Regresi terboboti geografis dengan fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare pada angka harapan hidup (Studi kasus: angka harapan hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur)

(1)

(

REGRE

(Studi Kasu

FAKU

ESI TERBO

KERN

us : Angka

ULTAS MA

OBOTI GE

NEL

GAUSS

PADA AN

Harapan H

LUKMA

DEPAR

ATEMATI

INSTITU

EOGRAFIS

SIAN

DAN

NGKA HAR

Hidup Kab

AN MAUL

RTEMEN S

IKA DAN I

UT PERTA

2013

S DENGAN

N KERNEL

RAPAN HI

bupaten/Ko

LANA YUS

STATISTIK

ILMU PEN

ANIAN BOG

3

N FUNGSI

L

BISQUAR

IDUP

ota di Provi

SUF

KA

NGETAHU

GOR

PEMBOB

RE

insi Jawa T

UAN ALAM

BOT

Timur)


(2)

RINGKASAN

LUKMAN MAULANA YUSUF. Regresi Terboboti Geografis dengan Fungsi Pembobot Kernel Gaussian dan Kernel Bisquare Pada Angka Harapan Hidup (Studi Kasus : Angka Harapan Hidup

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan AJI

HAMIM WIGENA.

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan salah satu indikator yang mencerminkan derajat kesehatan sebagai acuan dalam perencanaan program-program kesehatan di suatu wilayah. Pencapaian AHH untuk masing-masing wilayah sangat bergantung pada potensi dan upaya pemerintah wilayah setempat melalui program-program peningkatan derajat kesehatan. Dalam penerapannya, potensi dan upaya peningkatan AHH yang dilakukan oleh pemerintah suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh wilayah yang berdekatan di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan potensi di suatu wilayah yang mendorong terjadinya kerjasama antar wilayah dalam melaksanakan program-program peningkatan derajat kesehatan. Keterkaitan akibat faktor lokasi antara suatu wilayah dengan wilayah di sekitarnya, diduga akan memberikan efek keragaman spasial terhadap pencapaian AHH di suatu wilayah. Hal ini akan menyebabkan pemodelan AHH menggunakan metode regresi klasik menjadi kurang tepat akibat asumsi kehomogenan ragam yang tidak terpenuhi. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemodelan Regresi Terboboti Geografis (RTG). Regresi Terboboti Geografis (RTG) merupakan pengembangan dari model regresi klasik menjadi model regresi terboboti yang bersifat lokal. Dalam analisis RTG, pemilihan fungsi pembobot merupakan salah satu penentu hasil analisis. Hasil analisis RTG pada AHH di Provinsi Jawa Timur

tahun 2010, baik menggunakan fungsi pembobot kernel gaussian maupun fungsi pembobot kernel

bisquare dapat menjelaskan keragaman lebih besar dibandingkan regresi klasik dan model RTG lebih efektif dalam menjelaskan hubungan antara AHH dengan peubah penjelasnya yaitu, jumlah

penduduk miskin (X1), jumlah fasilitas kesehatan (X2), persentase penduduk yang memiliki

fasilitas MCK (X3), persentase keluhan kesehatan (X4), dan persentase balita yang diimunisasi

(X5). Model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare memiliki nilai R2 dan nilai AIC yang

lebih baik dibandingkan model RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian. Selain itu,

keragaman spasial yang ada pada AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur juga lebih terlihat

pada peta keragaman hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare. Model RTG

dengan fungsi pembobot kernel bisquare menghasilkan enam kelompok wilayah dengan pola

peubah penjelas yang sama dalam mempengaruhi AHH. Berdasarkan model RTG dengan fungsi

pembobot kernel bisquare, diketahui terdapat satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap

AHH di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yaitu, peubah persentase balita yang

diimunisasi (X5).

Kata kunci: Angka Harapan Hidup (AHH), Regresi Terboboti Geografis (RTG), fungsi pembobot


(3)

REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT

KERNEL

GAUSSIAN

DAN KERNEL

BISQUARE

PADA ANGKA HARAPAN HIDUP

(Studi Kasus : Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur)

LUKMAN MAULANA YUSUF

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

Judul : Regresi Terboboti Geografis dengan Fungsi Pembobot Kernel Gaussian dan Kernel

Bisquare Pada Angka Harapan Hidup (Studi Kasus: Angka Harapan Hidup

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur) Nama : Lukman Maulana Yusuf

NRP : G14080062

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc

NIP : 19600818 198903 1004 NIP : 19520928 197701 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si NIP : 19650421 199002 1001


(5)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini

berjudul ”Regresi Terboboti Geografis dengan Fungsi Pembobot Kernel Gaussian dan Kernel

Bisquare Pada Angka Harapan Hidup (Studi Kasus : Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur)”. Karya ilmiah ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S dan Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si selaku Ketua Departemen Statistika FMIPA IPB.

3. Seluruh Dosen Departemen Statistika yang telah memberikan ilmu dan wawasan selama

penulis menuntut ilmu di Departemen Statistika serta seluruh staf Departemen Statistika yang juga telah banyak membantu penulis.

4. Kedua orang tua, kakak-kakak, dan adik-adikku yang telah memberikan doa, kasih

sayang serta dorongan baik moril maupun materil.

5. Mia Amelia, IDG Richard Alan Amory, dan Oktaviani Prihatiningsih yang telah

memberikan banyak masukkan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

6. Fauzan, Eko, Abdurrahman ‘raither’, Syibli, Rama, Ferry, Putra, Salman, Nuril, Bram,

Hendra, Didin, Shidiq, Dinar, Alfin, dan Denny atassegala dukungan dan kebersamaan

selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Statistika, khususnya Statistika ‘45 yang telah

bersama-sama dalam menuntut ilmu di Departemen Statistika IPB.

8. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian karya

ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.

Bogor, Maret 2013

Lukman Maulana Yusuf


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 2 Juli 1990 dari pasangan Djungdjung Harahap dan Ida Susanty. Penulis merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SDN Kedung Halang 3 Bogor, kemudian melanjutkan studi di SMPN 5 Bogor hingga tahun 2005. Selanjutnya, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan BEM TPB

Pejuang’45 sebagai staf Biro Fundraising pada periode kepengurusan 2008/2009. Penulis juga

aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta (GSB) sebagai

staf Database Center pada periode kepengurusan 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam

beberapa kegiatan kepanitiaan seperti Healthy Day 2008 sebagai staf dana usaha, PORSTAT 2009,

SPIRIT 2010, IDEA 2010, dan Pesta Sains Nasional 2010 sebagai staf publikasi dekorasi dan dokumentasi, serta Statistika Ria 2010 sebagai staf publikasi. Pada tahun 2011 penulis pernah meraih Juara I pada Lomba Pemodelan Statistika dalam Pengelolaan Risiko di Perbankan yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri. Pada Desember 2011, penulis pernah menjadi enumerator pada kegiatan survey coklit JAMKESDA yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor. Pada Februari - April 2012, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Angka Harapan Hidup ... 1

Analisis Regresi ... 2

Asumsi Model Regresi Berganda ... 2

Uji Keragaman Spasial ... 2

Regresi Terboboti Geografis (RTG) ... 2

Validasi Silang ... 3

Pengujian Parameter Model RTG ... 4

Pemilihan Model Terbaik Uji ANOVA (Analysis of Variance) ... 4

Akaike Information Criterion (AIC) ... 4

METODOLOGI Data ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data ... 5

Model Regresi Klasik ... 5

Pemeriksaan Asumsi Model Regresi Klasik ... 6

Uji Keragaman Spasial ... 6

Model Regresi Terboboti Geografis ... 7

Pendugaan Parameter Model RTG ... 7

Keragaman Dugaan Parameter ... 9

Pemilihan Model Terbaik ... 10

Uji Parsial Parameter Setiap Wilayah ... 10

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Statistika deskriptif AHH ... 5

2 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik ... 5

3 Ringkasan penduga parameter model RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian ... 8

4 Ringkasan penduga parameter model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare ... 8

5 Anova Uji-F model RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian ... 10

6 Anova Uji-F model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare ... 10

7 Perbandingan nilai R2dan nilai AIC model regresi klasik dan model RTG ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel gaussian ... 3

2 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel bisquare ... 3

3 Diagram pencar AHH ... 5

4 Diagram pencar uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov ... 6

5 Plot sisaan dengan urutan sisaan model regresi klasik ... 6

6 Plot pencarian nilai lebar jendela optimum fungsi pembobot kernel gaussian ... 7

7 Plot pencarian nilai lebar jendela optimum fungsi pembobot kernel bisquare ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Daftar peubah yang digunakan dalam analisis ... 15

2 Sintaks program R yang digunakan dalam analisis ... 15

3 Penduga parameter model RTG dengan pembobot kernel gaussian dan peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH ... 16

4 Penduga parameter model RTG dengan pembobot kernel bisquare dan peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH ... 17

5 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel gaussian ... 19

6 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel bisquare ... 21

7 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian ... 23

8 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare ... 23


(9)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan kemampuan bertahan hidup atau perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Angka ini menjadi salah satu indikator yang mencerminkan derajat kesehatan sebagai acuan dalam perencanaan program-program kesehatan di suatu wilayah (BPS 2010). Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan pada suatu wilayah dapat diketahui dari peningkatan AHH penduduknya, sehingga dapat dikatakan bahwa AHH merupakan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.

Pencapaian AHH untuk masing-masing wilayah sangat bergantung pada potensi dan upaya pemerintah wilayah setempat melalui program-program peningkatan derajat kesehatan. Dalam penerapannya, potensi dan upaya peningkatan AHH yang dilakukan oleh pemerintah suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh wilayah yang berdekatan di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan potensi di suatu wilayah yang mendorong terjadinya kerjasama antar wilayah dalam melaksanakan program-program peningkatan derajat kesehatan.

