PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN HIDROKLORIDA DENGAN PENGAWET BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v

(1)

SKRIPSI

DIAN ARTHA KUSUMA WARDITYA

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP

STERILITAS SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN

HIDROKLORIDA DENGAN PENGAWET BENZALKONIUM

KLORIDA 0,01% b/v

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015


(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada seluruh hambanya. Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik – baiknya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW, semoga kesejahteraan terlimpah kepada para keluarga, para sahabat dan orang

– orang yang beriman.

Alhamdulillahirabbil’aalamiin dengan selesainya skripsi yang berjudul

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN HIDROKLORIDA DENGAN PENGAWET BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v ini ijinkan saya mengucapkan terimakasih sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Sugiyartono, MS., Apt selaku dosen pembimbing I dan kepada Ibu Arina Swastika M, S.Farm., Apt selaku dosen pembimbing II atas waktu serta bimbingan dan tak henti – hentinya atas arahan yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi sempurna.

2. Bapak Drs. H. Ahcmad Inoni., Apt selaku penguji I dan Ibu Uswatun Chasanah, Dra., Apt selaku penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Ibu Nailis Syifa, S.Farm., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Ibu Siti Rofida.,S.Farm.,Apt selaku dosen wali saya.

6. Para dosen Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan pengetahuan yang semoga bermanfaat bagi saya dan orang lain.

7. Para laboran yang telah membantu di Lab. Steril mas Dani, mbak Evi, mas. Ferdi, mbak Bunga, mbak Susi, Bu Yuli serta para staf TU farmasi, Pak Joko serta para laboran mikrobiologi dan seluruh staf Prodi Farmasi terimakasih atas bantuan dan dukunganya.

8. Kedua orang tua saya yang saya cintai yang tidak henti – hentinya memberi semangat, nasehat, serta kesabaranya yang luar biasa kepada saya dan adik-adik saya tercinta Dio dan Ayu.

9. Semua keluarga besar di Blitar dan Makassar.


(5)

v

11.Sahabat - sahabatku tercinta Shela, Annisa, Jack, Popok, dan Rino. Terimakasih atas dukungan dan support dari kalian.

12.Teman – teman kost Isna, Mbak Tami, Adheik, Fafa, dan Ochima, terimakasih atas dukungannya selama ini.

13.Teman – teman Keluarga besar Angkatan 2010 Farmasi Univesitas Muhammadiyah Malang terutama Farmasi C, terimakasih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini, semoga akan terus selalu terjaga persahabatan kita ini.

14.Serta semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya skripsi ini dengan sempurna.

Akhirnya semoga semua mendapatkan limpahan rahmat Allah SWT atas segala bantuan yang telah diberikan hingga skripsi ini menjadi terselesaikan, semoga kelak bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, terutama di bidang ilmu kefarmasian.

Malang, 17 Januari 2015

Dian Artha Kusuma Warditya 201010410311132


(6)

vi

RINGKASAN

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN HIDROKLORIDA DENGAN

PENGAWET BENZALKONIUM KLORIDA 0,01 % b/v

Salah satu sediaan steril yang penting adalah sediaan tetes mata, karena pemakaianya lebih dari satu kali dan langsung berhubungan masuk kedalam jaringan tubuh dan kemungkinan terjadinya kontaminasi bisa terjadi saat meneteskan tetes mata tersebut ke dalam mata, karena pemakaianya berulang sediaan tetes mata biasanya mengandung pengawet.

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sterilitas sediaan terhadap frekuensi pengambilan yang dilakukan terhadap sediaan Fenilefrin hidroklorida dengan menggunakan pengawet Benzalkonium klorida 0,01 % b/v. Metode yang digunakan adalah inokulasi langsung sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi ke- IV, pengambilan untuk uji sterilitas sampel dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet selama 7 hari berturut – turut, sampel yang digunakan sebanyak 7 vial dimana terdapat 3 replikasi sehingga jumlahnya 21 botol, setiap botol mendapatkan perlakuan yang sama yaitu dilakukan pengambilan untuk mewakili frekuensi pengambilan sebanyak 0,5 ml, dan disimpan pada ruangan terbuka, kemudian masing – masing sediaan diambil sebanyak 2 ml di LAFC untuk kemudian di inokulasikan ke masing – masing media uji Thioglikolat dan diinkubasikan pada suhu 30 – 32°C selama 14 hari dan diamati hasilnya sedangkan untuk media Casamino diinkubasikan pada suhu 20 – 25°C selama 14 hari untuk diamati hasilnya.

