28
kepada pemerintah semakin menurun. Maka, MPR menggelar sidang istimewa pada Bulan November 1998, yang menghasilkan
beberapa Ketetapan MPR, sebagai berikut ini : 1 Ketetapan MPR RI No. VIIIMPR1998, tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. IVMPR1993 tentang Referendum.
2 Ketetapan MPR RI No. XIMPR1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
3 Ketetapan MPR RI No. XIIIMPR1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
4 Ketetapan MPR RI No. XVMPR1998, tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan dan Pembagian, dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. 5 Ketetapan MPR RI No. XVIMPR1998, tentang Hak Asasi Manusia.
6 Ketetapan MPR RI No. XVIIIMPR1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IIMPR1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila Ekaprasetya Pancakarsa
dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
c. Masa Reformasi Mulai 21 Mei 1998–Sekarang
Peristiwa sejarah tanggal 21 Mei 1998, yaitu ketika Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya setelah terjadi unjuk
rasa besar-besaran, merupakan awal dari era reformasi. Reformasi yang dimotori mahasiswa dan
pemuda itu menuntut
adanya perubahan-perubahan,
diantaranya perubahan konstitusi yang dipandang belum cukup memuat landasan bagi kehidupan demokratis,
pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM. Oleh sebab itu, UUD 1945 perlu diubah untuk disesuaikan dengan tuntutan perkembangan,
kebutuhan masyarakat, serta perubahan zaman. Tuntutan
reformasi total yang dilontarkan
29
masyarakat, khususnya mahasiswa menjelang lengsernya Presiden Soeharto ada enam hal, antara lain :
1 Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2 Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI. 3 Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia,
serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme KKN. 4 Desentralisasi dan hubungan yang adil antara ousat dan daerah
atau otonomi daerah. 5 Mewujudkan kebebasan pers.
6 Mewujudkan kehidupan demokrasi. Tuntutan amandemen UUD 1945 terus berkembang. Komponen
masyarakat, yang dipelopori mahasiswa, pers, dan LSM secara konsisten
menuntut diagendakannya
amandemen UUD 1945. Pemerintah baru didukung oleh realitas politik di parlemen
maupun partai politik pun mendorong dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Selanjutnya tuntutan yang disertai berbagai
masukan tersebut ditampung dan dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat yang ada di dalam MPR.
Langkah awal yang dilakukan MPR dalam proses Amandemen UUD 1945 sebagai berikut.
1 MPR memutuskan untuk mencabut
Ketetapan MPR
Nomor IVMPR1983 tentang Referendum. Dalam Ketetapan MPR Nomor IVMPR1983 tersebut ditegaskan bahwa MPR berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan
terhadapnya, serta
akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Namun apabila MPR
berkehendak untuk mengubah UUD 1945, maka terlebih dahulu MPR harus meminta pendapat rakyat melalui Referendum.
Karena itulah sebelum melakukan perubahan terhadap UUD 1945, MPR terlebih dahulu mencabut Ketetapan MPR Nomor
30
IVMPR1983 tersebut, agar proses perubahan UUD 1945 menjadi lebih mudah.
2 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor XIIIMPR1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Ketentuan Pasal 1 Ketetapan tersebut menyatakan “Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang
jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan.”
MPR mengeluarkan Ketetapan MPR nomor XVIIMPR1998 tentang Hak Asasi Manusia. Selanjutnya pelaksanaan perubahan UUD
1945 dilakukan oleh MPR melalui empat kali persidangan dalam kurun waktu empat tahun, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.
5. Amandemen UUD 1945