Endoskopi Laring, Esofagus, dan Lambung Proksimal pada Kucing Lokal (Felis catus)

ABSTRAK
ANDI RAHAYU. Endoskopi Laring, Esofagus, dan Lambung Proksimal Kucing
Lokal (Felis catus). Dibimbing oleh GUNANTI dan DENI NOVIANA.
Endoskopi merupakan teknik diagnosa penyakit yang sensitif terhadap
kelainan permukaan mukosa berbagai organ tubuh. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pencitraan normal laring, esofagus, dan lambung proksimal
kucing lokal indonesia beserta karakteristiknya melalui pemeriksaan endoskopi.
Aklimatisasi dan pemeriksaan fisik dilakukan sebelum kucing diperiksa dengan
menggunakan endoskop fleksibel. Laring memiliki mukosa yang berwarna pucat,
halus, mengkilap, memiliki struktur anatomi yang khas dan bergerak secara
simetris bilateral. Esofagus cervical dicirikan dengan adanya kesan trakhea dan
sedikit vaskularisasi pembuluh darah pada dinding mukosa sedangkan esofagus
thoracalis dicirikan dengan munculnya kesan aorta, herringbone, dan banyaknya
vaskularisasi pembuluh darah pada dinding mukosa. Esofagus abdominalis
dicirikan dengan terlihatnya spinchter esofagus bawah yang berbentuk elips.
Mukosa lambung berwarna merah muda, halus, mengkilap, dan berlipat secara
transversal dan longitudinal. Dari pemeriksaan yang dilakukan, laring, esofagus
dan lambung teramati dengan memasukkan scope sejauh 8 ± 0.7 cm, 9 ± 0.7 cm,
dan 27.2 ± 1.4 cm. Karakteristik permukaan mukosa laring, esofagus, dan
lambung proksimal teramati dengan baik menggunakan teknik endoskopi,
masing-masing organ tersebut memiliki kekhasan warna dan struktur anatomi.

Kata kunci : endoskopi, laring, esofagus, lambung, kucing lokal
ABSTRACT
ANDI RAHAYU. Endoscopy of Larynx, Esophagus, and Proximal Stomach in
Indonesian Domestic House Cat (Felis catus). Supervised by GUNANTI and
DENI NOVIANA.
Endoscopy is a sensitive diagnostic technique to detect mucosal disorders in
various organs of the body. The aim of this study was to determine the normal
appearance of the larynx, esophagus, and proximal stomach of an Indonesian
Domestic House Cat and its characteristic by using endoscopic examination.
Acclimatization and physical examination was performed before endoscopic
examination. The larynx had a pale, smooth, and glistening mucosa with a unique
anatomical structure. It moved symmetric billaterally. The cervical esophagus
was characterized by the appearance of tracheal impression and few of blood
vessels on mucosa wall whereas the thoracal esophagus is characterized by
impression of the aorta, herringbone structure, and many of blood vessels on
mucosa wall. The abdominal esophagus could be found the beneath esophageal
spinchter. The gastric mucosa was pink, smooth, glistening, and had many of
longitudinal and tranversal folds. Result showed that the larynx, esophagus, and
stomach were observed at the scope depth of 8 ± 0.7 cm, 9 ± 0.7 cm, and 27.2 ±
1.4 cm respectively. Mucosal surface characteristics of the larynx, esophagus, and


proximal stomach can be observed by using endoscopy. Each organ is different
from colour and anatomical structure.
Keywords :Endoscopy, Larynx, Esophagus, Stomach, Felis catus

ENDOSKOPI LARING, ESOFAGUS, DAN LAMBUNG
PROKSIMAL PADA KUCING LOKAL (Felis catus)

ANDI RAHAYU

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Endoskopi Laring,
Esofagus, dan Lambung Proksimal pada Kucing Lokal (Felis catus) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Andi Rahayu
NIM B04080114

ABSTRAK
ANDI RAHAYU. Endoskopi Laring, Esofagus, dan Lambung Proksimal Kucing
Lokal (Felis catus). Dibimbing oleh GUNANTI dan DENI NOVIANA.
Endoskopi merupakan teknik diagnosa penyakit yang sensitif terhadap
kelainan permukaan mukosa berbagai organ tubuh. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pencitraan normal laring, esofagus, dan lambung proksimal
kucing lokal indonesia beserta karakteristiknya melalui pemeriksaan endoskopi.
Aklimatisasi dan pemeriksaan fisik dilakukan sebelum kucing diperiksa dengan
menggunakan endoskop fleksibel. Laring memiliki mukosa yang berwarna pucat,
halus, mengkilap, memiliki struktur anatomi yang khas dan bergerak secara

simetris bilateral. Esofagus cervical dicirikan dengan adanya kesan trakhea dan
sedikit vaskularisasi pembuluh darah pada dinding mukosa sedangkan esofagus
thoracalis dicirikan dengan munculnya kesan aorta, herringbone, dan banyaknya
vaskularisasi pembuluh darah pada dinding mukosa. Esofagus abdominalis
dicirikan dengan terlihatnya spinchter esofagus bawah yang berbentuk elips.
Mukosa lambung berwarna merah muda, halus, mengkilap, dan berlipat secara
transversal dan longitudinal. Dari pemeriksaan yang dilakukan, laring, esofagus
dan lambung teramati dengan memasukkan scope sejauh 8 ± 0.7 cm, 9 ± 0.7 cm,
dan 27.2 ± 1.4 cm. Karakteristik permukaan mukosa laring, esofagus, dan
lambung proksimal teramati dengan baik menggunakan teknik endoskopi,
masing-masing organ tersebut memiliki kekhasan warna dan struktur anatomi.
Kata kunci : endoskopi, laring, esofagus, lambung, kucing lokal
ABSTRACT
ANDI RAHAYU. Endoscopy of Larynx, Esophagus, and Proximal Stomach in
Indonesian Domestic House Cat (Felis catus). Supervised by GUNANTI and
DENI NOVIANA.
Endoscopy is a sensitive diagnostic technique to detect mucosal disorders in
various organs of the body. The aim of this study was to determine the normal
appearance of the larynx, esophagus, and proximal stomach of an Indonesian
Domestic House Cat and its characteristic by using endoscopic examination.