Sebelum melakukan uji sterilitas sampel dilakukan pemeriksaan pendahuluan untuk memastikan kondisi fisik serta isi sediaan, selain itu dilakukan kontrol lingkungan LAFC sebelum uji sterilitas dan saat uji sterilitas sediaan untuk mengetahui kondisi dan menjamin lingkungan bebas kontaminan, kemudian dilakukan juga uji pengenceran sediaan untuk menghilangkan efek bakteriostatik sediaan dari data diperoleh hasil 1:5 untuk Media Thioglikolat dan 1:5 untuk media Casamino sesuai dengan kontrol pembanding yang digunakan, kontrol pembanding yang digunakan ada 2 yaitu kontrol media positif berupa cairan keruh dan ada endapan sedangkan kontrol media negatif cairan jernih, pada kontrol negatif masing – masing media langsung di inkubasi selama 14 hari sedangkan untuk kontrol positif sediaan di tambahkan Bacillus subtilis untuk thioglikolat dan Candida albicans untuk casamino dan diikubasikan selama 14 hari.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa uji sterilitas sediaan dengan pengambilan selama 1 minggu berturut dan penyimpanan sediaan selama 30 hari terhadap sediaan tetes mata fenilefrin hidroklorida dengan pengawet benzalkonium klorida 0,01% b/v dalam keadaan tidak steril karena adanya kontaminasi pada sediaan dan lingkungan.


(7)

vii ABSTRACT

THE EFFECT OF FREQUENCY RETRIEVAL AGAINTS STERILITY OPHTHALMIC PHENYLEPHRINE HYDROCHLORIDE PREPARATION

WITH PRESERVATIVE BENZALKONIUM CHLORIDE 0,01 % w/v

Ophthalmic are sterile dosage form of a solution or suspension, is used for the eyes, the way the drug dropped into the mucous membranes of the eye around the eyelid and eyeball.

This research using Phenylephrine hydrochloride ophthalmic preparations to influence the frequency of aseptically in Laminar Air Flow Cabinet made by direct inoculation method 2 ml and then incubated for 7-14 days and see the results. This study used a test sample of 21 bottles with a volume of 15 ml, each bottle to get the same treatment that is taken 0.5 ml of the sample as an example in the community treatment for 7 days in a row and replicated 3 times. After doing the treatment and then do the sterility test preparation. Test first is environmental control LAFC as environmental control and then test the sterility and fertility media, after the test is done in-activation of preservatives in the ratio 1: 5 for Thioglikolat and 1: 5 for Caseymino and final sterility test sample preparation is to be compared with control comparison.

From the result of this research that obtained using with the taking of specimens of sterility test for 1 week and storage for 30 days preparations a phenylephrine hydrochloride with the preservative benzalkonium chloride 0,01% w/v

affect the supply’s sterility.

Keywords: Sterilization, eye drops, Phenylephrine hydrochloride, Preservatives, Retrieval frequency, Storage.


(8)

viii

ABSTRAK

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN HIDROKLORIDA DENGAN

PENGAWET BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v

Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara menenteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.

Pada penelitian ini menggunakan sediaan tetes mata Fenilefrin Hidroklorida dengan pengaruh frekuensi pengambilan secara aseptik dalam Laminar Air Flow Cabinet yang dilakukan dengan metode inokulasi langsung sebanyak 2 ml untuk kemudian diinkubasi 7-14 hari dan dilihat hasilnya. Pada penelitian ini menggunakan sampel uji sebanyak 21 botol dengan volume 15 ml, setiap botol mendapatkan perlakuan yang sama yaitu diambil sejumlah sampel sebagai contoh perlakuan di masyarakat selama 7 hari berturut-turut dan direplikasi sebanyak 3 kali. Uji yang dilakukan pertama kali adalah kontrol lingkungan LAFC sebagai kontrol lingkungan dan kemudian dilakukan uji sterilitas dan fertilitas media, setelah itu dilakukan uji inaktivasi pengawet dengan perbandingan 1:5 untuk Thioglikolat dan 1:5 untuk Kasamino dan terakhir adalah uji sterilitas sampel sediaan untuk dibandingkan dengan kontrol pembanding.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan sediaan Fenilefrin Hidroklorida dengan menggunakan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01 % b/v dengan pengaruh frekuensi pengambilan selama satu minggu dan, penyimpanan selama 30 hari mempengaruhi sterilitas sediaan.

