PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v PADA SEDIAAN DIFENHIDRAMIN HCl DOSIS GANDA

(1)

iv

SKRIPSI

ARIANTY PURNAMASARI

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP

EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v PADA

SEDIAAN DIFENHIDRAMIN HCl DOSIS GANDA

PRODI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(2)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Frekuensi Pengambilan Terhadap Efektivitas Benzalkonium Klorida 0,01% b/v Pada Sediaan Difenhidramin HCl Dosis Ganda dapat diselesaikan dengan baik, dalam rangka memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi.

Skripsi ini bertujuan untuk untuk menentukan sterilitas sediaan Difenhidramin HCl dengan pengawet benzalkonium klorida 0,01% b/v setelah lima kali pengambilan.

Dengan terselesaikan penelitian ini, perkenankan penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, Tri Lestari H., M.Kep. Sp. Mat atas kesempatan yang diberikan.

2. Ketua Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang, Dra. Uswatun Chasanah M.Kes.,Apt. atas kesempatan dan ilmu yang luar biasa sehingga dapat menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi. 3. Drs. Sugiyartono, MS., Apt, sebagai pembimbing I, yang dengan tulus

ikhlas dan penuh kesabaran membimbing serta memberikan dorongan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Arina Swastika Maulita, S.Farm.,Apt, sebagai pembimbing II, yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran membimbing serta memberikan dorongan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Drs.H.Achmad Inoni., Apt, sebagai penguji I, yang telah menguji dan memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Dian Ermawati S.Farm., Apt, sebagai penguji II, yang telah menguji dan memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 7. Petugas laboratorium steril mas Sigit yang senantiasa membantu

penyediaan alat-alat.

8. Papa dan Mama, serta saudara-saudaraku dan Khafidz Pratama yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, semangat dan dorongan yang luar biasa untuk menyelesaikan skripsi ini.


(3)

vi 9. Para dosen yang telah mendidik dan mengajarkan ilmunya sehingga

penulis bisa menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi.

10.Semua Tim Laboratorium Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah membantu menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi.

11.Seluruh civitas akademik non-edukatif Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang atas semua bantuan yang telah diberikan.

12.Aldi, Fela, Zahra, Ufy, dan Bagus atas kerja sama dan dukungannya dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi.

13.Teman-teman seperjuangan Farmasi 2008 khususnya: Reny, Nina, Ita, Feni, Rani dan Frida atas kekompakan, keceriaan dan dukungan yang diberikan sehingga skripsi ini terselesaikan.

14.Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Malang, Juli 2012


(4)

vii

RINGKASAN

Pengaruh Frekuensi Pengambilan Terhadap Efektivitas Benzalkonium Klorida 0,01% b/v Pada Sediaan Injeksi Difenhidramin HCl Dosis Ganda

Sediaan farmasi terutama sediaan injeksi dosis ganda berpeluang terkontaminasi mikroba, sehingga dapat membahayakan kesehatan,kerusakan produk, perubahan estetika, dan perubahan efikasi sediaan. Dengan dosis 1-2 ml secara parenteral memungkinkan penggunaan sediaan ini sebanyak 5-15 kali pemakaian, sehingga ada kemugkinan terkontaminasi dari pemakaian berulang. Untuk menjaga sterilitas sediaan dan meminimalkan kontaminasi mikroba maka dalam sediaan injeksi dosis ganda diperlukan adanya pengawet. Pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah benzalkonium klorida 0,01% b/v pada sediaan injeksi difenhidramin HCl. Benzalkonium klorida adalah senyawa ammonium kuartener yang aktif sebagai antimikroba dan aktif terhadap bakteri, jamur, ragi, tetapi relatif tidak melawan spora.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana benzalkonium klorida 0,01% b/v dapat mempertahankan sterilitas sediaan injeksi difenhidramin hidroklorida dosis ganda dari frekuensi pengambilan berulang selama 5 kali pengambilan. Metode yang digunakan adalah metode inokulasi langsung dengan mengacu pada prosedur uji sterilitas yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi IV. Pengujian sampel dilakukan secara aseptis di laminar air flow cabinet

selama 5 hari dan dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5 kali. Pengujian sampel dilakukan pada hari ke-1, 2, 3, 4, dan 5. Setiap kali pengambilan sampel diambil sebanyak 2 ml, dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan sampel diinkubasi selama 14 hari pada suhu 30-35°C untuk media pertumbuhan

tioglikolat dan untuk media pertumbuhan kassamino diinkubasi selama 7 hari pada suhu 20-25°C. Sampel yang digunakan dalam keadaan terbuka, diperlakukan sama kemudian disampling dan disimpan pada suhu terkendali.