Acclimatization and physical examination was performed before endoscopic
examination. The larynx had a pale, smooth, and glistening mucosa with a unique
anatomical structure. It moved symmetric billaterally. The cervical esophagus
was characterized by the appearance of tracheal impression and few of blood
vessels on mucosa wall whereas the thoracal esophagus is characterized by
impression of the aorta, herringbone structure, and many of blood vessels on
mucosa wall. The abdominal esophagus could be found the beneath esophageal
spinchter. The gastric mucosa was pink, smooth, glistening, and had many of
longitudinal and tranversal folds. Result showed that the larynx, esophagus, and
stomach were observed at the scope depth of 8 ± 0.7 cm, 9 ± 0.7 cm, and 27.2 ±
1.4 cm respectively. Mucosal surface characteristics of the larynx, esophagus, and

proximal stomach can be observed by using endoscopy. Each organ is different
from colour and anatomical structure.
Keywords :Endoscopy, Larynx, Esophagus, Stomach, Felis catus

ENDOSKOPI LARING, ESOFAGUS, DAN LAMBUNG
PROKSIMAL PADA KUCING LOKAL (Felis catus)

ANDI RAHAYU


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Endoskopi Laring, Esofagus, dan Lambung Proksimal pada
Kucing Lokal (Felis catus)
Nama
: Andi Rahayu
NIM
: B04080114

Disetujui oleh


Dr drh Gunanti, MS
Pembimbing I

drh Deni Noviana, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS Ph.D APVet (K)
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan kemudahan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian dengan judul Endoskopi Pencitraan Laring, Esofagus, dan Lambung
Proksimal Kucing Lokal (Felis catus) ini dilakukan sejak bulan Januari hingga
Februari 2012 bertempat di Laboratorium Bedah dan Radiologi Departemen KRP
FKH IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr drh Hj Gunanti, MS dan drh
Deni Noviana, PhD atas bimbingan, kritik, saran, dan nasihat yang telah diberikan
selama penelitian dan penulisan serta seluruh staf Bagian Bedah dan Radiologi
dan petugas kandang atas berbagai bantuan yang telah diberikan. Ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Dr drh Min Rahminiwati, MS selaku
dosen pembimbing akademik penulis serta PT Karindo Alkestron yang telah
memberikan fasilitas alat untuk untuk melaksanakan penelitian ini. Ungkapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan
seluruh keluarga tercinta atas do’a dan kasih sayangnya. Tak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman Avenzoar FKH 45,
Keluarga Mahasiswa Klaten angkatan ’45, dan teman-teman villa Coklat atas
dukungan moral yang diberikan.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan guna menunjang peningkatan kesehatan hewan.

Bogor, Januari 2013
Andi Rahayu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kucing Lokal
Metode Endoskopi dan Penggolongan Endoskop
Prinsip Kerja Endoskop
Struktur dan Fungsi Bagian Endoskop Fleksibel
Laringoskopi
Esofagoskopi
Gastroskopi
METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pemeriksaan Fisik Kucing Lokal Penelitian
Kedalaman scope yang Dimasukan untuk Pemeriksaan
Endoskopi Pencitraan Laring Normal Kucing Lokal Penelitian
Endoskopi Pencitraan Esofagus Normal Kucing Lokal Penelitian
Endoskopi Pencitraan Lambung Proksimal Normal Kucing Lokal
Penelitian
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2

2
2
2
3
3
4
5
6
6
6
6
7
7
8
8
8
10
11
12
17
19
19
20
20
22

DAFTAR TABEL
1 Hasil pemeriksaan fisik kucing lokal penelitian
2 Kedalaman scope yang dimasukkan untuk mengamati laring, esofagus,
dan lambung proksimal

9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kucing lokal
Anatomi Endoskop Fleksibel
Gambar endoskopi laring normal kucing lokal penelitian
Gambar radiografi saat scope mencapai laring
Gambar endoskopi spinchter esofagus atas kucing lokal penelitian
Gambar endoskopi esofagus cervicalis normal kucing lokal penelitian
Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus cervicalis
Gambar endoskopi esofagus thoracalis normal kucing lokal penelitian
Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus thoracalis
Gambar endoskopi esofagus abdominalis kucing lokal penelitian
Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus abdominalis
Gambar endoskopi cardia dan fundus lambung normal kucing lokal
penelitian
13 Gambar endoskopi corpus lambung normal kucing lokal penelitian
14 Gambar endoskopi lambung kucing lokal saat diinsuflasi udara
maksimal
15 Gambar radiografi saat scope mencapai lambung

2
4
11
12
13
14
14
15
15
16
16
17
18
18
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kucing dikenal sebagai hewan kesayangan yang paling banyak dipelihara
oleh manusia untuk tujuan mengurangi tekanan hidup dan stres. Kelincahan dan
kelenturan tubuh kucing menyebabkan manusia menjadikan mereka sebagai
hewan yang dapat diajak bermain. Seiring dengan berkembangnya minat
masyarakat untuk memelihara kucing sebagai hewan kesayangan, semakin tinggi
pula kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap kesejahteraan dan kesehatan
hewan peliharaannya (Suwed dan Budiana 2006).
Diagnosa penyakit merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui dan
menentukan penyakit yang dialami oleh hewan. Kegiatan tersebut menjadi
langkah awal dalam rangka menghilangkan gangguan kesehatan dan peningkatan
kesejahteraan hewan. Alat bantu diagnostik berfungsi untuk membantu dokter
dalam menentukan diagnosa sehingga diperoleh hasil yang tepat. Selama ini, alat
bantu diagnosa yang umum digunakan di dunia kedokteran hewan di Indonesia
adalah radiografi dan ultrasonografi. Radiografi merupakan teknik diagnosa yang
memanfaatkan sinar-X yang ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad
Roentgen pada tahun 1896. Teknik diagnosa radiografi efektif untuk mendiagnosa
penyakit saluran pencernaan yang berhubungan dengan motilitas saluran
pencernaan, namun memiliki keterbatasan terhadap penyakit mukosa saluran
pencernaan seperti esophagitis, hyperemia, erosi, dan ulcers (Han 2003).
Ultrasonografi (USG) merupakan teknik diagnosa pencitraan struktur organ yang
memanfaatkan gelombang suara frekuensi tinggi 2-10 MHz. Gambaran yang
dihasilkan berupa sonogram yang bersifat anekoik, hipoekoik, dan hiperekoik
(Noviana et al. 2012). Ultrasonografi efektif digunakan untuk mendiganosa
kelainan pada organ-organ tubuh yang lunak, namun masih terbatas untuk
mendiagnosa kelainan yang terjadi pada permukaan mukosa maupun organ tubuh
yang keras.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin
berkembang pula teknik dan penggunaan alat bantu diagnostik yang digunakan.
Salah satu teknik diagnosa penyakit yang belum lama diperkenalkan di dunia
kedokteran hewan di Indonesia adalah endoskopi. Endoskopi merupakan teknik
diagnosa yang memungkinkan untuk melakukan pengamatan terhadap mukosa
organ dalam tubuh tanpa melakukan pembedahan/minimal invasive. Endoskopi
juga dapat dilakukan untuk pengambilan biopsi jaringan, pengamatan perubahan
morfologi permukaaan mukosa berbagai organ, serta pengambilan benda asing
dari dalam tubuh (Steiner 2008). Teknik endoskopi ini sangat sensitif terhadap
penyakit kelainan mukosa yang terjadi pada berbagai organ tubuh (Moore 2003).
Endoskopi dapat dilakukan pada berbagai organ tubuh seperti laring,
esofagus, dan lambung. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan pada hewan
ruminansia, kuda, dan hewan kecil (Lecoindre 1999, Slovis 2004, Stierschneider
et al. 2007). Meskipun demikian, informasi terhadap penampakan normal
pemeriksaan endoskopi organ laring, esofagus, dan lambung kucing lokal masih
terbatas. Pemahaman terhadap penampakan normal organ-organ tersebut pada

2
pemeriksaan endoskopi dapat mempermudah evaluasi terhadap kelainan-kelainan
yang terjadi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencitraan normal laring,
esofagus, dan lambung proksimal kucing lokal beserta karakteristiknya melalui
pemeriksaan endoskopi

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mempermudah intepretasi dan diagnosa
terhadap gangguan yang mungkin terjadi pada laring, esofagus, dan lambung
kucing lokal pada pemeriksaan endoskopi. Karakteristik dan pencitraan normal
yang didapat dari penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk diagnosa penyakit
serta menjadi pembanding terhadap karakteristik kucing ras yang lain.

