Pengelolaan Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya sebagai Satwa Peraga di Taman Margasatwa Ragunan
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN MUSANG LUWAK DAN
PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
AZZA LAELA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan
kesejahteraan musang luwak dan pemanfaatannya sebagai satwa peraga di Taman
Margasatwa Ragunan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Azza Laela
NIM E34090069
ABSTRAK
AZZA LAELA. Pengelolaan Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya
sebagai Satwa Peraga di Taman Margasatwa Ragunan. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN MASY’UD dan EVA RACHMAWATI.
Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu lembaga
konservasi yang pengelolaan satwanya dilakukan berdasarkan prinsip etika dan
kesejahteraan satwa, selain itu fungsi TMR juga sebagai sarana rekreasi. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan musang luwak di
TMR, menganalisis tingkat kesejahteraan musang luwak di TMR serta persepsi
dan minat pengunjung mengenai musang luwak sebagai satwa peraga, dan
menyusun rekomendasi pengelolaan musang luwak di TMR sebagai satwa peraga.
Hasil yang diperoleh menunjukkan pengelolaan musang luwak di TMR terdiri
dari tiga kegiatan utama yaitu pengelolaan perkandangan, pakan, dan kesehatan.
Kesejahteraan musang luwak di TMR termasuk dalam kriteria cukup sampai baik.
Tujuan pengunjung datang ke TMR adalah untuk melihat satwa. Satwa musang
luwak termasuk satwa yang menarik bagi pengunjung. Pengelolaan kesejahteraan
musang luwak di TMR masih kurang dibandingkanfasilitas dan pelayanan yang
ada di TMR. Rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
difokuskan pada aspek kandang yang perlu diperbaiki.
Kata kunci: musang luwak, Taman Margasatwa Ragunan, wisata
ABSTRACT
AZZA LAELA. Management of Common Palm Civet Welfare and its Benefit as
One of Animals Attraction in Ragunan Zoo. Supervised by BURHANUDDIN
MASY’UD and EVA RACHMAWATI.
Ragunan Zoo is one of the conservation organizations that carried animals
management based on the principles of ethics and animal welfare. Beside that, it
also has a function as recreation place.The purpose of this research is to identify
and analyze management of common palm civet welfare and its of prosperity
level in Ragunan Zoo, measuring interests of the visitors Zoo about the common
palm civet, and also make recommendations for better management in common
palm civet welfare.The results showed that management of common palm civet in
Ragunan Zoo consists of three main activities, which are housing, feeding, and
health. The welfare of common palm civet in Ragunan Zoo also classified as good.
This animal is one of the favorite animals viewed by visitors. The
recommendation that Ragunan’s management to put a lot of their attention in
cages of common palm civet, because many of the cages are need to be repaired.
keywords: common palm civet, Ragunan Zoo, recreation
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN MUSANG LUWAK DAN
PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
AZZA LAELA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengelolaan Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya
sebagai Satwa Peraga di Taman Margasatwa Ragunan
Nama
: Azza Laela
NIM
: E34090069
Disetujui oleh
Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS
Pembimbing I
Eva Rachmawati, SHut, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Pengelolaan
Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya sebagai Satwa Peraga di
Taman Margasatwa Ragunan” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni 2013 bertempat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
H. Alwi Muzani dan Ibunda Hj. Maemunah, kakak Aidah Farah dan Ahmad
Sarwat serta adik Ahmad Sofwat atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS
selaku pembimbing I serta Eva Rachmawati, S.Hut, MSi selaku pembimbing II
atas segala bimbingan, arahan, nasehat serta motivasinya dalam menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Nana,
bapak Talih, bapak Adi, dr. Yuke, dr. Edward, Titi serta seluruh pegawai TMR
atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Teman-teman (Diah, Elis, Ana,
Dita, Irma, Dewi, Resa, Dila, Ulan, Poet, Yeti, Tika, Nia, Egi) yang telah
menemani hari-hari selama masa perkuliahan dan penelitian. Keluarga besar
Anggrek Hitam 46 terima kasih atas persahabatan, bantuan, dukungan, kerjasama,
dan kebersamaannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Azza Laela
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
9
1
Tujuan
1
Manfaat
2
METODE
Lokasi dan Waktu
2
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
2
Metode Pengumpulan Data
3
Pengolahan dan Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
5
Deskripsi Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
6
Kondisi Kesejahteraan Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
16
Minat dan Persepsi Pengunjung
17
Rekomendasi Pengelolaan Musang Luwak sebagai Satwa Peraga
19
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
21
21
21
21
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Klasifikasi pengunjung
Bobot parameter
Klasifikasi penilaian kesejahteraan musang luwak di TMR
Morfologi dan deskripsi musang luwak di TMR
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa tidak nyaman
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas sakit, luka, dan penyakit
Jenis, gejala, dan pengobatan terhadap musang luwak yang sakit
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas menampilkan perilaku alami
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa takut dan tertekan
Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
Minat pengunjung datang ke TMR
Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Hasil penilaian terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
3
4
5
6
8
9
12
13
14
15
16
18
18
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Musang luwak
Pakan musang luwak
Jenis kandang musang luwak yang ada di TMR
Material kandang musang luwak di TMR
Gua buatan yang digunakan sebagai shelter dan cover
Perilaku musang luwak pada malam hari
Pagar pengaman
7
8
10
11
11
14
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Penilaian capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
Bentuk kandang musang luwak di TMR
Wawancara pengunjung
Karakteristik pengunjung di TMR
Wawancara pengelola
24
30
31
32
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Musang luwak adalah satwa yang dimanfaatkan sebagai penghasil
kopi yang mahal. Harga biji kopi luwak dapat mencapai US$ 300 sampai
US$ 600 perkilogram (ICCRI 2013), karena itu banyak masyarakat yang
menangkarkan musang luwak. Pemanfaatan musang luwak saat ini tidak
diimbangi dengan pengembangbiakkannya, sehingga musang luwak yang
dimanfaatkan banyak yang diambil langsung dari alam. Nur (2012)
menyatakan pada suatu penangkaran membutuhkan bibit sebanyak 20 ekor.
Apabila setiap penangkar mengambil 20 ekor musang luwak langsung dari
alam maka dikhawatirkan jumlah musang luwak di alam akan berkurang
bahkan punah, untuk itu perlu dilakukan pengkajian mengenai penangkaran
musang luwak yang baik dan benar. Baik dalam arti musang luwak yang
ditangkarkan dapat memberikan manfaat bagi penangkar, dan benar dalam
arti musang yang ditangkarkan juga mendapatkan kesejahteraan didalam
penangkaran.
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang
konservasi tumbuhan dan/satwa liar diluar habitatnya (ex-situ) baik berupa
lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang dalam
peruntukkan dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau
rehabilitasi satwa. Kebun binatang merupakan salah satu Lembaga
Konservasi yang fungsi utamanya adalah pengembangbiakkan terkontrol
dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya. Selain itu fungsi kebun binatang juga sebagai sarana
rekreasi. Pengelolaan kebun binatang dilakukan berdasarkan prinsip etika
dan kesejahteraan satwa (Permenhut No.31 Tahun 2012).
Kebun Binatang Ragunan atau juga dikenal dengan Taman
Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu Lembaga Konservasi
yang diketahui memiliki koleksi musang luwak. Dalam praktek pengelolaan
satwanya, manajemen TMR harus mengacu pada ketentuan yang berlaku
tentang prisip kesejahteraan satwa. Selain itu sebagai sarana rekreasi, TMR
juga harus dikelola dengan selalu memperhatikan kepentingan kepuasan
pengunjung sehingga usaha untuk mengetahui minat dan persepsi
pengunjung menjadi penting. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka
penelitian tentang pengelolaan kesejahteraan satwa musang luwak dan
persepsi serta minat pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak
sebagai salah satu obyek wisata di TMR menjadi penting.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan musang luwak di TMR.
2. Menganalisis tingkat kesejahteraan musang luwak di TMR.
2
3. Menganalisis persepsi dan minat pengunjung mengenai musang luwak
sebagai satwa peraga.
4. Menyusun rekomendasi pengelolaan musang luwak di TMR sebagai
satwa peraga.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang kondisi
kesejahteraan musang luwak di TMR dan dapat membantu dalam
mengembangkan potensi wisata yang menjadikan satwa sebagai obyeknya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta
Selatan pada bulan Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera, termometer dry wet dan
meteran.Bahan yang digunakan yaitu pH meter, tallysheet, panduan
wawancara, dan alat tulis menulis.
Jenis Data
Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengelolaan musang
luwak di TMR dan minat serta persepsi pengunjung. Jenis data pengelolaan
musang luwak di TMR meliputi:
1. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus: jumlah, jenis, kondisi, kontrol
pakan, waktu pemberian, tempat penyimpanan, kebersihan tempat pakan,
kondisi air minum, tempat air minum, kebersihan tempat air minum, dan
bobot tubuh.
2. Aspek bebas dari rasa tidak nyaman : suhu, kelembaban, ventilasi, bentuk
dan kondisi shelter/cover, material kandang, dan kebersihan kandang.
3. Aspek bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka: kondisi satwa, frekuensi
pemeriksaan kesehatan, catatan kesehatan, fasilitas medis, jumlah tenaga
kesehatan, jenis obat, kondisi tempat penyimpanan obat, dan persiapan
penanganan satwa yang sakit.
4. Aspek bebas berperilaku alami: pengayaan kandang, ukuran kandang,
ada/tidak perubahan perilaku, bentuk kandang, dan pengamanan kandang.
5. Aspek bebas dari rasa takut dan menderita: perlakuan bagi satwa bunting,
penanganan satwa yang baru datang, jumlah perawat satwa, kompetensi
perawat satwa, dan upaya dalam mengatasi satwa yang stress.
3
Jenis data minat dan persepsi pengunjung meliputi:
1. Karakteristik pengunjung: umur, jenis kelamin, daerah asal, pendidikan,
dan pekerjaan.
2. Minat pengunjung: tujuan, intensitas kunjungan, dan alasan berkunjung
kembali, dan ketertarikan terhadap keberadaan musang luwak.
3. Persepsi pengunjung: kondisi kesejahteraan musang luwak, serta fasilitas
dan pelayanan di TMR.
Metode Pengumpulan Data
1. Pengamatan
Kegiatan pengamatan yang dilakukan meliputi 5 aspek kesejahteraan
satwa (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan dengan mengikuti secara
langsung pengelolaan musang luwak di TMR mulai dari pemberian pakan,
pembersihan kandang, pemberian obat, dan kegiatan lain yang
bersinggungan langsung dengan kesejahteraan satwa. Kegiatan tersebut
dicatat dan didokumentasikan. Pengamatan lapang dilaksanakan pada pagi
sampai sore hari. Pagi dimulai pukul 08.00 WIB sampai sore pukul 16.00
WIB. Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung.
2. Pengukuran.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan yaitu: pengukuran kondisi air
minum dengan mengukur derajat keasaman sumber air yang digunakan
untuk minum menggunakan pH meter, pengukuran suhu dan kelembaban
kandang dengan menggunakan termometer dry-wet pada ketinggian 1.5 m
di atas permukaan tanah (Suyanti et al. 2008) yang dilakukan pada pagi hari
pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB, dan sore hari pukul 16.00
WIB selama penelitian berlangsung, serta pengukuran kandang dengan
mengukur panjang, tinggi, dan lebar kandang menggunakan meteran.
3. Wawancara.
Kegiatan wawancara dilakukan kepada pengelola (manajer
pelaksana, perawat satwa, dokter hewan) dan pengunjung. Pemilihan
responden pada penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random
Sampling, yaitu pengunjung dikelompokkan berdasarkan strata umur dengan
jumlah yang sama. Kelompok umur diacu dalamWibowo (1987) yaitu pada
Tabel 1.
Klasifikasi
Remaja
Dewasa muda
Dewasa
Tua
Tabel 1 Klasifikasi pengunjung
Umur (tahun)
13-19
20-24
25-55
> 50
Jumlah (orang)
25
25
25
25
Pengelompokkan strata umur pengunjung dilakukan untuk
mengetahui persepsi dan minat dari setiap kelas umur. Jumlah pengunjung
yang diambil adalah berdasarkan jumlah yang dikehendaki atas kemampuan
peneliti, yaitu 100 orang responden (Nasution 2007).
4
Pengolahan dan Analisis Data
Kesejahteraan Satwa
Metode yang digunakan dalam pengolahan data kesejahteraan satwa
di TMR adalah metode PKBSI (Persatuan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia), yaitu dengan memberikan nilai pada setiap variabel yang
ditetapkan. Nilai untuk setiap variabel yaitu 1= buruk, 2= kurang, 3= cukup,
4= baik, dan 5= memuaskan. Pada penelitian ini terdapat lima parameter
untuk kesejahteraan satwa (prinsip kesejahteraan satwa) yang di dalamnya
terdapat berbagai kriteria penilaian kesejahteraan satwa (Lampiran 1).
Penilaian dilakukan oleh pengamat dan pengelola agar didapatkan hasil
penilaian yang objektif. Total nilai dari setiap parameter dimasukkan
kedalam kolom skoring (Tabel 2) dan untuk mendapatkan nilai terbobot
mengggunakan rumus :
Nilai terbobot = bobot x skoring
Penentuan bobot komponen dilakukan berdasarkan tingkat
kepentingannya. Komponen bebas dari rasa lapar dan haus memiliki bobot
yang paling tinggi karena pakan merupakan faktor pembatas bagi
kelangsungan hidup satwa. Menurut Thohari (1987) faktor makanan
merupakan pemegang peran kunci dalam suatu usaha penangkaran. Nilai
bobot bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka diambil dari buku penilaian
PKBSI tahun 2012, sedangkan bobot untuk komponen bebas dari
ketidaknyamanan diambil berdasarkan pertimbangan bahwa apabila satwa
merasa nyaman maka satwa akan berperilaku alami dan tidak merasa takut
serta menderita, maka nilai untuk komponen ini lebih tinggi dibanding
komponen no 4 dan 5. Berdasarkan prinsip tersebut maka penetapan besar
bobot untuk kelima komponen kesejahteraan satwa seperti pada Tabel 2.
