Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus)

REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN
KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK
(Felis catus)

FAJRIATI RAFELIA HAPSARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRACT
FAJRIATI RAFELIA HAPSARI. Reaction of Electroejaculation Stimulation and
Semen Characteristic of Domestic Cat (Felis catus). Under direction of R. IIS
ARIFIANTINI and Rr SOESATYORATIH.
This study aims to determined the characteristics of domestic cats (Felis
catus) semen collected by electroejaculator. Semen was collected from 21
sexually mature tomcats. Stimulation of electroejaculator were 1 V, 2 V and 3 V
with 10 repetition at each voltage with a time of stimulation 5 seconds and rest 5
seconds (on-off). During stimulation reaction of the cats were recorded.
Ejaculate semen was evaluated macroscopically and microscopically. The results

showed at any level of stimulation lead to different clinical symptoms. At 0 V
stimulation the cat was unconsciousness; at 1 V stimulation the abdominal
muscles was contracted, muscles around praeputium was twitched, legs trembled
and convulsions, cats did inspiration and gasped when the stimulation was on,
then returned to normal when stimulation stopped; at 2 V stimulation abdominal
contractions got stronger, the cats were vocalize, the hind legs and praeputium
were contraction, and the penis was erected; at 3 V stimulation the vocalize was
louder, contraction of the hind legs was getting stronger, cloning occurred and
then ejaculation; at 0 V cat was breathe more deeply and returned to normal.
Cats were erectioned at 57.14 ± 26.63 seconds and ejaculation was occured at 94
± 27.85 second. Macroscopic evaluation demonstrated that semen volume was
48.09 ± 17.71 mL, whitish in color, pH 7 ± 0.65, and the semen consistency was
aqueous. Microscopic evaluation demonstrated no visible of mass movements due
the slightly of sperm concentration. Semen motility was 68 ± 9:09% with the
individual scoring of 4:39 ± 0.61. Viable spermatozoa was 86.84 ± 6.93% with a
spermatozoa concentration was 387.4 x 106 ± 457.93 x 106/ml and sperm
normality 87 ± 4.71%
Key words : cat semen , electroejaculator, stimulation, evaluation.

RINGKASAN

FAJRIATI RAFELIA HAPSARI.

Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan

Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus).

Dibimbing oleh R. IIS

ARIFIANTINI dan Rr SOESATYORATIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik semen kucing
domestik (Felis catus) yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator. Sebanyak
21 ekor kucing jantan digunakan dalam penelitian ini. Stimulasi elektroejakulator
diberikan bertingkat mulai dari 1 V, 2 V, dan 3 V pada masing-masing voltase
diberikan 10 kali ulangan dengan waktu rangsangan dan istirahat masing-masing
5 detik. Reaksi yang terjadi saat kucing diberi stimulasi dicatat. Semen yang
diejakulasikan dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil penelitian
menunjukkan setiap tingkat stimulasi elektrik menimbulkan gejala klinis berbeda.
Pada stimulai 0 V kesadaran tidak ada; stimulasi 1 V otot abdomen berkontraksi,
otot sekitar praeputium berkedut-kedut, kaki bergetar dan kejang, kucing
melakukan inspirasi dan napas tertahan saat arus listrik menginduksi kontraksi,

kembali normal saat arus listrik dihentikan; stimulasi 2 V kontraksi abdomen
semakin kuat, terdengar bunyi erangan, kaki belakang dan praeputium kontraksi,
ereksi; stimulasi 3 V suara erangan semakin keras, kontraksi kaki belakang
semakin kuat, terjadi cloning, kemudian ejakulasi; pada 0 V kucing bernapas lebih
dalam dan kembali normal. Kucing mulai ereksi detik ke 57.14 ± 26.63 dan
ejakulasi pada detik ke 94 ± 27.85.

Secara makroskopis semen kucing

mempunyai volume rata-rata 48.09 ± 17.71 µl, berwarna putih keruh, pH 7 ± 0.65,
dan konsistensi semen encer. Pada evaluasi semen secara mikroskopis gerakan
massa tidak begitu terlihat karena konsentrasi sedikit. Motilitas semen kucing 68
± 9.09% dengan skoring individual 4.39 ± 0.61. Rasio hidup mati spermatozoa
86.84 ± 6.93%.

Konsentrasi spermatozoa 387.4 x 106 ± 457.93 x 106/ml.

Spermatozoa kucing mempunyai viabilitas 86.84 ± 6.93% dengan normalitas
spermatozoa sebesar 87 ± 4.71%.


REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN
KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK
(Felis catus)

FAJRIATI RAFELIA HAPSARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Reaksi Stimulasi
Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus) adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011
Fajriati Rafelia Hapsari
NIM B04070108

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

LEMBAR PENGESAHAN


Judul Skripsi

:

Nama
:
NIM
:
Lokasi Penelitian :

Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen
Kucing Domestik (Felis catus)
Fajriati Rafelia Hapsari
B04070108
Laboratorium URR Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor

Menyetujui
Komisi Pembimbing


Dr Dra R Iis Arifiantini MSi
Pembimbing I

drh Rr. Soesatyoratih MSi
Pembimbing II

Mengetahui

Dr. Nastiti Kusumorini.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 23 Juni 1989 dari ayah
Bahrudin SH, MM. dan ibu drh Sri Hartiyani. Penulis merupakan putri pertama
dari dua bersaudara.
Penulis bersekolah di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun 1993.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Susukan 1 selama 4

tahun, kemudian pindah ke SDN Cebongan 2 selama 1 tahun, dan terakhir SDN
Gondoriyo 1 selama 1 tahun dari tahun 1995 sampai 2000. Pada tahun 2001
penulis melanjutkan studinya pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3
Salatiga. Kemudian melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMAN 1
Tengaran. Setelah lulus pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa organisasi seperti:
Organisasi Mahasiswa Daerah dari tahun 2007 sebagai anggota, Himpunan Minat
dan Profesi Hewan Ruminansia sebagai pengurus divisi kewirausahaan periode
2008-2009 dan sebagai Bendahara 1 periode 2009-2010, serta Komunitas Seni
Teater Ilmiah (Steril) dan Gita Klinika (2008-2011). Selain itu penulis sering
terlibat di beberapa acara di FKH IPB sebagai panitia. Penulis aktif mengikuti
berbagai kegiatan kerja magang libur, antara lain di KBPS Bandung Selatan
Pengalengan (2008) dan Peternakan Sapi Perah dan Kambing Etawa di
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang (2009).

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih
sayang dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Reaksi Stimulasi

Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus)” ini
dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si selaku pembimbing skripsi pertama
2. Drh. Rr. Soesatyoratih M.Si selaku pembimbing skripsi kedua.
3. Dr. drh. Joko Pamungkas M.Sc selaku dosen pembimbing akademik.
4. Bapak, dan ndut yang selalu mendukung baik secara material maupun
spiritual.
5. Keluarga besar Laboratorium unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Bagian
Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Patologi, dan Reproduksi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
6. Rumah Sakit Hewan IPB.
7. Seluruh dosen dan staf FKH IPB.
8. Para sahabat: Niken, Sandra, Yasmin, Divo, Riri, Ayu Jegeg, Bundi, Lisa, Lia,
Otonk, Acox, Amel, dan Rina.
9. Sahabat-sahabat Gi44nuzzi, Ruminers, dan Steril crews.
10. Teman-teman angkatan lain: 41, 42, 43, 45, 46, dan 47 atas dukungan
moralnya.

11. Teman-teman Puri Sembilan Inez, Ivon, Sri, Anis, Nela, bu Yanti dan banyak
lagi.
12. Partner penelitian dan perjuangan : Angel dan Adit.
13. And last but not least : drh. Sri Hartiyani, my beloved mom, as the first and
biggest supporter for my life, whose words had inspiring me to be a great
person, and a great veterinarian.
Bogor, Agustus 2011
Penulis

x

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................

Felis catus ..................................................................................................
Anatomi Organ Reproduksi Jantan .............................................................
Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan ..................................................
Teknik Koleksi Semen Kucing ...................................................................
Vagina Buatan ........................................................................................
Elektroejakulator ....................................................................................
Membilas Vagina Setelah Kawin ...........................................................
Koleksi dari Urin Secara Cystocentesis Kucing Jantan Setelah
Ejakulasi .................................................................................................
Sediaan Anastesi .........................................................................................
Spermatogenesis ..........................................................................................
Morfologi Sel Spermatozoa ........................................................................

3
3
5
8
9
9
10
10

MATERI DAN METODE PENELITIAN .........................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................
Materi Penelitian .........................................................................................
Hewan Percobaan .....................................................................................
Bahan Penelitian.....................................................................................
Alat Penelitian ..........................................................................................
Metode Penelitian........................................................................................
Evaluasi Semen ...........................................................................................
Evaluasi Semen Secara Makroskopis.....................................................
Volume ..............................................................................................
Warna ................................................................................................
Derajat Keasaman (pH) .....................................................................
Kekentalan/Konsistensi .....................................................................
Evaluasi Semen Secara Mikroskopis .....................................................
Gerakan Massa ..................................................................................
Motilitas Spermatozoa ......................................................................
Rasio Spermatozoa Hidup ....................................................................
Konsentrasi Spermatozoa .....................................................................

16
16
16
16
16
16
17
17
17
17
18
18
18
18
18
18
18
19

11
11
12
14

xi

HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
Karakteristik Semen Kucing Hasil Elektroejakulator ................................
Volume Semen ........................................................................................
Derajat Keasaman (pH) Semen ...............................................................
Warna dan Konsistensi Semen ................................................................
Gerakan Massa ........................................................................................
Motilitas Spermatozoa ............................................................................
Rasio Spermatozoa Hidup Mati ..............................................................
Konsentrasi ..............................................................................................
Morfologi Spermatozoa Normal .............................................................

20
23
23
24
24
24
24
25
25
26

KESIMPULAN .................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29
LAMPIRAN ....................................................................................................... 32

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Bobot badan, diameter testis, waktu ereksi dan ejakulasi kucing domestik
Felis catus ....................................................................................................... 21
2.Gejala-gejala klinis akibat penggunaan elektroejakulator pada kucing
domestik jantan yang dianastesi ...................................................................... 22
3 Karakteristik semen kucing domestik (Felis catus) ........................................ 26

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kucing domestik .............................................................................................. 4
2 Skema anatomi organ reproduksi jantan .......................................................... 5
3 Testikel kucing
A. sudut pandang lateral ................................................................................. 6
B. sudut pandang medial ................................................................................ 6
4 Kelenjar prostata kucing sudut pandang dorsal ............................................... 7
5 Penis kucing ..................................................................................................... 7
6 Vagina buatan .................................................................................................. 9
7 Morfologi spermatozoa mamalia
A. Primata ....................................................................................................... 14
B. Rodensia..................................................................................................... 14
8 Morfologi spermatozoa kucing ........................................................................ 15
9 Standar penghitungan hemacytometer ............................................................. 19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan minat terhadap hewan kesayangan terutama kucing
menimbulkan adanya keinginan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas
keturunan. Hal ini menjadi salah satu alasan dilakukannya Inseminasi Buatan
(IB) pada kucing, terutama kucing ras.

Semen kucing dapat dikoleksi

menggunakan vagina buatan, elektroejakulator (EE) pada kucing jantan yang
dianastesi, pembilasan vagina setelah kawin (postcoitum recovery) dan dengan
koleksi dari urin secara cystocentesis (penghisapan pada vesica urinaria) kucing
jantan setelah ejakulasi (Johnston et al. 2001) serta dari cauda epididymis
(Tittarelli et al. 2006; Zambeli & Cunto 2006).

Penggunaan EE terutama

ditujukan untuk koleksi semen pada hewan liar seperti harimau, rusa ataupun pada
monyet. Model EE yang digunakan pada hewan bervariasi baik ukuran panjang
dan diameter tongkat perangsang (probe) maupun tingkat rangsangan yang
diberikan. Rangsangan umumnya diberikan secara bertingkat dari voltase (V)
rendah perlahan-lahan dinaikkan secara gradual dengan intensitas rangsangan dan
istirahat yang sama (Arifiantini et al. 2005).
Upaya perlindungan terhadap jenis kucing liar yang hampir punah
menjadikan IB sebagai hal yang patut diperhitungkan.

