolit, strain diinokulasi pada media PDA dan diinkubasi
selama 10 hari pada suhu 200 C di tempat gelap (Chen et al., 2008).
Triadimefon

Triadimefon disediakan dalam bentuk wettable powder, emulsifiable
concentrate, suspensi concentrate yang digunakan pada buah, sayuran, gandum,
kopi , tebu, dan gulma. Triadimefon menghasilkan

racun mulut

akut

di laboratorium hewan, tetapi racun kulitnya rendah. Itulah yang menyebabkan
iritasi jika mata terkontaminasi. Triadimefon diserap melewati kulit (EPA, 2004).
Bahan kimia triadimefon memiliki potensi efek toksik kumulatif yang
rendah terhadap tanaman tetapi memiliki efek toksik yang cukup tinggi terhadap
manusia sehingga berpengaruh pada kesehatan manusia. Triadimefon termasuk
dalam kelompok pestisida yang disebut triazoles (conazoles) dan juga mencakup
fungisida propiconazole. Triadimenol merupakan metabolit dari triadimefon yang
bersifat toleran terhadap tanaman (Edwards, 2006).
Fotodegradasi pestisida sistemik ini memiliki kepentingan besar di bidang
pertanian, ekonomi dan lingkungan. Triadimefon dan triadimenol adalah dua
fungisida sistemik kuat terhadap penyakit embun tepung dan karat jamur.
Triadimenol bersifat metabolit utama pada tanaman dan jamur. Triadimefon
dianggap sebagai sebuah molekul bichromophorik yang terdiri dari karbonil non
konjugasi

dan

tergabung

dalam

kelompok

chlorophenoxy.

Kelompok

chlorophenoxy mampu mentransfer energi dengan cepat. Triadimenol bersifat
stabil pada fotodegradasi langsung secara alamiah. Triadimefon dapat
dinonaktifkan setelah iradiasi surya (Silva et al., 2001).

Fungisida triazole memiliki unsur senyawa 1,2,4 - triazole, alanin triazole,
dan asam asetat triazole. Untuk informasi mengenai mekanisme umum dari
toksisitas triazole dan upaya menentukan dosis bahan kimia triazole biasanya
dilihat dari kebijakan program pestisida (Edwards, 2006).

Gambar 4. Rumus Molekul Triadimefon
Sumber: pesticideinfo.org

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
dengan ketinggian tempat ±25m dpl pada bulan Desember 2014 sampai dengan
Februari 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu media PDA, clorox, fungisida triadimefon
(Bayleton 250 EC), tanah di sekitar perakaran tanaman karet yang sehat, akar
tanaman karet yang terserang jamur akar putih, alkohol 96%, kertas saring
whatman 041, air steril, aluminium foil, kapas, aquades, dan cling wrap.
Alat yang digunakan yaitu laminar air flow (LAF), cawan petri, mikroskop
kampaun, timbangan analitik, cool box, erlenmeyer, cotton bud, tabung reaksi,
mikropipet, oven, bunsen, autoklaf, beaker glass, hot plate, lemari es, cork borer,
jarum inokulum, pisau, batang pengaduk, dan alat tulis lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) non faktorial yaitu sebagai berikut :
T01

: Kontrol - (tanpa toksin dan fungisida)

T02

: Kontrol + (fungisida triadimefon 250 EC sebanyak 2000 ppm)

TX-1

: Trichodermin 10-1

TX-2

: Trichodermin 10-2

TX-3

: Trichodermin 10-3

Perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan.
Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :
t (r-1) ≥ 15
5 (r-1) ≥ 15
5 r – 5 ≥ 15
5 r ≥ 20
r≥4
Metode linear yang digunakan yaitu sebagai berikut :
Yij = µ + + αi + ∑ij
Dimana :
Yij

= respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i

µ

= efek nilai tengah

αi

= efek dari perlakuan taraf ke-i

∑ij

= efek error

(Sastrosupadi, 2000).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan PDA
Kentang dikupas dan dicuci bersih kemudian ditimbang 250 g, selanjutnya
dipotong dadu kecil. Kemudian kentang dimasak dengan aquades steril 500 ml
selama 30 menit hingga kentang lunak. Kemudian disaring ekstraknya dengan
kain muslin sampai volume 500 ml. Pada waktu air steril dididihkan sebanyak
500 ml bersama dengan agar-agar sebanyak 20 g, ditambahkan lagi kedalamnya
dextrose 20 g. Ekstrak kentang dan agar keduanya dicampurkan sambil diaduk
hingga rata diatas hotplate, selanjutnya dituang kedalam erlenmeyer ukuran