No
1
2
3
4
5
Tabel 2 Bobot parameter
Komponen
Bobot Skoring
(total skor)
Bebas dari rasa lapar dan haus
30
Bebas dari rasa sakit, penyakit, dan
20
luka
Bebas dari ketidaknyamanan
20
Bebas berperilaku alami
15
Bebas dari rasa takut dan menderita
15
Nilai
terbobot
Nilai kesejahteraan satwa menggunakan rumus:
Skor penilaian = ∑ nilai terbobot
5
Skor penilaian akan dimasukkan dalam klasifikasi penilaian
kesejahteraan satwa (Tabel 3) yang mengacu pada Peraturan Direktur
Jenderal PHKA No.6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga
Konservasi.
5
Tabel 3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan musang luwak di TMR
No
Klasifikasi Penilaian
Skor
1
Sangat baik
80,00 – 100
2
Baik
70,00 – 79,99
3
Cukup
60,00 – 69,99
4
Kurang
< 60
Pengunjung
Data wawancara pengunjung disajikan dalam bentuk persentase dan
dianalisis secara deskriptif. Hasil wawancara minat dan persepsi pengunjung
digunakan sebagai bahan rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai
satwa peraga di TMR.
Rekomendasi Pengembangan Musang Luwak Sebagai Satwa Peraga
Data hasil kesejahteraan satwa dan pengunjung dianalisis secara
deskriptif untuk membuat rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai
satwa peraga di TMR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi UmumLokasi Penelitian
Sekitar 147 tahun yang lalu di Batavia (kini Jakarta) pelukis ternama
Indonesia yaitu Bapak Raden Saleh menghibahkan lahan seluas 10 Ha di
Jalan Cikini Raya No.73 Jakarta Pusat untuk Taman Margasatwa yang
kemudian tepatnya pada tanggal 19 September 1864 diresmikan dengan
nama ”Planten en Dierentuin” dan dikelola oleh perhimpunan penyayang
flora dan fauna Batavia (Culture Vereniging Panten en Dierentuin of
Batavia). Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Ir. Soekarno,
maka pada tahun 1949 ”Planten en Dierentuin” diubah namanya
menjadi ”Kebun Binatang en Dierentuin”. Pada tanggal 22 Juni 1966 Kebun
Binatang diresmikan oleh Gubernur DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta,
Mayor Jenderal Ali Sadikin, dengan namaTaman Margasatwa Ragunan.
TMR terletak di daerah Pasar Minggu, sekitar 20 km dari pusat Kota
Jakarta. Secara geografis TMR terletak pada 104o 48l BT dan 106o 15l LS.
TMR berada pada ketinggian 50 m di atas permukaan laut. TMR memiliki
empat pintu masuk, yaitu Pintu utara, Pintu selatan, Pintu timur, dan Pintu
barat. Pintu utara berbatasan dengan Kelurahan Ragunan, Pintu selatan
berbatasan dengan Kelurahan Jagakarsa yang terletak di Jalan Sagu, Pintu
timur berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan yang terletak di Jalan Jati
padang dan Pintu barat berbatasan dengan Kelurahan Ragunan yang terletak
di Jalan Raya Cilandak. Karakteristik lingkungan TMR memiliki
kelembaban pertahunnya antara 60-80% dan curah hujan sekitar 2.2912.300 mm. Lahan TMR saat ini adalah milik Pemda DKI Jakarta dengan
luas areal adalah 147 ha yang digunakan untuk konservasi satwa. Sarana dan
6
prasarana di TMR antara lain loket tiket, kamar kecil, rumah sakit hewan,
tempat sampah, mushola, telepon umum, rumah makan, Pusat Primata
Schmutzer, rakit wisata, area memancing, perahu angsa, piknik area, taman
satwa anak, area bermain anak, kantor TMR, Pusat Informasi, dan souvenir
shop.
Deskripsi Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
Musang luwak yang terdapat di TMR berjumlah 5 ekor dengan
rincian 3 jantan dan 2 betina. Musang luwak yang ada di TMR merupakan
musang jenis Paradoxurus hermaphroditus yang menyebar luas di kawasan
Asia. Schreiber et al. (1989) menyatakan bahwa terdapat empat spesies
musang dari genus Paradoxurus, yaitu:
1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.
2. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India
Selatan.
3. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai.
4. Paradoxurus hermaphroditus (musang luwak), menyebar luas di kawasan
Asia.
Tabel 4 Morfologi dan deskripsi musang luwak di TMR
Morfologi
Deskripsi
Keterangan
Warna rambut bagian Tubuh musang luwak Perbedaan jantan dan
samping
abu-abu ditutupi oleh rambut betina adalah jantan
kehitaman.
berwarna
abu-abu memiliki testis dan
Warna ekor dan kaki kehitaman, namun pada betina memiliki puting
hitam.
bagian kaki dan ekor susu.
Warna bagian dahi dan berwarna
hitam.
sisi wajah putih.
Adapula tanda putih
Terdapat bintik-bintik pada bagian dahi dan
gelap pada bagian sisi wajah. Pada bagian
punggung.
punggung dan samping
terdapat bintik-bintik
berwarna gelap.
Ciri morfologi musang luwak yaitu bertubuh sedang berukuran
sekitar 54 cm (Jackson 2004) dengan panjang ekor mencapai 48 cm dan
berat badan rata-rata 3,5 kg (Baker dan Kelvin 2008). Tubuh musang luwak
ditutupi rambut berwarna abu-abu sampai cokelat dengan garis berwarna
gelap pada punggungnya dan bintik-bintik pada sisinya. Musang luwak
memiliki tanda khusus yaitu adanya warna putih di daerah wajah yang
menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan musang
luwak dengan musang spesies lain (Baker dan Kelvin 2008). Ciri-ciri
musang luwak betina adalah memiliki delapan puting susu, sedangkan
musang luwak jantan memiliki sepasang testis seperti kucing (Panggabean
2011).
7
Gambar 1 Musang Luwak (dok. Azza 2013)
Informasi pasti umur masing-masing musang luwak yang ada di
TMR tidak ada. Weigl (2005) menyatakan umur musang luwak dapat
mencapai 22 tahun. Empat musang luwak yang ada di TMR berasal dari
sumbangan dan satu individu berasal dari alam. Status musang luwak dalam
daftar IUCN adalah resiko rendah (Least Concern) dan dalam PP. RI No.7
Tahun 1999 musang luwak merupakan satwa yang tidak dilindungi (Not
Protected) sehingga masih banyak yang mengambilnya dari alam. Taman
Margasatwa Ragunan merupakan salah satu tempat pemeliharaan satwasatwa hasil sitaan maupun pemberian secara sukarela oleh masyarakat.
Satwa-satwa yang terdapat di TMR ini akhirnya dimanfaatkan oleh
pengelola untuk meningkatkan daya tarik TMR. Musang luwak yang ada di
TMR ditempatkan dalam 3 kandang yang berbeda dengan masing-masing
kandang diisi oleh satu individu dan dua kandang lainnya diisi oleh
sepasang musang luwak. Small Carnivore Taxon Advisory Group (SCTAG
2010) menyatakan bahwa satwa viveridae merupakan satwa soliter atau
berpasangan.
Gambaran Kondisi Pengelolaan Kesejahteraan
Aspek Bebas dari Rasa Lapar dan Haus
Pakan merupakan faktor pembatas (limited factor) yang
mempengaruhi makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Setiap makhluk hidup memerlukan pakan dan air sebagai sumber energi
untuk melakukan aktifitasnya (Departmen of Conservation 1999). Jenis
pakan yang diberikan kepada musang luwak adalah pisang, pepaya, telur
matang dan ayam (Gambar 2). Hal ini sudah sesuai dengan musang luwak
yang merupakan satwa omnivora. Pai (2008) menyatakan bahwa dihabitat
alaminya musang luwak memakan buah-buahan seperti mangga dan
rambutan serta memakan vertebrata kecil, telur, dan serangga. Jumlah pakan
yang diberikan yaitu pisang (200 gram), papaya (25 gram), ayam (150
gram), dan telur matang (1/2 butir). Jumlah pakan buah yang diberikan lebih
banyak dibanding dengan jumlah daging, hal ini sudah sesuai karena
musang luwak lebih bisa disebut frugivora dari pada karnivora dalam
batasan perilaku makannya (Mudappa et al. 2010). Lebih jelasnya,
gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek bebas
dari rasa lapar dan haus dapat dilihat pada Tabel 5.
8
Tabel 5 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus
Aspek
Deskripsi
Bentuk tempat
Lemari
pendingin
(chiller)
untuk
penyimpanan pakan
penyimpanan buah dan sayur serta freezer
untuk tempat penyimpanan daging.
Bentuk tempat pakan
Wadah plastik (nampan) berukuran 50 cm x40
cm.
Kebersihan tempat pakan
Tempat pakan dibersihkan setiap hari pada
pagi hari dengan cara disikat dibawah air yang
mengalir
Kontrol terhadap pakan
Pengontrolan pakan dilakukan pada pagi hari.
yang telah diberikan
Pakan yang tidak habis di hari sebelumnya
akan dibuang dan diganti dengan yang baru.
Kondisi makanan
Pakan buah yang diberikan dalam kondisi
matang.
Waktu pemberian air
Air minum selalu tersedia dalam kandang.
minum
Tempat air minum
Pemberian air minum diberikan dalam
wadah/kolam di kandang masing-masing.
Kebersihan tempat air
Pembersihan dan penggantian air minum
minum
dilakukan setiap dua hari sekali.
Pertumbuhan/bobot tubuh
Tidak ada pengukuran bobot tubuh.
Gambar 2 Pakan musang luwak
Pemberian buah pisang bagi satwa sudah baik karena pisang
mempunyai kandungan gizi yang sangat banyak, antara lain karbohidrat,
vitamin dan mineral. Poedjiadi (1994) menyatakan bahwa dalam 100 gram
buah pisang mengandung karbohidrat sebesar 25.8 gram dan banyak
kandungan mineral seperti kalsium, besi, magnesium, fosforus, kalium,
natrium, tembaga dan selenium. Buah pisang juga memiliki kandungan
vitamin A yang cukup tinggi sebesar 0.003-1.0 mg per 100 g dan vitamin C
sebesar 10 mg per 100 g (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian 2004). Karbohidrat berfungsi sebagai sumber
energi, vitamin berfungsi membantu pembentukan dan pemeliharaan sel-sel
jaringan tubuh, serta mineral berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh
(Sunarso et al. 2013). Pemberian daging ayam dan telur ditujukan sebagai
pemenuhan protein satwa. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik
9
Indonesia (1972) menyatakan bahwa dalam 100 gram daging ayam terdapat
protein cukup tinggi yaitu sebesar 18.20 gram. Protein berfungsi sebagai
bahan baku pembuatan enzim, hormon, dan zat kekebalan (Sunarso et al.
2013). Buah pisang dan papaya juga merupakan buah yang mudah didapat
dan harganya murah sehingga bagi penangkar buah ini dapat dijadikan
pilihan pakan musang luwak. Nur (2012) menyatakan bahwa pada suatu
penangkaran pakan untuk musang luwak yaitu buah pisang dan papaya
selain pemberian kopi, jumlah kopi yang diberikan yaitu sebesar 2000
gram/ekor.
Pakan musang seperti ayam dan buah-buahan selama ini di dapatkan
dari para petani dan peternak yang ada di sekitar Jawa Barat. Pakan buah
disimpan dalam lemari pendingin (chiller )dan daging disimpan dalam
freezer untuk menjaga agar kualitas pakan satwa tetap baik. Pakan buah
yang diberikan kepada satwa dalam kondisi matang. Nur (2013) menyatakan
bahwa musang luwak hanya memakan buah yang telah matang.
Air yang digunakan untuk minum satwa merupakan air tanah yang
dipompa dengan jetpump. Kualitas air untuk minum satwa memiliki pH 6
yang berarti kualitas air cukup bagus. Nilai pH air normal adalah antara 6.00
– 8.00 (Gambiro 2012). Kuantitas air yang ada di TMR juga sudah baik
karena air tetap tersedia meskipun pada musim kemarau, ini karena masih
banyaknya pohon yang ada di lingkungan TMR. Soemarno (2010)
menyatakan bahwa adanya vegetasi dan pohon sangat penting untuk
menyimpan air hujan.
Aspek Bebas dari Rasa Tidak Nyaman
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa tidak nyaman
Aspek
Deskripsi
Kondisi suhu, kelembaban Suhu rata-rata kandang pada pagi (26.20C),
dan ventilasi
siang (28.80C), dan sore (28.10C). Kelembaban
relatif kandang pada pagi (87%), siang (78%),
dan sore (78.6%). Ventilasi kandang terletak di
bagian atap kandang.
Jenis kandang
Kandang peraga, kandang peralihan, dan
kandang karantina.
Bentuk shelter dan cover
Gua buatan.
Kondisi shelter dan cover Tidak rusak dan digunakan oleh satwa.
