Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus)

(1)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

Wywy Goulda March. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Ganggua n pada Uterus Kucing (Feliscatus). Dibimbing oleh Deni Noviana dan Chusnul Choliq.

Studi kasus yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gangguan uterus yang terjadi pada kucing melalui penggunaan ultrasonografi (USG) sebagai penegak diagnosa. Diagnosa USG ditampilkan dengan menggunakan transducer 3,5-5 Mega Hertz tipe sector scanner dengan posisi dorsal atau lateral recumbency. Hasil USG mengkonfirmasi adanya berbagai jenis perubahan bentuk dan struktur, berdasarkan derajat echogenisitas massa yakni anechoic (hitam) sampai hyperechoic (putih).

Enam ekor kucing direferensikan pada Ruma h Sakit Hewan IPB untuk dilakukan pemeriksaan dan diagnosa sesuai dengan penyakit yang ditemukan. Secara USG, kucing pertama memperlihatkan adanya sejumlah kecil cairan intraluminal dan peningkatan ketebalan dinding uterus. Hasil sonogram pada kucing kedua diarahkan pada kasus macerasi, karena menunjukkan ketidakhadiran denyut jantung fetus, bentuk tulang belakang yang tidak beraturan berupa massa panjang berwarna putih bersifat hyperechoic dan sedikit cairan disekitarnya. Selain itu, kucing ketiga dan keempat memberikan indikasi adanya mumifikasi fetus melalui USG. Gambaran sonografi menjelaskan struktur fetus yang tidak jelas. Pada kondisi ini, cairan fetus dan jaringan lunak diserap kembali, selaput fetus melekat pada tulang memberikan bentuk berupa massa putih yang bersifat hyperechoic. Pyometra merupakan penyakit yang dikarakteristikkan oleh perluasan lumen uterus akibat akumulasi nanah (pus). Ultrasonografi abdominal membuktikan adanya perluasan dari uterus yang berbentuk saluran berisi cairan dengan struktur anechoic baik secara sagital maupun transversal pada kucing kelima dan keenam.

Studi penggunaan USG sebagai alat diagnostik dalam kasus reproduksi pada kucing, menunjukkan hasil yang akurat dan efektif sebagai penunjang diagnosa.


(3)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus).

Nama : Wywy Goulda March NRP : B04103077

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drh. Deni Noviana, Ph.D Drh. Chusnul Choliq, MS, MM NIP. 132 133 991 NIP. 131 690 351

Mengetahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1985 sebagai anak kedua dari pasanga n bernama Jannes Silaban dan K. M. Manalu.

Pada tahun 1991 penulis memeasuki Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Jakarta Timur. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 147 Jakarta Timur. Tahun 2000 melanjutkan pada Sekolah Menegah Umum (SMU) 39Jakarta TImur. Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan dan kepengurusan organisasi UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), UKM Panahan IPB, Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik, Veterinary English Club (VEC) periode 2003-2006. Penulis juga aktif sebagai panitia pada kegiatan dalam dan luar kampus serta menjadi atlet panahan perwakilan IPB pada Kejurnas Panahan Indoor tahun 2006-2007. Penulis juga pernah menjadi Asisten Kimia Dasar I FMIPA pada tahun 2004-2005, Asisten Ilmu Bedah Umum Veteriner (IBUV) tahun 2006-2007.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul: “Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus)” dengan bimbingan dari drh. Deni Noviana Ph.D dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor. Penulis sadar dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan karya tulis ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :

1. Drh. Deni Noviana, Ph.D dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, nasehat dan pengarahannya. 2. Dr. drh. Sabdi Hasan Aliambar, MS selaku dosen penguji atas saran ,

kritik dan penilaiannya.

3. Dr. drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa.

4. Kedua orang tua: Bapak Jannes Silaban dan Ibu K. M. Manalu, Bang hasil, reyaland dan Melin serta seluruh keluarga di rumah atas doa dan dukungan yang selalu diberikan.

5. Keluarga besar UKM PMK untuk kebersamaan dan doanya.

6. Keluarga UKM Panahan atas dorongan semangat dan bantuan peralatan selama ini serta suka-duka di panahan.

7. Staf-staf klinik yang telah banyak membantu terselesaikannya penelitian ini.

8. Mba lia, linca, ias, ria, teti, ahmad nur, a. nur hakim, dewilis dan yasmin untuk dorongan semangatnya sehingga penulis berusaha menyelesaikan sidang dengan sebaik-baiknya.

9. Teman-teman Gymnolaemata’40 yang terus berjuang untuk wisudanya.

Akhir kata penulis ucapkan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2007 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

HALAMAN JUDUL... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Klasifikasi Kucing (Felis catus) ... 2

Karakteristik Kucing ... 2

Anatomi Siste m Reproduksi Betina ... 4

Ovarium ... 5

Tuba Fallopi ... 5

Uterus ... 6

Cervix ... 6

Vagina ... 7

Alat Kelamin Luar ... 7

Ultrasonografi ... 8

Pengertian Dasar Ultrasonografi ... 8

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ... 9

Interpretasi gambar ... 10

Karakteristik Gelombang Suara ... 10

Penerapan Ultrasonografi Medis... 11

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ... 12

Teknik Pengambilan Gambar... 13

Posisi hewan dalam pengambilan gambar ... 13

Daerah Orientasi ... 13

Arah probe... 14

Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina ... 15

Endometritis ... 15

Macerasi ... 16

Mumifikasi ... 17

Pyometra ... 19

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22


(8)

Metode Penelitian ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

Kasus Endometritis ... 25

Kasus Macerasi ... 29

Kasus Mumifikasi ... 31

Kasus Pyometra... 36

KESIMPULAN DAN SARAN... 40


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Hal

1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral ... 4

2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram ... 11

3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal yang tidak memperlihatkan adanya uterus... 13

4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ... 14

5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat di RSH IPB ... 23

6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB... 23

7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB ... 23

8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix ... 25

9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan probe arah transversal ... 26

10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan probe arah sagital ... 27

11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi ... 28

12 Sonogram dari kasus macerasi ... 30

13 Sonogram kasus mumifikasi pertama ... 31

14 Sonogram kasus mumifikasi kedua... 34

15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital ... 36

16 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe transversal ... 38


(10)

i DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Klasifikasi Kucing (Felis catus) ... 2

Karakteristik Kucing ... 2

Anatomi Sistem Reproduksi Betina ... 4

Ovarium ... 5

Tuba Fallopi ... 5

Uterus ... 6

Cervix ... 6

Vagina ... 7

Alat Kelamin Luar ... 7

Ultrasonografi ... 8

Pengertian Dasar Ultrasonografi ... 8

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ... 9

Interpretasi gambar ... 10

Karakteristik Gelombang Suara ... 10

Penerapan Ultrasonografi Medis... 11

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ... 12

Teknik Pengambilan Gambar... 13

Posisi hewan dalam pengambilan gambar ... 13

Daerah Orientasi ... 13

Arah probe... 14

Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina ... 15

Endometritis ... 15

Macerasi ... 16

Mumifikasi ... 17

Pyometra ... 19

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22


(11)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

Wywy Goulda March. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Ganggua n pada Uterus Kucing (Feliscatus). Dibimbing oleh Deni Noviana dan Chusnul Choliq.

Studi kasus yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gangguan uterus yang terjadi pada kucing melalui penggunaan ultrasonografi (USG) sebagai penegak diagnosa. Diagnosa USG ditampilkan dengan menggunakan transducer 3,5-5 Mega Hertz tipe sector scanner dengan posisi dorsal atau lateral recumbency. Hasil USG mengkonfirmasi adanya berbagai jenis perubahan bentuk dan struktur, berdasarkan derajat echogenisitas massa yakni anechoic (hitam) sampai hyperechoic (putih).

Enam ekor kucing direferensikan pada Ruma h Sakit Hewan IPB untuk dilakukan pemeriksaan dan diagnosa sesuai dengan penyakit yang ditemukan. Secara USG, kucing pertama memperlihatkan adanya sejumlah kecil cairan intraluminal dan peningkatan ketebalan dinding uterus. Hasil sonogram pada kucing kedua diarahkan pada kasus macerasi, karena menunjukkan ketidakhadiran denyut jantung fetus, bentuk tulang belakang yang tidak beraturan berupa massa panjang berwarna putih bersifat hyperechoic dan sedikit cairan disekitarnya. Selain itu, kucing ketiga dan keempat memberikan indikasi adanya mumifikasi fetus melalui USG. Gambaran sonografi menjelaskan struktur fetus yang tidak jelas. Pada kondisi ini, cairan fetus dan jaringan lunak diserap kembali, selaput fetus melekat pada tulang memberikan bentuk berupa massa putih yang bersifat hyperechoic. Pyometra merupakan penyakit yang dikarakteristikkan oleh perluasan lumen uterus akibat akumulasi nanah (pus). Ultrasonografi abdominal membuktikan adanya perluasan dari uterus yang berbentuk saluran berisi cairan dengan struktur anechoic baik secara sagital maupun transversal pada kucing kelima dan keenam.

Studi penggunaan USG sebagai alat diagnostik dalam kasus reproduksi pada kucing, menunjukkan hasil yang akurat dan efektif sebagai penunjang diagnosa.


(13)

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus).

Nama : Wywy Goulda March NRP : B04103077

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drh. Deni Noviana, Ph.D Drh. Chusnul Choliq, MS, MM NIP. 132 133 991 NIP. 131 690 351

Mengetahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090


(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1985 sebagai anak kedua dari pasanga n bernama Jannes Silaban dan K. M. Manalu.

Pada tahun 1991 penulis memeasuki Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Jakarta Timur. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 147 Jakarta Timur. Tahun 2000 melanjutkan pada Sekolah Menegah Umum (SMU) 39Jakarta TImur. Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan dan kepengurusan organisasi UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), UKM Panahan IPB, Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik, Veterinary English Club (VEC) periode 2003-2006. Penulis juga aktif sebagai panitia pada kegiatan dalam dan luar kampus serta menjadi atlet panahan perwakilan IPB pada Kejurnas Panahan Indoor tahun 2006-2007. Penulis juga pernah menjadi Asisten Kimia Dasar I FMIPA pada tahun 2004-2005, Asisten Ilmu Bedah Umum Veteriner (IBUV) tahun 2006-2007.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul: “Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus)” dengan bimbingan dari drh. Deni Noviana Ph.D dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM.


