Evaluasi Keragaan Jahe Emprit ( Zingiber officinale Rosc.) Hasil Perlakuan Kolkisin pada Kultur In Vitro

EVALUASI KERAGAAN
JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc . )
HASIL PERLAKUAN KOLKISIN PADA KULTUR IN VITRO

Oleh :
Tias Arlianti
A34401048

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

EVALUASI KERAGAAN JAHE EMPRIT (Zingiber
officinale Rosc. ) HASIL PERLAKUAN KOLKISIN
PADA KULTUR IN VITRO

Skripsi
sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Tias Arlianti
A34401048

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

: EVALUASI KERAGAAN JAHE EMPRIT ( Zingiber
officinale Rosc.) HASIL PERLAKUAN KOLKISIN PADA
KULTUR IN VITRO


Nama

: Tias Arlianti

NRP

: A34401048

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K., MS.

Ir. Diny Dinarti, MSi
NIP : 131 999 963


NIP : 131 803 645

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus :

RINGKASAN
TIAS ARLIANTI. Evaluasi Keragaan Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.)
Hasil Perlakuan Kolkisin Pada Kultur In Vitro. (Dibimbing oleh DINY
DINARTI dan YUDIWANTI W. E. K)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh mutagen kimia
kolkisin terhadap keragaan tanaman jahe emprit. Bahan tanaman yang digunakan
adalah tunas jahe emprit yang diberikan perlakuan kolkisin dan ditanam pada
media in vitro . Aklimatisasi dilakukan di teras laboratorium Kultur Jaringan,
pengamatan lapangan dilakukan di rumah plastik Leuwikopo, Dramaga.
Pengamatan laboratorium dilakukan di laboratorium RGCI (Research Group on

Crop Improve ment), Epidemik HPT, EKO-FISIOLOGI dan laboratorium
Herbarium Bogoriensis bagian anatomi dan sitologi, LIPI Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari Bulan Desember 2004 – September 2005.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor.
Faktor yang dianalisis adalah tujuh perla kuan kolkisin pada saat in vitro 1.
Perlakuan terdiri atas lama perendaman dan konsentrasi kolkisin. Terdapat tiga
lama perendaman yang digunakan yaitu 12 jam, 24 jam dan 48 jam, sedangkan
konsentrasi kolkisin yang digunakan adalah 0.25 %, 0.50 % dan 0.75 %, sehingga
diperoleh tujuh perlakuan yaitu 0.25 %, 12 jam ; 0.50 %, 12 jam; 0.75 %, 12 jam;
0.25 %, 24 jam; 0.75 %, 24 jam; 0.25 %, 48 jam dan kontrol (direndam dalam
aquades selama 12 jam). Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan sehingga
terdapat 21 satuan percobaan dengan 63 tanaman percobaan.
Hasil percobaan menunjukkan perlakuan kolkisin tidak berpengaruh
terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman, lingkar batang, jumlah
anakan, jumlah dan ukuran stomata dan kandungan klorofil. Kolkisin memberikan
pengaruh nyata terhadap bobot total (akar dan rimpang), bobot akar dan bobot
rimpang saat panen. Terdapat dua perlakuan kolkisin yang mengakibatkan
perubahan jumlah kromosom, yaitu konsentrasi 0.25 % dengan lama perendaman
24 jam dan 48 jam. Tanaman dari perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 %
selama 24 jam memiliki jumlah kromosom 2n = 44. Tanaman dari perlakuan

1

Perlakuan pada kultur in vitro dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Dwiningsih (2004)

direndam kolkisin 0.25 % selama 48 jam memiliki jumlah kromosom 2n = 66.
Tanaman jahe tanpa perlakuan kolkisin memiliki jumlah kromosom 2n = 22
Tanaman dari perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 % selama 24 jam
memperlihatkan fenotipe yang lebih baik dari kontrol. Sebaliknya tanaman dari
perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 % selama 48 jam memperlihatkan
fenotipe yang lebih rendah dari kontrol. Dapat disimpulkan bahwa kolkisin dapat
mengubah karakter tanaman jahe emprit disebabkan karena perubahan jumlah
kromosom.

SUMMARY
TIAS ARLIANTI.

Evaluation of Phenotypic Emprit Ginger (Zingiber

officinale Rosc.) with In Vitro Cholchic in Treatment. ( Supervised by DIN Y
DINARTI and YUDIWANTI W. E. KUSUMO)

The research was done to evaluate the effect of chemical mutagen
cholchicin to phenotypic variation of emprit ginger. Source of plant used in this
research were sprout of emprit ginger that had been given cholchicin treatment in
in vitro. Acclimatization was done in tissue culture laboratory, the field
observation conduced in “plastic house” in Leuwikopo Dramaga. Laboratory
observation was done in laboratories of RGCI, Pest and Plant Disease, EKO –
FISIOLOGY , and Herbarium Bogoriense LIPI Bogor. The research was holds on
December 2004 – September 2005.
The experiment was arranged in Randomize Complete d Design with one
factor . The factor that analyzed is seven in vitro 1 cholchisin treatment. The
treatments consist of treatment time and cholchicin concentration. There are three
treatment times: 12 hours, 24 hours and 48 hours. Cholchicin concentration
consist of 0.25 %, 0.50 % and 0.75 %. Therefore the seven treatments are 0.25 %,
12 hours; 0.50 %, 12 hours; 0.75 %, 12 hours; 0.25 %, 24 hours; 0.75 %, 24
hours; 0.25 %, 48 hours and control. The experiment consists of three replication.
Each replication consists of three plants. There are 63 experiment plants.
The result of experiments showed that cholchicin didn’t effect to plant
height, number of leaves, number of sprout, size of steam, number and size of
stomata and clorofil concentration. Cholchicin effected to number


of

chromosome , total weight (root and rhizome), root weight and rhizome weight.
There are two cholchicin treatments that multiply chromosome number. The
treatments are concentration 0.25 % with soaking duration of 24 hours and 48
hours. Plant that soaked in cholchicin 0.25 % for 24 hours have chromos ome
number 2n = 44. On the countrary plant that soaked in cholchicin 0.25 % for 48
hours have 66 ( 2n = 66) chromosomes. Plant with no cholchicin treatment
number of the chromosome is 22.
1

In vitro cholchicin treatment was conduced by Dwiningsih (2004)

Plant with soaking duration 24 hours in cholcichin 0.25 % had the best
appearance compare with other treatment and control. The opposite is plants with
soaking duration 48 hours in cholchicin 0.25 %, that had the worst appearance.
From the experiment we can conclude cholchicin can effect change of character
on emprit ginge r by change number of chromosome.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur ke hadirat Ilahi Robbi atas segala
Rahmat, karunia dan kemudahan

yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi tugas
akhir dan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Ir. Diny Dinarti, MSi dan Ir. Yudiwanti, MS selaku dosen pembimbing
yang telah dengan sabar membimbing penulis.
2. Para Dosen, khususnya Bu Sri, Bu Ning, Pak Hajrial, Pak Abdul Qadir
dan Pak Syukur yang telah memberikan banyak ilmu dan wacana
3. Keluarga SERA 35, Papa, Mama, Mba Anti “Ucrit” dan Adit “Godit”
yang senantiasa memberikan semangat bagi penulis
4. My second family, Big Latri, Kinoy, Putri, UU dan Winoy. Terima kasih
senantiasa mengingatkan penulis menjadi lebih baik.
5. The “DEVOKERS” Jippi, Nta, Tami, Dina, N ita dan Sely .
6. Chotim, untuk pengertian dan persahabatannya.
7. MUTANT 38 , khususnya Suci (teman satu perjuangan penelitian) Pipih,

Tari, Usman, Nandang, Hana, Iam.
8. Instansi Herbarium, Lab PSPT, Lab HPT dan Lab EKO-FISIOLOGI
9. Mas Bambang, Pak Joko, Pak Hafidz, Mba Nita, Pak Rahmat dan semua
staff laboratorium yang sudah membantu penelitian.
10. Luqi, Pupuet, Mba Dini, Suci, Siti, Bu Meitri, Mas Weedee, “Bang”
Dodo, Ipank, Ebenk dan semua pihak yang telah membantu penulis yang
tidak mungkin penulis tuliskan satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian
ini, semoga kelak penulis dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak
Bogor, 24 Januari 2006

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1983. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Asikin A Gani dan Ibu
Sulistiowaty.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1995 di SDN.
Mekarjaya V. Penulis kemudian menyelesaika n studi di SLTPN 4 Depok pada

tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Depok.
Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman Teknologi Benih,
Fakultas Pertanian.
Sebagai mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Agronomi
(HIMAGRON). Penulis juga turut serta dalam berbagai kepanitiaan lepas di IPB.
Diluar kegiatan kampus penulis turut serta dalam kegiatan SALAM 1 Depok.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan tanaman obat dan remah di Indonesia saat ini semakin
banyak mendapat perhatian, baik dari pemerintah ataupun para praktisi pertanian.
Hal ini terutama didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pemanfaaatan sumberdaya alam herbal maka pemanfaaatan produk
herbalpun semakin berkembang. Tidak hanya di negara-negara timur tetapi juga
merambah ke negara barat. Menurut data WHO permintaaan produk herbal di
Eropa sepanjang kurun waktu 1999-2004 mencapai 66% dimana Belanda
merupakan konsumen terbesar yaitu 16% ( Martha Tilaar Inovation Center, 2002).
Tingginya nilai permintaan produk herbal tersebut selain karena tingkat
kepekaan masyarakat semakin tinggi terhadap asupan bahan kimia dalam

kehidupan sehari-hari juga dikarenakan krisis moneter yang menyebabkan
tingginya harga obat-obatan kimia. Akibatnya masyarakat mencari alternatif lain,
yaitu mengkonsumsi obat tradisional. Banyaknya permintaan terhadap produk
herbal secara tidak langsung juga membuat peningkatan permintaan bahan baku
tanaman herbal, salah satunya adalah jahe.
Jahe merupakan tanaman obat yang paling banyak digunakan selain
temulawak dan lempuyung. Selain digunakan sebagai bahan baku industri obat
jahe juga dibutuhkan dalam industri kosmetika, makanan dan minuman ( Martha
Tilaar Inovation Center, 2002). Selain untuk kebutuhan dalam negeri, jahe juga
merupakan salah satu komuditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data FAO (2004),
nilai ekspor jahe Indonesia meningkat dari 4. 515 Mt pada tahun 2003 menjadi
15.095 Mt pada tahun 2004
Jahe emprit merupakan salah satu jenis jahe yang banyak digunakan dalam
industri obat, khususnya industri jamu tradisional. Berbeda dengan jahe merah
yang berbau tajam, jahe emprit memiliki keunggulan yaitu bau yang tidak
menusuk dengan kandungan minyak atsiri yang cukup besar. Saat ini kebutuhan
jahe emprit nasional mencapai 10 ribu ton/tahun, dan diekspor sekitar 5-6 ribu
ton/tahun1. Besarnya nilai ekspor tersebut membuat pengusaha jamu tradisional
sulit mendapatkan pasokan jahe emprit sebagai bahan baku. Hal ini menuntut
1

(http://www.rri-online)

EVALUASI KERAGAAN
JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc . )
HASIL PERLAKUAN KOLKISIN PADA KULTUR IN VITRO

Oleh :
Tias Arlianti
A34401048

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

EVALUASI KERAGAAN JAHE EMPRIT (Zingiber
officinale Rosc. ) HASIL PERLAKUAN KOLKISIN
PADA KULTUR IN VITRO

Skripsi
sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Tias Arlianti
A34401048

PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

: EVALUASI KERAGAAN JAHE EMPRIT ( Zingiber
officinale Rosc.) HASIL PERLAKUAN KOLKISIN PADA
KULTUR IN VITRO

Nama

: Tias Arlianti

NRP

: A34401048

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K., MS.

Ir. Diny Dinarti, MSi
NIP : 131 999 963

NIP : 131 803 645

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus :

RINGKASAN
TIAS ARLIANTI. Evaluasi Keragaan Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.)
Hasil Perlakuan Kolkisin Pada Kultur In Vitro. (Dibimbing oleh DINY
DINARTI dan YUDIWANTI W. E. K)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh mutagen kimia
kolkisin terhadap keragaan tanaman jahe emprit. Bahan tanaman yang digunakan
adalah tunas jahe emprit yang diberikan perlakuan kolkisin dan ditanam pada
media in vitro . Aklimatisasi dilakukan di teras laboratorium Kultur Jaringan,
pengamatan lapangan dilakukan di rumah plastik Leuwikopo, Dramaga.
Pengamatan laboratorium dilakukan di laboratorium RGCI (Research Group on
Crop Improve ment), Epidemik HPT, EKO-FISIOLOGI dan laboratorium
Herbarium Bogoriensis bagian anatomi dan sitologi, LIPI Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari Bulan Desember 2004 – September 2005.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor.
Faktor yang dianalisis adalah tujuh perla kuan kolkisin pada saat in vitro 1.
Perlakuan terdiri atas lama perendaman dan konsentrasi kolkisin. Terdapat tiga
lama perendaman yang digunakan yaitu 12 jam, 24 jam dan 48 jam, sedangkan
konsentrasi kolkisin yang digunakan adalah 0.25 %, 0.50 % dan 0.75 %, sehingga
diperoleh tujuh perlakuan yaitu 0.25 %, 12 jam ; 0.50 %, 12 jam; 0.75 %, 12 jam;
0.25 %, 24 jam; 0.75 %, 24 jam; 0.25 %, 48 jam dan kontrol (direndam dalam
aquades selama 12 jam). Percobaan dilakukan dalam tiga ulangan sehingga
terdapat 21 satuan percobaan dengan 63 tanaman percobaan.
Hasil percobaan menunjukkan perlakuan kolkisin tidak berpengaruh
terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman, lingkar batang, jumlah
anakan, jumlah dan ukuran stomata dan kandungan klorofil. Kolkisin memberikan
pengaruh nyata terhadap bobot total (akar dan rimpang), bobot akar dan bobot
rimpang saat panen. Terdapat dua perlakuan kolkisin yang mengakibatkan
perubahan jumlah kromosom, yaitu konsentrasi 0.25 % dengan lama perendaman
24 jam dan 48 jam. Tanaman dari perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 %
selama 24 jam memiliki jumlah kromosom 2n = 44. Tanaman dari perlakuan
1

Perlakuan pada kultur in vitro dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Dwiningsih (2004)

direndam kolkisin 0.25 % selama 48 jam memiliki jumlah kromosom 2n = 66.
Tanaman jahe tanpa perlakuan kolkisin memiliki jumlah kromosom 2n = 22
Tanaman dari perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 % selama 24 jam
memperlihatkan fenotipe yang lebih baik dari kontrol. Sebaliknya tanaman dari
perlakuan direndam dalam kolkisin 0.25 % selama 48 jam memperlihatkan
fenotipe yang lebih rendah dari kontrol. Dapat disimpulkan bahwa kolkisin dapat
mengubah karakter tanaman jahe emprit disebabkan karena perubahan jumlah
kromosom.

SUMMARY
TIAS ARLIANTI.

Evaluation of Phenotypic Emprit Ginger (Zingiber

officinale Rosc.) with In Vitro Cholchic in Treatment. ( Supervised by DIN Y
DINARTI and YUDIWANTI W. E. KUSUMO)
The research was done to evaluate the effect of chemical mutagen
cholchicin to phenotypic variation of emprit ginger. Source of plant used in this
research were sprout of emprit ginger that had been given cholchicin treatment in
in vitro. Acclimatization was done in tissue culture laboratory, the field
observation conduced in “plastic house” in Leuwikopo Dramaga. Laboratory
observation was done in laboratories of RGCI, Pest and Plant Disease, EKO –
FISIOLOGY , and Herbarium Bogoriense LIPI Bogor. The research was holds on
December 2004 – September 2005.
The experiment was arranged in Randomize Complete d Design with one
factor . The factor that analyzed is seven in vitro 1 cholchisin treatment. The
treatments consist of treatment time and cholchicin concentration. There are three
treatment times: 12 hours, 24 hours and 48 hours. Cholchicin concentration
consist of 0.25 %, 0.50 % and 0.75 %. Therefore the seven treatments are 0.25 %,
12 hours; 0.50 %, 12 hours; 0.75 %, 12 hours; 0.25 %, 24 hours; 0.75 %, 24
hours; 0.25 %, 48 hours and control. The experiment consists of three replication.
Each replication consists of three plants. There are 63 experiment plants.
The result of experiments showed that cholchicin didn’t effect to plant
height, number of leaves, number of sprout, size of steam, number and size of
stomata and clorofil concentration. Cholchicin effected to number

of

chromosome , total weight (root and rhizome), root weight and rhizome weight.
There are two cholchicin treatments that multiply chromosome number. The
treatments are concentration 0.25 % with soaking duration of 24 hours and 48
hours. Plant that soaked in cholchicin 0.25 % for 24 hours have chromos ome
number 2n = 44. On the countrary plant that soaked in cholchicin 0.25 % for 48
hours have 66 ( 2n = 66) chromosomes. Plant with no cholchicin treatment
number of the chromosome is 22.
1

In vitro cholchicin treatment was conduced by Dwiningsih (2004)

Plant with soaking duration 24 hours in cholcichin 0.25 % had the best
appearance compare with other treatment and control. The opposite is plants with
soaking duration 48 hours in cholchicin 0.25 %, that had the worst appearance.
From the experiment we can conclude cholchicin can effect change of character
on emprit ginge r by change number of chromosome.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur ke hadirat Ilahi Robbi atas segala
Rahmat, karunia dan kemudahan

yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi tugas
akhir dan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Ir. Diny Dinarti, MSi dan Ir. Yudiwanti, MS selaku dosen pembimbing
yang telah dengan sabar membimbing penulis.
2. Para Dosen, khususnya Bu Sri, Bu Ning, Pak Hajrial, Pak Abdul Qadir
dan Pak Syukur yang telah memberikan banyak ilmu dan wacana
3. Keluarga SERA 35, Papa, Mama, Mba Anti “Ucrit” dan Adit “Godit”
yang senantiasa memberikan semangat bagi penulis
4. My second family, Big Latri, Kinoy, Putri, UU dan Winoy. Terima kasih
senantiasa mengingatkan penulis menjadi lebih baik.
5. The “DEVOKERS” Jippi, Nta, Tami, Dina, N ita dan Sely .
6. Chotim, untuk pengertian dan persahabatannya.
7. MUTANT 38 , khususnya Suci (teman satu perjuangan penelitian) Pipih,
Tari, Usman, Nandang, Hana, Iam.
8. Instansi Herbarium, Lab PSPT, Lab HPT dan Lab EKO-FISIOLOGI
9. Mas Bambang, Pak Joko, Pak Hafidz, Mba Nita, Pak Rahmat dan semua
staff laboratorium yang sudah membantu penelitian.
10. Luqi, Pupuet, Mba Dini, Suci, Siti, Bu Meitri, Mas Weedee, “Bang”
Dodo, Ipank, Ebenk dan semua pihak yang telah membantu penulis yang
tidak mungkin penulis tuliskan satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian
ini, semoga kelak penulis dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak
Bogor, 24 Januari 2006

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1983. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Asikin A Gani dan Ibu
Sulistiowaty.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1995 di SDN.
Mekarjaya V. Penulis kemudian menyelesaika n studi di SLTPN 4 Depok pada
tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Depok.
Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman Teknologi Benih,
Fakultas Pertanian.
Sebagai mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Agronomi
(HIMAGRON). Penulis juga turut serta dalam berbagai kepanitiaan lepas di IPB.
Diluar kegiatan kampus penulis turut serta dalam kegiatan SALAM 1 Depok.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan tanaman obat dan remah di Indonesia saat ini semakin
banyak mendapat perhatian, baik dari pemerintah ataupun para praktisi pertanian.
Hal ini terutama didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pemanfaaatan sumberdaya alam herbal maka pemanfaaatan produk
herbalpun semakin berkembang. Tidak hanya di negara-negara timur tetapi juga
merambah ke negara barat. Menurut data WHO permintaaan produk herbal di
Eropa sepanjang kurun waktu 1999-2004 mencapai 66% dimana Belanda
merupakan konsumen terbesar yaitu 16% ( Martha Tilaar Inovation Center, 2002).
Tingginya nilai permintaan produk herbal tersebut selain karena tingkat
kepekaan masyarakat semakin tinggi terhadap asupan bahan kimia dalam
kehidupan sehari-hari juga dikarenakan krisis moneter yang menyebabkan
tingginya harga obat-obatan kimia. Akibatnya masyarakat mencari alternatif lain,
yaitu mengkonsumsi obat tradisional. Banyaknya permintaan terhadap produk
herbal secara tidak langsung juga membuat peningkatan permintaan bahan baku
tanaman herbal, salah satunya adalah jahe.
Jahe merupakan tanaman obat yang paling banyak digunakan selain
temulawak dan lempuyung. Selain digunakan sebagai bahan baku industri obat
jahe juga dibutuhkan dalam industri kosmetika, makanan dan minuman ( Martha
Tilaar Inovation Center, 2002). Selain untuk kebutuhan dalam negeri, jahe juga
merupakan salah satu komuditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data FAO (2004),
nilai ekspor jahe Indonesia meningkat dari 4. 515 Mt pada tahun 2003 menjadi
15.095 Mt pada tahun 2004
Jahe emprit merupakan salah satu jenis jahe yang banyak digunakan dalam
industri obat, khususnya industri jamu tradisional. Berbeda dengan jahe merah
yang berbau tajam, jahe emprit memiliki keunggulan yaitu bau yang tidak
menusuk dengan kandungan minyak atsiri yang cukup besar. Saat ini kebutuhan
jahe emprit nasional mencapai 10 ribu ton/tahun, dan diekspor sekitar 5-6 ribu
ton/tahun1. Besarnya nilai ekspor tersebut membuat pengusaha jamu tradisional
sulit mendapatkan pasokan jahe emprit sebagai bahan baku. Hal ini menuntut
1

(http://www.rri-online)

adanya pengembangan baik dalam hal budidaya maupun dalam pemuliaan jahe
sehingga tersedia pasokan jahe yang cukup dan berkualitas baik untuk memenuhi
kebutuhan pangsa pasar tersebut.
Sampai dengan saat ini permasa lahan pemuliaan tanaman jahe Indonesia
adalah tingkat keragamannya yang rendah. Keragaman yang rendah tersebut
disebabkan antara lain karena tanaman jahe selalu diperbanyak melalui pembiakan
vegetatif, selain juga karena tanaman jahe bukan merupakan tanaman asli (center
of origin ) Indonesia. Menurut Purseglove et al. (1981), tanaman jahe diperkirakan
berasal dari Cina atau India. Tanaman jahe juga memiliki struktur bunga dengan
kepala putik berada di atas kepala sari sehingga peluang terjadinya penyerbukan
sendiri sangat kecil. Tingkat keragaman yang rendah merupakan kendala untuk
pengembangan jahe lebih lanjut karena keberhasilan program pemuliaan akan
sangat tergantung pada ketersediaan keragaman genetik. Program pemuliaan yang
didasarkan pada keragaman ge netik yang luas akan memberikan hasil yang ideal,
terus menerus dan bertahap melalui seleksi, serta mampu selalu tanggap terhadap
perubahan lingkungan, penyakit maupun trend ekonomi (Simmonds, 1986).
Keragaman dalam populasi dapat ditimbulkan antara lain melalui
persilangan antar spesies atau poliploidisasi (Kusno, 1993). Sampai dengan saat
ini persilangan buatan pada tanaman jahe belum berhasil dilakukan karena belum
berhasil membentuk biji (Bermawie et al., 1997). Salah satu alternatif
pembentukan keragaman jahe adalah melalui polipoidisasi.
Poliploidisasi pada tanaman dapat dilakukan melalui penyinaran (irradiasi)
ataupun dengan menggunakan senyawa kimia seperti kolkisin. Kolkisin adalah
suatu alkaloid dari umbi dan biji tanaman krokus (Colchicum autumnale ), yang
dapat digunakan untuk menggandakan jumlah kromosom tanaman. Tiap spesies
tanaman mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap konsentrasi dan lamanya
perlakuan kolkisin untuk mengubah komposisi kromosom. Penelitian Rahayu
(1999) mengakibatkan perbedaan ukuran stomata, kadar klorofil dan jumlah
kromosom pada kacang tanah dibandingkan yang tanpa perlakuan kolkisin. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Ramachandran dan Chandrasekharan (1998)
yaitu jahe yang diberi perlakuan kolkisin 0,25% memperlihatkan peningkatan
pada jumlah stomata, warna daun, ukuran dan bobot rimpang. Penelitian

Dwiningsih (2004) terlihat bahwa

perlakuan kolkisin pada beberapa taraf

konsentrasi memberikan pengaruh pada pertumbuhan tunas dan jumlah daun
tanaman jahe emprit pada kultur in vitro . Dari hasil penelitian Dwiningsih (2004)
tersebut

perlu diteliti lebih lanjut apakah tanaman jahe emprit tersebut

memperlihatkan keragaman morfologi di lapangan atau tidak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat morfologi tanaman
jahe emprit hasil perlakuan kolkisin pada kultur in vitro.

Hipotesis
Pada penelitian ini diduga bahwa tanaman jahe emprit yang diberi perlakuan
kolkisin secara in vitro jumlah kromosomnya meningkat sehingga menimbulkan
perubahan karakter morfologi dibandingkan dengan tanaman jahe yang tidak
mendapat perlakuan kolkisin.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jahe Emprit
Jahe merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk dalam kelas
tanaman berkeping satu (Monocotyledon) dari famili Zingeberaceae atau suku
“temu-temuan“. Klasifikasi tanaman jahe secara lengkap adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermathophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberacea

Genus

: Zingiber

Spesies

: Zingiber officinale
Jahe tergolong tumbuhan semak yang memiliki umbi batang dan rimpang.

Akar jahe berbentuk bulat, ramping, berserat dengan warna putih terang sampai
dengan coklat. Akar keluar dari garis lingkaran sisik rimpang. Batangnya
merupakan batang semu yang terdiri dari pelepah daun yang berpadu (Rostiana
et.al.,1991).
Jahe emprit memiliki tinggi batang berkisar 41.87 - 56.45 cm dengan
warna batang hijau muda berbentuk bulat dan agak keras. Daunnya berwarna
hijau muda berbentuk lanset dengan kedudukan daun berselang-seling teratur.
Panjang daun pada jahe emprit mencapai 17.4 - 19.8 cm dengan luas helaian daun
24.9 - 27.5 cm. Jumlah daun pada jahe emprit berkisar antara 20 - 28 helai. Jahe
emprit memiliki rimpang relatif kecil, be ntuknya pipih, berwarna putih sampai
kuning, seratnya agak kasar dan rasa pedas (Rostiana et.al.,1991). Menurut
Syukur (2002) jahe putih kecil memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0.5 – 0.7
kg per rumpun. Stuktur rimpang jahe emprit kecil dan berlapis, tinggi rimpangnya
dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara
3.27 – 4.05 cm. Jahe emprit memiliki kandungan minyak atsiri sebesar
1.50 - 3.50 %. Kadar serat 6.59% dan kadar pati 54.70%. Bunga jahe terbentuk
langsung dari rimpang, tersusun dalam rangkaian bulir (spica) berbentuk silinder

seperti jagung. Bunga jahe umumnya berbentuk tabung sari semu yang
menyerupai mahkota bunga (Puseglove et al., 1981)

Syarat Tumbuh Tanaman Jahe
Jahe dapat dibudidayakan terutama pada daerah tropis dengan ketinggian
tempat 0 – 1 700 m dpl, tumbuh optimum pada ketinggian 200 – 600 m dpl.
Umumnya jahe ditanam pada daerah dengan curah hujan 2 500 – 4000 mm. Iklim
ideal yang dikehendaki tanaman jahe adalah panas sampai sedang. Pada
pertumbuhan vegetatif, tanaman jahe membutuhkan sinar matahari yang banyak
sehingga akan membentuk rumpun dengan rimpang banyak dan berukuran besar.
Dalam kondisi ternaungi, tanaman jahe akan memperlihatkan rimpang kecil
(Puseglove et al., 1981).

Sitologi Tanaman Jahe
Tanaman jahe mempunyai jumlah kromosom 2n = 22 dengan x = 11
(diploid) (Marinage et al., 1992; Raghavan dan Ventaka, 1943; Chakravarti, 1959
dalam Phillai et al., 1987; Purseglove et al., 1981). Penulis lain melaporkan 2n =
22 + 2 f . Sementara Rugayah (1994) melaporkan bahwa hasil pengamatan awal
terhadap jumlah kromosom jahe putih dan jahe merah menunjukan kisaran yang
sama,µµ yaitu 2n = 22 - 24
Hasil pengamatan sel epidermis jahe yang dilakukan Rugayah (1994)
menunjukan bahwa sel epidermis jahe bervariasi yaitu persegi empat atau persegi
enam dengan ukuran 10 – 50 x 18.75 µm.

Kolkisin dan Poliploidisasi
Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik maupun untuk
mendapatkan ketahanan dapat dilakukan melalui mutasi. Mutasi adalah perubahan
dalam struktur gen baik yang terjadi secara spontan maupun secara buatan
menggunakan agensia fisik atau kimia. Program mutasi dilaksanakan apabila
sumber gen untuk ketahana tidak terdapat pada plasma nutfah yang dimiliki (Nasir
2001).

Poliploidisasi buatan merupakan salah satu bentuk mutasi. Poliploidisasi
dapat diinduksi menggunakan sejumlah agensia kimia, antara lain acenapthene,
chloral hidrat, enthl-mercury-chloride, dan sulfanilamide. Diantara agensia kimia
tersebut kolkisin adalah zat yang pa ling efektif. Kolkisin larut dalam air dan
memproduksi perbandingan tinggi dari sel – sel poliploid pada konsentrasi yang
tidak beracun bagi varietas luas dari spesies tanaman (Allard, 1988).
Kolkisin merupakan suatu senyawa alkaloid yang dapat diekstrak dari
umbi dan biji tanaman krokus (C. auntumnale) yang termasuk anggota famili
Liliaceae. Kolkisin murni mempunyai rumus kimia C22H25O 6N. kolkisin dapat
digunakan untuk proses penggandaan kromosom pada berbagai tanaman.
Kepekaan masing-masing spesies tanama n terhadap perlakuan kolkisin sangat
berbeda (Poespodarsono, 1988). Konsentrasi kolkisin optimum agar dapat
menghasilkan persentase perubahan sel tanaman tertinggi adalah 0.2% dalam
larutan air. Lamanya kontak antara sel tanaman dengan larutan kolkisin berkisar
antara 24 - 96 jam (Eigsti dan Dustin, 1957 ). Sementara itu Poespodarsono
(1988) menyatakan bahwa larutan kolkisin pada konsentrasi 0.5 - 1.0% dapat
diteteskan pada tunas dengan dosis dua atau tiga kali seminggu, sedangkan
Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa kolkisin ini efektif pada biji yang
sudah berkecambah, tanaman semaian muda atau pada meristem yang sedang
berkembang.
Aktivitas kolkisin dimulai dengan penguraian benang-benang gelendong
dalam sitoplasma sehingga pada saat metafase tidak ditemukan benang-benang
gelendong tersebut. Menurut Poehlman dan Sleper (1995) benang-benang
gelendong tadi mempunyai daya tarik yang menyebabkan kromatid terlepas dari
ikatan sentomer menjadi kromosom baru yang bermigrasi ke arah dua kutub yang
berlawanan pada saat anafase. Akibat aktivitas kolkisin, kromosom yang telah
mengganda tidak memisah menjadi dua sel baru sehingga inti sel yang semula
diploid akan menjadi tetraploid., triploid menjadi heksaploid dan seterusnya. Inti
sel hasil perlakuan ini selanjutna akan mengalami mitosis secara normal dan
menimbulkan jaringan poliploid. Melalui perkembangan yang terus menerus maka
akan terbentuk organisme poliploid baik secara generatif maupun secara vegetatif

(Eigsti dan Dustin, 1957; Gardner, Simons dan Snutard, 1991; Crowder, 1993;
Poehlman dan Sleper, 1995)
Poliploid adalah organisme yang memiliki lebih dari dua set kromosom
atau genom dalam sel-sel somatiknya ( Crodwer, 1993; Poespodarsono,1988).
Banyak tanaman budidaya yang termasuk poliploid alami, dia ntaranya kacang
tanah, tomat, ubi jalar, kapas, tembakau, tebu, nenas, kopi dan teh. Ditinjau dari
sudut kepentingan pemuliaan tanaman, keadaan ini merupakan suatu hal yang
patut dipelajari dalam usaha meningkatkan sifat tanaman yang diharapkan
terutama pada tanaman yang sulit membentuk keragaman secara alami. Pada
tanaman cocoyam perlakuan kolkisin terbukti memperlihatkan perubahan pada
jumlah kromosom, ukuran stomata dan sel penjaga (Tambon, J.T et al., 1998)

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap aklimatisasi,
pengamatan di lapangan dan pengamatan laboratorium. Aklimatisasi plantlet
berlangsung selama satu bulan, bertempat di depan laboraturium Kultur Jaringan
Fakultas Pertanian IPB. Penanaman dan pengamatan di lapangan dilakukan
selama 6 bulan di rumah plastik Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB,
Leuwikopo-Dramaga. Sedangkan pengamatan laboratorium dilakukan di empat
lab yang berbeda yaitu laboratorium RGCI (Research Group of Crop
Improvement), laboratorium Eko-Fisiologi Departemen Agronomi – Hortikultura
IPB, laboratorium Epidemik HPT serta laboratorium Herbarium Bogoriense
bagian Anatomi dan Sitologi, LIPI Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai dari
Bulan Desember 2004 – September 2005.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah tujuh jenis planlet jahe emprit
yang sudah diberi perlakuan kolkisin dengan konsentrasi berbeda pada waktu in
vitro oleh Dwiningsih (2004). Media tanam pada saat aklimatisasi adalah arang
sekam dan kokopit dengan perbandingan 1:1 (b/b), sedangkan media tanam di
lapangan menggunakan arang sekam, tanah steril dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1 (b/b). Bahan penunjang yang digunakan dalam penelitian
adalah pupuk N, P, K, Agrymicyn , aseton, HCl, asam asetat, hidroksikuinolin
0.02 M. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah gelas plastik, polibag, hand
sprayer, jangka sorong, penggaris, kaca preparat, spektofotometer (SHIMADZU:
UV-1201) dan mikroskop (Olympus BX 41).

