Pengaruh Pemberian Pupuk, Fungisida Dan Jarak Tanam Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH:
E.R. MARTO NABABAN 030302011
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Dr.Ir. Hasanuddin, MS.) ( Ir. Zulnayati ) Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN
SKRIPSI
OLEH:
E.R. MARTO NABABAN 030302011
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRACT
E.R. Marto Nababan, " EFFECT OF FERTILIZER APPLYING,
FUNGICIDE AND PLANT SPACING CONCERNING DISEASE ANTHRACNOSE ( Colletotrichum capsici) AT CHILLI CROP ( Capsicum annuum L.) IN FIELD" under supervision of Dr.Ir.Hasanuddin,MS as chief and Ir. Zulnayati as member.
This research executed in Situnggaling Village, Merek District, Regency of Karo with height of place of 1350 surface of the sea. This research has done in September 2007 until March 2008.
This research aim to know chemical fertilizer effect, chemical fungicide
and also plant spacing concerning disease attack intensity Anthracnose ( C.capsici) at chilli crop ( Capsicum annuum.L) in field.
Research method which applied is completely randomized block design Factorial consisting of 3 factor, every factor consisting of 3 treatment and 3 replication. Factor I ( Fertilizer): P0 ( without fertilizer), P1 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl), P2 (200 kg/Ha Urea + 250 kg/Ha TSP + 250 kg/Ha). Factor II ( Fungicide): F0 ( Without Fungicide), F1 ( Systematically Fungicides), F3 (Contact Fungicides). Factor III ( plant spacing): J1 ( 45x45cm), J2 ( 40x50 cm), J3 ( 30x60 cm). observable parameter is presentase disease attacked C.capsici at chilli fruit crop ( C.annum.L) and chilli crop production.
The result of this research indicate that treatment of applying of fertilizer, fungicide, plant spacing differ in reality to presentese chilli production and attack. Where peresentase highest attack at treatment of P0F0J3 ( 45,145%) and low at treatment of P1F2J2 ( 0,325%) at observation of 125 HST. Highest production there are at treatment of P1F1J2 ( 7,792Ton/ha) and low at treatment of P0F0J3 ( 0,25 Ton/ha) at cropping V.
(4)
ABSTRAK
E.R. Marto Nababan, “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hasanuddin,MS selaku ketua dan Ir. Zulnayati selaku anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat 1350 dpl. Dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai Maret 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kimia, fungisida kimia serta jarak tanam terhadap intensitas serangan penyakit Antraknosa (C.capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annuum.L) di lapangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 3 faktor setiap faktor terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor I (Pupuk): P0 (tanpa pupuk, P1 (45 /3m2 Urea+60 g/3m2 TSP+60 g/3m2 KCL), P2 (60 g/3m2 Urea+75 g/3m2
TSP+75 g/3m2 KCL). Faktor II (Fungisida): F0 (Tanpa Fungisida), F1 (Fungisida Sistemik), F3 (Fungisida Kontak). Faktor III ( jarak tanam):
J1 (45x45cm), J2 (40x50 cm), J3 (30x60 cm). parameter yang diamati adalah presentase serangan penyakit C.capsici pada buah tanaman cabai (C.annum.L) dan produksi tanaman cabai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Pupuk, Fungisida, Jarak tanam berbeda nyata terhadap presentese serangan dan produksi cabai. Dimana peresentase serangan tertinggi pada perlakuan P0F0J3 (45,145%) dan terendah pada perlakuan P1F2J2 (0,325%) pada pengamatan 125 HST. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (7,792Ton/ha) dan terendah pada perlakuan P0F0J3 ( 0,25 Ton/ha) pada pemanenan V.
(5)
ABSTRAK
E.R. Marto Nababan, “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hasanuddin,MS selaku ketua dan Ir. Zulnayati selaku anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat 1350 dpl. Dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai Maret 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kimia, fungisida kimia serta jarak tanam terhadap intensitas serangan penyakit Antraknosa (C.capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annuum.L) di lapangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 3 faktor setiap faktor terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor I (Pupuk): P0 (tanpa pupuk, P1 (45 /3m2 Urea+60 g/3m2 TSP+60 g/3m2 KCL), P2 (60 g/3m2 Urea+75 g/3m2
TSP+75 g/3m2 KCL). Faktor II (Fungisida): F0 (Tanpa Fungisida), F1 (Fungisida Sistemik), F3 (Fungisida Kontak). Faktor III ( jarak tanam):
J1 (45x45cm), J2 (40x50 cm), J3 (30x60 cm). parameter yang diamati adalah presentase serangan penyakit C.capsici pada buah tanaman cabai (C.annum.L) dan produksi tanaman cabai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Pupuk, Fungisida, Jarak tanam berbeda nyata terhadap presentese serangan dan produksi cabai. Dimana peresentase serangan tertinggi pada perlakuan P0F0J3 (45,145%) dan terendah pada perlakuan P1F2J2 (0,325%) pada pengamatan 125 HST. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (7,792Ton/ha) dan terendah pada perlakuan P0F0J3 ( 0,25 Ton/ha) pada pemanenan V.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI
(Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN”, yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS. dan Ibu Ir. Zulnayati., selaku dosen pembimbing penulis, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, untuk kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, April 2008 Penulis
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nagasaribu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbahas pada tanggal 29 April 1985, anak dari ayah H. Nababan dan ibu T. Samorir (+), putera pertama dari 6 bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis,
- Tahun 1991 SDN 177062 Nababan Dolok Tamat Tahun 1997 - Tahun 1996 SMP Swasta St. Yosef L. Nihuta Tamat Tahun 2000 - Tahun 1999 SMU Negeri 1 L.Nihuta Tamat Tahun 2003 - Tahun 2003 masuk Jurusan HPT, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara melalui jalur PMP
- Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni-Juli 2007 di PT. Kerasaan Estate ( SIPEF GROUP) Kab. Simalungun Selama perkuliaan aktivitas lain yang pernah digeluti adalah;
- Ketua IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa/I Perlindungan Tanaman) periode 2005-2006.
- Delegasi pada Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional HMPTI di UGM Yogyakarta pada bulan Maret 2006.
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
RIWAYAT HIDUP ...iv
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...vii
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang ...1
Tujuan Penelitian ...5
Hipotesa Penelitian...5
Kegunaan Penelitian ...5
TINJAUAN PUSTAKA ...6
Biologi Penyebab Penyakit ...6
Gejala Serangan ...8
Daur Hidup Penyakit ...9
Faktor yang Mempengaruhi Penyakit ...10
Pengaruh Pemberian Pupuk ...10
Pengaruh Pemberian Pestisida ...11
BAHAN DAN METODE ...15
Tempat dan Waktu Percobaan ...15
Bahan dan Alat ...15
Metode Penelitian ...15
Pelaksanaan Penelitian ...18
Penyemaian Benih ...18
Pengolahan Tanah ...19
Pengaturan Jarak Tanam ...19
Penanaman ...19
Pemupukan ...20
Pemeliharaan ...20
Pengaplikasian Fungisida Kimiawi ...21
Pemanenan ...21
Parameter Pengamatan ...21
(9)
HASIL DAN PEMBAHASAN ...23
Hasil ...23
Intensitas serangan C.capsici (%) ...23
Produksi (Ton/Ha) ...24
Pembahasan ...26
Intensitas serangan C.capsici (%) ...26
Produksi (Ton/Ha) ...39
KESIMPULAN DAN SARAN ...42
Kesimpulan ...42
Saran ...43
DAFTAR PUSTAKA ...44 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Rataan Presentase Serangan C. capsici (%) ...23
2. Rataan Produksi tanaman cabai (Ton/Ha) ...25
3. Rataan Pengaruh Interaksi Pupuk Dan Fungisida ...28
4. Rataan Pengaruh Interaksi Jarak tanam Dan Fungisida ...29
5. Rataan Pengaruh Interaksi Pupuk Dan Jarak tanam ...31
6. Rataan Pengaruh Pupuk terhadap C. capsici (%) ...33
7. Rataan Pengaruh Fungisida terhadap C. capsici (%) ...35
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1. Colletotricum capsici ... 7
2. Siklus Hidup Jamur Colletotricum capsici ... 7
3. Histogram Rataan Presentase Serangan C. capsici (%) ... 27
4. Histogram Rataan Pengaruh Interaksi Pupuk Dan Fungisida ... 29
5. Histogram Rataan Pengaruh Interaksi Jarak tanam Dan Fungisida . 30 6. Histogram Rataan Pengaruh Interaksi Pupuk Dan Jarak tanam ... 32
7. Histogram Rataan Pengaruh Pupuk terhadap C. capsici (%) ... 34
8. Histogram Rataan Pengaruh Fungisida terhadap C. capsici (%) ... 36
9. Histogram Rataan Pengaruh Jarak Tanam terhadap C. capsici (%) 38 10. Gejala Serangan C. capsici ... 39
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
1. Bagan Penelitian ... 47
2. Bagan Pengambilan Sampel ... 48
3. Foto Lahan Penelitian ... 49
4. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 90 hst ... 50
5. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 97 hst ... 53
6. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 104 hst ... 56
7. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 111 hst ... 59
8. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 118 hst ... 62
9. Data Pengamatan Intensitas Serangan C.capsici 125 hst ... 65
10. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-I ... 68
11. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-II ... 71
12. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-III ... 74
13. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-IV .... 77
14. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-V ... 80
15. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-VI .... 83
16. Data Pengamatan Produksi Cabai (C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-VII ... 86
17. Data Pengamatan Produksi (Cabai C.annum. L) (Ton/Ha) Ke-VII ... 89
(13)
ABSTRAK
E.R. Marto Nababan, “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hasanuddin,MS selaku ketua dan Ir. Zulnayati selaku anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat 1350 dpl. Dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai Maret 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kimia, fungisida kimia serta jarak tanam terhadap intensitas serangan penyakit Antraknosa (C.capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annuum.L) di lapangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 3 faktor setiap faktor terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor I (Pupuk): P0 (tanpa pupuk, P1 (45 /3m2 Urea+60 g/3m2 TSP+60 g/3m2 KCL), P2 (60 g/3m2 Urea+75 g/3m2
TSP+75 g/3m2 KCL). Faktor II (Fungisida): F0 (Tanpa Fungisida), F1 (Fungisida Sistemik), F3 (Fungisida Kontak). Faktor III ( jarak tanam):
J1 (45x45cm), J2 (40x50 cm), J3 (30x60 cm). parameter yang diamati adalah presentase serangan penyakit C.capsici pada buah tanaman cabai (C.annum.L) dan produksi tanaman cabai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Pupuk, Fungisida, Jarak tanam berbeda nyata terhadap presentese serangan dan produksi cabai. Dimana peresentase serangan tertinggi pada perlakuan P0F0J3 (45,145%) dan terendah pada perlakuan P1F2J2 (0,325%) pada pengamatan 125 HST. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (7,792Ton/ha) dan terendah pada perlakuan P0F0J3 ( 0,25 Ton/ha) pada pemanenan V.
(14)
ABSTRAK
E.R. Marto Nababan, “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK, FUNGISIDA DAN JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN” dibawah bimbingan Dr.Ir.Hasanuddin,MS selaku ketua dan Ir. Zulnayati selaku anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dengan ketinggian tempat 1350 dpl. Dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai Maret 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kimia, fungisida kimia serta jarak tanam terhadap intensitas serangan penyakit Antraknosa (C.capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annuum.L) di lapangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 3 faktor setiap faktor terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor I (Pupuk): P0 (tanpa pupuk, P1 (45 /3m2 Urea+60 g/3m2 TSP+60 g/3m2 KCL), P2 (60 g/3m2 Urea+75 g/3m2
TSP+75 g/3m2 KCL). Faktor II (Fungisida): F0 (Tanpa Fungisida), F1 (Fungisida Sistemik), F3 (Fungisida Kontak). Faktor III ( jarak tanam):
J1 (45x45cm), J2 (40x50 cm), J3 (30x60 cm). parameter yang diamati adalah presentase serangan penyakit C.capsici pada buah tanaman cabai (C.annum.L) dan produksi tanaman cabai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Pupuk, Fungisida, Jarak tanam berbeda nyata terhadap presentese serangan dan produksi cabai. Dimana peresentase serangan tertinggi pada perlakuan P0F0J3 (45,145%) dan terendah pada perlakuan P1F2J2 (0,325%) pada pengamatan 125 HST. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (7,792Ton/ha) dan terendah pada perlakuan P0F0J3 ( 0,25 Ton/ha) pada pemanenan V.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum spp.) merupakan sayuran dan rempah penting. Spesies C. Annum berasal dari Meksiko, spesies yang lain seperti
C. frustescens, C. Baccatu, C. Chinense, dan C. Pubescens berasal dari Amerika Selatan. Oleh pedagang portugis dan Spanyol, cabai diintroduksikan ke Asia pada abad ke-16, dan spesies cabai pedas tersebar paling luas di Asia Tenggara (Sanjayaa, dkk, 2002).
Tanaman cabai termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam famili Solanaceae, buahnya sangat digemari, karena memiliki rasa pedas dan merupakan perangsang bagi selera makan. Selain itu buah cabai memiliki kandungan vitamin-vitamin, protein dan gula fruktosa. Di Indonesia tanaman ini mempunyai arti ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Rusli dkk, 1997).
Secara umum cabai merah dapat di tanam di lahan basah (sawah) dan lahan kering ( tegalan) dan dapat dibudidayakan di saat musim hujan dan kering. Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan organik dengan pH 6 - 7, tekstur tanah remah. Di kawasan trasmigrasi lahan kering pada umumnya jenis tanah banyak didominasi oleh tanah pozolik merah kuning. Jenis tanah ini dengan beberapa keterbatasannya dapat untuk budidaya tanaman cabai merah dengan beberapa perlakuan tertentu, misalnya pada lubang tanam perlu diberi
(16)
pupuk kandang yang bebas dari bakteri dan sumber penyakit (Sudiono,2006).
Serangga hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat kelancaran dalam budidaya cabai. Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang pada tanaman cabai adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Coletotrichum sp., yang pada tingkat serangan tertentu dapat merugikan hasil yang cukup besar juga dapat menghancurkan seluruh tanaman (Rohmawati, 2002).
Antraknosa disebabkan oleh jamur dari genus Colletotrichum yang merupakan kelompok yang umum dari patogen tanaman, dan jamur ini penyebab penyakit pada banyak spesies tanaman di seluruh dunia. Identifikasi spesies Colletotrichum biasanya lebih dari satu karakteristik, diantaranya bentuk fisiknya, kepatogenisitasnya pada tanaman inang. Banyak spesies dari Colletotrichum menginfeksi lebih dari satu tanaman inang dan untuk memudahkan identifikasi, ada 3 spesies dari
Colletotrichum yaitu C.gloeosporioides, C.capsici dan C.cocodes yang menyebabkan penyakit pada tanaman cabai di Florida (Roberts et all, 2006).
Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh keadaan lembab dan suhu relatif tinggi. Penyakit antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak, serta berakibat serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit. Pada musim hujan kehilangan hasil
(17)
pertanaman cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100% (Syamsudin, 2002).
Pengendalian penyakit terutama yang disebabkan oleh jamur selama ini dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Cara pengendalian penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida memang lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain (Rohmawati, 2002).
Dewasa ini penggunaan insektisida sangat tinggi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Diperkirakan 50 % dari biaya produksi digunakan untuk membeli insektisida. Penggunaan insektisida oleh para petani bawang dan cabai dilapangan sudah sangat intensif, baik jenis maupun dosis yang digunakan, serta interval penyemprotan yang sudah sangat pendek tenggang waktunya. Keadaan ini akan menimbulkan berbagai permasalahan serius karena insektisida dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, pada sistem pertanian sekarang diperkenalkan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yaitu suatu sistem yang menggunakan berbagai cara pengendalian diantaranya pengendalian secara fisik , pengendalian secara mekanis, pengendalian secara kultur teknis, pengendalian secara biologis dan pengendalian secara kimiawi agar populasi hama / penyakit tetap berada dalam ambang toleransi (Sanjayab, 2002).
Pemakaian fungisida salah satu komponen PHT yang penting dalam pengendalian penyakit. Tetapi petani sebelum menggunakan fungisida untuk pengendalian penyakit harus lebih dulu mengetahui
(18)
teknik budidaya, pengetahuan akan patogen, biologi penyakit dan resistensi penyakit (Stephen and Chatfield, 2007).
Pengetahuan akan teknik bududaya diantaranya pengaturan jarak tanam, karena pengaturan jarak tanam termasuk komponen PHT dalam pengendalian secara kultur teknis. Jarak tanam ditentukan berdasarkan jenis cabai yang ditanam. Berdasarkan pengamatan dilapangan, jarak tanam yang lebar akan lebih baik untuk kesehatan tanaman. Bila menggunakan jarak tanam yang rapat atau sempit, situasi disekitar tanaman akan menjadi lembab. Situasi yang demikian akan dapat mengundang datangnya jamur. Selain tanah menjadi lembab, jarak tanam yang rapat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan cabang dan ranting tanaman. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi produksi buah nantinya (Wiratma,1985).
Komponen yang lainnya dalam pengendalian secara kultur teknis adalah penggunaan pupuk yang tepat jenis, dosis, dan waktu pemakaian sangat membantu usaha pengendalian penyakit. Umumnya pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menekan sumber inokulum awal ( Xo) atau kecepatan perkembangan penyakit (r). Kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan pengaruhnya terhadap penyakit terutama tergantung dalam jenis mineral kelarutan dan faktor lingkungan (Sudir dan Suparyono, 2001).
(19)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Pengaruh Pupuk, Fungisida dan Jarak Tanam terhadap perkembangan antraknosa (Coletotrichum capsici) pada tanaman cabai (Capsicum annum. L) di lapangan.
Hipotesa Penelitian
- Diduga ada pengaruh pemberian pupuk terhadap perkembangan
antraknosa ( Colletotrichum capsici ) pada tanaman cabai.
- Diduga pemberian fungisida sistemik dan nonsistemik mempunyai
pengaruh yang berbeda untuk mengendalikan antraknosa ( Colletotrichum capsici ) pada tanaman cabai.
- Diduga jarak tanam mempengaruhi perkembangan antraknosa
( Colletotrichum capsici ) pada tanaman cabai.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Penyebab Penyakit
Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) adalah:
Divisio : Ascomycotina Sub-divisio : Eumycota
Kelas : Pyrenomycetes
Ordo : Sphaeriales Famili : Polystigmataceae Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum capsici
Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 µm. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa septa dan ukuran +150µm. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium (Singh, 1998).
(21)
Jamur Colletotrichum capsici dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Jamur C. capsici.
(Sumber: Roberts et all, 1972)
Pada gambar 2 berikut dapat dilihat siklus hidup jamur Colletotrichum capsici.
Gambar 2. Siklus hidup jamur Colletotrichum capsici
(22)
Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan
akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia
(Rusli dkk, 1997).
Gejala Serangan
Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh
(Rusli dkk, 1997).
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik
(23)
yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap (Ivey and Miller, 2004).
Daur Penyakit
Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum membentuk koloni misselium yang berwarna putih dengan misselium yang timbul di permukan. Kemudian perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai cokelat muda yang sebelumnya adalah massa koloni (Rusli dkk, 1997)
Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pada permukaan tanaman, menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum
dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman, 2000).