Sampel yang di uji terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan pendahuluan untuk mengetahui kondisi fisik dan menjamin sediaan yang digunakan sebagai sampel masih dalam keadaan baik. Sebelum dilakukan uji sterilitas sampel diencerkan dengan aqua pro injeksi untuk menghilangkan pengaruh antibakteri dan antifungi yang ada dalam sediaan injeksi Difenhidramin HCl dosis ganda sehingga tidak memepengaruhi hasil. Pengenceran dilakukan dengan pengenceran 1: 1 untuk media tioglikolat dan 1: 5 untuk media kassamino. Untuk menghindari adanya positif palsu dilakukan kontrol lingkungan Laminar Air Flow setiap hari selama 5 hari dan setiap pengujian sterilitas menggunkan nutrient broth agar

kemudian di inkubasi selama 3 hari pada suhu 30-35°C. Kontrol pembanding digunakan media tioglikolat dan media kassamino. Untuk kontrol positif ditambahkan bakteri Bacillus subtillis pada media tioglikolat kemudian diinkubasi selama 14 hari pada suhu 30-35°C dan jamur Candida albicans ditambahkan pada media kassamino dan diinkubasi pada suhu 20-25°C selama 7 hari. Sedangkan untuk kontrol negatif tidak ada penambahan mikroorganisme. Pada hari ke-6 dilakukan uji sterilitas sampel dan uji sterilitas blanko yang bertujuan sebagai indikator pembanding terhadap sterilitas dari sampel yang digunakan.


(5)

viii Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pengawet benzalkonium klorida 0,01% b/v efektif dalam mempertahankan sterilitas sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda dari frekuensi pengambilan berulang sebanyak 5 kali pengambilan.


(6)

ix ABSTRACT

THE INFLUENCE OF REMOVAL FREQUENCY TOWARD THE EFFECTIVENESS OF BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% w/v ON THE

SUPPLY OF DIFENHIDRAMIN HCl WITH MULTIPLE DOSE The conducted study is of the influence of removal frequency toward the effectiveness of benzalkonium klorida 0,01 % w/v on the supply of difenhidraminhidroklorida injection with multiple dosage. The testing is conducted by using direct inoculation method; it is removing supply by using spuit injection aseptically that then is inserted in the media of tioglikolat and kasamino. Sample is collected 5 times in 5 days; before inserted in media, sample is diluted by using WFI, for media tioglikolat, sample is diluted by comparison of 1:1, while for kasamino, sample is diluted by comparison of 1:5, that then it is incubated, the media of tioglikolat is incubated in the temperature of 30ᴼC - 35ᴼC during 14 days, while media of kasamino is incubated in the temperature of 20ᴼC - 25ᴼC for 14 days. The result interpretation in this study can be seen from the positive control that shows the existence of microbe growth. Besides, negative control shows the sterile of supply. Microbe used in this study is Bacillus subtilis

for tioglikolat media and Candida albicans is for kasamino. Data obtained by this study shows that the preservative substance of benzalkoniumklorida by concentration 0,01 % b/v effective has antibacterial power or able to defend supply in sterile condition during repetition removal, it is 5 times.


(7)

x ABSTRAK

PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA 0,01% b/v PADA SEDIAAN

DIFENHIDRAMIN HCl DOSIS GANDA

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh frekuensi pengambilan terhadap efektivitas benzalkonium klorida 0,01 % b/v pada sediaan injeksi difenhidramin hidroklorida dosis ganda. Pengujian dilakukan dengan metode inokulasi langsung yaitu mengambil sediaan menggunakan spuit injeksi secara aseptis yang kemudian dimasukkan kedalam media tioglikolat dan kasamino. Sampel diambil sebanyak 5 kali dalam jangka waktu 5 hari, sebelum dimasukkan kedalam media sampel diencerkan terlebih dahulu menggunakan WFI, untuk media tioglikolat sampel diencerkan dengan perbandingan 1:1 sedangkan untuk kasamino sampel diencerkan dengan perbandingan 1:5, yang kemudian diinkubasi, media tioglikolat diinkubasi pada suhu 30- 35ᴼC selama 14 hari, sedangkan untuk media kasamino diinkubasi pada suhu 20- 25ᴼC selama 14 hari. Penafsiran hasil dalam penelitian ini dapat dilihat dari kontrol positif yang menunjukan adanya pertumbuhan mikroba, sedangkan kontrol negatif menunjukan sterilnya sediaan, mikroba yang di pakai dalam penelitian ini adalah