Kondisi pohon sekitar
Tidak ada pohon yang mati.
kandang (mati/tidak)
Material kandang
Kawat, besi, semen, dan kaca.
Kebersihan kandang
Kandang dibersihkan setiap hari dengan disapu
atau disemprot air, penggunaan steam
dilakukan 1 bulan sekali untuk menghilangkan
lumut, dan pembersihan dengan menggunaan
disenfektan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
10
Ecclestone (2009) menyatakan bahwa aspek bebas dari rasa tidak
nyaman yaitu memberikan kondisi lingkungan yang sesuai dan
menyenangkan bagi satwa. Suhu dalam kandang dirasa kurang sesuai karena
menurut Small Carnivore Taxon Advisory Group (SCTAG 2010) kelompok
viveridae umumnya lebih suka pada suhu antara 20-250C. Ventilasi sebagai
tempat pertukaran udara hanya terdapat di bagian atap sehingga kurangnya
sirkulasi udara menyebabkan kandang lembab. Terbukti dari adanya lumut
dalam kandang dan matinya satu ekor musang luwak karena infeksi paruparu (pneumonia). Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab
meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur, atau parasit (Fransisca 2000).
Priyatna (2011) menyatakan bahwa kandang yang lembab dapat memicu
berkembangnya jamur, bakteri, virus dan organisme lain penyebab penyakit.
Udara yang yang lembab akan menjadi media yang baik bagi
berkembanganya bakteri-bakteri pathogen (bakteri pembawa penyakit),
selain itu jika ventilasi kurang maka ruangan akan mengalami kekurangan
O2 dan bersamaan dengan itu kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat
(Waluya 2012).
Kandang musang luwak yang terdapat di TMR terdiri dari 3 jenis
kandang yaitu kandang peraga, kandang karantina, dan kandang peralihan.
Kandang peraga berfungsi sebagai tempat memeragakan satwa, kandang
karantina berfungsi sebagai tempat bagi satwa yang sakit, dan kandang
peralihan berfungsi untuk memindahkan satwa apabila kandang peraga
sedang dibersihkan, tempat menampung kelebihan satwa, serta tempat untuk
memisahkan satwa bunting.
Gambar 3 Jenis kandang musang luwak yang ada di TMR, kandang
peraga(kiri), kandang peralihan (tengah), kandang
karantina (kanan)
Penentuan bahan material kandang penting dilakukan karena akan
berdampak pada satwa yang ada dalam kandang. Material kandang musang
luwak di TMR terdiri dari kawat, besi, kaca, dan semen. Contoh gambar
material kandang dapat dilihat pada Gambar 4.
11
Gambar 4 Material kandang musang luwak di TMR
Pintu kandang terbuat dari kawat dan besi yang dibuka dengan
menggunakan katrol. Atap kandang terbuat dari semen, kawat dan besi,
begitu pun dengan dinding pemisah kandang. Atap dan dinding kandang
tidak seluruhnya tertutup oleh semen melainkan hanya sebagian. Ini
dilakukan agar pertukaran udara dapat terjadi dalam kandang. Lantai
kandang terbuat dari semen. Penggunaan bahan semen sebagai bahan
konstruksi lantai kandang dirasa kurang tepat, sebab Indonesian Society for
Animal Walfare (2008) menyatakan bahwa lantai semen, campuran semen
pasir dalam air (cetakan bahan semacam semen) dan tanah liat tidak dapat
dipakai karena permukaan yang keras dapat menyebabkan satwa merasa
tidak nyaman atau secara fisik membahayakan satwa, menambah muatan
panas yang dialami oleh satwa dengan radiasi panas dalam cuaca panas dan
dengan cepat berubah menjadi dingin dalam waktu yang cepat. Bagian
depan kandang terbuat dari semen, kaca, kawat dan besi. Lebar bagian
depan kandang yang terbuat dari kawat, besi dan kaca adalah selebar 2
meter di bagian tengah sedangkan dibagian sampingnya terbuat dari semen.
Adanya kaca sebagai material kandang dirasa kurang tepat sebab Indonesian
Society for Animal Walfare (2008) menyatakan bahwa kaca dan pagar
pembatas transparan dapat membuat temperatur dan kelembaban sulit untuk
dikontrol karena dapat menghalangi sirkulasi udara.
Pada kandang musang luwak di TMR tersedia gua buatan yang
digunakan sebagai cover maupun shelter. Weddel (2002) menyatakan
bahwa cover merupakan tempat berlindung sedangkan shelter merupakan
tempat bernaung. Gua tersebut terbuat dari semen dan terletak di atas kolam
tempat minum satwa (Gambar 5). Penempatan cover tepat di atas kolam
kurang sesuai melihat bahwa satwa membuang kotoran dalam cover
sehingga dikhawatirkan kotoran akan jatuh ke dalam kolam tempat minum
satwa.
Gambar 5 Gua buatan yang digunakan sebagai shelter dan cover
12
Pembersihan dengan disenfektan dilakukan sebagai upaya
pengendalian dan penanggulangan penyakit.Setiap kandang peraga memiliki
parit sebagai tempat pembuangan air. Parit dengan lebar 27 cm dan
kedalaman 9 cm ini terdapat tepat di belakang bagian depan kandang. Air di
parit ini akan keluar ke parit yang ada di bagian depan kandang mamalia
kecil dan kemudian akan mengalir ke kali yang dekat dengan TMR.
Kondisi sekitar kandang ditutupi tajuk pohon yang masih cukup
rapat, sehingga satwa masih bisa merasakan suasana hutan walaupun berada
di dalam kandang. Setiap hari selain merawat satwa, perawat satwa juga
bertugas membersihkan dan merawat tanaman yang ada di sekitar kandang.
Aspek Bebas dari Rasa Sakit, Luka, dan Penyakit
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas sakit, luka, dan penyakit
Aspek
Deskripsi
Kondisi satwa
Tidak ada tanda-tanda satwa yang sakit, namun pada
rambut bagian ekor dan kaki musang luwak terdapat
bekas kutu yang membuat beberapa bagian rambut di
tubuh musang luwak rontok sehingga terlihat seperti
“bopeng”.
Frekuensi
Tidak ada pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh
pemeriksaan
dokter hewan.
kesehatan
Catatan kesehatan
Penyakit yang pernah diderita oleh satwa musang
satwa
luwak di TMR adalah diare, kutu, infeksi saluran
pernafasan (batuk, pilek) dan stress.
Fasilitas medis
Laboratorium parasit, laboratorium darah, rontgen,
USG, ruang operasi, mesin anestesi, dan gudang obat.
Jumlah tenaga
10 orang yang terdiri dari 5 dokter, 3 orang paramedis,
kesehatan
dan 2 orang administrasi.
Jenis obat
Obat yang digunakan adalah obat untuk hewan dan
obat untuk manusia.
Kondisi tempat
Terdapat gudang obat yang menyimpan berbagai jenis
penyimpanan obat obat dengan kondisi ruangan yang bersih dan berAC
untuk menjaga suhu ruangan.
Persiapan
Satwa yang sakit akan langsung ditangani oleh dokter
penanganan satwa hewan yang selalu ada setiap hari.
yang sakit
Ecclestone (2009) menyatakan bebas dari rasa sakit, luka, dan
penyakit yaitu mencegah kemungkinan satwa jatuh sakit dan luka, jika
satwa masih jatuh sakit atau menderita luka-luka maka harus menjamin
bahwa satwa itu dapat diperiksa oleh dokter hewan dan diobati. Pada
pengamatan yang dilakukan tidak ada tanda-tanda satwa yang sakit. Hanya
13
ada satu individu satwa yang stress karena baru datang, namun setelah
beberapa hari mendapatkan perawatan satwa tidak lagi stress. Tidak ada
pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh dokter hewan. Apabila ada satwa
yang sakit, maka perawat akan melaporkan ke dokter hewan, baru
setelahnya dokter hewan akan memeriksa kondisi satwa. Catatan
pengobatan yang ada di TMR berupa catatan harian bagi satwa yang sakit
dan kemudianakan direkap setiap satu bulan sekali. Catatan harian berisi
tentang penyakit yang dialami dan pengobatan yang dilakukan.
Penyakit yang pernah diderita oleh satwa musang luwak di TMR
adalah diare, infeksi saluran pernafasan (batuk, pilek), kutu dan stress.
Berikut adalah jenis, gejala, dan pengobatan yang dilakukan dalam
mengobati penyakit tersebut (Tabel 8).
Tabel 8 Jenis, gejala, dan pengobatan terhadap musang luwak yang sakit
No
Jenis penyakit
Gejala
Pengobatan
1
Diare
Kotorannya
berupa Obat anti diare, B
cairan, tidak nafsu carbon,
immodium,
makan.
anti
biotik,
anti
protozoa.
2
Infeksi
saluran Keluar cairan dari Anti
biotik,
pernafasan (pilek)
hidung, batuk.
decongestan.
3
Kutu
4
Stress
Rambut rontok, bintikbintik merah seperti
koreng.
Tidak nafsu makan,
tidak beraktivitas.
Obat anti kutu (septo
skin calier)
Ditempatkan
pada
kandang
karantina,
diberi vitamin, anti
biotik.
Cara penanggulangan penyakit yang dilakukan TMR yaitu dengan
pemberian obat cacing setiap 3 bulan sekali sebanyak 1 kapsul per ekor.
Pemeriksaan kondisi satwa dilakukan oleh perawat satwa dengan melihat
kotoran dan sisa makanan. Apabila kotoran satwa mengalami perubahan
atau satwa tidak memakan makanannya lebih dari 3 hari, maka perawat baru
akan menghubungi dokter hewan untuk melakukan tindakan. Obat-obat
yang sudah kadaluarsa akan di bakar di krematorium.
Aspek Bebas Menampilkan Perilaku Alami
Ecclestone (2009) menyatakan bebas berperilaku alami merupakan
kebebasan satwa untuk berperilaku seperti di habitat alaminya. Pengayaan
kandang yang ada di kandang musang luwak yaitu kolam sebagai tempat
minum, gua buatan sebagai cover, dan batang pohon karena di habitat
alaminya musang luwak suka hidup di atas pohon (Duckworth 1997).
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek bebas
menampilkan perilaku alami dapat dilihat pada Tabel 9.
14
Tabel 9 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas menampilkan perilaku alami
Aspek
Deskripsi
Pengayaan kandang
Kolam sebagai tempat minum, gua buatan
sebagai shelter dan cover serta batang pohon.
Ukuran kandang
Kandang peraga (luas =15,55 m2 tinggi=2,8 m),
kandang peralihan (luas=5,77m2 tinggi=2,8 m),
kandang karantina (luas=0,66m2 tinggi=0,7 m).
Perubahan perilaku satwa Tidak ada perubahan tingkah laku satwa.
(ada/tidak)
Bentuk kandang
Lampiran 2.
Pengamanan kandang
Adanya pagar pembatas antara pengunjung
dengan satwa, pintu kandang selalu tertutup dan
dibuka dengan menggunakan katrol, adanya
batas masuk antara kandang mamalia dengan
pengunjung.
Ukuran kandang musang luwak di TMR dinilai kurang untuk
kandang yang berisi dua ekor musang luwak dan cukup untuk kandang yang
berisi satu ekor musang luwak. Small Carnivore Taxon Advisory Group
(SCTAG 2010) menyatakan ukuran kandang yang baik untuk satwa
viveridae adalah sepuluh kali panjang tubuhnya, sedangkan untuk tinggi
kandang yaitu berukuran 2,4-3 m. Patou et al. (2010) menyatakan musang
luwak dewasa memiliki panjang rata-rata 90 cm. Ini berarti bahwa luas
kandang yang dibutuhkan oleh musang luwak adalah 9 m2/ekor. Ukuran
kandang musang luwak yang ada di TMR yaitu 15,55m2 dan tinggi 2,80 m2
sehingga dapat dinyatakan bahwa luas kandang musang luwak belum
sepenuhnya mencukupi untuk dua kandang yang berisi dua ekor musang
luwak.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa satwa aktif pada malam hari
sedangkan pada siang hari satwa tidur di dalam gua. Aktivitas yang
dilakukan musang luwak pada malam hari seperti makan, memanjat batang
pohon atau kawat dinding, minum, dan berjalan-jalan dalam kandang
(Gambar 6). Hal ini sesuai dengan Pai (2008) yang menyatakan bahwa
musang luwak mulai berburu pada malam hari, aktifitasnya dimulai pada
pukul enam sore sampai pukul empat pagi.
Gambar 6 Perilaku musang luwak pada malam hari
15
Pengamanan kandang yang dimaksudkan adalah pengaman yang
dilakukan pengelola agar satwa dan pengunjung merasa aman. Pengamanan
yang dilakukan yaitu pembuatan pagar batas yang memisahkan pengunjung
dengan satwa (Gambar 7). Selain itu ada pula batas masuk kandang mamalia
kecil yang pintunya selalu terkunci.
Gambar 7 Pagar pengaman
Aspek Bebas dari Rasa Takut dan Tertekan
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk
aspek bebas dari rasa takut dan tertekan
Aspek
Deskripsi
Perlakuan bagi satwa
Musang luwak yang ada di TMR belum ada
bunting
yang bunting. Penempatan jantan dan betina
dalam satu kandang merupakan salah satu
usaha yang dilakukan agar terjadi proses
reproduksi.