Infeksi terjadi setelah apresoria dihasilkan. Karena penurunan dinding secara ekstensif, hifa mempenetrasi kutikula dan ditandai dengan tumbuh dibawah dinding kutikula dan dinding periklinal dari sel epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan menghancurkan dinding sel utama. Ini berhubungan dengan matinya sel yang berdampingan secara ekstensif. Ketika jeringan membusuk, hifa masuk ke pembuluh sklerenkium (sclerenchynatous) dengan langsung tumbuh menembus dindingnya (Pring et all, 1995).
(24)
Faktor yang Mempengaruhi Colletotrichum capsici
Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sisitem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH, maka proses metabolisme jamur dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal jamur diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5-7 (Yulianty, 2006).
Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif antara 80-92 % (Rompas, 2001).
Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau dan lahan yang mempunyai drainase baik. Penyakit dapat dibantu oleh angin dan hujan untuk penyebaran konidia (Semangun, 1991).
Pengaruh Pemberian Pupuk
Ketersediaan unsur hara yang cukup dapat membantu tanaman mempertahankan diri terhadap penyakit. Pemberian pupuk NPK dan kapur akan memperkuat tanaman khususnya dinding sel. Dengan dinding sel yang kuat diharapkan akan mengurangi infeksi oleh bercak hitam. Perlakuan pupuk P dan K dosis tinggi sangat nyata mengurangi intensitas penyakit antraknosa (Rahayu dan Indijarto, 2001).
Penggunaan pupuk yang tepat jenis, dosis, dan waktu pemakaian sangat membantu usaha pengendalian penyakit. Unsur N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat berpengaruh terhadap
(25)
kecepatan berkembang penyakit. Unsur N yang berlebihan menyebabkan tanaman beranakan banyak, tumbuh sekulen, dan menipisnya lapisan silika pada jaringan epidermis tanaman. Secara keseluruhan tanaman yang diberi unsur N berlebihan akan menjadi lebih mudah terinfeksi patogen. Kekurangan unsur P berakibat memperlambat proses pemasakan buah yang mengakibatkan umur tanaman menjadi lebih panjang sehingga memberikan peluang lebih banyak patogen berinteraksi dengan tanaman. Unsur K berperan penting pada setiap proses metabolisme tanaman dan meningkatkan kekuatan mekanis tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap penyakit ( Sudir dan Suparyono,2001 ).
Pengaruh Pemberian Fungisida Terhadap C. capsici
Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan fungi atau jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia.
Adapun keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida adalah :
- mudah diaplikasikan
- memerlukan sedikit tenaga kerja
- penggunaanya praktis
- jenis dan ragamnya bervariasi
- hasil pengendalian tuntas ( Djodjosumarto,2000).
(26)
Pengendalian yang sering digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan fungisida, karena sampai saat ini belum ada tanaman cabai merah yang tahan terhadap antraknosa. Prinsip penggunaan fungisida didasarkan pada prinsip antibiotik terhadap tanaman. Prinsip lainnya yang berpotensi untuk mengendalikan penyakit yaitu penggunaan bahan kimia sintetik yang mampu memicu ketahanan tanaman
(Hersanti dan Zulkarnaen, 2001).
Dalam situasi patogen sudah menginfeksi jaringan tanaman, umumnya fungisida tidak efektif dalam pengendalian penyakit. Dalam banyak kasus, informasi spesifik tentang siklus penyakit mungkin dibutuhkan dalam aplikasi fungisida yang tepat untuk pertama kali. Dimana label fungisida memberikan petunjuk pengaplikasian, biasanya
dengan jarak interval 7-14 hari. Jika hujan turun
berlebihan atau pertumbuhan tanaman cepat, interval terendah antar aplikasi dapat digunakan. Jika tidak, gunakan interval tertinggi (Stephen and Catfield, 2007).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi dan jenis fungisida berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi dan keparahan penyakit antraknosa buah cabai selama di penyimpanan. Fungisida dari kelompok sistemik menunjukkan yang terbaik dibandingkan dengan fungisida kontak. Tetapi tidak ada interaksi antara waktu aplikasi dan fungisida dalam mempertahankan masa inkubasi dan menekan keparahan penyakit tersebut (Sudiono, 2006).
(27)
• Fugisida DithaneM-45 80 WP
Fungisida ini bersifat sistemik karena cara kerjanya harus ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman.
Bahan aktif : Mankozeb
Nama kimia : ethylene-1,2-bisdithi0carbamet polymer
Rumus bangun :
Rumus molekul : (C4H6N2S4Mn) a.(C4H6N2S4Zn)y
( Sumber: Kegley.et all,2008)
• Fungisida Dakonil 500 F
Fungisida ini merupakan fungisida kontak atau non sistemik. Bahan aktif : chlorothalonil
Nama kimia : 2,4,5,6-tetrachloro-1,3-benzenedikarbonitrile
(28)
Rumus molekul : C8Cl4N2 ( Sumber: Kegley.et all,2008)
(29)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Situnggaling, Kecamatan Merek Kabupaten Karo, dengan ketinggian tempat + 1350 m dpl, yang sebelumnya di tanami tanaman kentang dan dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai Maret 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih/bibit cabai varietas lokal, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, deterjen, air, fungisida kimiawi.
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, garu, gembor, ember, pisau, tali plastik, sprayer, meteran, kalkulator, alat tulis, ajir.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial,dengan 3 faktor yaitu:
(30)
Faktor I : Pupuk (P) P0 : Tanpa pupuk
P1 : 150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl Atau
(45 g/plot(3m2) Urea + 60 g/plot(3m2) TSP + 60g/plot(3m2) KCl P2 : 200 kg/Ha Urea + 250 kg/Ha TSP + 250 kg/Ha KCl atau
60 g kg/plot(3m2) Urea + 75 g/plot(3m2) TSP + 75 g/plot(3m2) KCl Faktor II : Fungisida (F)
F0 : Tanpa Fungisida
F1 : Fungisida Sistemik bahan aktif Mankozeb dengan dosis 1,5 g/ltr air
F2 : Fungisida Kontak bahan aktif Chlorothalonil dengan dosis 1,5g/ltr air
Faktor III : Jarak tanam (J) J1 : 45cm x 45cm J2 : 40cm x 50cm J3 : 30 cm x 60cm
Kombinasi perlakuan adalah:
P0F0J1 P1F0J1 P2F0J1
P0F0J2 P1F0J2 P2F0J2
P0F0J3 P1F0J3 P2F0J3
P0F1J1 P1F1J1 P2F1J1
P0F1J2 P1F1J2 P2F1J2
P0F1J3 P1F1J3 P2F1J3
P0F2J1 P1F2J1 P2F2J1
P0F2J2 P1F2J2 P2F2J2
(31)
Banyak ulangan yang akan dilakukan adalah; (t-1) (r-1) ≥ 15
(27-1)(r-1) ≥ 15 26(r-1) ≥ 15 26r ≥ 41 r ≥ 1,76 ≅ 3 Jumlah ulangan : 3
Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijkl = µ + i + αj + βk +δ l + ( α)ij + (αβ)kl + (β )ik+ εijkl dimana :
Yijkl : Hasil pengamatan dari plot yang mendapat perlakuan pupuk taraf ke-i, pestisida taraf ke-j dan jarak tanam taraf ke-k, pada blok taraf ke-l
µ : Rataan atau nilai tengah umum
i : Pengaruh perlakuan pupuk taraf ke-i
αj : Pengaruh perlakuan fungisida taraf ke-j
βk : Pengaruh perlakuan jarak tanaman taraf ke-k
δl : Pengaruh ulangan taraf ke-l
( α)ij : Pengaruh interaksi antara pupuk taraf ke-i dan fungisida taraf ke-j pada ulangan taraf ke-l
(αβ)kl : Pengaruh interaksi antara fungisida taraf ke-j dan jarak tanaman taraf ke-k pada ulangan taraf ke-l
(β )ik : Pengaruh interaksi antara pupuk taraf ke-i dan jarak tanaman taraf ke-kpada ulangan taraf ke-l
(32)
εijkl : Pengaruh galat dari yang mendapat perlakuan pupuk taraf ke-i, fungisida taraf ke-j dan jarak tanam taraf ke-k, pada ulangan ke-l
Bila dalam pengujian sidik ragam diperoleh pengaruh perlakuan berbeda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
Penyemaian benih
Benih disemaikan di atas bedengan dengan tinggi bedengan + 30 cm, lebar + 1 m, dan panjang + 3 m. Sebelum disemaikan benih lebih dulu di seed treatment dengan metode perawatan dengan air penas (Hot Water Treatment). Caranya yaitu biji-biji yang akan di semaikan pertama-tama harus di desinfeksi dulu dengan larutan clorox 0,1%, guna menghilangkan kontaminasi yang mungkin terdapat pada permukaan biji. Kemudian biji direndam dengan air panas (+ 45 0 C) dalam beaker glass selama + 10-15 menit ( Zulnayati,2006). Media semai dari tanah topsoil, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. diberi naungan dari jerami atau alang-alang/daun kelapa. Benih disebarkan dalam larikan dengan jarak antar larikan + 5 cm dan ditutup tanah topsoil tipis-tipis lalu disiram setiap harinya. Setelah benih berumur + 2 minggu, benih dipindahkan ke dalam polybag dengan diameter 10 cm, bibit diletakkan di bawah naungan dan disiram setiap harinya. Benih yang disemaikan harus
(33)
lebih banyak ( tambah 10%) dari tanaman yang dibutuhkan untuk persediaan tanaman penyisip.