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor. Penulis sadar dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan karya tulis ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :

1. Drh. Deni Noviana, Ph.D dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, nasehat dan pengarahannya. 2. Dr. drh. Sabdi Hasan Aliambar, MS selaku dosen penguji atas saran ,

kritik dan penilaiannya.

3. Dr. drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa.

4. Kedua orang tua: Bapak Jannes Silaban dan Ibu K. M. Manalu, Bang hasil, reyaland dan Melin serta seluruh keluarga di rumah atas doa dan dukungan yang selalu diberikan.

5. Keluarga besar UKM PMK untuk kebersamaan dan doanya.

6. Keluarga UKM Panahan atas dorongan semangat dan bantuan peralatan selama ini serta suka-duka di panahan.

7. Staf-staf klinik yang telah banyak membantu terselesaikannya penelitian ini.

8. Mba lia, linca, ias, ria, teti, ahmad nur, a. nur hakim, dewilis dan yasmin untuk dorongan semangatnya sehingga penulis berusaha menyelesaikan sidang dengan sebaik-baiknya.

9. Teman-teman Gymnolaemata’40 yang terus berjuang untuk wisudanya.

Akhir kata penulis ucapkan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2007 Penulis


(17)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

HALAMAN JUDUL... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Klasifikasi Kucing (Felis catus) ... 2

Karakteristik Kucing ... 2

Anatomi Siste m Reproduksi Betina ... 4

Ovarium ... 5

Tuba Fallopi ... 5

Uterus ... 6

Cervix ... 6

Vagina ... 7

Alat Kelamin Luar ... 7

Ultrasonografi ... 8

Pengertian Dasar Ultrasonografi ... 8

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ... 9

Interpretasi gambar ... 10

Karakteristik Gelombang Suara ... 10

Penerapan Ultrasonografi Medis... 11

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ... 12

Teknik Pengambilan Gambar... 13

Posisi hewan dalam pengambilan gambar ... 13

Daerah Orientasi ... 13

Arah probe... 14

Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina ... 15

Endometritis ... 15

Macerasi ... 16

Mumifikasi ... 17

Pyometra ... 19

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22


(18)

Metode Penelitian ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

Kasus Endometritis ... 25

Kasus Macerasi ... 29

Kasus Mumifikasi ... 31

Kasus Pyometra... 36

KESIMPULAN DAN SARAN... 40


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Hal

1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral ... 4

2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram ... 11

3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal yang tidak memperlihatkan adanya uterus... 13

4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ... 14

5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat di RSH IPB ... 23

6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB... 23

7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB ... 23

8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix ... 25

9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan probe arah transversal ... 26

10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan probe arah sagital ... 27

11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi ... 28

12 Sonogram dari kasus macerasi ... 30

13 Sonogram kasus mumifikasi pertama ... 31

14 Sonogram kasus mumifikasi kedua... 34

15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital ... 36

16 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe transversal ... 38


(20)

i DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Klasifikasi Kucing (Felis catus) ... 2

Karakteristik Kucing ... 2

Anatomi Sistem Reproduksi Betina ... 4

Ovarium ... 5

Tuba Fallopi ... 5

Uterus ... 6

Cervix ... 6

Vagina ... 7

Alat Kelamin Luar ... 7

Ultrasonografi ... 8

Pengertian Dasar Ultrasonografi ... 8

Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ... 9

Interpretasi gambar ... 10

Karakteristik Gelombang Suara ... 10

Penerapan Ultrasonografi Medis... 11

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ... 12

Teknik Pengambilan Gambar... 13

Posisi hewan dalam pengambilan gambar ... 13

Daerah Orientasi ... 13

Arah probe... 14

Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina ... 15

Endometritis ... 15

Macerasi ... 16

Mumifikasi ... 17

Pyometra ... 19

BAHAN DAN METODE ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22


(21)

ii

Metode Penelitian ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

Kasus Endometritis ... 25

Kasus Macerasi ... 29

Kasus Mumifikasi ... 31

Kasus Pyometra... 36

KESIMPULAN DAN SARAN... 40


(22)

iii DAFTAR GAMBAR

No. Nama Hal 1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral ... 4 2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram ... 11 3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal

yang tidak memperlihatkan adanya uterus ... 13 4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ... 14 5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat

di RSH IPB ... 23 6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB... 23 7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB ... 23 8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix ... 25 9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan

probe arah transversal ... 26 10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan

probe arah sagital ... 27 11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi ... 28 12 Sonogram dari kasus macerasi ... 30 13 Sonogram kasus mumifikasi pertama ... 31 14 Sonogram kasus mumifikasi kedua... 34 15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital ... 36 16 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe transversal ... 38 17 Operasi ovariohisterektomi ... 39


(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selaras dengan berkembangnya minat masyarakat untuk memelihara hewan sebagai hewan kesayangan khususnya kucing, maka semakin tinggi pula kesadaran masyarakat yang peduli akan kesehatan hewannya. Hal ini membutuhkan alat yang dapat membantu dokter hewan dalam menunjang diagnosa penyakit-penyakit hewan secara cepat dan akurat. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah ultrasonografi (USG). Ultrasonografi merupakan salah satu alat yang sering digunakan dalam kedokteran manusia, tetapi dengan adanya modifikasi alat, USG telah banyak digunakan oleh dokter hewan untuk mendiagnosa penyakit hewan. Kebanyakan alat-alat untuk mendiagnosa penyakit, memiliki efek tertentu yang membahayakan terhadap pasien. Namun demikian, USG justru memiliki keuntungan dalam penggunaannya, selain tidak membahayakan dokter, juga tidak membahayakan pasien.

Kucing menjadi salah satu hewan yang paling banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Semakin tinggi rasa percaya pemilik kepada dokter hewan yang menangani, maka semakin tinggi pula keinginan para dokter hewan untuk membantu penanganan kesehatan kucing tersebut. Melalui keberadaan alat USG, akan sangat membantu dokter hewan dalam mendiagnosa berbagai macam penyakit pada kucing. Oleh sebab itu, perlu dipelajari dengan cermat teknik atau tata cara penggunaan maupun interpretasi USG sehingga USG memiliki peranan penting dalam penegakkan diagnosa dunia medis hewan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari cara mendiagnosa uterus kucing melalui pemeriksaan USG, sehingga memperoleh pengetahuan dalam te knik penggunaan dan interpretasi hasil sonogram dari USG tersebut.


(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing ( Felis catus)

Kucing atau Felis catus adalah sejenis karnivora kecil yang berasal dari keluarga felidae, yang telah dijinakka n selama ribuan tahun (Wikipedi 2006). Menurut Grzimek (1975) Semua jenis felis disebut juga “kucing”, walaupun seperti jaguar, cheetah, kucing siam, dan singa. Kucing terbagi menjadi dua group yaitu kucing kecil (Felini) dan kucing besar (Pantherini).

Taksonomi kucing menurut Linnaeus (1758) yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Superphylum : Deuterostomia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata Infraphylum : Gnathostomata Superclass : Tetrapoda

Class : Mamalia

Ordo : Karnivora Subordo : Feliformia Family : Felidae

Subfamily : Felinae

Genus : Felis

Species : Felis catus Karakteristik Kucing

Kucing yang garis keturunannya dicatat secara resmi disebut sebagai kucing ras atau galur murni (pure breed), seperti persia, siam, ma nx, sphinx. Jumlah kucing ras hanyalah 1% dari seluruh kucing di dunia. Sisanya adalah kucing dengan keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing kampung. Kucing biasanya memiliki berat badan antara 2,5 hingga 7 kilogram dan jarang melebihi 10 kg (Wikipedi 2006).

Perbedaan utama antara kucing jantan dan betina terletak pada penampilan fisiknya. Kucing jantan biasanya memiliki tubuh lebih besar dan berat, serta kepala yang lebih lebar dari pada kucing beti na (verhoef 2003). Banyak orang mengira bahwa kucing tidak berkeringat, tetapi sebenarnya kucing memiliki


(25)

3 kelenjar keringat yang kecil dan berlokasi pada bibir, dagu, bagian antara kuku dan sole serta daerah anus. Selain itu, kucing juga memiliki kelenjar sebaceous yang biasanya kecil. Kucing jantan dan betina memiliki kelenjar yang besar di daerah anus, yakni kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat. Kelenjar ekor dan kelenjar anal umumnya digunakan sebagai penanda teritorial untuk menemukan pasangan (Grzi mek 1975).

Kucing merupakan karnivora sejati yang memiliki gigi taring besar, melengkung dan berbentuk pisau belati; gigi geraham yang kecil dan agak runcing serta cakar yang tajam pada semua jari (Redaksi Ensiklopedia Indonesia 2003). Pada famili Canidae atau anjing terdapat ciri yang hampir sama, namun ciri tersebut lebih berkembang pada kucing. Dalam penangkaran, kucing tidak dapat diadaptasikan dengan diet vegetarian karena kucing tidak dapat mensintesis semua asam-asam amino yang dibutuhkan hanya denga n memakan tumbuhan (Wikipedi Ensiklopedia 2006).

Pada siang hari, mata kucing terlindung oleh suatu diafragma iris (selaput pelangi) yang membantu untuk meniadakan cahaya siang hari dengan menjadikan pupil lebih kecil, sampai hanya merupakan celah vertikal saja. Selain itu, mata kucing memiliki lapisan sel di belakang retina yang disebut tapetum lucidum, yang menyebabkan mata menyala atau bercahaya pada malam hari (Redaksi Ensiklopedi Indonesia 2003). Kucing sering menunjukkan perilaku memilih makanan. Hal ini dikarenakan, kucing memiliki organ pembau khusus di langit-langit mulutnya yang disebut sebagai organ vomeronasal atau organ Jacobson. Ketika organ ini terstimulasi oleh suatu jenis makanan tertentu, kucing akan menolak makanan selain makanan tersebut (Wikipedi Ensiklopedia 2006). Kucing memiliki badan yang kokoh dan wajah yang membulat dengan moncong lebar disertai misai (vibrissae). Misai ini dipergunakan untuk meraba-raba jalan dalam kegelapan (Redaksi Ensiklopedia Indonesia 2003).


(26)

4 Anatomi Sistem ReproduksiBetina

Pada dasarnya, fungsi sistem reproduksi hewan betina adalah memproduksi oocyte dan menyediakan lingkungan untuk pertumbuhan serta nutrisi bagi fetus yang berkembang setelah terjadinya fertilisasi dari oocyte (sel telur) yang matang dan spermatozoa (Reece 2006). Organ reproduksi utama betina terdiri dari ovarium, tuba fallopi dan uterus yang berada dalam rongga abdominal, dimana masing-masing difiksir oleh ligamentum (Colville & Bassert 2002). Saluran reproduksi posterior terdiri dari vagina, vestibulum, dan vulva sebagai organ kopulatoris dan jalan kelahiran (Kahn et al. 2005).

