BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) - PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER PESERTA DIDIK (STUDI DESKRIPTIF DI SMP NEGERI I SOMAGEDE) - repository per

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) 1. Pengertian PPKn Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah “salah satu

  mata pelajaran yang diajarkan untuk jenjang SMP/MTs, yang dirancang untuk menghasilkan siswa yang memiliki keimanan dan akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila sehingga dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan bertanggung jawab. Pembahasannya secara utuh mencakup empat pilar kebangsaan yang terkait satu sama lain, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika (Buku Guru SMP/MTS Kelas VIII)”.

  Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dirancang berbasis aktivitas terkait dengan sejumlah tema kewarganegaraan yang diharapkan dapat mendorong siswa menjadi warga negara yang baik melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Kepedulian tersebut ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan dirinya.

  Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur – unsur subtantik dari komponen civic

  12

  

education melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, serta

  humanis dalam lingkungan yang demokratis, serta tidak hanya mencakup aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif dan psikomotrnya. Bukan hanya menjadikan peserta didik yang pandai tetapi yang mempunyai sikap baik/berkarakter baik dan mempunyai keterampilan untuk bersosialisasi dengan lingkungan.

  Menurut Brunner (Asri Budiningsih,2005: 50) langkah-langkah pembelajaran yang harus diterapkan oleh guru adalah sebagai berikut: 1)

  Menentukan tujuan pembelajaran 2)

  Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya).

  3) Memilih materi pelajaran

  4) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi).

  5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

  6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

  Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran diatas, peserta didik diberikan kebebasan untuk belajar sendiri melalui aktifitas menemukan

  

(discovery), cara demikian akan mengarahkan peserta didik pada bentuk

belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan.

  Kompetensi yang dihasilkan bukan lagi terbatas pada kajian pengetahuan dan keterampilan penyajian hasil kajiannya dalam bentuk karya tulis, tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan sikap dan tindakan nyata yang harus mampu dilakukan oleh setiap peserta didik.

  Dengan demikian akan terbentuk sikap yang cinta dan bangga sebagai warga negara Indonesia.

2. Tujuan PPKn

  Berdasarkan Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013, secara umum tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mengembangkan potensi peserta didik dalam seluruh dimensi kewarganegaraan, yakni: (1) sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic

  

committment, and civic responsibility ); (2) pengetahuan kewarganegaraan;

  (3) keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic responsibility).

  Secara khusus Tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi tersebut sehingga peserta didik mampu: 1)

  Menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial;

  2) Memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik

  Indonesia Tahun 1945; 3)

  Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

  4) Berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam berbagai tatanan sosial Budayaal.

  Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menekankan pada perkembangan dan membina peserta didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter serta bertindak sesuai dengan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Melalui pengetahuan yang diberikan di sekolah – sekolah oleh guru kepada peserta didik diharapkan akan lahir generasi muda yang berpikir secara kritis, rasional, berkarakter baik dan kreatif yang memiliki sikap demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Fungsi PPKn

  Menurut Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014, PPKn memiliki kedudukan dan fungsi sebagai berikut:

  a.

   PPKn merupakan pendidikan nilai, moral/karakter, dan

  kewarganegaraan khas Indonesia yang tidak sama sebangun dengan

  civic education di USA, citizenship education di UK, talimatul muwatanah di negara-negara Timur Tengah, education civicas di

  Amerika Latin.

  b.

  PPKn sebagai wahana pendidikan nilai, moral/karakter Pancasila dan pengembangan kapasitas psikososial kewarganegaraan Indonesia sangat koheren (runut dan terpadu) dengan komitmen pengembangan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan perwujudan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 UU No.20 Tahun 2003.

  Berdasarkan pada fungsi di atas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus dinamis dan mampu menarik perhatian perserta didik yaitu dengan cara guru membantu mengembangkan pemahaman baik materi maupun ketrampilan intelektual dan partisipasi yang menghasilkan pemahaman bahwa bukan hanya hasil ahir yang dicapai yaitu nilai akademik, tetapi proses pembelajaran dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

4. Ruang Lingkup PPKn

  Menurut Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014, dengan perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), maka ruang lingkup PPKn meliputi: a.