Pengolahan tanah
Areal pertanaman yang akan digunakan dibersihkan dari gulma,setelah itu siap dicangkul/diolah dan pembuatan plot sebanyak 81 plot dengan luas plot 1,5 m x 2 m. Jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.
Pengaturan Jarak Tanam
Pembuatan lubang tanam sedalam 8 sampai 10 cm dilakukan bersamaan dengan pola yang dipakai dan sesuai jarak tanam. Sebelum penanaman cabai di lapangan jarak tanam dibuat 3 jenis yaitu jarak tanam J1 : 45cm x 45cm, J2 : 40cm x 50cm, J3 : 30 cm x 60cm.
Penanaman
Bibit dapat dipindahkan ke lapangan pada umur + 4 minggu setelah semai dengan jumlah daun sejati 4-7 helai daun. Bibit yang digunakan adalah bibit yang sehat dan tinggi seragam. Sebelum penanaman terlebih dahulu diberikan pupuk dasar yaitu pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/lubang tanam dan pupuk Urea sebanyak 5 gr/lubang tanam. penanaman dilakukan pada sore hari.
(34)
Pemupukan
Pemupukan Tanaman dilakukan dengan sistem tabur di sekeliling batang dengan jarak tepat dibawah daun paling ujung. Pemupukan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 4,8,12 minggu setelah tanam (MST) dengan kebutuhan pupuk/plot (3m2) adalah:
P0 : Tanpa pupuk
P1 : 150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl atau
(45 g/plot(3m2) Urea + 60 g/plot(3m2) TSP + 60 g/plot(3m2) KCl P2 : 200 kg/Ha Urea + 250 kg/Ha TSP + 250 kg/Ha KCl atau
60 g kg/plot(3m2) Urea + 75 g/plot(3m2) TSP + 75 g/plot(3m2) KCl
Pemeliharaan
Setelah tanaman berumur 7 – 14 hari setelah tanam (HST), tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan normal atau mati perlu dilakukan penyulaman dengan bibit yang masih ada di persemaian.
Pertanaman disiangi dari gulma dengan mencabut setiap minggunya atau sebelum dilakukan pemupukan.
Pemasangan ajir dapat dilakukan pada saat penanaman atau setelah tanaman setinggi 30-50 cm dan langsung diikat, panjang ajir + 1,5 m.
(35)
Pengaplikasian Fungisida Kimiawi
Fungisida kimiawi yang digunakan adalah fungisida yang berbahan aktif sebagai berikut:
F0 : Tanpa Fungisida
F1 : Fungisida Sistemik bahan aktif Mankozeb dengan dosis 1,5 g/ltr air F2 : Fungisida Kontak bahan aktif Chlorothalonil dengan dosis 1,5 g/ltr air pengaplikasian fungisida dilakukan setelah tanaman berumur 13 minggu (91 HST) pada saat tanaman cabai telah berbuah, dengan interval pengaplikasian dilakukan 1 minggu sekali karena masa inkubasi C. capsici
5-7 hari (Rompas, 2001) selama 6 kali dimana aplikasi terakhir produksi tanaman sudah berkurang. Alat yang digunakan untuk aplikasi adalah sprayer, pengaplikasian dilakukan pada pagi hari.
Pemanenan
Pemanenan dapat dilakukan bila warna buah cabai >60% berwarna merah muda dan merah tua. Pemanenan dapat dilakukan setiap 7 hari sekali secara terus menerus sampai 8 kali panen. Pemanenan pertama dimulai pada umur 110 HST.
Parameter Pengamatan
a. presentase serangan
Pengamatan mulai dilakukan umur tanaman 90 -125 HST setiap minggunya.
(36)
Intensitas serangan penyakit dapat dihitung dengan rumus: % 100 ) ( × × × =
∑
Z N v n I Dimana :I = intensitas buah sakit n = jumlah buah sakit
v = nilai skala buah yang diamati N = jumlah buah yang diamati Z = nilai skala kategori tertinggi
Nilai skala serangan berdasarkan kerusakan pada cabai yang terinfeksi adalah:
Skala Persentase buah sakit Keterangan
0 0 % Tidak terinfeksi
1 >0-5% Sangat ringan
2 >5-15% Ringan
3 >15-30% Sedang
4 >30% Berat
(Rusli dkk, 1997).
b. Produksi
Produksi dihitung dengan menimbang buah cabai yang diperoleh pada setiap perlakuan dan semua produksi ditotal dan dikonversikan ke dalam ton/ha. Produksi dihitung dengan rumus:
2 000 . 10 1000 ) ( ) ( / m kg l luasplot x produksi ha
Ton = ×
(37)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
a. Presentase Serangan Penyakit Antraknosa ( C.capsici)
Dari hasil pengamatan persentase serangan penyakit C.capsici
pada tanaman cabai yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa persentase dengan perlakuan pupuk fungisida dan jarak tanam menunjukkan berpengaruh nyata terhadap
C.capsici. Hal ini dapat dilihat pada table 1 berikut:
Tabel 1.Rata-rata Intensitas Serangan C.capsici Pada Tanaman Cabai pada Umur 90 - 125 hst
Perlakuan Intensitas Serangan (%)
90 hst 97 hst 104 hst
111 hst 118 hst 125 hst
P0F0J3 0.000 c 13.163 a 16.323 a 25.355 a 35.964 a 45.145 a
P1F0J3 1.388 abc 4.002 bcdef 7.041 b 7.575 bcdef 8.858 ab 9.687 cde
P2F0J3 0.000 c 4.927 abcd 6.649 b 11.045 ab 9.668 abc 16.399 bc
P0F0J1 0.694 bc 4.284 bcdef 9.472 ab 11.784 ab 10.792 abcd 18.577 b
P1F0J1 0.000 c 6.047 abcde 12.022 ab 10.353 bc 12.458 abcde 12.635 bcd
P2F0J1 0.452 bc 3.343 bcdef 6.391 b 9.483 bcd 10.424 abcd 11.706 bcde
P0F0J2 0.000 c 5.943 abc 7.757 b 8.654 bcd 22.124 a 16.077 bcd
P1F0J2 0.000 c 8.130 ab 8.703 ab 12.105 ab 12.811 abc 13.467 bc
P2F0J2 0.000 c 8.142 ab 10.727 ab 8.270 bcde 9.831 abcd 15.396 b
P0F1J3 0.574 bc 1.906 bcdefg 1.086 c 1.632 defg 4.726 bcdef 6.039 cdef
P1F1J3 0.000 c 0.513 defg 1.743 c 1.343 efg 1.152 def 0.840 f
P2F1J3 4.170 a 0.260 fg 0.737 c 0.929 fg 2.882 cdef 2.762 ef
P0F1J1 0.000 c 0.521 fg 0.216 ab 1.756 defg 1.390 def 1.279 f
P1F1J1 0.000 c 0.507 fg 0.297 c 0.588 efg 0.866 ef 0.809 f
P2F1J1 0.000 c 0.260 fg 0.642 c 0.809 fg 1.185 def 4.661 def
P0F1J2 0.852 b 3.164 cdefg 0.766 c 3.373 cdefg 0.695 def 0.456 f
P1F1J2 0.347 bc 0.219 fg 0.219 c 1.116 efg 0.905 f 0.755 f
P2F1J2 0.000 c 0.157 cdefg 0.746 c 1.388 efg 1.186 def 1.081 f
P0F2J3 1.831 abc 2.259 bcdefg 11.849 ab 1.586 defg 2.389 bcdef 2.031 def
P1F2J3 0.000 c 0.000 g 0.329 c 1.070 cdefg 0.945 f 0.798 f
P2F2J3 0.000 c 0.426 efg 1.059 c 1.333 efg 1.528 def 1.273 f
P0F2J1 1.250 abc 1.388 cdefg 1.026 c 1.268 efg 1.050 cdef 0.837 f
P1F2J1 0.000 c 1.163 cdefg 0.793 c 1.601 defg 1.455 def 1.105 f
P2F2J1 4.272 a 1.480 cdefg 1.293 c 1.802 defg 1.422 cdef 1.436 f
P0F2J2 0.000 c 0.480 efg 0.916 c 2.602 cdefg 2.312 ef 2.772 ef
P1F2J2 0.000 c 0.130 fg 0.130 c 0.307 g 0.381 f 0.325 f
P2F2J2 0.000 c 0.521 fg 0.347 c 4.894 efg 1.446 def 1.268 f
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk masing – masing perlakuan pada setiap pengamatan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
(38)
Hasil pengamatan mingguan intensitas serangan (%) penyakit
C.capsici dari pengamatan 90-125 hst dapat dilihat pada lampiran 4-9. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat dari tabel 1. Kombinasi perlakuan pupuk, fungisida dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap penyakit C.capsici. Dari Tabel 1 diketahui bahwa serangan penyakit C.capsici yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P0F0J3 pada pengamatan 125 HST yaitu 45.145% dan diikuti perlakuan P0F0J1 pada pengamatan 125 HST yaitu 18,577 % dan serangan penyakit yang terendah terdapat pada perlakuan P1F2J2 pada pengamatan 125 HST yaitu 0,325%.
b. Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum L)
Dari hasil pengamatan produksitanaman cabai (C. annum L) yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa dengan perlakuan pupuk, fungisida dan jarak tanam berpengaruh nyata, hal ini dapat dilihat pada lampiran 7-15. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
(39)
Tabel 2.Rata-rata produksi Tanaman Cabai dikonversikan ke ton/ha
Perlakuan Ton/ha
110 HST
107 HST 114 HST 121 HST 128 HST 135
HST 142 HST 149 HST
P0F0J1 0.000 0.208 ef 0.583 ghi 0.667 gh 0.250 g 0.292 j 0.700 hi 0.600 ij
P1F0J1 0.000 0.208 ef 0.208 i 0.646 gh 0.896 g 0.813 hij 0.775 ghi 0.650 ij
P2F0J1 0.000 0.250 ef 0.479 hi 0.333 h 0.604 g 0.500 ij 0.400 i 0.775 hij
P0F0J2 0.250 0.708 cdef 0.646 fghi 0.854 gh 0.625 g 0.750 ij 1.025 fghi 0.775 hij P1F0J2 0.000 0.417 def 0.375 hi 1.333 gh 1.479 efg 1.500 hij 1.900 fghi 0.350 j P2F0J2 0.167 0.833 bcdef 1.083 fghi 1.688 fgh 1.417 efg 2.042 ghij 2.485 defg 1.300 ghij P0F0J3 0.000 0.104 f 0.625 fghi 0.750 gh 1.250 fg 1.354 hij 0.920 fghi 0.750 hij P1F0J3 0.000 1.292 abcde 1.438 efg 1.625 fgh 1.833 defg 1.604 ghij 1.950 fghi 1.725 efgh P2F0J3 0.000 0.792 bcdef 1.333 fgh 1.358 gh 2.254 cdefg 1.583 hij 1.910 fghi 1.460 ghij
P0F1J1 0.417 0.792 bcdef 0.958 fghi 0.854 gh 2.500 cdefg 1.854 ghij 1.360 fghi 1.150 ghij P1F1J1 0.083 1.167 abcdef 2.292 bcd 3.292 cde 5.563 abc 4.667 de 3.950 bcdef 2.750 cde P2F1J1 0.000 1.021 abcdef 1.750 def 2.917 cdef 4.771 abcde 3.917 def 3.500 bcdef 2.100 efg P0F1J2 0.500 0.771 bcdef 1.188 fghi 2.188 efg 3.354 bcdefg 2.688 fgh 2.625 cdef 1.425 ghij P1F1J2 0.125 1.646 abc 2.792 bcd 3.708 bcd 6.917 ab 5.375 cd 4.452 bcdef 3.350 bcd
P2F1J2 0.000 1.521 abcd 3.125 b 4.583 acb 7.688 a 5.917 bc 5.500 ab 3.750 bc
P0F1J3 0.271 1.188 abcdef 1.333 fgh 1.667 fgh 2.521 cdefg 2.333 fghi 2.000 efghi 1.600 fghi
P1F1J3 0.000 1.646 abc 4.667 a 5.438 a 7.792 a 7.083 a 6.525 a 5.600 a
P2F1J3 0.417 2.000 a 3.000 bc 4.375 abc 6.771 ab 5.958 bc 5.250 ab 3.600 bcd
P0F2J1 0.167 0.292 ef 0.708 fghi 0.958 gh 2.104 cdefg 1.375 hij 1.150 fghi 1.005 ghij
P1F2J1 0.000 1.854 ab 2.863 bcd 4.875 b 7.208 a 6.188 b 6.310 a 4.160 b
P2F2J1 0.208 1.438 abcd 4.542 a 4.167 abc 5.071 abcd 4.854 de 5.000 bcd 5.425 a P0F2J2 0.167 1.396 abcd 2.196 cde 2.246 defg 2.125 cdefg 2.000 ghij 2.695 cdef 2.635 def P1F2J2 0.438 1.396 abcd 3.271 ab 4.333 abc 6.542 ab 5.750 bcd 5.200 abc 3.925 bc P2F2J2 0.000 0.771 bcdef 1.000 fghi 1.563 fgh 4.438 abcdef 3.438 efg 1.875 fghi 0.925 hij P0F2J3 0.000 1.458 abcd 2.167 cde 1.979 efg 1.708 defg 1.979 ghij 2.375 efgh 2.600 def
P1F2J3 0.292 1.833 ab 2.771 bcd 4.417 abc 7.292 a 5.500 bcd 5.300 ab 3.325 bcd
P2F2J3 0.375 0.813 bcdef 2.625 bcd 4.375 abc 6.542 ab 4.521 de 5.520 ab 3.125 bcd
(40)
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan P1F1J2 merupakan produksi cabai tertinggi pada pengamatan V (135 HST) yaitu 7.792 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada perlakuan P0F0J3 yaitu 0,25 ton/ha. Produksi berbanding terbalik dengan presentase serangan, presentase serangan penyakit tinggi diperoleh produksi yang rendah dan sebaliknya presentase serangan penyakit rendah diperoleh produksi tinggi.
Pembahasan
a. Presentase Serangan Penyakit Antaraknosa ( C.capsici)
Dari Table 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 90 HST pada perlakuan P1F0J3, P0F0J1, P2F0J1, P0F1J3, P2F1J3, P0F1J2,P1F1J2, P0F2J3,P0F1J2, P1F1J2, P0F2J3, P0F2J1, P2F2J1 telah dijumpai serangan penyakit C.capsici, hal ini menandakan bahwa penyakit
C.capsici telah menyerang buah cabai pada umur 90 hari dimana cabai pada umur tersebut telah berbuah.
Dari table 1 perbedaan presentase serangan penyakit C. capsici pada setiap kombinasi perlakuan dapat dilihat seperti histogram berikut :
(41)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 P0F 0J3 P1F 0J3 P2F 0J3 P0F 0J1 P1F 0J1 P2F 0J1 P0F 0J2 P1F 0J2 P2F 0J2 P0F 1J3 P1F 1J3 P2F 1J3 P0F 1J1 P1F 1J1 P2F 1J1 P0F 1J2 P1F 1J2 P2F 1J2 P0F 2J3 P1F 2J3 P2F 2J3 P0F 2J1 P1F 2J1 P2F 2J1 P0F 2J2 P1F 2J2 P2F 2J2 Perlakuan P r e s e n ta s e S e r a n g a n ( % ) 90 hst 97 hst 104 hst 111 hst 118 hst 125 hst
Gambar 3. Histogram rataan presentase serangan C.capsici (%)
(42)
Pengaruh Interaksi Perlakuan Pupuk dan Fungisida
Dari hasil pengamatan persentase serangan penyakit C.capsici
pada tanaman cabai yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa persentase dengan perlakuan pupuk dan fungisida menunjukkan berpengaruh nyata dan berpengaruh sangat nyata terhadap C.capsici. Hal ini dapat dilihat pada table 3 berikut:
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing- masing perlakuan pada setiap pengamatan berbeda tidak nyata pada taraf 5% dan 1% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
Hasil pengamatan mingguan intensitas serangan (%) penyakit
C.capsici dari pengamatan 90-125 hst dapat dilihat pada lampiran 4-9. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dan sangat berbeda nyata dapat dilihat dari tabel 3. Kombinasi perlakuan pupuk dan fungisida berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap penyakit C.capsici. Dari Tabel 3 diketahui bahwa serangan penyakit C.capsici yang paling tinggi terdapat pada perlakuan F0P0 pada pengamatan 125 HST yaitu 79,798% dan diikuti perlakuan F0P2 pada pengamatan 125 HST yaitu 43,501 % dan serangan penyakit yang terendah terdapat pada perlakuan F2P1 pada pengamatan 125 HST yaitu 2,228%.
Tabel 3. Pengaruh Interaksi Perlakuan Pupuk dan Fungisida Terhadap Intensitas Serangan C.capsici
Perlakuan Presentase Serangan/waktu Pengamatan
90 hst 97 hst 104 hst 111 hst 118 hst 125 hst F0P0 2.082 23.390 A 33.567 a 45.845 a 58.880 a 79.798 A F1P0 4.277 3.482 C 2.068 d 6.762 c 6.811 c 7.864 C F2P0 9.243 4.127 C 13.790 c 5.456 c 5.752 c 5.641 C F0P1 4.165 18.180 B 27.766 ab 29.973 b 34.116 b 35.789 B F1P1 1.040 1.253 C 2.259 d 3.047 c 2.924 c 2.524 C F2P1 0.000 1.293 C 1.225 d 2.979 c 2.778 c 2.228 C F0P2 1.357 16.475 B 23.767 b 28.798 b 29.924 b 43.501 B F1P2 0.000 1.343 C 2.125 d 3.126 c 5.246 c 8.504 C F2P2 12.815 2.427 C 2.679 d 4.766 c 4.517 c 3.975 C
(43)
Dari table 3 pengaruh Pupuk dan fungisida terhadap serangan penyakit C.capsici dapat dilihat pada histogram berikut.
Gambar 4. Histogram pengaruh pupuk dan fungisida terhadap persentase serangan C.capsici
Pengaruh Interaksi Perlakuan Fungisida dan Jarak Tanam
Dari hasil pengamatan persentase serangan penyakit C.capsici
pada tanaman cabai yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa persentase dengan perlakuan pupuk dan fungisida menunjukkan berpengaruh nyata dan berpengaruh sangat nyata terhadap C.capsici. Hal ini dapat dilihat pada table 4 berikut:
Tabel 4. Pengaruh Interaksi Perlakuan Jarak Tanam dan Fungisida Terhadap Intensitas Serangan C.capsici
Perlakuan Presentase Serangan/waktu Pengamatan
90 hst 97 hst 104 hst 111 hst 118 hst 125 hst F0J1 4.165 22.092 A 30.013 a 43.975 A 54.490 A 71.230 A F1J1 1.722 2.680 AB 3.566 c 3.904 C 8.760 C 9.640 C F2J1 5.493 2.685 AB 13.191 b 3.988 C 4.862 C 4.100 C F0J2 3.439 13.673 A 27.899 a 31.673 AB 33.663 B 42.917 B F1J2 0.000 1.302 B 1.155 c 3.153 C 3.441 C 6.750 C F2J2 16.565 4.031 AB 3.112 c 4.672 C 4.048 C 3.379 C F0J3 0.000 22.280 A 27.188 b 28.969 B 34.767 B 44.940 B F1J3 3.595 2.097 AB 1.731 c 5.877 C 2.779 C 2.502 C F2J3 0.000 1.131 B 1.392 c 4.541 C 4.137 C 4.365 C
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing- masing perlakuan pada setiap pengamatan berbeda tidak nyata pada taraf 5% dan 1% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT
(44)
Hasil pengamatan mingguan intensitas serangan (%) penyakit
C.capsici dari pengamatan 90-125 hst dapat dilihat pada lampiran 4-9. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dan sangat berbeda nyata dapat dilihat dari tabel 4. Kombinasi perlakuan jarak tanam dan fungisida berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap penyakit
C.capsici. Dari Tabel 4 diketahui bahwa serangan penyakit C.capsici yang paling tinggi terdapat pada perlakuan F0J1 pada pengamatan 125 HST yaitu 71,23% dan diikuti perlakuan F0J3 pada pengamatan 125 HST yaitu 44,94 % dan serangan penyakit yang terendah terdapat pada perlakuan F2J2 pada pengamatan 125 HST yaitu 3,379%.
