Bab II Pembahasan tentang Penerapan Ilmu Ulum Al-Qur'an dalam surat al-Baqarah 177

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat Yang Akan Dibahas

        
       
      










      















      
     
177. bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;

dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa.
B. Kosakata arab yang diperlukan
‫ البرر‬: artinya kebijakan jika dibaca Marfu’ maka artinya adalah bukanlah
kebajikan karena sebelum kalimat tersebut terdapat laisa maka akan jadi ism
laisa, sedangkan ketika dibaca manshub maka akan menghasilkan makna
bukanlah kebajikan menghadapkan wajahmu saja, Taqwa.
‫ تورلوا‬: artinya adalah mengalihkan pandangan, atau menghadap

4

‫ قبل‬: artinya adalah arah.
‫ البأساء‬: ketakutan disertai dengan masalah dan ketidak lapangan.
‫ حين البأس‬: dalam peperangan.
C. Penafsiran Ayat
‫ ليس البر‬adalah taqwa menurut Ibn Abi Hatim, menurut maturidi dalam tafsirnya
ta’wilat ahlu as-Sunnah menyebutkan bahwa al birru dalam ta’wil pertama

mempunyai cabang yaitu : menghadapkan wajah ke arah kiblat tanpa iman
bukanlah kebajikan, bukanlah kebajikan memalingkan wajah dari timur ke barat
tetapi apa yang ditetapkan dalam dhamir tentang kepercayaan dan ketaatan
kepada Allah dzahiran wa bathinan; Dalam penafsiran ta’wil yang keuda adalah
bukanlah birru kebajikan hanya memalingkan wajah saja, tetapi kebajikan adalah
beriman kepada Allah sebagaimana Allah berfirman :
Aja’altum siqayata al-Hajji wa ‘imarata al-Masjidi al-Haram kaman amana
billahi wal yaum al-Akhiri wa jahada.
Bukanlah Birru atau bukanlah iman dalam menghadapkan wajah ke arah barat
yaitu ka’bah atau timur yaitu bait al-Maqdis dalam shalat melainkan Iman itu
adalah Pengikraran dalam beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir
atau pembangkitan setelah meninggal, beriman bahwa malaikat ada dengan
jumlah malaikat yang diketahui ataupun tidak diketahui, dan beriman kepada
kitab kitab beserta jumlah yang diturunkan oleh Allah, Nabi yang diutus oleh
Allah. Lalu memberikan sebagian harta kepada saudara, Yatim piatu mu’min,
orang miskin, dan ibn sabil atau yang orang dalam perjalanan, orang yang
meminta, dan orang yang bebas. Mendirikan shalat yang lima dan memberikan
zakat kepada ahlu az-Zakat lalu menepati janji terhadap Allah dan manusia jika
berjanji. Bersabar dan menerima lapang dada dengan keadaan yang
menyusahakan atau mendapat kesempitan, mendapatkan penyakit dan kelaparan,

dan dalam keadaan peperangan. Mereka itulah yang imannya dapat dipercaya
dan mereka itulah orang-orang yang benar benar bertaqwa1.
1

Fairuzabadi, Tanwir al-Maqbas min tafsiri Ibn Abbas, dar al-Kitab, Lebanon, maktabah syamilah

5

D. Asbab Nuzul
Abdurrazaq berkata, “Mua’ammar memberitahu kami dari Qatadah, dia berkata,
“Orang-orang Yahudi melaksanakan sembahyang menghadap ke barat, sedankan
orang-orang Nasrani melakukan sembahyang ke arah timur maka turunlah firman
Allah :
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat,...”
Ibn Abi Hatim juga meriwayatkan dari Abul Aliyyah seperti riwayat yang diatas.
Ibn Jarir dan Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata. “Kami
diberitahu bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang
kebajikan, maka Allah akan menurukan firmannya
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat,...”
Kemudian beliau memanggil laki-laki yang bertanya kepadanya tadi dan beliau

membacanya. Ketika orang itu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, kewajiban menunaikan ibadahibadah fardhu belum turun. Kemudian orang itiu pun meninggal dunia.
Rasulullah pun mengharapkan kebaikan untuknya maka Allah menurunkan
firman-Nya.
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat,...”
Dan ketika itu, orang-orang Yahudi bersembahyang menghadap ke barat
sedangkan orang-orang Nasrani bersembahyang menghadap ke arah timur2.”
E. Munasabat al-Ayat
Dalam ayat 174 – 176

diterangkan tentang bagaimana Ahlu al-Kitab

menyembunyikan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w yang disebutkan dalam
Taurat dan Injil dari sifat-sifat Nabi Muhammad s.a.w. Ayat 177 dijelasan bahwa
hakikat kebajikan itu bukanlah mempertengkarkan persoalan kiblat ke timur atau
ke barat, tetapi kebajikan adalah beriman kepada Allah dengan sepenuhnya, dan
dapat menerima kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan nafu
dan kejahatan.Dalam ayat 178 menjelaskan tentang Qishas dan pengaruhnya
yaitu hukuman atas perbuatan yang melakukan pembunuhan3.
2


Jalaluddin as-Suyuthi, Asbab Nuzul sebab-sebab turunnya al-Qur’an, Gema Insani Press, Depok
2008, H : 65 – 66
3
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid I, Jakarta, Widya cahaya, 2011

6

F. Muhkam Mutasyabihnya ayat
Ayat 177 adalah ayat muhkam berdasarkan keterangan berikut :
1. Ayat tersebut adalah merupakan ayat-ayat yang diketahui maksudnya baik
harfiah maupun dengan jalan takwil.
2. Ayatnya jelas maksudnya dengan menunjukkan bahwa al-Birru bukan
hanya memalingkan wajah ke arah kiblat tetapi beriman dan menegakkan
shalat dan menunaikan zakat, dan seterusnya.
3. Ayatnya menerima satu pengertian saja yaitu pengertian tentang
kebajikan atau al-Birru.