Penangananan bagi satwa Satwa yang baru masuk di TMR akan diperiksa
yang baru datang
kesehatannya oleh dokter hewan. Satwa yang
dinyatakan telah sehat akan dimasukkan dalam
kandang penitipan sampai ada kandang peraga
yang kosong. Satwa yang sakit akan
dimasukkan dalam kandang karantina khusus
untuk dilakukan pengobatan sampai satwa
tersebut sehat.
Jumlah perawat satwa
Tiga orang untuk menangani seluruh satwa di
kandang mamalia kecil.
Kompetensi perawat
1 orang lulusan SR dan 2 orang lulusan SMA.
satwa
Upaya dalam mengatasi
Mengamati dan mendiskusikan.
satwa yang stress
Ecclestone (2009) menyatakan bebas dari rasa takut dan tertekan
yaitu menjamin kondisi dan perlakuan satwa dengan baik untuk
menghindari satwa dari ancaman takut, stress, dan kesusahan. Kandang
bagian mamalia kecil yang didalamnya terdapat kandang musang luwak
16
memiliki jumlah perawat satwa sebanyak 3 orang. Masing-masing perawat
satwa tidak memiliki latar belakang pendidikan pengelolaan satwa, namun
memiliki pengalaman dalam pengelolaan satwa karena telah bekerja
bertahun-tahun sebagai perawat satwa di kandang mamalia kecil. Tugas
yang dilakukan perawat satwa selain merawat satwa juga meracik pakan,
membersihkan kandang dan lingkungan sekitar kandang, serta
memperhatikan kondisi satwa.
Pada saat penelitian, terdapat satu ekor musang luwak yang baru
dimasukkan dalam kandang peraga. Satwa yang baru masuk tersebut
kemudian mengalami stress. Gejala satwa stress yaitu tidak nafsu makan,
tidak banyak bergerak, dan apabila didekati tubuhnya bergetar. Jordan
(2005) menyatakan stress pada satwa dapat terjadi saat satwa mengalami
kondisi fisik dan emosi yang terganggu. Penanganan yang dilakukan pihak
TMR adalah dengan memberikan vitamin dan anti biotik karena satwa tidak
tidak nafsu makan serta memasukkan satwa dalam kandang karantina agar
memudahkan perawatan dan menghindarkan satwa sementara dari
pengunjung.
Kondisi Kesejahteraan Musang Luwak di TamanMargasatwa Ragunan
Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan wawancara yang
dilakukan, TMR telah mencapai beberapa tahapan dalam implementasi
kesejahteraan musang luwak yang terdapat dalam (Lampiran 1). Capaian
kesejahteraan satwa di TMR berdasarkan pengamatan dan penilaian dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
No
Komponen
Bobot Skoring Nilai terbobot
Ket
Pt Pl Pt
Pl
Pt Pl
1
Bebas dari rasa lapar 30
2.9 3.6 87
108
B B
dan haus
2
Bebas dari rasa sakit, 20
3.2 4.3 64
86
C B
penyakit, dan luka
3
Bebas dari rasa tidak 20
3.2 4.2 64
84
C B
nyaman
4
Bebas berperilaku alami 15
3.8 4.4 57
66
C C
5
Bebas dari rasa takut 15
3.3 3.7 49.5 55.5
K K
dan menderita
Rataan
64.3 79.9
C B
Ket: Pt= pengamat, Pl= pengelola, SB= sangat baik, C= cukup, K= kurang
Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
termasuk dalam kategori cukup sampai baik. Pemenuhan kriteria
pengelolaan satwa dapat dilihat pada masing-masing prinsip kesejahteraan
satwa (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat
beberapa penambahan maupun perbaikan yang sebaiknya dilakukan dalam
17
upaya implementasi kesejahteraan satwa, yaitu pada aspek kandang, karena
aspek ini menyangkut penilaian terhadap aspek bebas dari rasa tidak
nyaman, aspek bebas menampilkan perilaku alami, dan aspek bebas dari
rasa takut dan menderita. Perbaikan kandang yang dilakukan meliputi
penambahan ventilasi, perubahan material kandang, penempatan cover dan
penambahan pengayaan kandang seperti penambahan vegetasi dalam
kandang.
Minat dan Persepsi Pengunjung
Karakteristik Pengunjung
Pengunjung TMR paling banyak berasal dari daerah sekitar Jakarta
yaitu sebanyak 89%. Dominasi ini karena akses yang baik untuk menuju
lokasi.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widyaningrum (2010) yang
menyatakan bahwa domisili calon pengunjung dan aksesibilitas menuju
lokasi wisata menjadi faktor yang menentukan keramaian maupun frekuensi
kunjungan kawasan wisata. Pengunjung TMR paling banyak adalah
perempuan (54%). Pekerjaan pengunjung paling banyak adalah wiraswasta
(33%), sedangkan pendidikan pengunjung paling banyak adalah SMA/SMK
(58%).
Minat Pengunjung
Mulyati (2004) menyatakan minat merupakan perasaan senang
dalam diri yang memberikan perhatian pada objek tertentu dan adanya
ketertarikan terhadap objek tertentu. Berikut ini minat pengunjung dari
masing-masing kelas umur (Tabel 12). Sebagian besar pengunjung dari
masing-masing kelas umur menjawab bahwa tujuan mereka datang ke TMR
adalah untuk melihat satwa. Intensitas kunjungan lebih dari 5 kali yang
menandakan bahwa pengunjung sering datang ke TMR. Alasan berkunjung
kembali adalah karena senang melihat satwa. Hal ini menunjukkan bahwa
satwa dapat menjadi objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Objek
wisata menurut Siregar (2001) merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan
dinilai sehingga menjadi suatu daya tarik bagi orang-orang yang berkunjung
ke suatu tempat atau kawasan wisata. Ketertarikan pengunjung terhadap
musang luwak diketahui dari keinginan pengunjung untuk melihat satwa ini.
Berdasarkan hasil wawancara, pengunjung secara umum tertarik untuk
melihat musang luwak. Kopi luwak yang saat ini sedang terkenal menjadi
salah satu alasan pengunjung tertarik melihat satwa ini, namun karena
musang luwak lebih aktif pada malam hari dan kondisi cover yang
berbentuk gua menyebabkan satwa tidak terlihat oleh pengunjung.
18
Tabel 12 Minat pengunjung datang ke TMR
Minat
Kelompok umur (%)
Remaja Dewasa
Dewasa Tua
muda
Tujuan
a. Melihat satwa
b. Wisata
c. Lainnya
Frekuensi kedatangan
a. Sekali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
e. >5 kali
Alasan berkunjung kembali
a. Senang melihat satwa
b. Suasana asri
c. Murah
d. Menambah pengetahuan
dan wawasan
e. Rekreasi
f. Mengajak anak mengenal satwa
g.Tempat yang enak untuk berkumpul
h. Suka jalan-jalan
i. Refreshing
Ketertarikan
terhadap
musang
luwak
a. Tertarik
b. Biasa saja
52
48
-
38
37
25
45
28
27
61
21
18
12
24
4
60
4
16
4
4
72
16
24
16
12
32
8
16
4
12
60
36
19
16
7
31
26
6
11
56
20
4
-
52
22
11
4
6
10
6
11
9
6
-
16
4
-
7
4
-
52
48
56
44
72
28
52
48
Ket: lainnya (mengajak anak mengenal satwa, murah, suasana asri, menambah pengetahuan,
tempat enak untuk berkumpul, jalan-jalan)
Persepsi Pengunjung
Effendy (1984) persepsi adalah penginderaan terhadap kesan yang
timbul dari lingkungannya. Berikut ini minat pengunjung dari masingmasing kelas umur (Tabel 13).
Tabel 13 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Persepsi
Kelompok umur (%)
Remaja
Dewasa muda Dewasa Tua
Kondisi kesejahteraan
musang luwak
a. Sejahtera
48
40
44
28
b. Kurang sejahtera
52
60
56
72
Fasilitas dan pelayanan
a. Memuaskan
72
52
68
60
b. Kurang memuaskan
28
48
32
40
19
Penilaian pengunjung terhadap kondisi kesejahteraan musang luwak
dilihat dari kondisi kandang satwa. Hal ini dikarenakan aspek ini mudah
dilihat langsung oleh pengunjung. Hasil rataan persentase dari setiap
kelompok umur pengunjung menunjukkan sebanyak 56% pengunjung
mengatakan musang luwak di TMR kurang sejahtera dan 44% pengunjung
mengatakan musang luwak di TMR sudah sejahtera. Pengunjung
mengatakan bahwa kondisi kesejahteraan musang luwak di TMR kurang
sejahtera karena melihat kandang musang luwak yang berlumut, kotor,
kurang terawat, kurangnya fasilitas dalam kandang, kurangnya vegetasi
dalam kandang, ukuran kandang kurang mencukupi dan bentuk kandang
yang kurang menarik.
Penilaian pengunjung terhadap pelayanan TMR terdiri dari
pelayanan pengelola dan fasilitas pelayanan. Hasil rataan persentase dari
setiap klasifikasi umur pengunjung menunjukkan sebanyak 61%
pengunjung mengatakan pelayanan TMR sudah memuaskan, namun ada
beberapa hal yang perlu diperbaiki atau ditambah jumlahnya seperti
penambahan tempat sampah dan papan interpretasi pada setiap kandang.
Rekomendasi Pengelolaan Musang Luwak sebagai Satwa Peraga
Hasil penilaian pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
dilihat dari pengamatan kesejahteraan satwa dan wawancara pengunjung
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil penilaian terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Aspek
Pengamatan
Pengunjung
Keterangan
Kesejahteraan satwa
1
Satwa
Kondisi
Kondisi
Peningkatan
kesejahteraan musang kesejahteraan
aspek
luwak mendapat nilai musang luwak kesejahteraan
cukup sampai baik.
kurang
satwa.
sejahtera.
2
Fasilitas
Terdapat gua buatan Satwa
tidak Perubahan cover.
pendukung sebagai shelter dan terlihat dalam
satwa dan cover.
kandang.
pengelolaan
nya
Terdapat
batang Kurangnya
Penambahan
pohon
sebagai vegetasi dalam pengayaan
pengayaan kandang.
kandang.
kandang.
Kurangnya ventilasi Kandang
Penambahan
udara
sehingga terlihat
kotor ventilasi kandang.
kandang
menjadi dan
tidak
lembab,
terbukti terawat.
dengan adanya lumut
dalam kandang.
No
20
Tabel 14 Lanjutan
No
Aspek
Pengamatan
Pengunjung
Kesejahteraan satwa
Hanya terdapat empat
jenis pakan yang
diberikan.
Pemberian
pakan
buah dilakukan pada
pagi hari.
Tidak
adanya
pemeriksaan kondisi
fisik dan kesehatan
yang
rutin
oleh
dokter hewan.
-
Tidak
adanya
pemberian vaksinasi.
-
Kaca
dan
lantai
semen
dapat
membuat
suhu
kandang meningkat.
Penempatan
gua
buatan di atas kolam
dapat menyebabkan
kotoran jatuh ke
dalam kolam.
Ukuran kandang yang Ukuran
diisi 2 ekor musang kandang kurang
luwak kurang sesuai. mencukupi.
3
Fasilitas
dan sarana
pendukung
wisata
Keterangan
Variasi
jenis
pakan
lebih
ditambah.
Pemberian pakan
buah sebaiknya
dilakukan
pada
sore hari.
Sebaiknya
dilakukan
pemeriksaan
kesehatan
rutin
oleh
dokter
hewan.
Sebaiknya
dilakukan
vaksinasi.
Perubahan
material kandang.
Perubahan
penempatan
cover.
Penambahan
ukuran kandang
atau penempatan
satu ekor dalam
satu kandang.
-
Kurangnya
papan
interpretasi.
Penambahan
papan
interpretasi.
-
Kandang
kurang menarik.
Kurangnya
tempat sampah.
Renovasi
atau
pengecatan.
Penambahan
tempat sampah.
-
21
Berdasarkan hasil penilaian terhadap pengelolaan satwa (Tabel 16)
terlihat beberapa aspek yang perlu diperbaiki oleh pengelola. Terdapat tiga
rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga agar dapat
lebih baik yaitu:
1. Peningkatan kesejahteraan satwa khususnya aspek kandang.
2. Peningkatan fasilitas pendukung satwa dan pengelolaannya.
3. Peningkatan fasilitas dan sarana pendukung wisata di TMR.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pengelolaan musang luwak di TMR terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu
pengelolaan perkandangan, pengelolaan pakan, dan pengelolaan
kesehatan.
2. Kesejahteraan satwa di TMR termasuk dalam kriteria cukup sampai baik.
3. Sebagian besar tujuan pengunjung datang ke TMR adalah untuk melihat
satwa. Satwa musang luwak termasuk satwa yang menarik bagi
pengunjung. Pengelolaan kesejahteraan musang luwak di TMR masih
kurang sedangkan pengelolaan fasilitas dan pelayananpengunjung sudah
memuaskan.
4. Rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
difokuskan pada aspek kandang yang perlu diperbaiki.
Saran
1. Pemberian variasi pakan luwak dapat dilakukan dengan pemberian kopi.
2. Selain itu untuk menarik pengunjung pengelola juga bisa mengadakan
kegiatan pembuatan kopi luwak, dalam kegiatan ini pengunjung diajak
untuk mengetahui proses pembuatan kopi luwak dan merasakan cita rasa
kopi luwak. Kegiatan ini dapat dilakukan seminggu dua kali yaitu pada
hari sabtu dan minggu karena pada hari itu pengunjung sedang ramai.
