Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

(1)

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK JAHE MERAH

(

Zingiber officinale roscoe

) PADA GIGI KELINCI

(

Oryctolagus cuniculus

) DENGAN PULPITIS

REVERSIBEL (Penelitian In Vivo)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ELDORA TEOHARDI

NIM : 110600151

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Eldora Teohardi

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus)(Penelitian In Vivo)

xi + 57 halaman

Pulpa dapat mengalami inflamasi antara lain adanya iritasi mekanis terutama terjadinya perforasi pulpa pada prosedur iatrogenik. Inflamasi pulpa menimbulkan rasa nyeri, karena pulpa sulit beradaptasi disebabkan berada dalam ruang yang dikelilingi oleh dinding yang rigid dan memiliki sirkulasi kolateral yang kurang, sehingga perubahan volume di dalam ruang pulpa menimbulkan nyeri. Eugenol adalah bahan pereda inflamasi pulpa yang sering digunakan dalam praktek kedokteran gigi, namun memiliki sifat sitotoksik. Jahe merah dipilih karena diduga memiliki efek antiinflamasi, diduga karena memiliki kandungan gingerol, shogaol, dan flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak jahe merah 1% dan 2% dilihat dari penurunan sel radang dan penyembuhannya.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium rancangan acak lengkap. 36 sampel gigi dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu kelompok ekstrak jahe merah 1%, kelompok ekstrak jahe merah 2%, kelompok eugenol, dan kontrol negatif, kemudian tiap kelompok dibagi lagi berdasarkan waktu pengamatan (1, 3, dan 7 hari). Pada setiap kelinci, gigi insisivus sentralis atas dan bawah sebanyak 4 buah dilakukan perforasi pulpa, lalu bahan coba diaplikasikan sebanyak 20 mikroliter ke masing-masing kavitas gigi, lalu ditumpat RM-GIC. Pada hari ke-1, 3, dan 7 kelinci dibunuh kemudian gigi kelinci diekstraksi, setelah itu dilakukan persiapan HE dan sel-sel inflamasi dilihat dengan perbesaran 400x.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik Kurskal-Wallis Test terdapat perbedaan signifikan pada ekstrak jahe merah 1% (p=0,047) dan ekstrak jahe merah 2% (p=0,030) pada ke-1, 3, dan 7. Selain itu berdasarkan uji Mann-Whitney Test, terdapat perbedaan signifikan (p=0,020) antara ekstrak jahe merah 2% dengan eugenol, namun tidak terdapat perbedaan signifikan antara ekstrak jahe merah 1% dengan eugenol (p=0,406). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe merah 1% dan 2% memiliki efek antiinflamasi dalam mengatasi inflamasi pulpa reversibel.

Daftar Rujukan: 47 (1994-2015).


(4)

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK JAHE MERAH

(

Zingiber officinale roscoe

) PADA GIGI KELINCI

(

Oryctolagus cuniculus

) DENGAN PULPITIS

REVERSIBEL (Penelitian In Vivo)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ELDORA TEOHARDI

NIM : 110600151

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Juni 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) ……… NIP. 19500828 197902 2 001

2. Dennis, drg.,MDSc.,Sp.KG ………


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 12 Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) ANGGOTA : 1. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG

2. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) 3. Nevi Yanti, drg., M.Kes.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Bapak Teo Khek Siong dan Ibu Mimi Chitra atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada saudara-saudara penulis, Olaf Teohardi dan Olivia Teohardi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp. Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU atas bimbingan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi ini.

4. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama pembuatan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi ini.

5. Aditya Rachmawati, drg, selaku dosen penasehat akademik atas bimbingan dan motivasi selama penulis menjalani masa pendidikan di FKG USU.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Konservasi Gigi atas bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(8)

7. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU, serta atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

8. Marianne, S.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi USU, serta Imam Bagus Sumantri, S.Farm atas izin bantuan fasilitas dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian.

9. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

10. Maya Fitria, SKM., M.Kes yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam melakukan analisis secara statistik dalam penulisan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat penulis Cyntia, Neggy, Monica, Ulfah, Dina, Grace, Revina, Annysa, Dytha, Yudith, Elisabeth M, Felix, Feri, Diana, serta Cynthia, atas semangat dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Konservasi Gigi Dina, Adel, Ingrid, Deasy, Margareth, Fenny, Hendy, Alvin, Elisabeth M, Ong, Hengyan, Yuki, Rikha, Ezzati, Tiurma, serta teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Medan, 12 Juni 2015 Penulis,

(Eldora Teohardi)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pulpa ... 6

2.1.1 Sel Pulpa Normal ... 7

2.1.1.1 Sel Odontoblas ... 7

2.1.1.2 Sel Fibroblas ... 7

2.1.1.3 Sel Mesenkhim ... 8

2.1.1.4 Sel Dendritik ... 8

2.1.1.5 Sel Imuno Kompeten ... 9

2.1.2 Sel Inflamasi Pulpa... 9

2.1.2.1 Neutrofil Polimorfonuklear ... 9

2.1.2.2 Limfosit ... 10

2.1.2.3 Sel Plasma ... 11

2.1.2.4 Sel Makrofag ... 11

2.1.2.5 Sel Mast ... 12

2.2 Inflamasi Pulpa ... 13


(10)

2.3.1 Eugenol ... 15

2.3.2 Glukosteroid ... 16

2.4 Jahe Merah ... 16

2.5 Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Sebagai Hewan Coba ... 18

2.6 Kerangka Teori ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 21

3.1 Kerangka Konsep ... 21

3.2 Hipotesis Penelitian ... 21

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 22

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

4.1.1 Jenis Penelitian ... 22

4.1.2 Rancangan Penelitian ... 22

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

4.2.1 Tempat Penelitian ... 22

4.2.2 Waktu Penelitian ... 22

4.3 Populasi dan Sampel ... 22

4.3.1 Populasi ... 22

4.3.2 Sampel ... 22

4.3.3 Besar Sampel ... 22

4.4 Variabel Penelitian ... 24

4.4.1 Variabel Bebas... 25

4.4.2 Variabel Terikat ... 25

4.4.3 Variabel Terkendali ... 25

4.4.4 Variabel Tidak Terkendali ... 25

4.5 Definisi Operasional ... 26

4.6 Bahan dan Alat Penelitian ... 28

4.6.1 Bahan Penelitian ... 29

4.6.2 Alat Penelitian ... 29

4.7 Prosedur Penelitian ... 29

4.7.1 Persiapan Bahan Coba ... 29

4.7.1.2 Pembuatan Ekstrak Jahe Merah Konsentrasi 1% ... 30

4.7.1.3 Pembuatan Ekstrak Jahe Merah Konsentrasi 2% ... 31

4.7.2 Persiapan Hewan Coba ... 32

4.7.2.1 Perlakuan Hewan Coba ... 33

4.7.2.2 Perlakuan Gigi Hewan Coba ... 33

4.7.3 Persiapan Sampel Untuk Hematoksilin-Eosin... 37

4.7.3.1 Pengamatan Sediaan Histopatologi ... 38

4.8 Analisa Data ... 38

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 39

5.1 Pengamatan Reaksi Jaringan Pulpa Gigi Kelinci pada Hari ke- 1, 3, 7 ... 39


(11)

5.1.1 Pengamatan Reaksi Jaringan Pulpa Gigi Kelinci pada Hari

ke-1 ... 40

5.1.2 Pengamatan Reaksi Jaringan Pulpa Gigi Kelinci pada Hari ke-3 ... 42

5.1.3 Pengamatan Reaksi Jaringan Pulpa Gigi Kelinci pada Hari ke-7 ... 44

5.2 Uji Efek Antiinflamasi Jaringan Pulpa ... 46

5.3 Analisis Hasil Penelitian ... 46

BAB 6 PEMBAHASAN ... 49

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

7.1 Kesimpulan ... 53

7.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel Bebas ... 26 2. Definisi Operasional Variabel Terikat ... 27 3. Pengamatan respon inflamasi jaringan pulpa setiap kelompok bahan pada setiap periode waktu (hari ke-1, 3, 7) ... 46 4. Hasil uji Kruskal-Wallis Test α=0,05 perbedaan respons inflamasi seluruh

bahan coba antara ke-3 periode waktu ... 47 5. Hasil Uji Mann-WhitneyTest α=0,05 perbedaan respons inflamasi antara

ke-3 periode waktu pada kelompok ekstrak jahe merah 1%

... 47 6. Hasil Uji Mann-WhitneyTest α=0,05 perbedaan respons inflamasi antara

ke-3 periode waktu pada kelompok ekstrak jahe merah 2%

... 48 7. Hasil uji Mann-WhitneyTest α=0,05 perbedaan respons inflamasi antara

ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% terhadap eugenol


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Neutrofil Polimorfonuklear ... 10

2 .Limfosit ... 10

3. Sel Plasma... 11

4. Makrofag... 12

5. Kelinci (Oryctolaguscuniculus) ... 18

6. Ekstrak jahe merah ... 29

7. 50 ml aquadest dipanaskan ... 30

8. 100 mg bubuk CMC ... 30

9. 100 mg bubuk CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi aquadest 50 ml ... 30

10. Diamkan 30 menit... ... 30

11. Penggerusan CMC hingga homogen ... 31

12. Ekstrak jahe merah ditimbang 0,1 gram ... 31

13. Ekstrak jahe merah dan larutan CMC digerus hingga homogen... 31

14. Ekstrak jahe merah 1% ... 31

15. Ekstrak jahe merah ditimbang 0,2 gram ... 32

16. Ekstrak jahe merah dan larutan CMC digerus hingga homogen... 32


(14)