Kata kunci : Sterilisasi, Sediaan tetes mata, Fenilefrin Hidroklorida, Pengawet, Frekuensi pengambilan, Penyimpanan.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .. …….. ... i

LEMBAR PENGESAHAN.. ... ii

LEMBAR PENGUJIAN…... ... iii

KATA PENGANTAR ……. ... iv

RINGKASAN ... ... vi

ABSTRACT ……….. ... vii

DAFTAR ISI……….. ... ix

DAFTAR TABEL……… ... xii

DAFTAR GAMBAR ………. ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. ... xiv

BAB I PENDAHULUAN… ... 1

1.1Latar belakang….. ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Tentang Sediaan Tetes Mata ... 5

2.1.1 Definisi Sediaan Tetes Mata ... 5

2.1.2 Wadah Sediaan Tetes Mata ... 5

2.1.3 Persyaratan Tentang Sediaan Tetes Mata ... 6

2.2 Tinjauan Bahan Pengawet ... 8

2.2.1 Benzalkonium klorida ... 9

2.2.2 Deskripsi Benzalkonium Klorida ... 9

2.2.3 Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan ... 9

2.3 Tinjauan Sediaan Fenilefrin Hidroklorida. ... 10

2.3.1 Indikasi dan Kegunaan ... 10

2.3.2 Deskripsi Sediaan Fenilefrin Hidroklorida ... 10


(10)

x

2.3.4 Kontra indikasi ... 10

2.2.5 Efek Samping dan Peringatan ... 11

2.4 Tinjauan Tentang Mikrobiologi ... 11

2.4.1 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme ... 11

2.4.2 Sumber – sumber kontaminasi mikroorganisme ... 13

2.5 Tinjauan Tentang Sterilisasi ... 15

2.5.1 Sterilisasi Panas Kering ... 15

2.5.2 Sterilisasi Uap (lembab panas) ... 16

2.5.3 Sterilisasi dengan Penyaringan ... 16

2.5.4 Sterilisasi Gas ... 17

2.5.5 Sterilisasi dengan Radiasi Ion ... 17

2.5.6 Kinetika Pembinasaan Mikroorganisme ... 18

2.6 Teknik Aseptik ... 18

2.6.1 Ruang Kerja ... 18

2.6.2 Personil ... 19

2.6.3Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) ... 20

2.7 Tinjauan Pengujian Sterilitas ... 21

2.7.1 Prosedur Umum ... 21

2.7.2 Metode Uji Sterilitas ... 22

2.7.3 Media Untuk Uji Sterilisasi………... ... 23

2.7.4 Kontrol Uji Sterilitas ... 26

2.7.5 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas ... 27

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 28

3.1Uraian Kerangka Konseptual ... 28

3.2Kerangka Konseptual Uji Frekuensi Pengambilan Sediaan Tetes Mata ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 31


(11)

xi

4.2 Alat dan bahan ….. ... 31

4.2.1 Alat ... 31

4.2.2 Bahan... 31

4.3Prosedur Penelitian... 33

4.3.1 Sterilisasi Alat ... 33

4.3.2 Preparasi Sediaan dan Sterilisasi Sediaan ... 33

4.3.3 Penyiapan “Laminar Air Flow Cabinet” Dan Memasukkan Semua Bahan Dan Alat ... 34

4.3.4 Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) ... 34

4.3.5 Penyiapan Media ... 35

4.3.6 Pemeriksaan Pendahuluan ... 36

4.3.7 Uji Inaktivasi Pengawet ... 36

4.3.8 Perlakuan ... 37

4.3.9 Uji Sterilitas Sediaan Tetes Mata ... 38

Fenilefrin Hidroklorida ... BAB V HASIL PENELITIAN ... 41

5.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Sebelum dan Saat Uji Inaktivasi ... 42