Gambar 1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral.

1.M. psoas; 2. aorta; 3. vena cava caudal; 4,4’. ginjal kiri dan ureter; 5. ovarium; 5’. Pembuluh darah ovarium; 6. mesovarium; 7. cornua Uterus; 8. corpus uterus; 9. rectum; 10. vesika urinaria


(27)

5 a. Ovarium

Kedua ovarium berada masing-masing disebelah kaudal dari ginjal kiri dan kanan, yang memiliki dua fungsi yakni sebagai organ eksokrin yang menghasilkan oocyte dan organ endokrin yang mensekresikan hormon-hormon kelamin betina seperti estrogen dan progesteron (Reece 2006). Tiap ovarium digantung oleh ligamentum lata yang disebut mesovarium, dimana terdiri dari medula serta korteks. Lapisan paling luar korteks ovarium disebut surface epithelium, tersusun dari selapis sel kuboid yang sering disebut juga germinal epithelium. Germinal epithelium merupakan sel kecambah yang akan membentuk oogonia. Korteks atau zona parenkimatosa dibungkus oleh tunica albuginea yang secara langsung berada dibawah peritoneum dan berfungsi sebagai tempat perkembangan dan regresi berbagai tahapan folikel (Dyce et al. 2002).

Bagian dalam ovarium disebut medula ovari, yang terdiri dari pembuluh darah, nervus dan jaringan ikat, sedangkan korteks mengandung sel-sel dan beberapa lapisan jaringan yang bergabung untuk memproduksi ovum dan hormon (Bearden et al. 2004). Pada kucing, ovarium berbentuk oval dan memiliki panjang sekitar 8-9 mm. Berbeda dengan anjing, kucing tidak memiliki jaringan adiposa pada mesosalphinx dan hanya melapisi permukaan lateral dari ovarium (McEnte 1990).

b. Tuba Fallopi

Tuba fallopi atau oviduct merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil, berliku-liku dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi dengan alat penggantung berupa ligamentum yang disebut mesosalphinx (Dyce et al. 2002). Tuba fallopi terbagi menjadi tiga segmen yakni infundibulum, ampula, dan isthmus. Infundibulum terletak dekat ovarium, yang membentuk suatu struktur berupa corong yang disebut fimbrae. Fimbrae tidak bertaut atau menempel pada ovarium dan berfungsi untuk menangkap ovum hasil dari ovulasi (Bearden et al. 2004, Colville & Bassert 2002).

Bagian proksimal setelah infundibulum ialah ampula, tempat terjadinya fertilisasi antara ovum dan sperma. Saluran berikutnya disebut isthmus, yang merupakan saluran lebih sempit dari sebelumnya dan isthmus bergabung dengan apeks cornua uteri yang disebut utero-tubal junction (Dallas 2006, Dyce et al.


(28)

6 2002). Pada kucing, tuba fallopi memiliki panjang sekitar 5-6 cm dan memiliki mesosalphinx yang tidak mengandung jaringan adiposa serta hanya menutupi sebagian bursa ovarium (McEnte 1990).

c. Uterus

Menurut Dyce et al (2002) uterus adalah suatu struktur saluran yang terdiri dari lapisan serosa, yang disebut perimetrium; lapisan muskuler yang disebut myometrium; dan lapisan mukosa yang disebut endometrium. Uterus terdiri dari cornua, corpus, dan cervix. Cochran (2004) menyatakan bahwa kucing memiliki tipe uterus bicornua, yakni memiliki dua cornua uteri sama besar. Kedua cornua uterus sangat panjang dan endometrium uterus cukup tebal sebagai tempat untuk menempel embrio selama tahap kebuntingan (Dyce et al. 2002).

Endometrium adalah suatu struktur glanduler yang terdiri dari lapisan epithel yang membatasi rongga uterus, lapisan glanduler dan jaringan ikat. Tebal dan vaskularisasi endometrium bervariasi sesuai dengan perubahan-perubahan hormonal ovarium dan kebuntingan. Lapisan serosa melapisi uterus yang dilanjutkan dengan ligamentum, disebut mesometrium. Selama kebuntingan uterus sangat membesar dan tertarik ke depan serta ke bawah dalam cavum abdominalis (Reece 2006).

Myometrium adalah bagian muskuler dinding uterus yang terdiri dari dua lapis otot licin dan selapis otot sirkuler tebal ditengahnya. Pada hewan betina, cervix biasanya hilang tertutup diantara rektum dan kantung kemih. Sedangkan corpus dan cornua uteri hilang diantara massa intestine daerah abdomen (Dyce et al. 2002). Ovum yang telah mengalami fertilisasi melakukan implantasi pada uterus dan berkembang. Selain itu, uterus juga membantu mendorong kelahiran melewati jalan kelahiran keluar tubuh (Colville & Bassert 2002).

d. Cervix

Cervix atau leher uterus merupakan suatu otot sphincter yang sangat kuat dan teetutup kecuali saat estrus dan melahirkan (Cochran 2004). Cervix juga merupakan organ perlindungan terhadap masuknya organisme kedalam uterus. Lumen cervix terbentuk dari lapisan columnar tunggal dan sel-sel yang dapat menghasilkan mukus, yang berguna saat siklus estrus. Sedangkan dinding cervix lebih keras, lebih tebal dan lebih kaku dari pada dinding-dinding uterus atau


(29)

7 vagina. Dinding cervix terdiri dari mukosa, muskularis dan lapisan serosa (McEnte 1990).

Cervix membuka saat estrus, untuk membiarkan spermatozoa masuk dan melakukan breeding. Cervix kemudian menutup kembali selama kebuntingan dan baru akan membuka saat proses melahirkan. Kontraksi uterus tahap pertama melawan cervix untuk mendorong proses kelahiran (Colville & Bassert 2002). Aktivitas sekretoris cervix bervariasi dalam siklus ovarium yaitu pada waktu ovulasi, mucus cervix dalam keadaan yang paling encer dan cukup banyak dihasilkan (McEnte 1990).

e. Vagina

Vagina adalah saluran kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang terletak kranial terhadap cervix dan kaudal terhadap vulva dalam rongga pelvis, berfungsi sebagai alat kopulatoris dan saluran kelahiran sewaktu partus (Colville & Bassert 2002, Reece 2006). Legokan yang dibentuk oleh penonjolan bagian kranial cervix ke dalam vagina disebut fornix (Reece et al. 2002).

Dinding vagina terdiri dari tunika mukosa-submukosa, tunika muskularis dan tunika adventisia atau serosa. Selaput lendir terdiri dari sel-sel epithel tak berkelenjar, bersusun dan squamous. Tunika muskularis terdiri dari selapis sirkuler tebal dan selapis tipis luar, lapisan terakhir bersambung sampai jarak tertentu ke uterus. Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah, nervus dan ganglia (McEnte 1990).

f. Alat kelamin luar

Mneurut Colville dan Bassert (2002) vulva merupakan bagian dari sistem reproduksi betina yang terlihat dari luar dan memiliki bagian utama yaitu vestibulum, clitoris, labia major, dan labia minor. Vestibulum lebih pendek dan memiliki dinding yang kurang elastis dari pada vagina (Dyce et al. 2002). Vestibulum memiliki beberapa epithelium squamous bertingkat dan me ngandung kelenjar yang mampu memproduksi mucus vestibular. Kelenjar tersebut dinamakan kelenjar bartholin, yang memiliki variasi dalam ukuran dan jumlahnya pada berbagai spesies (McEnte 1990).

Vulva merupakan terminal pada saluran reproduksi betina, yang memiliki dua bagian berupa labia mayor dan labia minor. Labia pada hewan mamalia domestik


(30)

8 homolog dengan labia minor pada wanita. Kulit vulva memi liki folikel rambut dengan sejumlah kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat (McEnte 1990).

Commisura ventralis menutupi clitoris, suatu struktur yang homolog dengan penis pada organ reproduksi jantan. Clitoris pada anjing memiliki panjang 3 cm, sedangkan kucing lebih kecil sedikit dari ukuran anjing (Cochran 2004). Clitoris memiliki jaringan erektil yang kecil dan terdapat kelenjar yang cukup besar berupa jaringan lemak fibrosa, yang terkadang mengandung tulang yang kecil disebut os clitoris (Dyce et al. 2002).

Bearden (2004) menyatakan bahwa arteri ovarian atau arteri utero-ovarii mensuplai darah untuk ovarium, tuba fallopi, cornua uteri, sedangkan arteri hipogastrikus mensuplai darah untuk cervix, vagina, dan vulva.

Ultrasonografi

A. Pengertian Dasar Ultrasonografi

Ultrasound ialah gelombang suara yang memiliki frekuensi lebih besar dari pada suara yang dapat didengar manusia yaitu antara 2-20 MHz (Widmer et al. 2004). Diagnostic ultrasound (USG) adalah suatu teknik mendiagnosa gambaran organ yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi (Barr 1990).

Menurut Goddard (1995) ultrasound seperti suara biasa, tidak dapat dihantarkan melalui medium elastis sebagai gelombang tekan longitudinal. Melalui pertolongan prinsip pulse-echo, sebuah gambar dapat dihasilkan pada sebuah tayangan scanner yang berhubungan dengan “acoustic impedance “ atau resistensi jaringan yang dijumpai oleh gelombang ultrasound. Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound ialah cairan dan dihantarkan via kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang.

Alat bantu yang digunakan untuk mentransmisikan gelombang suara tersebut disebut transducer atau probe. Teknik USG tergantung dari kapasitas piezoelektrik yaitu kristal yang terdapat dalam transducer (scan head) yang mengubah aliran listrik bertegangan tinggi menjadi gelombang suara berfrekuensi tinggi. Besarnya perubahan bentuk (vibration) seimbang terhadap pemakaian voltage dan menghasilkan kekuatan dalam bentuk gelombang ultrasound (Dyce et al. 2002). Frekuensi vibrasi dari ultrasound tergantung dari karakteristik kristal


(31)

9 tersebut. Frekuensi yang dikeluarkan dengan panjang gelombang ialah berbanding terbalik, misalnya pada frekuensi 2 MHz diberikan panjang gelombang sekitar 0,8 mm (Barr 1990).

Ultrasound ditransmisikan pada pasien melalui transducer dan disebarkan menembus jaringan-jaringan. Efisiensi konversi dari transducer mengubah energi listrik menjadi energi suara (acoustic power). Kecepatan gelombang menuju jaringan tergantung dari karakteristik jaringan tersebut. Refleksi/echo yang dihasilkan akan kembali ke transducer, kemudian akan dibentuk satu signal listrik dan ditampilkan berupa kumpulan titik-titik pada layar yang disebut sonogram dalam dua dimensi (England & Allen 1990).

B. Interaksi Ultrasound dengan Jaringan

Goddard (1995) menyatakan bahwa penayangan sistem ultrasound menampilkan sebuah interpretasi dari kembalinya signal ultrasound. Kekuatan refleksi gelombang ultrasound tergantung dari beberapa faktor, tetapi yang terutama ialah perbedaan accoustis impedance pada jaringan yang dijumpai dalam perjalanan gelombang tersebut. Dengan kata lain, setiap jaringan memiliki derajat resistensi yang berbeda untuk dapat dilalui gelombang suara atau acoustic impedance. Pada interface (jarak) jaringan, gradient densitas mungkin terlihat yang dihasilkan oleh beberapa area echo. Menurut Barr (1990) kecepatan rata-rata dari gelombang suara melewati jaringan lunak 1540 m/s; melewati tulang 4000 m/s dan melewati udara 300 m/s.

Karakter dari refleksi signal tergantung atas rasio ukuran reflector dan panjang gelombang. Kecepatan ultrasound pada beragam jaringan memiliki densitas antara 1500-1600 m/s. Dalam perjalanan gelombang, jika bertemu suatu interface (jarak) antar dua buah jaringan dengan acoustic impedance berbeda, sebagian dari gelombang tersebut akan direfleksikan dan sebagian lainnya akan diteruskan (Goddard 1995).

Sentuhan yang baik antara transducer dan pasien sangat penting untuk mentransmisikan gelombang suara. Hal ini diperoleh melalui pencukuran rambut pada area yang akan digunakan, pembersihan kulit dan penggunaan gel (England & Allen 1990).


(32)

10 C. Interpretasi gambar

Menurut Widmer et al (2004) ada tiga jenis echo yang dapat dilihat pada sonogram, antara lain:

1. Hyperechoic; echogenic : echogenisitas yang cerah, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenisitas yang lebih tnggi dibandingkan sekelilingnya. Contoh: tulang, udara, kolagen dan lemak.

2. Hypoechoic; echopoor : menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram atau area dengan echogenisitas lebih rendah daripada sekelilingnya. Contoh: jaringan lunak.

3. Anechoic : tidak ada echo, menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang. Contoh: cairan dalam kantung kemih.

Tulang dan udara mampu menghambat penerusan gelombang. Pada interface jaringan-udara, sekitar 99% gelombang direfleksikan, sedangkan jaringan lunak-tulang sekitar 30% gelombang ditransmisikan dan sisa dari gelombang diserap dengan kuat (Barr 1990).

D. Karakteristik Gelombang Suara

Menurut Barr (1990) kristal pada transducer menghasilkan gelombang suara yang memiliki karakteristik frekuensi. Gelombang suara yang diubah menjadi gelombang listrik dan membentuk kumpulan titik-titik pada sonogram, memiliki tiga zona antara lain fresnel zone, focal zone, dan fraunhofer zone. Freznel zone ialah gambaran area yang memiliki frekuensi gelombang suara paling besar dan dekat dengan jaringan, sehingga terjadi difraksi gambar dan terlihat kurang fokus. Focal zone ialah gambaran area pada sonogram yang memiliki fokus gelomb ang suara terbesar pada jaringan, sedangkan fraunhofer zone ialah gambaran area yang memperoleh sedikit frekuensi gelombang suara. Gambaran area tersebut dapat dilihat pada gambar 2.


(33)

11 Gambar 2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram.

Penerapan Ultrasonografi Medis

Ultrasonografi medis adalah sebuah teknik diagnostik penggambaran menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi yang untuk menggambarkan organ internal dan otot, ukuran, struktur, dan lesio patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ. Sonografi obstetrik biasa digunakan ketika masa kehamilan (Wikipedi Ensiklopedia 2007). Ultrasonografi bisa membantu untuk mendeteksi beberapa penyakit, mengetahui treatment yang tepat dan meningkatkan keakuratan diagnosa dan prognosa. Suatu penyakit juga harus didukung dengan diagnosa berdasarkan anmnesa, gejala klinis, hasil dari uji fisik laboratorium yang meliputi urinalisis pada pH, jumlah protein, jumlah leukosit, eritrosit dan mikroba dalam ekskreta (Hayashi et al. 1994).

Menurut Widmer et al (2004) USG telah melalui perkembangan yang sangat cepat dan diterima oleh para praktisi profesi dokter hewan dalam membantu penegakkan diagnosa. Selama 15 tahun, banyak praktisi yang telah memiliki peralatan USG. Di negara-negara maju pengetahuan dasar tentang USG sudah diajarkan kepada mahasiswa kedokteran hewan dan para praktisi yang menghadiri forum pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan interpretasi USG di samping alat penunjang diagnosa lainnya.


(34)

12 Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang medis sebagai alat diagnostik atau terapi yang dapat dilakukan, misalnya untuk biopsi atau pengeluaran cairan. Diagnostik USG berguna untuk mengevaluasi kehadiran penyakit-penyakit organ tertentu. Beberapa penggunaan ultrasonografi, antara lain dalam bidang kardiologi seperti kasus Tetralogy of Fallot; endokrinologi; gastroenterologi; ginaekologi; obstetrik; opthalmologi; urologi seperti kehadiran neoplasia, calculi dan lainnya; Intravascular ultrasound seperti diagnosa kongesti vena cava caudal; dan contrast enhanced ultrasound.

Ultrasonografi tidak invasive dan aman bagi pasien serta operator dan tidak perlu membutuhkan restraint berlebihan pada hewan. Pemeriksaan saluran reproduksi paling mudah ketika dalam posisi berdiri (England & Allen 1990).

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil

Menurut Lamb dalam Goddard (1995) USG memiliki dampak yang cukup besar dalam mendiagnosa penyakit abdominal hewan kecil. Pertama kali digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan, tetapi saat ini sudah sering digunaka n untuk mendiagnosa sejumlah besar penyakit abdominal.

Pada USG, ketika menampilkan dan menginterpretasikan sonogram maka perhatian lebih difokuskan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang dapat manunjukkan tanda penyakit tertentu. Tanda-tanda tersebut meliputi abnormalitas beberapa organ, ukuran, posisi, bentuk dan echotekstur. Uterus normal non gravid pada anjing dan kucing sering tidak terlihat secara USG. Posisi yang disarankan pada ultrasonografer ialah posisi dorsal dan lateral recumbency (England & Allen 1990) .

Kedalaman maksimum dari penggunaan transducer sekitar 25 cm, yang biasa diaplikasikan pada kuda dan ternak. Pada spesies yang lebih besar, USG dapat digunakan untuk memeriksa bagian distal tulang rusuk sampai diagnosa kebuntingan. Selain itu, USG juga secara luas digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada babi (Dyce et al. 2002). Bagi kucing untuk struktur superficial, transducer 7,5 MHz sangat direkomendasikan, sedangkan tranducer dengan 5 MHz sangat sesuai untuk ukuran hewan medium seperti anjing (Barr 1990).


(35)

13 Uterus kucing hanya memiliki diameter sekitar 0,5-1 cm dan berada terhimpit antara vesika urinaria di bagian ventral dan colon di bagian dorsal. Pada sonogram 3, uterus pada kucing sehat tidak memperlihatkan kehadiran bentuk uterus.

Gambar 3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal yang tidak memperlihatkan adanya uterus.

Teknik Pengambilan Gambar

a. Posisi hewan dalam pengambilan gambar

Menurut Barr (1990) pemeriksaan uterus menggunakan USG lebih mudah dalam posisi dorsal atau lateral recumbency, tetapi dapat juga dilakukan dalam posisi hewan berdiri. Beberapa kucing lebih baik dalam posisi upright dengan kaki depan dipegang dan kaki belakang di meja. Cervix, uterus dan bifurcatio biasanya berlokasi di sebelah dorsal dari kantung kemih dan sebelah ventral dari colon. Beberapa ultrasonografer memilih untuk memeriksa organ daerah abdomen dengan USG dalam posisi hewan dorsal recumbency. Sedangkan posisi lain pada anjing dan kucing yaitu lateral recumbency di atas meja yang datar (Goddard 1990).

b. Daerah Orientasi

Pada pemeriksaan menggunakan USG, terlebih dahulu harus mengetahui anatomi dari hewan yang akan diperiksa. Daerah orientasi untuk pemeriksaan uterus serupa dengan pemeriksaan vesika urinaria. Menurut Widmer et al (2004) vesika urinaria berlokasi di daerah ventral flank terhadap tuber coxae. Sedangkan Uterus terletak di sebelah dorsal vesika urinaria, tetapi terkadang posisinya


(36)

14 bervariasi tergantung adanya cairan dalam vesika urinaria. Pada saat akan dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pencukuran terhadap daerah orientasi yang telah ditetapkan. Hal ini dapat membantu untuk memberikan gambaran sonogram yang lebih jelas (Goddard 1995).

Dyce et al (2002) menyatakan bahwa corpus dan cornua uteri biasanya hilang tertutup didalam abdomen akibat desakan masa intestine. Corpus uterus saat pre-pubertas dan keadaan tidak bunting, memiliki diameter kurang dari 1 cm. Oleh sebab itu, uterus jarang terlihat didalam gambaran sonogram. Adapun uterus yang dapat teridentifikasi terletak dorsal atau dorso-lateral terhadap vesika urinaria dan terlihat seperti pipa (Goddard 1995).

c. Arah probe

Menurut Widmer et al (2004) arah probe dalam pemeriksaan USG terhadap ginjal maupun organ yang memiliki bentuk tiga dimensi teradapa tiga arah dalam penggunaan probe yakni sagital, dorsal, dan transversal. Arah dorsal ialah arah probe yang membagi dua tubuh sama besar kiri dan kanan dan sejajar sumbu tubuh. Arah sagital ialah arah yang membagi organ menjadi dua bagian tidak sama besar dan 90° terhadap arah dorsal, sedangkan arah transversal ialah arah probe yang membagi organ menjadi dua bagian dengan cara berlawanan sumbu tubuh atau posisi menyilang 90° terhadap sagital dan dorsal (gambar 4). Pada uterus, arah probe yang biasa digunakan adalah arah sagital dan transversal, karena uterus berbentuk tubular atau pipa.