Metode Penelitian
Perlakuan
Terdapat tujuh perlakuan yang diterapkan Dwiningsih (2004) pada saat
in vitro yang menjadi sumber keragaman pada penelitian ini. Ketujuh perlakuan
tersebut adalah:
1.

Plantlet A : Kontrol. Direndam dalam aquades selama 12 jam.

2.

Plantlet B : Direndam dalam kolkisin 0.25% (b/v) , selama 12 jam.

3.

Plantlet C : Direndam dalam kolkisin 0.50% (b/v) , selama 12 jam.

4.

Plantlet D : Direndam dalam kolkisin 0.75% (b/v) , selama 12 jam.

5.

Plantlet F : Direndam dalam kolkisin 0.25% (b/v) , selama 24 jam.

6.

Plantlet H : Direndam dalam kolkisin 0.75% (b/v) , selama 24 jam.

7.

Plantlet J : Direndam dalam kolkisin 0.25% (b/v) , selama 48 jam.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor. Faktor
yang dianalisis adalah asal pla nlet yang sudah diberi perlakuan kolkisin pada
waktu in vitro. Penelitian dilakukan dalam tiga ulangan sehingga terdapat 21
satuan percobaan ( satuan percobaan adalah tiga tanaman yang masing – masing
ditanam dalam polibag terpisah).
Model percobaan yang digunakan adalah :

Y ij = u + ai + eij, (i = 1, 2, …7 dan j = 1, 2, 3)
Keterangan :
Yij

= Nilai pengamatan pada perlakuan ke -i ulangan ke-j

µ

= Nilai tengah umum

ai

= Pengaruh perlakuan ke i

eij

= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke i ulangan ke j
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan diantara bahan tanaman yang

digunakan dilakukan analisis ragam, bagi sumber keragaman yang pengaruhnya
nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dan 1%
(Gomez dan Gomez, 1995).

Aklimatisasi
Sebelum ditanam di rumah plastik, plantlet diaklimatisasi terlebih dahulu
selama satu bulan. Plantlet ditanam pada gelas plastik dengan media tanam arang
sekam dan kokopit (1:1). Sebelum ditanam plantlet direndam terlebih dahulu pada
larutan agrimicyn . Pada tiap gelas pla stik ditanam satu plantlet. Pada minggu
pertama, plantlet ditutup dengan botol kaca untuk mempertahankan kelembaban

dan memberi waktu beradaptasi dengan lingkungan di luar kultur. Pada minggu
ke dua sampai dengan pemindahan ke lapangan, botol kaca tersebut dibuka.
Pengukuran tinggi, jumlah daun dan jumlah tunas dilakukan setiap dua minggu
sekali.

Pengamatan di Lapangan
Setelah berumur satu bulan, plantlet dipindahkan ke rumah plastik.
Plantlet ditanam pada polibag ukuran 40 x 30 cm dengan komposisi media pupuk
kandang, tanah dan sekam (1:1:1) yang telah disterilkan. Pada saat penanaman di
lapangan dilakukan pemberian furadan.
Pemupukan dilakukan pada bulan ke dua penanaman di lapangan. Pupuk
yang digunakan adalah urea (4.8 g/polibag), KCL (7.2 g/polibag) dan SP36
(7.2 g/polibag). Khusus pupuk urea, pemupukan kedua dilakukan pada saat
tanaman memasuki umur 4 bulan. Penyiraman dilakukan dua hari sekali dengan
penyesuaian pada waktu-waktu tertentu berdasarkan kondisi tanaman di lapangan.
Pemeliharaan pemberantasan hama dan penyakit serta penyiangan gulma
dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.
Pengamatan dilakukan dua minggu sekali. Peubah yang diamati adalah
tinggi batang, jumlah daun, jumlah tunas, lingkar batang dan bobot saat panen.
Tinggi batang diukur dari pangkal batang sampai dengan helai daun terpanjang
menggunakan alat ukur penggaris atau meteran. Jumlah daun diukur dengan cara
menghitung semua daun yang tumbuh per tanaman secara manual. Jumlah tunas
diukur dengan cara menghitung seluruh tunas yang muncul per tanaman. Lingkar
batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada ruas batang terbesar per
tanaman. Bobot panen yang dihitung meliputi bobot gabungan rimpang dan akar,
bobot rimpang dan bobot akar.

Pengamatan Laboratorium
Analisis jumlah stomata dilakukan saat tanaman berumur lima bulan.
Preparat dibuat dengan cara mengolesi daun bagian bawah tiap tanaman dengan
kuteks. Daun yang diambil adalah daun ke tiga atau ke lima. Lapisan kuteks
tersebut kemudian dikelupas dan diletakkan pada gelas objek, selanjutnya ditutup

dengan gelas penutup dan tiap sisi gelas penutup diolesi dengan kuteks dan
selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Tiap bidang pandang dari tiap tanaman
kemudian difoto, stomata yang tampak kemudian dihitung.
Pengukuran lebar dan panjang stomata dilakukan secara digitasi dengan
menggunakan software TPS dig Pada tiap preparat dilakukan pemotretan satu
stomata secara utuh. Gambar stomata tersebut kemudian ditandai jarak lebar dan
panjangnya kemudian dihitung ukuran panjang dan lebarnya. Hasil perhitungan
komputer tersebut kemudian dikonversi kedalam satuan mm.
Penetapan kadar klorofil dilakukan dengan cara menggerus 0.5 g daun
segar di dalam mortar. Gerusan tersebut kemudian diencerkan dengan aseton dan
disentifuse, kemudian diambil cairan beningnya. Langkah tersebut dilakukan
sebanyak tiga kali. Larutan klorofil ditaruh dalam tabung reaksi kemudian ditera
sampai

dengan

10

ml.

Contoh

tersebut

dibaca

absorbannya

dengan

spektrofotometer ( pada panjang gelombang 663 dan 645 nm). Kadar klorofil
dalam mg klorofil/g daun segar ditetapkan dengan persamaan berikut:
Klorofil a = {(12.7 x A663 – 2.69 x A645) x fp }/ Bobot contoh (mg)
Klorofil b = {(22.9 x A663 – 4.68 x A645) x fp }/ Bobot contoh (mg)
fp = faktor pengenceran (10 ml x