bacillus subtilis untuk media tioglikolat sedangkan candida albicans untuk media kasamino. Data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukan bahwa pengawet benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 % b/v efektif mempunyai daya antibakteri atau mampu mempertahankan sediaan tetap steril selama pengambilan berulang sebanyak 5 kali pengambilan.

Kata kunci: benzalkonium klorida 0,01%, difenhidramin hiroklorida, multiple dose


(8)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tinjauan Pengawet ... 4

2.1.1 Pengertian Pengawet ... 4

2.1.2 Mekanisme Pengawet ... 5

2.1.3 Pengaruh Kemasan Terhadap Sediaan yang- Mengandung Pengawet ... 6

2.1.4 Tinjauan Benzalkonium Klorida ... 7

2.2 Tinjauan Sediaan Injeksi Difenhidramin Hidroklorida ... 9

2.2.1 Tinjauan Sediaan Injeksi ... 9

2.2.2 Tinjauan Difenhidramin Hidroklorida ... 10

2.3 Tinjauan Wadah dan Penutup Sediaan Injeksi Dosis Ganda ... 12

2.3.1 Persyaratan Penggunaan Vial ... 13

2.4 Tinjauan Sterilitas ... 14

2.4.1 Sterilisasi ... 14


(9)

xii

2.4.3 Sterilisasi Autoklaf ... 14

2.4.4 Sterilisasi Panas Kering (Oven) ... 16

2.5 Teknik Aseptik ... 16

2.5.1 Ruang Kerja Aseptik ... 17

2.6 Sumber-Sumber Kontaminasi ... 18

2.6.1 Bahan Baku ... 18

2.6.2 Peralatan ... 19

2.6.3 Air ... 19

2.6.4 Wadah ... 19

2.6.5 Personil ... 20

2.6.6 Udara Dalam Ruang Kerja ... 20

2.7 Tinjauan Uji Sterilitas ... 20

2.7.1 Media Untuk Uji Sterilitas ... 21

2.7.2 Pengambilan Sampel Untuk Uji Sterilitas ... 23

2.7.3 Prosedur Umum ... 23

2.8 Metode Uji Sterilitas ... 25

2.8.1 Prosedur Uji Inokulasi Langsung ... 25

2.8.2 Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran ... 26

2.9 Mikroorganisme Percobaan ... 27

2.10 Kontrol dalam Uji Sterilitas ... 28

2.10.1 Uji Fertilisasi Media (Kontrol Positif) ... 28

2.10.2 Uji Sterilitas Media ... 29

2.10.3 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas ... 29

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 31

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 31

3.2 Bagan Kerangka Konseptual ... 32

BAB IV METODE PENELITIAN ... 33

4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Alat dan Bahan ... 33

4.2.1 Alat ... 33

4.2.2 Bahan ... 33


(10)

xiii

4.3.1 Pembuatan Sediaan ... 34

4.3.2 Sterilisasi Alat ... 35

4.3.3 Penyiapan “Laminar Air Flow Cabinet” dan Memasukkan Semua Alat Bahan ... 35

4.3.4 Kontrol Lingkungan LAFC ... 35

4.3.5 Kontrol Lingkungan Suhu dan Kelembaban di luar “Laminar Air Flow Cabinet” (Lingkungan Penyimpanan Sampel) . . 36

4.3.6 Pemeriksaan Pendahuluan ... 36

4.3.7 Uji Fertilitas Media ... 36

4.3.8 Uji Sterilitas Media ... 37

4.3.9 Pengujian Sampel ... 37

4.4 Bagan Kerangka Oprasional ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN ... 40

5.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Sebelum Pengujian Sterilitas ... 40

5.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Saat Pengujian Sterilitas ... 40