Gambar 4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ (dari Widmer et al: Ultrasonography of The Urinary Tract in Small Animals, 2004).


(37)

15 Penyakit-Penyakit Klinis Organ Genital Kucing Betina

1. Endometritis

Endometritis adalah peradangan yang terjadi akibat infeksi pada endometrium, yang dapat berlanjut ke dalam myometrium dan perimetrium (Simmons & Bammel 2005). Menurut Nelson dan Couto (1992) endometritis dapat terjadi mengikuti kejadian setelah aborsi, distokia, retensio sekundinarum, dan infeksi bakteri yang berasal dari vagina. Pada keadaan dehidrasi, septicemia, endotoxemia, shock dan kombinasinya dapat menjadi faktor predisposisi dari endometritis. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi tersebut ialah Eschericia coli (E. Coli), Streptococcus, Staphylococcus, dan Proteus spp. Gejala klinis dari endometritis akut ialah hewan mengalami demam, tidak nafsu makan, lethargi dan ditemukan adanya discharge vulva yang purulen (Kahn et al. 2005).

Pada endometritis kronis, peradangan ditandai adanya perubahan bentuk dan akumulasi pus dalam rongga cornua uterus. Endometritis kronis dilaporkan sering terjadi pada anjing, sedangkan kejadian pada kucing sedikit. Kejadian dapat disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yakni:

a. Lanjutan dari endometritis akut.

b. Penyakit ini mengikuti kejadian kelahiran yang sering terjadi, dimana sebagian kecil plasenta tertahan atau terjadi retensi dan terbentuk inflamasi dengan akumulasi pus.

c. Sesuatu yang dapat menurunkan resistensi organ reproduksi atau kekebalan umum hewan dan mampu merubah kondisi hewan tersebut.

d. Kesakitan selama proses kelahiran atau pada periode lain, dimana dapat menurunkan kekebalan hewan dan sebagian resistensi uterus lokal dan terjadi infeksi pada organ tersebut.

e. Infeksi melalui saluran luar reproduksi yang masuk secara langsung dan menemukan jalan sampai ke uterus (ascenden way).

Brumley (1943) menyatakan bahwa gejala klinis yang sering diperlihatkan dengan adanya discharge dari vulva. Discharge dapat berwarna merah keabu-abuan, merah gelap dan berbau busuk. Pada uterus yang mengalami abcess hingga saluran cervix, tidak ditemukan adanya discharge. Gejala yang sering ditemukan


(38)

16 juga berupa pembesaran abdomen, emasiasio, kelemahan, temperatur yang bervariasi dan gejala rematik.

Diagnosa penyakit ini tidak terlalu sulit, karena gejalanya memiliki karakteristik yang cukup untuk menegakkan diagnosa. Di sisi lain abcess uterus perlu dibedakan dengan kebuntingan, distensi vesika urinaria, ascites, tumor dan lainnya. Pada kasus yang sulit, laparotomi sangat disarankan untuk dilakukan. Endometritis dapat menimbulkan infertilitas permanen jika infeksi ascenden sampai pada tuba fallopi, menyebabkan salphingitis. Oleh sebab itu, terapi yang tepat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit ini.

2. Macerasi

Macerasi adalah keadaan fetus yang mati di dalam uterus, berubah menjadi massa menyerupai bubur, dimana tulang-tulang fetus terapung diatas massa tersebut dan terdapat infeksi bakteri. Menurut Roberts (1956) emfisema fetus, dekomposisi dan macerasi dapat terjadi pada beberapa stadium kebuntingan dan telah diobservasi pada beberapa spesies. Pada hewan multipara, macerasi pada embrio dini dan fetus biasanya berakhir dengan penyerapan, sedangkan fetus lain akan berkembang secara normal atau jarang menjadi macerasi oleh infeksi yang berkelanjutan. Pada kebanyakan kasus, macerasi awal atau resorbsi tidak bergabung dengan infeksi di hewan multipara.

Informasi mengenai kematian embrio maupun fetus sangat terbatas. Kucing yang mengalami kematian embrio atau fetus dapat dipengaruhi oleh adanya stress. Sehingga kucing bunting perlu dijaga agar tidak dalam keadaan distress. Resorbsi fetus dapat disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Salah satu virus yang menginfeksi yaitu Feline Leukaemia Virus (FeLV), dimana virus tersebut juga menyebabkan abortus dan sindrom kepucatan anak kucing (Arthur et al. 1996).

Menurut Marrow (1980) bahwa biasanya kejadian macerasi terjadi pada tahap awal dan akhir kebuntingan. Kadang-kadang yang terdapat dalam uterus adalah sebagian kecil tulang bercampur nanah. Pada beberapa kasus, fetus yang telah mengalami kematian, dapat mengalami infeksi bakteri. Hal ini menyebabkan keadaan fetus yang busuk dalam rongga rahim yang diikuti discharge nanah, tulang fetus juga dalam keadaan hancur.


(39)

17 Macerasi fetus dapat terjadi pada beberapa spesies, walaupun kejadian paling sering pada hewan ternak. Macerasi fetus juga dapat terjadi akibat kegagalan dalam pengeluaran fetus yang mengalami abortus, dimana kemungkinan akibat inertia uteri. Bakteri dapat masuk ke dalam uterus melalui cervix yang mengalami dilatasi. Selain itu, terjadi pula keadaan busuk dan digesti dari jaringan lunak yang telah mengalami autolisis, serta tersisa patahan tulang fetus di dalam uterus. Tulang fetus terkadang mengelilingi dinding uterus, sehingga dapat menyulitkan proses pemindahan atau pengeluaran fetus dengan menggunakan teknik histerektomi (Arthur et al. 1996).

Diagnosa macerasi pada anjing dan kucing diperoleh melalui anamnesa, inspeksi, palpasi abdominal, gejala klinis dan pemeriksaan yang menggunakan USG maupun radiografi. Pada kebanyakan kasus, tidak ditemukan adanya discharge uterus pada vulva. Prognosa dari macerasi buruk, dimana emfisema fetus dan macerasi dapat menyebabkan perimetritis lokal atau ruptur uteri dengan penutupan rongga abdominal. Pada kasus tertentu, torsio uteri dapat menyebabkan kondisi macerasi pada ruminansia dan hewan multipara (Roberts 1956).

Tindakan medis yang diberikan pada penyakit macerasi adalah histerektomi atau histerotomi pada hewan multipara. Hal ini mengingat kapasitas reproduksi hewan multipara dan pemiliknya, sehingga fetus yang mengalami macerasi dapat dikeluarkan dan fetus yang masih hidup dapat dipertahankan. Antibiotika perlu diberikan pada hewan yang telah diberikan terapi, mengingat adanya infeksi bakteri pada saluran reproduksi tersebut. Jika hewan sudah kembali sehat maka hewan dapat bereproduksi kembali.

3. Mumifikasi

Kematian embrio dini pada hewan dapat diikuti dengan penyerapan kembali. Jaringan embrio dan hewan akan kembali estrus, jika tidak ada konseptus lain pada uterus. Tetapi, jika fetus mati setelah proses ossifikasi atau pembentukan tulang, maka akan terjadi resorbsi tidak sempurna yang disebut mumifikasi fetus. Jenis mumifikasi yang biasa terjadi ialah papyreceous mummification (Arthur et al. 1996). Papyreceousmummification terjadi pada kuda, babi, anjing dan kucing. Jenis mumifikasi ini memiliki ciri berupa kematian satu atau lebih fetus pada


(40)

18 hewan multipara, tetapi masih terdapat fetus yang hidup dan berkembang dengan normal (Roberts 1956).

West (1994) menyatakan bahwa mumifikasi fetus terkadang terjadi setelah resorbsi cairan dari plasenta. Penyakit ini tidak umum pada sapi, sedangkan pada babi, mumifikasi terjadi mengikuti penyakit Aujeszky dan erysipelas. Pada kambing, mumifikasi terjadi akibat toxoplasmosis dan abortus enzootik. Mumifikasi fetus berada atau tertahan pada uterus, sehingga menyebabkan periode kebuntingan lebih lama dari pada normal.

Mumifikasi dapat disebabkan oleh infeksi maupun kekurangan gas oksige n. Infeksi yang menyebabkan mumifikasi ialah Feline Panleukopenia Virus (FPV). Kematian fetus diikuti oleh penyerapan cairan fetus dan terjadi dehidrasi. Membran fetus dapat melekat kuat di tubuh fetus, fetus juga menjadi kering dalam uterus dan berwarna kecoklatan serta tidak terdapat pus atau nanah. Pada mumifikasi tidak terdapat infeksi bakteri, sehingga fetus tidak membus uk dan tidak membentuk pus (Marrow 1980).

Menurut Arthur et al (1996) fetus yang mengalami mumifikasi dapat menghambat jalan kelahiran dan menyebabkan distokia. Pada kucing, mumifikasi fetus tidak menyebabkan anak yang besar dan mengakibatkan uterus dalam keadaan padat serta insufisiensi plasenta. Pada sapi, mumifikasi yang terjadi dapat berbentuk mumifikasi hematik. Pada kondisi tersebut, cairan fetus diserap tetapi fetus dan membran dikelilingi oleh cairan berwarna kecoklatan. Warna coklat tersebut berasal dari pigmen darah, dimana hal ini disebabkan oleh perdarahan karunkula yang mengakibatkan kematian fetus. Perdarahan karunkula diperkirakan dipengaruhi unsur genetik hewan seperti pada sapi Jersey dan Guernsey lebih frekuentatif terkena. Selain itu, kema tian fetus juga dapat disebabkan akibat torsio uteri serta pengaruh hormon estradiol dan trembolone asetat.

Diagnosa mumifikasi dapat dilakukan pertama kali melalui anamnesa yang dapat menunjukkan periode kebuntingan abnormal. Kemudian dilakukan palpasi abdominal serta pemeriksaan USG untuk mengetahui status denyut jantung fetus. Radiografi dapat pula digunakan sebagai diagnosa penunjang untuk menentukan prognosa penyakit tersebut.