1l
)
1000 ml

Jumlah kromosom dihitung dengan menggunakan metode Darnaedi
(1991). Pengamatan dilakukan bersama staf di Laboratorium Herbarium Bogor.
Sampel yang diambil adalah ujung akar tanaman jahe tiap perlakuan, panjangnya
kurang lebih 1 cm. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00-10.00 pagi
dan diulang sebanyak 3 kali tiap perlakuan.
Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut: ujung akar dipotong
sepanjang + 1 cm kemudian dimasukkan ke dalam air untuk mehilangkan
kotorannya. Potongan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi
0.8 Hidroksikuinolin 0. 002 M (0.3 g/l akuades). Selanjutnya botol tersebut
disimpan pada suhu 20o C selama 3 - 5 jam. Potongan akar kemudian dimasukkan
ke dalam air bersih lalu dimasukkan ke dalam asam asetat 45 % selama 10 menit.
Selanjutnya potongan diangkat dan dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri dari
1 N Hcl : asam asetat 45 % (3 : 1) pada suhu 80o C selama 3 - 5 menit. Kemudia n

potongan diangkat dan dimasukkan ke dalam pewarna orsein 2 %. Potongan
ujung akar tersebut dipotong lagi sehingga berukuran 1 - 2 mm dari ujung akar
dan sisanya dibuang. Gelas penutup kemudian dipasang, dipukul-pukul perlahan
dengan pangkal pensil berkaret dan dipanaskan sedikit. Selanjutnya gelas penutup
ditekan halus dan pinggirnya direkat dengan kutek tak berwarna, dan siap untuk
diperiksa di bawah mikroskop. Terhadap preparat dengan penyebaran kromosom
yang cukup jelas, dilakukan pemotretan kromosom. Foto preparat tersebut
kemudian diolah dengan menggunakan program komputer Adobe Photoshop
sehingga kromosom tampak lebih jelas. Selain itu dilakukan pula foto copy
perbesaran untuk membandingkan dengan hasil perhitungan langsung pada
mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Keadaan iklim secara umum selama penelitian mengalami fluktuasi. Ratarata suhu berkisar antara 21,4o C - 33,4 o C, kelembaban 55.1 dan rata-rata curah
hujan 460,6 mm per bulan. Menurut Djakamihardja et al. (1986) dalam Effendi
dan Hidayat (1997), suhu optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan jahe
adalah 25 – 30o C. Suhu yang lebih tinggi dari kisaran tersebut akan menghambat
pertumbuhan dan merugikan. Sedangkan dibawah kisaran tersebut mengakibatkan
umur tanaman semakin panjang, sehingga waktu panen menjadi mundur.
Pada minggu pertama masa aklimatisasi pertumbuhan plantlet sangat baik,
mencapai hampir 100 %. Memasuki minggu terakhir masa aklimatisasi, beberapa
tanaman tampak layu dan timbul bercak kuning pada tepi daun. Menjelang
penanaman terdapat 10% plantlet yang mati .
Pada masa awal penanaman, 1 MST – 3 MST tanaman memperlihatkan
pertumbuhan yang sangat baik. Namun saat tanaman berumur satu bulan, tanaman
mulai menunjukan gejala kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan diluar
kultur. Tanaman tampak layu dan semakin banyak bercak kuning yang
disebabkan oleh Pyliosticta sp.. Memasuki bulan kedua banyak tanaman yang
mati. Selama bulan kedua tanaman yang mati masih dapat diganti dengan
tanaman baru dengan asal perlakuan yang sama. Akan tetapi karena keterbatasan
bahan tanaman, maka tanaman yang mati pada umur dua bulan keatas tidak
diganti dengan tanaman baru.
Salah satu penyebab kematian tanaman adalah serangan hama dan
penyakit. Berdasarkan gejala yang ditemukan di lapangan, diidentifikasikan hama
yang dominan menyerang tanaman jahe adalah belalang dan ulat daun. Sedangkan
penyakit yang menyerang adalah layu bakteri. Penyakit ini muncul sekitar bulan
ketiga dan menyerang hampir semua tanaman pada tiap pe rlakuan. Akibat
serangan penyakit tersebut daun tanaman menjadi kuning, timbul bercak-bercak
pada permukaan tanaman (Gambar.1), batang layu dan mudah tercabut dari tanah.

a. Serangan Penyakit

b. Serangan Hama

Gambar 1. Kondisi Serangan Penyakit dan Hama.
Serangan penyakit ini semakin meluas karena areal pertanaman merupakan rumah
plastik dengan lingkungan terbatas, sehingga semakin mempercepat penularan ke
tanaman lain. Penyebaran penyakit ini juga didukung oleh serangan hama
belalang dan ulat. Serangan hama mempermudah penyebaran penyakit melalui
bagian tanaman yang terluka. Lokasi rumah plastik yang terletak di sebelah
padang ilalang diperkirakan merupakan penyebab banyaknya hama tersebut.
Secara umum pada Tabel 1 terlihat bahwa kolkisin hanya berpengaruh
pada peubah bobot total, bobot akar dan jumlah kromosom. Terhadap peubah lain,
pengaruh kolkisin tidak nyata.

Tabel 1. Rekapitulasi nilai F hitung Pengaruh Kolkisin Terhadap Beberapa Peubah
Pada Tanaman Jahe Emprit
Peubah
Pengaruh Kolkisin
Fhitung
Pr > F
Tinggi tanaman pada 20 MST
tn
0.75
0.62
Jumlah daun pada 20 MST
tn
1.34
0.32
Jumlah anakan pada 20 MST
tn
3.04
0.85
Lingkar batang
tn
2.71
0.0986
Bobot gabungan
**
0.0042
0.0042
Bobot rimpang
**
0.0073
0.0073
Bobot akar
**
0.0003
0.0003
Panjang stomata
tn
0.9024
0.9024
Lebar stomata
tn
0.3661
0.3661
Kandungan klorofil total
tn
0.3182
0.3182
Jumlah stomata
tn
0.4669
0.4669
Keterangan :
**
: Berbeda sangat nyata berdasarkan hasil uji F pada taraf 1%
tn
: Tidak berbeda nyata

Pengaruh Kolkisin terhadap Sitologi Tanaman Jahe
Penggunaan kolkisin pada titik tumbuh akan mencegah pembentukan
benang – benang gelendong sehingga menyebabkan penggandaan kromosom
tanpa pembentukan dinding sel. Perlakuan ini dapat menyebabkan peningkatan
jumlah kromosom sebelum terjadi penggandaan. Kromosom dapat terlihat jelas
selama tahap – tahap tertentu pembelahan inti. Biasanya kromosom digambarkan
pada tahap metafase (Crowder, 1993).
Menurut Raghava n dan Ventaka (1943) dalam Darlington and Wylie
(1945) tanaman jahe normal memiliki jumlah kromosom 2n = 22. Ramachandra
dan Nair (1992) menyatakan juga menyatakan bahwa pada sel akar diploid,
tanaman

jahe mempunyai 22 kromosom. Sedangkan tetraploid memiliki 44

kromosom dan pada saat meiosis bentuk kromosom bervariasi.
Berdasarkan pengamatan kromosom pada satu tanaman contoh tiap
perlakuan diduga terdapat pengaruh kolkisin terhadap penggandaan kromosom
jahe emprit. Perlakuan kolkisin 0.25 % selama 24 jam mengganda menjadi 44
(2n = 4x = 44). Perlakuan kolkisin 0.25 % selama 48 jam memiliki jumlah
kromosom 66 (2n = 6 x = 66), sedangkan perlakuan kolkisin yang lain memiliki
kisaran jumlah kromosom sama dengan kontrol (Tabel 2)
Tabel 2. Jumlah Kromosom Tiap Perlakuan Tanaman Jahe

Perlakuan Kolkisin
Kisaran Jumlah Kromosom
Kontrol (direndam aquades selama 12 jam)
22
Konsentrasi 0.25%, lama perendaman 12 jam
22 – 24
Konsentrasi 0.50%, lama perendaman 12 jam
22 – 27
Konsentrasi 0.75%, lama perendaman 12 jam
22 – 24
Konsentrasi 0.25%, lama perendaman 24jam
37 – 44
Konsentrasi 0.75%, lama perendaman 24 jam
22 – 25
Konsentrasi 0.25%, lama perendaman 48 jam
55 - 66
Keterangan : kontrol = direndam dalam aquades s elama 12 jam; persentase menyatakan
konsentrasi kolkisin; jam menyatakan lama perendaman

Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Tambong dan Sapra (1998) yang
menyatakan adanya hubungan antara perlakuan kolkisin dengan jumlah kromosom,
parameter stomata dan sel penjaga pada dosis 1,25 mM dan 2,5 mM.