18.Adaptasi kelinci ... 32

19. Kelinci dipasung... 33

20. Anastesi intravena melalui pembuluh marginal ear vein... 33

21. Pengeburan gigi kelinci ... ... 35

22. Perforasi gigi kelinci ... 35

23. Pembersihan area kerja dengan spuit 5 ml ... 35

24. Injeksi ekstrak jahe merah 1%, 2%, eugenol, kontrol negatif ... 35

25. Aplikasi RM-GIC ... 36

26. Penyinaran light cure ... 36

27. 4 gigi insisivus yang telah ditambal ... 36

28. Pemberian anastesi laten ... 36

29. Pengambilan rahang kelinci ... 36

30. Gigi yang telah diekstraksi ... 36

31. Gigi yang dimasukkan dalam botol eppendorf ... 37

32. Preparat histopatologi gigi kelinci ... 37

33. Kelompok ekstrak jahe merah 1% respons inflamasi sedang, hari 1 ... 40

34. Kelompok ekstrak jahe merah 2% respons inflamasi sedang, hari 1 ... 40

35. Kelompok eugenol respons inflamasi sedang, hari 1... 41

36. Kelompok kontrol negatif respons inflamasi sedang, hari 1 ... 41

37. Kelompok ekstrak jahe merah 1% respons inflamasi ringan, hari 3... 42

38. Kelompok ekstrak jahe merah 2% respons inflamasi ringan, hari 3... 42

39. Kelompok eugenol respons inflamasi sedang, hari 3... 43


(15)

41. Kelompok ekstrak jahe merah 1% respons inflamasi normal, hari 7 ... 44

42. Kelompok ekstrak jahe merah 2% respons inflamasi normal, hari 7 ... 44

43. Kelompok eugenol respons inflamasi ringan, hari 7 ... 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 Alur Pikir

Lampiran 2 Skema alur ekstraksi Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe)

Lampiran 3 Skema alur pengujian efek antiinflamasi ekstrak Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe) pada gigi kelinci

Lampiran 4 Hasil pengamatan sel radang sampel pada hari ke-1, 3, 7

Lampiran 5 Hasil analisis data uji statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney Lampiran 6 Surat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lampiran 7 Ethical clearance


(17)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2015

Eldora Teohardi

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus)(Penelitian In Vivo)

xi + 57 halaman

Pulpa dapat mengalami inflamasi antara lain adanya iritasi mekanis terutama terjadinya perforasi pulpa pada prosedur iatrogenik. Inflamasi pulpa menimbulkan rasa nyeri, karena pulpa sulit beradaptasi disebabkan berada dalam ruang yang dikelilingi oleh dinding yang rigid dan memiliki sirkulasi kolateral yang kurang, sehingga perubahan volume di dalam ruang pulpa menimbulkan nyeri. Eugenol adalah bahan pereda inflamasi pulpa yang sering digunakan dalam praktek kedokteran gigi, namun memiliki sifat sitotoksik. Jahe merah dipilih karena diduga memiliki efek antiinflamasi, diduga karena memiliki kandungan gingerol, shogaol, dan flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak jahe merah 1% dan 2% dilihat dari penurunan sel radang dan penyembuhannya.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium rancangan acak lengkap. 36 sampel gigi dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu kelompok ekstrak jahe merah 1%, kelompok ekstrak jahe merah 2%, kelompok eugenol, dan kontrol negatif, kemudian tiap kelompok dibagi lagi berdasarkan waktu pengamatan (1, 3, dan 7 hari). Pada setiap kelinci, gigi insisivus sentralis atas dan bawah sebanyak 4 buah dilakukan perforasi pulpa, lalu bahan coba diaplikasikan sebanyak 20 mikroliter ke masing-masing kavitas gigi, lalu ditumpat RM-GIC. Pada hari ke-1, 3, dan 7 kelinci dibunuh kemudian gigi kelinci diekstraksi, setelah itu dilakukan persiapan HE dan sel-sel inflamasi dilihat dengan perbesaran 400x.


(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik Kurskal-Wallis Test terdapat perbedaan signifikan pada ekstrak jahe merah 1% (p=0,047) dan ekstrak jahe merah 2% (p=0,030) pada ke-1, 3, dan 7. Selain itu berdasarkan uji Mann-Whitney Test, terdapat perbedaan signifikan (p=0,020) antara ekstrak jahe merah 2% dengan eugenol, namun tidak terdapat perbedaan signifikan antara ekstrak jahe merah 1% dengan eugenol (p=0,406). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe merah 1% dan 2% memiliki efek antiinflamasi dalam mengatasi inflamasi pulpa reversibel.

Daftar Rujukan: 47 (1994-2015).


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis.1 Preparasi kavitas yang dalam dan pembuangan struktur gigi tanpa pendingin merupakan iritan mekanik yang berperan terhadap jaringan pulpa. Cedera pulpa juga dapat terjadi pada prosedur iatrogenik yang menyebabkan terjadinya perforasi pulpa.2 Terjadinya cedera pulpa menyebabkan peningkatan aliran darah disebabkan terjadinya neurogenik inflamasi.3 Reaksi dan perubahan vaskular yang menginduksi pulpitis akut yang secara klinis disebut pulpitis reversibel, menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadinya dilatasi pembuluh darah pada tahap awal pulpitis.4 Jaringan pulpa adalah jaringan yang terkurung dan dilindungi oleh jaringan yang kaku karena berada dalam lingkungan low compliance, dimana dibatasi oleh dinding yang rigid dan kurangnya sirkulasi kolateral sehingga terjadi perubahan volume di dalam ruang pulpa dan keadaan inflamasi sulit diadaptasi oleh pulpa.3

Inflamasi adalah proses pertahanan tubuh terhadap kerusakan jaringan. Tujuan inflamasi adalah untuk menghilangkan, menghancurkan, memperbaiki kerusakan jaringan. Terdapat dua jenis inflamasi secara histopatologi yaitu akut dan kronis.5 Pada radang akut, proses berlangsung singkat beberapa menit hingga beberapa hari, dengan gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi sel leukosit terutama neutrofil. Radang kronik berlangsung lebih lama dan ditandai adanya sel limfosit dan makrofag serta proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat.6 Inflamasi menghasilkan perubahan klinis dan morfologi, yaitu tumor, rubor, kalor, dolor, functio laesa.5

Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, untuk penurunan inflamasi, pemilihan bahan ini tergantung pada karakteristik


(20)

biologis: tidak mengiritasi jaringan, dapat melindungi vitalitas pulpa, mengontrol intensitas dan durasi proses inflamasi dan infeksi, serta menginduksi proses penyembuhan.1 Beberapa bahan yang digunakan sebagai medikamen pereda inflamasi adalah eugenol dan steroid. Selama bertahun-tahun eugenol telah digunakan dalam praktek kedokteran gigi untuk menghilangkan rasa sakit.7

Eugenol banyak digunakan dalam dunia kedokteran gigi.8 Eugenol memiliki efek antiinflamasi yaitu dapat menghambat prostaglandin E2 dan leukotrien.9 Namun, eugenol bersifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi dan memiliki efek buruk pada fibroblas dan osteoblas. Pada konsentrasi tinggi akan mengakibatkan nekrosis jaringan dan memperlambat penyembuhan.10 Selain eugenol, medikamen lain antiinflamasi yang digunakan adalah glukosteroid. Dalam aplikasi endodontik, kerja obat ini hanya mengatasi nyeri yang derajatnya ringan. Glukosteroid memiliki kelemahan yang mempunyai efek imunosupresan.11

Bahan alami sejak lama telah digunakan untuk proses pengobatan. World Health Organization (WHO) merekomendasi penggunaan obat tradisional dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama penyakit kronis, penyakit degeneratif, dan kanker. Hal ini sesuai dengan prioritas utama dan fokus pembangunan JAKSTRANAS IPTEK 2010-2014 mengenai teknologi kesehatan dan obat yaitu mengembangkan IPTEK kesehatan dan obat khususnya obat alami untuk mendukung industri farmasi nasional yang meliputi IPTEK untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan teknologi sarana kesehatan dan obat.12 Tanaman obat memiliki sejarah penggunaan yang panjang dan penggunaannya tersebar luas pada negara-negara di dunia.13

Penggunaan obat tradisional di Indonesia telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Namun, secara umum efektivitas dan keamanannya belum sepenuhnya didukung hasil penelitian yang memadai. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan pengobatan tradisional. Pengembangan tanaman obat alam khas Indonesia memiliki arti dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan kemandirian di bidang kesehatan. Hal ini didasari dengan Keputusan Menteri


(21)

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/MENKES/SK/III/2007 tentang kebijakan obat tradisional.14

Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu jenis bahan alami yang dapat dikembangkan. Secara tradisional kegunaan jahe antara lain mengobati penyakit reumatik, asma, stroke, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram, hipertensi, mual, demam dan infeksi (Ali et al (2008), Wang dan Wang (2005), dan Tapsell et al (2006) cit. Christina Winarti, Hernani).Beberapa komponen kimia jahe seperti gingerol dan shogaol memberi efek farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan, antikarsinogenik, non toksik dan non mutagenik meskipun pada konsentrasi tinggi, serta antiinflamasi secara sistemik (Surh et al 1998, Masuda et al

1995, Manju dan Nalini 2005, Stoilova et al 2007 cit. Christina Winarti, Hernani). Kandungan [6] dan [12]- gingerol mempunyai aktivitas antibakteri untuk mulut dan gusi (Miri et al, 2008 cit. Christina Winarti, Hernani).15

Menurut penelitian Basma et al (2014), jahe merah (Zingiber officinale

Roscoe) mempunyai aktivitas sebagai antibakteri pada bakteri Enterococcus faecalis

dengan konsentrasi 2 g dalam 10 ml etanol 95% menunjukkan bahwa ekstrak jahe merah menghasilkan koloni bakteri yang lebih sedikit yaitu 2,9 koloni dibanding ekstrak bawang putih 8,4 koloni dan kloroheksidin 2%, 28,9 koloni.16 Menurut penelitian Supreetha et al (2011), jahe merah pada konsentrasi 1 g, 2 g, 4 g yang dilarutkan dalam etanol 99,9% menunjukkan bahwa konsentrasi 2 g lebih efektif dibanding 1 g dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.17

Jahe mengandung senyawa potensial antiinflamasi yang disebut gingerol dan shogaol (Kwang et al 1998 cit. Christina Winarti, Hernani).15 Menurut penelitian Dugasani et al (2007), jahe dapat menekan produksi siklooksigenase dan lipooksigenase serta asam arakidonat. Gingerol dan shogaol dapat menghambat produksi PGE2.18 Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi dibanding jahe lainnya (Rehmen et al 2011 cit. Christina Winarti, Hernani). Senyawa kimia pada jahe merah adalah [6]-gingerol dan 3R,5S-[6]gingerdiol.15

Dari uraian diatas, belum ada penelitian efek antiinflamasi ekstrak jahe merah yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi inflamasi pulpa. Oleh karena itu,


(22)

akan dilakukan penelitian efek antiinflamasi ekstrak jahe merah dalam mengatasi inflamasi pulpa. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ratna (2009) yang menunjukkan bahwa ekstrak jahe merah 1% dan 2% memiliki efek antiinflamasi pada pemakaian topikal.19 Efek antiinflamasi ditandai dengan penurunan sel-sel radang (neutrofil, makrofag, limfosit, sel plasma) dan mengarah ke arah penyembuhan (fibroblas). Efek ini diamati pada hari ke-1, 3, dan 7, disebabkan pada hari tersebut telah muncul sel radang dan sel penyembuhan.20 Penelitian sebelumnya oleh Esmeraldo et al (2012) juga telah menunjukkan adanya inflamasi pada hari ke-1, 3, dan 7.21

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dapat disusun tema sentral dari masalah penelitian ini yakni:

 Iritan mekanis dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pulpa. Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan tubuh terhadap iritan sebagai upaya pertahanan tubuh untuk menghilangkan penyebab dan akibat iritan.