Dari table 4 pengaruh jarak tanam dan fungisida terhadap serangan penyakit C.capsici dapat dilihat pada histogram berikut.
Gambar 5. Histogram pengaruh jarak tanam dan fungisida terhadap persentase serangan C.capsici
(45)
Pengaruh Interaksi Perlakuan Pupuk dan Jarak Tanam
Dari hasil pengamatan persentase serangan penyakit C.capsici
pada tanaman cabai yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan analisa sidik ragam, menunjukkan bahwa persentase dengan perlakuan pupuk danjarak tanam menunjukkan berpengaruh nyata dan berpengaruh sangat nyata terhadap C.capsici. Hal ini dapat dilihat pada table 5 berikut:
Tabel 5. Pengaruh Interaksi Perlakuan Jarak Tanam dan Pupuk Terhadap Intensitas Serangan C.capsici
Perlakuan Presentase Serangan/waktu Pengamatan
90 hst 97 hst 104 hst 111 hst 118 hst 125 hst P0J1 7.215 17.329 a 29.258 A 28.573 a 43.079 a 53.215 a
P1J1 4.165 4.516 b 9.087 B 9.988 b 10.955 b 11.325 b
P2J1 0.000 5.613 b 8.425 B 13.307 b 14.078 b 20.431 b
P0J2 5.832 6.193 b 10.728 B 14.861 b 13.232 b 20.693 b
P1J2 0.000 7.730 b 13.112 B 12.542 b 14.768 b 14.549 b
P2J2 14.172 5.083 b 8.326 B 12.094 b 13.152 b 17.803 b
P0J3 2.555 7.478 b 9.439 B 14.629 b 15.131 b 19.395 b
P1J3 1.040 8.480 ab 9.052 B 13.468 b 14.094 b 14.667 b
P2J3 0.000 9.550 ab 11.820 B 11.289 b 12.457 b 17.745 b
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing- masing perlakuan pada setiap pengamatan berbeda tidak nyata pada taraf 5% dan 1% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
Hasil pengamatan mingguan intensitas serangan (%) penyakit
C.capsici dari pengamatan 90-125 hst dapat dilihat pada lampiran 4-9. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dan sangat berbeda nyata dapat dilihat dari tabel 5. Kombinasi perlakuan jarak tanam dan pupuk berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap penyakit C.capsici. Dari Tabel 5 diketahui bahwa serangan penyakit C.capsici yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P0J1 pada pengamatan 125 HST yaitu 53,215% dan diikuti perlakuan P0J2 pada pengamatan 125 HST yaitu 20,693 % dan serangan penyakit yang terendah terdapat pada perlakuan P1J1 pada pengamatan 125 HST yaitu 11,325%.
(46)
Dari table 5 pengaruh jarak tanam dan pupuk terhadap serangan penyakit C.capsici dapat dilihat pada histogram berikut.
Gambar 6. Histogram pengaruh jarak tanam dan pupuk terhadap persentase serangan C.capsici
Pengaruh Pupuk
Dari hasil analisa sidik ragam dan tabel 1 dilihat Kombinasi Pupuk, Fungisida dan Jarak Tanam memberikan pengaruh sangat nyata, dan diantara uji pengaruh pupuk dengan dosis P0 : Tanpa pupuk, P1 : (Pupuk 150 kg/Ha Urea + 200 kg/Ha TSP + 200 kg/Ha KCL, P2 : 200 kg/Ha Urea + 250 kg/Ha TSP + 250 kg/Ha KCl, memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap presentase serangan C.capsici. Untuk mengetahui beda
(47)
Tabel 6: Pengaruh Pupuk Terhadap Intensitas SeranganPenyakit C.capsici denganUji Jarak Duncan
Perlakuan Presentase Serangan / Waktu Pengamatan
90 HST 97 HST 104 HST 111 HST 118 HST 125 HST
P0 1.734 10.333A 16.475A 19.354A 23.814A 31.101A
P1 0.578 6.908B 10.417B 12.000B 13.273B 13.514B
P2 1.575 6.748B 9.524B 12.230B 13.229B 18.660C
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
Dari tabel 6 dapat dilihat pada perlakuan P0 serangan lebih tinggi disebabkan perlakuan P0 sebagai pembanding atau kontrol pada perlakuan pupuk. Sedangkan P1 menunjukkan pengaruh sangat nyata, dengan tanpa pupuk (P0) terhadap serangan penyakit C.capsici, dan P0 menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan P2 pada pengamatan 125 HST. Perlakuan P1 menunjukkan berbeda sangat nyata terhadap P2. Hal ini terjadi karena perlakuan P2 dengan pemberian pupuk lebih tinggi dari pada P1 yang tepat dosis menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap penyakit yang sesuai dengan pernyataan Sudir dan Suparyono (2001) tentang pupuk yang menyatakan bahwa Unsur N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan berkembang penyakit . Unsur N yang berlebihan menyebabkan tanaman beranakan banyak, tumbuh sekulen, dan menipisnya lapisan silika pada jaringan epidermis tanaman. Secara keseluruhan tanaman yang diberi unsur N berlebihan akan menjadi lebih mudah terinfeksi patogen. Kekurangan unsur P berakibat memperlambat proses pemasakan buah yang mengakibatkan umur tanaman menjadi lebih panjang sehingga memberikan peluang lebih banyak patogen berinteraksi dengan tanaman. Unsur K berperan penting pada setiap proses metabolisme tanaman dan
(48)
meningkatkan kekuatan mekanis tanaman sehingga tanaman lebih tahan terhadap penyakit.
Dari table 6 pengaruh Pupuk terhadap serangan penyakit C.capsici
dapat dilihat pada histogram berikut.
0 5 10 15 20 25 30 35
90 HST 97 HST 104 HST 111 HST 118 HST 125 HST
Waktu Pengamatan (HST)
P re s e n ta s e S e ra n g a n ( % ) P0 P1 P2
Gambar 7. Histogram pengaruh pupuk terhadap persentase serangan C.capsici
Pengaruh Fungisida
Dari hasil analisa sidik ragam dan tabel 1 dilihat Kombinasi Pupuk, Fungisida dan Jarak Tanam memberikan pengaruh sangat nyata, dan diantara uji pengaruh Fungisida F0 : Tanpa Pestisida, F1 : Fungisida Sistemik bahan aktif Mankozeb dan F2:Fungisida Kontak bahan aktif Chlorothalonil memberikan pengaruh yang berbeda terhadap presentase serangan C.capsici. Untuk mengetahui beda pengaruh setiap perlakuan Fungisida dapat dilihat pada tabel 7 dibawah.
(49)
Tabel 7: Pengaruh FungisidaTerhadap Intensitas SeranganPenyakit C.capsici dengan Uji Jarak Duncan
Perlakuan Presentase Serangan / Waktu Pengamatan
90 HST 97 HST 104 HST 111 HST 118 HST 125 HST
F0 0.845 19.348A 28.367A 34.872A 40.973A 53.029A
F1 0.591 2.026B 2.151B 4.312B 4.994B 6.297B
F2 2.451 2.616B 5.895B 4.400B 4.349B 3.948C
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
Dari tabel 7 dapat dilihat pada perlakuan F0 serangan lebih tinggi disebabkan perlakuan F0 sebagai pembanding atau kontrol pada perlakuan fungisida. Sedangkan F1 menunjukkan pengaruh sangat nyata dengan tanpa Fungisida (F0). Perlakuan F1 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan F2 pada pengamatan 97-118 HST tetapi pada pengamatan 125 HST fungisida nonsistemik (F2) berbeda nyata dengan fungisida sistemik (F1). Hal ini disebabkan bahwa aplikasi fungisida nonsistemik atau sering disebut fungisida kontak dapat menekan perkembangan penyakit, jika fungisida ini mengenai sasaran (jamur) dalam arti bahan aktif bersentuhan atau kontak langsung dengan jamur. Jika hanya mengenai tanaman maka bahan aktif yang terkandung dalam fungisida tersebut tidak dapat menghambat perkembangan jamur (patogen) karena tidak bisa ditranslokasikan keseluruh tanaman. Sedangkan fungisida sistemik, jika diaplikasikan pada tanaman dapat ditranslokasikan keseluruh tanaman, tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama disamping dosis yang sesuai. Sehingga F1 dan F2 pada pengamatan 97-118 HST efeknya sama, tetapi pada pengamatan 125 HST sudah berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan literatur Djojosumarto
(50)
(2000), yang menyatakan fungisida sistemik dan kontak mempunyai cara kerja yang berbeda dimana cara kerja fungisida sistemik yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh organ-organ tanaman yang ditranslokasikan kebagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman sedangkan fungisida nonsistemik yaitu fungisida yang tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, fungisida ini akan membentuk lapisan penghalang dipermukaan daun tanaman sehingga perkecambahan spora dan misellium akan terhambat
Dari table 7 pengaruh Pupuk terhadap serangan penyakit C.capsici
dapat dilihat pada histogram berikut.