TINJAUAN PUSTAKA
Kucing Lokal
Kucing lokal merupakan hasil proses domestikasi hewan yang dilakukan
oleh manusia sejak puluhan ribu tahun yang lalu. Domestikasi tersebut terjadi
karena adanya hubungan yang menguntungkan antara manusia dan kucing.
Awalnya, manusia yang berhenti dari sistem hidup berpindah-pindah dan memulai
sistem pertanian memanfaatkan kucing sebagai pengontrol tikus liar yang dapat
merusak lahan pertanian mereka. Perlahan-lahan sifat liar kucing mulai
menghilang dan berubah menjadi jinak (Lipinski et al. 2008). Kucing lokal
ditemukan dalam jumlah banyak di lingkungan sekitar tempat tinggal manusia.
Sifatnya yang lincah, komunikatif, dan perawatannya yang mudah menjadikannya
cocok untuk dipelihara. Gambar kucing lokal dapat dilihat pada Gambar 1.
Adapun klasifikasi kucing lokal menurut Linneaus (1758) adalah :
Kingdom : Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Genus
: Felis
Spesies : Felis catus

Gambar 1 Kucing local

3
Metode Endoskopi dan Penggolongan Endoskop
Metode endoskopi pertama kali diperkenalkan oleh Phillip Bozzini pada
tahun 1806. Namun baru pada tahun 1970an endoskopi mulai digunakan untuk
diagnosa penyakit pada hewan kecil. Pemeriksaan endoskopi saluran pencernaan
hewan kecil pertama kali dilakukan pada tahun 1976. Endoskopi merupakan
teknik diagnosa yang dilakukan untuk mengamati struktur internal mukosa organ
dengan memasukan scope yang diujung distalnya terdapat kamera atau serabut
optik. Scope dapat dimasukan melalui mulut, hidung, anus, atau sayatan kecil
yang sengaja dibuat. Teknik ini memungkinkan untuk melihat struktur internal
mukosa organ visceral tanpa melakukan pembedahan dengan aman, cepat, dan
mudah. Dengan menggunakan endoskopi, penyakit-penyakit mukosa organ-organ
tubuh dapat didiagnosa dan terdokumentasi dengan baik. Endoskopi juga
digunakan untuk pengambilan spesimen biopsi dan benda asing dari dalam tubuh
(Moore 2003).
Endoskop merupakan alat yang digunakan utuk melakukan pemeriksaan
endoskopi. Endoskop digolongkan menjadi beberapa tipe. Berdasarkan scope
yang dimiliki, endoskop dibagi menjadi 2 jenis yaitu endoskop rigid dan endoskop
fleksibel. Endoskop rigid atau yang disebut juga telescope memiliki scope yang
bersifat kaku karena terbuat dari bahan metal atau plastik. Sistem transmisi
gambar endoskop rigid menggunakan serat optik yang terdapat pada ujung scope.
Endoskop fleksibel memiliki scope lentur yang dapat digerakkan. Endoskop jenis
ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap organ tubuh yang
berbentuk tabung panjang seperti saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan
traktus urinarius hewan jantan. Terdapat dua jenis endoskop fleksibel yaitu
fibrooptik endoskop dan video endoskop. Perbedaan diantara keduanya terletak
pada cara mentransmisikan gambar. Fibrooptik endoskopi mentransmisikan
gambar melalui serabut optik sedangkan video endoskopi mentransmisikan
gambar melalui microelectronic charge coupled divice (CCD) yang terpasang di
ujung scope (Barthel et al. 2005).

Prinsip Kerja Endoskop
Endoskop memiliki tiga sistem utama, yaitu sistem pemrosesan gambar,
sistem penghantaran cahaya, dan sistem mekanik (Divers 2008). Sistem
penghantaran cahaya pada endoskop rigid dilakukan oleh mesin sumber cahaya
sedangkan sistem pemrosesan gambar dilakukan oleh Camera Control Unit
(CCU), endoscope adapter, camera head, dan monitor. Berbeda dengan endoskop
rigid, sistem penghantaran cahaya dan sistem pemrosesan gambar pada endoskop
fleskibel dilakukan sekaligus oleh Camera Control Unit (CCU) sedangkan
endoscope adapter dan camera head langsung terpasang permanen pada endoskop.
Gambar atau video yang diambil kemudian akan ditampilkan ke dalam monitor
dan dapat disimpan di dalam CPU dengan menghubungkan CPU dan CCU
dengan bantuan perangkat lunak khusus (Tams dan Rawlings 2011). Sistem
mekanik endoskop merupakan sistem yang berfungsi untuk memasukan scope
untuk mengambil gambar pada organ tertentu. Fungsi mekanik dilakukan oleh
light guide pludge, umbilical cord, control section, dan insertion tube/scope.

4
Struktur dan Fungsi Bagian Endoskop Fleksibel
Shumway dan Broussard (2003) menyebutkan komponen endoskop
fleksibel terbagi atas komponen eksternal dan komponen internal. Komponen
eksternal endoskop fleksibel terdiri atas light guide plug, umbilical cord, control
section, dan insertion tube (scope) sedangkan komponen internal terdiri atas
angulation system, air and water system, image system, dan electrical system.
Gambar anatomi endoskop fleksibel ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Anatomi Endoskop Fleksibel (Barthel et al. 2005)
Light Guide Plug merupakan bagian ujung umbilical cord yang berfungsi
sebagai penghubung endoskop dengan sumber cahaya, air, dan udara. Bagian ini
memiliki terminal yang tidak tahan terhadap air sehingga harus ditutup saat
dibersihkan. Light guide plug dihubungkan dengan control section melalui
umbilical cable/umbilical cord. Umbilical cord merupakan sekumpulan serabut
inkoheren yang mentransmisikan cahaya dari light guide plug ke control section.
Bagian ini meneruskan udara dan air dari air and water container ke control
section. Control section merupakan bagian endoskop yang berfungsi mengatur
pergerakan insertion tube dan fungsi-fungsi lainnya. Pada bagian ini, terdapat
angulation control knobs dan breaking lever yang berfungsi memanipulasi ujung
insertion tube serta air and water valve yang berfungsi mengatur insuflasi air dan
udara. Control section juga dilengkapi dengan operating channel sebagai pintu
untuk memasukan peralatan tambahan seperti biopsy forceps, aspiration needle,
dan lain lain. Di bagian atas control section terdapat eyepiece yang dapat
dihubungkan dengan monitor untuk menampilkan gambar organ yang diamati.
Insertion tube merupakan bagian endoskop yang dimasukan ke dalam tubuh
hewan. Pada ujung distal insertion tube terdapat distal tip yang menjadi ujung dari
endoskop. Distal tip memiliki microelectronic charge coupled device (CCD) yang
berfungsi menangkap dan mentransmisikan gambar serta pintu gerbang dari air
and water nozzle, objective lense, iluminating lenses, dan operating channel
(Barthel et al. 2005).

5
Angulation system merupakan sistem yang mengatur pergerakan ujung
endoskop/ distal tip melalui angulation control knobs pada control section. Sistem
ini terdiri atas control mechanism, coil pipes, dan bending section. Control
mechanism berupa kawat yang berjalan di sepanjang insertion tube yang
menghubungkan distal tip dengan angulation control knobs, sehingga
memungkinkan menggerakan distal tip ketika angulation control knobs diputar.
Control mechanism juga memiliki sistem pengunci sehingga dapat memfiksir
insertion tube agar tidak bergerak lagi. Coil pipes merupakan pegas yang
menempel pada dinding dalam insertion tube yang melindungi dari gesekan kawat
control mechanism, sedangkan bending section merupakan serangkaian metal
yang menjadi engsel pada distal tip. Dengan adanya bending section, distal tip
dapat membelok mengikuti arah angulation control knobs (Shumway dan
Broussard 2003)
Air and water system merupakan sistem yang mengatur insuflasi udara dan
air dari pompa ke light guide plug menuju distal tip. Ketika air and water valve
setengah ditutup udara masuk ke dalam tubuh akan tetapi apabila katup tersebut
ditutup penuh air yang akan masuk ke dalam tubuh. Imaging system endoskop
merupakan sistem yang mengatur pengambilan gambar organ tubuh yang diamati.
Sistem ini terdiri atas sistem pencahayaan, sistem lensa, dan sistem pengambil
gambar baik melalui serabut optik ataupun CCD. Electronical system terdiri atas
automatic brightness system dan switches yang berperan mengatur tingkat
pencahayaan gambar secara otomatis serta mengatur fungsi tambahan dari
endoskop (Shumway dan Broussard 2003).

Laringoskopi
Laringoskopi merupakan pemeriksaan endoskopi yang dilakukan untuk
memeriksa struktur anatomi laring dan pergerakan laring untuk mengevaluasi
fungsi laring. Laring merupakan susunan tulang rawan yang menjadi pintu masuk
menuju trakhea. Organ tersebut terdiri atas susunan tulang rawan yaitu Cartilago
thyroidea, Cartilago cricoidea, dan Cartilago arytenoidea. Cartilago thyroidea
merupakan tulang rawan terbesar yang terletak pada bagian ventral laring. Pada
manusia cartilago ini disebut juga dengan jakun. Di sebelah caudal Cartilago
thyroidea terletak Cartilago cricoidea yang berbentuk seperti lingkaran,
sedangkan di sebelah dorsal Cartilago cricoidea terletak cartilago yang ketiga
yaitu Cartilago arytenoidea. Laring juga dilengkapi dengan glotis dan epiglotis
yang berfungsi untuk mencegah masuknya makanan ke dalam trakhea saat
menelan (Sebastiani dan Fishbeck 2005). Laringoskopi dilakukan pada hewan
yang menunjukkan gejala klinis berupa gangguan pernapasan. Pada anjing dan
kucing simptom yang biasa muncul pada gangguan fungsi laring adalah gangguan
suara pernapasan atas (stridor) meskipun terdapat simptom lain yang mungkin
muncul seperti perubahan suara, peningkatan waktu inspirasi, batuk, dyspnea,
cyanosis, dan kehilangan gonggongan/dengkuran.

6
Esofagoskopi
Esofagoskopi adalah pemeriksaan endoskopi yang dilakukan untuk
mengevaluasi lumen dan mukosa esofagus. Esofagus merupakan otot yang
berbentuk pipa panjang yang mengantarkan bolus makanan dari rongga mulut ke
lambung dengan gerakan peristaltik. Sepertiga atas esofagus merupakan otot lurik
yang tertutup oleh jaringan submukosa yang tebal dan jaringan ikat. Bagian
bawah esofagus merupakan otot polos yang semakin menebal dan berinteraksi
terhadap faktor neurogenik dan hormon (Barret 2006). Berdasarkan letaknya,
esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu esofagus cervicalis, esofagus
thoracalis, dan esofagus abdominalis (Moore 2008). Pemeriksaan esofagoskopi
dilakukan untuk mengevaluasi hewan yang menunjukkan gejala gangguan
esofagus seperti regurgitasi, dysphagia, odynophagia, dan hipersalivasi (Tams
2005). Esofagoskopi juga dapat dilakukan pada hewan yang dicurigai menelan
benda yang berpotensi menjadi benda asing dalam esofagus (Tams dan Rawlings
2011). Umumnya, endoskopi menjadi alternatif lain setelah diagnosa penunjang
yang lain seperti radiografi dan USG telah dilakukan namun penyebab penyakit
belum dapat ditentukan

Gastroskopi
Gastroskopi merupakan pemeriksaan endoskopi yang dilakukan untuk
memeriksa lambung. Tams dan Rawlings (2011) menyatakan pemeriksaan
gastroskopi diindikasikan untuk penyakit lambung seperti chronic gastritis,
gastric erosions, gastrict foreign bodies, dan gastrict motility disorders. Lambung
merupakan tempat terjadinya pencernaan makanan secara kimiawi. Lambung
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian proksimal dan distal lambung.
Lambung bagian proksimal kemudian dibagi kembali menjadi tiga bagian yaitu
cardia, fundus, dan corpus. Cardia merupakan bagian yang tipis yang berada
dekat dengan esofagus sedangkan fundus terletak di sebelah kiri lambung dan di
sebelah cranial corpus lambung. Corpus lambung merupakan bagian terbesar dari
lambung yang menghubungkan fundus dengan pylorus. Keseluruhan bagian
lambung proksimal berfungsi untuk menghasilkan sekresi cairan lambung.
Lambung distal terdiri atas antrum pylorus, canal pylorus, dan spincter pylorus.
Lambung distal berfungsi menggiling dan membantu pengosongan lambung
(Steiner 2008).

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan 5 ekor kucing lokal (Felis catus)
jantan dewasa yang berbobot badan 3–4 kg. Bahan-bahan penelitian yang
digunakan antara lain: sediaan anthelmintik Zypiran®, sediaan antibiotik

7
amoxicillin, sediaan premedikasi atropine sulfat, sediaan anatesi ilium ketamil®
dan ilium xylazil®, alkohol 70%, gel pelumas, dan kapas.

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah satu set endoskop
fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope
8.0 mm dan panjang 1.5 m, mesin radiografi tipe mobile, perlengkapan pelindung,
laringoskop, stetoskop, termometer, stopwatch, syringe 1 ml, dan sarung tangan.

Prosedur Percobaan
Persiapan dan Aklimatisasi Hewan
Aklimatisasi terhadap kucing dilakukan terlebih dahulu sebelum kucing
tersebut digunakan. Selama aklimatisasi, kucing diberi antibiotik dan anthelmintik.
Antibiotik yang diberikan adalah sediaan amoxicillin dengan dosis 20 mg/KgBB
selama 3 hari. Pemberian anthelmintik dilakukan dengan memberikan sediaan
Zypiran® dengan dosis 5 mg/KgBB dengan satu kali pemberian. Pemberian
antibiotik dan anthelmintik dilakukan untuk menghilangkan gangguan saluran
pencernaan yang diakibatkan oleh infeksi bakteri atau cacing. Selama aklimatisasi,
kucing diberi makan secara teratur dan diberi minum secara ad libitum.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui status kondisi umum
hewan dan memastikan tidak ada resiko sebelum dilakukan anastesi. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang
diawali dengan pemeriksaan sinyalemen, keadaan umum dan status present.
Sinyalemen merupakan identitas yang melekat pada hewan yang meliputi spesies,
ras, umur, jenis kelamin, dan ciri khas lain yang membedakan dengan individu
yang lain. Keadaan umum hewan yang diamati meliputi perawatan, pertumbuhan
badan, dan kondisi vital hewan yang meliputi frekuensi denyut jantung, frekuensi
napas, suhu tubuh, capillary refill time (CRT), dan warna mukosa. Untuk
memastikan hewan tidak mengalami gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi
jantung, auskultasi dilakukan terhadap suara pernapasan dan suara jantung.
Anastesi Hewan
Pemeriksaan endoskopi didahului dengan menghilangkan kesadaran
hewan untuk menghindari tindakan yang tidak kooperatif hewan selama
pemeriksaan. Sebelum dilakukan anastesi, kucing dipuasakan terlebih dahulu
selama minimal 12 jam agar lambung berada dalam keadaan kosong. Anastesi
dilakukan dengan memberikan kombinasi sediaan ilium ketamil® dengan dosis 10
mg/KgBB dan ilium xylazil® dengan dosis 2 mg/KgBB. Sebelum dianastesi,
hewan diberi atropine sulfat dengan dosis 0.025 mg/KgBB sebagai premedikasi.

8
Pemeriksaan Endoskopi
Hewan yang telah teranastesi kemudian dibaringkan dengan posisi right
recumbency dengan kepala sedikit ditegakkan. Laringoscope dimasukan ke dalam
mulut hewan untuk mempermudah pemasukan scope ke dalam saluran pencernaan
hewan. Scope diberi gel pelumas pada permukaannya kemudian secara perlahan
dimasukan ke dalam mulut hewan hingga mencapai regio faring. Pada saat scope
sudah mencapai faring dan organ laring mulai terlihat, pengamatan dan
pengambilan gambar dilakukan. Setelah itu, secara perlahan scope dimasukan
melalui spinchter esofagus atas menuju esofagus. Insuflasi udara dapat dilakukan
agar esofagus mengembang dan mukosa esofagus dapat terlihat dengan jelas.
Pengambilan gambar dilakukan setiap scope maju sejauh 1 cm. Hal ini bertujuan
untuk membandingkan hasil pencitraan endoskopi pada berbagai bagian esofagus.
Scope kemudian diteruskan hingga mencapai lambung. Esofagus dan lambung
dibatasi oleh spinchter esofagus bawah yang dalam keadaan normal berada dalam
keadaan tertutup. Dengan sedikit insuflasi udara, spinchter esofagus bawah akan
terbuka dan scope dapat dimasukan menuju lambung hingga ujung lambung
proksimal yang ditandai dengan adanya incisura angularis. Pengamatan terhadap
mukosa dilakukan dengan membagi daerah pengamatan menjadi 4 kuadran/lapang
pandang yaitu kuadran I arah jam 10 hingga jam 2, kuadran II arah jam 2 hingga
jam 5, kuadran III arah jam 5 hingga jam 7, dan kuadran IV arah jam 7 hingga jam
10 (Steiner 2008).
Konfirmasi Pencapaian Scope dengan Pengambilan Gambar Radiografi
Kedalaman scope yang dimasukkan ke dalam tubuh kucing kemudian
dikonfirmasi dengan pengambilan gambar radiografi. Gambar radiografi diambil
pada regio kepala, thoraks, dan abdominalis dengan posisi left lateral.
Pengambilan gambar radiografi daerah kepala diambil dengan menggunakan
Miliamperage second esecond dan Kilovoltage Peak diatur pada besaran 2.0 dan
54 serta 2.0 dan 56 untuk daerah thoraks dan abdomen. Keseluruhan gambar
radiografi diambil dengan FFD 40 inchi

Analisis Data
Data yang didapat dari penelitian ini dikaji dan dibahas dengan metode
deskriptif untuk kemudian diambil simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pemeriksaan Fisik Kucing Lokal Penelitian
Keseluruhan hewan yang digunakan sebagai hewan penelitian merupakan
kucing lokal berjenis kelamin jantan yang memiliki bobot badan 3-4 Kg.
Pemeriksaan fisik terhadap kucing-kucing tersebut dilakukan untuk mengetahui
status kesehatan dan mendeteksi kelainan-kelainan yang menjadi resiko bila

9
dilakukan anastesi. Hasil pemeriksaan fisik kucing lokal penelitian ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan fisik kucing lokal penelitian
Parameter