 Iritan mekanis seperti terjadinya injuri pulpa akibat perforasi pulpa karena prosedur iatrogenik dapat menimbulkan inflamasi pulpa reversibel.

 Tanda-tanda inflamasi yaitu rubor, kalor, dolor, tumor, dan functiolaesa.

 Beberapa bahan pereda inflamasi pulpa di antaranya eugenol dan steroid. Eugenol paling sering digunakan namun mempunyai sifat sitotoksin dan dapat menyebabkan iritasi.

 Penggunaan bahan alami sudah lama digunakan untuk pengobatan. Salah satu jenis bahan alami adalah jahe merah (Zingiber officinale Roscoe). Menurut penelitian, jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) mengandung senyawa potensial antiinflamasi yang disebut gingerol dan shogaol. Gingerol dan shogaol dapat menghambat produksi PGE2.Namun, belum ada penelitian mengenai jahe merah yang berpotensi sebagai antiinflamasi dilihat dari penurunan sel radang dan penyembuhan pada gigi kelinci yang mengalami pulpitis reversibel.


(23)

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah ada efek antiinflamasi ekstrak jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% pada gigi yang mengalami inflamasi pulpa reversibel pada hari ke-1, 3, dan 7?

2. Apakah ada perbedaan efek antiinflamasi eugenol dengan efek antiinflamasi ekstrak jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% pada gigi yang mengalami inflamasi pulpa reversibel pada hari ke-1, 3, dan 7?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat apakah ada efek antiinflamasi ekstrak jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% pada gigi yang mengalami inflamasi pulpa reversibel pada hari ke-1, 3, dan 7.

2. Untuk melihat apakah ada perbedaan efek antiinflamasi eugenol dengan efek antiinflamasi ekstrak jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% pada gigi yang mengalami inflamasi pulpa reversibel pada hari ke-1, 3, dan 7.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Klinis

 Meningkatkan pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari bahan alami dalam mengatasi inflamasi pulpa reversibel

1.4.2 Manfaat Teoritis

 Memberikan informasi bagi dokter gigi mengenai efek antiinflamasi jahe merah terhadap inflamasi pulpa reversibel.

1.4.3 Manfaat Kebutuhan Masyarakat

 Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat dengan menggunakan bahan alami, mudah didapat, dengan harga yang terjangkau.  Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengembangkan

pembudidayaan bahan tradisional jahe merah sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di bagian tengah gigi. Pulpa memiliki empat fungsi yaitu membentuk dentin, mensuplai nutrisi, mempertahankan gigi, serta sebagai persarafan dan sensori. Sel pulpa yang berfungsi membentuk dentin adalah odontoblas.4 Odontoblas menghasilkan komponen matriks organik yaitu kolagen, proteoglycans, dan noncollagenous proteins.23 Odontoblas juga menghasilkan dentin tersier sebagai respon dari injuri akibat trauma. Jaringan pulpa juga mensuplai nutrisi untuk pembentukan dentin.4 Pemberian nutrisi pada dentin merupakan fungsi odontoblas dan pembuluh darah. Pertukaran nutrisi terjadi melalui pembuluh darah dan menuju ke dentin melalui tubulus dentin.24 Saraf pada jaringan pulpa dapat merespon terhadap nyeri melalui rangsangan terhadap jaringan atau melalui enamel dan dentin. Saraf pada jaringan pulpa terdiri dari dua tipe saraf sensori yaitu saraf myelinated dan saraf non-myelinated. Stimulasi saraf myelinated

cepat dan tajam, sedangkan saraf non-myelinated lambat dan tumpul.22 Jaringan pulpa adalah jaringan yang terkurung oleh dinding yang kaku dan membentuk suatu keadaan yang low-compliance. Peningkatan tekanan jaringan yang kecil pun, akibat vasodilatasi dan eksudasi pada saat inflamasi, akan menyebabkan kompresi dan kolapsnya venul secara total di area cedera pulpa. Meningkatnya tekanan jaringan, ketidaksanggupan pulpa untuk berekspansi, dan tidak adanya sirkulasi kolateral dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa.2

2.1 Pulpa

Pulpa terdiri dari komponen ekstraseluler, pembuluh darah, saraf, dan sel.22 Komponen ekstraseluler terdiri dari protein fibril dan substansi dasar. Terdapat dua jenis protein fibril yaitu kolagen dan elastin. Kolagen merupakan komponen


(25)

terbanyak dari serat kolagen yang memberikan kekuatan pada jaringan. Elastin adalah komponen utama dari serat elastik yang memberikan elastisitas pada jaringan.23

2.1.1 Sel Pulpa Normal

Sel yang ada di dalam jaringan pulpa di antaranya adalah sel odontoblas, sel fibroblas, sel mesenkhim, sel dendritik, sel mast, dan sel imunokompeten.25

2.1.1.1Sel Odontoblas

Odontoblas adalah sel karakteristik pada pulpa, yang membentuk lapisan tunggal pada perifer pulpa, mensintesa matriks, dan mengontrol mineralisasi dentin. Sel odontoblas terdiri dari dua komponen yaitu badan sel dan prosesus odontoblas. Badan sel terletak di bawah matriks dentin yang tidak mengalami mineralisasi (predentin), sedangkan prosesus meluas ke sepertiga bagian dalam dentin.22 Odontoblas membentuk suatu lapisan di daerah perifer dan mesintesa matriks yang akan menjadi dentin, sehingga sering disebut sel dentinoblas karena sel ini menunjukkan fungsi utamanya membentuk dentin.25

Odontoblas memproduksi komponen matriks organik predentin dan dentin, termasuk kolagen (umumnya tipe 1) dan proteoglycans. Secara fisiologis, odontoblas primer pada gigi dewasa memproduksi dentin yang baru (dentin sekunder). Ketika odontoblas primer mengalami injuri, produksi dentin dapat dipercepat sebagai suatu pertahanan/perbaikan. Odontoblas ini akan digantikan oleh odontoblas sekunder yang memproduksi matriks dentin yang baru. Dentin baru yang dihasilkan dinamakan dentin tersier.23

2.1.1.2Sel Fibroblas

Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemukan di dalam pulpa, dapat berasal dari sel mesenkhim pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada. Sel ini berada di seluruh pulpa tetapi cenderung berkonsentrasi pada daerah kaya sel, terutama di bagian koronal.22

Fungsi utama fibroblas adalah pembuatan substansi dasar dan serabut kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Matriks protein yang dihasilkan terlibat dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan epitel. Selain mensintesis juga mempertahankan matriks jaringan ikat yang secara konstan berubah. Fibroblas


(26)

juga terlibat dalam degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengalami kalsifikasi. Selain itu dapat membuat dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas yang lisis, dengan membentuk dentin reparatif. Fibroblas mempunyai bentuk yang bervariasi, dari bentuk seperti sigaret sampai bentuk seperti bintang dengan cabangnya yang pendek. Hal ini tergantung pada keadaan sel yang meliputi usia, tingkatan vitalitas jaringan pulpa, serta kemampuan daya pertahanan terhadap lingkungan.25

2.1.1.3Sel Mesenkhim

Sel mesenkhim terdapat pada jaringan pulpa, yang mempunyai fungsi multipoten dan sewaktu-waktu diperlukan sebagai sel pengganti dari berbagai macam sel yang telah rusak atau mati. Penggantian ini terjadi dengan mengadakan diferensiasi antara lain menjadi sel fibroblas, odontoblas, dan dapat juga menjadi makrofag. Makrofag atau histiosit merupakan salah satu sel pertahanan pulpa yang dalam keadaan aktif bergerak menuju ke tempat inflamasi dan berfungsi sebagai sel fagositik terhadap bakteri, benda asing dan sel mati.