(41)

19 Menurut Arthur et al (1996) terapi yang dapat diberikan pada keadaan mumifikasi fetus ialah histerektomi. Pada keadaan mumifikasi hematik yang menyebabkan corpus luteum tertahan atau corpus luteum persisten, perlu diberikan sebagai terapi pilihan berupa induksi abortus menggunakan prostaglandin agar terjadi luteolisis. Hal ini dapat mengeluarkan fetus dari uterus dan menghentikan periode kebuntingan yang abnormal.

4. Pyometra

Kahn et al (2005) menyatakan bahwa pyometra adalah penyakit saat diestrus akibat mediasi hormonal dengan karakteristik cystic endometrial hyperplasia (CEH) ditambah adanya infeksi sekunder oleh bakteri.

Menurut Birchard dan Sherding (2000), mekanisme terjadinya pyometra antara lain:

a. Kejadian yang mengikuti ovulasi, terdapat fase luteal (diestrus) yang dikarakteristikkan oleh peningkatan konsentrasi plasma progesteron selama 8-10 minggu.

b. Perpanjangan pengaruh progesteron menyebabkan jaringan glandular tersebut menjadi cystic, edema dan mengalami penebalan.

c. Sekresi yang berlebihan dan terakumulasi dalam uterus serta menjadi lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini diperparah melalui penghambatan kontraksi myometrium oleh progesteron, yang dapat menurunkan kerja saluran uterus.

Infeksi bakteri yang menyebabkan pyometra berasal dari flora normal pada vagina atau traktus urinari yang terinfeksi dan bersifat subklinis, bakteri tersebut ialah E. Coli, Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, dan Proteus spp (Kahn 2005).

Menurut Nelson dan Couto (1992) pyometra terdiri dari pyometra terbuka (open pyometra) dan pyometra tertutup (closed pyometra). Hal ini tergantung dari pengeluaran discharge mucopurulent pada vulva. Discharge vulva tersebut biasanya sedikit warna darah, menunjukkan hewan dengan pyometra terbuka. Pada pyometra tertutup, uterus biasanya membesar dan meluas dengan palpasi serta tidak mengeluarkan lendir. Jika pyometra tidak diberikan pengobatan, maka keadaan septicemia atau endotoxemia, maupun keduanya dapat berkembang. Hal


(42)

20 ini dapat mempengaruhi hewan dengan hipotermia dan shock serta menyebabkan kematian.

Pyometra pada kucing dapat diikuti saat kawin atau ovulasi spontan. Pada kasus pyometra, gejala klinis yang tampak ialah adanya discharge vagina dan anoreksia, meskipun pada hewan yang bunting terkadang ditemukan hal yang sama (England & Allen, dalam Goddard 1995). Selain itu, hewan menunjukkan gejala tidak nafsu makan, lethargi, poliuria, polidipsi dan muntah (Nelson & Couto 1992).

Menurut Kahn et al (2005) gejala klinis yang terlihat selama fase diestrus ialah lethargi, anoreksia, poliuria, polidipsi dan muntah. Pada pyometra terbuka ditemukan adanya discharge vulva yang sanguineous sampai mukopurulen dan sering mengandung darah. Pyometra tertutup tidak ditemukan discharge, melainkan uterus membesar dan menyebabkan distensi abdominal. Tanda-tanda dapat berlanjut pada shock dan akhirnya kematian.

Diagnosa pyometra ditegakkan atas dasar gejala klinis, adanya kehadiran dischargevulva sepsis dan identifikasi isi cairan uterus pada sonogram (Nelson & Couto 1992). Di sisi lain, count blood cell (CBC), profil serum dan urinalisis penting sebagai penunjang diagnosa pyometra, antara lain saat pemeriksaan darah terdapat banyak leukositosis neutrofil dengan sel mature.

Keputusan terapi pyometra baik secara bedah maupun obat-obatan tergantung pada kondisi hewan saat itu, umur dan paling utama berdasarkan keputusan pemilik terhadap kapasitas reproduksi hewan. Treatment yang digunakan antara lain: pemberian antibiotik yang mampu membunuh E. Coli yaitu trimethoprim sulfonamida (broad spektrum), ampicillin, dan amoxicillin. Pemberian obat dilakukan selama 2-3 minggu. Pemberian terapi cairan suportif secara intra vena sangat diperlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan dan meningkatkan fungsi ginjal. Glukokortikoid dan prednisolone sodium succinate 15-30 mg/kg BB IV dapat pula digunakan, serta dexamethasone dosis tinggi 4-6 mg/kg BB selama 4-6 jam sekali (Marrow 1980).

Diferensial diagnosa dari pyometra adalah kebuntingan normal dan penyebab lain yang dapat menimbulkan pengeluaran discharge vulva, polidipsi, poliuria, dan muntah (Kahn 2005).


(43)

21 Disamping itu, terdapat manajemen pengobatan yang mampu mengurangi konsentrasi plasma progesteron, relaksasi cervix, dan kontraksi myometrium. Hal ini disebut terapi prostaglandin menggunakan PGF2a dengan dosis rendah secara sub kutan selama 3 ata u 5 hari. Pemberian PGF2a, kucing akan menunjukkan reaksi berupa midriasis, emesis, salivasi, lordosis, diare, tenesmus, vocalization dan kneading. Setelah satu bulan, 95% kucing yang diberikan PGF2a memiliki siklus estrus yang kembali normal. Penggunaan PGF2a merupakan pengobatan yang baik untuk pyometra terbuka pada kucing (Davidson et al. 1992).

Menurut Birchard dan Sherding (2000) pilihan alternatif sebagai terapi pyometra ialah ovariohisterektomi. Pada hewan yang mengalami pyometra tertutup akan sulit jika diberikan terapi obat yang menyebabkan kontraksi myometrium. Karena hal tersebut dapat menyebabkan ruptur uteri akibat kontraksi yang berlebihan. Sehingga pengangkatan ovarium dan uterus dari


(44)

22

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Hewan IPB Jl. Agatis-Kampus IPB Darmaga dan di bagian Bedah Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini berlangsung selama 7 Bulan dari bulan September 2006 sampai dengan bulan Maret 2007.

Bahan Penelitian Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan sebagai studi kasus kali ini ialah enam ekor kucing betina yang didiagnosa mengalami kelainan pada organ reproduksi.

Gel USG

Gel ini digunakan sebagai media dalam penghantaran gelombang ultrasound yang dikeluarkan oleh alat Ultrasonografi tersebut. Gel ini terbuat dari bahan polimer, humectants, air, pewarna makanan, parfum dan pengawet yang tidak memberikan efek negatif pada pasien.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan ialah alat USG tipe Aloka Pro Sound SSD-4000, transducer (probe) dengan frekuensi 3,5-5 Mega Hertz tipe sector scanner berbentuk kurva, disket yang digunakan untuk menyimpan data, dan kamera digital yang digunakan untuk mendokumentasikan hewan percobaan.


(45)

23

Gambar 6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH Bogor

Gambar 7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH Bogor

Gambar 5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat di RSH Bogor


(46)

24 Metode Penelitian

Pengambilan Gambar

Hewan-hewan yang memiliki tanda-tanda klinis dan mengarah kepada diagnosa gangguan reproduksi dari hasil pemeriksaan fisik, maka akan diperiksa lebih lanjut menggunakan USG. Hal ini dilakukan untuk lebih mengetahui diagnosa penyakit yang sedang diderita oleh kucing tersebut. Pemeriksaan kasus kucing dengan USG dilakukan setiap minggu. Rambut kucing yang telah dilakukan pemeriksaan fisik, dicukur sekitar abdomen. Hewan dilakukan USG tanpa perlakuan anastesi, setelah itu pengambilan gambar dengan posisi hewan baik dorsal maupun lateral recumbency dan dilanjutkan pemberian gel USG di daerah yang akan diletakkan probe. Interpretasi bentukan dan perubahan organ yang dideteksi, dilakukan saat itu juga (real time). Sonogram kemudian disimpan dalam bentuk disket dan hewan didokumentasikan melalui kamera digital.

Interpretasi sonogram

Data kasus yang telah diperoleh dari penggunaan ultrasonografi tersebut langsung diamati perubahan ya ng terjadi berdasarkan perubahan bentuk, perubahan ukuran, perubahan letak, dan perubahan echogenisitas yang terdapat pada sonogram.


(47)

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus Endometritis

Kucing betina mix berumur 9 bulan, memiliki anamnesa 10 hari sebelum pemeriksaan telah melahirkan prematur 2 ekor fetus dan mati dalam usia kebuntingan dua minggu. Kucing telah dilakukan irigasi uterus dengan pemberian antibiotik, tetapi melalui inspeksi ditemukan bahwa abdomen masih tampak membesar. Melalui pemeriksaan fisik, suhu tubuh 38,2 º C, frekuensi nafas 32 x/menit, dan frekuensi jantung 100 x/menit. Saat hewan dipalpasi bagian abdomen profundal, terasa uterus yang membesar dan sensitif. Selain itu, mukosa vagina terlihat berwarna merah muda dan vulva memiliki permukaan yang kotor serta temperatur tubuh normal (gambar 8).

Gambar 8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix

Secara USG sepanjang garis linea alba posterior dengan arah probe transversal dan posisi hewan terlentang (dorsal recumbency), memperlihatkan adanya pembesaran diameter uterus kiri dan kanan sekitar 0,25 - 0,75 cm (gambar 9).


(48)

26

Gambar 9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan probe arah transversal. Tanda panah hitam menunjukkan penebalan dinding terus, tanda panah putih tebal menunjukkan cairan dalam

lumen uterus, tanda kepala panah menunjukkan adanya ”accoustic shadowing”. Bar (garis putih) = 1 cm

Pembesaran diameter uterus ditunjukkan melalui area anechoic-hypoechoic pada bagian sentral, dimana warna hitam keabu-abuan menunjukkan adanya echogenisitas rendah-sedang berupa cairan pada intraluminal ditambah dengan kehadiran debris sel-sel peradangan. Pada bagian ventral dari struktur garis putih hyperechoic, terdapat garis echopoor pada dua sisi sonogram. Hal ini merupakan keadaan non-patologis yang disebut accoustic shadowing. Letak uterus dapat diketahui secara pasti melalui adanya area anechoic yakni vesica urinaria di bagian dorsal sonogram.

Melalui USG dengan probe sagital atau sejajar dengan sumbu tubuh, diperoleh gambar lumen uterus berupa area abu-abu panjang bersifat hypoechoic. Pada bagian ventral dan dorsal dari lumen menunjukkan struktur putih yang tebal atau hyperechoic, yang menandakan adanya penebalan dinding uterus. Panjang uterus yang terlihat pada sonogram sekitar 4-5 cm, dimana panjang tersebut tidak mencakup panjang uterus sebenarnya (gambar 10).