Keterkaitan yang terjadi akibat faktor lokasi antar wilayah diduga akan memberikan efek keragaman spasial terhadap pencapaian AHH di suatu wilayah. Keragaman spasial yang diduga terjadi dalam pencapaian AHH akan menyebabkan data antar amatan sulit untuk memenuhi asumsi regresi klasik yaitu, kehomogenan ragam sisaan, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pendekatan spasial dalam memodelkan AHH di suatu wilayah.

Salah satu pendekatan spasial yang memperhatikan faktor lokasi pengamatan ialah Regresi Terboboti Geografis (RTG). RTG merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi permasalahan keheterogenan ragam sisaan akibat adanya faktor lokasi

pengamatan (Saefuddin et al. 2011). RTG

merupakan pengembangan dari model regresi klasik menjadi model regresi terboboti yang

bersifat lokal. Menurut Fotheringham et al.

(2002) pemilihan fungsi pembobot merupakan salah satu penentu hasil dari analisis RTG. Fungsi pembobot yang digunakan untuk membangun model RTG dalam penelitian ini

adalah fungsi pembobot kernel gaussian dan

kernel bisquare. Fungsi pembobot tersebut

dipilih karena keduanya melibatkan unsur jarak antar lokasi amatan yang nilainya kontinu dalam membangun matriks pembobot, sehingga setiap lokasi akan mendapat bobot sesuai dengan jarak lokasi tersebut dengan lokasi amatan.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menerapkan Regrasi Terboboti Geografis

(RTG) pada data AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 menggunakan fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare.

2. Menentukan fungsi pembobot terbaik

antara fungsi pembobot kernel gaussian

dan fungsi pembobot kernel bisquare

dalam membangun model RTG pada AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

3. Menentukan model terbaik antara model

Regresi Klasik dengan model RTG dalam memodelkan AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

4. Mengidentifikasi peubah-peubah yang

berpengaruh terhadap AHH untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

TINJAUAN PUSTAKA

Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan kemampuan bertahan hidup atau perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup (BPS 2010).

Perhitungan AHH selama ini dilakukan

dengan pendekatan tidak langsung (indirect

estimation) terhadap dua jenis data yaitu, data Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH) menggunakan paket program Mortpack Life melalui metode Trussel dengan

model West. Hal ini disebabkan sistem

registrasi utama yang belum ada di Indonesia. Angka Harapan Hidup menjadi salah satu indikator yang mencerminkan derajat kesehatan sebagai acuan dalam perencanaan program-program kesehatan di suatu wilayah. Pada buku Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2009-2010 yang diterbitkan oleh BPS disebutkan bahwa tujuan dari Pembangunan Manusia di bidang kesehatan adalah untuk mencapai umur panjang yang sehat sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dan


(10)

2

mencapai kehidupan yang layak. Peningkatan Angka Harapan Hidup dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku kesehatan, kemiskinan, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu wilayah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan.

Analisis Regresi

Analisis regresi adalah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis data dan mengambil kesimpulan yang bermakna tentang hubungan ketergantungan yang mungkin ada antara peubah respon dengan peubah penjelas (Draper & Smith 1992).

Secara umum, model regresi berganda dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan yadalah vektor amatan peubah respon

yang berukuran (n × 1), X adalah matriks

peubah penjelas berukuran (n × p), β adalah

vektor parameter regresi berukuran (p × 1), ε

adalah vektor sisaan berukuran (n × 1), dan p

adalah k + 1 dengan k adalah jumlah peubah

penjelas.

Pendugaan parameter pada regresi berganda diperoleh melalui metode kuadrat

terkecil atau Ordinary Least Square (OLS)

sebagai berikut (Draper & Smith 1992):

Asumsi Model Regresi Berganda

1. Kondisi Gauss-Marcov yaitu, nilai harapan

sisaan nol (E[εi] = 0), ragam sisaan

homogen (E[εi2] = var [εi] = σ2 ), dan

tidak ada autokorelasi sisaan E[εi,εj] = 0, i ≠

j).

2. Tidak ada multikolinieritas (hubungan

linier yang kuat antar peubah penjelas). Menurut Gujarati (2004), cara mendeteksi adanya multikolinieritas ialah dengan

melihat nilai VIF (Variance Inflation

Factor) setiap peubah penjelas, dengan rumus sebagai berikut:

dengan Rk2 adalah nilai koefisien

determinasi ketika Xk diregresikan dengan

peubah penjelas lainnya untuk k =1, 2, 3, 4,

5. Jika nilai VIF > 10 maka diindikasikan adanya multikolinieritas antar peubah penjelas.

Uji Keragaman Spasial

Perbedaan karakteristik data antar titik lokasi pengamatan dapat menyebabkan keragaman spasial. Menurut Anselin (2009), identifikasi mengenai keragaman spasial dapat

dilakukan dengan uji Breusch-Pagan.

Hipotesis pada uji Breusch-Pagan adalah:

H0 : σ2(ui, vi) = … = σ2(un, vn) = σ2

H1 : minimal ada satu σ2(ui, vi)≠σ2(uj, vj)

untuk k ij, dengan i, j =1,2,…,n

Statistik Uji:

dengan,

Kriteria Uji:

, terima H , tolak H

dengan adalah vektor amatan peubah respon

yyang berukuran (n × 1) dan sudah dibakukan

untuk setiap pengamatan dengan i =1,2,…,38.

Sedangkan ei2 adalah kuadrat galat untuk

pengamatan ke-i dan σ2 merupakan ragam dari

ei. Nilai BP akan mendekati sebaran

khi-kuadrat dengan derajat bebas k, dimana k

merupakan jumlah peubah penjelas.

Regresi Terboboti Geografis

Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau Geographically Weighted Regression (GWR) merupakan salah satu pendekatan titik yang efektif untuk mengatasi data yang memiliki masalah keragaman spasial. Pada dasarnya RTG membawa kerangka model regresi linier klasik menjadi model regresi terboboti yang

bersifat lokal (Fotheringham et al. 2002).

Menurut Fotheringham et al. (2002),

secara umum model RTG dapat dituliskan sebagai berikut:

, ,

dengan yi adalah nilai amatan peubah respon

ke-i, (ui,vi) menyatakan koordinat lokasi

dengan ui adalah derajat lintang dan vi adalah

derajat bujur dari lokasi ke-i, Xik adalah nilai

peubah penjelas ke-k dari lokasi ke-i, βk (ui,vi)

merupakan nilai parameter ke-k dari lokasi


(11)

3

peubah penjelas dengan peubah respon di

lokasi ke-i dengan i =1,2,…,38.

Sebagai model regresi yang bersifat lokal, RTG akan menghasilkan penduga parameter model yang bersifat lokal pula untuk setiap lokasi pengamatan. Pendugaan parameter pada RTG diperoleh melalui metode kuadrat

terkecil terboboti (Weighted Least Square)

(Fotheringham et al. 2002), dengan persamaan

sebagai berikut:

, , ,

dengan W(ui,vi) adalah matriks diagonal

berukuran (n × n) yang merupakan matriks

pembobot spasial lokasi ke-i dengan nilai

unsur-unsur diagonalnya ditentukan oleh jarak

antar lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi

lainnya dan unsur selain diagonalnya bernilai nol.

Menurut Fotheringham et al. (2002), salah

satu penentu hasil dari analisis RTG adalah pemilihan fungsi pembobot. Penelitian ini

menggunakan fungsi pembobot spasial Kernel

Gaussian dan Kernel Bisquare. Fungsi

pembobot tersebut digunakan karena keduanya melibatkan unsur jarak antar lokasi amatan yang nilainya kontinu dalam membangun matriks pembobot, sehingga setiap lokasi akan mendapat bobot sesuai dengan jarak lokasi tersebut dengan lokasi amatan.

Fungsi pembobot Kernel Gaussian

dituliskan sebagai berikut:

dengan dij adalah jarak euclid dari lokasi-i ke

lokasi-j, dan b adalah lebar jendela optimum.

Pada fungsi pembobot kernel gaussian, nilai

pembobot (wj(i)) akan mendekati satu seiring

semakin dekatnya jarak antara lokasi ke-i

dengan lokasi ke-j dan nilai pembobot (wj(i))

akan menurun seiring semakin jauhnya jarak

antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j. Ilustrasi

mengenai pembobot spasial menggunakan

fungsi kernel gaussian dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1 Ilustrasi pembobot spasial dengan

fungsi kernel gaussian

Fungsi pembobot Kernel Bisquare dituliskan

sebagai berikut:

; ;

dengan dij adalah jarak euclid dari lokasi-i ke

lokasi-j, dan b adalah lebar jendela optimum,

yaitu jarak optimum suatu lokasi masih memberikan pengaruh terhadap lokasi yang sedang diamati.

Pada fungsi pembobot kernel bisquare,

jika jarak antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j

lebih besar atau sama dengan lebar jendela, maka lokasi tersebut akan diberi bobot nol. Sedangkan jarak antar lokasi yang kurang dari lebar jendela akan diberi bobot mendekati satu seiring semakin dekatnya jarak antara lokasi

ke-i dengan lokasi ke-j. Ilustrasi mengenai

pembobot spasial menggunakan fungsi kernel bisquare dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ilustrasi pembobot spasial dengan

fungsi kernel bisquare

Validasi Silang

Validasi silang (Cross Validation)

merupakan salah satu teknik untuk memperoleh nilai lebar jendela optimum. Lebar jendela optimum adalah lebar jendela

yang menghasilkan nilai validasi silang (CV)

minimum. Menurut Fotheringham et al.

(2002) secara umum validasi silang dapat dirumuskan sebagai berikut:

dengan adalah nilai dugaan dengan

pengamatan di lokasi ke-i dihilangkan dari

proses prediksi. Pencarian nilai lebar jendela yang optimum diperoleh melalui proses iterasi

dengan mengubah nilai lebar jendela (b)


(12)

4

Pengujian Parameter Model RTG

Pengujian parameter model untuk setiap lokasi dilakukan secara parsial dengan tujuan mengetahui parameter mana saja yang nyata mempengaruhi peubah respon di setiap lokasi. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : βk (ui, vi) = 0

H1 : minimal ada satu βk (ui, vi) ≠ 0

untuk k =1,2,…5 dan i =1,2,…,38.