Lokasi sel ini terutama di sekitar pembuluh darah pada daerah kaya sel dan sukar dikenali. Sel mesenkhim ini biasanya berada di bagian luar pembuluh darah, sebelum ada radang tampak agak memanjang dan pada saat timbul radang sel tersebut berdiferensiasi menjadi makrofag.25

2.1.1.4Sel Dendritik

Sel dendritik seperti sel makrofag, merupakan sel imunokompeten yang dijumpai pada epidermis, sel membran dan disebut sebagai sel Langerhans. Sel dendritik terutama didapatkan dalam jaringan limfoid, tetapi juga banyak tersebar di jaringan ikat termasuk jaringan pulpa. Sel dendritik disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC), seperti makrofag karena dapat mengekspresikan antigen klas II. Sel dendritik bersama sel makrofag dan limfosit lainnya berperan dalam

immunosurvillance jaringan pulpa. Sel ini tersebar dalam jaringan pulpa seperti pada jaringan ikat lainnya, dan mempunyai daya fagositik yang lebih lemah atau sama sekali tidak mempunyai daya fagositik dibandingkan dengan sel lain.25


(27)

2.1.1.5Sel Imuno Kompeten

Sel imuno kompeten yang ditemukan pada jaringan pulpa normal adalah makrofag, limfosit T, limfosit B, dan sel plasma. Sel ini merupakan bagian dari mekanisme pertahanan dan respons awal yang terjadi di dalam jaringan pulpa. Sel ini akan menghancurkan mikroorganisme, imunogen, sel mati dan benda asing. Sel makrofag adalah sel fagosit yang berada dalam jaringan dan berasal dari pembuluh darah yang dikenal sebagai monosit. Limfosit berperan penting dalam sistem imun, yang merupakan derivat dari limfoid stem cell di dalam sumsum tulang. Limfosit mengalami diferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B, kemudian limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma.25

2.1.2 Sel Inflamasi Pulpa

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa iritan sekecil apapun dalam enamel telah mampu menarik sel-sel inflamasi di dalam pulpa.2 Reaksi tersebut berupa terdapatnya limfosit di jaringan pulpa, dan mulai terlihatnya lapisan odontoblas yang cedera. Bila intensitas rangsang lebih besar, maka dapat timbul cedera pada jaringan pulpa yang lebih luas dan dalam. Pada pulpa, inflamasi dapat terjadi secara akut atau kronis. Kedua tingkat ini dapat dikenal secara histologi atau pemeriksaan mikroskopis.3 Sel utama inflamasi akut pada pulpa adalah neutrofil polimorfonuklear. Sedangkan pada inflamasi kronis adalah limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag.2

2.1.2.1 Neutrofil Polimorfonuklear

Neutrofil polimorfonuklear merupakan sel leukosit yang paling sering dijumpai pada inflamasi pulpa. Neutrofil merupakan sel yang memfagositosis bakteri, fibrin dan debris selular. Selain itu juga ditarik ke daerah inflamasi oleh faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri atau oleh komplemen, dan merupakan sel pertama yang melakukan migrasi dari pembuluh.24 Sel ini memiliki bentuk seperti tapal kuda, dengan diameter 9-12μm dan memiliki nukleus yang berisi 2-5 lobus yang terikat oleh benang kromatin. Inti terisi penuh oleh butir kromatin sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu.26,27 (Gambar 1)


(28)

Gambar 1. Sel Neutrofil (panah hitam), memiliki inti sel yang berlobus-lobus.28

2.1.2.2 Limfosit

Limfosit muncul setelah invasi daerah injuri oleh neutrofil. Sel ini berhubungan dengan injuri dan respon imun, berfungsi menghancurkan maupun merusak substansi asing.24 Terdapat dua jenis limfosit, sel T dan sel B, limfosit T bertindak sebagai imunitas yang dimediasi sel (cell-mediated immune response). Sedangkan limfosit B akan berkembang menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Limfosit yang dominan dalam darah memiliki ukuran yang kecil dengan diameter 8-10μm dan berinti bulat dan berwarna gelap. Sitoplasmanya basofilik dan sedikit, serta mengelilingi nukleus.26 (Gambar 2)

Gambar 2. Sel Limfosit, memiliki inti bulat yang gelap. Berukuran lebih kecil dari makrofag dan neutrofil.28


(29)

2.1.2.3Sel Plasma

Secara morfologis sel plasma dikenal melalui inti selnya yang berbentuk radier, yang letaknya ke tepi, sehingga sitoplasmanya terlihat agak luas. Sel plasma merupakan diferensiasi limfosit B yang dipicu oleh subset limfosit T helper.26 Sel plasma memiliki bentuk lonjong dan besar, diameter 20μm dengan nukleus yang terletak eksentris, dengan heterokromatin yang mengelilingi nukleus dan terlihat terang. Sitoplasmanya basofilik yang merupakan hasil dari banyaknya retikulum endoplasma yang kasar.26,27 (Gambar 3)

Gambar 3. Sel Plasma (panah hitam), memiliki inti esentris dan bulat28

2.1.2.4 Makrofag

Makrofag merupakan salah satu sel mononuklear fagosit yang berperan pada proses radang kronik. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari pembuluh darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan dan disana berdiferensiasi sebagai makrofag. Makrofag adalah sel fagositik yang mencerna debris seluler, mikroorganisme, dan bahan particulate (tersusun dari partikel terpisah). Makrofag mensekresi mediator inflamasi tertentu, seperti enzim lisosomal, komplemen protein, dan prostaglandin. Makrofag adalah sel bernukleus tunggal, yang dapat menyatu dengan makrofag lain untuk memproduksi sel besar yang bernukleus banyak yang disebut giant cells.26,27 Makrofag mempunyai ukuran 10 sampai 30μm dan memiliki bentuk ireguler, dengan nukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak eksentris.27 (Gambar 4)


(30)

Gambar 4. Sel Makrofag (panah hitam), memiliki bentuk seperti ginjal, sering berada di satu sisi dari sel.28

2.1.2.5 Sel Mast

Sel mast merupakan sel lain pada pulpa yang tersebar di dalam jaringan ikat, dan berada dalam kelompok kecil pada pulpa normal. Pada jaringan pulpa yang mengalami peradangan, sel tersebut penting sehubungan dengan perannya pada reaksi inflamasi.25 Sel mast memiliki bentuk oval, dengan diameter 20-30μm. Sitoplasmanya basofilik dengan inti berada di tengah dan seringkali tertutup oleh granul sitoplasma.27 Terdapat banyak granula di sitoplasma, dimana granula mengandung heparin, histamin, neutral protease, aryl sulfatase, eosinophil chemotactic factor (ECF), dan neutrophil chemotactic factor (NCF). Substansi-substansi tersebut dinamakan mediator primer. Selain Substansi-substansi yang ditemukan di granul, sel mast juga mensintesa beberapa mediator dari asam arakidonat, seperti leukotrien (LTC4, LTD4, LTE4), dan thromboksan (TXA2 dan TXB2), dan prostaglandin (PG). Selain itu sitokin lain juga dihasilkan, seperti platelet-activating factor (PAF), bradikinin, interleukin (IL-4, IL-5, IL-6), dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Semua mediator tersebut dinamakan mediator sekunder.26,27 Peradangan dimulai ketika sel mast membebaskan kandungan intraseluler selama cedera jaringan, terpajan pada toksin, pengaktifan protein pada jenjang komplemen, dan pengikatan antigen antibodi. Proses pelepasan kandungan sel mast disebut degranulasi sel mast. Pada proses ini, histamin, serotonin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast, merupakan penyebab vasodilatasi, peningkatan permeabilitas


(31)

kapiler dan penarikan sel-sel darah putih dan trombosit ke daerah yang mengalami jejas.29

2.2 Inflamasi Pulpa

Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan tubuh terhadap jejas. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh baik untuk menghilangkan penyebab jejas maupun akibat jejas. Tanpa reaksi radang, maka penyebab jejas misalnya bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh atau suatu luka tidak akan sembuh.6

Berbagai sebab terjadinya inflamasi pulpa adalah karena fisik/mekanik, bakteri dan kimia, namun umumnya disebabkan karena bakteri ataupun toksinnya, lewat proses karies. Apabila ada kerusakan enamel dan dentin karena proses karies atau fraktur mahkota sampai ke bagian dentin maka bakteri beserta toksinnya akan masuk ke dalam ruang pulpa baik melalui tubulus dentin atau melalui perforasi atap pulpa sehingga akan terjadi suatu proses inflamasi atau infeksi pada jaringan pulpa, dan mekanisme respons imun ini sama seperti pada jaringan tubuh lain yang mengalami inflamasi.25

Selain iritasi oleh bakteri, jaringan pulpa atau periradikuler dapat pula mengalami iritasi mekanik. Preparasi kavitas yang dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendingin merupakan iritan mekanik dan suhu yang berperan terhadap jaringan pulpa. Jika tindakan kewaspadaan diabaikan, preparasi kavitas atau mahkota akan merusak odontoblas. Makin dekat ke pulpa, jumlah tubulus per unit permukaan serta diameternya akan makin meningkat. Akibatnya, permeabilitas dentin akan lebih besar di daerah yang lebih dekat ke pulpa. Oleh karena itu, jika lebih banyak dentin terbuang, potensi iritasi pulpa makin besar pula.2

Inflamasi dibagi menjadi dua tahap yaitu inflamasi akut dan kronis.3 Secara makroskopis, tanda-tanda utama inflamasi akut dari Celcus yaitu tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (sakit). Selain itu dapat pula terjadi functiolaesa (hilangnya fungsi). Secara mikroskopis, berkaitan dengan perubahan-perubahan di dalam pembuluh darah, aliran darah, dan aktivitas leukosit.5 Pada reaksi peradangan akut terdapat dua stadium yaitu vaskular dan selular. Stadium


(32)

vaskular peradangan dimulai setelah cedera atau ketika terjadi infeksi atau terpajan toksin.29 Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol), mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang dapat berkembang, tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Kemudian terjadi dilatasi arteriol berkepanjangan, maka aliran darah bertambah (hiperemi) sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan hidrostatik meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma. Aliran darah menjadi lambat karena permeabilitas kapiler bertambah, maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan viskositas darah.6,29

Stadium seluler peradangan dimulai setelah sel PMN berpindah ke area infeksi atau cedera. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu leukosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari pergerakan leukosit ke pembuluh darah (margination), lalu leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu leukosit keluar dari pembuluh darah (emigration).25 Hal ini mengakibatkan pengumpulan eksudat di jaringan untuk proses

fagositosis, keadaan ini disebut pulpitis akut yang secara klinik merupakan pulpitis reversibel.3

Inflamasi kronis terjadi apabila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas menetap, atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi imunologik. Berbeda dengan inflamasi akut, radang kronik ditandai dengan infiltrasi sel mononuklear, yaitu makrofag monosit, histiosit yang aktif, limfosit dan sel plasma, kemudian kerusakan jaringan, dan terbentuknya jaringan granulasi dengan proliferasi fibroblas dan pengendapan kolagen. Bila sel utama pada radang akut ialah neutrofil maka pada