5.3 Hasil Uji Kontrol Lingkungan di Luar LAFC ... 41

5.4 Hasil Kontrol Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penyimpanan Sediaan ... 41

5.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (Pemeriksaan- Fisik Sediaan) ... 41

5.6 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) ... 42

5.7 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) ... 43

5.8 Hasil Uji Sterilitas Sampel ... 45

BAB VI PEMBAHASAN ... 48

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

7.1 Kesimpulan ... 53

7.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(11)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Anti Mikroba yang Lazim Digunakan ... 5

II.2 Minimum Inhibitory Concentration (MIC’S) of Benzalkonium Chloride 9

II.3 Klasifikasi Ruang Bersih ... 16

II.4 Perlengkapan dan Kandungan Kuman dari Manusia ... 17

II.5 Volume Pengambilan Sampel ... 23

II.6 Jumlah Volume dan Media untuk Bahan Cair ... 24

II.7 Jumlah Volume dan Media untuk Bahan Cair ... 25

II.8 Jumlah Minimum Bahan yang Diuji Sesuai dengan Jumlah Bahan dalam Bets ... 25

IV.1 Volume Pengambilan Sampel ... 36

V.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Sebelum Pengujian Sterilitas ... 40

V.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Saat Pengujian Sterilitas ... 40

V.3 Hasil Kontrol Lingkungan di Luar LAFC ... 41

V.4 Hasil Kontrol Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penyimpanan ... 41

V.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (Pemeriksaan Fisik Sediaan)... 41

V.6 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) Hari ke-1 ... 42

V.7 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) Hari ke-2 ... 42

V.8 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) Hari ke-3 ... 42

V.9 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) Hari ke-4 ... 43

V.10 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) Hari ke-5 ... 43

V.11 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) Hari ke-1... 43

V.12 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) Hari ke-2... 44

V.13 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) Hari ke-3... 44

V.14 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) Hari ke-4... 44

V.15 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) Hari ke-5... 45

V.16 Hasil Uji Sterilitas Sampel Ke-1 ... 45

V.17 Hasil Uji Sterilitas Sampel Ke-2 ... 46


(12)

xv V.19 Hasil Uji Sterilitas Sampel Ke-4 ... 47 V.20 Hasil Uji Sterilitas Sampel Ke-5 ... 47


(13)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1 Rumus Bangun Benzalkonium Klorida ... 7

2.2 Struktur Difenhidramin Hidroklorida ... 11

3.1 Bagan Kerangka Konseptual… ... 33


(14)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ... 56

2. Surat Pernyataan ... 57

3. Hasil Pemeriksaan Benzalkonium Klorida 80% ... 58

4. Certificate of Quality and Analysis ... 59

5. Laporan Hasil Uji Isolat Bakteri/Padatan ... 60

6. Laporan Hasil Uji Isolat Yeast/Padatan ... 61

7. Hasil Pengamatan Uji Sterilitas Sampel ... 62

8. Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) ... 74

9. Hasil Kontrol Lingkungan di Luar LAFC ... 80

10. Hasil Pengamatan ... 82


(15)

xviii DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri Farmasi Industri 4, Bandung: ITB, hal 1- 5, 8-16, 19-21, 55-62, 95-99, 105, 143-259, 223-234, 241-243.

Anonim, 2007. Diphenhydramine.

http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines/diphenhydramine .htm. Diakses 25 maret 2010.

Ansel, H.C., 2005. Pengantar Sediaan Farmasi (Penerjemah Farida Ibrahim). Edisi keempat, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hal176- 177. 399- 400, 411- 417, 423, 433- 434.

Cooper and Gunn’s, 1972. Dispensing For Pharmaceutial Student. Twelfth Edition. Ptman Medical, pp: 300 – 549.

Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in

Pharmaceutical and Medical Devices. 2nd Edition. New york : CRC Press,

hal: 92-94.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta, hal 889- 890.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta, hal 9- 10, 862-885, 891.

Dolan, S.A. et al., 2010. AJIC Special Article APIC Position Paper: Safe

Injection, Infution, and Vial Practices in Health Care. Washington DC,

pp: 168- 170.

E. Clyde Buchanan & Philip J. Schneider, 2009. Peracikan Sediaan Steril. Edisi 2, Jakarta: EGC, hal 17

Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal 102- 140.