DAFT
PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
AZZA LAELA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan
kesejahteraan musang luwak dan pemanfaatannya sebagai satwa peraga di Taman
Margasatwa Ragunan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Azza Laela
NIM E34090069
ABSTRAK
AZZA LAELA. Pengelolaan Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya
sebagai Satwa Peraga di Taman Margasatwa Ragunan. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN MASY’UD dan EVA RACHMAWATI.
Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu lembaga
konservasi yang pengelolaan satwanya dilakukan berdasarkan prinsip etika dan
kesejahteraan satwa, selain itu fungsi TMR juga sebagai sarana rekreasi. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan musang luwak di
TMR, menganalisis tingkat kesejahteraan musang luwak di TMR serta persepsi
dan minat pengunjung mengenai musang luwak sebagai satwa peraga, dan
menyusun rekomendasi pengelolaan musang luwak di TMR sebagai satwa peraga.
Hasil yang diperoleh menunjukkan pengelolaan musang luwak di TMR terdiri
dari tiga kegiatan utama yaitu pengelolaan perkandangan, pakan, dan kesehatan.
Kesejahteraan musang luwak di TMR termasuk dalam kriteria cukup sampai baik.
Tujuan pengunjung datang ke TMR adalah untuk melihat satwa. Satwa musang
luwak termasuk satwa yang menarik bagi pengunjung. Pengelolaan kesejahteraan
musang luwak di TMR masih kurang dibandingkanfasilitas dan pelayanan yang
ada di TMR. Rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
difokuskan pada aspek kandang yang perlu diperbaiki.
Kata kunci: musang luwak, Taman Margasatwa Ragunan, wisata
ABSTRACT
AZZA LAELA. Management of Common Palm Civet Welfare and its Benefit as
One of Animals Attraction in Ragunan Zoo. Supervised by BURHANUDDIN
MASY’UD and EVA RACHMAWATI.
Ragunan Zoo is one of the conservation organizations that carried animals
management based on the principles of ethics and animal welfare. Beside that, it
also has a function as recreation place.The purpose of this research is to identify
and analyze management of common palm civet welfare and its of prosperity
level in Ragunan Zoo, measuring interests of the visitors Zoo about the common
palm civet, and also make recommendations for better management in common
palm civet welfare.The results showed that management of common palm civet in
Ragunan Zoo consists of three main activities, which are housing, feeding, and
health. The welfare of common palm civet in Ragunan Zoo also classified as good.
This animal is one of the favorite animals viewed by visitors. The
recommendation that Ragunan’s management to put a lot of their attention in
cages of common palm civet, because many of the cages are need to be repaired.
keywords: common palm civet, Ragunan Zoo, recreation
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN MUSANG LUWAK DAN
PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
AZZA LAELA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengelolaan Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya
sebagai Satwa Peraga di Taman Margasatwa Ragunan
Nama
: Azza Laela
NIM
: E34090069
Disetujui oleh
Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS
Pembimbing I
Eva Rachmawati, SHut, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Pengelolaan
Kesejahteraan Musang Luwak dan Pemanfaatannya sebagai Satwa Peraga di
Taman Margasatwa Ragunan” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni 2013 bertempat di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
H. Alwi Muzani dan Ibunda Hj. Maemunah, kakak Aidah Farah dan Ahmad
Sarwat serta adik Ahmad Sofwat atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS
selaku pembimbing I serta Eva Rachmawati, S.Hut, MSi selaku pembimbing II
atas segala bimbingan, arahan, nasehat serta motivasinya dalam menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Nana,
bapak Talih, bapak Adi, dr. Yuke, dr. Edward, Titi serta seluruh pegawai TMR
atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Teman-teman (Diah, Elis, Ana,
Dita, Irma, Dewi, Resa, Dila, Ulan, Poet, Yeti, Tika, Nia, Egi) yang telah
menemani hari-hari selama masa perkuliahan dan penelitian. Keluarga besar
Anggrek Hitam 46 terima kasih atas persahabatan, bantuan, dukungan, kerjasama,
dan kebersamaannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Azza Laela
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
9
1
Tujuan
1
Manfaat
2
METODE
Lokasi dan Waktu
2
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
2
Metode Pengumpulan Data
3
Pengolahan dan Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
5
Deskripsi Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
6
Kondisi Kesejahteraan Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
16
Minat dan Persepsi Pengunjung
17
Rekomendasi Pengelolaan Musang Luwak sebagai Satwa Peraga
19
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
21
21
21
21
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Klasifikasi pengunjung
Bobot parameter
Klasifikasi penilaian kesejahteraan musang luwak di TMR
Morfologi dan deskripsi musang luwak di TMR
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa tidak nyaman
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas sakit, luka, dan penyakit
Jenis, gejala, dan pengobatan terhadap musang luwak yang sakit
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas menampilkan perilaku alami
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa takut dan tertekan
Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
Minat pengunjung datang ke TMR
Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Hasil penilaian terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
3
4
5
6
8
9
12
13
14
15
16
18
18
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Musang luwak
Pakan musang luwak
Jenis kandang musang luwak yang ada di TMR
Material kandang musang luwak di TMR
Gua buatan yang digunakan sebagai shelter dan cover
Perilaku musang luwak pada malam hari
Pagar pengaman
7
8
10
11
11
14
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Penilaian capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
Bentuk kandang musang luwak di TMR
Wawancara pengunjung
Karakteristik pengunjung di TMR
Wawancara pengelola
24
30
31
32
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Musang luwak adalah satwa yang dimanfaatkan sebagai penghasil
kopi yang mahal. Harga biji kopi luwak dapat mencapai US$ 300 sampai
US$ 600 perkilogram (ICCRI 2013), karena itu banyak masyarakat yang
menangkarkan musang luwak. Pemanfaatan musang luwak saat ini tidak
diimbangi dengan pengembangbiakkannya, sehingga musang luwak yang
dimanfaatkan banyak yang diambil langsung dari alam. Nur (2012)
menyatakan pada suatu penangkaran membutuhkan bibit sebanyak 20 ekor.
Apabila setiap penangkar mengambil 20 ekor musang luwak langsung dari
alam maka dikhawatirkan jumlah musang luwak di alam akan berkurang
bahkan punah, untuk itu perlu dilakukan pengkajian mengenai penangkaran
musang luwak yang baik dan benar. Baik dalam arti musang luwak yang
ditangkarkan dapat memberikan manfaat bagi penangkar, dan benar dalam
arti musang yang ditangkarkan juga mendapatkan kesejahteraan didalam
penangkaran.
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang
konservasi tumbuhan dan/satwa liar diluar habitatnya (ex-situ) baik berupa
lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang dalam
peruntukkan dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau
rehabilitasi satwa. Kebun binatang merupakan salah satu Lembaga
Konservasi yang fungsi utamanya adalah pengembangbiakkan terkontrol
dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya. Selain itu fungsi kebun binatang juga sebagai sarana
rekreasi. Pengelolaan kebun binatang dilakukan berdasarkan prinsip etika
dan kesejahteraan satwa (Permenhut No.31 Tahun 2012).
Kebun Binatang Ragunan atau juga dikenal dengan Taman
Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan salah satu Lembaga Konservasi
yang diketahui memiliki koleksi musang luwak. Dalam praktek pengelolaan
satwanya, manajemen TMR harus mengacu pada ketentuan yang berlaku
tentang prisip kesejahteraan satwa. Selain itu sebagai sarana rekreasi, TMR
juga harus dikelola dengan selalu memperhatikan kepentingan kepuasan
pengunjung sehingga usaha untuk mengetahui minat dan persepsi
pengunjung menjadi penting. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka
penelitian tentang pengelolaan kesejahteraan satwa musang luwak dan
persepsi serta minat pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak
sebagai salah satu obyek wisata di TMR menjadi penting.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan musang luwak di TMR.
2. Menganalisis tingkat kesejahteraan musang luwak di TMR.
2
3. Menganalisis persepsi dan minat pengunjung mengenai musang luwak
sebagai satwa peraga.
4. Menyusun rekomendasi pengelolaan musang luwak di TMR sebagai
satwa peraga.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang kondisi
kesejahteraan musang luwak di TMR dan dapat membantu dalam
mengembangkan potensi wisata yang menjadikan satwa sebagai obyeknya.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta
Selatan pada bulan Juni 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera, termometer dry wet dan
meteran.Bahan yang digunakan yaitu pH meter, tallysheet, panduan
wawancara, dan alat tulis menulis.
Jenis Data
Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengelolaan musang
luwak di TMR dan minat serta persepsi pengunjung. Jenis data pengelolaan
musang luwak di TMR meliputi:
1. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus: jumlah, jenis, kondisi, kontrol
pakan, waktu pemberian, tempat penyimpanan, kebersihan tempat pakan,
kondisi air minum, tempat air minum, kebersihan tempat air minum, dan
bobot tubuh.
2. Aspek bebas dari rasa tidak nyaman : suhu, kelembaban, ventilasi, bentuk
dan kondisi shelter/cover, material kandang, dan kebersihan kandang.
3. Aspek bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka: kondisi satwa, frekuensi
pemeriksaan kesehatan, catatan kesehatan, fasilitas medis, jumlah tenaga
kesehatan, jenis obat, kondisi tempat penyimpanan obat, dan persiapan
penanganan satwa yang sakit.
4. Aspek bebas berperilaku alami: pengayaan kandang, ukuran kandang,
ada/tidak perubahan perilaku, bentuk kandang, dan pengamanan kandang.
5. Aspek bebas dari rasa takut dan menderita: perlakuan bagi satwa bunting,
penanganan satwa yang baru datang, jumlah perawat satwa, kompetensi
perawat satwa, dan upaya dalam mengatasi satwa yang stress.
3
Jenis data minat dan persepsi pengunjung meliputi:
1. Karakteristik pengunjung: umur, jenis kelamin, daerah asal, pendidikan,
dan pekerjaan.
2. Minat pengunjung: tujuan, intensitas kunjungan, dan alasan berkunjung
kembali, dan ketertarikan terhadap keberadaan musang luwak.
3. Persepsi pengunjung: kondisi kesejahteraan musang luwak, serta fasilitas
dan pelayanan di TMR.
Metode Pengumpulan Data
1. Pengamatan
Kegiatan pengamatan yang dilakukan meliputi 5 aspek kesejahteraan
satwa (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan dengan mengikuti secara
langsung pengelolaan musang luwak di TMR mulai dari pemberian pakan,
pembersihan kandang, pemberian obat, dan kegiatan lain yang
bersinggungan langsung dengan kesejahteraan satwa. Kegiatan tersebut
dicatat dan didokumentasikan. Pengamatan lapang dilaksanakan pada pagi
sampai sore hari. Pagi dimulai pukul 08.00 WIB sampai sore pukul 16.00
WIB. Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung.
2. Pengukuran.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan yaitu: pengukuran kondisi air
minum dengan mengukur derajat keasaman sumber air yang digunakan
untuk minum menggunakan pH meter, pengukuran suhu dan kelembaban
kandang dengan menggunakan termometer dry-wet pada ketinggian 1.5 m
di atas permukaan tanah (Suyanti et al. 2008) yang dilakukan pada pagi hari
pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB, dan sore hari pukul 16.00
WIB selama penelitian berlangsung, serta pengukuran kandang dengan
mengukur panjang, tinggi, dan lebar kandang menggunakan meteran.
3. Wawancara.
Kegiatan wawancara dilakukan kepada pengelola (manajer
pelaksana, perawat satwa, dokter hewan) dan pengunjung. Pemilihan
responden pada penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random
Sampling, yaitu pengunjung dikelompokkan berdasarkan strata umur dengan
jumlah yang sama. Kelompok umur diacu dalamWibowo (1987) yaitu pada
Tabel 1.
Klasifikasi
Remaja
Dewasa muda
Dewasa
Tua
Tabel 1 Klasifikasi pengunjung
Umur (tahun)
13-19
20-24
25-55
> 50
Jumlah (orang)
25
25
25
25
Pengelompokkan strata umur pengunjung dilakukan untuk
mengetahui persepsi dan minat dari setiap kelas umur. Jumlah pengunjung
yang diambil adalah berdasarkan jumlah yang dikehendaki atas kemampuan
peneliti, yaitu 100 orang responden (Nasution 2007).
4
Pengolahan dan Analisis Data
Kesejahteraan Satwa
Metode yang digunakan dalam pengolahan data kesejahteraan satwa
di TMR adalah metode PKBSI (Persatuan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia), yaitu dengan memberikan nilai pada setiap variabel yang
ditetapkan. Nilai untuk setiap variabel yaitu 1= buruk, 2= kurang, 3= cukup,
4= baik, dan 5= memuaskan. Pada penelitian ini terdapat lima parameter
untuk kesejahteraan satwa (prinsip kesejahteraan satwa) yang di dalamnya
terdapat berbagai kriteria penilaian kesejahteraan satwa (Lampiran 1).
Penilaian dilakukan oleh pengamat dan pengelola agar didapatkan hasil
penilaian yang objektif. Total nilai dari setiap parameter dimasukkan
kedalam kolom skoring (Tabel 2) dan untuk mendapatkan nilai terbobot
mengggunakan rumus :
Nilai terbobot = bobot x skoring
Penentuan bobot komponen dilakukan berdasarkan tingkat
kepentingannya. Komponen bebas dari rasa lapar dan haus memiliki bobot
yang paling tinggi karena pakan merupakan faktor pembatas bagi
kelangsungan hidup satwa. Menurut Thohari (1987) faktor makanan
merupakan pemegang peran kunci dalam suatu usaha penangkaran. Nilai
bobot bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka diambil dari buku penilaian
PKBSI tahun 2012, sedangkan bobot untuk komponen bebas dari
ketidaknyamanan diambil berdasarkan pertimbangan bahwa apabila satwa
merasa nyaman maka satwa akan berperilaku alami dan tidak merasa takut
serta menderita, maka nilai untuk komponen ini lebih tinggi dibanding
komponen no 4 dan 5. Berdasarkan prinsip tersebut maka penetapan besar
bobot untuk kelima komponen kesejahteraan satwa seperti pada Tabel 2.