(33)

radang kronik ialah sel makrofag. Sel makrofag dapat berasal dari pembuluh darah dan monosit yang mengalami proliferasi setelah keluar dari pembuluh darah atau sel monosit yang menetap pada tempat radang.3,6

Inflamasi pulpa secara klinis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel. Pulpitis reversibel adalah suatu radang pulpa pada tingkat ringan sampai sedang, yang disebabkan oleh suatu rangsangan dan sistem pertahanan jaringan pulpa masih mampu mengatasinya, dan dapat sembuh kembali bila rangsangan dihilangkan.25 Gejala pada pulpitis reversibel ditandai oleh rasa sakit yang tajam namun sebentar saat adanya rangsangan misalnya pada saat makan atau minum, namun rasa sakit akan hilang apabila rangsangan dihilangkan. Pada pulpitis reversibel rasa sakit tidak terjadi secara spontan.3 Pulpitis ireversibel dapat terjadi bila rangsangan terhadap pulpa berlangsung lama dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pulpitis reversibel. Rasa nyeri tidak mereda walaupun penyebabnya dihilangkan. Keadaan ini disebabkan oleh bakteri atau toksin pada proses karies yang mengakibatkan reaksi inflamasi.25

2.3 Bahan – Bahan Pereda Inflamasi 2.3.1 Eugenol

Pereda nyeri yang biasanya digunakan pada saluran akar adalah eugenol. Eugenol banyak digunakan dalam dunia kedokteran gigi. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria. Sifat antibakteria ini dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang mungkin menimbulkan inflamasi.30 Selain itu eugenol juga memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Eugenol dapat menghambat prostaglandin E2 (PGE2) dan leukotrien (LTs). PGE2 dan LTs merupakan produk dari metabolisme asam arakidonat yang merupakan prekursor sejumlah besar mediator inflamasi.9 Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan iritasi.8,30 Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya membahayakan jaringan pulpa dan periapeks.30 Eugenol juga dapat menyebabkan terjadinya nekrosis sementum, tulang, dan peradangan periapikal.10


(34)

2.3.2 Glukosteroid

Steroid yang sering digunakan adalah glukosteroid. Glukosteroid dapat mengurangi rasa sakit dan inflamasi pulpa. Steroid telah menunjukkan bahwa material ini dapat menurunkan nyeri pasca perawatan. Steroid akan mengubah respon inflamasi dan vaskuler yang cukup menurunkan tingkatan nyeri. Namun steroid tidak dapat menurunkan nyeri parah. Dalam aplikasi endodontik, kerja obat ini hanya mengatasi nyeri yang derajatnya ringan. Glukosteroid memiliki kelemahan yang mempunyai efek imunosupresan.11

2.4 Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)

Menurut taksonominya, Zingiber officinale diklasifikasikan dalam:31  Kingdom : Plantae

 Divisi : Spermatophyta

 Kelas : Monocotyledonae

 Bangsa : Zingiberales

 Suku : Zingiberaceae

 Marga : Zingiber

 Spesies : Zingiber Officinale

Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 meter. Bunga majemuk terdiri atas kumpulan bunga yang berbentuk kerucut kecil, warna kelopak putih kekuningan.31

Jahe merah memiliki nama latin Zingiber officinale Roscoe. Jahe merah merupakan tanaman dengan rimpang kuat dan menjalar. Jahe merah berbatang semu dan berwarna hijau kemerahan. Batang terdiri atas pelepah daun di pinggir yang posisinya berhadapan. Jahe merah mempunyai rimpang kecil berlapis-lapis dengan aroma yang sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah.32

Jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat yang mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya. Menurut Lantera (2002), dari ketiga


(35)

jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis lainnya.33

Minyak atsiri yang terkandung pada jahe merah sekitar 2,58-2,72%, termasuk volatile oil atau minyak yang mudah menguap. Minyak atsiri merupakan komponen yang memberikan bau atau aroma yang khas. Sementara itu, oleoresin termasuk non-volatile oil atau minyak yang tidak mudah menguap.32

Jahe merah memiliki efek antiinflamasi. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang.32 Beberapa senyawa diantaranya gingerol, shogaol, dan zingeron memberi aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan, antiinflamasi, analgetik, antikarsinogenik, dan kardiotonik.15 Jahe merah menghambat proses siklooksigenase-2 (COX2) dan lipooksigenase.18,34 Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi tersebut adalah gingerol dan shogaol.15 Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi PGE2. Kandungan [6]-gingerol,[8]-gingerol,[10]-gingerol, dan [6]-shogaol mempunyai efek farmakologi mencakup antioksidan dan antiinflamasi. Kandungan [6]-shogaol lebih poten dibanding [6]-gingerol dalam menujukkan efek antiinflamasi. Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi [6]-shogaol > [10]-gingerol > [8]-gingerol > [6]-[8]-gingerol.18 Gingerol dan shogaol merupakan turunan alkaloid.35 Jahe merah juga mengandung saponin, tanin, dan flavonoid.36

Jahe memiliki efek antibakteri dan antifungal yaitu gingerol dan shogaol. Menurut penelitian rimpang jahe dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif diantaranya Porphyromonas gingivalis, Porphyromonas endodontalis, dan

Prevotella intermediate yang dapat menyebabkan penyakit periodontal. Kandungan [10]-gingerol dan [12]-gingerol dapat menghambat beberapa bakteri di rongga mulut.16


(36)

2.5 Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Sebagai Hewan Coba

Hewan coba memiliki peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan biomedis khususnya. Kelinci merupakan salah satu jenis hewan coba. Kelinci telah banyak digunakan pada penelitian biomedis. Penggunaan kelinci diperluas karena kemudahan dalam menangani dan harganya yang relatif murah.37

Seekor kelinci yang normal mempunyai intuisi, aktif, ingin tahu, memiliki bulu yang lebat dan kondisi tubuh yang baik (Gambar 5). Ketika kelinci dilakukan percobaan yang menyebabkan nyeri, kelinci akan menunjukkan perubahan jalan, penarikan diri dan perlindungan dari cedera, postur yang canggung, menjilat, menggosok, atau menggaruk areanya, atau bahkan penurunan nafsu makan.37

Gambar 5. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

Kelinci memiliki densitas tulang yang mirip dengan manusia.37 Rumus gigi kelinci adalah 2 x (I2/2 C0/0 P3/2 M3/3). Kelinci memiliki 6 gigi insisivus. Terdapat 4 gigi insisivus maksila, 2 pada sisi labial yang memiliki groove vertikal pada garis tengahnya, dan 2 gigi rudimeter pada sisi palatalnya. Terdapat diastema yang besar diantara gigi insisivus dengan gigi premolar. Gigi premolar memiliki bentuk yang mirip dengan gigi molar, keduanya sering disebut gigi pipi.38


(37)

(38)

Injuri pada pulpa mengakibatkan inflamasi pulpa. Inflamasi terbagi menjadi akut dan kronis. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu PMN juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari leukosit bergerak ke pembuluh darah (margination), lalu perlekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigration), dan fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan. Inflamasi akut yang berlangsung lama dapat menjadi inflamasi kronis dimana sel-sel yang berperan adalah limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag.

Pereda nyeri yang biasanya digunakan dalam kedokteran gigi dalam permasalahan endodontik adalah eugenol. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria dimana dapat mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang mungkin menimbulkan inflamasi. Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan iritasi. Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya membahayakan jaringan pulpa dan periapeks.

Jahe merah memiliki efek anti radang. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang dengan menekan proses siklooksigenase dan lipoksigenase. Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi prostaglandin yang diekspresikan oleh sel makrofag dan sel mast, sedangkan leukotrien diekspresikan oleh sel mast, neutrofil, eosinofil, dan basofil sehingga jahe merah mempunyai efek antiinflamasi.


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini menganalisis pengaruh ekstrak jahe merah sebagai antiinflamasi pada gigi kelinci. Hal ini dilihat dengan membuat ekstrak jahe merah dan dicobakan pada gigi kelinci yang dilakukan perforasi jaringan pulpa dan mengalami pulpitis reversibel sehingga diperoleh efek antiinflamasinya. Pada penelitian ini, efek antiinflamasi diketahui dengan melihat penurunan sel radang dan penyembuhan yang ada pada hari ke 1, 3, dan ke 7.

3.2 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini dapat ditegakkan hipotesis berikut:

1. Ekstrak jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% dapat menurunkan sel-sel radang pulpa pada gigi dengan pulpa yang mengalami inflamasi reversibel. 2. Ada perbedaan penurunan sel-sel radang pulpa pada eugenol dengan ekstrak

jahe merah pada konsentrasi 1% dan 2% pada gigi yang mengalami inflamasi pulpa reversibel.

Eugenol

Ekstrak Jahe Merah dengan konsentrasi

1% Efek antiinflamasi

dilihat dari penurunan sel-sel radang pulpa dan penyembuhan pada hari

ke 1, 3, dan 7. Ekstrak Jahe Merah

dengan konsentrasi 2%


(40)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium 4.1.2 Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Lengkap

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian

 Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Farmakologi Farmasi USU

 Laboratorium Patologi Anatomi FK USU

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah September 2014 sampai Juni 2015.