Jawetz., E., Melnick J.L, Adelberg E.A., 1992. Mikrobiologi untuk profesi

kesehatan (alih bahasa: Gerard Bonang). Edisi ke- 16, Jakarta: EGC, hal

263- 264, 382- 385.

Lukas, S., 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit C.V Andi Offset, hal 6, 25, 31.

Lachman, H.A., Leon, I., 1993. Pharmaceutical Dosage Form. 2nd Edition. New York: Marcel Dekker, INC, pp: 24.


(16)

xix McEvoy, Gerald K., 2011. AHFS Drug Information Essentials. American

Society of Health-System Pharmacists® Bethesda, Maryland.

Remington, J.A., 1995. The Sience and Pharmacy. Easton, Pennsylvania : Mack Publishing Company, hal 1482.

Rowe, C.R., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5nd Edition. London: Pharmaceutical Press, pp: 61-63.

Sugioyono, 2008. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:ALFABeta, hal 72.

Sweetman, S.C., 2009. Martindale. 36nd Edition. London: Pharmaceutical Press, pp: 557.

Voight, R., 1995. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 755. 761, 970- 977.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sediaan injeksi didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan (Ansel, 2005).

Pembuatan sediaan yang digunakan untuk injeksi, harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secar fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak (Depkes RI, 1995).

Berdasarkan wadah sediaan injeksi terdiri dari: (1.) Dosis tunggal (single dose) adalah suatu wadah kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril dengan tujuan pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril; (2.) Dosis ganda (multiple doses) adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal (Lukas, 2006).

Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga sterilitas sediaan dengan wadah dosis ganda antara lain dengan penambahan antimikroba, digunakan alat suntik yang steril dan volume wadah dosis berganda tidak boleh lebih dari 30 ml (Ansel, 2005).

Zat pengawet antimikroba dapat ditambahkan hingga mencapai suatu konsentrasi yang dianggap bakteriostatik atau fungistatik. Namun, beberapa zat pengawet memiliki toksisitas bawaan pada konsentrasi ini (misalnya, fenilmerkuri nitrat 0,01%, benzalkonium klorida 0,01%, dan fenol 0,5%). Suatu zat antimikroba bisa jadi efektif dalam satu formula


(18)

2

bahan, tetapi tidak efektif dalam formula lain. Sebagai contoh, komponen-komponen molekul besar, seperti polisorbat 80, polivinilpirolidon, dan polietilen glikol, membentuk kompleks yang menonaktifkan paraben. Untuk memilih sebuah zat pengawet, informasi harus dicari dari acuan yang sesuai dan keefektifan zat pengawet harus diverifikasi (Buchanan, et al, 2010).

Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi teknik aseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru untuk setiap penggunaanya, melepas semua alat akses vial, menyimpan vial ditempat yang bersih dan terlindungi menurut petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin), dan memastikan vial yang kesterilannya terganggu untuk segera dibuang (Dolan, et al, 2010).

Salah satu contoh sediaan injeksi dosis ganda yang banyak beredar di pasaran ialah Difenhidramin HCl, merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi Difenhidramin HCl termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim Difenhidramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal. Difenhidramin HCl merupakan sediaan antihistamin yang dipasaran terdiri dari ampul 1-2 ml dan vial 10-15 ml. Sediaan vial merupakan sediaan dosis ganda yang dapat diambil beberapa kali, Dengan dosis 1-2 ml secara parenteral memungkinkan penggunaan sediaan ini sebanyak 5-15 kali pemakaian, sehingga ada kemugkinan terkontaminasi dari pemakaian berulang (Anonim, 2007).

Dilingkungan (kedokteran) klinik, tidak/belum ada kesepakatan setelah beberapa kali atau beberapa lama vial multiple dosis tetap steril sesudah pengambilan dosis pertama obat parenteral. Sejumlah faktor yang menimbulkan ketidak sepakatan, antara lain, teknik yang digunakan, kondisi lingkungan penyimpanan, obat itu sendiri, pengawet yang digunakan dalam vial, dan jumlah tusukan (masukan ke dalam


(19)

3

kontener/vial). Panduan dan kajian pustaka menyarankan rentang antara 7 hari sampai 3 bulan. Dengan penytimpanan, penanganan, dan pelabelan yang benar tampaknya batas selama 30 hari dianggap cukup (Agoes, 2009).