No
1
2
3
4
5
Tabel 2 Bobot parameter
Komponen
Bobot Skoring
(total skor)
Bebas dari rasa lapar dan haus
30
Bebas dari rasa sakit, penyakit, dan
20
luka
Bebas dari ketidaknyamanan
20
Bebas berperilaku alami
15
Bebas dari rasa takut dan menderita
15
Nilai
terbobot
Nilai kesejahteraan satwa menggunakan rumus:
Skor penilaian = ∑ nilai terbobot
5
Skor penilaian akan dimasukkan dalam klasifikasi penilaian
kesejahteraan satwa (Tabel 3) yang mengacu pada Peraturan Direktur
Jenderal PHKA No.6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga
Konservasi.
5
Tabel 3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan musang luwak di TMR
No
Klasifikasi Penilaian
Skor
1
Sangat baik
80,00 – 100
2
Baik
70,00 – 79,99
3
Cukup
60,00 – 69,99
4
Kurang
< 60
Pengunjung
Data wawancara pengunjung disajikan dalam bentuk persentase dan
dianalisis secara deskriptif. Hasil wawancara minat dan persepsi pengunjung
digunakan sebagai bahan rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai
satwa peraga di TMR.
Rekomendasi Pengembangan Musang Luwak Sebagai Satwa Peraga
Data hasil kesejahteraan satwa dan pengunjung dianalisis secara
deskriptif untuk membuat rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai
satwa peraga di TMR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi UmumLokasi Penelitian
Sekitar 147 tahun yang lalu di Batavia (kini Jakarta) pelukis ternama
Indonesia yaitu Bapak Raden Saleh menghibahkan lahan seluas 10 Ha di
Jalan Cikini Raya No.73 Jakarta Pusat untuk Taman Margasatwa yang
kemudian tepatnya pada tanggal 19 September 1864 diresmikan dengan
nama ”Planten en Dierentuin” dan dikelola oleh perhimpunan penyayang
flora dan fauna Batavia (Culture Vereniging Panten en Dierentuin of
Batavia). Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Ir. Soekarno,
maka pada tahun 1949 ”Planten en Dierentuin” diubah namanya
menjadi ”Kebun Binatang en Dierentuin”. Pada tanggal 22 Juni 1966 Kebun
Binatang diresmikan oleh Gubernur DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta,
Mayor Jenderal Ali Sadikin, dengan namaTaman Margasatwa Ragunan.
TMR terletak di daerah Pasar Minggu, sekitar 20 km dari pusat Kota
Jakarta. Secara geografis TMR terletak pada 104o 48l BT dan 106o 15l LS.
TMR berada pada ketinggian 50 m di atas permukaan laut. TMR memiliki
empat pintu masuk, yaitu Pintu utara, Pintu selatan, Pintu timur, dan Pintu
barat. Pintu utara berbatasan dengan Kelurahan Ragunan, Pintu selatan
berbatasan dengan Kelurahan Jagakarsa yang terletak di Jalan Sagu, Pintu
timur berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan yang terletak di Jalan Jati
padang dan Pintu barat berbatasan dengan Kelurahan Ragunan yang terletak
di Jalan Raya Cilandak. Karakteristik lingkungan TMR memiliki
kelembaban pertahunnya antara 60-80% dan curah hujan sekitar 2.2912.300 mm. Lahan TMR saat ini adalah milik Pemda DKI Jakarta dengan
luas areal adalah 147 ha yang digunakan untuk konservasi satwa. Sarana dan
6
prasarana di TMR antara lain loket tiket, kamar kecil, rumah sakit hewan,
tempat sampah, mushola, telepon umum, rumah makan, Pusat Primata
Schmutzer, rakit wisata, area memancing, perahu angsa, piknik area, taman
satwa anak, area bermain anak, kantor TMR, Pusat Informasi, dan souvenir
shop.
Deskripsi Musang Luwak di Taman Margasatwa Ragunan
Musang luwak yang terdapat di TMR berjumlah 5 ekor dengan
rincian 3 jantan dan 2 betina. Musang luwak yang ada di TMR merupakan
musang jenis Paradoxurus hermaphroditus yang menyebar luas di kawasan
Asia. Schreiber et al. (1989) menyatakan bahwa terdapat empat spesies
musang dari genus Paradoxurus, yaitu:
1. Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.
2. Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India
Selatan.
3. Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai.
4. Paradoxurus hermaphroditus (musang luwak), menyebar luas di kawasan
Asia.
Tabel 4 Morfologi dan deskripsi musang luwak di TMR
Morfologi
Deskripsi
Keterangan
Warna rambut bagian Tubuh musang luwak Perbedaan jantan dan
samping
abu-abu ditutupi oleh rambut betina adalah jantan
kehitaman.
berwarna
abu-abu memiliki testis dan
Warna ekor dan kaki kehitaman, namun pada betina memiliki puting
hitam.
bagian kaki dan ekor susu.
Warna bagian dahi dan berwarna
hitam.
sisi wajah putih.
Adapula tanda putih
Terdapat bintik-bintik pada bagian dahi dan
gelap pada bagian sisi wajah. Pada bagian
punggung.
punggung dan samping
terdapat bintik-bintik
berwarna gelap.
Ciri morfologi musang luwak yaitu bertubuh sedang berukuran
sekitar 54 cm (Jackson 2004) dengan panjang ekor mencapai 48 cm dan
berat badan rata-rata 3,5 kg (Baker dan Kelvin 2008). Tubuh musang luwak
ditutupi rambut berwarna abu-abu sampai cokelat dengan garis berwarna
gelap pada punggungnya dan bintik-bintik pada sisinya. Musang luwak
memiliki tanda khusus yaitu adanya warna putih di daerah wajah yang
menyerupai topeng. Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan musang
luwak dengan musang spesies lain (Baker dan Kelvin 2008). Ciri-ciri
musang luwak betina adalah memiliki delapan puting susu, sedangkan
musang luwak jantan memiliki sepasang testis seperti kucing (Panggabean
2011).
7
Gambar 1 Musang Luwak (dok. Azza 2013)
Informasi pasti umur masing-masing musang luwak yang ada di
TMR tidak ada. Weigl (2005) menyatakan umur musang luwak dapat
mencapai 22 tahun. Empat musang luwak yang ada di TMR berasal dari
sumbangan dan satu individu berasal dari alam. Status musang luwak dalam
daftar IUCN adalah resiko rendah (Least Concern) dan dalam PP. RI No.7
Tahun 1999 musang luwak merupakan satwa yang tidak dilindungi (Not
Protected) sehingga masih banyak yang mengambilnya dari alam. Taman
Margasatwa Ragunan merupakan salah satu tempat pemeliharaan satwasatwa hasil sitaan maupun pemberian secara sukarela oleh masyarakat.
Satwa-satwa yang terdapat di TMR ini akhirnya dimanfaatkan oleh
pengelola untuk meningkatkan daya tarik TMR. Musang luwak yang ada di
TMR ditempatkan dalam 3 kandang yang berbeda dengan masing-masing
kandang diisi oleh satu individu dan dua kandang lainnya diisi oleh
sepasang musang luwak. Small Carnivore Taxon Advisory Group (SCTAG
2010) menyatakan bahwa satwa viveridae merupakan satwa soliter atau
berpasangan.
Gambaran Kondisi Pengelolaan Kesejahteraan
Aspek Bebas dari Rasa Lapar dan Haus
Pakan merupakan faktor pembatas (limited factor) yang
mempengaruhi makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Setiap makhluk hidup memerlukan pakan dan air sebagai sumber energi
untuk melakukan aktifitasnya (Departmen of Conservation 1999). Jenis
pakan yang diberikan kepada musang luwak adalah pisang, pepaya, telur
matang dan ayam (Gambar 2). Hal ini sudah sesuai dengan musang luwak
yang merupakan satwa omnivora. Pai (2008) menyatakan bahwa dihabitat
alaminya musang luwak memakan buah-buahan seperti mangga dan
rambutan serta memakan vertebrata kecil, telur, dan serangga. Jumlah pakan
yang diberikan yaitu pisang (200 gram), papaya (25 gram), ayam (150
gram), dan telur matang (1/2 butir). Jumlah pakan buah yang diberikan lebih
banyak dibanding dengan jumlah daging, hal ini sudah sesuai karena
musang luwak lebih bisa disebut frugivora dari pada karnivora dalam
batasan perilaku makannya (Mudappa et al. 2010). Lebih jelasnya,
gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek bebas
dari rasa lapar dan haus dapat dilihat pada Tabel 5.
8
Tabel 5 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus
Aspek
Deskripsi
Bentuk tempat
Lemari
pendingin
(chiller)
untuk
penyimpanan pakan
penyimpanan buah dan sayur serta freezer
untuk tempat penyimpanan daging.
Bentuk tempat pakan
Wadah plastik (nampan) berukuran 50 cm x40
cm.
Kebersihan tempat pakan
Tempat pakan dibersihkan setiap hari pada
pagi hari dengan cara disikat dibawah air yang
mengalir
Kontrol terhadap pakan
Pengontrolan pakan dilakukan pada pagi hari.
yang telah diberikan
Pakan yang tidak habis di hari sebelumnya
akan dibuang dan diganti dengan yang baru.
Kondisi makanan
Pakan buah yang diberikan dalam kondisi
matang.
Waktu pemberian air
Air minum selalu tersedia dalam kandang.
minum
Tempat air minum
Pemberian air minum diberikan dalam
wadah/kolam di kandang masing-masing.
Kebersihan tempat air
Pembersihan dan penggantian air minum
minum
dilakukan setiap dua hari sekali.
Pertumbuhan/bobot tubuh
Tidak ada pengukuran bobot tubuh.
Gambar 2 Pakan musang luwak
Pemberian buah pisang bagi satwa sudah baik karena pisang
mempunyai kandungan gizi yang sangat banyak, antara lain karbohidrat,
vitamin dan mineral. Poedjiadi (1994) menyatakan bahwa dalam 100 gram
buah pisang mengandung karbohidrat sebesar 25.8 gram dan banyak
kandungan mineral seperti kalsium, besi, magnesium, fosforus, kalium,
natrium, tembaga dan selenium. Buah pisang juga memiliki kandungan
vitamin A yang cukup tinggi sebesar 0.003-1.0 mg per 100 g dan vitamin C
sebesar 10 mg per 100 g (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian 2004). Karbohidrat berfungsi sebagai sumber
energi, vitamin berfungsi membantu pembentukan dan pemeliharaan sel-sel
jaringan tubuh, serta mineral berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh
(Sunarso et al. 2013). Pemberian daging ayam dan telur ditujukan sebagai
pemenuhan protein satwa. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik
9
Indonesia (1972) menyatakan bahwa dalam 100 gram daging ayam terdapat
protein cukup tinggi yaitu sebesar 18.20 gram. Protein berfungsi sebagai
bahan baku pembuatan enzim, hormon, dan zat kekebalan (Sunarso et al.
2013). Buah pisang dan papaya juga merupakan buah yang mudah didapat
dan harganya murah sehingga bagi penangkar buah ini dapat dijadikan
pilihan pakan musang luwak. Nur (2012) menyatakan bahwa pada suatu
penangkaran pakan untuk musang luwak yaitu buah pisang dan papaya
selain pemberian kopi, jumlah kopi yang diberikan yaitu sebesar 2000
gram/ekor.
Pakan musang seperti ayam dan buah-buahan selama ini di dapatkan
dari para petani dan peternak yang ada di sekitar Jawa Barat. Pakan buah
disimpan dalam lemari pendingin (chiller )dan daging disimpan dalam
freezer untuk menjaga agar kualitas pakan satwa tetap baik. Pakan buah
yang diberikan kepada satwa dalam kondisi matang. Nur (2013) menyatakan
bahwa musang luwak hanya memakan buah yang telah matang.
Air yang digunakan untuk minum satwa merupakan air tanah yang
dipompa dengan jetpump. Kualitas air untuk minum satwa memiliki pH 6
yang berarti kualitas air cukup bagus. Nilai pH air normal adalah antara 6.00
– 8.00 (Gambiro 2012). Kuantitas air yang ada di TMR juga sudah baik
karena air tetap tersedia meskipun pada musim kemarau, ini karena masih
banyaknya pohon yang ada di lingkungan TMR. Soemarno (2010)
menyatakan bahwa adanya vegetasi dan pohon sangat penting untuk
menyimpan air hujan.
Aspek Bebas dari Rasa Tidak Nyaman
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa tidak nyaman
Aspek
Deskripsi
Kondisi suhu, kelembaban Suhu rata-rata kandang pada pagi (26.20C),
dan ventilasi
siang (28.80C), dan sore (28.10C). Kelembaban
relatif kandang pada pagi (87%), siang (78%),
dan sore (78.6%). Ventilasi kandang terletak di
bagian atap kandang.
Jenis kandang
Kandang peraga, kandang peralihan, dan
kandang karantina.
Bentuk shelter dan cover
Gua buatan.
Kondisi shelter dan cover Tidak rusak dan digunakan oleh satwa.
Kondisi pohon sekitar
Tidak ada pohon yang mati.
kandang (mati/tidak)
Material kandang
Kawat, besi, semen, dan kaca.