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel 4.3.1 Populasi : Kelinci Jantan

4.3.2 Sampel : Gigi Kelinci Jantan

Kriteria inklusi kelompok sampel :

 Kelinci Jantan dengan berat badan 1,5-2 kg  Kelinci Jantan dengan rentang umur 3-5 bulan

 Kelinci Jantan yang memiliki gigi insisivus atas dan bawah

Kriteria eksklusi kelompok sampel :

 Kelinci Jantan yang tidak memiliki gigi insisivus atas dan bawah

4.3.3 Besar Sampel


(41)

Pada hari 1 :

Pada setiap kelinci, diaplikasikan :

 Esktrak jahe merah 1% : gigi insisivus 1 kanan atas  Ekstrak jahe merah 2% : gigi insisivus 1 kiri atas  Eugenol : gigi insisivus 1 kanan bawah  Kontrol negatif (-) : gigi insisivus 1 kiri bawah

Pada hari 3 :

Pada setiap kelinci, diaplikasikan :

 Esktrak jahe merah 1% : gigi insisivus 1 kanan atas  Ekstrak jahe merah 2% : gigi insisivus 1 kiri atas  Eugenol : gigi insisivus 1 kanan bawah  Kontrol negatif (-) : gigi insisivus 1 kiri bawah

Pada hari 7 :

Pada setiap kelinci, diaplikasikan :

 Esktrak jahe merah 1% : gigi insisivus 1 kanan atas  Ekstrak jahe merah 2% : gigi insisivus 1 kiri atas  Eugenol : gigi insisivus 1 kanan bawah  Kontrol negatif (-) : gigi insisivus 1 kiri bawah Jumlah gigi yang digunakan ditentukan berdasarkan rumus Federer39 (t-1)(r-1) ≥ 15

(12-1)(r-1) ≥ 15 r ≥ 2,3 r ≥ 3

dengan, t : Jumlah kelompok perlakuan r : Jumlah sampel tiap kelompok

Jadi besar sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 3 gigi, sehingga besar sampal pada setiap kelompok hari adalah 12 gigi. Pengamatan dilakukan berdasarkan waktu yaitu pada hari 1, 3, dan 7, sehingga jumlah gigi adalah 36 gigi.


(42)

4.4 Variabel Penelitian

Variabel terikat

 Efek antiinflamasi yang diukur berdasarkan penurunan sel-sel radang dan penyembuhan

Variabel bebas

 Ekstrak Jahe Merah 1% dan 2%, Eugenol

Variabel terkendali

 Jenis kelamin kelinci jantan  Berat kelinci 1,5-2 kg  Umur kelinci 3-5 bulan  Makanan kelinci

 Jadwal makan kelinci (pukul 09.00 dan 16.00)

 Lama waktu adaptasi kelinci dalam kandang 1 minggu

 Suhu kandang kelinci (32°C)  Jenis dan bentuk mata bur (bur

intan bulat kecil, no.1)

 1 bur intan bulat untuk 1 gigi yang dipreparasi

 Kecepatan putar dari bur 35000 rpm

 Jumlah larutan yang diaplikasi ke ruang pulpa (20µl)

 Tumpatan RM-GIC untuk menutup kavitas

Light cure selama 20 detik

 Waktu pengamatan dilakukan pada hari ke 1,3 dan 7

 Keterampilan operator

Variabel tidak terkendali

 Suhu dan lamanya waktu penyimpanan jahe merah setelah dipetik sampai ekstraksi jahe merah

 Lamanya waktu penyimpanan ekstrak jahe merah dari disimpan sampai digunakan

 Perlakuan kelinci dari lahir sampai digunakan sebagai hewan coba

 Variasi struktur anatomis gigi rahang atas kelinci


(43)

4.4.1 Variabel bebas: ekstrak jahe merah 1%, ekstrak jahe merah 2%, dan eugenol.

4.4.2 Variabel terikat: efek antiinflamasi yang diukur berdasarkan penurunan sel-sel radang dan penyembuhan (neutrofil, limfosit, makrofag, sel plasma, fibroblas).

4.4.3 Variabel terkendali

 Jenis kelamin kelinci jantan  Berat kelinci 1,5-2 kg  Umur kelinci 3-5 bulan  Makanan kelinci

 Jadwal makan kelinci (pukul 09.00 dan 16.00)

 Lama waktu adaptasi kelinci dalam kandang 1 minggu  Suhu kandang kelinci (32°C)

 Jenis dan bentuk mata bur (bur intan bulat kecil, no.1)  1 bur intan bulat untuk 1 gigi yang dipreparasi

 Kecepatan putar dari bur 35000 rpm

 Jumlah larutan yang diaplikasi ke ruang pulpa (20µl)  Tumpatan RM-GIC untuk menutup kavitas

 Light cure selama 20 detik

 Waktu pengamatan dilakukan pada hari ke 1,3 dan 7  Keterampilan operator

4.4.4 Variabel tidak terkendali

 Suhu dan lamanya waktu penyimpanan jahe merah setelah dipetik sampai ekstraksi jahe merah

 Lamanya waktu penyimpanan ekstrak jahe merah dari disimpan sampai digunakan

 Perlakuan kelinci dari lahir sampai digunakan sebagai hewan coba  Variasi struktur anatomis gigi rahang atas kelinci


(44)

4.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas No Variabel

Terikat

Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Ukur

Skala Ukur

1. Ekstrak Jahe Merah

Ekstrak jahe merah diperoleh dengan menimbang 0,1 gram dan 0,2 gram kemudian dilarutkan dalam 10 ml larutan CMC 0,2% sehingga menghasilkan konsentrasi 1% dan 2%

Spuit Gram dan Mililiter

Nominal

2. Eugenol Bahan pereda yang sering digunakan dalam meredakan nyeri pulpa,

dengan merek

Biodinamica


(45)

Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat No Variabel

Terikat

Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Ukur Skala Ukur 1. a. b. Efek antiinflamasi Neutrofil Makrofag

Efek antiinflamasi dilihat dari penurunan sel radang dan penyembuhan (neutrofil, makrofag, limfosit, sel plasma, fibroblas)

Neutrofil merupakan sel pertama yang muncul pada radang akut. Neutrofil mempunyai bentuk seperti tapal kuda, berdiameter 9-12μm, dan memiliki inti yang multi lobus (3-4 lobus) yang dihubungkan oleh benang kromatin. Inti terisi penuh oleh butir kromatin sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu.26,27 Sel ini dijumpai pada inflamasi akut. Makrofag merupakan sel hasil diferensiasi monosit yang bermigrasi dari aliran darah ke jaringan ikat. Makrofag mempunyai ukuran 10 sampai 30μm dan memiliki bentuk ireguler, dengan nukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak eksentris.27 Makrofag adalah sel bernukleus tunggal, yang dapat menyatu dengan makrofag lain untuk memproduksi sel

Mikroskop cahaya (Olympus) Perbesaran 400x, skor: 1= normal 2= ringan 3 = sedang 4 = berat


(46)

4.6 Bahan dan Alat Penelitian 4.6.1 Bahan Penelitian

 Ekstrak Jahe Merah

 Eugenol ( Biodinamica, USA ) c. d. e. Sel Plasma Limfosit Fibroblas

besar yang bernukleus banyak yang disebut giant cells.26 Sel ini dijumpai pada inflamasi akut.

Sel plasma memiliki bentuk lonjong dan besar, diameter 20μm dengan nukleus yang terletak eksentris, dengan heterokromatin yang mengelilingi nukleus dan terlihat terang. Sitoplasmanya basofilik yang merupakan hasil dari banyaknya retikulum endoplasma yang kasar.26,27 Sel ini dijumpai pada inflamasi kronis. Limfosit yang paling dominan dalam darah memiliki ukuran yang kecil dengan diameter 8-10μm dan berinti bulat dan berwarna gelap. Sitoplasmanya basofilik dan sedikit, serta mengelilingi nukleus.26 Sel ini dijumpai pada inflamasi kronis.

Fibroblas mempunyai bentuk yang bervariasi, dari bentuk seperti sigaret sampai bentuk seperti bintang dengan cabangnya yang pendek. Sel ini dijumpai pada proses penyembuhan (healing).27


(47)

 Cotton Pellet

 Saline ( Kimia Farma, Indonesia )

 Alkohol 70% 1 liter ( Kimia Farma, Indonesia )  Ketamin (Kimia Farma, Indonesia)

 RM-GIC (Ionoseal, VOCO)

4.6.2 Alat Penelitian

 Bur akses kecil ( Dentsply )  Mikromotor (Woodpecker, China)  Handpiece (Woodpecker, China)  Pasungan kelinci

 Kandang kelinci

 Pinset, sonde, kaca mulut, instrument plastis ( Dentica )  Spuit 1 ml ( Terumo, Japan )

 Spuit 5 ml ( Terumo, Japan )

 Mikroskop cahaya ( Olympus, Japan )  Light Cure

4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Persiapan bahan coba

Ekstrak jahe merah diperoleh dari penelitian Tati Saida Ratna (2009) (Gambar 6). Dari ekstrak ini dibuat ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2%.


(48)

4.7.1.1 Pembuatan ekstrak jahe merah konsentrasi 1%

Panaskan aquadest sebanyak 10 ml dan pindahkan ke lumpang (Gambar 7). Sebanyak 20 mg bubuk CMC (Carboxy Methil Cellulose) ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik (Sartorius, Germany) (Gambar 8), kemudian ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi aquadest 10 ml (Gambar 9). Diamkan selama 30 menit (Gambar 10) hingga diperoleh masa transparan, kemudian digerus hingga berbentuk gel atau masa yang kental dan homogen. (Gambar 11).

Timbang ekstrak sebanyak 0,1 gram (Gambar 12) ditambahkan larutan CMC 10 ml sedikit demi sedikit sambil digerus (Gambar 13), kemudian disimpan dalam botol vial (Gambar 14).

Gambar 7. 10 ml aquadest dipanaskan Gambar 8. 20 mg bubuk CMC

Gambar 9. 20 mg bubuk CMC Gambar 10. Diamkan ditaburkan ke dalam 30 menit lumpang yang berisi


(49)

Gambar 11. Penggerusan Gambar 12. Ekstrak jahe merah CMC hingga ditimbang 0,1 gram homogen

Gambar 13. Ekstrak jahe merah Gambar 14. Ekstrak jahe dan larutan CMC merah 1% digerus hingga

homogen

4.7.1.2 Pembuatan ekstrak jahe merah konsentrasi 2%

Panaskan aquadest sebanyak 10 ml dan pindahkan ke lumpang (Gambar 7). Sebanyak 20 mg bubuk CMC (Carboxy Methil Cellulose) ditimbang dengan menggunakan neraca analitik elektrik (Sartorius, Germany) (Gambar 8), kemudian ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi aquadest 10 ml (Gambar 9). Diamkan selama 30 menit (Gambar 10) hingga diperoleh masa transparan, kemudian digerus hingga berbentuk gel atau masa yang kental dan homogen. (Gambar 11).