Inseminasi buatan

merupakan serangkaian kegiatan mulai dari koleksi, evaluasi, pengolahan semen
sampai dengan deposisi semen di alat reproduksi kucing betina yang sedang
estrus. Untuk mendapatkan kualitas keturunan yang baik maka kualitas semen
yang akan digunakan untuk IB juga harus baik.
Keberhasilan IB ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya kualitas
semen segar yang di preservasi. Kualitas semen segar dapat di evaluasi secara
makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis kualitas semen yang dapat di
uji adalah volume (banyaknya semen yang diejakulasikan), warna semen,
kekentalan, dan derajat keasaman.

Warna semen normal adalah putih keruh

sampai krem. Pemeriksaan kualitas semen segar secara mikroskopis adalah untuk
menghitung konsentrasi, motilitas, morfologi spermatozoa normal, persentase
spermatozoa yang hidup.

2

Mengingat pentingnya dilakukan pengujian kualitas semen segar sebelum
proses preservasi, penelitian ini dilakukan untuk menguji kualitas semen dari
ejakulat menggunakan elektroejakulator pada kucing jantan domestik.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mempelajari reaksi kucing domestik jantan terhadap stimulasi elektrik
menggunakan elektroejakulator.
(2) Menguji kualitas semen dari ejakulat menggunakan elektroejakulator pada
kucing domestik jantan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Felis catus
Kucing domestik (Felis catus) menempati sebagian besar penjuru dunia.
Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar
9000 – 10 000 tahun yang lalu. Namun, inisiasi domestikasi mungkin dimulai
ribuan tahun yang lalu di mana manusia dan nenek moyang kucing menjadi
semakin saling ketergantungan.

Proses domestikasi mungkin dimulai selama

periode ketika manusia berhenti berburu kawanan hewan liar dan mengadopsi
lebih banyak gaya hidup pertanian, terutama di Fertile Crescent. Perubahan ini
terjadi 10 000 – 11 000 tahun yang lalu dan dimungkinkan oleh domestikasi
serealia liar tertentu dan rumput-rumputan.

Hubungan manusia dan kucing

bermanfaat untuk mengontrol tikus yang merusak tanaman, yang juga telah
bergabung dengan peradaban manusia.

Menurut Wastlhuber (1991) kucing

domestik yang ada sekarang ini merupakan evolusi dari kucing liar Afrika (F.
silvestris lybica) di zaman Mesir kuno sekitar 3000 – 4000 tahun lampau.
Meskipun banyak kucing yang menjadi hewan peliharaan, kucing modern tidak
didomestikasi secara penuh dalam pengertian klasik.

Kucing modern tetap

mandiri jika diperlukan, dengan mempertahankan kemampuan berburu yang
tajam bahkan ketika makanan tersedia, dan menunjukkan spektrum perilaku mulai
dari hewan peliharaan yang tidak dapat dijinakkan hingga hewan peliharaan yang
sangat lembut.
Kucing tersebar ke hampir seluruh bagian dunia lama, mungkin sepanjang
rute perdagangan antara peradaban kuno. Meskipun menyebar dengan cepat,
kucing tetap mirip dengan nenek moyang mereka yaitu kucing liar (Felis silvestris
subspp) dalam bentuk dan fungsi. Spesies nenek moyang kucing domestik tetap
kompatibel dengan pertanian manusia. Alur gen antara kucing liar dan jinak yang
modern, dan antara kucing modern dan subspesies kucing liar, belum berdampak
negatif dalam peran kucing sebagai karnivora kecil di ekosistem yang didominasi
oleh manusia. Bahkan, dengan adanya sekelompok liar kucing modern di sekitar
pinggiran desa dan pertanian telah menguntungkan untuk pengendalian hama dan

4

penyakit zoonosis terkait (Lipinski et al. 2007). Adapun klasifikasi F. catus
menurut LaBruna (2001) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum

: Chordata

kelas

: Mammalia

ordo

: Carnivora

famili

: Felidae

genus

: Felis

spesies : Felis catus
Famili kucing (felidae) terdiri dari 76 spesies.

Menurut laporan

Convention of International Trade of Endangered Species (CITES 2011). Kucing
domestik adalah salah satu felidae yang tidak termasuk dalam spesies hewan liar
(Hermansson 2006).

Gambar 1 Kucing domestik.
Felis catus merupakan salah satu dari famili felidae yang berukuran kecil,
tetapi merupakan predator yang cerdas dan efisien.

Karakteristik fisik yang

dimiliki kucing antara lain tubuh yang fleksibel dan padat, penglihatan dan
adaptasi visual yang tajam pada malam hari, cakar (kuku) yang dapat ditarik
masuk, gigi yang tajam, dan pengurangan jumlah gigi mencerminkan adaptasi
karnivora. Jambang yang panjang, kaki depan mampu berotasi sehingga pads
mampu mencapai muka saat proses washing, kaki belakang kucing mempunyai
kekuatan yang sangat besar sehingga dapat membantu kucing pada saat akan
menerkam, dan ekor yang panjang serta fleksibel membantu menjaga
keseimbangan (Edwards 2005).

5

Anatomi organ reproduksi kucing jantan
Seperti karnivora pada umumnya, alat kelamin jantan pada kucing terbagi
dalam empat subbagian. Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus
deferens, korda spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris, subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra (Junaedi 2006;
Constantinescu 2007).

Diagram anatomi dari skrotum, testis dan epididimis,

prostata, penis dan preputium dapat dilihat pada gambar 2.
1. Sayatan oblique
abdominal bagian luar
7. Kanal inguinal
8.Ssayatan oblique
abdominal bagian dalam
9. Penampang melintang
fascia
10. Fascia sprematik
internal
11. Peritoneum luar
12. Peritoneum dalam
13.Llamina luar
14. Lamina dalam
15. Canal vagina
16. Cavum vagina
17. Testikel
18. Epididimis
19. Duktus deferens

20. Finukulus spermatikus
21. Pembuluh darah testis
22. Otot halus
23. Jaringan ikat
24. Fascia spermatikus
eksternal
25. Kulit
26. Tunika dartos
27. Kulit skrotum
30. Ligamen epididimis
31. Ligamen skrotum
32. Musculus cremaster
33. Septum interdortoic
34. Penis
35. Ligamentum testis
36. Rape skrotalis

Gambar 2 Skema anatomi organ reproduksi jantan (Constantinescu 2007).
Pada perkembangannya, testis kucing turun dan menempati skrotum dalam
waktu yang lambat. Testis berada dalam skrotum antara minggu kedua dan ketiga
setelah kelahiran. Bentuk testis membulat dan beratnya 1/750 sampai 1/1850 dari
bobot badan. Panjang axis setiap testis berorientasi miring, kranioventral. Tunika
albugineanya tebal dan mediastinum testis terletak di tengah testis. Arteri-arteri
yang berjalan dalam tunika albuginea memberikan karakteristik pada permukaan
testis (Constantinescu 2007).