200 ml dan ditutup dengan kapas steril dan dibalut dengan kertas alumunium foil
lalu dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu
121°C pada tekanan 1,25 atm. PDA dibiarkan terlebih dahulu dalam udara terbuka
hingga panasnya menjadi hangat kuku, lalu dituang kedalam cawan petri. PDA
dapat disimpan di dalam lemari es dengan suhu 6-10°C.
Isolasi R. lignosus
Diambil akar tanaman karet yang terinfeksi jamur

R. lignosus

dari

perkebunan rakyat di desa Bangun Purba kemudian dibawa ke laboratorium.
Setelah itu, dibersihkan dengan air kemudian dipotong menjadi ukuran ± 5cm
serta disterilisasi permukaan dengan klorox 0,1% selama 2-3 menit kemudian
dikering anginkan. Selanjutnya dibiakkan dalam media PDA dan dibiarkan
sampai tumbuh miselium jamurnya. Inokulum jamur yang tumbuh diisolasi
kembali untuk mendapatkan biakan murninya.
Isolasi Trichoderma sp.
Sebanyak 1g tanah di sekitar perakaran tanaman karet yang sehat
ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung ukur yang berisi 9 ml air steril. Tanah
yang sudah dicampur dalam air steril tersebut kemudian diguncang selama 5
menit. Suspensi tanah yang telah diguncang diambil 0,1 ml menggunakan
mikropipet dan ditumbuhkan di dalam cawan petri yang berisi media PDA dan
diinkubasi pada suhu ruang, kemudian dimurnikan.
Ekstraksi Pigmen Trichodermin
Perbanyakan Isolat Trichoderma sp.
Perbanyakan isolat Trichoderma dilakukan dengan mengkulturkan massa
spora pada media PDA. Massa spora dari biakan murni dipanen menggunakan

cotton bud basah dan steril, cotton bud dioleskan di atas koloni biakan murni
kemudian disebarkan merata di atas medium PDA. Kultur spora diinkubasi
selama 4-5 hari sampai terlihat perubahan warna PDA di dasar cawan petri yang
menandakan adanya keluaran pigmen dari isolat Trichoderma.
Pigmen Trichodermin
Pigmen yang dihasilkan kultur Trichoderma sp. dipanen dengan cara
memotong medium PDA sehingga menjadi bagian- bagian kecil ukuran
± 1 x 1 cm dan merendamnya dengan pelarut alkohol dalam beaker glass dengan
perbandingan volume pelarut dan volume medium 1 : 1. Campuran pelarut
disaring dengan kertas whatman nomor 041 untuk memisahkan sisa PDA.
Suspensi pelarut dan pigmen trichodermin dikeringkan di udara terbuka sampai
diperoleh endapan pigmen trichodermin setengah murni.
Uji Aktivitas Fungistatik Trichodermin dan Triadimefon Terhadap
R. lignosus secara In vitro
Ekstrak trichodermin yang telah didapat diencerkan terlebih dahulu
dengan air steril sesuai dengan perlakuan sebagai berikut : ekstrak trichodermin
dicampur dengan air suling steril untuk mendapatkan pengenceran 10 -1, 10 -2, dan
10-3. Setelah trichodermin diencerkan, trichodermin

dicampur dengan media

PDA. Pengujian fungisida dilakukan dengan mencampur fungisida dengan dosis
perlakuan 2000 ppm dengan media PDA. Kemudian jamur patogen diinokulasi
dengan meletakkannya di bagian tengah petri yang diameter 9 cm.

Peubah Amatan
1. Luas Pertumbuhan Koloni Jamur R. lignosus
Pengamatan luas pertumbuhan koloni jamur dilakukan setiap hari dengan
cara menggambar bentuk koloni pada plastik transparan dan kemudian ditimbang
beratnya, selanjutnya nilai berat timbangan koloni tersebut ditransformasikan
ke dalam cm, yaitu dengan menimbang plastik transparan yang lain.
2. Persentase Percepatan Tumbuh R. lignosus
Pengamatan persentase percepatan tumbuh dilakukan setiap hari dengan
menggunakan rumus :
Pertambahan diameter koloni perlakuan