(49)

27 Gambar 10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan

probe arah sagital. Tanda panah hitam biasa memperlihatkan

cairan dalam lumen uterus, tanda panah hitam tebal memperlihatkan penebalan dinding uterus. Bar (garis putih) = 1 cm

Ultrasonografi digunakan sebagai penunjang diagnosa kasus klinis. Melalui hasil sonogram diperoleh penegakan diagnosa yang mengarah pada endometritis kronis, dimana ditunjukkan adanya transudat (anechoic) dan penebalan dinding uterus (hyperechoic). Penebalan dinding uterus terjadi akibat adanya proses panca radang yang meliputi dolor, calor, rubor, tumor dan fungsiolesa. Penebalan (tumor) pada dinding uterus disebabkan oleh sel-sel radang yang menerima sinyal adanya infeksi dan bertumpuk pada organ ini. Pada sonogram terlihat adanya ”accoustic shadowing”. Menurut Widmer et al (2004) accoustic shadowing adalah area hitam, yang merupakan refleksi dari gelombang tinggi atau adanya atenuasi gelombang.

Endometritis adalah peradangan yang terjadi akibat infeksi pada endometrium, yang dapat berlanjut ke dalam myometrium dan perimetrium (Simmons & Bammel 2005). Menurut Nelson dan Couto (1992) endometritis dapat terjadi mengikuti kejadian setelah abortus, distokia, retensio sekundinarum, dan infeksi bakteri yang berasal dari vagina. Keadaan dehidrasi, septicemia, endotoksemia, shock dan kombinasinya dapat menjadi faktor predisposisi dari endometritis. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi tersebut ialah Eschericia coli (E.


(50)

28 Coli), Streptococcus, Staphylococcus, dan Proteus spp. Pada endometritis akut, hewan mengalami demam, tidak nafsu makan, lethargi dan ditemukan adanya dischargevulva yang purulen (Kahn et al. 2005). Endometritis kronis dilaporkan sering terjadi pada anjing, sedangkan kejadian pada kucing sedikit.

Menurut Ressang (1963) endometritis umumnya terlihat pada sapi, anjing dan kucing. Endometritis dapat terjadi sesudah melahirkan, adanya infeksi mikroorganisme dan penggunaan obat-obat cairan irigasi uterus yang terlalu panas. Sehingga, dapat diperkirakan adanya endometritis kronis terjadi akibat proses melahirkan prematur yang diikuti dengan penggunaan cairan irigasi sebagai cairan pembersih rahim.

Tindakan medis yang diberikan ialah ovariohisterektomi atau pengangkatan ovarium, tuba fallopi dan uterus dari rongga abdomen. Pada lumen uterus yang telah dilakukan incisi, memperlihatkan adanya cairan transudat dan penebalan dinding uterus (gambar 11).

Gambar 11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi menunjukkan adanya penebalan dan cairan transudat

Menurut Colville dan Bassert (2002) ovariohisterektomi adalah prosedur bedah yang mengangkat ovarium, tuba fallopii, dan uterus dari rongga abdominal hewan. Hal ini umum disebut dengan “sterilisasi” pada hewan betina. Langkah tersebut diputuskan dengan pertimbangan pemilik yang tidak lagi memperhatikan kapasitas reproduksi kucing. Diferensial diagnosa dari endometritis ialah


(51)

29 pyometra, dengan pengangkatan dan incisi uterus dapat meyakinkan bahwa hewan telah mengalami endometritis kronis.

Operasi ovariohisterektomi dilakukan dengan pembukaan rongga abdomen melalui laparotomi medianus posterior. Operasi yang dikerjakan menggunakan anastetikum umum yakni ketamin dan sedativa (preanesthetic agents) berupa xylazine. Menurut Katzung (2001) ketamine merupakan anastesi disosiatif, senyawa arylcyclohexilamine, yang ditandai dengan ketoto nia, amnesia, dan analgesi dengan hilangnya kesadaran. Xylazine merupakan zat preanastesi yang dikombinasikan dengan ketamin, karena xylazine memiliki efek sedasi atau memberikan efek tenang pada pasien tetapi masih dalam keadaan sadar (Mckelvey & Hollingshead 2003).

Bedah terbuka yang dilakukan, pertama kali dengan incisi kulit bagian medianus yang diikuti garis linea alba dan peritoneum. Ovarium kiri dan kanan yang ditemukan, diligasi untuk menghentikan suplai darah ke ovarium. Bagian yang diligasi kemudian diikat dengan benang chromic cat gut (absorbable) berukuran USP 3/0 menggunakan jarum ukuran 12 dan dipotong pada bagian mengarah ke tuba fallopi. Setelah itu, dilakukan penelusuran corpus uterus. Corpus uterus diligasi dan diikat dengan jenis dan ukuran benang yang sama. Kemudian dilakukan pemotongan uterus yang mengarah ke cornua uteri dan pengangkatan potongan tersebut ke luar tubuh.

Pemberian antibiotika topikal penicillin dengan konsentrasi 20.000 IU diaplikasikan pada rongga abdomen sebelum dijahit saat operasi. Penjahitan pada peritoneum dan otot dilakukan dengan tipe jahitan simple suture menggunakan benang chromic catgut (absorbable) berukuran USP 3/0, dilanjutkan penjahitan kulit menggunakan benang silk (non-absorbable) ukuran USP 2/0 dan tipe jahitan simple suture. Pada perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin dengan dosis 25 mg/kg berat badan (BB) dua kali sehari selama 5 hari, kemudian jahitan dibuka pada hari yang ke tujuh.

Kasus Macerasi

Seekor kucing betina mix berumur 2 tahun dengan berat badan 2,3 kg, memiliki anamnesa pernah mengalami bunting besar 3 minggu sebelum


(52)

30 pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh 38,8ºC, frekuensi nafas 40 x/menit dan frekuensi jantung 120 x/menit. Melalui inspeksi, abdomen terlihat kecil dan keluar discharge yang berwarna merah kekuningan dari vulva hewan tersebut. Saat pemeriksaan USG, tidak terlihat adanya gerakkan jantung fetus. Pemeriksaan USG untuk kasus tersebut menggunakan probe dengan arah sagital, searah sumbu tubuh, untuk melihat bentuk fetus yang utuh.

Pada sonogram terlihat adanya garis berstruktur putih hyperchoic yang tersusun dengan panjang sekitar 2-2,5 cm. Struktur putih tersebut merupakan tulang belakang (vertebrae) dari fetus, tulang fetus dikelilingi oleh area hitam bersifat anechoic yaitu cairan amnion. Struktur fetus yang ditemukan hanya berupa tulang belakang dan cairan yang menyebar (gambar 12 ).

Gambar 12 Sonogram dari kasus macerasi yang menunjukkan adanya tulang fetus yang ditunjukkan panah putih biasa, mengapung dalam cairan amnion (tanda panah putih tebal). Bar (garis putih) = 1 cm

Terdapat pula struktur putih dibagian ventral yang memilki echogenisitas tinggi (hyperechoic). Hal ini merupakan colon yang berisi masa, dimana membantu memberikan letak uterus secara pasti. Melalui pemeriksaan fisik, anamnesa dan gambaran sonogram berupa kehadiran cairan amnion serta ukuran


(53)

31 tulang punggung yang cukup besar maka diagnosa diarahkan pada macerasi tahap awal.

Menurut Barr (1990) proses macerasi fetus dapat dikenal melalui struktur fetus yang hilang dan echogenisitas yang tidak beraturan sera terlihat pula akumulasi debris dalam cairan yang terisi pada lumen uterus. Hal yang sma ditunjukkan pada sonogram, berupa struktur tulang belakang yang tidak beraturan dan echogenisitas yang bervariasi disekitarnya.

Arthur et al (1996) menyatakan bahwa macerasi diikuti oleh masuknya bakteri ke dalam uterus melalui cervix yang dilatasi, diikuti masa tulang fetus yang membusuk dalam uterus. Pada kasus tersebut memiliki tanda klinis berupa keluarnya discharge berwarna merah kekuningan dari vulva tersebut. Discharge tersebut berasal dari nanah yang berada pada lumen uterus. Nanah berasal dari campuran cairan amnion ditambah infeksi bakteri yang menyebabkan pembusukan fetus. Struktur fetus menjadi hancur dan menyebabkan patahan-patahan tulang yang tidak beraturan, sehingga dalam tampilan USG hanya terlihat berupa tulang vertebrae yang tersisa berupa struktur putih yang bersifat hyperechoic.

Tindakan medis yang diberikan pada kasus macerasi ialah ovariohisterektomi, tanpa memperhatikan kapasitas reproduksi kucing oleh pemilik. Terapi yang dilakukan berupa pengangkatan ovarium, tuba fallopi dan uterus akibat penyakit yang bersifat sepsis pada organ dalam lainnya. Tindakan ovariohisterektomi memiliki prosedur yang sama dengan kasus endometritis. Jika hanya dilakukan histerotomi atau histerektomi, infeksi dikhawatirkan dapat menyebar ke organ lainnya. Selain itu, diberikan antibiotika berspektrum luas selama pasca operasi untuk memberikan pemulihan yang optimal.

Kasus Mumifikasi

Seekor kucing betina persia berwarna abu-abu, berumur 3 tahun memiliki anamnesa telah mengalami kebuntingan. Hewan dilakukan pemeriksaan pertama kali yang memperlihatkan bentuk abdomen membesar dan kelenjar mamae membengkak. Melalui palpasi abdominal, fetus teraba dan terlihat bersih serta mengkilat. Setelah pemeriksaan melalui USG, ditemukan adanya fetus berjumlah


(54)

32 4 ekor dengan diameter kira-kira 2,5 cm. Pada keempat fetus, dua diantaranya hidup dengan memperlihatkan gerakan denyut jantung (heart beat) normal. Satu fetus terlihat memiliki gerakan jantung yang lemah, sedangkan satu fetus tidak ada gerakan jantung atau diduga telah mati.

Melalui pemeriksaan USG menggunakan probe dengan arah transversal atau melintang terhadap sumbu tubuh dan terlihat adanya bentukan fetus sejumlah 3 ekor (gambar 13).