  , dan pandangan hidup

  Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi bangsa b.

  UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

  c.

  Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final bentuk Negara Republik Indonesia.

  d.

  Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Uraian diatas menegaskan bahwa materi Pendidikan Pancasila dan

  Kewarganegaraan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang memiliki kualifikasi untuk dijadikan ajar yang tidak menyimpang dari kurikulum yang telah ditentukan.

5. Karakteristik Mata Pelajaran PPKn

  Menurut Peraturan Mentri No.58 Tahun 2014 mata pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013, secara utuh memiliki karakteristik sebagai berikut: a.

  Nama mata pelajaran yang semula Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn); b. Mata pelajaran PPKn berfungsi sebagai mata pelajaran yang memiliki misi pengokohan kebangsaan dan penggerak pendidikan karakter; c. Kompetensi Dasar (KD) PPKn dalam bingkai kompetensi inti (KI) yang secara psikologis-pedagogis menjadi pengintegrasi kompetensi peserta didik secara utuh dan koheren dengan penanaman, pengembangan, dan/atau penguatan nilai dan moral Pancasila; nilai dan norma UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  d.

  Pendekatan pembelajaran berbasis proses keilmuan (scientific

  approach) yang dipersyaratkan dalam kurilukum 2013 memusatkan

  perhatian pada proses pembangunan pengetahuan (KI-3, keterampilan (KI–4), sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) melalui transformasi pengalaman empirik dan pemaknaan konseptual. Pendekatan tesebut memiliki langkah generik sebagai berikut:

1. Mengamati (observing), 2.

  Menanya (questioning), 3.

   Mengumpulkan Informasi (exploring), 4. Menalar/mengasosiasi (associating) 5.

  Mengomunikasikan (communicating) Pada setiap langkah dapat diterapkan model pembelajaran yang lebih spesifik, misalnya:

  1. untuk mengamati antara lain dapat menggunakan model menyimak dengan penuh perhatian;

  2. untuk menanya antara lain dapat menggunakan model bertanya dialektis/mendalam;

  3. untuk mengumpulkan informasi antara lain dapat menggunakan kajian dokumen historis;

  4. untuk menalar/mengasosiasi antara lain dapat menggunakan model diskusi peristiwa publik;

  5. untuk mengomunikasikan antara lain dapat menggunakan model presentasi gagasan di depan publik (public hearing).

  6. Dalam konteks lain, misalnya model yang diterapkan berupa model project seperti Proyek Belajar Kewarganegaraan yang menuntut aktivitas yang kompleks waktu dan panjang dan kompetensi yang lebih luas kelima langkah generik diatas dapat diterapkan secara adaptif pada model tersebut. e.

  Model pembelajaran dikembangkan sesuai dengan karakteristik PPKn secara holistik/utuh dalam rangka peningkatan kualitas belajar dan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik sebagai warganegara yang cerdas dan baik secara utuh dalam proses pembelajaran otentik (authentic

  instructional and authentic learning) dalam bingkai integrasi

  Kompetensi Inti sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Serta model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik bersikap dan berpikir ilmiah (scientific) yaitu pembelajaran yang mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

  f.

  Model Penilaian proses pembelajaran dan hasil belajar PPKn menggunakan penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian otentik mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik.

6. Kerangka Pembelajaran PPKn

  Pengembangan desain pembelajaran, harus memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah pembuatan kerangka pembelajaran yang mengkaitkan prinsip penguasan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersifat holistik (Peraturan Mentri No.58 Tahun 2014). Pembelajaran dimulai dari membangun interaksi proses penguasaan pengetahuan dan keterampilan secara interaktif yang berimplikasi pada tumbuhnya dampak pembelajaran yang bersifat afektif.

  Akhirnya dalam diri peserta didik akan terinternalisasi (tertanam) nilai-nilai keadaban Pancasila melalui pembentukan karakter baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar. Dengan demikian, pembelajaran guna pembentukan sikap dan penanaman nilai dan moral Pancasila dan pilar kebangsaan lainnya dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan dapat tercapai.

B. Komponen-komponen pembelajaran PPKn 1.

  Guru a.