Kebersihan kandang
Kandang dibersihkan setiap hari dengan disapu
atau disemprot air, penggunaan steam
dilakukan 1 bulan sekali untuk menghilangkan
lumut, dan pembersihan dengan menggunaan
disenfektan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
10
Ecclestone (2009) menyatakan bahwa aspek bebas dari rasa tidak
nyaman yaitu memberikan kondisi lingkungan yang sesuai dan
menyenangkan bagi satwa. Suhu dalam kandang dirasa kurang sesuai karena
menurut Small Carnivore Taxon Advisory Group (SCTAG 2010) kelompok
viveridae umumnya lebih suka pada suhu antara 20-250C. Ventilasi sebagai
tempat pertukaran udara hanya terdapat di bagian atap sehingga kurangnya
sirkulasi udara menyebabkan kandang lembab. Terbukti dari adanya lumut
dalam kandang dan matinya satu ekor musang luwak karena infeksi paruparu (pneumonia). Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab
meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur, atau parasit (Fransisca 2000).
Priyatna (2011) menyatakan bahwa kandang yang lembab dapat memicu
berkembangnya jamur, bakteri, virus dan organisme lain penyebab penyakit.
Udara yang yang lembab akan menjadi media yang baik bagi
berkembanganya bakteri-bakteri pathogen (bakteri pembawa penyakit),
selain itu jika ventilasi kurang maka ruangan akan mengalami kekurangan
O2 dan bersamaan dengan itu kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat
(Waluya 2012).
Kandang musang luwak yang terdapat di TMR terdiri dari 3 jenis
kandang yaitu kandang peraga, kandang karantina, dan kandang peralihan.
Kandang peraga berfungsi sebagai tempat memeragakan satwa, kandang
karantina berfungsi sebagai tempat bagi satwa yang sakit, dan kandang
peralihan berfungsi untuk memindahkan satwa apabila kandang peraga
sedang dibersihkan, tempat menampung kelebihan satwa, serta tempat untuk
memisahkan satwa bunting.
Gambar 3 Jenis kandang musang luwak yang ada di TMR, kandang
peraga(kiri), kandang peralihan (tengah), kandang
karantina (kanan)
Penentuan bahan material kandang penting dilakukan karena akan
berdampak pada satwa yang ada dalam kandang. Material kandang musang
luwak di TMR terdiri dari kawat, besi, kaca, dan semen. Contoh gambar
material kandang dapat dilihat pada Gambar 4.
11
Gambar 4 Material kandang musang luwak di TMR
Pintu kandang terbuat dari kawat dan besi yang dibuka dengan
menggunakan katrol. Atap kandang terbuat dari semen, kawat dan besi,
begitu pun dengan dinding pemisah kandang. Atap dan dinding kandang
tidak seluruhnya tertutup oleh semen melainkan hanya sebagian. Ini
dilakukan agar pertukaran udara dapat terjadi dalam kandang. Lantai
kandang terbuat dari semen. Penggunaan bahan semen sebagai bahan
konstruksi lantai kandang dirasa kurang tepat, sebab Indonesian Society for
Animal Walfare (2008) menyatakan bahwa lantai semen, campuran semen
pasir dalam air (cetakan bahan semacam semen) dan tanah liat tidak dapat
dipakai karena permukaan yang keras dapat menyebabkan satwa merasa
tidak nyaman atau secara fisik membahayakan satwa, menambah muatan
panas yang dialami oleh satwa dengan radiasi panas dalam cuaca panas dan
dengan cepat berubah menjadi dingin dalam waktu yang cepat. Bagian
depan kandang terbuat dari semen, kaca, kawat dan besi. Lebar bagian
depan kandang yang terbuat dari kawat, besi dan kaca adalah selebar 2
meter di bagian tengah sedangkan dibagian sampingnya terbuat dari semen.
Adanya kaca sebagai material kandang dirasa kurang tepat sebab Indonesian
Society for Animal Walfare (2008) menyatakan bahwa kaca dan pagar
pembatas transparan dapat membuat temperatur dan kelembaban sulit untuk
dikontrol karena dapat menghalangi sirkulasi udara.
Pada kandang musang luwak di TMR tersedia gua buatan yang
digunakan sebagai cover maupun shelter. Weddel (2002) menyatakan
bahwa cover merupakan tempat berlindung sedangkan shelter merupakan
tempat bernaung. Gua tersebut terbuat dari semen dan terletak di atas kolam
tempat minum satwa (Gambar 5). Penempatan cover tepat di atas kolam
kurang sesuai melihat bahwa satwa membuang kotoran dalam cover
sehingga dikhawatirkan kotoran akan jatuh ke dalam kolam tempat minum
satwa.
Gambar 5 Gua buatan yang digunakan sebagai shelter dan cover
12
Pembersihan dengan disenfektan dilakukan sebagai upaya
pengendalian dan penanggulangan penyakit.Setiap kandang peraga memiliki
parit sebagai tempat pembuangan air. Parit dengan lebar 27 cm dan
kedalaman 9 cm ini terdapat tepat di belakang bagian depan kandang. Air di
parit ini akan keluar ke parit yang ada di bagian depan kandang mamalia
kecil dan kemudian akan mengalir ke kali yang dekat dengan TMR.
Kondisi sekitar kandang ditutupi tajuk pohon yang masih cukup
rapat, sehingga satwa masih bisa merasakan suasana hutan walaupun berada
di dalam kandang. Setiap hari selain merawat satwa, perawat satwa juga
bertugas membersihkan dan merawat tanaman yang ada di sekitar kandang.
Aspek Bebas dari Rasa Sakit, Luka, dan Penyakit
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas sakit, luka, dan penyakit
Aspek
Deskripsi
Kondisi satwa
Tidak ada tanda-tanda satwa yang sakit, namun pada
rambut bagian ekor dan kaki musang luwak terdapat
bekas kutu yang membuat beberapa bagian rambut di
tubuh musang luwak rontok sehingga terlihat seperti
“bopeng”.
Frekuensi
Tidak ada pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh
pemeriksaan
dokter hewan.
kesehatan
Catatan kesehatan
Penyakit yang pernah diderita oleh satwa musang
satwa
luwak di TMR adalah diare, kutu, infeksi saluran
pernafasan (batuk, pilek) dan stress.
Fasilitas medis
Laboratorium parasit, laboratorium darah, rontgen,
USG, ruang operasi, mesin anestesi, dan gudang obat.
Jumlah tenaga
10 orang yang terdiri dari 5 dokter, 3 orang paramedis,
kesehatan
dan 2 orang administrasi.
Jenis obat
Obat yang digunakan adalah obat untuk hewan dan
obat untuk manusia.
Kondisi tempat
Terdapat gudang obat yang menyimpan berbagai jenis
penyimpanan obat obat dengan kondisi ruangan yang bersih dan berAC
untuk menjaga suhu ruangan.
Persiapan
Satwa yang sakit akan langsung ditangani oleh dokter
penanganan satwa hewan yang selalu ada setiap hari.
yang sakit
Ecclestone (2009) menyatakan bebas dari rasa sakit, luka, dan
penyakit yaitu mencegah kemungkinan satwa jatuh sakit dan luka, jika
satwa masih jatuh sakit atau menderita luka-luka maka harus menjamin
bahwa satwa itu dapat diperiksa oleh dokter hewan dan diobati. Pada
pengamatan yang dilakukan tidak ada tanda-tanda satwa yang sakit. Hanya
13
ada satu individu satwa yang stress karena baru datang, namun setelah
beberapa hari mendapatkan perawatan satwa tidak lagi stress. Tidak ada
pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh dokter hewan. Apabila ada satwa
yang sakit, maka perawat akan melaporkan ke dokter hewan, baru
setelahnya dokter hewan akan memeriksa kondisi satwa. Catatan
pengobatan yang ada di TMR berupa catatan harian bagi satwa yang sakit
dan kemudianakan direkap setiap satu bulan sekali. Catatan harian berisi
tentang penyakit yang dialami dan pengobatan yang dilakukan.
Penyakit yang pernah diderita oleh satwa musang luwak di TMR
adalah diare, infeksi saluran pernafasan (batuk, pilek), kutu dan stress.
Berikut adalah jenis, gejala, dan pengobatan yang dilakukan dalam
mengobati penyakit tersebut (Tabel 8).
Tabel 8 Jenis, gejala, dan pengobatan terhadap musang luwak yang sakit
No
Jenis penyakit
Gejala
Pengobatan
1
Diare
Kotorannya
berupa Obat anti diare, B
cairan, tidak nafsu carbon,
immodium,
makan.
anti
biotik,
anti
protozoa.
2
Infeksi
saluran Keluar cairan dari Anti
biotik,
pernafasan (pilek)
hidung, batuk.
decongestan.
3
Kutu
4
Stress
Rambut rontok, bintikbintik merah seperti
koreng.
Tidak nafsu makan,
tidak beraktivitas.
Obat anti kutu (septo
skin calier)
Ditempatkan
pada
kandang
karantina,
diberi vitamin, anti
biotik.
Cara penanggulangan penyakit yang dilakukan TMR yaitu dengan
pemberian obat cacing setiap 3 bulan sekali sebanyak 1 kapsul per ekor.
Pemeriksaan kondisi satwa dilakukan oleh perawat satwa dengan melihat
kotoran dan sisa makanan. Apabila kotoran satwa mengalami perubahan
atau satwa tidak memakan makanannya lebih dari 3 hari, maka perawat baru
akan menghubungi dokter hewan untuk melakukan tindakan. Obat-obat
yang sudah kadaluarsa akan di bakar di krematorium.
Aspek Bebas Menampilkan Perilaku Alami
Ecclestone (2009) menyatakan bebas berperilaku alami merupakan
kebebasan satwa untuk berperilaku seperti di habitat alaminya. Pengayaan
kandang yang ada di kandang musang luwak yaitu kolam sebagai tempat
minum, gua buatan sebagai cover, dan batang pohon karena di habitat
alaminya musang luwak suka hidup di atas pohon (Duckworth 1997).
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek bebas
menampilkan perilaku alami dapat dilihat pada Tabel 9.
14
Tabel 9 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas menampilkan perilaku alami
Aspek
Deskripsi
Pengayaan kandang
Kolam sebagai tempat minum, gua buatan
sebagai shelter dan cover serta batang pohon.
Ukuran kandang
Kandang peraga (luas =15,55 m2 tinggi=2,8 m),
kandang peralihan (luas=5,77m2 tinggi=2,8 m),
kandang karantina (luas=0,66m2 tinggi=0,7 m).
Perubahan perilaku satwa Tidak ada perubahan tingkah laku satwa.
(ada/tidak)
Bentuk kandang
Lampiran 2.
Pengamanan kandang
Adanya pagar pembatas antara pengunjung
dengan satwa, pintu kandang selalu tertutup dan
dibuka dengan menggunakan katrol, adanya
batas masuk antara kandang mamalia dengan
pengunjung.
Ukuran kandang musang luwak di TMR dinilai kurang untuk
kandang yang berisi dua ekor musang luwak dan cukup untuk kandang yang
berisi satu ekor musang luwak. Small Carnivore Taxon Advisory Group
(SCTAG 2010) menyatakan ukuran kandang yang baik untuk satwa
viveridae adalah sepuluh kali panjang tubuhnya, sedangkan untuk tinggi
kandang yaitu berukuran 2,4-3 m. Patou et al. (2010) menyatakan musang
luwak dewasa memiliki panjang rata-rata 90 cm. Ini berarti bahwa luas
kandang yang dibutuhkan oleh musang luwak adalah 9 m2/ekor. Ukuran
kandang musang luwak yang ada di TMR yaitu 15,55m2 dan tinggi 2,80 m2
sehingga dapat dinyatakan bahwa luas kandang musang luwak belum
sepenuhnya mencukupi untuk dua kandang yang berisi dua ekor musang
luwak.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa satwa aktif pada malam hari
sedangkan pada siang hari satwa tidur di dalam gua. Aktivitas yang
dilakukan musang luwak pada malam hari seperti makan, memanjat batang
pohon atau kawat dinding, minum, dan berjalan-jalan dalam kandang
(Gambar 6). Hal ini sesuai dengan Pai (2008) yang menyatakan bahwa
musang luwak mulai berburu pada malam hari, aktifitasnya dimulai pada
pukul enam sore sampai pukul empat pagi.
Gambar 6 Perilaku musang luwak pada malam hari
15
Pengamanan kandang yang dimaksudkan adalah pengaman yang
dilakukan pengelola agar satwa dan pengunjung merasa aman. Pengamanan
yang dilakukan yaitu pembuatan pagar batas yang memisahkan pengunjung
dengan satwa (Gambar 7). Selain itu ada pula batas masuk kandang mamalia
kecil yang pintunya selalu terkunci.
Gambar 7 Pagar pengaman
Aspek Bebas dari Rasa Takut dan Tertekan
Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk aspek
bebas dari rasa lapar dan haus disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Gambaran kondisi pengelolaan musang luwak di TMR untuk
aspek bebas dari rasa takut dan tertekan
Aspek
Deskripsi
Perlakuan bagi satwa
Musang luwak yang ada di TMR belum ada
bunting
yang bunting. Penempatan jantan dan betina
dalam satu kandang merupakan salah satu
usaha yang dilakukan agar terjadi proses
reproduksi.
Penangananan bagi satwa Satwa yang baru masuk di TMR akan diperiksa
yang baru datang
kesehatannya oleh dokter hewan. Satwa yang
dinyatakan telah sehat akan dimasukkan dalam
kandang penitipan sampai ada kandang peraga
yang kosong. Satwa yang sakit akan
dimasukkan dalam kandang karantina khusus
untuk dilakukan pengobatan sampai satwa
tersebut sehat.