6

A

B

Gambar 3 Testis kucing: A. testikel kucing sudut pandang lateral; B. testikel
kucing sudut pandang medial (Constantinescu 2007).
Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis.

Kaput

epididimis di mulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi
dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda.
melebihi kepala testis.

Kaput epididimis sedikit

Tunika albuginea epididimis lebih tipis dibandingkan

dengan albuginea testis. Panjang duktus epididimis 1.5 sampai 3 mm dan berlikuliku. Kauda epididimis melekat pada ekor testis dengan ligamentum pendek dari
testis dan untuk fascia spermatic internal secara langsung (karena fascia
spermatic internal melekat pada kauda epididimis). Ligamen skrotum bergabung
dengan fascia spermatic internal menuju dartos. Duktus deferens dimulai sebagai
plexus sepanjang perbatasan epididimis dari testis dan medial ke epididimis
dengan arah kaudokranial karena posisi testis. Setelah melewati duktus deferens,
kaput epididimis masuk ke dalam korda spermatikus dan berlanjut hingga cincin
vaginal.

Dalam rongga perut, duktus deferens membuat kurva dalam arah

dorsokaudal untuk memasuki rongga panggul dan mencapai uretra. Dalam rute
dari awal sampai akhir, mesoduktus deferens yang juga merupakan bagian dari
funikulus spermatikus, melekat ke duktus deferens. Sebelum mencapai uretra,
duktus deferens melintasi ureter di bagian ventral, kemudian melintasi bagian
dorsal dari ligamen lateral kandung kemih.

Untuk mencapai uretra, duktus

deferens menembus kelenjar prostat dan membuka sisi lateral dari colliculus
seminalis (Constantinescu 2007).
Kelenjar assesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat
dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang.

Kelenjar

prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Bagian badan
memiliki dua lobus, kiri dan kanan dengan permukaan yang tidak rata. Kelenjar
ini melekat pada dinding uretra bagian atap dan lateral. Bagian diseminasi terdiri
dari lobus-lobus kecil. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil (memiliki

7

diameter lebih dari 5 mm) dan melekat pada dinding uretra bagian dorsolateral
yaitu pada arcus ischiadicus seperti terlihat pada gambar 4 (Constantinescu 2007).
Kandung kemih

Ureter

Duktus deferens

Kelenjar
prostata

Uretra
Kelenjar
bulbourethralis

Glans
penis

Korpus
kavernosum penis

Gambar 4 Kelenjar prostata kucing sudut pandang dorsal (Constantinescu
2007).
Penis pada kucing (gambar 5) berada di ventral skrotum. Penis disusun
oleh dua buah corpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus
spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada
bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang
mengarah ke caudal dan memiliki 120 sampai 150 buah duri penis (penile spines)
tergantung kadar androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan
diameter dasarnya sebesar 0.1 sampai 0.7 mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8
buah lingkaran (Johnston et al. 2001).

Duri
penis
Glans penis

Gambar 5 Penis kucing (Constantinescu 2007).

8

Secara histologi, duri penis disusun oleh jaringan ikat inti diselimuti epitel
tanduk yang mirip dengan papilla pada lidah kucing. Peran duri pada proses
kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini berfungsi
memberikan stimulasi seksual pada betina, menghalangi penarikan penis dari
vagina (oleh karena itu lokasinya adalah di ujung penis), atau meningkatkan
stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing berukuran panjang 3
sampai 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing jantan dewasa. Kucing
tidak memiliki muskulus cremaster tetapi memiliki musculus levator scrota yang
berasal dari musculus sphincter anal externus dan masuk ke dalam septum scrotal
(Johnston et al. 2001).

Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan
Fisiologi reproduksi hewan jantan dikontrol secara endokrin oleh sekresi
Hypothalamic Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) pada tingkat paracrine
di hipotalamus.

GnRH merangsang kelenjar hipofise anterior untuk

mengekskresikan dua hormon gonadotropin, yaitu Luteinizing Hormone (LH) dan
Follicle Stimulating Hormone (FSH). Hipofise anterior bertanggung jawab untuk
berbagai hormon yang mengontrol banyak aspek dari aktivitas fisiologis. LH
merupakan perangsang utama testosteron di dalam testis.

Testosteron

disekresikan oleh sel-sel leydig yang dirangsang oleh LH di dalam testis. Jumlah
testosteron yang diekskresikan akan berbanding lurus dengan jumlah LH yang
tersedia.

Sedangkan

spermatogenesis.

FSH

merupakan

perangsang

utama

terjadinya

FSH akan berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik

yang melekat pada sel-sel sertoli dalam tubulus seminiferus.

Pengikatan ini

mengakibatkan sel-sel tumbuh dan mengekresikan berbagai unsur spermatogenik.
Secara bersamaan testosteron yang berdifusi ke dalam tubulus dari sel-sel leydig
di dalam ruang interstisial mempunyai efek tropik yang kuat terhadap
spermatogenesis. Untuk mendorong terjadinya spermatogenesis dibutuhkan FSH
maupun testosteron. Walaupun rangsangan awal testosteron yang terjadi sedikit,
selanjutnya testosteron akan mempertahankan spermatogenesis untuk waktu yang
lama (Guyton & Hall 2005).