  Pengertian Guru Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

  Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih peserta didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada peserta didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik.

  Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkanya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. b.

  Persyaratan menjadi guru Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan yakni, berijasah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan YME dan berkepribadian yang luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 34).

  Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukanya, karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupanya mengabdi kepada negara dan bangsa guna mendidik peserta didik menajdi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan negara.

  c.

  Tanggung Jawab Guru “Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap peserta didik” ( Syaiful Bahri Djamarah,2005: 34). Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap anak didiknya, hujan dan panas bukanlah halangan bagi guru untuk selalu hadir di tengah-tengah peserta didiknya. Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu ketika ada peserta didiknya yang berbuat kurang sopan. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasehat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan kepada orang lain.

  Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, yang menurut Wens Tanlin dkk ( Syaiful Bahri Djamarah,2005: 36) ialah:

  1) Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan

  2) Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, (tugas bukan menjadi beban baginya).

  3) Sadar dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati).

  4) Menghargai orang lain termasuk peserta didik. 5)

  Bijaksana dan hati-hati aa9tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal) dll.

  6) Takwa terhadap Tuhan YME.

  Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa seorang guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatanya dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk peserta didik agar menajdi seorang yang berkarakter baik, bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.

  d.

  Hak dan Kewajiban Kewajiban Guru Menurut Undang-Undang No.14 (pasal 14) Tentang Guru dan

  Dosen, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, seorang guru berhak :

  1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

  2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

  3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.

4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.

  5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan

  6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan , penghargaan, dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

  7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.

  8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.

  9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

  10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi .

  11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

  Dari uraian diatas hak guru sekarang ini sudah hampir semuanya dipenuhi oleh pihak pemerintah, jadi sewajarnya guru memberikan hak- hak peserta didik secara penuh juga. Jangan sampai terlena dengan semua hak yang telah dinikmati dan membiarkan peserta didik dalam kebodohan dan terjerumus ke dalam lingkungan pergaulan yang tidak benar.

  Di dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 (pasal 20) tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiban antara lain :

  1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

  2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

  3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.

  4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

  Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kewajiban guru begitu banyak dalam melaksanakan tugas keprofesionalanya, bukan hanya tugas akademik tetapi juga harus menjunjung tinggi peraturan-peraturan yang berlaku. Sehingga diharapkan lahirlah peserta didik yang tidak hanya pandai atau cerdas dalam pengetahuan tetapi juga yang berkarakter baik yang tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya di kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, dan lingkungan masyarakat pada umumnya.

  e.

   Kepribadian Guru Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainya. “Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan” (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 39).

  Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupanya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaan dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu, kepribadian adalah masalah yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan.

  Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa, posisi guru dan peserta didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan setujuan.

  Seiring berarti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Peserta didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing peserta didik ke pintu gerbang cita- citanya. Itulah sikap guru yang tepat sebagai sosok pribadi yang mulia. Pendek kata, kewajiban guru adalah menciptakan “khairunnas” yakni manusia yang baik. f.Tugas Guru

  Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membangun dan membentuk kepribadian peserta didik menjadi seorang yag berguna bagi agama, nusa dan bangsa.

  Menurut Rustiyah (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 38) tugas seorang guru adalah: 1)

  Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.

  2) Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.

  3) Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.

  4) Sebagai perantara dalam belajar.

  Di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap.

  5) Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak sekehendaknya.

  6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.

  Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah dibawah pengawasan guru. 7)

  Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalankan terlebih dahulu. 8) Guru sebagai administrator dan manajer.

  Di samping mendidik , seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tata usaha (TU) seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan.

  9) Pekerjaan guru sebagai suatu profesi.

  Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak daat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaanya sebagai suatu profesi. 10) Guru sebagai perencana kurikulum.

  Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan. 11) Guru sebagai pemimpin (guidance worker).

  Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada problem.

  12) Guru sebagai seponsor dalam kegiatan anak-anak.

  Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler membentuk kelompo belajar dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi-profesi lainya, sehingga keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar peserta didik bukan hanya sebuah slogan di atas kertas.

  g.

