5
Dengan mengacu pada definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam judul tersebut adalah suatu proses mengubah kegunaan
tanah yang digunakan untuk kegiatan pertanian seperti persawahan, perkebunan, tegalan menjadi tanah yang kegunaannya selain untuk kegiatan pertanian seperti
pendidikan, perindustrian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, kependudukan dalam wilayah sistem wewenang dan kekuasaan yang dijalankan di Kota Salatiga.
1.2 Latar Belakang Masalah
Ketersediaan tanah merupakan faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi. Pertambahan
penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya tidak bertambah. Oleh karena itu permasalahan
penggunaan dan penguasaan tanah akan senantiasa menjadi persoalan untuk diselesaikan agar dapat dicapai struktur penggunaan tanah yang baik dan penguasaan
tanah yang adil sehingga kemakmuran seluruh rakyat dapat terwujud. Pembangunan tidak akan terselenggara tanpa tersedianya tanah. Tanah
diperlukan sebagai sumber daya sekaligus sebagai tempat menyelenggarakan pembangunan. Sebaliknya tanah tidak akan memberikan kemakmuran tanpa
pembangunan, karena yang memberikan kemakmuran adalah kegiatan manusia di atas tanah melalui pembangunan. Oleh karena itu penataan pertanahan tidak dapat
dipisahkan dari penyelenggaraan pembangunan nasional.
6
Tanah sebagai bagian permukaan bumi, mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai tempat atau ruang untuk kehidupan dengan
segala kegiatannya, sebagai sumber kehidupan, bahkan sebagai suatu bangsa, tanah merupakan unsur wilayah dalam kedaulatan negara.
Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai
kesejahteraan hidup bangsa sehingga perlu campur tangan negara untuk mengaturnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33
ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Negara sebagai organisasi kekuasan rakyat pada tingkatan yang tertinggi,
menguasai tanah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melaui:
3
1. pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah, 2. mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah, dan
3. perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi kepentingan umum.
Negara berwenang untuk mengatur tentang peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.
3
Luthfi Ibrahim Nasoetion, Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya, Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, 2003, hal. 42
7
Dengan demikian tujuan itu terlihat jelas bahwa tanah yang dimaksud adalah untuk kepentingan umum dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama.
Selain itu bahwa setiap hak atas tanah harus memiliki fungsi sosial dengan pengertian tanah tersebut wajib digunakan, dan penggunaannya tidak boleh merugikan
kepentingan orang lain. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, pada Pasal 2 ayat 1 ditegaskan lagi bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa hak menguasai dari negara
memberikan wewenang untuk: 1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Dengan mengacu pada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 2 UUPA tentang penguasaan oleh Negara, maka dalam hal ini Pemerintah perlu membuat
rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti yang disebutkan dalam Pasal 14
UUPA untuk keperluan: 1. negara;
8
2. peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
3. pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
4. memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
5. memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam
perekonomian dan kelangsungan hidup, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan. Pelaksanaan alih fungsi tanah dilakukan dengan memperhatikan peran tanah
untuk kepentingan umum dalam kehidupan manusia. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan
pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian tanah pertanian merupakan salah satu
kebijakan nasional yang cukup tepat untuk tetap memelihara sektor pertanian dalam kapasitas penyediaan pangan dalam kaitannya untuk mencegah menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi tanah pertanian.
4
Pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap. Pertumbuhan
perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri, pemukiman dan yang lainnya. Perkembangan yang sedemikian pesat
menuntut permintaan terhadap tanah untuk penggunaan pembangunan tersebut terus
4
Direktorat Pangan dan Pertanian, Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalBappenas, 2006, hal. 1
9
meningkat. Akibatnya banyak tanah pertanian yang mengalami perubahan penggunaan menjadi non pertanian.
Di Kota Salatiga sepanjang tahun 2011 mengalami kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang tersebar di empat Kecamatan sebagaimana
tersebut dalam tabel berikut.
Tabel 1 Alih Fungsi Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kota Salatiga Tahun 2011
Kecamatan Status
Jumlah Bidang Luas m²
Argomulyo Tegal
Sawah 10
1 19.844
400 Sidomukti
Tegal Sawah
12 1
17.740 365
Sidorejo Tegal
Sawah 7
15 18.592
16.300 Tingkir
Tegal Sawah
6 10
13.347 11.756
Jumlah 62
98.344 Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 10 Mei 2012
Dari tabel tersebut di atas nampak bahwa pada tahun 2011 di Kota Salatiga terdapat 62 bidang tanah yang dialih fungsikan dari pertanian menjadi non pertanian
dengan luas 98.344 m². Terdiri dari 35 bidang berstatus tegal dengan luas keseluruhan 69.523 m² dan 27 bidang berstatus sawah dengan luas keseluruhan 28.821 m².
Sepanjang tahun 2011 Kota Salatiga terjadi kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang berdasarkan pada peraturan tentang rencana
10
tata ruang yang berbeda, mengingat Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 baru
diundangkan pada 8 Agustus 2011. Sehingga demikian di Salatiga telah terjadi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian sebelum dan sesudah
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 tersebut diundangkan.
Contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sebelum Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di Kembangarum dengan
bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 353 berstatus tegal dengan luas 514 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 1209 berstatus
tegal seluas 423 m². Sedangkan contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sesudah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di lingkungan
Warak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 3300 berstatus tegal dengan luas 104 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM.
No. 5053 berstatus tegal seluas 883 m².
5
5
Taufik, Wawancara, Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu Seksi Pengaturan Penataan Pertanahan, Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Oktober 2011
11
Oleh karena itu dalam hal ini penulis ingin mengetahui pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Salatiga sepanjang tahun 2011 tersebut.
1.3 Rumusan Masalah