9

Teknik Koleksi Semen Kucing
Semen kucing telah dapat dikoleksi menggunakan: 1) vagina buatan
dengan ejakulasi kucing jantan secara sadar, 2) elektroejakulator pada kucing
jantan yang teranestesi, 3) membilas vagina setelah kawin (postcoitus recovery),
dan 4) koleksi dari urine secara cystocentesis (penghisapan pada vesica urinaria)
kucing jantan setelah ejakulasi (Johnston et al. 2001).

Vagina buatan
Vagina buatan (artificial vagina) berbentuk pipet karet silinder 2 mL
dengan ujung depan berupa lubang untuk penis dan ujung belakang disambungkan
dengan tabung koleksi (test tube) sebesar 3 x 44 mm. Johnston et al. (2001)
menyebutkan tabung vagina buatan dan tabung koleksi dimasukkan ke dalam
botol polyethylene yang diisi dengan air 52 ˚C untuk membuat suhu vagina buatan
sekitar 44 ˚ sampai 46 ˚C.

Gambar 6 Vagina buatan (Zambelli & Cunto 2006).

Kucing jantan harus dilatih untuk mengejakulasikan semen ke dalam
vagina buatan.

Latihan dapat dilakukan pada pejantan berulang kali

menggunakan betina yang estrus. Lima kucing laboratorium yang dipilih secara
acak, tiga dari lima kucing tersebut sudah terlatih untuk ejakulasi ke dalam vagina
buatan setelah 2 minggu melakukan latihan dengan betina estrus (Johnston et al.
2001)

10

Elektroejakulator
Elektroejakulasi (EE) pertama dilaporkan dilakukan pada kucing yang
teranastesi dengan ketamin HCL. Ejakulat diperoleh dengan cara memberikan
180 stimulus sebesar 2-8 Volt (V) menggunakan rectal probe Teflon dan stainless
steel. Penelitian dilakukan dengan melihat penggunaan ejakulator dengan waktu
yang pendek berangkaian dan dalam waktu yang lama, serta mengenai efek
tegangan dan aplikasi perubahan tegangan terhadap kualitas semen pada kucing
jantan yang teranastesi dengan ketamin HCL yang di rangsang menggunakan
automatic stimulus delivery ejaculator (Johnston et al. 2001).
Johnston et al. (2001) menyebutkan ketika 4 rangkaian ejakulat diperoleh
pada koleksi seminal tunggal mingguan selama 22 minggu, tampak adanya efek
yang signifikan pada rangkaian ejakulat tersebut yaitu volume semen dan jumlah
spermatozoa per ejakulat. Pengulangan mingguan anastesi dan ejakalutor tidak
mengubah kualitas semen secara signifikan, walaupun terdapat kecenderungan
bahwa volume ejakulat menjadi meningkat. Pada penelitian aplikasi tegangan,
tampak adanya efek pada jumlah spermatozoa per ejakulat kucing akibat jenis
kucing dan akibat besarnya aplikasi besarnya tegangan yang digunakan.
Menurut Hermansson (2006), spermatozoa kucing hasil penampungan
dengan rangsangan EE mempunyai spesifikasi yang lebih baik.

Sperma

mempunyai integritas membran dan akrosom yang lebih baik daripada
pengambilan spermatozoa melalui epididimis dari individu yang sama.
Spermatozoa kucing juga tidak menampakkan cold shock pada saat cooling.
Osmolaritas antara hasil ejakulasi dari vagina buatan dan elektroejakulator
tidak berbeda nyata.

Osmolaritas semen yang dikoleksi sebanding dengan

semakin tinggi tegangan voltase, hal ini menunjukkan efek voltase pada
osmolaritas hasil ejakulasi.

Motilitas sperma lebih rendah dengan koleksi

menggunakan EE (Johnston et al. 2001).

Membilas Vagina Setelah Kawin
Dengan pembilasan vagina pada kucing betina postcoitus (setelah kawin),
atau koleksi spesimen sitologi vagina setelah kopulasi, mungkin akan diperoleh
spermatozoa.

Ketika pembilasan vagina dengan 1 mL larutan saline yang

11

dilakukan segera setelah kawin antara 5 kucing normal betina dan 5 kucing
normal jantan, didapatkan 40 000 sampai 10 240 000 spermatozoa (Johnston et al.
2001).
Koleksi dari Urin Secara Cystocentesis Kucing Jantan Setelah Ejakulasi
Kucing jantan dilaporkan 15 sampai 90% (rata-rata 46.80%) dari ejakulat
mengalami aliran balik (retrograde) ke dalam vesika urinaria selama ejakulasi.
Koleksi semen dengan cystocentesis (pengisapan pada vesika urinaria) dari kucing
jantan setelah ejakulasi diikuti dengan pemeriksaan sedimen urin untuk
menemukan spermatozoa adalah prosedur yang berguna pada praktek hewan kecil
untuk melihat kucing tersebut memproduksi sperma atau tidak (Johnston et al.
2001).

Sediaan Anastesi
Teknik koleksi semen menggunakan elektroejakulator membutuhkan
anastesi selama prosedur berlangsung. Anastesi berfungsi untuk menenangkan
hewan dan salah satu prosedur keamanan selama percobaan. Anastesi merupakan
metode yang dapat dipercaya, aman, dan cocok untuk teknik koleksi semen
dengan menggunakan elektroejakulator (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Salah
satu metode anestesi yang dapat digunakan untuk penanganan selama percobaan
adalah iv (intravenous anaesthesia). Metode iv mempunyai kelebihan yaitu efek
yang lebih cepat. Kombinasi ketamin HCl dan diazepam dapat dipakai secara iv.
Ketamin adalah anastetik umum dengan cara kerja yang cepat. Sediaan ini
juga bersifat analgesik dan menekan kerja kardiopulmonari.

Sinner & Graf

(2008) menyatakan metabolisme ketamin diperantarai oleh enzim mikrosomal
hati. Potensi anestetik ketamin terletak pada isomer S(+) yang tiga sampai empat
kali lebih tinggi dari isomer R(-). Ketamin dengan bagian S(+) dapat digunakan
untuk premedikasi, sedasi, induksi, dan maintenance untuk anastesi umum.
Sediaan ini termasuk dalam “dissociative anaesthesia”. Ketamin dengan isomer
S(+) adalah anestetik ideal untuk pasien yang mengalami trauma, pasien dengan
hypovolemic dan septic shock, serta pasien dengan penyakit pulmonum.
Tidak seperti anastesi iv lainnya, ketamin juga bersifat analgesik. Aksi
nociceptive ketamin membantu menjaga keseimbangan saat dikombinasikan

12

dengan sediaan lain.