5.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Sebelum dan Saat Uji Sterilitas ... 43

5.3 Hasil Uji Fertilitas Media ( Kontrol Positif) ... 43

5.4 Hasil Uji Sterilitas Media ( Kontrol Negatif ) ... 44

5.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (Pemeriksaan Sediaan) ... 45

5.6 Uji Inaktivasi Pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v ... 45

5.7 Hasil Pemeriksaan Uji Sterilitas Sampel Setelah Perlakuan ... 48

5.8 Hasil Uji Kontrol Lingkungan Perlakuan ... 48

BAB VI PEMBAHASAN…… ... 52


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA………. ... 59 LAMPIRAN ……….. ... 61


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Klasifikasi Ruangan Bersih ... 19

II.2 Pelepasan Kuman dan Kandungan Kuman dari Manusia ... 20

II.3 Jumlah Volume dan Media untuk Bahan Cair ... 22

IV.1 Volume Pengambilan Sampel Perlakuan ... 38


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Kimia Benzalkonium Klorida ... 9

2.2 Struktur Molekul Fenilefrin Hidroklorida……... 10

3.1 Kerangka Konseptual…………....……... 30


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup….. ... 61

2. Surat Pernyataan…………... 62

3. Sertifikasi Sediaan ……… ... 63

4. Sertifikasi Pengawet…….. ... 64

5 Sertifikasi Bakteri ……… ... 65

6. Sertifikasi Jamur………... 66

7. Perhitungan Bahan Sediaan Tetes Mata Fenilefrin Hidroklorida dengan Pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v………. ... 67

8. Foto Hasil Uji Kontrol Lingkungan Sediaan Sebelum Uji Sterilitas ... 68

9. Foto Hasil Uji Fertilitas Media dan Sterilitas Media ... 72

10. Foto Hasil Uji Sterilitas Sampel Media Thioglikolat ... 73

11. Foto Hasil Uji Sterilitas Sampel Media Kasamino ... 75

12. Foto Alat – Alat yang Digunakan Untuk Penelitian ... 77


(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri farmasi Industri 4, Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Ansel, H.C., 2005. Pengantar Sediaan Farmasi. Edisi keempat, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan POM.

Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in Pharmaceutical and Medical Devices. 2nd Edition. New york : CRC Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Formularium Nasional. Edisi

kedua, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia, 2011. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 45, Jakarta.

Lachman, H.A., Leon L., 1993. Pharmaceutical Dosage Forms. 2nd Edition. New York : Marcell Dekker, INC.

Lukas, S. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

Pratiwi, Sylvia T., 2009. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Remington, J.P., 1995. The Science and Pharmacy. Easton, penssylvania : Mack Publishing Company.

Raymond, C.R. et al., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. fifth edition, London, UK : Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.

Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sweetman, s.c. et al, 2009. Martindale’s Drugs Restricted in Sport Pocket Companion. Pharmaceutical Press.

Sweetman, s.c. et al, 2006. Martindale’s The Complete Drug Reference. fifty sixth edition, Pharmaceutical Press.


(17)

xvii

Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003. Bakteriologi Medik. Malang : Bayumedia Publishing.

Voight, R., 1995. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pengobatan pada mata sudah dikenal sejak zaman Mesir Purba. Orang Yunani dan Roma menggunakan obat mata dengan cara melarutkannya dalam air,

susu, atau putih telur. Mereka menggunakan terminologi “collyria” untuk sediaan ini. Terminologi “belladonna” atau wanita bermata cantik berkembang selama abad pertengahan bersama dengan terminologi collyria yang mengandung komponen untuk mendilatasi pupil mata wanita untuk tujuan kosmetika. Collyria adalah bentuk awal dari perkembangan larutan tetes mata modern (Agoes, 2009).

Larutan untuk mata yang digunakan pada mata dengan selaput kornea yang utuh dapat dikemas dalam wadah dosis ganda. Meskipun steril, ketika disalurkan setiap larutan ini harus mengandung bahan antibakteri yang efektif yang tidak mengiritasi atau campuran dari bahan-bahan tersebut untuk mencegah berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja yang masuk ke dalam larutan, ketika wadah terbuka selama pemakaian. Pengawetan yang tepat dan konsentrasi maksimum dari pengawet untuk tujuan ini termasuk : 0,013% benzalkonium klorida, 0,01% benzetonium klorida, 0,5% klorobutanol, 0,004% fenilmerkuri asetat, 0,004% fenilmerkuri nitrat, dan 0,01% timerosal (Ansel, 2005).