Menurut USP vial dosis ganda untuk injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali label produk menyatakan sebaliknya. Penggunaan injeksi dosis ganda harus memperhatikan hal seperti teknik aseptik, menggunkan jarum baru untuk setiap penggunaanya dan membuang sediaan apabila kesterilannya terganggu (Dolan, et al, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penilitian untuk menguji apakah benzalkonium klorida 0,01 % b/v sebagai pengawet efektif melindungi sediaan difehidramin HCl dosis ganda dari frekuensi pengambilan secara berulang dengan menggunakan metode inokulasi langsung.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh frekuensi pengambilan terhadap efektivitas Benzalkonium klorida 0,01% b/v sebagai pengawet pada sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sterilitas sediaan difenhidramin HCl dengan pengawet benzalkonium klorida 0,01% b/v setelah lima kali pengambilan.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat dilakukan pengembangan sediaan difenhidramin HCl dosis ganda dengan pengawet benzalkonium klorida selain itu didapatkan suatu informasi tentang penggunaan sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda serta dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pengguna sediaan injeksi untuk memperhatikan sterilitas dari sediaan yang akan diberikan secara parenteral.


(1)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ... 56

2. Surat Pernyataan ... 57

3. Hasil Pemeriksaan Benzalkonium Klorida 80% ... 58

4. Certificate of Quality and Analysis ... 59

5. Laporan Hasil Uji Isolat Bakteri/Padatan ... 60

6. Laporan Hasil Uji Isolat Yeast/Padatan ... 61

7. Hasil Pengamatan Uji Sterilitas Sampel ... 62

8. Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) ... 74

9. Hasil Kontrol Lingkungan di Luar LAFC ... 80

10. Hasil Pengamatan ... 82


(2)

xviii DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri Farmasi Industri 4, Bandung: ITB, hal 1- 5, 8-16, 19-21, 55-62, 95-99, 105, 143-259, 223-234, 241-243.

Anonim, 2007. Diphenhydramine.

http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines/diphenhydramine .htm. Diakses 25 maret 2010.

Ansel, H.C., 2005. Pengantar Sediaan Farmasi (Penerjemah Farida Ibrahim). Edisi keempat, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hal176- 177. 399- 400, 411- 417, 423, 433- 434.

Cooper and Gunn’s, 1972. Dispensing For Pharmaceutial Student. Twelfth Edition. Ptman Medical, pp: 300 – 549.

Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in Pharmaceutical and Medical Devices. 2nd Edition. New york : CRC Press, hal: 92-94.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta, hal 889- 890.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta, hal 9- 10, 862-885, 891.

Dolan, S.A. et al., 2010. AJIC Special Article APIC Position Paper: Safe Injection, Infution, and Vial Practices in Health Care. Washington DC, pp: 168- 170.

E. Clyde Buchanan & Philip J. Schneider, 2009. Peracikan Sediaan Steril. Edisi 2, Jakarta: EGC, hal 17

Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal 102- 140.

Jawetz., E., Melnick J.L, Adelberg E.A., 1992. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan (alih bahasa: Gerard Bonang). Edisi ke- 16, Jakarta: EGC, hal 263- 264, 382- 385.

Lukas, S., 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit C.V Andi Offset, hal 6, 25, 31.

Lachman, H.A., Leon, I., 1993. Pharmaceutical Dosage Form. 2nd Edition. New York: Marcel Dekker, INC, pp: 24.


(3)

xix McEvoy, Gerald K., 2011. AHFS Drug Information Essentials. American

Society of Health-System Pharmacists® Bethesda, Maryland.

Remington, J.A., 1995. The Sience and Pharmacy. Easton, Pennsylvania : Mack Publishing Company, hal 1482.

Rowe, C.R., 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5nd Edition. London: Pharmaceutical Press, pp: 61-63.

Sugioyono, 2008. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:ALFABeta, hal 72.

Sweetman, S.C., 2009. Martindale. 36nd Edition. London: Pharmaceutical Press, pp: 557.

Voight, R., 1995. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 755. 761, 970- 977.


(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sediaan injeksi didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan (Ansel, 2005).

Pembuatan sediaan yang digunakan untuk injeksi, harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secar fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak (Depkes RI, 1995).