Statistik Uji:

, ,

,

Kriteria Uji:

| , | ; /

, terima H

; / , tolak H

dengan , ,

adalah unsur diagonal matriks CC' dimana

matriks C=(XW(ui,vi)X)-1XW(ui,vi).

adalah nilai kuadrat tengah galat model RTG,

dan v adalah derajat bebas (n-k-1), k adalah

jumlah peubah penjelas yang digunakan

(Nakaya et al. 2005).

Pemilihan Model Terbaik Uji ANOVA (Analysis of Variance)

Uji-F pada ANOVA digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang nyata antara model RTG dan model regresi klasik

(Saefuddin et al. 2011).

Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : βk= βk (ui, vi)

H1 : βkβk (ui, vi)

untuk k =1,2,…5 dan i =1,2,…,38.

Statistik Uji:

/

Kriteria Uji:

/ , / , terima H / , / , tolak H

dengan JKGMKT adalah jumlah kuadrat galat

dari model regresi linier klasik dan JKGRTG

adalah jumlah kuadrat galat dari model RTG.

Nilai Fhit akan mendekati sebaran-F dengan

derajat bebas pembilang v2/v* dan derajat

bebas penyebut d12/d2, dengan di = tr[(I-S1)'

(I-S1)]i, i=1,2 dimana S0=X(X'X)-1X' dan

S1=X(X'W(ui,vi)X)-1X'W(ui,vi). Nilai v=tr(R0

-R1) dan v*=tr[(R0-R1)2] dengan R0=(I-S0)' (

I-S0) dan R1=(I-S1)' (I-S1).

Akaike Information Criterion (AIC)

AIC merupakan salah satu pendekatan untuk memilih model yang terbaik. Model terbaik adalah model yang menghasilkan nilai AIC terkecil. Pemilihan model terbaik dengan nilai AIC terkecil dapat diperoleh melalui

persamaan berikut (Fotheringham et al. 2002):

dengan , adalah kuadrat

tengah galat, adalah jumlah amatan, dan adalah teras dari matriks proyeksi yang

mentransformasi vektor dari vektor y

pengamatan ( ).

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diterbitkan BPS berupa publikasi Hasil SUSENAS Tahun 2010 Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2011. Adapun unit amatan yang digunakan dalam penelitian ini ada sebanyak 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah Angka Harapan Hidup. Peningkatan AHH dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku kesehatan, kemiskinan, pelayanan kesehatan, dan keturunan, sehingga peubah penjelas yang digunakan adalah jumlah penduduk miskin

(X1), jumlah fasilitas kesehatan (X2),

persentase penduduk yang memiliki fasilitas

MCK (X3), persentase keluhan kesehatan (X4),

dan persentase balita yang diimunisasi (X5).

Keterangan untuk setiap peubah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode

Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan eksplorasi data untuk

mengetahui gambaran umum AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

2. Melakukan pendugaan parameter model

regresi klasik dengan metode kuadrat terkecil dan melakukan pengujian parsial parameter.


(13)

5

3. Melakukan pemeriksaan asumsi dari model

regresi klasik. Asumsi kenormalan sisaan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,

jika nilai-p > α maka H0 tidak ditolak yang

berarti sisaan menyebar normal. Asumsi

kebebasan sisaan menggunakan uji Durbin

Watson, jika nilai-p > α maka H0 tidak

ditolak yang berarti sisaan saling bebas. Asumsi kehomogenan ragam sisaan

menggunakan uji Glejser dengan

meregresikan nilai mutlak sisaan terhadap

peubah penjelas, jika nilai-p > α maka H0

tidak ditolak yang berarti ragam sisaan homogen (Gujarati 2004). Pemeriksaan

multikolinieritas melalui nilai Variance

Inflation Factor (VIF), jika nilai VIF < 10 maka tidak ada multikolinieritas.

4. Melakukan uji keragaman spasial pada data

AHH menggunakan uji Breusch-Pagan.

5. Menentukan lebar jendela optimum dengan

meminimumkan nilai CV dari

persamaan ∑ .

6. Menghitung matriks pembobot Wj(i)

menggunakan fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare.

7. Melakukan pendugaan parameter

masing-masing model RTG dengan metode kuadrat terkecil terboboti dan melakukan uji parsial parameter untuk setiap kabupaten/kota.

8. Memilih model terbaik antara model

regresi klasik dan model RTG dengan

menggunakan uji-F, R2, dan AIC

masing-masing model.

9. Membentuk peta tematik peubah yang

nyata mempengaruhi AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan

perangkat lunak R.2.15.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi terhadap data AHH secara deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010.

Tabel 1 Statistik deskriptif AHH

Statistik AHH

Rataan 69.6 Ragam 6.063 Minimum 63 Median 70.15 Maksimum 72.8

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ialah 69.6 yang berarti bahwa rata-rata kemampuan bertahan hidup penduduk kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 ialah selama 69.6 tahun. Nilai maksimum AHH sebesar 72.8 dan nilai minimum sebesar 63 yang menunjukkan bahwa kemampuan bertahan hidup terlama penduduk di Provinsi Jawa Timur ialah 72.8 tahun dan kemampuan bertahan hidup terendah ialah 63 tahun. Nilai rataan dan median dari AHH yang hampir sama menunjukkan bahwa AHH memiliki sebaran distribusi normal. Hal ini juga ditunjukkan pada Gambar 3, dimana plot AHH menyebar mengikuti garis lurus.

Gambar 3 Diagram pencar AHH

Model Regresi Klasik

Pemodelan menggunakan model regresi klasik menghasilkan empat peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap peubah respon AHH pada taraf nyata 10%. Keempat peubah penjelas tersebut adalah jumlah

penduduk miskin (X1), jumlah fasilitas

kesehatan (X2), persentase keluhan kesehatan

(X4), dan persentase balita yang diimunisasi

(X5). Model regresi klasik ini berlaku secara

global untuk seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik tersedia pada Tabel 2.

Tabel 2 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi klasik

Parameter Koefisien t-hit nilai-p VIF

b0 50.305 9.22 0.000*

b1 -0.01044 -1.84 0.075* 3.214

b2 0.04966 1.73 0.094* 2.748

b3 0.07807 1.58 0.124 1.234

b4 -0.03747 -1.9 0.067* 1.376

b5 0.20098 3.49 0.001* 1.875


(14)

6

Persamaan regresi yang terbentuk adalah:

. . . .

. .

Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa AHH di Jawa Timur pada tahun 2010 akan menurun sebesar 0.0104 jika terjadi peningkatan sebesar seribu jiwa pada jumlah

penduduk miskin (X1) dengan syarat peubah

penjelas lainnya konstan. Sebaliknya, AHH akan meningkat sebesar 0.0497 jika terjadi penambahan satu unit jumlah fasilitas

kesehatan (X2) dengan syarat peubah penjelas

lainnya konstan. Peubah penjelas persentase

penduduk yang memiliki fasilitas MCK (X3)

tidak dapat diinterpretasikan karena pengaruhnya tidak nyata dalam model regresi. Peubah penjelas persentase keluhan kesehatan

(X4) memiliki hubungan negatif dengan AHH.

Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar satu persen pada peubah ini akan menyebabkan penurunan sebesar 0.0375 pada AHH dengan syarat peubah penjelas lainnya konstan. Peningkatan sebesar satu persen pada peubah

persentase balita yang diimunisasi (X5) akan

menyebabkan peningkatan sebesar 0.201 pada AHH dengan syarat peubah penjelas lainnya konstan.

Nilai AIC yang diperoleh untuk model regresi klasik ini sebesar 155.93 dan nilai koefisien determinasi sebesar 58.5%. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan sebesar 58.5% keragaman AHH mampu dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 41.5% dijelaskan oleh peubah lain diluar model.

Pemeriksaan Asumsi Model Regresi Klasik

Pemeriksaan asumsi kenormalan sisaan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS)

menghasilkan nilai KS sebesar 0.111 dengan nilai-p (>0.15) lebih besar dari taraf nyata 5%,

sehingga diperoleh keputusan tidak tolak H0

yang berarti bahwa sisaan menyebar normal.

Gambar 4 Diagram pencar uji kenormalan

sisaan Kolmogorov-Smirnov

Pada Gambar 4 tersebut dapat dilihat bahwa plot sisaan analisis regresi menyebar

mengikuti garis lurus yang menunjukkan sisaan menyebar normal. Pemeriksaan asumsi kebebasan sisaan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa plot sisaan dengan urutan sisaan model regresi klasik tidak membentuk pola tertentu dan secara formal pemeriksaan asumsi kebebasan sisaan menggunakan uji Durbin-Watson (DW) menghasilkan nilai DW sebesar 1.496. Pada k=5, n=38, dan taraf nyata 5% dihasilkan nilai dL=1.2042 dan dU=1.7916, sehingga diperoleh keputusan

tidak tolak H0 yang berarti bahwa sisaan saling

bebas.

Gambar 5 Plot sisaan dengan urutan sisaan model regresi klasik

Pemeriksaan asumsi kehomogenan ragam

sisaan menggunakan uji Glejser dengan

meregresikan nilai mutlak sisaan dengan peubah penjelas menghasilkan nilai-p (0.008) yang kurang dari taraf nyata 5%, sehingga

diperoleh keputusan tolak H0 yang berarti

bahwa adanya keheterogenan dalam ragam sisaan. Keheterogenan yang terjadi pada ragam sisaan kemungkinan disebabkan adanya pengaruh spasial.

Pemeriksaan asumsi tidak adanya multikolinieritas pada peubah penjelas

dilakukan dengan melihat nilai Variance

Inflation Factor (VIF). Pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai VIF untuk masing-masing peubah penjelas kurang dari 10, Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada peubah penjelas.

