barang, sehingga makin banyak harga barang-barang yang naik, dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya inflasi.
b Kekakuan berupa ketidakelastisan pada produksi bahan makanan di dalam negeri. Dalam hal ini, pertumbuhan produksi bahan makanan di dalam negeri
tidak secepat terjadinya penambahan penduduk dan pendapatan perkapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung meningkat
melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Selanjutnya, hal tersebut akan mendorong timbulnya tuntutan karyawan akan kenaikan upah. Kenaikan upah
berarti kenaikan biaya produksi, yang berarti pula kenaikan harga dari barang-barang
tersebut. Kenaikan
harga barang-barang
seterusnya mengakibatkan timbulnya tuntutan kenaikan upah lagi, dan kenaikan upah
kemudian akan diikuti dengan kenaikan harga-harga, demikian seterusnya. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya seandainya harga bahan makanan
tidak terus menaik. Namun karena faktor struktural tadi, maka proses tersebut akan terus berlanjut sehingga menimbulkan inflasi spiral.
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau
berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output
perkapita, dengan kata lain, dalam konteks yang kedua ini pertumbuhan ekonomi
menggambarkan kenaikan taraf hidup yang diukur dengan output riil per orang
Boediono, 1981
Perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah barang dan jasa meningkat. Jumlah barang dan jasa dalam perekonomian
suatu negara dapat diartikan pula sebagai nilai dari Produk Domestik Bruto PDB. Sedangkan PDB, dari sisi produksi dapat didefinisikan sebagai jumlah seluruh nilai
produksi barang-barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh setiap sektor produktif dalam suatu domestik negara selama periode tertentu. Dengan demikian,
nilai perubahan PDB ini digunakan dalam mengukur persentase pertumbuhan ekonomi suatu domestik. Jika terjadi kenaikan dalam PDB dibandingkan PDB tahun
sebelumnya maka dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan PDB dibandingkan tahun sebelumnya maka
dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Perhitungan pertumbuhan ekonomi biasanya menggunakan data PDB
triwulan atau tahunan. Adapun konsep perhitungannya, sebagai berikut:
Keterangan: G
= Pertumbuhan ekonomi periode t triwulan atau tahun Yt
= PDB riil harga konstan periode t Yt-1
= PDB riil harga konstan periode t-1
100 Y
Y Y
G
1 -
t 1
- t
t
2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi
a Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Teori pertumbuhan ekonomi neo klasik dipelopori oleh Solow dan Swan. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan
penyedia faktor-faktor produksi penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada
asumsi yang mendasari pemikiran klasik, yakni perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh full employment dan kapasitas
peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai di mana perekonomian akan berkembang tergantung pada
pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.
b Teori Eksogenus
Para ahli ekonomi menggunakan istilah ”eksogenus” sebagai pengertian kekuatan yang beroperasi dari luar sistem ekonomi. Teori
eksogenus mengemukakan bahwa terjadinya siklus bisnis fluktuasi ekonomi disebabkan oleh perubahan faktor-faktor yang berada di luar sistem ekonomi,
seperti terjadinya peperangan, revolusi, pemilihan dan pergantian presiden, penemuan daerah dan sumber daya alam yang baru, migrasi, perubahan iklim
dan cuaca, maupun terobosan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi. Dalam pandangan ini, faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan terjadinya
fluktuasi dalam pertumbuhan ekonomi.
c Teori Moneter
Teori moneter yang dipelopori oleh Milton Friedman berusaha menjelaskan hubungan fluktuasi bisnis dengan ekspansi dan kontraksi atas
uang dan kredit. Pada pendekatan ini, perubahan pada faktor-faktor moneterlah misal: jumlah uang beredar, cadangan minimum, tingkat suku
bunga, dan sebagainya yang menyebabkan terjadinya fluktuasi pertumbuhan output ekonomi.
d Teori Akselerator Multiplier
Teori akselerator multiplier yang dipelopori oleh Paul A. Samuelson mengemukakan bahwa pertumbuhan output ekonomi yang cepat
merangsang investasi, selanjutnya investasi yang tinggi merangsang pertumbuhan output lebih besar, dan proses ini akan berlanjut hingga
kapasitas ekonomi telah tercapai, yaitu pada titik dimana laju pertumbuhan ekonomi melambat. Kemudian pertumbuhan ekonomi yang lambat akan
mengurangi pengeluaran investasi dan akumulasi inventaris, yang cenderung menyebabkan ekonomi mengalami resesi. Proses tersebut kemudian bekerja
secara kebalikannya hingga ekonomi kembali stabil dan meningkat kembali.
e Teori Goncangan Penawaran Supply Shock
Teori goncangan penawaran yang dipelopori oleh R. J. Gordon menyatakan bahwa terjadinya fluktuasi pertumbuhan ekonomi disebabkan
karena terjadinya pergeseran pada penawaran agregat, seperti terjadinya lonjakan harga minyak, kegagalan panen, perubahan iklim, ataupun
perubahan kebijakan yang mempengaruhi sisi produksi.
2.3 Kaitan Antara Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi