Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber Officinalle Var Rubra) Dengan Metode Pengolahan Yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria Tenella

(1)

PEMBERIAN LARUTAN JAHE MERAH (Zingiber officinallevar

rubra) DENGAN METODE PENGOLAHAN YANG BERBEDA

TERHADAP BOBOT KARKAS AYAM BROILER YANG

TERINFEKSI Eimeria tenella

SKRIPSI

Oleh: AMALUDDIN

110306033

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBERIAN LARUTAN JAHE MERAH (Zingiber officinalle

var rubra) DENGAN METODE PENGOLAHAN YANG

BERBEDA TERHADAP BOBOT KARKAS AYAM BROILER

YANG TERINFEKSI Eimeria tenella

SKRIPSI

Oleh: AMALUDDIN

110306033

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Skripsi : Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinalle var rubra) dengan Metode Pengolahan yang Berbeda terhadap Karkas Ayam Broiler yang Terinfeksi Eimeria

tenella

Nama : Amaluddin

Nim : 110306033

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin M.Si Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

AMALUDDIN: Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinalle var rubra) Dengan Metode Pengolahan yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler yang Terinfeksi Eimeria tenella, dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian larutan jahe merah dengan metode pengolahan yang berbeda terhadap bobot karkas ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella.Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, Eimeria tenella diinfeksikan dengan dosis 104 ookista/ekor dan larutan jahe merah diberikan dengan konsentrasi 1%. Perlakuan terdiri atas KP (Kontrol); KO (Koksidiostat) dan larutan jahe merah berbentuk Serbuk (K1), Ekstrak ethanol (K2) dan Ekstrak air (K3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella, Perlakuan menunjukkan kecenderungan bahwa perlakuan larutan jahe merah lebih baik dari pada koksidiostat dan kontrol (P = 0,0937).

Kata kunci: Jahe Merah,Ekstrak Jahe Merah, Eimeria tenella, Karkas, Ayam Broiler


(5)

ABSTRACT

AMALUDDIN: Utilitazion of Red Ginger (Zinggiber officinalle var rubra) With Different Processing Methods on Carcass of Broiler Chickens were Infected by Eimeria tenella, under supervised by MA’RUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

This study aims to determine the administration of red ginger solution with different processing methods on carcass weight of broiler chickens were infected by Eimeria tenella. The research was conducted at Biology Laboratory, Animal Science Study Program, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan. This research used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications, Eimeria tenella were infected with a dose of 104 oocysts/ head and red ginger were aplicated at with a concentration of 1%. The treatments consist of KP (Control), KO (coccidiostat) and red ginger processed by powder ( K1 ), ethanol extract (K2) and water extract (K3).

The results showed that the treatments were not significant (P>0,05) different effect on carcas were infected by Eimeria tenella. The treatments had tendency that carcass of broiler chickens treated by red ginger/coccidiostat were highter than control (P=0,0937).

Keywords: Red Ginger, Red Ginger Extract, Eimeria tenella, Carcass, Broiler Chickens


(6)

RIWAYAT HIDUP

Amaluddin, dilahirkan di Desa Baru, Kecamatan Ranah Batahan, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, tanggal 16 Mei 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, anak dari Bapak Ali Ruddin dan Ibu Nur Helmi.

Masuk SMA Negeri 1 Pasaman pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama memasuki perguruan tinggi pada program studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti selama perkuliahan yaitu pernah menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan(HIMMIP) Periode 2013-2014. Sebagai Wakil Sekretaris Umum Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi (Wasekum KPP) HMI Komisariat FP USU Periode 2013-2014.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul” Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber oficinalle var rubra) dengan Metode Pengolahan yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler yang Terinfeksi Eimeria tenella.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler ... 4

Koksidiosis ... 5

Protozoa Eimeria tenella ... 5

Morfologi Eimeria tenella ... 6

Siklus Hidup Eimeria tenella ... 7

Patogenitas Eimeria Tenella ... 11

Gejala Klinis ... 12

Kekebalan Ayam ... 13

Jahe ... 14

Morfologi Jahe ... 15

Kandungan Jahe ... 16

Khasiat Jahe ... 18

Bobot Potong ... 19

Bobot Karkas ... 19

Persentase Karkas ... 20

LemakAbdominal ... 20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Metode Penelitian... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Parameter Penelitian... 25


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong ... 28

Bobot Karkas ... 29

Persentase Karkas... 31

Persentase Lemak Abdominal ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Kadar Minyak Atsiri dan Oleoresin Jahe Dalam Jahe ... 17

2. Komponen Kimia Jahe (Zingiber officinale) ... 18

3. Rataan Bobot Potong Ayam Broiler Umur 35 hari (g/ekor) ... 28

4. Rataan Bobot Karkas Ayam Broiler Pada Umur 35 hari (g/ekor) ... 30

5. Rataan Persentase Karkas Ayam Broiler Umur 35 hari ... 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Ookista Dari Genus Eimeria Yang Telah Bersporulasi ... 7 2. Siklus Hidup Eimeria sp ... 9


(12)

ABSTRAK

AMALUDDIN: Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinalle var rubra) Dengan Metode Pengolahan yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler yang Terinfeksi Eimeria tenella, dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian larutan jahe merah dengan metode pengolahan yang berbeda terhadap bobot karkas ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella.Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, Eimeria tenella diinfeksikan dengan dosis 104 ookista/ekor dan larutan jahe merah diberikan dengan konsentrasi 1%. Perlakuan terdiri atas KP (Kontrol); KO (Koksidiostat) dan larutan jahe merah berbentuk Serbuk (K1), Ekstrak ethanol (K2) dan Ekstrak air (K3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella, Perlakuan menunjukkan kecenderungan bahwa perlakuan larutan jahe merah lebih baik dari pada koksidiostat dan kontrol (P = 0,0937).

Kata kunci: Jahe Merah,Ekstrak Jahe Merah, Eimeria tenella, Karkas, Ayam Broiler


(13)

ABSTRACT

AMALUDDIN: Utilitazion of Red Ginger (Zinggiber officinalle var rubra) With Different Processing Methods on Carcass of Broiler Chickens were Infected by Eimeria tenella, under supervised by MA’RUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI.

This study aims to determine the administration of red ginger solution with different processing methods on carcass weight of broiler chickens were infected by Eimeria tenella. The research was conducted at Biology Laboratory, Animal Science Study Program, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan. This research used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications, Eimeria tenella were infected with a dose of 104 oocysts/ head and red ginger were aplicated at with a concentration of 1%. The treatments consist of KP (Control), KO (coccidiostat) and red ginger processed by powder ( K1 ), ethanol extract (K2) and water extract (K3).

The results showed that the treatments were not significant (P>0,05) different effect on carcas were infected by Eimeria tenella. The treatments had tendency that carcass of broiler chickens treated by red ginger/coccidiostat were highter than control (P=0,0937).

Keywords: Red Ginger, Red Ginger Extract, Eimeria tenella, Carcass, Broiler Chickens


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan protein hewani yang ditandai dengan meningkatnya permintaan terhadap daging ayam, menyebabkan bertumbuhnya usaha peternakan ayam broiler, baik dengan skala besar maupun skala kecil. Hal ini menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks.

Permasalahan yang terjadi seperti timbulnya penyakit, harga obat komersil yang cukup mahal dan besarnya biaya operasional. Hal ini cukup memberatkan para pelaku usaha peternakan khususnya peternakan ayam broiler skala kecil ataupun peternakan tradisional. Kerugian peternak karena adanya penyakit memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan usaha peternakan menengah kebawah khususnya yang disebabkan oleh koksidiosis atau berak darah.

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit parasiter pada ayam yang banyak menyebabkan kerugian, berupa penurunan penggunaan pakan dan hambatan pertumbuhan, sampai pada kematian. Mahalnya obat-obatan buatan pabrik membuat biaya pencegahan dan pengobatan penyakit pada ayam pedaging menjadi tinggi. Hal ini menuntut peternak untuk mencari alternatif atau subtitusi obat buatan pabrik.

Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman rempah yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia baik sebagai obat seperti sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh angin perut, diare, obat rematik, menurunkan tekanan darah, pencegah mual, membantu pencernaan, dan lain-lain,


(15)

maupun sebagai bumbu penyedap masakan dan ramuan tradisional, tanaman ini juga menjadi komoditas perdagangan sebagai bahan industri obat-obatan, kosmetik, minuman, makanan ringan dan kebutuhan dapur. Jahe diketahui memiliki kandungan oleoresin dan minyak atsiri sebesar 1-3%.

Tanaman obat seperti jahe diketahui mampu meningkatkan produksi sitokin yaitu protein ekstra seluler yang berperan sebagai regulator dan mobilisator intersel yang memiliki aktifitas anti parasit.

Berdasarkan hal diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh pemberian tepung jahe terhadap bobot karkas ayam Broiler yang terinfeksi Emeria tenella.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian larutan jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) dengan metode pengolahan yang berbeda terhadap ayam Broiler yang terinfeksi Eimeria tenella

yang meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal.

Hipotesis Penelitian

Pemberian larutan jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal pada ayam Broiler (Galus galus domesticus) yang terinfeksi Emeria tenella.


(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti serta peternak maupun masyarakat pada umumnya, sehubungan dengan pemberian larutan jahe merah untuk ayam pedaging yang terinfeksi

Eimeria tenella dalam meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan ternak yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Dalam rangka mengembangkan usaha ternak ayam pedaging. Peternak biasanya memberikan ransum komersial karena ransum komersial telah memenuhi standar kebutuhan zat-zat makanan yang telah ditetapkan (Ahmad et al., 2008).

Ayam broiler memiliki keunggulan bereproduksi yang lebih tinggi dibandingkan ayam kampung. Ayam jenis ini merupakan hasil budidaya teknologi peternakan melalui berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit yang diikuti dengan upaya perbaikan manajemen pemeliharaan secara terus menerus (Abidin, 2002).

Ayam broiler merupakan ayam ras yang memiliki karakteristik ekonomi sebagai penghasil daging dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang irit serta siap di potong pada usia yang relatif muda. Broiler menghasilkan karkas dengan jaringan ikat lunak. Pada umumnya, ayam ini dipelihara sampai berumur 5-7 minggu dan berat tubuh sekitar 1,3 kg – 1,8 kg (Murtidjo, 2007).


(18)

Koksidiosis

Penyakit koksidiosis merupakan salah satu penyakit menular yang sering mengganggu peternakan ayam dimana pemeliharaannya dilakukan secara intensif. Penyakit ini jarang ditemukan jika pemeliharaan ayam dilakukan secara ekstensif, sehingga infeksi koksidia tidak sampai menimbulkan penyakit. Anak ayam yang terserang koksidiosis akan menunjukkan gejala diare berdarah yang sering menyebabkan kematian. Apabila dilihat kelainan pasca mati, terlihat kantong usus buntu membengkak dan penuh berisi darah. Perdarahan yang berasal dari usus buntu disebabkan oleh Eimeria tenella. Dengan demikian akan menimbulkan perdarahan hebat yang dapat menyebabkan kematian. Adapun angka kematiannya yang dapat disebabkan oleh penyakit tersebut dapat mencapai 80-90% (Tabbu, 2000).

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang banyak mendatangkan masalah dan kerugian pada peternakan ayam. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kematian (mortalitas), penurunan berat badan, pertumbuhan terhambat, nafsu makan menurun, produksi daging turun, meningkatnya biaya pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Kerugian yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani, oleh karena itu pengendalian koksidiosis pada ayam perlu mendapat perhatian (Tabbu, 2006).

Lokasi penyakit koksidiosis pada ayam terdapat di dua tempat yaitu di sekum (caecal coccidiosis) yang disebabkan oleh Eimeria tenella dan di usus


(19)

(intestinal coccidiosis) yang disebabkan oleh delapan jenis lainnya (Jordan et al., 2001 ).

Protozoa Eimeria tenella

Klasifikasi dari protozoa penyebab penyakit koksidiosis yaitu Filum Apicomplexa, Kelas Sporozoa, Sub Kelas Coceidia, Ordo Eucoceidia, Sub ordo Eimeriina, Famili Eimeriidae, Genus Eimeria, Spesies Eimeria tenella, Eimeria necatrix, Eimeria maxima, Eimeria brunette, Eimeria acervulina, Eimeria Mitis, Eimeria mivati, Eimeria praecox, dan Eimeria hagani.

Eimeria memiliki sembilan spesies yang menyerang ayam yaitu : Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E. praecox, dan E. hagani. Spesies yang paling pathogen pada unggas yaitu E. tenella, dan E. necatrix (Levine, 1978 dalam Ashadi, 1992).

Eimeria tenella memiliki siklus hidup dengan tipe monoxenous sporozoa. Menurut Soulsby (1972) siklus hidup coccidia memiliki beberapa tahap, yaitu tahap aseksual dan tahap seksual. Siklus hidup lebih dikenal dengan tiga stadium, yaitu stadium skizogoni (merogoni), gametogni dan sporogoni. Stadium sporogoni terjadi diluar induk semang dan merupakan stadium aseksual (Gordon, 1977). Gametogoni dan skizogoni merupakan stadium yang terjadi di dalam induk semang.


(20)

Morfologi Eimeria Tenella

Ookista berbentuk lebar, ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua ujung. Ukurannya sangat bervariasi, rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil pada ujung yang lebih kecil. Didalam tinja ayam yang terinfeksi ookista Eimeria tenella tidak bersporulasi.

Waktu yang dibutuhkan untuk bersporulasi pada suhu kamar dengan suhu dan kelembaban yang cukup dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2 hari). Ookista yang bersporulasi mengandung empat sporokista dan masing-masing sporokista mengandung dua sporozoit. Sporokista berbentuk tanpa residu dan berukuran kira-kira lebar 7 mikron dan panjang 11 mikron. Sporokista pada ujung yang lebih kecil terdapat sumbat berbentuk bulat kecil yang mengisi suatu lubang pada dindingnya dan agak menonjol keluar.


(21)

Siklus Hidup Eimeria Tenella

Eimeria mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh inangnya, dan dibagi menjadi siklus aseksual dan siklus seksual. Siklus hidup ini lebih dikenal dengan tiga stadium, yaitu stadium skizogoni, gametogoni, dan sporogoni. Siklus aseksual merupakan stadium sporogoni dan skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni. Sporogoni merupakan stadium pembentukan spora (Tampubolon, 1996). Ookista-ookista dikeluarkan melalui tinja, dengan ookista berisi satu sel yaitu sporon. Ookista dalam suatu lingkungan yang lembab, temperatur tinggi, dan jumlah oksigen yang cocok akan mengalami sporulasi (Marbun, 2006).

Ookista ini mengandung 4 sporokista yang masing-masing mengandung 2 sporozoit. Sesampainya didalam lumen usus, ookista dan sporokista akan rusak oleh enzim pancreas, sehingga menyebabkan keluarnya sporozoit. Sporozoit masuk kedalam epitel di sekum dan tumbuh menjadi skizon generasi pertama didalam mukosa. Skizon generasi pertama menghasilkan 48 sporozoit dengan lebar 1,5 mikron (Levine, 1985). Untuk dapat sporulasi, ookista membutuhkan kondisi yang optimal, yaitu lembab, ketersedian oksigen cukup, dan suhu 26,6℃- 32,2℃ (Ashadi dan Partosoedjono, 1992).

Pada hari ketiga, merozoit-merozoit bebas dari sporozoit dan memasuki sel-sel epitel, lalu masing-masing merozoit berkembang menjadi skizon generasi kedua. Skizon dan merozoit generasi kedua lebih besar daripada skizon dan merozoit generasi pertama (Levine, 1985). Setelah merozoit generasi kedua berada didalam lumen usus, sebagian besar membentuk gametosit dan sebagian


(22)

lainnya memasuki sel epitel untuk membentuk skizon generasi ketiga. Gametosit yang terbentuk berdiferensiasi menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (Muafo et al., 2002).

Inti mikrogametosit membelah dan menghasilkan banyak mikrogamet yang bercambuk dua. Makrogametosit tumbuh membesar tetapi intinya tidak membelah lalu membentuk makrogamet. Satu makrogamet dan satu mikrogamet akan membentuk zigot yang berdinding tebal atau ookista yang belum bersporulasi. Zigot dapat ditemukan didalam epitel pada hari ke tujuh setelah penularan. Zigot yang terbentuk di epitel akan keluar memasuki lumen usus dan bersama tinja terbawa keluar tubuh. Di alam bebas ookista mengalami sporogoni, dan ookista tersebut dihasilkan dalam waktu beberapa hari (Levine, 1985).


(23)

Secara singkat dibawah ini merupakan siklus hidup Eimeria yang terdiri dari stadium seksual maupun aseksual, yaitu:

1. Ookista

Merupakan hasil fertilisasi mikrogamet dan makrogamet pada stadium seksual. Sesudah fertilisasi zigot akan membentuk ookista. Bentuknya menyerupai telur yang lebar (Tampubolon, 1996).

Ookista Eimeria tenella tidak bersporulasi didalam tinja ayam yang terinfeksi. Ookista lebar, berbentuk ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua ujung. Ukurannya sangat bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar 9-25 mikron, dengan rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil pada ujung yang lebih kecil. Ookista yang disimpan dalam suhu kamar dengan suhu dan kelembapan yang cukup membutuhkan waktu untuk bersporulasi dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2 hari) (Tabbu, 2006).

2. Sporokista

Merupakan hasil fertilisasi dari ookista, yang menghasilkan 2-4 sporokista berbentuk oval memanjang, salah satu ujungnya lebih runcing dari yang lain (Levine, 1985 dalam Piatina, 2001).

3. Sporozoit

Dilepaskan oleh sporokista berbentuk seperti koma, ukuran 1,0 x 1,5 µm dan bersifat transparan dengan sitoplasma yang bergranula.


(24)

4. Tropozoit

Perkembangan sporozoit yang akan melakukan proses skizogoni (pembelahan).

5. Skizon

Adalah tahap perkembangan tropozit yang intinya mengalami pembelahan. Terdapat tiga macam skizogoni, skizogoni aseksual di dalam sel inang memproduksi sejumlah merozoit. Proses ini dikenal sebagai merogoni. Ukuran dapat mencapai maksimum 54,0 µm.

6. Merozoit

Adalah skizon yang telah mengalami pembelahan, umumnya berukuran 5-10 µm x 1,5 µm dan memiliki granular sekeliling intinya. Merozoit terlepas dari skizon yang telah masak (Piatina, 2001).

7. Gametosit

Gametosit merupakan perkembangan dari merozoit generasi ke-2 untuk selanjutnya berkembang menjadi makrogametosit dan mikrogametosit. Produksi mikrogamet dan makrogamet dikenal sebagai gametogoni (Levine, 1985 dalam Piatina, 2001). Makrogamet lebih besar dari mikrogamet dan akan berkembang menjadi gamet betina, sedangkan mikrogamet membelah menjadi beberapa mikrogametosit yang berkembang menjadi gamet jantan. Di bagian anterior terdapat flagella. Saat fertilisasi makrogamet masak akan dibuahi mikrogamet yang akan membentuk zigot untuk selanjutnya berkembang menjadi ookista.

Siklus seksual berlangsung setelah melalui siklus aseksual yaitu siklus yang ditandai dengan dimulainya mikrogametosit dan makrogametosit. Setelah


(25)

mikrogamet dan makrogamet bertemu didalam usus, maka akan terbentuk zigot. Dari zigot dibentuk ookista. Ookista ini akan keluar dari tubuh bersama tinja dan membentuk sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit. Jika ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan oleh unggas yang rentan maka terjadi infeksi. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria pada unggas sangat bervariasi, berkisar antara 1-5 hari (Tampubolon, 2004).

Patogenitas Eimeria tenella

Umur yang paling peka terhadap koksidiosis yaitu pada ayam muda berumur 4 minggu, ayam yang berumur 1-2 minggu lebih resisten walaupun

E. tenella juga dapat menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000 ookista untuk menyebabkan kematian, dan untuk ayam yang berumur lebih tua diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk menyebabkan kematian. Ookista yang bersporulasi merupakan ookista yang infektif (Levine, 1985).

Ookista yang bersporulasi jika termakan oleh induk semang yang rentan, maka siklus hidup akan berlangsung. Setelah masuk ke dalam saluran pencernaan, ookista pecah kemudian mengeluarkan sporozoit, yang akan berkembang di dalam sel epitel usus dan menyebabkan lesi pada usus dan sekum. Pendarahan mulai terlihat pada hari ke-4 setelah infeksi. Kehilangan darah yang cukup banyak akibat kerusakan mukosa usus dan hemoragi yang hebat pada hari ke-5 atau ke-6 setelah infeksi, menyebabkan angka kematian sangat tinggi pada saat ini. Sampai


(26)

hari ke-7 setelah infeksi, ayam yang kuat dapat sembuh dan bertahan hidup. Hari ke-8 dinding sekum akan menebal diikuti regenerasi mukosa dan fibrosis,

selanjutnya sembuh beberapa waktu kemudian (Soulsby, 1972 dalam Piatina, 2001).

Gejala Klinis

Infeksi dini koksidiosis biasanya ditunjukkan adanya feses ayam yang berwarna coklat gambir dengan konsistensi semacam pasta atau sedikit encer. Jika kita jeli dengan tanda tersebut, maka penanganan cepat dengan pemberian obat koksidiosis bisa menghasilkan efek pengobatan yang optimal. Selain tanda tersebut, gejala klinis yang ditunjukkan ayam yang terserang koksidiosis antara lain nafsu makan turun, pertumbuhan terhambat, ayam terlihat pucat, bulunya kusam dan depresi. Gejala klinis ayam terserang koksidiosis yaitu penurunan atau kehilangan nafsu makan, depresi, bulu berdiri dan ayam bergerombol. Selain itu,

serangan koksidiosis akan menyebabkan ayam mengalami diare

Saat bentuk infektif Eimeria tenella termakan ayam, dimulailah siklus hidup parasit bersel satu ini. Di gizzard (tembolok) dinding kista ookista terkikis sehingga keluarlah sporozoit yang langsung menuju ke usus untuk melangsungkan siklus hidupnya. Akibatnya terjadi luka, perdarahan dan kerusakan jaringan usus. Perdarahan di usus itu disebabkan robeknya pembuluh darah di epithel oleh schizont atau merozoit saat menembus menuju lumen usus. Perdarahan ini biasanya terlihat pada hari ke-4 pasca infeksi dan hari ke-5-6 perdarahan terlihat lebih banyak (terjadi perdarahan hebat di usus). Jika tidak


(27)

mati, ayam akan memasuki fase penyembuhan pada hari ke-8 sampai hari ke- 9

Gejala klinis mulai terlihat sekitar 72 jam setelah diinfeksi, dimana skizon generasi kedua menjadi besar dan merozoit keluar dari epitel sehingga terjadi pendarahan dalam sekum. Pendarahan pada tinja pertama-tama ditemukan pada hari ke-4 atau hari ke-5 sesudah infeksi.Gejala klinis umum yang tampak pada ayam yang terinfeksi koksidiosis adalah diare berdarah dan kehilangan darah merupakan gejala akut dari infeksi Eimeria tenella yang ditandai oleh kelemahan dan pucat, tinja berdarah berwarna coklat kekuningan, berlendir, sayap menggantung, bulu kasar / kusam dan kotor, nafsu makan dan minum menurun, lesu dan mata kadang-kadang tertutup, penurunan produksi telur (pada ayam petelur), penurunan berat badan, dan terjadi kematian (Alamsari, 2000).

Kekebalan Ayam

Anak ayam yang tahan terhadap infeksi akut dari ookista yang bersporulasi dalam jumlah besar akan membentuk antibodi terhadap Eimeria dari jenis yang sama. Parasit yang menembus epitel lebih dalam dapat menimbulkan

kekebalan lebih besar daripada di superfisial (Jackson et al., 1970 dalam Piatina, 2001).

Jika ayam kontak dengan ookista dalam jumlah kecil, maka ayam akan membentuk kekebalan sendiri, namun jika ookista dalam jumlah yang banyak maka akan menyebabkan kematian karena terjadi lesi pada usus ayam. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh atau imunitas ayam antara lain: rusaknya organ limfoid primer ataupun sekunder karena infeksi virus atau


(28)

mikotoksin, rusaknya organ limfoid sekunder karena infeksi bakteri, stress yang mempengaruhi fungsi organ limfoid primer, dan efek dari nutrisi dan manajemen yang dapat mempengaruhi organ limfoid primer maupun sekunder. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan sistem kekebalan tubuh, organ limfoid penghasil sistem kekebalan tubuh harus terus dijaga

Jahe (Zingiber officinalle)

Berdasarkan taksonomi tanaman, Jahe (Zingiber officinale) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Plantae, Divisi Pteridophyta, SubDivisi Angiosperma, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Scitamineae, Famili Zingiberaceae, Genus Zingiber, Spesies Zingiber officinale (Murhananto, 2000).

Tanaman ini sudah lama dikenal baik sebagai bumbu masak maupun untuk pengobatan. Rimpang dan batang tanaman jahe sejak tahun 1500 telah digunakan di dalam dunia pengobatan di beberapa negara di Asia (Gholib, 2008).

Tanaman jahe (Zingiber officinale rosc) termasuk dalam keluarga tumbuhan berbunga (temu-temuan). Diantara jenis rimpang jahe, ada 2 jenis jahe yang telah dikenal secara umum, yaitu jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) dan jahe putih (Zingiber officinale var.amarum) (Gholib,2008).

Jahe merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan iklim di Indonesia sangat sesuai untuk pertumbuhan jahe, sehingga tanaman jahe dapat tumbuh dengan mudah. Tanaman jahe dapat tumbuh dengan subur pada ketinggian 200-900 m diatas


(29)

permukaan laut, dengan lama penyinaran 2.5 - 7 bulan, suhu sekitar 25- 30℃, pengairan lahan tanam yang baik, dan pH tanah sekitar 5,5 - 6 (Patmarani, 2007).

Morfologi Jahe

Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var. roscoe) atau jahe besar, jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) atau jahe sunti. Jahe gajah berwarna hijau muda, berbentuk bulat, beraroma kurang tajam, dan berasa kurang pedas, sehingga lebih banyak digunakan untuk masakan, minuman, dan asinan. Jahe emprit memiliki ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih beraroma agak tajam, dan berasa pedas, sehingga lebih banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, penyedap makanan, dan bahan minyak atsiri (Diniari, 2012).

Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan batang semu yang tumbuh tegak. Tingginya berkisar antara 0,3 – 0,75 meter dengan akar rimpang yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Akar rimpang itu mampu mengeluarkan tunas baru untuk mengganti daun dan batang yang sudah mati. Tanaman jahe terdiri dari bagian akar, batang, daun dan bunga (Murhananto, 2000).

Tanaman jahe diperbanyak dengan rhizoma. Rhizoma adalah batang yang tumbuh dalam tanah, rhizoma akan tumbuh menjadi batang sampai ketinggian 1.5 m dengan panjang daun 5-30 cm dan lebar 8-20 mm. Jahe biasanya memiliki dua warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi berwarna agak muda. Jahe berkulit agak tebal membungkus daging rimpang (jaringan


(30)

parenchym). Dalam sel daging rimpang, terdapat minyak atsiri jahe yang aromatis dan oleoresin (Rismunandar, 1988; dalam Patmarani, 2007). Jahe dipanen ketika batang berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering, yaitu sekitar umur 9-10 bulan, atau warna agak cokelat sekitar 12 bulan (Hayati, 2005).

Kandungan Jahe

Jahe merah banyak mengandung komponen bioaktif yang berupa atsiri oleoresin maupun gingerol yang berfungsi untuk membantu di dalam mengoptimalkan fungsi organ tubuh. Adanya kandungan vitamin dan mineral yang terdapat di dalam rimpang jahe makin meningkatkan nilai tambah tanaman ini sebagai jenis tanaman berkhasiat (Rismunandar, 1988). Minyak atsiri juga bersifat anti inflamasi dan anti bakteri (Achyad dan Rosyidah, 2000).

Jahe mengandung komponen minyak yang mudah menguap (volatile oil), minyak yang tidak mudah menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak yang mudah menguap biasa disebut minyak atsiri dan merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak yang tidak mudah menguap biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil atau minyak tidak menguap yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin (Paimin, 1999). Adapun kadar minyak dan oleoresin jahe dalam jahe dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:


(31)

Tabel 1. Kadar minyak atsiri dan oleoresin dalam jahe

Tingkat Kematangan Jahe Minyak atsiri (%) Oleoresin (%) Segar Jemur Oven Segar Jemur oven Tua Tidak dikupas Dikupas Setengah tua Tidak dikupas Dikupas Muda Tidak dikupas Dikupas 2,75 2,21 3,45 2,87 4,09 8,53 2,41 1,94 2,69 2,40 3,56 3,04 2,25 1,93 2,66 2,38 3,18 3,03 11,03 7,14 12,96 11,11 19,99 17,20 13,42 11,65 15,68 14,15 20,98 17,48 14,84 13,27 16,30 14,34 21,86 17,78 Sumber : Ketaren (1985).

Komposisi kimia jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan rasa pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia jahe, diantaranya jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen, penanganan dan pemeliharaan tanaman, perlakuan pra-panen, pemanenan, dan pasca pemanenan (Rahmi, 1996). Adapun komponen kimia jahe (Zingiber officinale) dapat dilihat pada Tabel 2:


(32)

Tabel 2. Komponen kimia jahe (Zingiber officinale)

Komponen Jumlah Jahe Segar Jumah Jahe Kering

Energi (KJ) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Phospat (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Thiamin (mg) Niasin (mg) Vitamin C (mg) Serat kasar (g) Total abu (g) Magnesium (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Seng (mg) 184,0 1,5 1,0 10,1 21 39 4,3 30 0,02 0,8 4 7,53 3,70 - 6,0 57,0 - 1424,0 9,1 6,0 70,8 116 148 12 147 - 5 - 5,9 4,8 184 32 1342 5 Sumber : Koswara (1995).

Khasiat Jahe

Jahe dapat dimanfaatkan secara luas dikarenakan kandungan komponen dalam rimpangnya sangat banyak kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa masakan, minuman, serta digunakan dalam industri farmasi, industri parfum, industri kosmetika dan lain sebagainya (Paimin dan Murhananto, 1999). Di Indonesia, jahe digunakan sebagai bahan pembuat jamu. Jahe muda dimakan sebagai lalap, acar, dan manisan (Koswara, 1995).


(33)

Rhizoma jahe efektif untuk pengobatan nausea, salah pencernan, kehilangan nafsu makan, dan pencegahan gejala motion sickness. Jahe meningkatkan sekresi saliva dan cairan lambung serta meningkatkan gerak peristaltik saluran pencernaan. Aktivitas jahe tersebut disebabkan oleh minyak volatilnya yang mengandung sesquiterpenes zingeberene dan bisabolone serta

gingerol. Jahe juga memiliki kemampuan untuk pengobatan kimiatif, antiemetik, antinausea, dan anti-inflamatory. Gingerol memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, dan antihepatotoksik. Gingerol juga memiliki efek penghambatan yang potensial pada biosintesis prostaglandin (Kiuchi et al., 1982 dalam Bhattarai, Tran and Duke, 2001).

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong berpengaruh terhadap bobot karkas, maka dari itu kesehatan dan pertumbuhan ayam perlu diperhatikan dengan baik (Blakely and Bade, 1998)

Bobot potong merupakan bobot akhir sebelum ayam broiler dilepas kepasar, maka bobot akhir sangat menentukan harga dari ayam broiler. Bobot hidup atau bobot potong memiliki kaitan yang erat dengan pertambahan bobot badan (Murtidjo, 1987).

Bobot Karkas

Broiler selalu ditawarkan dalam bentuk karkas,yakni ayam yang telah disembelih dan dicabut bulunya, tanpa kaki, kepala dan jeroan. Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan kepala sampai


(34)

batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga bagian dalam serta darah dan bulu (Rasyaf, 1992).

Kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan seperti genetik, spesies, bangsa, umur, ransum dan strain dan faktor sesudah pemotongan seperti metode pemasakan, lemak intra muskular dan metode penyimpanan (Soeparno, 1994).

Karkas yang baik berbentuk padat, tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit maupun pada daging. Pada dasarnya, mutu dan bobot karkas dipengaruhi

oleh jenis ayam, umur, bobot, kualitas maupun kuantitas makanan (Siregar et al., 1980).

Persentase Karkas

Menurut Kartadisastra (1998) dalam Purba (2002) bahwa persentase karkas dapat diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong setelah ternak dipuasakan. Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat kaitannya dengan bobot hidup, semakin tinggi bobot hidup maka produksi karkas semakin meningkat (Murtidjo, 1987).

Bobot karkas normal adalah antara 60-75 % dari berat tubuh. Dengan persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100% (Siregar, 1994).

Lemak Abdominal

Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat disekitar perut atau disekitar ovarium. Lemak pada ayam terdiri dari lemak rongga tubuh lemak


(35)

bawah kulit (subkutan). Lemak rongga tubuh terdiri dari lemak dinding abdomen, lemak rongga dada dan lemak pada alat pencernaan. Penimbunan lemak merupakan hasil ikutan yang cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan berat badan ayam (Rasyaf, 2000).

Menurut Wahyu (1992), yang menyatakan bahwa lemak karkas dapat meningkat jika energi yang dikonsumsi lebih tinggi daripada energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembngan. Kelebihan ini dapat diubah menjadi lemak tubuh.

Sembiring (2001), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas ayam broiler ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari ayam broiler tersebut. Karkas yang baik harus mengandung daging yang banyak, bagian yang dimakan harus baik dan mengandung kadar lemak yang rendah.

Menurut Haris (1997), yang menyatakan perlemakan tubuh diakibatkan oleh konsumsi energi yang berlebih yang disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada intramuscular, subkutan dan abdominal.

Tilman et al (1986), menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbohidrat yang disimpan dala glikogen rendah.


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015. Dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Bahan Pakan Ternak Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahan dan Alat Bahan

Ayam pedaging umur 1 hari (DOC) Strain Cobb 500 sebanyak 80 ekor yang berasal dari PT. Charoen Pokphand Jaya Farm, pakan selam penelitian, Rodalon, Formalin, Etanol, Vaksin ND dan Gumboro, Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra), Air kran bersih / Aquades, Isolat Eimeria tenella, gula merah, Koksidiostat.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Cawan porselin (mortar), penapis atau saringan, timbangan salter skala 5 kg dengan ketelitian 0,01 g, mesin penggiling, terpal plastik, oven, alat suntik (spuit), kantung plastik, gelas ukur, oven, alat hitung, kertas label, spidol, kandang percobaan dengan ukuran 1x1x1 m, termometer, tempat pakan dan minum ayam, dan lampu pijar 60 Watt sebanyak 20 buah sebagai penerang dan pemanas.


(37)

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dan empat ulangan.Perlakuan yang diteliti menggunakan Eimeria tenella dengan dosis 104 ookista/ekor ,serta konsentrasi

larutan jahe merah dan koksidiostat masing-masing 1%, yaitu sebagai berikut: KP : Kontrol

KO : Koksidiostat (1,5 g/kg bobot badan) K1 : Serbuk jahe merah (1%)

K2 : Ekstrak ethanol (1%) K3 : Ekstrak air (1%)

Tata letak kandang percobaan

KPU4 KPU3 KPU2 KPU1

KOU4 KOU3 KOU2 KOU1

K1U4 K1U3 K1U2 K1U1

K2U4 K2U3 K2U2 K2U1


(38)

Pelaksanaan Penelitian Isolat Eimeria tenella

Isolat Eimeria tenella diperoleh dari koleksi yang dimiliki oleh Bbalitvet (Balai Besar Penelitian Veteriner), Bogor.

Pembuatan Larutan Jahe Merah

Dalam pembuatan larutan jahe merah, penelitian ini menggunakan 3 macam pengolahan jahe yang nantinya akan digunakan sebagai larutan. Adapun bentuk pengolahan jahe yang dimaksud adalah serbuk jahe, ekstrak jahe menggunakan ethanol, dan ekstrak jahe menggunakan air.

a. Serbuk Jahe

Jahe merah diperoleh dari Pasar kota Medan. Jahe merah segar dicuci kemudian disayat tipis-tipis dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 370C

selama 48 jam sampai kering, lalu dibuat serbuk dengan cara digiling (Iskandar et al., 2000), kemudian dicampurakn dengan air sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 1% (Depkes.RI. 1979 dikutip dari Iskandar et al, 2000).

b. Ekstraksi Jahe Menggunakan Ethanol

Rimpang jahe merah segar yang sudah dibersihkan dikeringkan dengan oven blower (40-60o C) selama 30-36 jam hingga diperoleh jahe kering dengan

kadar air 8-11%. Jahe kering digiling kemudian disaring sehingga dihasilkan bubuk jahe berukuran 30 mesh. Sebanyak 250 gram bubuk jahe di ekstrak 4 kali dengan menggunakan pelarut etanol (500 ml). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring pada kondisi vakum. Cairan yang diperoleh dimasukkan ke


(39)

dalam tabung rotavapor yang telah ditimbang, kemudian disuling dengan

rotaryvacum-evaporator. Penyulingan dihentikan setelah pelarut berhenti menetes, maka didapatkan oleoresin yang konsistensinya semi padat berwarna coklat muda sampai dengan coklat tua. Selanjutnya dilakukan penimbangan terhadap oleoresin yang dihasilkan dalam labu rotavapor. Larutan ekstrak jahe merah menggunakan ethanol dibuat dengan konsentrasi 1%.

c. Ekstraksi Jahe Menggunakan Air

Ekstraksi jahe merah menggunakan air sebagai larutan pengekstrak. Ekstraksi jahe dilakukan terhadap bubuk jahe. Setiap 25 g serbuk jahe membutuhkan 125 ml air. Ekstraksi dilakukan sebanyak 4 kali. Untuk memperoleh ekstrak jahe, filtrat dikeringbekukan sehingga pelarut dan air yang ada menguap. Larutan ekstrak jahe merah menggunakan air dibuat dengan konsentrasi 1%.

Parameter Penelitian 1. Bobot Potong( g )

Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbanganbobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Bobot Karkas ( g )

Diperoleh dari hasil penimbangan karkas yaitu hasil penimbangan dari daging bersama tulang ayam hasil pemotongan yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu.


(40)

3. Persentase Karkas ( % )

Diperoleh dari bobot karkas segar dibandingkan dengan bobot potong dikalikan dengan 100 %.

4. Lemak Abdominal ( % )

Diperoleh dari hasil penimbangan lemak yang terdapat disekitar rongga perut dan sekitar ovarium ( g ) kemudian dibandingkan dengan bobot potong dikali dengan 100 %.

Alur Penelitian Prosedur Kerja

Pembuatan Larutan Jahe

Dibagi secara acak menjadi 5 perlakuan

80 ekor ayam Uji In Vivo

- serbuk jahe merah - ekstrak jahe merah

menggunakan ethanol - ekstrak jahe merah

menggunakan air

Dibuat Larutan Jahe dengan masing-masing konsentrasi sebanyak 1%


(41)

KP Kontrol

K2 Ekstrak ethanol

K3 Ekstrak air KO

Koksidiostat

K1 Serbuk Jahe

merah

Pada hari ke-23, 5 perlakuan ayam diinfeksi

E.tenella)

E.tenella diinfeksi masing-masing sebanyak 10.000 ookista/ekor per oral

Hari ke-5 pasca diinfeksi E.tenella, diberikan perlakuan berupa Larutan Jahe Merah

sebanyak 1 ml/ekor per oral (sistem 3-2-3)

Hari ke-9 pasca diinfeksi E.tenella, semua kelompok ayam dipotong dan di timbang bobot potong, bobot karkas, lemak

abdominal serta dihitung persentase karkas Setelah 3 hari diberikan perlakuan, lalu di beri jeda perlakuan selama 2 hari


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong

Bobot potong merupakan bobot ayam broiler yang ditimbang setelah dipuasakan selama 12 jam. Rataan bobot potong ayam broiler yang terinfeksi

Eimeria tenella pada umur 35 hari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan bobot potong ayam broiler umur 35 hari (g/ekor)

Ket: tn= tidak berbeda nyata

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil rataan bobot potong ayam broiler umur 35 hari tertinggi pada perlakuan K2 (ekstrak ethanol) yaitu sebesar 1572,88 g/ekor, sedangkan rataan bobot potong ayam broiler terendah terdapat pada perlakuan KP (kontrol) yaitu sebesar 1495,00 g/ekor.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian larutan jahe merah memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong ayam broiler umur 35 hari. Secara statistik menunjukkan bahwa analisis keragaman bobot potong ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella relatif sama atau tidak ada perbedaan yang mencolok dari semua perlakuan. Secara umum ayam broiler yang diberikan koksidiostat atau jahe merah memiliki bobot potong yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler yang tidak diberikan koksidiostat maupun jahe merah pada ayam broiler yang terinfeksi Eimeria

Perlakuan Ulangan Rataan ±SDtn

1 2 3 4

KP 1437,00 1505,33 1522,00 1515,67 1495,00 ±39,27 KO 1567,33 1490,67 1597,33 1515,67 1542,75 ±48,41 K1 1534,33 1511,33 1538,67 1601,33 1546,42 ±38,52 K2 1603,50 1553,67 1540,00 1594,33 1572,88 ±30,81 K3 1564,50 1517,50 1576,33 1572,25 1557,65 ±27,21


(43)

tenella. Dari uji lanjut (Duncan’s Multiple Range Test) yang dilakukan, pada taraf (P=0,0937) menunjukkan bahwa ada pola kecenderungan yang memperlihatkan bahwa bobot potong ayam broiler yang diberikan perlakuan larutan jahe merah lebih tinggi dari pada perlakuan koksidiostat dan kontrol atau tanpa perlakuan.

Jika diurutkan berdasarkan bobot potong dari yang tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu K2, K3, K1, KO dan KP. Interval antara KO dengan KP yaitu sebesar 47,75 g, K1 dengan KP sebesar 51,42 g, dan K2 dengan KP sebesar 77,88 g, K3 dengan KP sebesar 62,65 g.

Perbedaan bobot potong yang tidak signifikan diduga karena jumlah ookista yang diberikan belum cukup untuk memberikan dampak pada ayam broiler. Jahe merah mengandung komponen bioaktif yang berupa oleoresin dan gingerol yang berfungsi untuk membantu mengoptimalkan fungsi organ tubuh yang kurang baik karena infeksi Eimeria tenella, sehingga tidak berdampak secara langsung terhadap penyerapan nutrisi dan bobot potong ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pernyataan ( Achyad dan Rosyidah, 2000 ) yang menyatakan bahwa oleoresin dan gingerol bersifat anti inflamasi dan anti bakteri.

Bobot Karkas

Bobot karkas merupakan bobot ayam broiler setelah dipisahkan kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut tanpa isi rongga bagian dalam, sel darah dan bulu. Berikut merupakan rataan bobot karkas ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella pada umur 35 hari.


(44)

Tabel 4. Rataan bobot karkas ayam broiler pada umur 35 hari (g/ekor)

Ket: tn= tidak berbeda nyata

Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil rataan bobot karkas ayam broiler umur 35 hari tertinggi pada perlakuan K2 (ekstrak ethanol) yaitu sebesar 1188,67 g/ekor, sedangkan rataan bobot karkas ayam broiler terendah terdapat pada perlakuan KP ( kontrol ) yaitu sebesar 1155,17 g/ekor.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian larutan jahe merah memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap bobot karkas ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella. Namun pada uji lanjut(Duncan’s Multiple Range Test) yang dilakukan, menunjukkkan bahwa pada (P = 0,0673) bobot karkas yang diberikan perlakuan larutan jahe merah dan koksidiostat lebih tinggi dari pada bobot karkas tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan karena senyawa pada jahe merah memiliki fungsi anti inflamasi, sehingga ayam broiler yang diberikan larutan jahe merah memiliki tingkat morbiditas yang rendah. Lesi yang terjadi pada dinding usus dapat mengurangi efisiensi pencernaan yang mengakibatkan nutrisi yang ada pada pakan tidak terserap dengan sempurna.

Jika diurutkan berdasarkan bobot karkas dari yang tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu K2, K3, KO, K1 dan KP.

Perlakuan Ulangan Rataan ±SDtn

1 2 3 4

KP 1161,00 1165,00 1154,33 1140,33 1155,17±10,82 KO 1161,67 1166,00 1197,00 1194,00 1179,67±18,41 K1 1169,67 1158,00 1153,00 1186,67 1166,83±14,95 K2 1178,00 1196,00 1176,33 1204,33 1188,67±13,72 K3 1199,00 1176,50 1192,50 1154,25 1180,56±19,93


(45)

Interval antara KO dengan KP yaitu sebesar 24,5 g, K1 dengan KP sebesar 11,66 g, dan K2 dengan KP sebesar 33,5 g, antara K3 dengan KP sebesar 25,39 g. Persentase Karkas

Persentase karkas adalah hasil yang diperoleh dari bobot karkas dibagi bobot hidup dan dikali seratus persen.

Adapun rataan persentase karkas ayam Broiler umur 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Rataan persentase karkas ayam broiler umur 35 hari(%)

Perlakuan Ulangan Rataan±SDtn

1 2 3 4

KP 80,80 72,46 72,71 73,27 74,81±4,01

KO 72,28 78,25 75,16 78,80 76,12±3,02

K1 76,97 71,45 73,14 78,51 75,02±3,28

K2 75,26 77,82 72,19 77,20 75,62±2,53

K3 77,27 70,64 77,21 75,69 75,20±3,13

Ket: tn= tidak nyata

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan persentase karkas ayam broiler tertinggi pada perlakuan KO (koksidiostat) yaitu sebesar 76,12 %. Sedangkan persentase karkas terendah terdapat pada perlakuan KP (kontrol) yaitu sebesar 74,81 %.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian larutan jahe merah terhadap ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap persentase karkas ayam broiler. Namun pada uji duncan yang dilakukan pada (P = 0,9792) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian koksidiostat memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan larutan jahe merah dan kontrol. Persentase karkas setiap perlakuan cukup tinggi jika dibandingkan dengan keadaaan normal,


(46)

menurut (Siregar, 1994 ) bobot karkas normal berkisar antara 60 – 75 % dari berat potong.

Jika diurutkan berdasarkan persentase karkas dari yang tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu KO, K2, K3, K1 dan KP. Interval antara KO dengan KP yaitu sebesar 1,31 g, K1 dengan KP sebesar 0,21 g, dan K2 dengan KP sebesar 0,81 g, antara K3 dengan KP sebesar 0,39 g.

Persentase Lemak Abdominal

Persentase lemak abdominal merupakan hasil penimbangan lemak yang terdapat disekitar rongga perut dan disekitar ovarium (g), kemudian dibandingkan dengan bobot potong dan dikali dengan 100%. Berikut ini merupakan rataan persentase lemak abdominal ayam broiler umur 35 hari.

Tabel 6. Rataan persentase lemak abdominal ayam broiler umur 35 hari(%)

Perlakuan Ulangan Rataan±SDtn

1 2 3 4

KP 1,04 1,06 1,39 1,35 1,21±0,18

KO 1,78 1,17 1,17 1,57 1,42±0,30

K1 1,25 1,53 1,24 1,53 1,39±0,16

K2 1,09 0,99 1,15 1,02 1,06±0,07

K3 1,18 1,25 1,31 0,97 1,18±0,15

Ket: tn= tidak nyata

Tabel 6 menunjukkan hasil rataan persentase lemak abdominal ayam broiler umur 35 hari tertinggi terdapat pada perlakuan KO (koksidiostat) yaitu sebesar 1,42 %, sedangkan rataan persentase lemak abdominal terendah terdapat pada perlakuan K2 (ekstrak ethanol) yaitu sebesar 1,06 %.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian larutan jahe merah terhadap ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap persentase lemak


(47)

abdominal ayam broiler. Ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella dan diberikan larutan jahe merah memiliki persentase lemak abdominal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian koksidiostat, namun lebih tinggi jika tidak diberikan jahe merah maupun koksidiostat. Secara statistik persentase lemak abdominal pada setiap perlakuan cukup rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Waskito, 1983) yang menyatakan bahwa berat lemak abdominal berkisar 2%-2,5% dari bobot karkas, bahkan dapat mencapai 5-6%..

Jika diurutkan berdasarkan persentase lemak abdominal dari yang tertinggi ke yang terendah, maka didapatkan urutan sebagai berikut, yaitu KO, K1, KP, K3 dan K2. Interval antara KO dengan K2 yaitu sebesar 0,36 g, K1 dengan K2 sebesar 0,33 g, dan K3 dengan K2 sebesar 0,12 g, antara KP dengan K2 sebesar 0,15 g. Data diatas menunjukkan bahwa lemak abdominal pada perlakuan K2 lebih rendah daripada perlakuan lainnya.

Rasa pedas yang ada pada jahe merah dapat menurunkan lemak abdominal pada ayam broiler yang terinfeksi Eimeria tenella. Jahe merah mengandung zat bioaktif yaitu minyak atsiri yang dapat merangsang keluarnya getah pankreas dimana getah pankreas mengeluarkan enzim lipase yang dapat memecah asam lemak gliserol sehingga lemak yang terbentuk berkurang.


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian jahe merah menggunakan tiga metode pengolahan yang berbeda dengan kosentrasi 1% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal ayam broiler.

Saran

Disarankan untuk penelitian lebih lanjut agar menggunakan dosis ookista yang lebih tinggi.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan produktivitas ayam ras pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Achyad D.E. dan , R. Rasyidah. 2000. Teki Cyperus Rotundus L. PT Asiamaya. Indonesia. Jakarta.

Ahmad dan Elfawati., 2008. Performans Ayam Broiler Yang Diberi Sari buah Mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal Peternakan, Vol.5 (1) Februari 2008 (10-13). Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Pekanbaru-Riau.

Alamsari, O.S., 2000. Pengaruh Larutan Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum val) Terhadap Produksi Ookista Eimeria spp Pada Ayam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashadi G, S. Partosoedjono.1992. Penuntun Laboratorium Protozoologi 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bhattarai, S, VH Tran & CC Duke., 2001. Stability of Gingerol and Shogaol in Aqueous Solutions. Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol.90, 1658-1664.

Blakely, J. And D. H. Bade, 1998.Ilmu Perternakan. Edisi Keempat. UGM Press, Yogyakarta.

Dep. Kes. RI . 1979 . Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ed. III. Jakarta. hal. 12-13 .

Diniari, A., 2012. Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gholib. 2008. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) dan Jahe Putih (Zingiber officinale var. amarum) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.


(50)

Haris, A., 1997. Pengaruh Imbangan Protein-Energi Dalam Ransum dan Strain yang Bebeda Terhadap Berat Karkas dan Lemak Abdominal pada Ayam Pedaging. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.

Hayati, E. K., 2005. Pemilihan Metode Pemisahan Untuk Penentuan Konsentrasi Gingerol dan Pola Respon Fourier Transform Infrared Pada Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Roscoe). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

http://info.medion.co.id/index.php/versi-cetak/2014/september-2014

Iskandar, T.B, Murdiati, dan D.T. Subekti. 2000. Pengaruh Pemberian Infus Jahe Merah (Zingiber officinale var Rubra) Terhadap Koksidiosis Sekum Pada Ayam Pedaging. Balai Penelitian Bogor. Bogor

Jordan, F., M.A. Pattinson, T. Faragher, 2001. Poultry Disease 5” Edision. W.B Saunders. London. 408-409.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. UI Press. Jakarta. Koswara S., 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Levine, N.D., 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. Penterjemah G. Ashadi.

1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Levine, N.D., 1985. Veterinary Protozoology dalam Soekardono. 1995 (Terjemahan). Protozoology Veteriner. Diterjemahkan oleh Soeprapto Soekardono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Pp: 182-265. Marbun, H.S., 2006. Gambaran Sel Radang Sekum Ayam Yang Diinfeksi Eimeria

tenella Setelah Pembaerian Ekstrak Sambiloto (Andrographis puniculata) Dalam Pelarut Air Dengan Dosis Bertingkat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muafo AN, Heinmann AW, Dubremetz JF, Entzeroth R., 2002. Monoclonal antibodies specific for the two types of wall-forming bodies of Eimeria tenella macrogametes (Coccidia, Apicomplexa). Parasitol Res Vol 88: 217–224.

Murhananto dan B., Farry, Paimin. 2000. Budi Daya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Edisi Revisi. Penerbit : Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A. 2007. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan Daging Ayam.

Yogyakarta: Kanisius.


(51)

Paimin, F. B dan Murhananto., 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Patmarani, A., 2007. Aplikasi Minyak Jahe (Zingiber officinale) Pada Pembuatan Han And Body Cream. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piatina, V.Z., 2001. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Larutan Biji Paria (Momordica charantia Linnaeus) Terhadap Differensiasi Leukosit Pada Ayam Yang Terinfeksi Eimeria spp. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purba,D. W., 2002. Pengaruh Pemberian Tepung Buah Tanjung(Mimusopselengi)

Terhadap Karkas Kelinci Lokal Jantan Umur 16Minggu. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.

Rahmi, N., 1996, Kajian Proses Pembuatan Permen Jelly Jahe, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rasyaf M., 1992. Produksi dan Pemberian Ransum Unggas. Kaninus. Yogyakarta. Rasyaf, M., 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rismunandar., 1988. Rempah – Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Sembiring, H. 2001. Komoditas Unggulan Pertanian Propinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara : Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Siregar, A.P., 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia.Margie

Group,Jakarta.

Siregar, A.P., 1994.Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia.Margie Group,Jakarta.

Soeparno, 1994.Ilmu dan Teknologi Daging.Gajah Mada University Press,Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L., 1972. Immunity to Animal Parasities. Academic Press. New york and London. Pp: 336-382.

Tabbu, R.C., 2000. Penyakit Ayam dan Penangulangannya Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Kanisius, Yogyakarta.

Tabbu C. R. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya V. olume 2. Yogyakarta: Kanisius:7L; 9-2L.


(52)

Tampubolon, M.P. 2004. Protozoologi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

Tampubolon, M.P., 1996. Protozoologi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. hlm 116 – 118.

Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo.1986. Ilmu makanan Teranak Dasar.Fakultas Peternakan,UGM- Press, Yogyakarta.

Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Yogyakarta.

Waskito, W. M. 1983. Pengaruh berbagai factor lingkungan terhadap gala tumbuh ayam broiler. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.


(53)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bobot Potong Ayam Boiler Umur 35 Hari

Lampiran 2. Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 35 hari 1440

1460 1480 1500 1520 1540 1560 1580

KP KO K1 K2 K3

bobot potong

bobot potong

1130 1140 1150 1160 1170 1180 1190 1200

KP KO K1 K2 K3

bobot karkas


(54)

Lampiran 3. Persentase Karkas Ayam Broiler Umur 35 Hari

Lampiran 4. Persentase Lemak Abdominal 74

74,5 75 75,5 76 76,5

KP KO K1 K2 K3

persentase karkas

persentase karkas

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

KP KO K1 K2 K3

persentase lemak abdominal

persentase lemak abdominal


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan produktivitas ayam ras pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Achyad D.E. dan , R. Rasyidah. 2000. Teki Cyperus Rotundus L. PT Asiamaya. Indonesia. Jakarta.

Ahmad dan Elfawati., 2008. Performans Ayam Broiler Yang Diberi Sari buah Mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal Peternakan, Vol.5 (1) Februari 2008 (10-13). Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Pekanbaru-Riau.

Alamsari, O.S., 2000. Pengaruh Larutan Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum val) Terhadap Produksi Ookista Eimeria spp Pada Ayam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashadi G, S. Partosoedjono.1992. Penuntun Laboratorium Protozoologi 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bhattarai, S, VH Tran & CC Duke., 2001. Stability of Gingerol and Shogaol in Aqueous Solutions. Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol.90, 1658-1664.

Blakely, J. And D. H. Bade, 1998.Ilmu Perternakan. Edisi Keempat. UGM Press, Yogyakarta.

Dep. Kes. RI . 1979 . Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ed. III. Jakarta. hal. 12-13 .

Diniari, A., 2012. Peningkatan Mutu Dan Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik Pada Industri Rumah Tangga Pangan Minuman Jahe Merah Instan Di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gholib. 2008. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) dan Jahe Putih (Zingiber officinale var. amarum) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.


(2)

Haris, A., 1997. Pengaruh Imbangan Protein-Energi Dalam Ransum dan Strain yang Bebeda Terhadap Berat Karkas dan Lemak Abdominal pada Ayam Pedaging. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.

Hayati, E. K., 2005. Pemilihan Metode Pemisahan Untuk Penentuan Konsentrasi Gingerol dan Pola Respon Fourier Transform Infrared Pada Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Roscoe). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

http://info.medion.co.id/index.php/versi-cetak/2014/september-2014

Iskandar, T.B, Murdiati, dan D.T. Subekti. 2000. Pengaruh Pemberian Infus Jahe Merah (Zingiber officinale var Rubra) Terhadap Koksidiosis Sekum Pada Ayam Pedaging. Balai Penelitian Bogor. Bogor

Jordan, F., M.A. Pattinson, T. Faragher, 2001. Poultry Disease 5” Edision. W.B Saunders. London. 408-409.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. UI Press. Jakarta. Koswara S., 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Levine, N.D., 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. Penterjemah G. Ashadi.

1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Levine, N.D., 1985. Veterinary Protozoology dalam Soekardono. 1995 (Terjemahan). Protozoology Veteriner. Diterjemahkan oleh Soeprapto Soekardono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Pp: 182-265. Marbun, H.S., 2006. Gambaran Sel Radang Sekum Ayam Yang Diinfeksi Eimeria

tenella Setelah Pembaerian Ekstrak Sambiloto (Andrographis puniculata) Dalam Pelarut Air Dengan Dosis Bertingkat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muafo AN, Heinmann AW, Dubremetz JF, Entzeroth R., 2002. Monoclonal antibodies specific for the two types of wall-forming bodies of Eimeria tenella macrogametes (Coccidia, Apicomplexa). Parasitol Res Vol 88: 217–224.

Murhananto dan B., Farry, Paimin. 2000. Budi Daya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Edisi Revisi. Penerbit : Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A. 2007. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan Daging Ayam.

Yogyakarta: Kanisius.


(3)

Paimin, F. B dan Murhananto., 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Patmarani, A., 2007. Aplikasi Minyak Jahe (Zingiber officinale) Pada Pembuatan Han And Body Cream. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piatina, V.Z., 2001. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Larutan Biji Paria (Momordica charantia Linnaeus) Terhadap Differensiasi Leukosit Pada Ayam Yang Terinfeksi Eimeria spp. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purba,D. W., 2002. Pengaruh Pemberian Tepung Buah Tanjung(Mimusopselengi)

Terhadap Karkas Kelinci Lokal Jantan Umur 16Minggu. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.

Rahmi, N., 1996, Kajian Proses Pembuatan Permen Jelly Jahe, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rasyaf M., 1992. Produksi dan Pemberian Ransum Unggas. Kaninus. Yogyakarta. Rasyaf, M., 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rismunandar., 1988. Rempah – Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Sembiring, H. 2001. Komoditas Unggulan Pertanian Propinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara : Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Siregar, A.P., 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia.Margie

Group,Jakarta.

Siregar, A.P., 1994.Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia.Margie Group,Jakarta.

Soeparno, 1994.Ilmu dan Teknologi Daging.Gajah Mada University Press,Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L., 1972. Immunity to Animal Parasities. Academic Press. New york and London. Pp: 336-382.

Tabbu, R.C., 2000. Penyakit Ayam dan Penangulangannya Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Kanisius, Yogyakarta.

Tabbu C. R. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya V. olume 2. Yogyakarta: Kanisius:7L; 9-2L.


(4)

Tampubolon, M.P. 2004. Protozoologi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

Tampubolon, M.P., 1996. Protozoologi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. hlm 116 – 118.

Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo.1986. Ilmu makanan Teranak Dasar.Fakultas Peternakan,UGM- Press, Yogyakarta.

Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Yogyakarta.

Waskito, W. M. 1983. Pengaruh berbagai factor lingkungan terhadap gala tumbuh ayam broiler. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.


(5)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bobot Potong Ayam Boiler Umur 35 Hari

Lampiran 2. Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 35 hari

1440 1460 1480 1500 1520 1540 1560 1580

KP KO K1 K2 K3

bobot potong

bobot potong

1130 1140 1150 1160 1170 1180 1190 1200

KP KO K1 K2 K3

bobot karkas


(6)

Lampiran 3. Persentase Karkas Ayam Broiler Umur 35 Hari

Lampiran 4. Persentase Lemak Abdominal

74 74,5 75 75,5 76 76,5

KP KO K1 K2 K3

persentase karkas

persentase karkas

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

KP KO K1 K2 K3

persentase lemak abdominal

persentase lemak abdominal


Dokumen yang terkait

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra) dengan Metode Pengolahan Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria tenella

3 84 57

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 0 15

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 0 2

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 0 3

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 0 23

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella Chapter III V

0 0 29

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 1 6

Respon pemberian jahe merah (zingiber officinale var rubra) dengan berbagai pengolahan pada ayam broiler yang terinfeksi eimeria tenella

0 0 26

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra) dengan Metode Pengolahan Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria tenella

0 0 11

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber Officinalle Var Rubra) Dengan Metode Pengolahan Yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria Tenella

0 0 19