Kucing 1

Kucing 2

Kucing 3

Kucing 4

Kucing 5

Nama

Daniel

Jordan

David

Tomy

Tiago

Jenis hewan/spesies

Kucing

Kucing

Kucing

Kucing

Kucing

Ras/breed

Domestik

Domestik

Domestik

Domestik

Domestik

Warna rambut dan kulit

Abu-abu

Abu-abu

Belang

Kuning

Kuning

Jenis kelamin

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Umur

Dewasa

Dewasa

Dewasa

Dewasa

Dewasa

Berat badan

3,1 kg

3 kg

3,1 kg

3,3 kg

3,3 kg

Tanda khusus

Ekor hitam

Tidak ada

Pelipis hitam

Tidak ada

Tidak ada

Perawatan

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Habitus/tingkah laku

Lincah

Agresif

Agresif

Lincah

Jinak

Gizi

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Pertumbuhan badan

Sedang
Tegak pada
ke-4 kaki

Sedang
Tegak pada
ke-4 kaki

Sedang
Tegak pada
ke-4 kaki

Bagus
Tegak pada
ke-4 kaki

Bagus
Tegak pada
ke-4 kaki

38.4

38

38.4

37.9

38.5

36

38

40

40

44

100

116

104

108

126

Kelembaban

Lembab

Lembab

Lembab

Lembab

Lembab

Warna

Rose
Tidak
ada
discharge
Rose

Rose
Tidak
ada
discharge
Rose

Rose
Tidak
ada
discharge
Rose

Rose
Tidak
ada
discharge
Rose

Rose
Tidak
ada
discharge
Rose

Sudah ganti
Tidak
ada
discharge

Sudah ganti
Tidak
ada
discharge

Sudah ganti
Tidak
ada
discharge

Sudah ganti
Tidak
ada
discharge

Sudah ganti
Tidak
ada
discharge

Membran niktitan

Tersembunyi

Tersembunyi

Tersembunyi

Tersembunyi

Tersembunyi

Konjungtiva

Rose

Rose

Rose

Rose

Rose

Sclera

Putih

Putih

Putih

Putih

Putih

Cilia

Normal
Tidak
ada
discharge

Normal
Tidak
ada
discharge

Normal
Tidak
ada
discharge

Normal
Tidak
ada
discharge

Normal
Tidak
ada
discharge

Respon Mendengar

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Posisi

Tegak

Tegak

Tegak

Tegak

Tegak

Kebersihan

Sedang

Bersih

Baik

Sedang

Bersih

Krepitasi

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

L.Retropharingealis

Tidak teraba
Tidak
ada
respon batuk

Tidak teraba
Tidak
ada
respon batuk

Tidak teraba
Tidak
ada
respon batuk

Tidak teraba
Tidak
ada
respon batuk

Tidak teraba
Tidak
ada
respon batuk

Sikap berdiri
Suhu tubuh ( ˚C)
Frekuensi
denyut
(x/menit)

jantung

Frekuensi nafas (x/menit)
Hidung

Lainnya
Warna mukosa
Mulut

Gigi geligi
Lainnya

Mata

Lainnya

Telinga

Leher

Trakhea

Menurut Eldredge et al. (2008) kucing normal memiliki nilai suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung, frekuensi napas berturut-turut berada pada kisaran
37.7º-39.4º C, 140-240 kali per menit, dan 20-24 per menit. Berdasarkan kisaran

10
tersebut, kucing lokal penelitian memiliki suhu tubuh yang berada dalam kisaran
normal namun memiliki nilai frekuensi denyut jantung yang lebih rendah dan
nilai frekuensi pernapasan yang lebih tinggi dari normal. Rendahnya frekuensi
denyut jantung diduga karena kucing melakukan sedikit gerak dan berada dalam
keadaan puasa. Pergerakan hewan dan aktivitas mencerna makanan akan
memmengaruhi status fisiologis hewan dimana hewan yang aktif bergerak dan
melakukan aktivitas makan akan memiliki nilai frekuensi denyut jantung yang
tinggi, begitupun sebaliknya (Widodo dan Lelana. 2011). Tingginya frekuensi
pernapasan kucing lokal penelitian diduga karena hewan mengalami stress atau
terkejut saat handling. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wijaya (2011) yang
menyebutkan “ respirasi yang dipercepat terjadi bila hewan terkejut, setelah
banyak bergerak, atau dalam keadaan demam”.
Kedalaman Scope yang Dimasukkan untuk Pemeriksaan
Selama pemeriksaan, kedalaman scope diukur untuk mengetahui organ apa
yang teramati pada kedalaman scope tertentu. Dari pemeriksaan yang dilakukan,
didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kedalaman scope yang dimasukan untuk mengamati laring, esofagus,
dan lambung proksimal
Kucing
Kedalaman scope (cm)
Laring
Esofagus
Lambung Proksimal
Awal
Akhir
Awal
Akhir
1
8
9
26
27
33
2
7
8
24
25
30
3
9
10
27
28
33
4
8
9
27
28
33
5
8
9
27
28
33
Rata-rata
8 ± 0.7
9 ± 0.7
26.2 ± 1.3
27.2 ± 1.3
32 ± 1.4
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa laring kucing lokal teramati
dengan memasukkan scope sejauh 8 ± 0.7 cm sedangkan untuk esofagus dan
lambung proksimal teramati dengan memasukkan scope sejauh 9 ± 0.7 cm hingga
26.2 ± 1.3 cm dan 27.2 ± 1.3 hingga 32 ± 1.4 cm. Meskipun panjang scope yang
dimasukkan diketahui namun panjang esofagus dan lambung kucing yang
sebenarnya tidak dapat ditentukan menggunakan endoskop. Ujung
endoskop/distal tip mempunyai kemampuan untuk bergerak ke kiri atau ke kanan
sehingga terdapat kemungkinan ujung endoskop tidak berada tepat di tengah
lumen esofagus atau lambung. Selain itu, batas organ tidak dapat diketahui
dengan pasti karena gambar yang ditampilkan oleh endoskopi diambil ketika
obyek berada kurang lebih 1 cm di depan kamera yang terdapat diujung endoskop.
Obyek yang berada terlalu dekat dengan distal tip akan terlihat terlalu terang
akibat pengaruh cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya. Panjang scope yang
dimasukkan untuk pemeriksaan dapat berbeda-beda bergantung untuk ukuran
tubuh hewan tersebut.

11
Endoskopi Pencitraan Laring Normal Kucing Lokal Penelitian
Laring tepat teramati dengan memasukkan scope sejauh 8 ± 0.7 cm dari
ujung mulut. Gambar 3A menunjukkan epiglotis mulai terlihat ketika scope
mencapai orofaring. Pada gambar tersebut terlihat ujung epiglotis yang berbentuk
triangular dengan ujung berbentuk lancip tampak menempel pada langit-langit
lunak. Epiglotis memiliki mukosa yang berwarna rose pucat dengan vaskularisasi
pembuluh darah pada lapisan submukosa. Epiglotis kucing tidak memiliki
pigmentasi sebagaimana epiglotis domba yang terpigmentasi sehingga memiliki
warna sedikit kecoklatan (Stierschneider et al. 2007).
Gambar 3B diambil setelah scope dimasukkan lebih dalam hingga distal tip
melewati sebagian epiglotis dan berada di depan lumen trakhea. Pada gambar
tersebut terlihat dengan jelas glotis, vocal fold, dan sebagian epiglotis. Glotis
kucing terlihat tidak terlalu menonjol dan berwarna putih pucat. Mukosa laring
berwarna putih pucat, halus, dan mengkilap karena terlapisi oleh saliva. Vocal fold
yang menghubungkan glotis dan epiglotis berbentuk menyerupai huruf “V”
dengan ujung proksimal berwarna putih dan pangkal distal berwarna lebih
kecoklatan. Baik vocal fold dan glotis laring bergerak abduksio dan adduksio
secara simetris bilateral. Gerakan adduksio terjadi ketika inspirasi sedangkan
gerakan abduksio terjadi saat ekspirasi. Gerakan laring secara simetris ini
dikoordinasikan oleh nervus laringeal reccurens yang merupakan cabang dari
nervus vagus (Sebastiani dan Fishbeck 2005).
A