Salah satu sediaan tetes mata yang beredar dipasaran yaitu fenilefrin hidroklorida. Sediaan ini masih sering dipakai oleh masyarakat di Indonesia untuk meredakan mata merah karena iritasi ringan, alergi dan peradangan mata. Sediaan fenilefrin hidroklorida merupakan sediaan antiinflamasi yang dipasarkan dalam bentuk botol ada yang 5 ml dan 15 ml tetes mata (Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).

Tetes mata umumnya dibuat dengan dengan menggunakan cairan pembawa yang mengandung zat pengawet seperti fenil raksa (II) nitrat atau fenil raksa (II) asetat 0,002% b/v, benzalkonium klorida 0,01% b/v, klorheksidin asetat 0,01% b/v, yang pemilihannya didasarkan atas ketercampuran zat pengawet


(19)

2

dengan obat yang terkandung di dalamnya selama waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan (Syamsuni, H.A., 2006).

Frekuensi pengambilan yang dilakukan secara berturut-turut memungkinkan sediaan terkontaminasi sehingga perlu ditambahkan zat pengawet. Pengawet merupakan agen antimikroba yang ditambahkan kedalam formulasi sediaan untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroba (Lukas, 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroba yaitu seperti nutrisi, kelembaban, udara, suhu, pH, dan cahaya. Untuk pertumbuhan bakteri membutuhkan nutrisi yang memenuhi syarat antara lain karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, besi, seng dan Cu. Bakteri memerlukan kelembaban tertentu untuk menggunakan makanannya, biasanya media

pertumbuhan bakteri mengandung 20% air (Cooper and Gunn’s, 1975). Suhu juga

merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan mikroba. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein, sedangkan pada temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti (Pratiwi, 2008).

Benzalkonium klorida adalah salah satu zat pengawet antimikroba yang dipakai, selain sebagai antimikroba pengawet ini juga berfungsi sebagai antiseptik, disinfektan dan zat pembasah. Benzalkonium klorida merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan pada konsentrasi 0.01-0.02. Selain syarat-syarat sterilitas dari sediaan tersebut tindakan lain yang mendukung juga perlu diperhatikan (Raymond, 2006).

Benzalkonium Klorida mempunyai sifat higroskopis dan mungkin juga dapat dipengaruhi oleh cahaya, air dan logam (Pelczar, 1996). Efektivitas dari pengawet itu sendiri dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kadar atau konsentrasi dari pengawet dan jumlah bioburden. Bioburden sangat mempengaruhi efektivitas dari suatu pengawet yang bekerja sebagai antimikroba. Bila populasi bioburden semakin meningkat maka keefektivan dari suatu pengawet berkurang.

Walaupun sediaan tetes mata dosis ganda sudah mengandung pengawet, tetapi sterilitas tetes mata perlu dijamin. Hal ini dikarenakan frekuensi pengambilan yang semakin banyak akan memperbanyak pula mikroorganisme sehingga akan mempersulit pengawet dalam melakukan tugasnya.


(20)

3

Menurut suplemen I Farmakope Indonesia edisi IV (19995), bahwa jika bahan uji mempunyai aktivitas antimikroba, lakukan uji setelah dinetralisasi dengan bahan penetral yang sesuai atau dengan cara mengencerkan dalam sejumlah media yang cukup. Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji sterilitas sampel, terlebih dahulu dilakukan uji inaktivasi pengawet. Uji inaktivasi penting dilakukan karena dengan adanya pengaruh antimikroba dalam sediaan dapat mempengaruhi hasil uji sterilitas dan juga dapat mengganggu proses sterilitas karena pengawet dalam sediaan hanya bersifat bakteriostatik tanpa mampu membunuh mikroorganisme.