Pada tanaman dengan perlakuan 0.25 % lama perendaman 24 jam,
penggandaan kromosom terjadi satu kali, sehingga kromosom mengganda menjadi
dua kali lipat (22 menjadi 44) kemudian benang gelendong terbentuk kembali.
Berbeda dengan tanaman yang mengganda menjadi 66 kromosom, diperkirakan
penggandaan kromosom terjadi dua kali. Pada penggandaan yang kedua benang
gelendong mulai terbentuk sehingga penggandaan yang terjadi hanya setengah dari
nilai penggandaan yang pertama (22 + 22 + 11). Menurut Allard (1988) selama
konsentrasi kolkisin dipertahankan dalam sel, pelipatgandaan dapat diulangi berkali –
kali hingga setelah 3 – 4 hari. Akan tetapi, jika kolkisin diberikan hanya sebentar
saja, benang gelendong terbentuk kembali dan sel – sel poliploidi memproduksi inti
anak seperti mereka sendiri. Hasil pengamatan kromosom tampak pada Gambar 2.

A (2n = 22)

F (2n = 44)

J (2n = 66)

Gambar 2. Hasil Pengamatan Kromosom pada Tanaman Jahe Emprit yang
Mengganda dan Kontrol.
Pengaruh Kolkisin Terhadap Karakter Morfologi Tanaman Jahe
Tinggi Tanaman
Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan cara mengamati pertambahan
volume dan massanya. Menurut Salisbury dan Ross (1995) meristem apikal pada
tajuk merupakan tempat tumbuhnya bagian daun, cabang dan bunga. Maka dalam
penelitian ini dilakukan pengukuran tinggi, jumlah daun, dan jumlah tunas
sebagai indikator pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan kolkisin tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Secara umum pada Tabel 3 terlihat
bahwa tanaman dengan perlakuan kolkisin memiliki laju pertumbuhan yang lebih
rendah dari kontrol pada 0 – 12 MST. Menurut Poespodarsono (1988), salah satu

ciri tanaman poliploid adalah laju pertumbuhannya yang lebih lambat dari
tanaman diploid.
Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman Jahe Emprit pada 0 – 12 MST
Perlakuan

MST ke0
2
4
6
8
10
12
………………………………….cm………………………………..
15.56
14.34
12.23
13.62
11.98 17.27 27.26
9.41
9.81
10.82
9.58
8.71
10.6 19.55
9.77
9.56
9.2
7.91
6.64 11.58 15.35
9.09
8.23
8.17
9.42
8.91 12.11 19.77
9.11
11.45
12.4
11.55
12.17 16.66 27.06
11.13
10.76
10.57
10.45
12.16 16.51 22.93
10.07
9.59
9.66
10.72
8.5 14.13 14.13

Kontrol
0.25%, 12 jam
0.50%, 12 jam
0.75%, 12 jam
0.25%, 24 jam
0.75%, 24 jam
0.25%, 48 jam
Keterangan : kontrol = direndam dalam aquades selama 12 jam; persentase menyatakan
konsentrasi kolkisin; jam menyatakan lama perendaman.

Sedangkan pada 14-20 MST tinggi tanaman terbaik tampak pada tanaman
dengan konsentrasi 0.25% lama perendaman 24 jam. Tanaman dengan
pertumbuhan yang rendah terlihat pada perlakuan 0.25% lama perendaman 48
jam (Tabel 4).

Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Jahe Emprit pada 14 -20 MST
MST kePerlakuan
14
16
18
20
...........................cm…………………….
Kontrol
35.33
47.23
52.9
54
0.25%, 12 jam
26.13
33.25
44.3
44.6
0.50%, 12 jam
25.53
36.30
39.4
39.5
0.75%, 12 jam
28.75
38.13
38.6
38
0.25%, 24 jam
36.06
48.80
56.1
57.1
0.75%, 24 jam
32.96
45.73
46.8
46.8
0.25%, 48 jam
19.83
28.67
34
34.5
Keterangan : kontrol = direndam dalam aquades selama 12 jam; persentase menyatakan
konsentrasi kolkisin; jam menyatakan lama perendaman.

Jumlah daun
Secara umum kolkisin tidak berpengaruh pada jumlah daun. Terdapat tiga
perlakuan kolkisin dengan jumlah daun lebih banyak dari kontrol, yaitu :
perlakuan 0.25 % selama 24 jam; 0.75% selama 12 jam dan 0.75 % selama 24 jam
Perlakuan kolkisin lain memiliki jumlah daun lebih sedikit dari kontrol (Tabel 5).
Menurut Poespodarsono (1988) mutasi kromosom dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan sifat pada tanaman.
Tabel 5. Rataan Jumlah Daun Tanaman Jahe Dengan perlakuan Kolkisin dan
Kontrol pada 0 – 20 MST
Perlakuan
Minggu keKolkisin
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
5
5
4
5
7 13 23 45 52
Kontrol
5
5
4
4
4
7 16 29 38
0.25%, 12 jam
6
4
4
3
4
7 11 26 38
0.50%, 12 jam
5
4
4
5
7
9 18 41 48
0.75%, 12 jam
4
4
6
6
6
11
19 45 60
0.25%, 24 jam
6
5
5
4
6 12 20 50 72
0.75%, 24 jam
4
3
3
3
4
9 15 26 60
0.25%, 48 jam
Keterangan : kontrol = direndam dalam aquades selama 12 jam; persentase menyatakan

74
57
50
81
76
84
60

74
57
50
81
76
84
60

konsentrasi kolkisin; jam menyatakan lama perendaman.

Secara kasat mata tidak terdapat perbedaan signifikan pada bentuk dan warna
daun tanaman jahe emprit yang mengalami penggandaan kromosom dengan
tanaman jahe emprit tanpa perlakuan kolkisin (Gambar 3).

Ket: perlakuan F: direndam dalam kolkisin 0.25 % selama 24 jam, A: kontrol, direndam dalam
aquades selama 12 jam, J: direndam dalam kolkisi 0.25 % selama 48 jam.

Gambar 3. Perbandingan Bentuk Daun Tanaman Jahe Emprit Dengan dan Tanpa
Perlakuan Kolkisin

Lingkar Batang
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan kolkisin hanya berbeda nyata
pada 4 MST dan 8 MST (Tabel 6). Secara umum tanaman dengan perlakuan
kolkisin memiliki lingkar batang lebih kecil daripada tanaman kontrol. B