Berdasarkan wadah sediaan injeksi terdiri dari: (1.) Dosis tunggal

(single dose) adalah suatu wadah kedap udara yang mempertahankan

jumlah obat steril dengan tujuan pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril; (2.) Dosis ganda (multiple doses) adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal (Lukas, 2006).

Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga sterilitas sediaan dengan wadah dosis ganda antara lain dengan penambahan antimikroba, digunakan alat suntik yang steril dan volume wadah dosis berganda tidak boleh lebih dari 30 ml (Ansel, 2005).

Zat pengawet antimikroba dapat ditambahkan hingga mencapai suatu konsentrasi yang dianggap bakteriostatik atau fungistatik. Namun, beberapa zat pengawet memiliki toksisitas bawaan pada konsentrasi ini (misalnya, fenilmerkuri nitrat 0,01%, benzalkonium klorida 0,01%, dan fenol 0,5%). Suatu zat antimikroba bisa jadi efektif dalam satu formula


(5)

2

bahan, tetapi tidak efektif dalam formula lain. Sebagai contoh, komponen-komponen molekul besar, seperti polisorbat 80, polivinilpirolidon, dan polietilen glikol, membentuk kompleks yang menonaktifkan paraben. Untuk memilih sebuah zat pengawet, informasi harus dicari dari acuan yang sesuai dan keefektifan zat pengawet harus diverifikasi (Buchanan, et al, 2010).

Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi teknik aseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru untuk setiap penggunaanya, melepas semua alat akses vial, menyimpan vial ditempat yang bersih dan terlindungi menurut petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin), dan memastikan vial yang kesterilannya terganggu untuk segera dibuang (Dolan, et al, 2010).

Salah satu contoh sediaan injeksi dosis ganda yang banyak beredar di pasaran ialah Difenhidramin HCl, merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi Difenhidramin HCl termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim Difenhidramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal. Difenhidramin HCl merupakan sediaan antihistamin yang dipasaran terdiri dari ampul 1-2 ml dan vial 10-15 ml. Sediaan vial merupakan sediaan dosis ganda yang dapat diambil beberapa kali, Dengan dosis 1-2 ml secara parenteral memungkinkan penggunaan sediaan ini sebanyak 5-15 kali pemakaian, sehingga ada kemugkinan terkontaminasi dari pemakaian berulang (Anonim, 2007).

Dilingkungan (kedokteran) klinik, tidak/belum ada kesepakatan setelah beberapa kali atau beberapa lama vial multiple dosis tetap steril sesudah pengambilan dosis pertama obat parenteral. Sejumlah faktor yang menimbulkan ketidak sepakatan, antara lain, teknik yang digunakan, kondisi lingkungan penyimpanan, obat itu sendiri, pengawet yang digunakan dalam vial, dan jumlah tusukan (masukan ke dalam


(6)

3

kontener/vial). Panduan dan kajian pustaka menyarankan rentang antara 7 hari sampai 3 bulan. Dengan penytimpanan, penanganan, dan pelabelan yang benar tampaknya batas selama 30 hari dianggap cukup (Agoes, 2009).

Menurut USP vial dosis ganda untuk injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali label produk menyatakan sebaliknya. Penggunaan injeksi dosis ganda harus memperhatikan hal seperti teknik aseptik, menggunkan jarum baru untuk setiap penggunaanya dan membuang sediaan apabila kesterilannya terganggu (Dolan, et al, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penilitian untuk menguji apakah benzalkonium klorida 0,01 % b/v sebagai pengawet efektif melindungi sediaan difehidramin HCl dosis ganda dari frekuensi pengambilan secara berulang dengan menggunakan metode inokulasi langsung.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh frekuensi pengambilan terhadap efektivitas Benzalkonium klorida 0,01% b/v sebagai pengawet pada sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sterilitas sediaan difenhidramin HCl dengan pengawet benzalkonium klorida 0,01% b/v setelah lima kali pengambilan.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat dilakukan pengembangan sediaan difenhidramin HCl dosis ganda dengan pengawet benzalkonium klorida selain itu didapatkan suatu informasi tentang penggunaan sediaan injeksi difenhidramin HCl dosis ganda serta dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pengguna sediaan injeksi untuk memperhatikan sterilitas dari sediaan yang akan diberikan secara parenteral.