Tetes mata disimpan dalam wadah tertutup kedap kuman, terlindungi dari cahaya dan jika perlu disimpan di tempat yang dingin. Sediaan ini disimpan dalam wadah yang juga menjamin perlindungan terhadap cahaya dan jika perlu diberi

petunjuk agar “disimpan di tempat dingin”. Untuk menjamin kemurnian

mikrobiologis, tetes mata yang dikemas dalam wadah bertakaran ganda harus memberi petunjuk agar sediaan tersebut tidak digunakan lagi 30 hari setelah tutupnya dibuka (Voigt, 1995).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menentukan pengaruh frekuensi pengambilan terhadap sterilitas dari sediaan tetes mata dengan pengawet benzalkonium klorida dalam konsentrasi 0,01 % b/v setelah tutup kemasan terbuka sampai 30 hari.


(21)

4

1.2Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah sediaan tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v masih dalam keadaan steril setelah tutup dibuka dan pengaruh frekuensi pengambilan sampai 30 hari.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sterilitas dari sediaan tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v setelah tutup dibuka dan pemakaian berulang selama 30 hari.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan informasi mahasiswa lainnya tentang obat tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v dalam hal melanjutkan penelitian ini.


(1)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri farmasi Industri 4, Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Ansel, H.C., 2005. Pengantar Sediaan Farmasi. Edisi keempat, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan POM.

Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in Pharmaceutical and Medical Devices. 2nd Edition. New york : CRC Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Formularium Nasional. Edisi

kedua, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia, 2011. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 45, Jakarta.

Lachman, H.A., Leon L., 1993. Pharmaceutical Dosage Forms. 2nd Edition. New York : Marcell Dekker, INC.

Lukas, S. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

Pratiwi, Sylvia T., 2009. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Remington, J.P., 1995. The Science and Pharmacy. Easton, penssylvania : Mack

Publishing Company.

Raymond, C.R. et al., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. fifth edition, London, UK : Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sweetman, s.c. et al, 2009. Martindale’s Drugs Restricted in Sport Pocket Companion. Pharmaceutical Press.

Sweetman, s.c. et al, 2006. Martindale’s The Complete Drug Reference. fifty sixth edition, Pharmaceutical Press.


(2)

Medik. Malang : Bayumedia Publishing.

Voight, R., 1995. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pengobatan pada mata sudah dikenal sejak zaman Mesir Purba. Orang Yunani dan Roma menggunakan obat mata dengan cara melarutkannya dalam air, susu, atau putih telur. Mereka menggunakan terminologi “collyria” untuk sediaan ini. Terminologi “belladonna” atau wanita bermata cantik berkembang selama abad pertengahan bersama dengan terminologi collyria yang mengandung komponen untuk mendilatasi pupil mata wanita untuk tujuan kosmetika. Collyria adalah bentuk awal dari perkembangan larutan tetes mata modern (Agoes, 2009).

Larutan untuk mata yang digunakan pada mata dengan selaput kornea yang utuh dapat dikemas dalam wadah dosis ganda. Meskipun steril, ketika disalurkan setiap larutan ini harus mengandung bahan antibakteri yang efektif yang tidak mengiritasi atau campuran dari bahan-bahan tersebut untuk mencegah berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja yang masuk ke dalam larutan, ketika wadah terbuka selama pemakaian. Pengawetan yang tepat dan konsentrasi maksimum dari pengawet untuk tujuan ini termasuk : 0,013% benzalkonium klorida, 0,01% benzetonium klorida, 0,5% klorobutanol, 0,004% fenilmerkuri asetat, 0,004% fenilmerkuri nitrat, dan 0,01% timerosal (Ansel, 2005).

Salah satu sediaan tetes mata yang beredar dipasaran yaitu fenilefrin hidroklorida. Sediaan ini masih sering dipakai oleh masyarakat di Indonesia untuk meredakan mata merah karena iritasi ringan, alergi dan peradangan mata. Sediaan fenilefrin hidroklorida merupakan sediaan antiinflamasi yang dipasarkan dalam bentuk botol ada yang 5 ml dan 15 ml tetes mata (Ikatan Apoteker Indonesia, 2011).

Tetes mata umumnya dibuat dengan dengan menggunakan cairan pembawa yang mengandung zat pengawet seperti fenil raksa (II) nitrat atau fenil raksa (II) asetat 0,002% b/v, benzalkonium klorida 0,01% b/v, klorheksidin asetat 0,01% b/v, yang pemilihannya didasarkan atas ketercampuran zat pengawet


(4)

dengan obat yang terkandung di dalamnya selama waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan (Syamsuni, H.A., 2006).