  Peranan Guru Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru (Syaiful Bahri

  Djamarah,2005: 43-48). Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan dibawah ini : 1)

  Korektor Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. 2)

  Inspirator Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar peserta didik. Persoalan belajar adalah masalah utama peserta didik. Guru harus memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti bertolak dari teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh peserta didik. 3)

  Informator Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi peserta didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada peserta didik.

  Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan peserta didik.

  4) Organisator

  Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri peserta didik.

  5) Motivator

  Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong peserta didik agar bergairah dan termotivasi dalam belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi peserta didik malas belajar dan menurunprestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai motovator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.

  6) Inisiator

  Dalam perananya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pembelajaran.

  Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembngan IPTEK di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbarui sesuai kemajua media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu.

  7) Fasilitator

  Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar peserta didik.

  Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruangan kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang memadai, menyebabkan peserta didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.

  8) Pembimbing

  Peranan guru yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing peserta didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan peserta didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.

  9) Demonstrator

  Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat peserta didik pahami. Apalagi peserta didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami peserta ddik, guru harus berusaha membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman peserta didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan peserta didik. Tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien. 10)

  Pengelola kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua peserta didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalanya interaksi edukatif. Tujuan umum dari pengelolaan kelas yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar-mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar peserta didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.

  11) Mediator

  Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media non material maupun materiil. Media sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran.

  12) Supervisor

  Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

  13) Evaluator

  Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian peserta didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian peserta didik harus lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban peserta didik ketika diberikan tes. Peserta didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian peserta didik agar menjadi manusia susila yang cakap.

  Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa peranan guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Banyak contoh sikap dan perilaku yang dapat guru berikan kepada peserta didik, yang pada ahirnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari oleh peserta didik baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat pada umumnya serta lingkup yang lebih luas lagi yaitu negara.

  h.

  Kode Etik Guru Istilah “kode etik” terdiri dari dua kata yakni “kode” dan “etik”.

  Kata etik berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok manusia”. Dan etik biasanya dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang disebut “kode”, sehingga terjelmalah apa yang disebut “kode etik”. Atau secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etika artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, “kode etik” guru diartikan sebagai “aturan atau kesusilaan guru”. Menurut Westby Gibson (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 49) kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.

  Dari pembahasan di atas, guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki “kode etik guru” dan menjadikanya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru.

  Apabila guru telah melakukan perbuatan asusila dan amoral berarti guru telah melanggar “kode etik guru”. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.

  Berbicara mengenai “Kode Etik Guru di Indonesia” berarti membicarakan guru di negara kita. Berikut akan dikemukakan kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 49-50) yaitu :

  1) Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.

  2) Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan peserta didik masing-masing.

  3) Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang peserta didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.

  4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua peserta didik sebaik-baiknya demi kepentingan peserta didik.

  5) Guru memelihara hubunga baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.

  6) Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.

  7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.

  8) Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdianya.

  9) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

  Kode etik guru ini merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua sikap dan tingkah laku guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat pada umumnya. i.

  Prinsip Profesionalitas Guru Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

  Dosen (pasal 7) Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : 1)

  Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme

  2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahlak mulia.

  3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

  4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas

  5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

  6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja

  7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat

  8) Mmemiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan

  9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

  Dari kesmbilan prinsip profesionalitas guru diatas hendaknya dalam praktek dunia pendidikan akan terlahir generasi muda penerus bangsa yang cerdas, trampil, aktif, kreatif, cakap, berkarakter baik atau berahlak mulia. Sehingga mampu menjadikan negara indonesia sebagai negara yang maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia.

2. Peserta didik

  Peserta didik atau anak didik adalah “Setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan” (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 51). Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif.

  Adapun kebutuhan peserta antara lain adalah : a.

  Kebutuhan jasmaniah (kesehatan) Yaitu makan, minum, pakaian, olah raga, istirahat, rekreasi dll.

  b.

  Kebutuhan sosial Yaitu hubungan pergaulan antara peserta didik dengan pendidik dan sesama teman. Suasana dialog, suasana pergaulan kelas yang harmonis tanpa mendiskriminasikan peserta didik, bahkan saling mengejek, termasuk mengalokasikan mereka di lingkungan belajarnya didik ( Kuliah Strategi Pembelajaran).

  c.