Gambar 13 Sonogram kasus mumifi kasi1 yang memperlihatkan 3 fetus, satu fetus telah mengalami proses mumifikasi (tanda panah putih tebal) dan 2 fetus hidup yang berada disampingnya (tanda panah

biasa). Bar (garis putih) = 1 cm

Bentukan fetus pada sonogram terlihat berupa massa berwarna putih bersifat hyperchoic didalam lingkaran. Massa putih tersebut menunjuk pada tulang fetus. Disamping itu juga terdapat struktur hypoechoic yang berwarna abu-abu diantara struktur putih. Struktur hypoechoic yang berwarna abu-abu merupakan jaringan lunak atau organ dari fetus. Bentuk fetus berupa bulatan karena gelombang suara memotong dan mengenai fetus dalam potongan melintang. Di sekitar tulang fetus terdapat area hitam anechoic yang mengelilingi fetus, disebut cairan amnion ya kni cairan yang melindungi fetus.


(1)

Pada gambar 15 terlihat ukuran diameter uterus 1-2 cm dengan adanya penebalan dinding berupa garis berstruktur hyperechoic. Goddard (1995) menyatakan bahwa secara USG, uterus yang mengalami pyo metra memiliki pertambahan diameter lumen dan dinding uterus umumnya bertambah tebal hingga 2 mm serta relatif hyperechoic. Lumen uterus secara nyata meluas atau melebar oleh cairan anechoic. Adapun daerah hyperechoic merupakan hasil dari peningkatan vaskularisasi dan aktivitas sekresi kelenjar.

Pyometra seringkali ditemukan dalam diagnosa klinik. Pemeriksaan USG memberikan identifikasi pyometra pada uterus, yang ditandai dengan adanya penebalan dinding hyperechoic (England & Allen 1990, dalam Goddard 1995). Menurut Barr (1990) pada beberapa kasus, kehadiran debris menghasilkan echo dalam cairan. Hal ini terlihat dari gambaran sonogram, terdapat echo yang bersifat sedang berwarna abu-abu didalam cairan berwarna hitam anechoic. Hal ini terlihat dari gambaran sonogram, terdapat echo yang bersifat sedang hypoechoic berwarna abu-abu di dalam cairan berwarna hitam (anechoic). Jika pemeriksaan hanya menggunakan USG, akan terdapat kesulitan dalam mendiagnosa jenis cairan tersebut baik berupa pyometra, hematometra ma upun hidrometra. Saat pemeriksaan, posisi kucing dorsal recumbency dan arah probe sagital mengikuti garis linea alba bagian posterior. Sonogram yang dihasilkan dapat memperlihatkan kedua cornua uteri yang mengalami pembesaran. Menurut Goddard (1995) posisi dorsal dan lateral recumbency sangat disarankan untuk dipilih oleh ultrasonografer dalam pemeriksaan organ reproduksi.

Kasus kedua, seekor kucing siam berumur 4 tahun dengan berat badan 4,3 kg, memiliki pemeriksaan fisik berupa frekuensi nafas dan frekuensi jantung yang normal serta suhu tubuh 38,7° C. Selain itu, terdapat discharge mucopurulent pada vulva.

Pemeriksaan dilanjutkan menggunakan USG dengan probe arah transversal, memperlihatkan adanya bulatan hitam anechoic yang merupakan gambaran adanya cairan intraluminal dari corpus uterus. Sedangkan area anechoic pada bagian dorsal adalah vesika urinaria. Posisi uterus dapat ditemukan melalui pencarian vesika urinaria, karena letak uterus di sebelah dorsal dari kantung kemih pada rongga abdominal (gambar 16). Melalui pemeriksaan fisik dan


(2)

diagnosa penunjang berupa hasil USG, maka diagnosa diarahkan pada kasus pyometra kucing.

Gambar 16 Menunjukkan kasus pyometra terbuka dengan probe transversal. Tanda panah menunjukkan perluasan lumen uterus yang

berisi cairan anechoic. Bar (garis putih) = 1 cm

Pyometra atau cystic endometrial hyperplasia merupakan penyakit yang berpotensi mengancam organ reproduksi uterus. Melalui anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaaan ultrasonografi, dapat dinyatakan bahwa kucing dalam kasus ini mengalami pyometra yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. Hal ini terjadi saat fase luteal (diestrus) yakni peningkatan konsentrasi plasma progesteron. Kejadian tersebut akibat pengaruh hormon, jaringan glandular menjadi cystic, edema dan menebal. Sekresi yang berlebihan dan terakumulasi pada lumen uterus, menjadikan lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri, sehingga terjadi pyometra terbuka (opened pyometra).

Kebuntingan merupakan diferensial diagnosa yang paling penting pada hewan dengan kasus pyometra. Nelson dan Couto (1992) menyatakan bahwa pemeriksaan abdominal USG menampilkan kehadiran pyometra dengan jelas dan dapat mengesampingkan diagnosa kebuntingan. Menurut Birchard dan Shelding (2000) pyometra menghasilkan struktur cairan pekat atau kental dalam saluran pada abdomen bagian kaudal, yang sering mendesak organ lain yakni bagian


(3)

kranial dan dorsal. Akan tetapi, gambaran sonogram pyometra terkadang terlihat sama saat uterus gravid sebelum kalsifikasi tulang fetus (< 42 hari kebuntingan). Oleh sebab itu, penentuan diagnosa harus berdasarkan anamnesa, dasar kejadian dari gejala klinis selama diestrus, discharge vulva sepsis, dan identifikasi cairan uterus pada sonogram (Nelson & Couto 1992).

Tindakan medis yang diambil pada kasus pertama ialah ovariohisterektomi, melalui kehendak pemilik yang tidak lagi memperhatikan kapasitas reproduksi kucing. Menurut Bleby dan Bishop (2003) bedah ovariohisterektomi merupakan terapi yang biasanya dilakukan pada pyometra. Pada gambar 17 terlihat adanya pembesaran uterus ketika uterus dikeluarkan dari rongga abdomen melalui operasi bedah laparotomi medianus posterior dengan prosedur seperti pada kasus endometritis. Melalui pemberian antibiotika dan perawatan ya ng baik pasca operasi, dapat memberikan pemulihan yang optimal pada kucing. Pada kasus pyometra kedua, tidak diberikan tindakan medis karena kucing merupakan pasien rujukan dari klinik dokter hewan swasta.

Gambar 17 Operasi ovariohisterekto mi, uterus ketika diangkat dari rongga abdomen terlihat membesar dari normal.


(4)

KESIMPULAN

• Diagnosa ultrasonografi pada uterus abnormal dapat dilihat melalui perubahan bentuk, ukuran, dan kehadiran cairan yang ditunjukkan melalui keragaman echogenisitas.

• Kelainan endometrtitis ditunjukkan melalui struktur hyperechoic berupa penebalan dinding uterus dan akumulasi cairan yang bersifat anechoic-hypoechoic.

• Kelainan macerasi dengan anamnesa discharge mucopurulent di bagian vulva, memberikan gambaran sonogram berupa struktur hyperechoic yaitu tulang fetus dan area anechoic-hypoechoic berupa nanah di sekitarnya.

• Kelainan mumifikasi terlihat pada sonogram berupa ketidakhadiran denyut jantung (heart beat) dan struktur tulang fetus yang utuh, bersifat hyperechoic. • Pada sonogram, pyometra terlihat berupa pembesaran lumen uterus akibat akumulasi nanah intraluminal uterus yang bersifat anechoic-hypoechoic.

• Ultrasonografi juga memiliki keuntungan berupa keamanan dalam penggunaannya bagi pasien dan dokter atau operator. Ultrasonografi merupakan salah satu alat diagnostik yang efektif dalam penegakkan diagnosa pada uterus.

SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan pengembangan yang lebih luas terhadap penggunaan USG pada sistem organ lainnya, selain pemeriksaan kebuntingan hewan, serta peningkatan keterampilan yang lebih baik dalam interpretasi USG.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur GH, et al. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. London: W. B. Saunders.

Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Oxford: Blackwell Scientific Publications.

Bearden HJ, Fuquay JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction. Ed ke-6. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Bleby J, Bishop G. The Dogs Health from A to Z. UK: David and Charles.

Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed ke-2. Pennsylvania: W. B. SaundersCompany.

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA: MOSBY.

Davidson AP, Feldman EC, Nelson RW. 1992. Treatment of Pyometra in Cats, Using Prostaglandin F2α: 21 Cases (1982-1990). JAVMA. 200:6 (825-828)

Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. Ed ke-3. USA: Saunders.

England GCW, Allen W. E. 1990. The veterinary Annual 30. London: Butterworth&Co.

Frank ER. 1964. Veterinary Surgery. Minneapolis: Burgess Publishing Company. Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International. Grzimek HCB. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia 12. New York: Van

Nostrand Reinhold Company.

Hayashi H, David SB, Michael RD, Takayoshi M. 1994. Ultrasonographic Diagnosis of Pyelonephritis in a cow. JAVMA. 205(5): 736-738 Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Kahn CM, et al. 2005. The Merck Veterinary Manual. Ed ke-9. USA:

Merck&Co., Inc.

Marrow DA. 1980. Current Therapy in Theriogenology: Diagnosis, Treatment and Prevention of Reproductive Diseases in Animals. London: W. B. Saunders Company.


(6)

McEnte K. 1990. Reproductive Pathology of Domestic Animals. California: Academic Press, Inc.

Mckelvey D dan Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia. Ed ke-3. USA: Mosby.

Nelson RW, Couto GC. 1992. Small Animal Medicine. Ed ke-2. USA: MOSBY. Redaksi Ensiklopedia Indonesia. 2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna

Mamalia 2. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Ed ke-3. Australia: Blackwell Publishing Asia.

Ressang AA. 1963. Pathologi Chusus Veteriner. Bogor: Departemen Urusan Research Nasional RI.

Simmons GT, Bammel BM. 2005. Endometritis.

http://www.emedicine.com/med/topic676.htm [23 Juli 2007] Verhoef E. 2003. The Complete Encyclopedia of Cats. Lisse: Rebo publishers. West G. 1994. Black’s Veterinary Dictionary. Ed ke-18. London: A&C Black. Widmer WR., David S. Biller. 2004. Ultrasonography of the Urinary Tract in

Small Animals. JAVMA. 225(1): 46-54

Wikipedia Ensiklopedia. 2006. Kucing. http://id.wikipedia.org/wiki/Kucing. [5

Februari 2007]

Wikipedia Ensiklopedia. 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Ultrasonografi_medis. [5 Februari 2007]