Uji Keragaman Spasial

Pengujian keragaman spasial

menggunakan uji Breusch-Pagan (BP)

menghasilkan nilai BP sebesar 13.9884 dengan nilai-p (0.016) yang kurang dari taraf nyata 5%, sehingga diperoleh keputusan tolak

H0 yang berarti bahwa terdapat keragaman

spasial pada data AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010. Keragaman spasial pada AHH tersebut menunjukkan bahwa setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki karakteristik tersendiri, sehingga diperlukan pendekatan lokal dalam memodelkan dan untuk mengatasi keragaman


(15)

7

yang terjadi pada AHH. Salah satu pemodelan yang bersifat lokal adalah pemodelan menggunakan regresi terboboti geografis (RTG).

Model Regresi Terboboti Geografis

Langkah awal dalam analisis RTG adalah menentukan matriks pembobot. Matriks pembobot yang digunakan dalam penelitian ini dibangun menggunakan dua jenis fungsi pembobot, yaitu fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare, masing-masing fungsi pembobot memerlukan nilai lebar

jendela (b) yang optimum dalam membangun

matriks pembobot. Nilai lebar jendela optimum diperoleh melalui teknik validasi

silang dari persamaan ∑

. Nilai lebar jendela (b) optimum

adalah nilai lebar jendela yang dapat

menghasilkan nilai CV terkecil.

Pada proses pencarian nilai lebar jendela

optimum melalui teknik validasi silang, nilai b

secara iteratif digunakan dalam penentuan

, dengan b merupakan nilai lebar

jendela yang berada pada selang nilai dij(min)

≤ b ≤ dij(max), dij(min) adalah jarak terdekat

antara kabupaten/kota di Jawa Timur dan

dij(max) adalah jarak terjauh antara

kabupaten/kota di Jawa Timur. Nilai b yang

menghasilkan CV terkecil merupakan lebar

jendela yang optimum. Nilai lebar jendela (b)

optimum yang diperoleh, selanjutnya akan disubtitusikan kedalam masing-masing fungsi pembobot untuk digunakan dalam membangun matriks pembobot.

Hasil pencarian lebar jendela optimum melalui teknik validasi silang untuk fungsi

pembobot kernel gaussian tersedia pada

Gambar 6.

Gambar 6 Plot pencarian nilai lebar jendela optimum fungsi pembobot kernel gaussian

Pada Gambar 6 tersebut diketahui bahwa

lebar jendela optimum (b) untuk fungsi

pembobot kernel gaussian adalah 345.4 km

dengan nilai CV terkecil yaitu, 213.8. Lebar

jendela (b) tersebut kemudian disubtitusikan

kedalam fungsi pembobot kernel gaussian,

sehingga fungsi pembobotnya menjadi :

Pada fungsi pembobot kernel gaussian, nilai

pembobot (wj(i)) akan mendekati satu seiring

semakin dekatnya jarak antara lokasi ke-i

dengan lokasi ke-j dan nilai pembobot (wj(i))

akan menurun seiring semakin jauhnya jarak

antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j.

Gambar 7 Plot pencarian nilai lebar jendela optimum fungsi pembobot kernel bisquare

Pada Gambar 7 diketahui bahwa nilai CV

terkecil untuk fungsi pembobot kernel bisquare yaitu, 212.2. Nilai CV tersebut terjadi ketika lebar jendela sebesar 181.9 km. Lebar

jendela (b) tersebut kemudian disubtitusikan

kedalam fungsi pembobot kernel bisquare

sehingga fungsi pembobotnya menjadi :

Pada fungsi pembobot kernel bisquare ini, jika

jarak antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j

lebih besar atau sama dengan 181.9 km, maka lokasi tersebut akan diberi bobot nol. Sedangkan jarak antar lokasi yang kurang dari 181.9 km akan diberi bobot mendekati satu seiring semakin dekatnya jarak antara lokasi

ke-i dengan lokasi ke-j.

Pendugaan Parameter Model RTG

Pada Tabel 3 diketahui parameter b1 dan

b4 dalam model RTG dengan fungsi pembobot

kernel gaussian memiliki selang nilai negatif.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pada peubah jumlah penduduk

miskin (X1) dan persentase keluhan kesehatan

(X4), akan menurunkan AHH kabupaten/kota

di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan parameter

b2, b3, dan b5 memiliki selang nilai positif yang

berarti jika terjadi peningkatan pada peubah

jumlah fasilitas kesehatan (X2), persentase

penduduk yang memiliki fasilitas MCK (X3),

dan peubah persentase balita yang diimunisasi

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 2 4 . 345 2 1 exp ) ( ij j d i w 2 2 9 . 181 1 ) ( ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ij j d i w


(16)

8

(X5) akan meningkatkan AHH kabupaten/kota

di Provinsi Jawa Timur. Penduga parameter dari model RTG dengan pembobot kernel gaussian untuk masing-masing kabupaten/kota selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 3 Ringkasan penduga parameter model

RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian

Parameter Minimum Median Maksimum

b0 49.96 50.14 50.24

b1 -0.0105 -0.0099 -0.0096

b2 0.0476 0.0491 0.0508

b3 0.0778 0.0790 0.0793

b4 -0.0414 -0.0350 -0.0303

b5 0.1959 0.2002 0.207

Tabel 4 Ringkasan penduga parameter model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare

Parameter Minimum Median Maksimum

b0 28.3 47.65 49.5

b1 -0.0159 -0.0055 -0.0037

b2 -0.0056 0.0388 0.0676

b3 0.0356 0.0801 0.0881

b4 -0.1432 0.0023 0.0457

b5 0.1543 0.1944 0.5039

Pada Tabel 4 hasil pendugaan parameter model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare diketahui bahwa parameter b2

memiliki selang nilai dari -0.0056 hingga

0.0676. Nilai negatif pada parameter b2

menunjukkan adanya hubungan negatif antara

peubah jumlah fasilitas kesehatan (X2) dengan

AHH. Hubungan negatif antara peubah jumlah

fasilitas kesehatan (X2) dengan AHH terjadi

pada satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yaitu, Kabupaten Banyuwangi sedangkan 37 wilayah lainnya memiliki hubungan yang positif. Seharusnya, jumlah fasilitas kesehatan di seluruh wilayah memiliki hubungan yang positif dengan AHH yang berarti bahwa peningkatan jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah akan meningkatkan AHH. Karena dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tinggi di suatu wilayah, maka akan banyak penduduk yang dapat dengan mudah memperoleh pelayanan kesehatan sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan AHH di wilayah tersebut. Dalam kasus ini, hubungan negatif antara jumlah fasilitas

kesehatan (X2) dengan AHH diduga akibat

jumlah fasilitas kesehatan yang tinggi di suatu wilayah tidak diikuti dengan kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan tersebut, sehingga ada kecenderunga wilayah dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tinggi tetapi AHH di wilayahnya rendah. Hal ini dapat menjadi perhatian bagi pemerintah bahwa keberadaan fasilitas kesehatan di suatu wilayah harus diikuti dengan kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan tersebut sehingga program-program kesehatan yang disusun oleh pemerintah dapat berjalan dengan efektif.

Pada Tabel 4 juga diketahui bahwa

parameter b4 memiliki selang nilai dari -0.1432

hingga 0.0457. Nilai positif pada parameter b4

menunjukkan hubungan positif antara peubah

persentase keluhan kesehatan (X4) dengan

AHH di suatu wilayah. Hubungan positif ini menunjukkan bahwa peningkatan persentase keluhan kesehatan akan meningkatkan AHH di suatu wilayah. Peningkatan persentase keluhan kesehatan di suatu wilayah seharusnya dapat menurunkan AHH, karena keluhan kesehatan mencerminkan kondisi kesehatan yang tidak baik dari seseorang, sehingga semakin banyak jumlah penduduk yang memiliki keluhan kesehatan di suatu wilayah maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan bertahan hidup penduduk di wilayah tersebut yang berakibat pada penurunan AHH. Hubungan positif antara peubah persentase keluhan kesehatan

(X4) dengan AHH terjadi pada 20 wilayah di

Provinsi Jawa Timur, sedangkan 18 wilayah lainnya memiliki hubungan yang negatif (Lampiran 4). Dalam kasus ini hubungan positif antara peubah persentase keluhan

kesehatan (X4) dengan AHH tidak dilakukan

interpretasi karena akan memberikan kesimpulan yang tidak sesuai. Ketidak konsistenan hubungan antara peubah penjelas dengan peubah respon yang terjadi pada beberapa wilayah kabupaten/kota hasil pemodelan RTG dengan pembobot kernel bisquare dapat diteliti lebih lanjut dengan pemodelan pada tingkat amatan lebih rendah seperti, kecamatan atau desa.

Parameter b1 memiliki selang nilai yang

negatif, hal ini menunjukkan bahwa peubah

jumlah penduduk miskin (X1) memiliki

hubungan negatif dengan AHH yang berarti bahwa setiap terjadi peningkatan pada peubah

jumlah penduduk miskin (X1) akan

menurunkan AHH. Hal ini disebabkan penduduk miskin cenderung memiliki pendapatan yang rendah sehingga sulit dalam mengakses fasilitas kesehatan yang baik di


(17)

9

wilayahnya. Parameter b3, dan b5 memiliki

selang nilai positif yang menunjukkan hubungan positif antara peubah persentase

penduduk yang memiliki fasilitas MCK (X3),

dan peubah persentase balita yang diimunisasi

(X5) terhadap AHH. Hubungan tersebut berarti

bahwa peningkatan yang terjadi pada peubah persentase penduduk yang memiliki fasilitas

MCK (X3), dan peubah persentase balita yang

diimunisasi (X5) akan meningkatkan AHH.