Profil kardiovaskular berhubungan dengan stimulasi

simpatetik sentral dan menghambat uptake katekolamin neuronal sehingga
ketamin lebih dipilih untuk pasien yang kurang stabil secara hemodinamis.
Aktivasi simpatetik dapat menetralkan efek negatif inotropik ketamin pada
miokardium secara langsung (Bovil 2006; Sinner & Graf 2008). Hasil yang bagus
dapat dilihat pada individu sehat adalah efek inotropik positif dengan
meningkatnya tekanan darah arterial, detak jantung, dan cardiac output. Pasien
yang mengalami kegagalan pada miokardium akan berkurang kemampuan
kontraksi saat diekspose dengan ketamin, akan terjadi kemunduran tampilan
kardiak dan ketidakstabilan kardiovaskular (Bovil 2006). Efek bronkodilatori
pada ketamin membuat sediaan ini dapat digunakan untuk menginduksi dan
maintenance anastesi pada pasien dengan penyakit asma dan bronchial akut
(Sinner & Graf 2008).
Diazepam dimetabolisme dalam hati dan sisa obat yang tak dapat diubah
akan diekskresikan dalam urin. Dua jalur utama metabolisme diazepam adalah
formasi N-desmethyldiazepam dan temazepam yang dikatalisatori oleh CYP
(cytochrome P450) isoform yang berbeda. Metabolit potensial ketiga adalah 4hydroxydiazepam atau oxazepam dengan kegunaan yang lebih sedikit dibanding
N-desmethyldiazepam dan temazepam (Sinner & Graf 2008).
Diazepam menekan level subkortikal (limbik primer, talamus, dan
hipotalamus). Diazepam menghasilkan anxiolytic, sedatif, relaksan otot lurik, dan
efek antikovulsan. Mekanisme secara detail belum diketahui, tetapi mekanisme
postulat seperti serotonin antagonis, akitifitas peningkatan pelepasan gammaaminobutyric acid (GABA), mengurangi pelepasan asetilkolin di Sistem Saraf
Pusat (SSP). Reseptor spesifik diazepam pada mamalia berada di otak, ginjal,
hati, paru-paru, dan jantung. Pada hampir semua spesies, reseptor terletak lebih
sedikit pada bagian white matter (Plumb & Pharm 1999).

Spermatogenesis
Menurut Pineda dan Faulkner (2003), spermatogenesis merupakan proses
kompleks yang terdiri dari pembelahan dan diferensiasi sel untuk pembentukan
spermatozoa.

Spermatozoa dibentuk di tubulus seminiferus, dimulai dengan

13

pembelahan sel diikuti dengan metamorfosis dari sel yang mempunyai
kemampuan diferensiasi yang tinggi dan berpotensiasi motil (spermatozoon).
Fase

testikular

dari

spermatogenesis

terdiri

dari

fase

diploid

atau

spermatositogenesis dan fase haploid atau spermiogenesis (Pineda & Faulkner
2003; Manandhar & Sutovsky 2007).
Spermatositogenesis atau tahap ploriferatif adalah tahap dimana primitive
germ cell berlipat ganda dengan pembelahan secara mitosis dan diikuti dengan
pembelahan secara meiosis. Sedangkan spermiogenesis adalah tahap diferensiasi
dimana nukleus dan sitoplasma mengalami perubahan morfologi menjadi bentuk
sel sperma (Pineda & Faulkner 2003).
Spermatositogenesis

dimulai

dengan

berkumpulnya

spermatogonia

primordial pada tepi membran basal dari epitel germinativum dan diproses
menuju lumen. Spermatogonia diaktivasi dalam bentuk aktif spermatogonia tipe
A, terdapat beberapa generasi dari spermatogonia tipe A, tergantung dari
spesiesnya.

Sebagian besar spermatogonia tipe A dibagi dalam bentuk

spermatogonia intermediet (Pineda & Faulkner 2003). Spermatogonia tipe A ini
akan membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang lebih sedikit
berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B.

Spermatogonia tipe B akan

bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli. Setiap spermatogonia tipe B di
dalam lapisan sel sertoli akan mengalami modifikasi dan melakukan pembelahan
mitosis terakhir untuk menjadi spermatosit primer (Guyton & Hall 2005).
Spermatositogenesis dibentuk dari pembelahan spermatozoon secara mitosis yang
akan berubah menjadi spermatosit sekunder (Pineda & Faulkner 2003).
Proses selanjutnya adalah spermiogenesis yang merupakan serangkaian
proses yang panjang dan berurutan.

Spermiogenesis berawal di tubulus

seminiferus dan berakhir di epididimis. Proses ini dibagi menjadi beberapa tahap
yang lebih kecil yaitu karakterisasi pembentukan morfogenetik terutama
pembentukan akrosom dan nukleus serta tingkat kondensasi kromatin (Manandhar
& Stutovsky 2006). Dalam fase ini terbentuk sel sperma yang belum dewasa atau
spermatid yang berkembang di antara sel sertoli di tubulus seminiferus sampai
menjadi spermatozoa sempurna dan masuk kedalam lumen epididimis (Rosenfeld
2001).

14

Morfologi Sel Spermatozoa
Spermatozoa pada hewan mamalia merupakan sel panjang yang motil.
Sebuah sel sperma memiliki kepala dan ekor. Kepala terdiri dari sebuah nukleus
dengan kepadatan tinggi, kromatin kental yang diselimuti teka perinuklear, sebuah
akrosom dan membran plasma. Fungsi utama dari bagian kepala adalah untuk
penetrasi pada oosit, membawa genom haploid jantan, dan inisiasi perkembangan
embrionik setelah fertilisasi (Manandhar & Sutovsky 2007).
1

1. Kepala

2
Ekor:
2. Bagian penghubung
3. Bagian tengah
4. Bagian utama
5. Bagian ujung

3

4

A

5

B

Gambar 7 Morfologi spermatozoa mamalia: A. Primata; B. Rodensia
(Manandhar & Sutovsky 2007).
Ekor dapat terbagi menjadi bagian penghubung (connecting piece), bagian
tengah (mid-piece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung (end-piece).
Bagian penghubung merupakan bagian rangkaian penghubung yang pendek antar
kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan
kapitulum. Bagian tengah berfungsi sebagai membran pelindung mitokondria
yang merupakan pengatur energi untuk motilitas sperma. Bagian ini dimulai dari
distal bagian penghubung sampai annulus (struktur yang membatasi bagian
tengah dengan bagaian utama).