Jumlah perawat satwa
Tiga orang untuk menangani seluruh satwa di
kandang mamalia kecil.
Kompetensi perawat
1 orang lulusan SR dan 2 orang lulusan SMA.
satwa
Upaya dalam mengatasi
Mengamati dan mendiskusikan.
satwa yang stress
Ecclestone (2009) menyatakan bebas dari rasa takut dan tertekan
yaitu menjamin kondisi dan perlakuan satwa dengan baik untuk
menghindari satwa dari ancaman takut, stress, dan kesusahan. Kandang
bagian mamalia kecil yang didalamnya terdapat kandang musang luwak
16
memiliki jumlah perawat satwa sebanyak 3 orang. Masing-masing perawat
satwa tidak memiliki latar belakang pendidikan pengelolaan satwa, namun
memiliki pengalaman dalam pengelolaan satwa karena telah bekerja
bertahun-tahun sebagai perawat satwa di kandang mamalia kecil. Tugas
yang dilakukan perawat satwa selain merawat satwa juga meracik pakan,
membersihkan kandang dan lingkungan sekitar kandang, serta
memperhatikan kondisi satwa.
Pada saat penelitian, terdapat satu ekor musang luwak yang baru
dimasukkan dalam kandang peraga. Satwa yang baru masuk tersebut
kemudian mengalami stress. Gejala satwa stress yaitu tidak nafsu makan,
tidak banyak bergerak, dan apabila didekati tubuhnya bergetar. Jordan
(2005) menyatakan stress pada satwa dapat terjadi saat satwa mengalami
kondisi fisik dan emosi yang terganggu. Penanganan yang dilakukan pihak
TMR adalah dengan memberikan vitamin dan anti biotik karena satwa tidak
tidak nafsu makan serta memasukkan satwa dalam kandang karantina agar
memudahkan perawatan dan menghindarkan satwa sementara dari
pengunjung.
Kondisi Kesejahteraan Musang Luwak di TamanMargasatwa Ragunan
Berdasarkan hasil pengamatan lapang dan wawancara yang
dilakukan, TMR telah mencapai beberapa tahapan dalam implementasi
kesejahteraan musang luwak yang terdapat dalam (Lampiran 1). Capaian
kesejahteraan satwa di TMR berdasarkan pengamatan dan penilaian dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
No
Komponen
Bobot Skoring Nilai terbobot
Ket
Pt Pl Pt
Pl
Pt Pl
1
Bebas dari rasa lapar 30
2.9 3.6 87
108
B B
dan haus
2
Bebas dari rasa sakit, 20
3.2 4.3 64
86
C B
penyakit, dan luka
3
Bebas dari rasa tidak 20
3.2 4.2 64
84
C B
nyaman
4
Bebas berperilaku alami 15
3.8 4.4 57
66
C C
5
Bebas dari rasa takut 15
3.3 3.7 49.5 55.5
K K
dan menderita
Rataan
64.3 79.9
C B
Ket: Pt= pengamat, Pl= pengelola, SB= sangat baik, C= cukup, K= kurang
Capaian implementasi kesejahteraan musang luwak di TMR
termasuk dalam kategori cukup sampai baik. Pemenuhan kriteria
pengelolaan satwa dapat dilihat pada masing-masing prinsip kesejahteraan
satwa (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terdapat
beberapa penambahan maupun perbaikan yang sebaiknya dilakukan dalam
17
upaya implementasi kesejahteraan satwa, yaitu pada aspek kandang, karena
aspek ini menyangkut penilaian terhadap aspek bebas dari rasa tidak
nyaman, aspek bebas menampilkan perilaku alami, dan aspek bebas dari
rasa takut dan menderita. Perbaikan kandang yang dilakukan meliputi
penambahan ventilasi, perubahan material kandang, penempatan cover dan
penambahan pengayaan kandang seperti penambahan vegetasi dalam
kandang.
Minat dan Persepsi Pengunjung
Karakteristik Pengunjung
Pengunjung TMR paling banyak berasal dari daerah sekitar Jakarta
yaitu sebanyak 89%. Dominasi ini karena akses yang baik untuk menuju
lokasi.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widyaningrum (2010) yang
menyatakan bahwa domisili calon pengunjung dan aksesibilitas menuju
lokasi wisata menjadi faktor yang menentukan keramaian maupun frekuensi
kunjungan kawasan wisata. Pengunjung TMR paling banyak adalah
perempuan (54%). Pekerjaan pengunjung paling banyak adalah wiraswasta
(33%), sedangkan pendidikan pengunjung paling banyak adalah SMA/SMK
(58%).
Minat Pengunjung
Mulyati (2004) menyatakan minat merupakan perasaan senang
dalam diri yang memberikan perhatian pada objek tertentu dan adanya
ketertarikan terhadap objek tertentu. Berikut ini minat pengunjung dari
masing-masing kelas umur (Tabel 12). Sebagian besar pengunjung dari
masing-masing kelas umur menjawab bahwa tujuan mereka datang ke TMR
adalah untuk melihat satwa. Intensitas kunjungan lebih dari 5 kali yang
menandakan bahwa pengunjung sering datang ke TMR. Alasan berkunjung
kembali adalah karena senang melihat satwa. Hal ini menunjukkan bahwa
satwa dapat menjadi objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Objek
wisata menurut Siregar (2001) merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan
dinilai sehingga menjadi suatu daya tarik bagi orang-orang yang berkunjung
ke suatu tempat atau kawasan wisata. Ketertarikan pengunjung terhadap
musang luwak diketahui dari keinginan pengunjung untuk melihat satwa ini.
Berdasarkan hasil wawancara, pengunjung secara umum tertarik untuk
melihat musang luwak. Kopi luwak yang saat ini sedang terkenal menjadi
salah satu alasan pengunjung tertarik melihat satwa ini, namun karena
musang luwak lebih aktif pada malam hari dan kondisi cover yang
berbentuk gua menyebabkan satwa tidak terlihat oleh pengunjung.
18
Tabel 12 Minat pengunjung datang ke TMR
Minat
Kelompok umur (%)
Remaja Dewasa
Dewasa Tua
muda
Tujuan
a. Melihat satwa
b. Wisata
c. Lainnya
Frekuensi kedatangan
a. Sekali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
e. >5 kali
Alasan berkunjung kembali
a. Senang melihat satwa
b. Suasana asri
c. Murah
d. Menambah pengetahuan
dan wawasan
e. Rekreasi
f. Mengajak anak mengenal satwa
g.Tempat yang enak untuk berkumpul
h. Suka jalan-jalan
i. Refreshing
Ketertarikan
terhadap
musang
luwak
a. Tertarik
b. Biasa saja
52
48
-
38
37
25
45
28
27
61
21
18
12
24
4
60
4
16
4
4
72
16
24
16
12
32
8
16
4
12
60
36
19
16
7
31
26
6
11
56
20
4
-
52
22
11
4
6
10
6
11
9
6
-
16
4
-
7
4
-
52
48
56
44
72
28
52
48
Ket: lainnya (mengajak anak mengenal satwa, murah, suasana asri, menambah pengetahuan,
tempat enak untuk berkumpul, jalan-jalan)
Persepsi Pengunjung
Effendy (1984) persepsi adalah penginderaan terhadap kesan yang
timbul dari lingkungannya. Berikut ini minat pengunjung dari masingmasing kelas umur (Tabel 13).
Tabel 13 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Persepsi
Kelompok umur (%)
Remaja
Dewasa muda Dewasa Tua
Kondisi kesejahteraan
musang luwak
a. Sejahtera
48
40
44
28
b. Kurang sejahtera
52
60
56
72
Fasilitas dan pelayanan
a. Memuaskan
72
52
68
60
b. Kurang memuaskan
28
48
32
40
19
Penilaian pengunjung terhadap kondisi kesejahteraan musang luwak
dilihat dari kondisi kandang satwa. Hal ini dikarenakan aspek ini mudah
dilihat langsung oleh pengunjung. Hasil rataan persentase dari setiap
kelompok umur pengunjung menunjukkan sebanyak 56% pengunjung
mengatakan musang luwak di TMR kurang sejahtera dan 44% pengunjung
mengatakan musang luwak di TMR sudah sejahtera. Pengunjung
mengatakan bahwa kondisi kesejahteraan musang luwak di TMR kurang
sejahtera karena melihat kandang musang luwak yang berlumut, kotor,
kurang terawat, kurangnya fasilitas dalam kandang, kurangnya vegetasi
dalam kandang, ukuran kandang kurang mencukupi dan bentuk kandang
yang kurang menarik.
Penilaian pengunjung terhadap pelayanan TMR terdiri dari
pelayanan pengelola dan fasilitas pelayanan. Hasil rataan persentase dari
setiap klasifikasi umur pengunjung menunjukkan sebanyak 61%
pengunjung mengatakan pelayanan TMR sudah memuaskan, namun ada
beberapa hal yang perlu diperbaiki atau ditambah jumlahnya seperti
penambahan tempat sampah dan papan interpretasi pada setiap kandang.
Rekomendasi Pengelolaan Musang Luwak sebagai Satwa Peraga
Hasil penilaian pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
dilihat dari pengamatan kesejahteraan satwa dan wawancara pengunjung
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil penilaian terhadap pengelolaan musang luwak di TMR
Aspek
Pengamatan
Pengunjung
Keterangan
Kesejahteraan satwa
1
Satwa
Kondisi
Kondisi
Peningkatan
kesejahteraan musang kesejahteraan
aspek
luwak mendapat nilai musang luwak kesejahteraan
cukup sampai baik.
kurang
satwa.
sejahtera.
2
Fasilitas
Terdapat gua buatan Satwa
tidak Perubahan cover.
pendukung sebagai shelter dan terlihat dalam
satwa dan cover.
kandang.
pengelolaan
nya
Terdapat
batang Kurangnya
Penambahan
pohon
sebagai vegetasi dalam pengayaan
pengayaan kandang.
kandang.
kandang.
Kurangnya ventilasi Kandang
Penambahan
udara
sehingga terlihat
kotor ventilasi kandang.
kandang
menjadi dan
tidak
lembab,
terbukti terawat.
dengan adanya lumut
dalam kandang.
No
20
Tabel 14 Lanjutan
No
Aspek
Pengamatan
Pengunjung
Kesejahteraan satwa
Hanya terdapat empat
jenis pakan yang
diberikan.
Pemberian
pakan
buah dilakukan pada
pagi hari.
Tidak
adanya
pemeriksaan kondisi
fisik dan kesehatan
yang
rutin
oleh
dokter hewan.
-
Tidak
adanya
pemberian vaksinasi.
-
Kaca
dan
lantai
semen
dapat
membuat
suhu
kandang meningkat.
Penempatan
gua
buatan di atas kolam
dapat menyebabkan
kotoran jatuh ke
dalam kolam.
Ukuran kandang yang Ukuran
diisi 2 ekor musang kandang kurang
luwak kurang sesuai. mencukupi.
3
Fasilitas
dan sarana
pendukung
wisata
Keterangan
Variasi
jenis
pakan
lebih
ditambah.
Pemberian pakan
buah sebaiknya
dilakukan
pada
sore hari.
Sebaiknya
dilakukan
pemeriksaan
kesehatan
rutin
oleh
dokter
hewan.
Sebaiknya
dilakukan
vaksinasi.
Perubahan
material kandang.
Perubahan
penempatan
cover.
Penambahan
ukuran kandang
atau penempatan
satu ekor dalam
satu kandang.
-
Kurangnya
papan
interpretasi.
Penambahan
papan
interpretasi.
-
Kandang
kurang menarik.
Kurangnya
tempat sampah.
Renovasi
atau
pengecatan.
Penambahan
tempat sampah.
-
21
Berdasarkan hasil penilaian terhadap pengelolaan satwa (Tabel 16)
terlihat beberapa aspek yang perlu diperbaiki oleh pengelola. Terdapat tiga
rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga agar dapat
lebih baik yaitu:
1. Peningkatan kesejahteraan satwa khususnya aspek kandang.
2. Peningkatan fasilitas pendukung satwa dan pengelolaannya.
3. Peningkatan fasilitas dan sarana pendukung wisata di TMR.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pengelolaan musang luwak di TMR terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu
pengelolaan perkandangan, pengelolaan pakan, dan pengelolaan
kesehatan.
2. Kesejahteraan satwa di TMR termasuk dalam kriteria cukup sampai baik.
3. Sebagian besar tujuan pengunjung datang ke TMR adalah untuk melihat
satwa. Satwa musang luwak termasuk satwa yang menarik bagi
pengunjung. Pengelolaan kesejahteraan musang luwak di TMR masih
kurang sedangkan pengelolaan fasilitas dan pelayananpengunjung sudah
memuaskan.
4. Rekomendasi pengelolaan musang luwak sebagai satwa peraga
difokuskan pada aspek kandang yang perlu diperbaiki.
Saran
1. Pemberian variasi pakan luwak dapat dilakukan dengan pemberian kopi.
2. Selain itu untuk menarik pengunjung pengelola juga bisa mengadakan
kegiatan pembuatan kopi luwak, dalam kegiatan ini pengunjung diajak
untuk mengetahui proses pembuatan kopi luwak dan merasakan cita rasa
kopi luwak. Kegiatan ini dapat dilakukan seminggu dua kali yaitu pada
hari sabtu dan minggu karena pada hari itu pengunjung sedang ramai.
DAFT