Hal ini dikarenakan penduduk yang memiliki fasilitas MCK sendiri akan terhindar dari kemungkinan penyakit atau perilaku hidup tidak sehat dari penduduk lain yang tidak memiliki fasilitas MCK sendiri dan menggunakan fasilitas MCK umum. Selain itu, peningkatan persentase balita yang diimunisasi di suatu wilayah akan meningkatkan AHH karena pemberian imunisasi kepada balita akan mengurangi risiko serangan penyakit terhadap balita sehingga jumlah kematian balita akan menurun yang berakibat pada peningkatan AHH penduduk di suatu wilayah. Penduga parameter dari model RTG dengan pembobot

kernel bisquare untuk masing-masing

kabupaten/kota selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keragaman Dugaan Parameter

Pemodelan RTG merupakan pemodelan yang bersifat lokal, sehingga jumlah model yang diperoleh dengan pemodelan RTG akan ada sebanyak wilayah pengamatan yaitu, 38 model dengan nilai dugaan parameter yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan pada nilai dugaan parameter hasil pemodelan RTG digambarkan dalam bentuk peta keragaman nilai dugaan parameter (Lampiran 5 dan 6). Peta keragaman nilai dugaan parameter tersebut dibentuk dengan menggunakan konsep kuartil sehingga diperoleh empat kelompok selang nilai dugaan parameter untuk masing-masing peubah. Wilayah yang memiliki nilai dugaan parameter paling tinggi untuk masing-masing peubah ditunjukkan dengan arsiran yang padat dan akan semakin renggang seiring semakin rendahnya nilai dugaan parameter.

Pada peta keragaman nilai dugaan

parameter fungsi pembobot kernel gaussian

(Lampiran 5) diketahui bahwa wilayah dengan nilai dugaan parameter tertinggi untuk peubah

jumlah penduduk miskin (X1) terjadi pada

sembilan kabupaten/kota di bagian timur Provinsi Jawa Timur yaitu, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kota Probolinggo, Kab. Jember, Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo,

Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan Kab. Sumenep. Sedangkan untuk fungsi pembobot

kernel bisquare (Lampiran 6) juga terjadi pada

sembilan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yaitu, Kab. Ngawi, Kab. Magetan, Kota Madiun, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kab. Banyuwangi, Kab. Jember, Kab. Bondowoso, dan Kab. Situbondo.

Nilai dugaan parameter fungsi pembobot

kernel gaussian dan bisquare tertinggi untuk

peubah persentase keluhan kesehatan (X4)

terjadi pada wilayah yang hampir sama yaitu, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kab. Jember, Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kota Probolinggo, Kab. Pamekasan, dan Kab. Sumenep untuk fungsi pembobot kernel gaussian. Sedangkan fungsi pembobot kernel bisquare ditambah wilayah Kab. Lumajang.

Wilayah dengan nilai dugaan parameter yang tinggi untuk peubah jumlah penduduk

miskin (X1) dan peubah persentase keluhan

kesehatan (X4) ini perlu menjadi perhatian

pemerintah karena kedua peubah ini memiliki hubungan negatif dengan AHH, sehingga peningkatan pada kedua peubah di wilayah ini akan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap penurunan AHH dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Nilai dugaan parameter fungsi pembobot

kernel gaussian terendah untuk peubah jumlah

fasilitas kesehatan (X2) terjadi pada wilayah

bagian barat Provinsi Jawa Timur yaitu, Kab. Pacitan, Kab. Trenggalek, Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. dan Kota Madiun, dan Kab. Bojonegoro. Pada fungsi pembobot kernel bisquare juga terjadi pada wilayah yang sama tanpa Kab. Bojonegoro tetapi ditambah Kab. Banyuwangi, Kab. Situbondo.

Nilai dugaan parameter fungsi pembobot

kernel gaussian terendah untuk peubah

persentase penduduk yang memiliki fasilitas

MCK (X3) terjadi pada wilayah bagian timur

Provinsi Jawa Timur yaitu, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, Kab. dan Kota Probolinggo, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan Kab. Sumenep. Sedangkan fungsi pembobot kernel bisquare terjadi pada wilayah Kab. Jember, Kab. Pacitan, Kab. Bondowoso, Kab. dan Kota Probolinggo, Kab. Magetan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan Kab. Sumenep.

Nilai dugaan parameter fungsi pembobot

kernel gaussian terendah untuk peubah

persentase balita yang diimunisasi (X5) terjadi

pada wilayah bagian barat Provinsi Jawa Timur yaitu, Kab. Pacitan, Kab. Trenggalek,


(18)

10

Kab. Ponorogo, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. dan Kota Madiun, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Tuban. Sedangkan fungsi pembobot

kernel bisquare terjadi pada wilayah Kab.

Trenggalek, Kab. Ponorogo, Kab. Tulungagung, Kab. Nganjuk, Kab. dan Madiun, Bojonegoro, Kab. Tuban, dan Kota Kediri.

Wilayah dengan nilai dugaan parameter yang rendah untuk peubah jumlah fasilitas

kesehatan (X2), peubah persentase penduduk

yang memiliki fasilitas MCK (X3), dan peubah

persentase balita yang diimunisasi (X5) perlu

menjadi perhatian pemerintah karena ketiga peubah ini memiliki hubungan positif dengan AHH sehingga peningkatan pada ketiga peubah di wilayah ini akan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap peningkatan AHH dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Pemilihan Model Terbaik

ANOVA digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara model regresi klasik dengan model RTG. Uji ANOVA antara model regresi klasik dengan

model RTG pembobot gaussian tersediapada

Tabel 5.

Tabel 5 Anova Uji-F model RTG dengan

fungsi pembobot kernel gaussian

db JK KT F-hit

Galat MKT 6 93.203

Galat RTG 31.769 90.985 2.86

RTG Imprv 0.231 2.218 9.61 3.36 Pada Tabel 5 tersebut, diperoleh nilai F-hitung (3.36) lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5% yaitu bernilai 2.36, sehingga

tolak H0 yang berarti bahwa ada perbedaan

yang nyata antara model regresi klasik dengan

model RTG pembobot kernel gaussian.

Tabel 6 Anova Uji-F model RTG dengan

fungsi pembobot kernel bisquare

db JK KT F-hit

Galat MKT 6 93.203

Galat RTG 27.109 59.16 2.18

RTG Imprv 4.891 34.043 6.96 3.19 Uji ANOVA antara model regresi klasik

dengan model RTG pembobot bisquare pada

Tabel 6, menghasilkan nilai F-hitung (3.19) lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5%

yaitu bernilai 2.09, sehingga tolak H0 yang

berarti bahwa ada perbedaan yang nyata antara

model regresi klasik dengan model RTG

pembobot kernel bisquare. Karena terdapat

perbedaan yang nyata antara model regresi klasik dengan model RTG, maka dilakukan pemilihan model terbaik dalam memodelkan AHH kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan model terbaik adalah dengan

melihat nilai koefisien determinasi (R2) dan

nilai Akaike Information Criterion (AIC).

Model terbaik adalah model yang memiliki

nilai R2 paling besar dan nilai AIC paling

kecil. Perbandingan antara R2 dan AIC untuk

setiap model tersedia pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan nilai R2dan nilai AIC

model regresi klasik dan model RTG

Model R2 AIC

Regresi Klasik 58.50% 155.93

RTG (gaussian) 59.44% 147.25

RTG (bisquare) 73.63% 135.55

Pada Tabel 7 diketahui bahwa

berdasarkan nilai R2 dan nilai AIC yang

diperoleh masing-masing model, maka model RTG lebih baik dari model regresi klasik dalam menjelaskan hubungan antara peubah penjelas terhadap peubah respon. Model RTG

dengan pembobot kernel gaussian memiliki

nilai R2 sebesar 59.44% yang menunjukkan

bahwa sebesar 59.44% keragaman AHH mampu dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 40.56% dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Model RTG dengan

pembobot kernel bisquare memiliki nilai R2

sebesar 73.63% yang menunjukkan bahwa

sebesar 73.63% keragaman AHH mampu dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 26.37% dijelaskan oleh peubah lain diluar model.

Berdasarkan nilai R2 dan nilai AIC yang

diperoleh antara model RTG menggunakan

fungsi pembobot kernel bisquare dan model

RTG menggunakan fungsi pembobot kernel

gaussian, maka fungsi pembobot kernel

bisquare merupakan fungsi pembobot terbaik dalam membangun model RTG pada data AHH kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2010.

Uji Parsial Parameter Setiap Wilayah

Pemodelan RTG merupakan pemodelan yang bersifat lokal disetiap titik atau wilayah dimana data tersebut diamati. Oleh karena itu, setiap wilayah memiliki model dengan karakteristik parameter yang berbeda dengan wilayah lainnya. Uji parsial parameter (Uji-t)


(19)

11

dilakukan untuk mengetahui peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap AHH pada masing-masing wilayah. Pengujian parsial

parameter menggunakan α = 10% dan derajat

bebas 32 menghasilkan nilai ttabel sebesar 1.65.

Uji parsial parameter model RTG dengan

fungsi pembobot kernel gaussian (Lampiran

3) pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur

membentuk dua kelompok wilayah berdasarkan peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap AHH. Sedangkan

fungsi pembobot kernel bisquare membentuk

enam kelompok wilayah (Lampiran 4). Perbedaan jumlah kelompok wilayah yang terbentuk disebabkan perbedaan fungsi pembobot yang digunakan untuk membangun matriks pembobot dalam pendugaan parameter, sehingga bobot yang diberikan kepada setiap wilayah untuk masing-masing matriks pembobot juga berbeda dan akan mempengaruhi nilai dugaan parameter yang dihasilkan. Kelompok wilayah yang terbentuk berdasarkan peubah yang nyata melalui pemodelan RTG menunjukkan bahwa terdapat keragaman antar wilayah pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemodelan regresi klasik terhadap AHH yang bersifat global kurang tepat, karena model regresi klasik menganggap AHH untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dipengaruhi oleh empat peubah penjelas yang sama yaitu, peubah

jumlah penduduk miskin (X1), jumlah fasilitas

kesehatan (X2), persentase keluhan kesehatan

(X4), dan peubah persentase balita yang

diimunisasi (X5).