(50)

Timbang ekstrak sebanyak 0,2 gram (Gambar 15) ditambahkan larutan CMC 10 ml sedikit demi sedikit sambil digerus (Gambar 16), kemudian disimpan dalam botol vial (Gambar 17).

Gambar 15. Ekstrak jahe Gambar 16. Ekstrak jahe merah Gambar 17. Ekstrak jahe merah ditimbang dan larutan CMC merah 2% 0,2 gram digerus hingga

homogen

4.7.2 Persiapan hewan coba

Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat 1,5-2 kg, umur 3-5 bulan, dibagi menjadi 3 kelompok pengamatan yaitu hari 1,3, dan 7. Setiap ekor diberi perlakuan bahan coba pada 4 gigi. Jumlah gigi yang dipakai sebanyak 36 gigi.

Hewan coba diadaptasi selama 1 minggu dan dipelihara dalam kandang (Gambar 18). Kandang hewan coba dibersihkan setiap hari dari kotoran dan sisa makanan agar tetap kering. Hewan coba diberi makan 2 kali sehari pukul 09.00 dan 16.00 WIB.


(51)

4.7.2.1 Perlakuan hewan coba

Kelinci dimasukkan ke dalam tempat pasungan kelinci (Gambar 19). Telinga kanan kelinci dibersihkan dengan alkohol 70%. Bulu pada telinga tangan kelinci yang berada di atas pembuluh darah vena (marginal ear vein) dicukur dengan gunting, kemudian dianastesi dengan spuit 1 ml secara intravena dengan ketamin (15 mg/kg) (Gambar 20).

Gambar 19. Kelinci dipasung Gambar 20. Anastesi intravena melalui pembuluh marginal ear vein

4.7.2.2 Perlakuan gigi hewan coba

 Preparasi gigi insisivus atas kanan kelinci pada sisi labial dengan menggunakan bur intan bulat kecil dengan kecepatan 35.000 rpm (Gambar 21) hingga mencapai ruang pulpa dan berdarah (Gambar 22).

 Setelah perforasi, kavitas diirigasi dengan spuit 5 ml saline dan dikeringan dengan cotton pellet steril (Gambar 23).

 Pada gigi insisivus atas kanan diaplikasikan ekstrak jahe merah 1% sebanyak 20μl (0,02ml) dengan menggunakan spuit 1 ml (Gambar 24).

 Letakkan cotton pellet, lalu tambal dengan RM-GIC (Gambar 25) kemudian disinar dengan light cure (Gambar 26).

 Preparasi gigi insisivus atas kiri kelinci pada sisi labial dengan menggunakan bur intan bulat kecil dengan kecepatan 35.000 rpm hingga mencapai ruang pulpa dan berdarah.


(52)

 Setelah perforasi, kavitas diirigasi dengan spuit 5 ml saline dan dikeringan dengan cotton pellet steril.

 Pada gigi insisivus atas kiri diaplikasikan ekstrak jahe merah 2% sebanyak 20μl (0,02ml) dengan menggunakan spuit 1 ml.

 Letakkan cotton pellet, lalu tambal dengan RM-GIC kemudian disinar dengan light cure.

 Preparasi gigi insisivus bawah kanan kelinci pada sisi labial dengan menggunakan bur intan bulat kecil dengan kecepatan 35.000 rpm hingga mencapai ruang pulpa dan berdarah.

 Setelah perforasi, kavitas diirigasi dengan spuit 5 ml saline dan dikeringan dengan cotton pellet steril.

 Pada gigi insisivus bawah kanan diaplikasikan eugenol sebanyak 20μl (0,02ml) dengan menggunakan spuit 1 ml.

 Letakkan cotton pellet, lalu tambal dengan RM-GIC kemudian disinar dengan light cure.

 Preparasi gigi insisivus bawah kiri kelinci pada sisi labial dengan menggunakan bur intan bulat kecil dengan kecepatan 35.000 rpm hingga mencapai ruang pulpa dan berdarah.

 Setelah perforasi, kavitas diirigasi dengan spuit 5 ml saline dan dikeringan dengan cotton pellet steril.

 Letakkan cotton pellet, lalu tambal dengan RM-GIC kemudian disinar dengan light cure.

 Total keseluruhan adalah 4 gigi insisivus tiap kelinci.

 Pada hari ke-1 setelah perlakuan terhadap 4 gigi insisivus setiap kelinci, kelinci didekapitasi dengan anastesi laten (Gambar 28). Kemudian rahang kelinci dipotong (Gambar 29) dan gigi-gigi pada rahang tersebut diekstraksi (Gambar 30), kemudian dimasukkan ke dalam botol eppendorf (Gambar 31). Kemudian diberikan ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat histopatologi (Gambar 32).


(53)

 Pada hari ke-3, setelah perlakuan terhadap 4 gigi insisivus setiap kelinci, kelinci didekapitasi dengan anastesi laten. Kemudian rahang kelinci dipotong dan gigi-gigi pada rahang tersebut diekstraksi, kemudian dimasukkan ke dalam botol eppendorf. Kemudian diberikan ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat histopatologi.

 Pada hari ke-7, setelah perlakuan terhadap 4 gigi insisivus setiap kelinci, kelinci didekapitasi dengan anastesi laten. Kemudian rahang kelinci dipotong dan gigi-gigi pada rahang tersebut diekstraksi, kemudian dimasukkan ke dalam botol eppendorf. Kemudian diberikan ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pembuatan preparat histopatologi.

Gambar 21. Pengeburan gigi kelinci Gambar 22. Perforasi gigi kelinci

Gambar 23. Pembersihan area kerja Gambar 24. Injeksi ekstrak jahe dengan spuit 5 ml merah 1%, 2%, dan eugenol pada I1 atas, I2 atas, dan I1 bawah


(54)

Gambar 25. Aplikasi RM-GIC Gambar 26. Penyinaran light cure

Gambar 27. 4 gigi insisivus yang Gambar 28. Pemberian anastesi telah ditambal laten

Gambar 29. Pengambilan rahang kelinci Gambar 30. Gigi yang telah


(55)

Gambar 31. Gigi yang dimasukkan Gambar 32. Preparat histopatologi gigi dalam botol eppendorf kelinci

4.7.3 Persiapan sampel untuk Hematoksilin-Eosin

Sesuai dengan SOP PA FK USU:

Jaringan gigi didekalsifikasi dengan larutan HCl selama 1-4 hari. Kemudian larutan diganti setiap hari. Cuci dengan air mengalir selama 24 jam. Kemudian dinetralkan dengan formalin 10%. Selanjutnya blok jaringan dilakukan penarikan air (dehydrating) dengan cara direndam dengan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 80%-95%-95%-100%-100%-100% masing-masing selama 2 jam, kemudian dilakukan penjernihan (clearing) terhadap alkohol dengan merendam di dalam larutan xylol 2 kali perendaman (xylol 1- xylol 2) masing-masing selama 1,5 jam. Kemudian dilakukan pemasukan (infiltrasi) parafin ke dalam blok jaringan dengan merendamnya di dalam parafin cair 3 kali (parafin 1-2-3) masing-masing selama 2 jam. Setelah proses infiltrasi selesai dilanjutkan dengan penanaman (embedding) di dalam cetakan parafin blok untuk dilakukan pemotongan. Proses pemotongan (sectioning) blok jaringan dengan menggunakan pisau mikrotom setebal 5 -6 μm dan diletakkan pada kaca objek (object glass). Kaca objek yang berisikan parafin direndam di dalam larutan xylol masing-masing 2 kali, alkohol masing-masing 2 kali selama 1 menit, alkohol 95% masing-masing selama 1 menit, larutan iodin selama 10 menit, kemudian dicelupkan 4 kali dalam air mengalir, direndam di dalam larutan hematoksilin harris selama 15 menit, dicelupkan 4 kali dalam air mengalir,


(56)

dicelupkan 3-10 kali dalam asam alkohol, dibasuh kembali di air mengalir, direndam ke dalam larutan eosin selama 2 menit, direndam di dalam alkohol 95% masing-masing 2 kali selama 1 menit, direndam di dalam alkohol 100% masing-masing-masing-masing 2 kali selama 1 menit dan direndam di dalam xylol masing-masing 3 kali selama 2 menit dan dioleskan (mounting) dengan Canada Balsam dan terakhir ditutup dengan kaca penutup (cover glass).

4.7.3.1 Pengamatan sediaan Histopatologi

Pengamatan secara hispatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Penilaian tersebut menggunakan kriteria berdasarkan penelitian terdahulu Soerono Akbar(1987)40 sebagai berikut :

 1 = normal = fibroblas

 2 = ringan = fibroblas, limfosit, neutrofil, sel plasma, makrofag meningkat.  3 = sedang = makrofag, neutrofil dominan.

 4 = berat = limfosit, sel plasma dominan.

4.8 Analisa Data

Data dianalisa secara non parametrik dengan menggunakan 2 uji statistik yaitu: 1. Analisis Uji Kruskal-Wallis Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak jahe merah 1%, ekstrak jahe merah 2%, dan eugenol pada hari ke-1, 3, dan 7.

2. Analisis Uji Mann-Whitney Test (α= 0,05), untuk melihat ada tidaknya perbedaan efek antiinflamasi antara ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% terhadap eugenol.


(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini ada 36 sampel gigi kelinci yang diberi perlakuan yang dibagi menjadi 3 kelompok hari. Pada hari ke 1, 3, dan 7 setelah perlakuan, dilakukan pengamatan reaksi jaringan pada kelompok ekstrak jahe merah 1%, ekstrak jahe merah 2%, dan eugenol. Reaksi intensitas inflamasi jaringan berupa tidak ada, ringan, sedang, dan berat. Jaringan dilihat dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x.