  Kebutuhan intelektual Yaitu pertumbuhan dan perkembangan sebagai manusia melalui pemanfaatan potensi berpikir dalam memecahkan persoalan belajarnya. Dari uraian di atas, hendaknya kebutuhan dari peserta didik terpenuhi dengan seimbang supaya dalam pembelajaran berlangsung dengan lancar dan hasilnya pun maksimal. Peserta didik berhak mendapatkan layanan materi ajar yang sistematis, dekat dengan pengalaan dan relevan dengan kebutuhanya, serta layanan kegiatan pembelajaran yang beragam dan bergantian.

3. Strategi dan Metode Pembelajaran PPKn

  “Strategi Pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran” (La Iru dan La Ode, 2012: 4). Ini berarti bahwa, pertama strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan atau rangkaian kegiatan termasuk penggunaan metode dan manfaaat berbagai sumber daya baik kekuatan maupun kelemahan dalam pembelajaran. Artinya bahwa penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.

  Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan atau kompetensi tertentu, artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan atau kompetensi. Penyusunan langkah-langkah pembeljaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan atau kompetensi. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan atau kompetensi yang jelas yang dapat diukur keberhasilanya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatau strategi. Ketiga, strategi merupakan ilmu dan seni mengajar sehingga pembelajaran dapat menarik perhatian, menyenangkan, dan membuat nyaman peserta didik dalam belajar.

  Dalam pembelajaran PPKn perlu dipahami hubungan konseptual dan fungsional strategi serta metode pembelajaran dengan pendekatan dan model pembelajaran. Pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat (a way of viewing). Strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of

  achieving of objectif ). Metode adalah cara menangani sesuatu (a way of dealing ). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu

  (a way creating something). Dilain pihak model adalah kerangka yang berisikan langkah-langkah/urut-urutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa (Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014).

  Penentuan strategi pembelajaran tidak hanya dilakukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga dalam perencanaan pembelajaran.

  Strategi pembelajaran pada dimensi perencanaan mengacu pada upaya secara strategis dalam memilih, menetapkan, dan merumuskan komponen- komponen pembelajaran. Dimensi ini tercermin pada saat guru mengembangkan rancangan pembelajaran. Sementara itu, dalam dimensi pelaksanaan, strategi pembelajaran merupakan upaya mengaktualisasikan berbagai gagasan yang telah dirancang dengan memodifikasi dan memberikan perlakuan yang selaras dan bersiasat sehingga komponen- komponen pembelajaran berfungsi mengembangkan potensi siswa.

  Acuan utama dalam penentuan strategi pembelajaran adalah tercapainya tujuan atau kompetensi pembelajaran. Oleh karena itu segala kegiatan pembelajaran yang dilakukan yang tidak berorientasi pada pencapaian tujuan atau kompetensi pembelajaran tidak dapat dikategorikan sebagai strategi pembelajaran. Untuk dapat merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran yang efektif, guru harus memiliki khazanah metode pembelajaran yang kaya (La Iru dan La Ode,2012: 5).

  Pembelajaran PPKn dapat menggunakan strategi dan metode yang sudah dikenal selama ini, seperti Jigsaw, Strategi Reading Guide (Membaca Buku Ajar), Information Search (Mencari Informasi), dan sebagainya. Secara khusus pembelajaran PPKn mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran PPKn (Peraturan Menteri No.58 tahun 2014).

  Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dalam kegiatan pembelajaran. Metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai setelah kegiatan pembelajaran berahir.

  Adapun metode yang relevan dalam PPKn yang berkarakteristik adalah sebagai berikut : a.

  Menekankan pada pemecahan masalah.

  b.

  Bisa dijalankan dalam berbagai konteks.

  c.

  Mengarahkan siswa pada pembelajaran mandiri.

  d.

  Mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa yang berbeda.

  e.

  Mendorong siswa untuk merancang dan menentukan atau melakukan kegiatan ilmiah. f.

  Memotivasi siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari.

  g.

  Menerapkan penilaian otentik (penilaian yang sebenarnya).

  h.