0 10 20 30 40 50 60
90 HST 97 HST 104 HST 111 HST 118 HST 125 HST
Waktu Pengamatan (HST)
P re s e n ta s e S e ra n g a n ( % ) F0 F1 F2
Gambar 8. Histogram pengaruh Fungisida terhadap persentase serangan C.capsici
Pengaruh Jarak Tanam
Dari hasil analisa sidik ragam dan tabel 1 dilihat Kombinasi Pupuk, Fungisida dan Jarak Tanam memberikan pengaruh sangat nyata, dan diantara uji pengaruh jarak tanam dengan J1 : 45cm x 45cm, J2 : 40cm x 50cm, J3 : 30 cm x 60cm memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
(51)
presentase serangan C.capsici. Untuk mengetahui beda pengaruh setiap perlakuan jarak tanam dapat dilihat pada tabel 8 dibawah.
Tabel 8: Pengaruh Jarak TanamTerhadap Intensitas SeranganPenyakit C.capsici dengan Uji Jarak Duncan
Perlakuan Presentase Serangan / Waktu Pengamatan
90 HST 97 HST 104 HST 111 HST 118 HST 125 HST
J1 2.223 6.335b 10.722b 13.166b 13.717b 17.682b
J2 0.399 8.502ab 10.104b 13.129b 13.894b 17.269b
J3 1.264 9.152a 15.590a 17.289a 22.704a 28.323a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT)
Dari tabel 8 dapat dilihat pada perlakuan J3 serangan lebih tinggi disebabkan perlakuan J3 adalah perlakuan Jarak Tanam yang lebih rapat. Sedangkan J3 menunjukkan pengaruh berbeda dengan J1. Perlakuan J1 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan J2. Hal ini terjadi kerapatan kerapatan tanaman akan mempengaruhi kelembaban pada tanaman cabai dan kecepatan spora jamur C.capsici menyebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rompas (2001) yang menyatakan Periode inkubasi Colletotrichum sp., antara 5-7 hari atau 4-6 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif antara 80-92 %.
Perlakuan J1 dan J2 pada pengamatan 97-125 HST menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata, kecuali pada J3. Perlakuan J3 dengan jarak tanam yang sangat rapat dan tidak sesuai dengan varietas ini dibanding J1 dan J2 menyebabkan diameter kanopi setiap tanaman akan bersentuhan dan rapat hal ini mengakibatkan daerah batang cabai akan lembab sehingga jamur akan lebih cepat berkembang. Perlakuan jarak
(52)
tanam J2 dan J3 masih sesuai dengan lebar kanopi dari tanaman ini dimana lebar kanopi dari varietas ini tergolong kompak sehingga sesuai dengan jarak tanam J3 dan J2. Hal ini sesuai dengan literatur Setiadi (2005) yang menyatakan Jarak tanam ditentukan berdasarkan jenis cabai yang ditanam. Berdasarkan pengamatan dilapangan, jarak tanam yang lebar akan lebih baik untuk kesehatan tanaman. Bila menggunakan jarak tanam yang rapat atau sempit, situasi disekitar tanaman akan menjadi lembab. Situasi yang demikian akan dapat mengundang datangnya jamur. Selain tanah menjadi lembab, jarak tanam yang rapat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan cabang dan ranting tanaman. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi produksi buah nantinya
Dari table 8 pengaruh Jarak Tanam terhadap serangan penyakit
C.capsici dapat dilihat pada histogram berikut.
(53)
Hasil pengamatan gejala serangan C.capsici diperoleh dari lapangan terlihat pada gambar dibawah.
Gambar 10 : Gejala Serangan C.capsici
b. Produksi Tanaman Cabai
Dari analisa sidik ragam menunjukkan setiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap produksi. Dapat dilihat pada lampiran yang diujikan dengan taraf 5% dengan uji jarak Duncan.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan P1F1J1 (Pupuk 150 kg/Ha Urea + 200 kg/Ha TSP + 200 kg/Ha KCL + Fungisida kontak + Jarak tanam 45x45 cm) merupakan produksi cabai tertinggi pada pengamatan V (135 HST) yaitu 7.792 ton/ha. Produksi terendah terdapat pada perlakuan P0F0J3 (Tanpa pupuk + Tanpa fungisida + jarak tanam 30 cm x 60 cm) yaitu 0,25 ton/ha. Produksi berbanding terbalik dengan
(54)
presentase serangan, presentase serangan tinggi diperoleh produksi yang rendah dan sebaliknya presentase serangan rendah diperoleh produksi tinggi.
Presentase serangan tinggi menandakan invasi berlangsung cepat, dalam serangan berat buah cabai tetap dibatang, pada serangan buah muda penyebaran penyakit sangat cepat. Unsur hara dan pengendalian penyakit sangat mempengaruhi produksi cabai. Hal ini sesui dengan literature Syamsudin (2002) yang menyatakan Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi. Penyakit antraknos dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak serta berakibat serius terhadap penurunan cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100% pada saat musim hujan.
Dari tabel 2 Produksi tanaman cabai dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini.
(55)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P0F 0J3 P1F 0J3 P2F 0J3 P0F 0J1 P1F 0J1 P2F 0J1 P0F 0J2 P1F 0J2 P2F 0J2 P0F 1J3 P1F 1J3 P2F 1J3 P0F 1J1 P1F 1J1 P2F 1J1 P0F 1J2 P1F 1J2 P2F 1J2 P0F 2J3 P1F 2J3 P2F 2J3 P0F 2J1 P1F 2J1 P2F 2J1 P0F 2J2 P1F 2J2 P2F 2J2 Perlakuan T o n /H a I II III IV V VI VII VIII
(56)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pupuk P1 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl) lebih efektif mengendalikan serangan C. capsici dibandingkan Pupuk P0 ( Tanpa pupuk) dan Pupuk P2 (200 kg/Ha Urea + 250 kg/Ha TSP + 250 kg/Ha KCl) .
2. Fungisida kontak (F2) bahan aktif Chlorothalonil lebih efektif dalam mengendalikan C. capsici dibanding F1 (Fungisida Sistemik bahan aktif Mankozeb) .
3. Jarak tanam J2 (40cm x 50cm) lebih efektik mengendalikan
C. capsici dibanding jarak tanam J1 ( 45cm x 45cm) dan jarak tanam J3 ( 30 cm x 60cm)
4. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan pupuk + fungisida + jarak tanam terdapat pada perlakuan P0F0J3 (tanpa pupuk + tanpa fungisida + 30 cm x 60cm ) sebesar 45,145 % dan terendah terdapat pada perlakuan P1F2J1 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + Fungisida kontak + 45cm x 45cm ) sebesar 0,325 %.
5. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan pupuk + fungisida terdapat pada perlakuan P0F0 (tanpa pupuk + tanpa fungisida) sebesar 79,798 % dan terendah terdapat pada perlakuan P1F2 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + Fungisida kontak) sebesar 2,228%.
(57)
6. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan fungisida + jarak tanam terdapat pada perlakuan F0J1 (tanpa fungisida + 45cm x 45cm) sebesar 71,23% dan terendah terdapat pada perlakuan F2J2 (Fungisida kontak + 45cm x 50 cm ) sebesar 3,379%.
7. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan pupuk + jarak tanam terdapat pada perlakuan P0J1 (tanpa pupuk + 45cm x 45cm) sebesar 53,215 % dan terendah terdapat pada perlakuan P1J2 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + 45cm x 50cm ) sebesar 14,549%.
8. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + Fungisida sistemik + 45cm x 50cm) sebesar 7,792 ton/ Ha dan terendah terdapat pada perlakuan P0F0J3( tanpa pupuk + tanpa fungisida + 30 cm x 60cm) sebesar 0,25 ton/Ha.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh Pupuk, Jarak Tanam dan fungisida terhadap penyakit cabai (C. annum L) yang lain pada daerah yang berbeda.
(58)
DAFTAR PUSTAKA
Dickman, M.B., 2000. Colletotrichum, Kluwer Academic Publisher, Netherlands, hlm: 127-142.
Djodjosumarto, P.,2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta,hlm: 46-47
Hersanti, F. Ling dan I. Zulkarnaen., 2001. pengujian Kemampuan campuran Senyawa Benzithiadiazole 1%-Mancozeb 48% dalam Meningkatkan Katahanan Tanaman Cabai Merah Terhadap Penyakit Antraknos, Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22-24 Agustus 2001, hlm: 160-162.
Kegley, S.E., Hill, B.R., Orme S., Choi A.H., 2008. PAN Pesticide Database, Pesticide Action Network, North America (San Francisco, CA, 2008), http:www.pesticideinfo.org.© 2000-2008 Pesticide Action Network, North America. All rights reserved.Tanggal 14 Oktober 2008
Ivey, M.L.L. and S.A.Miller., 2004. Anthracnose Fruit Rot of Pepper, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus.hlm: 127-132
Lakshmesha K.K., N. Lakshmidevi, Mallikarjuna., 2005. Changes in Pectinase and Cellulase Activity of Colletotrichum Capsici Mutants and Their Effect on Anthracnose Disease on Capsicum Fruit, Archives of Phytopathology and Plant Protection, 38.4., hlm: 267-279.