5.1 Pengamatan reaksi jaringan pulpa gigi kelinci pada hari ke 1, 3, dan 7

Setelah 1, 3, dan 7 hari dilakukan perlakuan, pada kelompok ekstrak jahe merah 1%, ekstrak jahe merah 2%, eugenol, dan kontrol negatif, dievaluasi reaksi inflamasi jaringan dengan melihat penurunan sel radang sampai ke penyembuhannya. Penilaiannya meliputi derajat 1, 2, 3, dan 4. Derajat 1, normal, ditandai dengan adanya sel fibroblas. Derajat 2, ringan, yang ditandai dengan adanya fibroblas, limfosit, neutrofil, sel plasma, dan makrofag. Derajat 3, sedang, ditandai dengan dominasi makrofag, dan neutrofil. Derajat 4, berat, ditandai dengan adanya sel plasma dan limfosit.


(58)

5.1.1 Pengamatan reaksi jaringan pulpa gigi kelinci pada hari ke 1

N

N

M M

Gambar 33. Kelompok ekstrak jahe merah 1% respons inflamasi sedang. Terdapat sel neutrofil (N),

dan makrofag (M). Perbesaran 400x.

M M

N N N N

N

Gambar 34. Kelompok ekstrak jahe merah 2%, respons inflamasi sedang. Terdapat sel neutrofil (N),


(59)

N M

N

Gambar 35. Kelompok eugenol, respons inflamasi sedang. Terdapat sel neutrofil (N), dan makrofag (M). Perbesaran 400x.

N

N

N M

M

Gambar 36. Kelompok kontrol negatif, respons

inflamasi sedang. Terdapat sel neutrofil (N), dan makrofag (M). Perbesaran 400x.


(60)

5.1.2 Pengamatan reaksi jaringan pulpa gigi kelinci pada hari ke 3

F F

N

F

PD PD PD

PD

Gambar 37. Kelompok ekstrak jahe merah 1%, respons inflamasi ringan. Terdapat sel neutrofil (N), sel fibroblas (F), dan pembuluh darah (PD). Perbesaran 400x.

M M M

F

M F

F

N

Gambar 38. Kelompok ekstrak jahe merah 2% respons inflamasi ringan. Terdapat sel neutrofil (N), sel makrofag (M), dan


(61)

PD

N

M Gambar 39. Kelompok eugenol, respons inflamasi

sedang. Terdapat sel neutrofil (N), sel makrofag (M), dan pembuluh darah (PD). Perbesaran 400x.

N

M

M

M

M

Gambar 40. Kelompok kontrol negatif, respons

inflamasi sedang. Terdapat sel neutrofil (N), dan sel makrofag (M). Perbesaran 400x.


(62)

5.1.3 Pengamatan reaksi jaringan pulpa gigi kelinci pada hari ke 7

PD PD

PD PD

Gambar 41. Kelompok ekstrak jahe merah 1%, respon inflamasi normal. Terdapat pembuluh darah (PD). Perbesaran 400x.

PD PD

F

F F

Gambar 42. Kelompok ekstrak jahe merah 2%, respon inflamasi normal. Terdapat

pembuluh darah (PD) dan sel fibroblas (F). Perbesaran 400x.


(63)

N

F

PD Gambar 43. Kelompok eugenol, respon inflamasi ringan.

Terdapat pembuluh darah (PD), sel neutrofil (N), dan sel fibroblas (F). Perbesaran 400x.

SP

SP

L

Gambar 44. Kelompok kontrol negatif, respon inflamasi berat. Terdapat sel plasma (SP) dan sel limfosit (L). Perbesaran 400x.


(64)

5.2 Uji Efek Antiinflamasi Jaringan Pulpa

Tabel 3. Pengamatan respon inflamasi jaringan pulpa setiap kelompok bahan pada setiap periode waktu (hari ke-1, 3, 7)

Periode waktu (hari)

Kelompok Jumlah sampel (n)

Respon Inflamasi

Normal Ringan Sedang Berat 1 Ekstrak jahe

merah 1%

3 - - 3 -

Ekstrak jahe merah 2%

3 - 2 1 -

Eugenol 3 - - 3 -

Kontrol (-) 3 - - 3 -

3 Ekstrak jahe merah 1%

3 - 2 1 -

Ekstrak jahe merah 2%

3 - 3 - -

Eugenol 3 - 1 2 -

Kontrol (-) 3 - 1 2 -

7 Ekstrak jahe merah 1%

3 2 1 - -

Ekstrak jahe merah 2%

3 3 - - -

Eugenol 3 - 3 - -

Kontrol (-) 3 - 1 1 1

5.3 Analisis Hasil Penelitian

Perbedaan respons inflamasi pada kelompok ekstrak jahe merah 1%, ekstrak jahe merah 2%, eugenol, dan kontrol negatif antara ke-3 periode waktu (hari ke-1, 3, dan 7) dianalisa dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis Test, dengan derajat kemaknaan (α=0,05). Sedangkan perbedaan respon antiinflamasi ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% terhadap eugenol (tabel 4 dan 7), serta perbedaan respon antiinflamasi kelompok ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% antara ke-3 periode waktu (hari ke-1, 3, dan 7) dianalisa menggunakan uji Mann-Whitney Test, dengan derajat kemaknaan (α =0,05). (tabel 5 dan 6). Hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran.


(65)

Tabel 4. Hasil Uji Kruskal-Wallis Test α=0,05 perbedaan respons inflamasi seluruh bahan coba antara ke-3 periode waktu

Kelompok Mean Rank P

Hari 1 Hari 3 Hari 7

Ekstrak jahe merah 1% 7.50 5.17 2.33 .047*

Ekstrak jahe merah 2% 7.00 6.00 2.00 .030*

Eugenol 7.00 5.50 2.50 .061

Kontrol (-) 5.50 4.17 5.33 .740

Keterangan : * = signifikan bila P < 0,05

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada kelompok ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% terdapat perbedaan respons inflamasi secara signifikan (p<0,05) antara ke-3 periode waktu (hari 1, hari 3, dan hari 7), sebaliknya, pada kelompok eugenol dan kelompok kontrol negatif tidak terdapat perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p>0,05) antara ke-3 periode waktu (hari 1, hari 3, dan hari 7),

Tabel 5. Hasil Uji Mann-WhitneyTest α=0,05 perbedaan respons inflamasi antara

3 periode waktu pada kelompok ekstrak jahe merah 1%

Periode Waktu ( hari ) Mean Rank P

1 4,50

0,114

3 2,50

1 5,00

0,034*

7 2,00

3 4,67

0,099

7 2,33

Keterangan : * = signifikan bila P < 0,05

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada hari ke-1 dan ke-3, dan hari ke-3 dan ke-7 tidak terdapat perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p>0,05), sebaliknya, pada hari ke-1 dan ke-7 menunjukkan adanya perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p<0,05).


(66)

Tabel 6. Hasil Uji Mann-WhitneyTestα=0,05 perbedaan respons inflamasi antara 3 periode waktu pada kelompok ekstrak jahe merah 2%

Periode Waktu ( hari ) Mean Rank P

1 4,00

0,317

3 3,00

1 5,00

0,034*

7 2,00

3 5,00

0,025*

7 2,00

Keterangan : * = signifikan bila P < 0,05

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada hari ke-1 dan ke-3 tidak terdapat perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p>0,05), sebaliknya, pada hari ke-1 dan ke-7 dan pada hari ke-3 dan ke-7 menunjukkan adanya perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p<0,05).

Tabel 7. Hasil uji Mann-WhitneyTest α=0,05 perbedaan respons inflamasi antara

ekstrak jahe merah 1% dan ekstrak jahe merah 2% terhadap eugenol

Bahan Mean Rank P

Jahe merah 1% 8,56

0,406

Eugenol 10,44

Jahe merah 2% 6,83

0,020*

Eugenol 12,17

Keterangan : * = signifikan bila P < 0,05

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada ekstrak jahe merah 2% terhadap eugenol terdapat perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p<0,05), sementara ekstrak jahe merah 1% terhadap eugenol tidak menunjukkan adanya perbedaan respons inflamasi yang signifikan (p>0,05).


(1)

NPar Tests

[DataSet1]

/Users/eldorateohardi/Desktop/KRUSKAL-WALLIS.sav

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation

Minimum Maximum ekstrak jahe merah 2% 9 1.7778 .66667 1.00 3.00 hari 9 2.0000 .86603 1.00 3.00

Mann-Whitney Test

Ranks

hari N Mean Rank Sum of Ranks

ekstrak jahe merah 2%

hari 3 3 5.00 15.00 hari 7 3 2.00 6.00 Total 6

Test Statisticsa

ekstrak jahe merah 2% Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -2.236

Asymp. Sig. (2-tailed) .025 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100b a. Grouping Variable: hari


(2)

NPar Tests

[DataSet2]

/Users/eldorateohardi/Desktop/MANNWHITNEY.sav

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum kriteria 27 2.1852 .73574 1.00 3.00 bahan 36 2.5000 1.13389 1.00 4.00

Mann-Whitney Test

Ranks

bahan N Mean Rank Sum of Ranks

kriteria

jm1 9 8.56 77.00

eug 9 10.44 94.00

Total 18

Test Statisticsa

kriteria Mann-Whitney U 32.000 Wilcoxon W 77.000

Z -.830

Asymp. Sig. (2-tailed) .406 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .489b a. Grouping Variable: bahan


(3)

NPar Tests

[DataSet2]

/Users/eldorateohardi/Desktop/MANNWHITNEY.sav

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum kriteria 27 2.1852 .73574 1.00 3.00 bahan 36 2.5000 1.13389 1.00 4.00

Mann-Whitney Test

Ranks

bahan N Mean Rank Sum of Ranks

kriteria

jm2 9 6.83 61.50

eug 9 12.17 109.50

Total 18

Test Statisticsa

kriteria Mann-Whitney U 16.500 Wilcoxon W 61.500

Z -2.318

Asymp. Sig. (2-tailed) .020 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .031b a. Grouping Variable: bahan


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Efek Antiinflamasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

3 40 105

Judul Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale roscoe ) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Pulpa - Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 2 12

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 0 6

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 0 15

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 20

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 2 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 2 5

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK JAHE MERAH (Zingiber officinale roscoe) PADA GIGI KELINCI (Oryctolagus cuniculus) DENGAN PULPITIS REVERSIBEL (Penelitian In Vivo)

0 2 16