Bagian utama ekor merupakan daerah yang

dimulai dari annulus sampai ujung ekor. Secara keseluruhan, ekor berguna untuk

15

mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba falopii hingga bertemu
dan berpenetrasi pada oosit. (Manandhar & Sutovsky 2007).
Spermatozoa kucing memiliki panjang kira-kira 26 μm, lebih pendek
dibandingkan dengan spermatozoa anjing yang memiliki panjang sekitar 36 μm.
Persentase spermatozoa yang memiliki morfologi abnormal pada ejakulat
ditentukan dengan pemeriksaan 200 spermatozoa menggunakan phase-contrast
microscopy atau mikroskop cahaya setelah dilakukan perwarnaan dengan DiffQuik* atau perwarnaan eosin-nigrosin (Johnston et al. 2001).
Bagian
utama

Kepala

Bagian
tengah

Bagian
ujung

Gambar 8 Morfologi spermatozoa kucing.
Morfologi spermatozoa kucing diperiksa dengan mikroskop cahaya dan
mikroskop scanning elektron. Persentase rata-rata spermatozoa yang memiliki
morfologi normal di atas 70% pada kucing.

Abnormalitas morfologi dari

spermatozoa kucing berupa macrocephalus, microcephalus, kepala ganda, ekor
ganda, ekor memuntir ke depan, badan (mid-piece) bengkok, adanya droplet
sitoplasma pada distal, kepala lepas, dan ekor putus (Johnston et al. 2001).

16

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dan penelitian dilaksanakan di laboratorium Unit
Rehabilitasi Reproduksi (URR), Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Waktu pengambilan sampel bulan Juli 2010 sampai
bulan Mei 2011.

Materi Penelitian
Hewan percobaan
Semen yang digunakan berasal dari kucing domestik (Felis catus) jantan
sebanyak 21 ekor dalam kondisi sehat dan telah dewasa kelamin. Bobot badan
kucing domestik berkisar antara 3 sampai 4 kg. Kucing dipelihara dalam kandang
secara individual dan diberi pakan dry cat food (My Dear Cat®) sebanyak 50
g/hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Kucing
diadaptasikan satu minggu sebelum dikoleksi agar terbiasa dengan kandang dan
pakan.

Pemeriksaan darah untuk setiap kucing dilakukan setelah kucing

diadaptasikan, pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui kesehatan kucing
dan kelayakan untuk model pengambilan semen segar.

Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gel, NaCl
fisiologis, aqua destilata, perwarna eosin-nigrosin, formosaline, alkohol 70%,
ketamin 10 mg/kg BB, dan diazepam 0.25 mg/kg BB.

Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah elektroejakulator dengan probe yang
mempunyai tiga elektroda stainless-steel longitudinal (Fujihara Industry, Japan),
gelas piala, mikropipet, pH-special indicator paper berskala 6.40 – 8.00, tabung
Eppendorf, tabung Erlenmeyer, pipet, object glass dan cover glass, mikroskop

17

cahaya listrik (Olympus CH 20), kamar hitung Neubauer, mikropipet dan tip,
tissue, syringe 1 mL, alat hitung, dan heating table.

Metode Penelitian
Kucing yang akan dikoleksi semennya dianastesi terlebih dahulu dengan
ketamin HCl 10 mg/kg BB dan diazepam 0.25 mg/kg BB secara intravena pada
vena chepalica antibrachii dorsalis. Setelah kucing dianastesi, daerah di sekitar
praeputium dibersihkan menggunakan NaCl fisiologis. Semen kucing koleksi
menggunakan elektroejakulator (EE) dengan berbagai tingkat voltase satu minggu
sekali dengan mengadopsi teknik koleksi semen yang dilakukan oleh Howard
(1990). Probe yang digunakan untuk perangsangan adalah Teflon rectal probe
dengan 3 elektroda stainless-steel longitudinal.

Probe dimasukkan ke arah

ventral rektum ± 5 cm, feses dikosongkan agar tidak menghambat stimulasi
elektrik dari EE. Pemberian rangsangan dilakukan secara bertahap, mulai 1 V, 2
V, dan 3 V, pada masing-masing voltase diberikan 10 kali pengulangan dengan
waktu rangsangan 5 detik setiap kali pengulangan dan waktu istirahat 5 detik (onoff).
Respon yang dilihat selama perangsangan adalah kedutan daerah
praeputium, konvulsi kaki belakang, tremor, suara erangan, waktu ereksi, dan
ejakulasi.

Waktu ereksi adalah waktu mulai diberikannya stimulasi sampai

terjadinya ereksi, sedangkan ereksi adalah peningkatan turgiditas (pembesaran)
organ (Arifiantini et al. 2005).

Waktu ejakulasi adalah lama waktu mulai

diberikannya stimulasi sampai terjadinya ejakulasi, sedangkan ejakulasi adalah
gerak untuk mengosongkan epididimis, uretra dan kelenjar assesoris pada hewan
jantan (Arifiantini et al. 2005). Semen hasil ejakulasi dikoleksi dengan tabung
Eppendorf, segera setelah ejakulasi semen kucing dievaluasi secara makroskopis
dan mikroskopis.

Evaluasi semen
Evaluasi semen secara makroskopis
Volume. Volume dihitung menggunakan mikropipet (0-200 mikron).