Pada Lampiran 7 diketahui bahwa kelompok wilayah pertama hasil pemodelan

RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian

adalah wilayah dengan AHH yang dipengaruhi oleh tiga peubah penjelas yaitu, peubah jumlah

penduduk miskin (X1), jumlah fasilitas

kesehatan (X2), dan peubah persentase balita

yang diimunisasi (X5). Terdapat delapan

wilayah yang masuk dalam kelompok ini yaitu Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Trenggalek, Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. Bojonegoro, dan Kota Madiun. Sedangkan tiga puluh wilayah lainnya masuk kedalam kelompok kedua yang dipengaruhi oleh empat peubah penjelas yaitu,

peubah jumlah penduduk miskin (X1), jumlah

fasilitas kesehatan (X2), persentase keluhan

kesehatan (X4), dan peubah persentase balita

yang diimunisasi (X5). Pemodelan AHH

menggunakan metode RTG dengan fungsi

pembobot kernel gaussian menunjukkan tidak

ada wilayah dengan AHH yang dipengaruhi

peubah persentase penduduk yang memiliki

fasilitas MCK (X3). Pemodelan ini juga

menunjukkan bahwa terdapat tiga peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yaitu, peubah jumlah penduduk miskin

(X1), jumlah fasilitas kesehatan (X2), dan

persentase balita yang diimunisasi (X5).

Pada Lampiran 8, model RTG dengan

fungsi pembobot kernel bisquare membentuk

enam kelompok wilayah berdasarkan peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap AHH. Kelompok pertama adalah wilayah dengan AHH yang hanya dipengaruhi oleh

peubah persentase balita yang diimunisasi (X5)

yaitu Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Trenggalek, Kab. Madiun, Kab. Pasuruan, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab Bojonegoro, Kota Pasuruan, dan Kota Madiun.

Kelompok kedua adalah wilayah dengan AHH yang dipengaruhi oleh peubah

persentase keluhan kesehatan (X4), dan peubah

persentase balita yang diimunisasi (X5).

Terdapat tiga wilayah yang masuk kedalam kelompok ini yaitu, Kab. Lumajang, Kab. Banyuwangi, dan Kab. Situbondo.

Kelompok ketiga adalah wilayah dengan AHH yang dipengaruhi oleh peubah penjelas persentase penduduk yang memiliki fasilitas

MCK (X3), dan persentase balita yang

diimunisasi (X5). Terdapat delapan belas

wilayah yang masuk dalam kelompok ini yaitu, Kab. Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Kediri, Kab. Malang, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Nganjuk, Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kab. Gresik, Kab. Bangkalan, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, dan Kota Batu.

Kelompok keempat adalah wilayah dengan AHH yang dipengaruhi oleh peubah

jumlah fasilitas kesehatan (X2), persentase

keluhan kesehatan (X4), dan peubah persentase

balita yang diimunisasi (X5). Kelompok ini

terdiri dari lima wilayah yaitu, Kota Probolinggo, Kab. Jember, Kab. Probolinggo, Kab. Sampang, dan Kab. Pamekasan.

Kelompok kelima adalah wlayah dengan AHH yang dipengaruhi oleh peubah penjelas

jumlah penduduk miskin (X1), persentase

keluhan kesehatan (X4), dan persentase balita

yang diimunisasi (X5). Terdapat hanya satu

wilayah yang masuk dalam kelompok ini yaitu, Kab. Bondowoso.

Kelompok keenam yang juga hanya terdiri dari satu wilayah yaitu, Kab. Sumenep memiliki AHH yang dipengaruhi oleh peubah


(20)

12

fasilitas kesehatan (X2), persentase keluhan

kesehatan (X4), dan persentase balita yang

diimunisasi (X5).

Secara umum pemodelan AHH menggunakan metode RTG dengan fungsi

pembobot kernel bisquare menunjukkan

bahwa terdapat satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yaitu, peubah persentase balita yang diimunisasi

(X5). Variasi peubah penjelas yang nyata

pengaruhnya terhadap AHH di setiap wilayah menunjukkan bahwa pemerintah setiap wilayah memiliki tugas memprioritaskan program-program khusus dalam meningkatkan AHH di wilayahnya.

Pemerintah dapat melakukan upaya peningkatan AHH pada wilayah yang dipengaruhi peubah jumlah penduduk miskin

(X1) melalui program-program yang dapat

mengurangi angka kemiskinan, seperti pembukaan lapangan kerja baru atau menaikkan upah minimum bagi pekerja di wilayahnya. Selain itu, pada wilayah yang dipengaruhi peubah jumlah fasilitas kesehatan

(X2) dan persentase balita yang diimunisasi

(X5), maka pemerintah diharapkan dapat

membangun fasilitas-fasilitas kesehatan seperti, puskesmas, dan rumah sakit yang didukung dengan kemudahan dalam menjangkau fasilitas tersebut melalui akses jalan yang mudah dan biaya yang murah, sehingga dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Selain itu, untuk mengoptimalkan program imunisasi maka pemerintah melalui tenaga kesehatan daerah dapat meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi terhadap kesehatan balita. Pada wilayah dengan AHH yang dipengaruhi peubah persentase penduduk yang

memiliki fasilitas MCK (X3) pemerintah dapat

melakukan sosialisasi tentang budaya dan perilaku hidup sehat terutama pada wilayah dengan persentase penduduk yang memiliki

fasilitas MCK (X3) yang rendah. Pada wilayah

dengan AHH yang dipengaruhi peubah

persentase keluhan kesehatan (X4), maka

pemerintah dapat melakukan program-program yang dapat menekan jumlah keluhan kesehatan seperti, sosialisasi tentang budaya dan perilaku hidup sehat, serta pemberian pengobatan gratis bagi penduduk di wilayahnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemodelan RTG menggunakan fungsi

pembobot kernel bisquare pada data Angka

Harapan Hidup (AHH) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan fungsi

pembobot kernel gaussian, berdasarkan nilai

R2 dan AIC kedua model tersebut. Model RTG

merupakan model terbaik dalam memodelkan data Angka Harapan Hidup (AHH) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 dibandingkan model regresi klasik, karena model RTG baik yang menggunakan

fungsi pembobot kernel gaussian maupun

kernel bisquare dapat menghasilkan nilai R2

yang lebih tinggi dan nilai AIC yang lebih rendah dari model regresi klasik. Pada model RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare, peubah persentase balita yang

diimunisasi (X5) berpengaruh terhadap AHH

di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan pada model RTG dengan

fungsi pembobot kernel gaussian peubah yang

berpengaruh terhadap seluruh wilayah adalah

jumlah penduduk miskin (X1), jumlah fasilitas

kesehatan (X2), dan persentase balita yang

diimunisasi (X5).

Saran

Pemodelan AHH menggunakan model

RTG dengan pembobot kernel gaussian

memiliki kekonsistenan hubungan antara peubah respon AHH dengan peubah penjelasnya dibandingkan model RTG dengan

pembobot kernel bisquare. Sehingga, model

ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menyusun program-program untuk meningkatkan AHH di wilayahnya. Ketidak konsistenan yang terjadi pada model RTG dengan pembobot kernel bisquare dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pemodelan pada tingkat amatan lebih rendah yaitu, kecamatan atau desa.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 2009. Spatial Econometrics.

Dallas: School of Social Science.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks

Pembangunan Manusia Tahun 2009-2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Publikasi

Hasil SUSENAS Provinsi Jawa Timur

Tahun 2010. Jakarta: Badan Pusat


(21)

13

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi

Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi

Terapan. Sumantri B, penerjemah.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Terjemahan dari: Applied Regression

Analysis.

Fotheringham AS, Brunsdon C, Chartlon M.

2002. Geographically Weighted

Regression, The Analysis of Spatially Varying Relationships. England: John Wiley & Sons.

Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics.

Fourth Edition. New York: The

McGraw-Hill Companies.

Nakaya T, Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2005. Geographically Weighted Poisson Regression for Disease

Association Mapping. Statistics in

Medicine Vol. 24(17): 2695-2717.

Saefuddin A, Setiabudi NA, Achsani NA. 2011. On Comparisson between Ordinary Linear Regression and Geographically Weighted Regression: With Application

to Indonesian Poverty Data. European

Journal of Scientific Research Vol. 57(2): 275-285.


(22)

14


(23)

15

Lampiran 1 Daftar peubah yang digunakan dalam analisis

Peubah Keterangan Jenis Peubah

Y Angka Harapan Hidup (tahun) Numerik

X1 Jumlah penduduk miskin (ribu jiwa) Numerik

X2 Jumlah fasilitas kesehatan (unit) Numerik

X3 Persentase penduduk yang memiliki fasilitas MCK (%) Numerik

X4 Persentase keluhan kesahatan (%) Numerik

X5 Persentase balita yang mendapat imunisasi (%) Numerik

Lampiran 2 Sintaks program R yang digunakan dalam analisis Membaca Data

>input<-read.table("D://data.csv",sep=",",header=TRUE) >library(zoo)

>library(lmtest) Model Regresi Klasik

>har.lm <-lm(AHH~x1+x2+x3+x4+x5,data=input) >summary(har.lm)

>AIC(har.lm)

Uji Keragaman Spasial >bptest(har.lm)

Penentuan nilai lebar jendela optimum model RTG dengan Fungsi Pembobot Kernel Gaussian

>library(spgwr)

>har.bw<-gwr.sel(AHH~x1+x2+x3+x4+x5, data=input, coords=cbind(input$l,input$b), longlat=TRUE)

Pemodelan RTG dengan Fungsi Pembobot Kernel Gaussian

>har.gauss<-gwr(AHH~x1+x2+x3+x4+x5,data=input, coords=cbind(input$l, input$b), bandwidth=har.bw,hatmatrix=TRUE, se.fit=TRUE, longlat=TRUE, se.fit.CCT=TRUE)

>har.gauss >names(har.gauss)

>anova(har.gauss, approx=TRUE)

Penentuan nilai lebar jendela optimum model RTG dengan Fungsi Pembobot Kernel Bisquare

>har.bw<-gwr.sel(AHH~x1+x2+x3+x4+x5,data=input, coords=cbind(input$l,input$b), gweight=gwr.bisquare, longlat=TRUE)