B

a

e

b
b

d

c
Gambar 3 Gambar endoskopi laring normal kucing lokal penelitian . (A) pada
Kedalaman scope 6 cm, (B) pada kedalaman scope 8 cm. a: langitlangit lunak, b: epiglotis, c: papila lidah, d: vocal fold, e: glotis
Konfirmasi gambar radiografi ketika scope dimasukkan sejauh 8 cm
ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa scope telah
berada di depan laring yang ditandai dengan terlihatnya tampilan sedikit
radiopaque yang merupakan tulang rawan laring. Tulang rawan tersebut
merupakan rangkaian tulang rawan hyoideus yang terdiri atas Os Stylohyoideus,
Os Epihyoideus, Os Ceratohyoideus, dan Os Basihyoideus (Coulson dan Lewis
2002). Scope terlihat berwarna radiopaque, namun berbeda di bagian distal tip.
Distal tip terlihat radiopaque di ujung distal dan radiolucent di bagian proksimal.
Pada gambar tersebut, laring dan trakhea terlihat radiolucent karena terisi oleh
udara sementara esofagus tidak terlihat karena berada dalam keadaan kolaps dan
tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Untuk menunjukkan

12
esofagus pada gambar radiografi diperlukan pewarnaan menggunakan bahan
kontras seperti barium sulfat (Thrall 2002). Baik trakhea dan esofagus berjalan
craniodorsal di ventral Os vertebrae cervicalis menuju ke thoraks. Gambar
radiografi tersebut membuktikan bahwa pada kedalaman 8 cm scope telah
mencapai laring.

Gambar 4 Gambar radiografi saat scope mencapai laring. a: scope, b: laring,
c:trakhea

Endoskopi Esofagus Normal Kucing Lokal Penelitian
Esofagus mulai teramati dengan memasukkan scope sejauh 9 ± 0.7 cm dan
berakhir pada kedalaman 26.2 ± 1.3 cm. Permulaan esofagus diawali dengan
spinchter esofagus atas dan berakhir pada spinchter esofagus bawah. Spinchter
esofagus atas terletak di caudodorsal glotis dan berada dalam keadaan
tertutup/kolaps. Keadaan tersebut ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 5A.
Lipatan mukosa spinchter esofagus atas terlihat berkerut memanjang yang
membentuk sebuah lengkungan (Gambar 5B). Permukaan mukosa spinchter
esofagus atas terlihat berwarna rose keabu-abuan dengan permukaan yang
mengkilap karena terlapisi oleh saliva. Menurut Moore (2008), spinchter esofagus
atas terdiri atas M. crichopharyngeus dan M. thyropharingeus yang akan
terrelaksasi apabila terdapat bolus makanan pada orofaring. Sedikit insuflasi udara
akan merangsang spinchter esofagus atas untuk berelaksasi sehingga scope mudah
untuk dimasukkan ke esofagus

13
A

B

Gambar 5 Gambar endoskopi spinchter esofagus atas kucing lokal penelitian. (A)
pada kedalaman scope 7 cm, (B) pada kedalaman scope 9 cm
Setelah melewati spinchter esofagus atas, endoskop mencapai esofagus
cervicalis, yaitu bagian esofagus yang terletak di dorsal sebelah kiri trakhea di
sepanjang leher. Selama pemeriksaan esofagus berada dalam keadaan kosong
tanpa adanya sisa-sisa makanan karena hewan telah dipuasakan terlebih dahulu.
Gambar 6A menunjukkan keadaan esofagus tanpa insuflasi udara sehingga
nampak mukosa esofagus cervicalis yang terlipat secara longitudinal membentuk
kerutan di depan ujung endoskop. Setelah pemberian insuflasi udara, esofagus
terlihat lebih luas tanpa adanya lipatan mukosa dan terlihat vaskularisasi
pembuluh darah. Menurut Lecoindre (1999), pemberian insuflasi udara pada
esofagus cervicalis akan menyebabkan mukosa esofagus berdilatasi sehingga
terlihat mukosa esofagus yang berwarna merah muda dengan sedikit lipatan
mukosa dan sedikit vaskularisasi pembuluh darah. Pemberian ilium xylazil® yang
mengandung Xylazine HCl sehingga menyebabkan otot-otot terelaksasi sehingga
esofagus dapat mudah berdilatasi ketika dilakukan insuflasi udara (Plumb 2008).
Gerak peristaltik esofagus dapat teramati selama pemeriksaan. Mukosa esofagus
tampak berkonstriksi dan kemudian bergerak maju menuju lambung. Gerak
peristaltik esofagus tersebut mengalami penurunan yang disebabkan pengaruh
anastesi yang diberikan (Guyton dan Hall 2006).
Mukosa esofagus cervicalis terlihat abu-abu pucat, mengkilap, dan terlapisi
sekresi yang bersifat mukus/mixed. Sekresi mukus/mixed merupakan hasil sekresi
kelenjar mukus/mixed yang berada pada lapisan submukosa di sepanjang esofagus
(Bacha dan Bacha 2000). Busa yang merupakan hasil interaksi antara udara yang
diinsuflasikan dengan sekresi di permukaan esophagus dapat ditemukan di
sepanjang esofagus. Kesan trakhea dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi
esofagus cervicalis karena esofagus cervicalis berjalan pada dorsal sebelah kiri
trakhea. Kesan trakhea tersebut ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 6B.
Meskipun esophagus merupakan saluran bulat seperti pipa, pada saat pemberian
insuflasi udara lumen esofagus tidak nampak benar-benar bulat. Hal ini
dimungkinkan karena letak esofagus cervicalis yang terhimpit oleh trakhea dan
otot-otot leher (Sebastiani dan Fishbeck 2005).

14
A

B

Gambar 6 Gambar endoskopi esofagus cervicalis normal kucing lokal penelitian.
(A) tanpa insuflasi udara, (B) dengan insuflasi udara
Konfirmasi gambar radiografi yang digunakan untuk mengamati esofagus
cervicalis ditunjukkan oleh Gambar 7. Gambar tersebut diambil dengan
memasukkan scope sejauh 12 cm. Terlihat pada gambar tersebut scope telah
berada di esofagus cervicalis yang tidak nampak secara jelas. Esofagus cervicalis
tidak dapat diamati dengan jelas karena dikelilingi oleh otot-otot leher dan fascia
(Thrall 2002). Pada gambar tersebut ujung scope tepat berada di bawah os
vertebrae cervicalis III sedangkan trakhea berwarna radiolucent berjalan di bawah
esofagus cervicalis. Persinggungan tersebut yang menyebabkan munculnya kesan
trakhea pada esofagus cervicalis. Gambar radiografi tersebut menunjukkan bahwa
pada kedalaman 12 cm scope telah mencapai esofagus cervicalis.