Persentase Percepatan Tumbuh = Pertambahan diameter koloni kontrol

x 100%

3. Persentase Penghambatan R. lignosus
Pengamatan persentase penghambatan dilakukan setiap hari dengan
menggunakan rumus :
Persentase Penghambatan = 100 % - Persentase Percepatan tumbuh
4. Perbandingan Percepatan Tumbuh R. lignosus
Perbandingan percepatan tumbuh dihitung pada pengamatan terakhir pada
saat diemeter koloni kontrol telah memenuhi cawan petri lalu dibandingkan
dengan masing- masing perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Luas Pertumbuhan Koloni R. lignosus
Pengamatan dilakukan dari 1 hari setelah inokulasi sampai 10 hari setelah
inokulasi. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa toksin trichodermin
berpengaruh sangat nyata terhadap luas pertumbuhan koloni R. lignosus. Hal ini
menunjukkan jika pengaruh fungisida dan tingkat kepekatan toksin trichodermin
tersebut berpengaruh terhadap rataan luas pertumbuhan. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 1 dan lampiran 2-11.

Tabel
R. lignosus

1

menunjukkan

bahwa

luas

pertumbuhan

koloni

tertinggi pada 10 hsi terdapat pada perlakuan T01 (tanpa toksin

dan tanpa fungisida) yaitu sebesar 50,18 cm2. Sedangkan luas pertumbuhan
koloni R. lignosus terendah terdapat pada TX-1 (trichodermin 10-1) yaitu sebesar
11,39

cm2.

Kemampuan

trichodermin

menghambat

pertumbuhan

R. lignosus dapat dilihat dari terhambatnya luas pertumbuhan R. lignosus secara
in vitro, ini membuktikan bahwa trichodermin merupakan toksin atau antibiotik
yang dihasilkan oleh agen antagonis yang dapat menekan pertumbuhan patogen.
Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi (2011) yang menyatakan bahwa
Trichoderma menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan
spora dan hifa mikroba patogen, sehingga dapat mengakibatkan hambatan
terhadap luas pertumbuhan patogen.

Berdasarkan hasil uji beda rataan pada 10 hsi diketahui bahwa luas
pertumbuhan pada perlakuan T02 (diberi fungisida triadimefon 2000 ppm) berbeda
nyata dengan luas pertumbuhan koloni pada perlakuan T01 (tanpa toksin dan tanpa

21
fungisida). Ini menunjukkan bahwa triadimefon dapat menghambat pertumbuhan
R. lignosus. Hal ini disebabkan triadimefon sebagai fungisida sistemik
menghasilkan racun yang dapat mengganggu metabolisme di dalam sel jamur
R. lignosus. Sesuai dengan literatur Edwards (2006) menyatakan bahwa bahan
kimia triadimefon memiliki potensi efek toksik, Vyas (1984) juga menyatakan
bahwa fungisida sistemik mengendalikan jamur patogen dengan membentuk
berbagai penghambat kimia yang menyebar sebagai racun jamur dan menghambat
pertumbuhan jamur.

60
50
T01
T01
T02
T02
TX-1
TX-1
TX-2
TX-2
TX-3
TX-3

40
30
20
10
0
1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi 5 hsi 6 hsi 7 hsi 8 hsi 9 hsi 10 hsi

Gambar 5. Grafik rata- rata luas pertumbuhan koloni R. lignosus pada 1- 10hsi
(cm2) akibat pengaruh trichodermin dan triadimefon terhadap berbagai
tingkat konsentrasi toksin dan fungisida

Gambar 5 menunjukkan rata- rata pengamatan luas pertumbuhan koloni
R. lignosus pada 1hsi perlakuan toksin trichodermin dan fungisida triadimefon
tidak berpengaruh nyata terhadap luas pertumbuhan koloni R. lignosus, hal ini

disebabkan toksin dan fungisida yang diberikan belum menunjukkan reaksinya
sehingga belum terlihat adanya hambatan pertumbuhan patogen. Perlakuan
berpengaruh nyata pada 2hsi sampai 10hsi, kemampuan toksin trichodermin dan
fungisida triadimefon menghambat luas pertumbuhan koloni R. lignosus
menunjukkan dengan racun yang dimiliki menyebabkan lisi pada hifa.
2. Persentase Percepatan Tumbuh

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa trichodermin berpengaruh nyata
terhadap rataan persentase percepatan tumbuh R. lignosus. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 2 dan lampiran 12-20.

Dari hasil pengamatan pada tabel 2 terlihat perbedaan persentase
percepatan tumbuh antara perlakuan T02 (diberi fungisida triadimefon 2000 ppm),
TX-1 (trichodermin 10-1), TX-2 (trichodermin 10-2), dan TX-3(trichodermin 10-3).
Tidak terlihat perbedaan nyata akibat perbedaan konsentrasi pada perlakuan TX-1
(trichodermin 10-1), TX-2 (trichodermin 10-2) dengan T02 (diberi fungisida
triadimefon 2000 ppm), tetapi berbeda nyata pada TX-3 (trichodermin 10-3).