Pemodelan RTG dengan Fungsi Pembobot Kernel Bisquare

>har.bisquare<-gwr(AHH~x1+x2+x3+x4+x5,data=input,coords=cbind(input$l,input$b),

bandwidth=har.bw,gweight=gwr.bisquare,hatmatrix=TRUE,se.fit=TRUE,longlat= TRUE,se.fit.CCT=TRUE)

>har.bisquare >names(har.bisquare)


(24)

16

Lampiran 3 Penduga parameter model RTG dengan pembobot kernel gaussian dan peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH

No. Kab/Kota b0 b1 b2 b3 b4 b5 sisaan Radj2 thit b0 thit b1 thit b2 thit b3 thit b4 thit b5 t (32;0.05) = 1.65

1 Kab.Pacitan 50.24 -0.0096 0.0476 0.0792 -0.0303 0.1959 -0.78 0.524 9.236 -1.686 1.663 1.61 -1.53 3.417 x1x2x5 2 Kab.Ponorogo 50.21 -0.0097 0.048 0.0792 -0.0316 0.1971 -0.4 0.527 9.246 -1.708 1.6804 1.613 -1.603 3.442 x1x2x5 3 Kab.Trenggalek 50.2 -0.0097 0.0481 0.0793 -0.032 0.1975 -1.06 0.527 9.247 -1.712 1.6834 1.614 -1.623 3.449 x1x2x5 4 Kab.Tulungagung 50.17 -0.0098 0.0484 0.0792 -0.0331 0.1985 -0.61 0.529 9.252 -1.73 1.6964 1.614 -1.682 3.47 x1x2x4x5 5 Kab.Blitar 50.14 -0.0098 0.0487 0.0791 -0.0342 0.1996 0.607 0.531 9.253 -1.747 1.7081 1.613 -1.741 3.49 x1x2x4x5 6 Kab.Kediri 50.17 -0.0098 0.0486 0.0792 -0.0335 0.1989 0.908 0.531 9.254 -1.74 1.7037 1.613 -1.706 3.477 x1x2x4x5 7 Kab.Malang 50.11 -0.01 0.0491 0.079 -0.0356 0.201 0.639 0.533 9.253 -1.77 1.7236 1.61 -1.817 3.516 x1x2x4x5 8 Kab.Lumajang 50.06 -0.0101 0.0496 0.0787 -0.0375 0.2029 1.154 0.535 9.245 -1.799 1.7414 1.603 -1.914 3.548 x1x2x4x5 9 Kab.Jember 50.01 -0.0103 0.0501 0.0783 -0.0394 0.2049 0.858 0.538 9.229 -1.827 1.7565 1.593 -2.01 3.58 x1x2x4x5 10 Kab.Banyuwangi 49.96 -0.0105 0.0506 0.0779 -0.0414 0.207 -1.13 0.540 9.205 -1.855 1.7701 1.578 -2.106 3.61 x1x2x4x5 11 Kab.Bondowoso 50 -0.0104 0.0504 0.0781 -0.0403 0.2057 1.144 0.540 9.221 -1.844 1.7661 1.586 -2.051 3.591 x1x2x4x5 12 Kab.Situbondo 49.98 -0.0105 0.0508 0.0778 -0.0414 0.2068 2.528 0.541 9.207 -1.863 1.7756 1.576 -2.106 3.607 x1x2x4x5 13 Kab.Probolinggo 50.06 -0.0102 0.0498 0.0786 -0.0379 0.2033 3.06 0.536 9.243 -1.809 1.7478 1.6 -1.936 3.554 x1x2x4x5 14 Kab.Pasuruan 50.1 -0.01 0.0494 0.0789 -0.0363 0.2016 0.612 0.534 9.252 -1.785 1.7334 1.607 -1.852 3.526 x1x2x4x5 15 Kab.Sidoarjo 50.13 -0.01 0.0493 0.0789 -0.0356 0.2008 1.091 0.534 9.255 -1.777 1.7291 1.609 -1.816 3.513 x1x2x4x5 16 Kab.Mojokerto 50.14 -0.01 0.0491 0.079 -0.0351 0.2003 -1.08 0.533 9.256 -1.767 1.7226 1.611 -1.787 3.503 x1x2x4x5 17 Kab.Jombang 50.16 -0.0099 0.0489 0.0791 -0.0342 0.1995 1.454 0.532 9.256 -1.753 1.7132 1.612 -1.741 3.488 x1x2x4x5 18 Kab.Nganjuk 50.18 -0.0098 0.0485 0.0792 -0.033 0.1983 0.069 0.529 9.254 -1.734 1.6999 1.613 -1.679 3.467 x1x2x4x5 19 Kab.Madiun 50.21 -0.0097 0.0482 0.0792 -0.032 0.1973 -0.73 0.528 9.249 -1.717 1.6875 1.613 -1.622 3.447 x1x2x5 20 Kab.Magetan 50.23 -0.0096 0.0479 0.0792 -0.0309 0.1963 1.648 0.526 9.243 -1.7 1.674 1.611 -1.562 3.427 x1x2x5 21 Kab.Ngawi 50.23 -0.0096 0.048 0.0792 -0.031 0.1964 0.172 0.526 9.244 -1.703 1.6769 1.611 -1.567 3.428 x1x2x5 22 Kab.Bojonegoro 50.2 -0.0098 0.0484 0.0792 -0.0324 0.1977 -2.58 0.529 9.253 -1.728 1.6955 1.613 -1.645 3.454 x1x2x5 23 Kab.Tuban 50.2 -0.0098 0.0486 0.0792 -0.0327 0.1979 -1.01 0.531 9.255 -1.736 1.7012 1.613 -1.66 3.458 x1x2x4x5 24 Kab.Lamongan 50.16 -0.0099 0.049 0.0791 -0.0343 0.1994 -1.13 0.533 9.258 -1.759 1.7176 1.612 -1.744 3.488 x1x2x4x5 25 Kab.Gresik 50.15 -0.01 0.0492 0.079 -0.035 0.2002 1.743 0.534 9.258 -1.771 1.7258 1.61 -1.784 3.501 x1x2x4x5 26 Kab.Bangkalan 50.13 -0.01 0.0494 0.0789 -0.0356 0.2008 2.353 0.535 9.257 -1.782 1.733 1.608 -1.817 3.512 x1x2x4x5


(25)

17

Lampiran 3 (lanjutan)

No. Kab/Kota b0 b1 b2 b3 b4 b5 sisaan Radj2 thit b0 thit b1 thit b2 thit b3 thit b4 thit b5 t (32;0.05) = 1.65

27 Kab.Sampang 50.09 -0.0102 0.0499 0.0786 -0.0375 0.2027 -2.59 0.538 9.248 -1.81 1.7498 1.601 -1.914 3.544 x1x2x4x5 28 Kab.Pamekasan 50.06 -0.0103 0.0502 0.0784 -0.0387 0.2039 -2.68 0.539 9.24 -1.829 1.7604 1.595 -1.973 3.563 x1x2x4x5 29 Kab.Sumenep 50.03 -0.0105 0.0507 0.078 -0.0402 0.2054 -2.95 0.541 9.225 -1.854 1.7746 1.584 -2.048 3.585 x1x2x4x5 30 Kota Kediri 50.17 -0.0098 0.0486 0.0792 -0.0334 0.1987 0.357 0.531 9.254 -1.737 1.702 1.614 -1.698 3.474 x1x2x4x5 31 Kota Blitar 50.15 -0.0098 0.0487 0.0791 -0.034 0.1994 1.567 0.531 9.253 -1.744 1.7065 1.613 -1.731 3.486 x1x2x4x5 32 Kota Malang 50.11 -0.01 0.0492 0.079 -0.0356 0.201 -0.51 0.533 9.253 -1.771 1.7247 1.61 -1.817 3.515 x1x2x4x5 33 Kota Probolinggo 50.07 -0.0102 0.0498 0.0786 -0.0377 0.203 0.239 0.536 9.245 -1.806 1.7461 1.602 -1.922 3.549 x1x2x4x5 34 Kota Pasuruan 50.1 -0.0101 0.0495 0.0788 -0.0365 0.2018 -3.59 0.535 9.252 -1.789 1.7364 1.606 -1.863 3.529 x1x2x4x5 35 Kota Mojokerto 50.14 -0.0099 0.0491 0.079 -0.0348 0.2 0.484 0.533 9.256 -1.764 1.7207 1.611 -1.774 3.499 x1x2x4x5 36 Kota Madiun 50.22 -0.0097 0.0481 0.0792 -0.0315 0.1969 1.059 0.527 9.247 -1.71 1.6821 1.613 -1.598 3.439 x1x2x5 37 Kota Surabaya 50.13 -0.01 0.0494 0.0789 -0.0357 0.2009 -0.92 0.534 9.256 -1.781 1.732 1.608 -1.822 3.514 x1x2x4x5 38 Kota Batu 50.12 -0.01 0.0491 0.079 -0.0353 0.2006 -0.71 0.533 9.254 -1.767 1.7217 1.611 -1.797 3.508 x1x2x4x5

Lampiran 4 Penduga parameter model RTG dengan pembobot kernel bisquare dan peubah penjelas yang berpengaruh terhadap AHH

No. Kab/Kota b0 b1 b2 b3 b4 b5 sisaan Radj2 thit b0 thit b1 thit b2 thit b3 thit b4 thit b5 t (32;0.05) = 1.65