  Menyenangkan. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Guru harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang metode pembelajaran yang bervariasi agar proses belajar mengajar berjalan dengan efektif dan efisien sehingga hasil belajar peserta didik pun sesuai dengan yang diharapkan atau yang telah ditentukan sebelumnya.

  Pada dasarnya tidak ada strategi pembelajaran yang dipandang paling baik, karena setiap strategi pembelajaran saling memiliki keunggulan masing-masing. Strategi pembelajaran yang dinyatakan baik dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu belum tentu baik dan tepat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang lain. ltulah sebabnya, seorang pendidik diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memilih dan menerapkan berbagai strategi pembelajaran, agar dalam melaksanakan tugasnya dapat memilih alternatif strategi yang dirasakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014).

4. Materi Pembelajaran

  Pengorganisasi ruang lingkup materi PPKn dikembangkan sesuai dengan prinsip mendalam dan meluas, mulai dari jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/MA/SMK. Prinsip mendalam berarti materi PPKn dikembangkan dengan materi pembelajaran sama, namun semakin tinggi tingkat kelas atau jenjang semakin mendalam pembahasan materi. Prinsip meluas berarti lingkungan materi dari keluarga, teman pergaulan, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara, serta pergaulan dunia. Kedalaman dan keluasan materi dapat dilihat dari rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang merupakan gradasi setiap kompetensi (Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014) yaitu :

  1) Pengembangan KI dan KD ranah sikap jenjang SD/MI pada kemampuan menerima dan menjalankan, pada jenjang SMP/MTs kemampuan menghargai dan menghayati, dan jenjang SMA/SMK kemampuan menghayati dan mengamalkan.

  2) Pengembangan KI dan KD ranah pengetahuan jenjang SD/MI pada kemampuan mengetahui, pada jenjang SMP/MTs kemampuan memahami dan menerapkan, dan jenjang SMA/SMK kemampuan memahami, menganalisa dan mengevaluasi.

  3) Pengembangan KI dan KD ranah keterampilan jenjang SD/MI pada kemampuan mengamati dan menanya; pada jenjang SMP/MTs kemampuan mencoba, menyaji dan menalar; dan jenjang SMA/SMK kemampuan menyaji.

  4) Ruang lingkup pengetahuan Jenjang SD pada pengetahuan faktual dan konsep; jenjang SMP pengetahuan faktual, konsep, dan prosedur; dan jenjang SMA pengetahuan faktual, konsep, prosedur dan metakognitif (teori).

  5) Lingkungan pengembangan pengetahuan pada jenjang SD pada keluarga dan teman bermian; jenajng SMP pada sekolah dan pergaulan sabaya; jenjang SMA pada bangsa dan negara serta pergaulan dunia.

  Berdasarkan penjelasan diatas, gradasi kedalaman dan keluasan materi ini perlu dipahami oleh setiap guru pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tujuanya adalah agar pengembangan materi pembelajaran dan proses pembelajaran tidak saling tumpang tindih antar jenjang.

5. Media Pembelajaran PPKn a.

  Pengertian media pembelajaran Media pembelajaran merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Media sebagai alat komunikasi merupakan segala sesuatu yang membawa informasi (pesan) dari sumber informasi kepada penerima informasi. Oleh sebab itu media pembelajaran merupakan segala wujud yang tepat dipakai sebagai sumber belajar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, kemauan peserta didik, sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran ke tingkat lebih efektif dan efisien (Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014: 254) b. Kedudukan media pembelajaran

  Kedudukan media pembelajaran adalah sebagai : 1)

  Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran. 2)

  Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji dan dipecahkan lebih lanjut oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.

  3) Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2010: 6).

  Dari uraian diatas dapat dapat disimpulkan bahwa kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan peserta didik dan interaksi peserta didik dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. c.

  Manfaat media pembelajaran Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2010: 2) “media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada giliranya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya”. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar peserta didik. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar peserta didik antara lain :

  1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

  2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

  3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

  4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

  Alasan kedua mengapa penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir kongkrit menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.

  Penggunaan media pembelajaran erat kaitanya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.

  Dalam proses pembelajaran terdapat unsur yang sangat penting yaitu metode mengajar dan media pengajaran, keduanya saling terkait.