18

Warna. Warna semen dinilai secara visual. Pada kucing semen normal berwarna
putih keruh. Warna kuning menunjukkan kontaminasi dengan urin atau eksudat
peradangan, warna hijau mungkin menunjukkan eksudat purulen, warna merah
menunjukkan adanya darah, warna coklat menunjukkan adanya darah lama yang
biasanya berasal dari kelenjar prostata, dan sampel jernih menunjukkan
azoospermia.
Kekentalan/Konsistensi. Konsistensi diamati dengan cara memiringkan tabung
Eppendorf dan dikembalikan ke tempat semula. Kriteria penilaian, encer, sedang
sampai kental.
Derajat keasaman (pH).

pH ditentukan dengan menggunakan pH special

indicator paper. pH normal kucing antara 6.6 sampai 8.8.

Evaluasi semen secara mikroskopis
Gerakan Massa.

Gerakan massa dilakukan dengan cara meletakkan 1 tetes

semen segar pada sebuah gelas objek yang dihangatkan, gerakan massa dinilai di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X.
Persentase motilitas spermatozoa. Penilaian persentase motilitas spermatozoa
dilakukan secara subjektif kuantitatif, dengan cara meletakkan satu tetes semen
pada objek gelas yang hangat, ditambah dengan NaCL fisiologis satu berbanding
satu, dihomogenkan dan ditutup dengan cover glass. Persentase motilitas dinilai
dengan membandingkan jumlah spermatozoa yang bergerak progresif dengan
spermatozoa yang tidak progresif, dibawah mikroskop dengan 400 X pada lima
lapang pandang berbeda. Penilaian diberikan dari 0 (mati semua) sampai 100%
(motil semua).
Persentase spermatozoa hidup. Satu tetes semen diletakkan pada satu buah
gelas objek, ditambah dengan 4 tetes larutan eosin-nigrosin kemudian
dihomogenkan, campuran yang telah homogen dibuat preparat ulas dan
dikeringkan dalam waktu 15 detik. Penghitungan persentase spermatozoa hidup
dilakukan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400 X. Spermatozoa
hidup, ditandai dengan kepala yang tidak menyerap warna/transparan, sedangkan
spermatozoa yang telah mati menyerap warna ungu dari eosin-nigrosin.
Spermatozoa dihitung dari 10 lapang pandang yang berbeda secara acak.

19

Spermatozoa hidup =

x 100%

Penghitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan

Konsentrasi.

menggunakan kamar hitung Neubauer. Semen diencerkan dengan perbandingan 1
µL.semen dan 99 µL larutan formosaline, larutan dihomogenkan dan dimasukan
pada kotak hitung Neubauer yang telah diberi cover glass, selanjutnya diamati di
bawah mikroskop dengan pembesaran 400 X dan di hitung spermatozoa yang
tersebar pada 4 kotak di sudut dan 1 kotak di bagian tengah kamar hitung
Neubauer.

a

b

Gambar 9 Standar penghitungan hemacytometer. a) Kotak hitung Neubauer
pembesaran 100X untuk mengetahui lingkaran sentral tempat
penghitungan, b) Gambar terdiri dari 16 kotak dengan penentuan
batas atas dan kanan setiap kotak masuk dalam penghitungan .
Rumus menghitung jumlah sel sperma per mL setiap ejakulasi
Jumlah spermatozoa/mL = N x 5 x DF x 10 000
Keterangan :
Kotak hitung 1 + kotak hitung 2 = N / 2
N
DF

5
10 000

= adalah jumlah rata-rata sel yang dihitung setiap kotak hitung
= adalah faktor pengenceran. Faktor pengenceran yang digunakan
pada penghitungan konsentrasi sperma kucing adalah 100 dari
pengernceran 1 µL semen dan 99 µL larutan formosaline.
= adalah faktor koreksi yang dibutuhkan karena hanya 5 dari 25
kotak dalam chamber yang dihitung (25/5).
= adalah faktor koreksi yang dibutuhkan karena volume setiap
penghitungan di bawah cover slip adalah 0.0001 mL per chamber.

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas semen kucing domestik dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya genetik, teknik pengambilan semen dan teknik evaluasi semen.
Produksi semen pada satu individu jantan dipengaruhi oleh aktifitas reproduksi,
yang terjadi secara optimal setelah dewasa kelamin.

Kucing domestik yang

digunakan dalam penelitian ini tidak diketahui umurnya, sehingga menggunakan
parameter berat badan. Kucing yang dipakai pada penelitian ini memiliki bobot
badan rata-rata 3.73 ± 0.33 kg, bobot 3 sampai 4 kg diasumsikan sudah memiliki
umur yang cukup (dewasa) untuk dilakukan pengoleksian semen. Ukuran testis
berkisar antara 1.19 ± 0.31 cm untuk testis kanan dan 1.12 ± 0.09 cm untuk testis
kiri (Tabel 1).
Waktu ereksi pada kucing dicapai dalam waktu 57.14 ± 26.63 detik.
Waktu ereksi tercepat terjadi pada detik ke 5 dengan pemberian stimulasi 1 V
pertama dan terlama pada pemberian stimulasi 3 V kedua detik ke 110. Variasi
waktu terjadinya ereksi pada kucing dapat terjadi karena faktor sensitifitas syaraf
kucing terhadap rangsangan EE. Menurut Arifiantini et al. (2005) semakin tinggi
tegangan yang diberikan, maka stimulasi terhadap syaraf parasimpatis dari
medulla spinalis sacrum ke bagian genitalia eksternal semakin tinggi untuk
merangsang terjadinya ereksi. Ereksi distimulasi oleh refleks yang timbul dari
suatu input (sensor taktil non-genital, bau yang khas, penglihatan dan
pendengaran) serta refleks spinal berupa stimulasi genital yang ditimbulkan
menuju kortek serebral (Martin 1978).
Ejakulasi pada kucing rata-rata terjadi pada detik ke 94.00 ± 27.85,
ejakulasi tercepat terjadi pada stimulasi 2 V pertama pada detik ke 55 sedangkan
waktu ejakulasi terlama terjadi pada detik ke 130 dengan stimulasi 3 V pada
rangsangan ke 6 (Tabel 1). Hasil yang bervariasi ini dipengaruhi oleh kondisi
individu kucing, kecepatan refleks spinal untuk merangsang terjadinya ejakulasi,
ketepatan dari letak probe.

21

Tabel 1 Bobot badan, diameter testis, waktu ereksi dan ejakulasi pada kucing
domestik (Felis catus)
Variabel
Bobot badan (kg)
Diameter testis (cm):
- kanan
- kiri