Dari data pengamatan 10 hsi menunjukkan bahwa perlakuan T02
(diberi

fungisida

triadimefon

2000

ppm),

TX-1

(trichodermin

10-1),

TX-2 (trichodermin 10-2) memperkecil percepatan tumbuh R. lignosus. Hal ini
disebabkan trichodermin dan fungisida sama-sama senyawa yang mempunyai
efek toksik terhadap jamur patogen. Sesuai dengan literatur Chen et al., (2008)
menyatakan bahwa jamur endofit Trichoderma dapat menghasilkan suatu
campuran sebagai aktivitas fungisida. Edwards (2006) menyatakan bahwa bahan
kimia

triadimefon

memiliki

potensi

efek

toksik.

22
Pengamatan

Perlakuan

1 hsi

2 hsi

3 hsi

4 hsi

5 hsi

11,42 a

17,53 a

T01

0,37

4,59 a

8,03 a

T02

0,26

1,03 bc

1,95 c

4,59 bc

TX-1

0,14

0,37 c

0,86 c

TX-2

0,14

0,54 c

1,41 c

6 hsi

7 hsi

8 hsi

9 hsi

10 hsi

23,04 a

30,01 a

37,21 a

43,70 a

50,18 a

9,03 bc

10,58 bc

11,53 bc

12,05 c

14,37 c

14,83 c

1,14 c

1,66 d

2,49 d

4,13 d

6,57 c

8,89 c

11,39 c

2,86 c

3,70 cd

5,25 cd

5,91 cd

8,63 c

10,32 c

12,42 c

TX-3
0,29
3,01 ab
4,71 b
7,43 b
10,53 b
13,77 b
15,69 b
21,17 b
23,73 b
29,21 b
2
Tabel 1. Rataan luas pertumbuhan koloni R. lignosus pada 1- 10hsi (cm ) akibat pengaruh trichodermin dan triadimefon pada berbagai tingkat
konsentrasi toksin dan fungisida

Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.
hsi = hari setelah inokulasi

Tabel 2. Rataan persentase percepatan tumbuh R. lignosus pada 1 – 10hsi (%) akibat pengaruh trichodermin dan triadimefon pada berbagai
tingkat konsentrasi toksin dan fungisida

Pengamatan

Perlakuan
2 hsi

3 hsi

4 hsi

5 hsi

6 hsi

7 hsi

8 hsi

9 hsi

10 hsi

T02
21,48 b
43,77 b
47,24 ab
44,49 b
57,44 b
45,74 b
55,26 b
56,91 ab
63,76 b
TX-1
6,61 b
34,53 b
23,51 b
27,56 b
32,76 c
32,11 b
31,05 c
36,94 b
53,75 b
TX-2
19,81 b
36,18 b
40,96 b
41,16 b
48,04 bc
33,73 b
36,69 c
42,93 b
61,26 b
TX-3
73,64 a
72,34 a
86,13 a
73,30 a
81,89 a
78,43 a
79,51 a
75,84 a
84,15 a
Keterangan: angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.
hsi
=
hari
setelah
inokulasi

Berdasarkan hasil uji beda rataan diketahui bahwa persentase percepatan
tumbuh pada perlakuan TX-1 (trichodermin 10-1) dan TX-2 (trichodermin 10-2)
24
berbeda nyata dengan persentase percepatan tumbuh pada perlakuan TX-3
(trichodermin 10-3). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kepekatan toksin.
Permberian toksin trichodermin yang tepat dapat mempengaruhi percepatan
tumbuh R. lignosus. Semakin pekat toksin maka percepatan tumbuh jamur
patogen semakin kecil. Semakin encer toksin maka percepatan tumbuh patogen
semakin besar.
3.

Persentase Penghambatan
Analisis sidik ragam bahwa trichodermin berpengaruh nyata terhadap

rataan persentase penghambatan tumbuh R. lignosus. Dapat dilihat bahwa
persentase penghambatan yang ditimbulkan oleh trichodermin

terhadap R.

lignosus terdapat perbedaan pada tingkat konsentrasi yang berbeda. Hasil uji beda
rataan persentase penghambatan dapat dilihat pada tabel 3 dan lampiran 21-29.

Persentase

penghambatan

pertumbuhan

R.

lignosus

pada

TX-1

(trichodermin 10-1), TX-2 (trichodermin 10-2), dan TX-3 (trichoderm