Gambar 7 Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus cervicalis.
a: scope, b: trakhea
Esofagus thoracalis ditandai dengan banyaknya vaskularisasi pada lapisan
submukosa, terlihatnya kesan aorta jantung, terlihatnya struktur herringbone, dan
tampak bulatnya lumen esofagus saat diinsuflasi dengan udara. Kesan aorta yang
terlihat di esofagus thoracalis dapat dilihat pada Gambar 8A. Kesan aorta tersebut
teramati pada kuadran 4 yang kemudian berjalan ke caudal hingga perlahan-lahan
kesan tersebut menghilang. Kesan tersebut dapat muncul karena di bagian thoraks
esofagus bersinggungan dengan basis jantung dan aorta yang keluar dari ventrikel
kiri (Sebastiani dan Fishbeck 2005). Struktur bergelombang yang terlihat pada
bagian distal esofagus thoracalis (Gambar 8B) adalah struktur khas yang
dinamakan dengan herringbone. Herringbone tersebut terbentuk atas lipatan

15
longitudinal dan lipatan transversal mukosa esofagus yang ada pada sepertiga
distal esofagus kucing (Moore 2008). Pemberian insuflasi udara pada esofagus
thoracalis akan membuat lumen nampak lebih bulat dibandingkan dengan
esofagus cervicalis. Hal ini disebabkan di dalam thoraks esofagus tidak terhimpit
oleh banyak organ lain seperti saat berada di leher.
A

B

a

b

Gambar 8 Gambar endoskopi esofagus thoracalis normal kucing lokal penelitian.
(A) pada kedalaman scope 20 cm, (B) pada kedalaman scope 23 cm.
a: kesan aorta, b: herringbone
Gambar radiografi yang menunjukkan kedalaman scope yang digunakan
untuk mengamati esofagus thoracalis ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar
tersebut diambil saat scope dimasukan sejauh 22 cm. Pada kedalaman tersebut,
scope terlihat telah berada dalam cavum thoraks dimana terlihat ujung scope yang
telah melewati jantung. Aorta yang berjalan keluar dari jantung menuju ke caudal
terlihat menyinggung esofagus sehingga memberikan kesan pada esofagus
thoracalis.

Gambar 9 Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus thoracalis.
a: scope, b: jantung, c: trakhea, d: aorta
Esofagus abdominalis merupakan bagian ujung esofagus yang terletak
diantara diafragma dan lambung. Bagian ini ditandai dengan adanya spinchter
esofagus bawah. Bagian ini sangat pendek dan berbatasan langsung dengan
lambung. Spinchter esofagus bawah (gastroesophageal spinchter) merupakan
pintu masuk yang menghubungkan esofagus dengan lambung. Spinchter esofagus

16
bawah terlihat mengkerut mempertemukan lipatan-lipatan mukosa membentuk
kerutan yang berbentuk elips dalam keadaan normal. Namun akibat pengaruh
anastesi dan sedikit insuflasi udara, spinchter esofagus bawah dapat dengan
mudah terbuka sehingga scope dapat dimasukkan menuju lambung (Steiner 2008).
Mukosa esofagus mengalami perubahan warna pada esofagus abdominalis.
Mukosa esofagus yang berwarna merah muda pucat secara perlahan berubah
warna menjadi lebih merah. Spinchter esofagus bawah terlihat terelaksasi
sehingga terkadang terlihat cairan lambung yang keluar di esofagus abdominalis.
Terelaksasinya spinchter esofagus bawah tersebut merupakan akibat dari
pemberian sediaan xylazine yang merupakan agonis adrenergik yang bersifat
muskulorelaksan (Plumb 2008). Gambaran endoskopi esofagus abdominalis dapat
dilihat pada gambar 10 yang diambil dengan memasukkan scope sejauh 26 cm
dari ujung mulut.

a

b

Gambar 10 Gambar endoskopi esofagus abdominalis kucing lokal penelitian.
a:herringbone, b: spinchter esofagus bawah
Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus abdominalis ditunjukkan
oleh Gambar 11. Gambar tersebut diperoleh dengan memasukan scope sejauh 26
cm dari ujung mulut. Gambar radiografi tersebut menunjukkan scope telah
melewati diafragma dan berada di depan lambung. Diafragma merupakan batas
yang memisahkan antara caudal paru yang berwarna radiolucent dengan hati
bagian cranial yang berwarna sedikit radiopaque (Farrow 2003).

Gambar 11 Gambar radiografi saat scope mencapai esofagus abdominalis. a:
scope, b: diafragma, c: lambung

17
Endoskopi Pencitraan Lambung Proksimal Normal Kucing Lokal Penelitian
Lambung teramati setelah ujung scope melewati spincter esofagus bawah
yaitu pada kedalaman 27,2 ± 1,30 cm. Lambung terbagi atas dua bagian yaitu
lambung proksimal dan lambung distal. Lambung proksimal sendiri kemudian
terbagi atas tiga bagian yaitu cardia, fundus, dan corpus sedangkan lambung
distal terbagi menjadi dua bagian yaitu antrum dan pylorus. Cardia merupakan
bagian lambung yang berbatasan langsung dengan esofagus dan terletak di caudal
spinchter esofagus bawah
Penampakan cardia ditunjukkan oleh gambar 12A yang diambil dengan
memasukkan scope sejauh 27 cm. Tanpa insuflasi udara, mukosa cardia lambung
yang berwarna rose dan mengkilap terlihat terlipat secara longitudinal dan
melingkar ke dalam membentuk lumen lambung. Gambar 12B menunjukkan
bahwa bagian fundus lambung memiliki lipatan mukosa yang lebih banyak
daripada corpus. Mendekati bagian pylorus lambung, lipatan mukosa lambung
tersebut semakin berkurang dan terlihat lipatan mukosa yang tidak lagi
longitudinal ke arah pylorus tetapi berubah menjadi transversal.
A

B

b

a

Gambar 12 Gambar endoskopi cardia dan fundus lambung normal kucing lokal
penelitian. (A) pada kedalaman scope 27 cm, (B) pada kedalaman
scope 28 cm. a: fundus lambung, b: corpus lambung
Gambar 13B menunjukkan gambaran endoskopi lambung proksimal yang
pada kuadran 1 terlihat incisura angularis sebagai batas antara lambung proksimal
dan lambung distal. Gambar tersebut diambil dengan memasukkan scope sejauh
30 cm. Ketika scope dimasukan hingga batas incisura angularis terlihat sedikit
bagian corpus yang memiliki lebih sedikit lipatan mukosa dibandingkan dengan
fundus lambung. Spinchter pylorus yang terletak di ujung pylorus tidak terlihat
karena masih tertutup oleh lipatan mukosa. Hal tersebut ditunjukkan dengan
gambar 13B yang diambil dengan memasukan scope sejauh 32 cm.
Pemasukan scope hingga mencapai lambung distal kucing lokal sangat sulit
untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan kucing memiliki ukuran lambung yang
kecil serta sudut antara corpus lambung dan antrum lambung yang sangat tajam
(Tams dan Rawlings 2011).

18
A

B

a

c
b

Gambar 13 Gambar endoskopi corpus lambung normal kucing lokal penelitian.
(A) pada kedalaman scope 30 cm, (B) pada kedalaman scope 32 cm.
a: Incisura angularis, b: corpus lambung, c: lipatan mukosa pylorus
lambung
Pemberian insuflasi udara secara penuh pada lambung akan menyebabkan
lipatan-lipatan mukosa pada cardia, fundus, maupun corpus lambung perlahanlahan menghilang dan mulai terlih