Moekasan, T.K., L. Prabaningrum dan M.L. Ratnawati, 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir Bawang,Merah dan Cabai, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung.hlm: 223-234
Pring, F.J., C. Nash, M. Zakaria, J.A. Bailey., 1995. Infection Process and Host Range of Colletotrichum capsici, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus, 46, hlm: 137-152. Rahayu, T.dan Indijarto B,R.,2001. Pengaruh Pemberian Pupuk Kapur
dan NPK Terhadap Penyakit Bercak Hitam Pada Tanaman Mawar,Proseding Kongres Nasional XVI dan Seminar Nasional. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor,hlm: 170-173.
(59)
Roberts, D. A and Boothoryd. C. W., 1972. Fundamentals of Plant Pathology. Freman and Company. San Fransisco.
s, P.D., K.L. Pernezny and T.A. Kucharek., 2006. Anthracnose Caused by Colletotrichum sp. Netherlands New-Guinea.Dept Econ. Affairs, Neth. Series 4.,hlm: 1-55
Rohmawati, A., 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), Dept of Agronomy, diakses
dari:
Rompas, J.Ph., 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici
Terhadap Penyakit Antraknos pada Cabai, Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, hlm: 163-165.
Rusli, I., Mardinus, Zulpadli., 1997. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai di Sumatera Barat, Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, hlm: 187-190.
Sanjayaa, L. Wattimena , G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnoor, H.
dan Stam, P., 2002. Keragaman Ketahanan Aksesi
Capsicum Terhadap Antraknosa (Colletotrichum capsici) Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol.
7.No. 2. 2002. pp hlm: 37-42.
Sanjayab, L. Wattimena , G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnoor, H.
dan Stam, P., 2002. Pemetaan QTL Untuk Sifat Ketahanan
Terhadap Penyakit Antraknose Pada Capsicum spp. Jurnal
Bioteknologi Pertanian. Vol. 7.No. 2. 2002. pp hlm: 43-54.
Semangun, H., 1991. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.
Singh, R.S., 1998. Plant Disease, 2d Ed. Oxford IBH Publishing, New Delhi. Hlm: 494
Stephen and Chatfield., 2007. Using Fungicide Sprays Effectively, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus. Hlm: 229-331.
Sudir dan Suparyono.,2001. Pengaruh Pupuk N, P dan K Terhadap Penyakit Hawar Daun Jingga Padi,Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah. Perhimpinan Fitopatologi Indonesia, Palembang,hlm: 341-343.
(60)
Sudiono., 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa Buah Cabai, LAPTUNILAPP, diakses dari
Syamsudin, 2002. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (Seed Born
Diseases) pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
menggunakan Agen Biokontrol dan Ekstrak Botani, diakses dari:
Februari 2007.
Wiratma, D. A., Murwani, E. R. dan Sastrahidayat, I. R., 1983. Pengaruh Komponen Cuaca Terhadap Tingkat Serangan Jamur Colletotrichum
sp. Penyebab Antraknose Pada Cabe Rawit di Laboratorium. Kongres Nasional PFI Ke VII Medan, 21-23 September 1983,hlm: 115-125..
Yulianty, 2006. pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Jamur
Colletotrichum capsici Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai (Capsicum annuum L.) Asal lampung, LAPTUNILAPP, diakses dari
Zulnayati,Ir.,2006. Penuntun praktikum Penyakit Pasca Panen. Departemen Ilmu Hama dan PenyakitnTumbuhan.FP-USU. Hlm 5-6
(61)
Lampiran 3
Gambar : Lahan Penelitian
Sumber: Foto Langsung
Gambar : Lahan Penelitian
Sumber: Foto Langsung
Gambar : Lahan Penelitian
(62)
Lampiran 4. Skala Serangan Berdasarkan Kerusakan
0% 5%
}
skala1
5% 15%
}
skala 2
15% 30%
}
skala 330% >30%
}
skala 4(1)
6. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan fungisida + jarak tanam terdapat pada perlakuan F0J1 (tanpa fungisida + 45cm x 45cm) sebesar 71,23% dan terendah terdapat pada perlakuan F2J2 (Fungisida kontak + 45cm x 50 cm ) sebesar 3,379%.
7. Persentase serangan tertinggi kombinasi perlakuan pupuk + jarak tanam terdapat pada perlakuan P0J1 (tanpa pupuk + 45cm x 45cm) sebesar 53,215 % dan terendah terdapat pada perlakuan P1J2 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + 45cm x 50cm ) sebesar 14,549%.
8. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P1F1J2 (150 kg/Ha Urea + 200 kg/HaTSP + 200 kg/Ha KCl + Fungisida sistemik + 45cm x 50cm) sebesar 7,792 ton/ Ha dan terendah terdapat pada perlakuan P0F0J3( tanpa pupuk + tanpa fungisida + 30 cm x 60cm) sebesar 0,25 ton/Ha.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh Pupuk, Jarak Tanam dan fungisida terhadap penyakit cabai (C. annum L) yang lain pada daerah yang berbeda.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Dickman, M.B., 2000. Colletotrichum, Kluwer Academic Publisher, Netherlands, hlm: 127-142.
Djodjosumarto, P.,2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta,hlm: 46-47
Hersanti, F. Ling dan I. Zulkarnaen., 2001. pengujian Kemampuan campuran Senyawa Benzithiadiazole 1%-Mancozeb 48% dalam Meningkatkan Katahanan Tanaman Cabai Merah Terhadap Penyakit Antraknos, Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22-24 Agustus 2001, hlm: 160-162.
Kegley, S.E., Hill, B.R., Orme S., Choi A.H., 2008. PAN Pesticide Database, Pesticide Action Network, North America (San Francisco, CA, 2008), http:www.pesticideinfo.org.© 2000-2008 Pesticide Action Network, North America. All rights reserved.Tanggal 14 Oktober 2008
Ivey, M.L.L. and S.A.Miller., 2004. Anthracnose Fruit Rot of Pepper, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus.hlm: 127-132
Lakshmesha K.K., N. Lakshmidevi, Mallikarjuna., 2005. Changes in Pectinase and Cellulase Activity of Colletotrichum Capsici Mutants and Their Effect on Anthracnose Disease on Capsicum Fruit, Archives of Phytopathology and Plant Protection, 38.4., hlm: 267-279.
Moekasan, T.K., L. Prabaningrum dan M.L. Ratnawati, 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir Bawang,Merah dan Cabai, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung.hlm: 223-234
Pring, F.J., C. Nash, M. Zakaria, J.A. Bailey., 1995. Infection Process and Host Range of Colletotrichum capsici, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus, 46, hlm: 137-152. Rahayu, T.dan Indijarto B,R.,2001. Pengaruh Pemberian Pupuk Kapur
dan NPK Terhadap Penyakit Bercak Hitam Pada Tanaman Mawar,Proseding Kongres Nasional XVI dan Seminar Nasional. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor,hlm: 170-173.
(3)
Roberts, D. A and Boothoryd. C. W., 1972. Fundamentals of Plant Pathology. Freman and Company. San Fransisco.
s, P.D., K.L. Pernezny and T.A. Kucharek., 2006. Anthracnose Caused by Colletotrichum sp. Netherlands New-Guinea.Dept Econ. Affairs, Neth. Series 4.,hlm: 1-55
Rohmawati, A., 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), Dept of Agronomy, diakses
dari:
Rompas, J.Ph., 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap Penyakit Antraknos pada Cabai, Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, hlm: 163-165.
Rusli, I., Mardinus, Zulpadli., 1997. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai di Sumatera Barat, Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, hlm: 187-190.
Sanjayaa, L. Wattimena , G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnoor, H.
dan Stam, P., 2002. Keragaman Ketahanan Aksesi
Capsicum Terhadap Antraknosa (Colletotrichum capsici)
Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 7.No. 2. 2002. pp hlm: 37-42.
Sanjayab, L. Wattimena , G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnoor, H. dan Stam, P., 2002. Pemetaan QTL Untuk Sifat Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknose Pada Capsicum spp. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 7.No. 2. 2002. pp hlm: 43-54.
Semangun, H., 1991. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.
Singh, R.S., 1998. Plant Disease, 2d Ed. Oxford IBH Publishing, New Delhi. Hlm: 494
Stephen and Chatfield., 2007. Using Fungicide Sprays Effectively, Ohio State University Extension Fact Sheet Plant Pathology, Columbus. Hlm: 229-331.
Sudir dan Suparyono.,2001. Pengaruh Pupuk N, P dan K Terhadap Penyakit Hawar Daun Jingga Padi,Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah. Perhimpinan Fitopatologi Indonesia, Palembang,hlm: 341-343.
(4)
Sudiono., 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa Buah Cabai, LAPTUNILAPP, diakses dari
Syamsudin, 2002. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (Seed Born Diseases) pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) menggunakan Agen Biokontrol dan Ekstrak Botani, diakses dari: Februari 2007.
Wiratma, D. A., Murwani, E. R. dan Sastrahidayat, I. R., 1983. Pengaruh Komponen Cuaca Terhadap Tingkat Serangan Jamur Colletotrichum sp. Penyebab Antraknose Pada Cabe Rawit di Laboratorium. Kongres Nasional PFI Ke VII Medan, 21-23 September 1983,hlm: 115-125..
Yulianty, 2006. pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichum capsici Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai
(Capsicum annuum L.) Asal lampung, LAPTUNILAPP, diakses dari
Zulnayati,Ir.,2006. Penuntun praktikum Penyakit Pasca Panen. Departemen Ilmu Hama dan PenyakitnTumbuhan.FP-USU. Hlm 5-6
(5)
Lampiran 3
Gambar : Lahan Penelitian
Sumber: Foto Langsung
Gambar : Lahan Penelitian
Sumber: Foto Langsung
(6)
Lampiran 4. Skala Serangan Berdasarkan Kerusakan
0% 5%
}
skala1
5% 15%
}
skala 2
15% 30%
}
skala 330% >30%