Frekuensi pengambilan yang dilakukan secara berturut-turut memungkinkan sediaan terkontaminasi sehingga perlu ditambahkan zat pengawet. Pengawet merupakan agen antimikroba yang ditambahkan kedalam formulasi sediaan untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroba (Lukas, 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroba yaitu seperti nutrisi, kelembaban, udara, suhu, pH, dan cahaya. Untuk pertumbuhan bakteri membutuhkan nutrisi yang memenuhi syarat antara lain karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, besi, seng dan Cu. Bakteri memerlukan kelembaban tertentu untuk menggunakan makanannya, biasanya media pertumbuhan bakteri mengandung 20% air (Cooper and Gunn’s, 1975). Suhu juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan mikroba. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein, sedangkan pada temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti (Pratiwi, 2008).

Benzalkonium klorida adalah salah satu zat pengawet antimikroba yang dipakai, selain sebagai antimikroba pengawet ini juga berfungsi sebagai antiseptik, disinfektan dan zat pembasah. Benzalkonium klorida merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan pada konsentrasi 0.01-0.02. Selain syarat-syarat sterilitas dari sediaan tersebut tindakan lain yang mendukung juga perlu diperhatikan (Raymond, 2006).

Benzalkonium Klorida mempunyai sifat higroskopis dan mungkin juga dapat dipengaruhi oleh cahaya, air dan logam (Pelczar, 1996). Efektivitas dari pengawet itu sendiri dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kadar atau konsentrasi dari pengawet dan jumlah bioburden. Bioburden sangat mempengaruhi efektivitas dari suatu pengawet yang bekerja sebagai antimikroba. Bila populasi bioburden semakin meningkat maka keefektivan dari suatu pengawet berkurang.

Walaupun sediaan tetes mata dosis ganda sudah mengandung pengawet, tetapi sterilitas tetes mata perlu dijamin. Hal ini dikarenakan frekuensi pengambilan yang semakin banyak akan memperbanyak pula mikroorganisme sehingga akan mempersulit pengawet dalam melakukan tugasnya.


(5)

3

Menurut suplemen I Farmakope Indonesia edisi IV (19995), bahwa jika bahan uji mempunyai aktivitas antimikroba, lakukan uji setelah dinetralisasi dengan bahan penetral yang sesuai atau dengan cara mengencerkan dalam sejumlah media yang cukup. Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji sterilitas sampel, terlebih dahulu dilakukan uji inaktivasi pengawet. Uji inaktivasi penting dilakukan karena dengan adanya pengaruh antimikroba dalam sediaan dapat mempengaruhi hasil uji sterilitas dan juga dapat mengganggu proses sterilitas karena pengawet dalam sediaan hanya bersifat bakteriostatik tanpa mampu membunuh mikroorganisme.

Tetes mata disimpan dalam wadah tertutup kedap kuman, terlindungi dari cahaya dan jika perlu disimpan di tempat yang dingin. Sediaan ini disimpan dalam wadah yang juga menjamin perlindungan terhadap cahaya dan jika perlu diberi petunjuk agar “disimpan di tempat dingin”. Untuk menjamin kemurnian mikrobiologis, tetes mata yang dikemas dalam wadah bertakaran ganda harus memberi petunjuk agar sediaan tersebut tidak digunakan lagi 30 hari setelah tutupnya dibuka (Voigt, 1995).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menentukan pengaruh frekuensi pengambilan terhadap sterilitas dari sediaan tetes mata dengan pengawet benzalkonium klorida dalam konsentrasi 0,01 % b/v setelah tutup kemasan terbuka sampai 30 hari.


(6)

1.2Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah sediaan tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v masih dalam keadaan steril setelah tutup dibuka dan pengaruh frekuensi pengambilan sampai 30 hari.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sterilitas dari sediaan tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v setelah tutup dibuka dan pemakaian berulang selama 30 hari.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan informasi mahasiswa lainnya tentang obat tetes mata dengan pengawet Benzalkonium Klorida 0,01% b/v dalam hal melanjutkan penelitian ini.