1 Kab.Pacitan 41.19 -0.0056 0.0016 0.0402 0.0415 0.2557 -1.1721 0.490 1.6229 -0.5351 0.0235 0.5453 0.7056 1.9449 x5 2 Kab.Ponorogo 48.8 -0.0063 0.0316 0.074 0.0434 0.1598 -0.2052 0.588 6.7676 -0.9293 0.95204 1.2802 1.0433 2.4342 x5 3 Kab.Trenggalek 49.01 -0.0061 0.0337 0.0777 0.0417 0.1569 -0.3374 0.595 7.0866 -0.9342 1.08165 1.38 1.036 2.4915 x5 4 Kab.Tulungagung 49.5 -0.0055 0.037 0.0861 0.0273 0.1579 -0.4155 0.630 8.2241 -0.9159 1.34078 1.7417 0.8341 2.8005 x3x5 5 Kab.Blitar 48.98 -0.0047 0.0377 0.088 0.0104 0.1735 0.5434 0.652 8.6744 -0.7965 1.39521 1.9169 0.3744 3.218 x3x5 6 Kab.Kediri 49.36 -0.0052 0.0379 0.0876 0.0203 0.1633 0.5134 0.648 8.5178 -0.8856 1.39485 1.8557 0.6788 2.9738 x3x5 7 Kab.Malang 47.36 -0.0037 0.039 0.083 -0.0086 0.2039 -0.4849 0.677 8.887 -0.6555 1.4383 1.7929 -0.363 3.8635 x3x5 8 Kab.Lumajang 46.37 -0.0052 0.0437 0.064 -0.0367 0.2401 0.8441 0.697 9.2387 -0.9635 1.62855 1.2704 -1.979 4.4477 x4x5 9 Kab.Jember 46.04 -0.0098 0.0532 0.0476 -0.0719 0.2724 -0.0249 0.714 7.8998 -1.5483 1.76213 0.7892 -3.626 4.3165 x2x4x5 10 Kab.Banyuwangi 28.3 -0.0088 -0.0056 0.0671 -0.1432 0.5039 -0.0476 0.744 2.1301 -0.7737 -0.0788 0.7046 -3.969 3.6077 x4x5 11 Kab.Bondowoso 44.98 -0.0132 0.0568 0.0402 -0.0982 0.3025 -0.2827 0.726 6.3594 -1.7697 1.56317 0.5565 -4.047 4.1141 x1x4x5 12 Kab.Situbondo 29.25 -0.01 0.0004 0.0742 -0.1426 0.4911 1.2548 0.746 2.229 -0.8832 0.00579 0.7655 -3.952 3.5771 x4x5 13 Kab.Probolinggo 46.46 -0.0062 0.0465 0.0584 -0.0429 0.2454 2.5709 0.704 9.18 -1.1451 1.72102 1.1254 -2.371 4.4599 x2x4x5


(26)

18

Lampiran 4 (lanjutan)

No. Kab/Kota b0 b1 b2 b3 b4 b5 sisaan Radj2 thit b0 thit b1 thit b2 thit b3 thit b4 thit b5 t (32;0.05) = 1.65

14 Kab.Pasuruan 46.84 -0.0041 0.0414 0.0774 -0.0176 0.2169 0.5415 0.691 9.0951 -0.7363 1.53 1.6242 -0.832 4.1055 x5 15 Kab.Sidoarjo 47.16 -0.0038 0.0401 0.082 -0.0061 0.2039 1.1016 0.687 8.8866 -0.671 1.47412 1.7617 -0.258 3.859 x3x5 16 Kab.Mojokerto 47.74 -0.0039 0.039 0.0847 0.0011 0.1926 -0.855 0.679 8.7978 -0.6867 1.43779 1.851 0.0427 3.6362 x3x5 17 Kab.Jombang 48.66 -0.0046 0.0384 0.0872 0.0123 0.1754 1.6841 0.666 8.6834 -0.7905 1.42186 1.9061 0.4455 3.2645 x3x5 18 Kab.Nganjuk 49.4 -0.0055 0.0378 0.0863 0.0281 0.158 0.3434 0.642 8.2828 -0.9298 1.37752 1.7616 0.873 2.8243 x3x5 19 Kab.Madiun 49.09 -0.0061 0.0352 0.0794 0.0423 0.1546 -0.6368 0.613 7.3097 -0.9654 1.18112 1.4285 1.0738 2.5314 x5 20 Kab.Magetan 47.91 -0.0065 0.0239 0.0629 0.0457 0.1731 1.0836 0.561 5.5285 -0.8397 0.56841 1.0077 0.9984 2.1446 x5 21 Kab.Ngawi 48.36 -0.0067 0.0268 0.0663 0.0457 0.1668 0.7491 0.577 6.0475 -0.8964 0.69767 1.0852 1.0285 2.2785 x5 22 Kab.Bojonegoro 49.14 -0.0059 0.0374 0.0833 0.0391 0.1543 -1.4815 0.638 7.8222 -0.9714 1.33327 1.5894 1.081 2.6651 x5 23 Kab.Tuban 49.18 -0.0058 0.0384 0.0858 0.0355 0.1552 -0.4354 0.652 8.0905 -0.9636 1.39736 1.7018 1.0447 2.7432 x3x5 24 Kab.Lamongan 48.4 -0.0045 0.039 0.0869 0.0133 0.177 -1.6078 0.676 8.6722 -0.7733 1.43913 1.8983 0.4838 3.2977 x3x5 25 Kab.Gresik 47.61 -0.0039 0.0395 0.0844 0.0034 0.192 0.9938 0.686 8.7675 -0.6834 1.45129 1.8354 0.1354 3.6151 x3x5 26 Kab.Bangkalan 47.01 -0.0038 0.0407 0.0809 -0.0048 0.2046 1.5743 0.693 8.866 -0.6677 1.49127 1.7233 -0.205 3.8584 x3x5 27 Kab.Sampang 46.72 -0.006 0.0469 0.0604 -0.0359 0.2368 -2.4685 0.706 9.3054 -1.1079 1.73833 1.1851 -1.964 4.3728 x2x4x5 28 Kab.Pamekasan 47.23 -0.0092 0.055 0.0491 -0.0564 0.2491 -2.3794 0.714 8.8321 -1.5636 1.95883 0.8775 -3.048 4.2887 x2x4x5 29 Kab.Sumenep 47.05 -0.0159 0.0676 0.0356 -0.1024 0.284 -2.5082 0.729 6.4412 -2.053 1.85778 0.4538 -3.908 3.8729 x1x2x4x5 30 Kota Kediri 49.43 -0.0053 0.0377 0.0873 0.0223 0.1614 0.3797 0.644 8.4518 -0.8992 1.38621 1.8306 0.7303 2.9212 x3x5 31 Kota Blitar 49.16 -0.0048 0.0377 0.0881 0.0131 0.17 1.2952 0.649 8.642 -0.8257 1.39426 1.907 0.4608 3.1367 x3x5 32 Kota Malang 47.31 -0.0037 0.0392 0.0828 -0.0083 0.2042 -0.4077 0.679 8.8919 -0.6594 1.44637 1.7862 -0.353 3.8698 x3x5 33 Kota Probolinggo 46.52 -0.0058 0.0456 0.0611 -0.0387 0.2409 0.6533 0.703 9.2609 -1.0768 1.69717 1.1986 -2.123 4.4355 x2x4x5 34 Kota Pasuruan 46.77 -0.0043 0.0423 0.0749 -0.0211 0.2209 -3.089 0.694 9.175 -0.7899 1.56634 1.5531 -1.034 4.1721 x5 35 Kota Mojokerto 47.94 -0.0041 0.0388 0.0854 0.0047 0.188 0.4765 0.677 8.7511 -0.7019 1.43063 1.8718 0.1786 3.5381 x3x5 36 Kota Madiun 48.9 -0.0064 0.0323 0.0747 0.0439 0.1581 0.3249 0.597 6.8732 -0.9534 0.99472 1.2929 1.0612 2.4495 x5 37 Kota Surabaya 47.01 -0.0038 0.0407 0.0808 -0.0072 0.2065 -0.8804 0.691 8.9102 -0.6779 1.49341 1.722 -0.315 3.9023 x3x5 38 Kota Batu 47.68 -0.0039 0.0388 0.0844 -0.0028 0.1962 -0.8979 0.676 8.8347 -0.6748 1.43132 1.8423 -0.113 3.7111 x3x5


(27)

19

Lampiran 5 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel gaussian

(a)

(b)


(28)

20

Lampiran 5 (lanjutan)

(d)


(29)

21

Lampiran 6 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel bisquare

(a)

(b)


(30)

22

Lampiran 6 (lanjutan)

(d)


(31)

23

Lampiran 7 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel gaussian

Lampiran 8 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel bisquare


(1)

Lampiran 4 (lanjutan)

No. Kab/Kota b0 b1 b2 b3 b4 b5 sisaan Radj2 thit b0 thit b1 thit b2 thit b3 thit b4 thit b5 t (32;0.05) = 1.65

14 Kab.Pasuruan 46.84 -0.0041 0.0414 0.0774 -0.0176 0.2169 0.5415 0.691 9.0951 -0.7363 1.53 1.6242 -0.832 4.1055 x5

15 Kab.Sidoarjo 47.16 -0.0038 0.0401 0.082 -0.0061 0.2039 1.1016 0.687 8.8866 -0.671 1.47412 1.7617 -0.258 3.859 x3x5

16 Kab.Mojokerto 47.74 -0.0039 0.039 0.0847 0.0011 0.1926 -0.855 0.679 8.7978 -0.6867 1.43779 1.851 0.0427 3.6362 x3x5

17 Kab.Jombang 48.66 -0.0046 0.0384 0.0872 0.0123 0.1754 1.6841 0.666 8.6834 -0.7905 1.42186 1.9061 0.4455 3.2645 x3x5

18 Kab.Nganjuk 49.4 -0.0055 0.0378 0.0863 0.0281 0.158 0.3434 0.642 8.2828 -0.9298 1.37752 1.7616 0.873 2.8243 x3x5

19 Kab.Madiun 49.09 -0.0061 0.0352 0.0794 0.0423 0.1546 -0.6368 0.613 7.3097 -0.9654 1.18112 1.4285 1.0738 2.5314 x5

20 Kab.Magetan 47.91 -0.0065 0.0239 0.0629 0.0457 0.1731 1.0836 0.561 5.5285 -0.8397 0.56841 1.0077 0.9984 2.1446 x5

21 Kab.Ngawi 48.36 -0.0067 0.0268 0.0663 0.0457 0.1668 0.7491 0.577 6.0475 -0.8964 0.69767 1.0852 1.0285 2.2785 x5

22 Kab.Bojonegoro 49.14 -0.0059 0.0374 0.0833 0.0391 0.1543 -1.4815 0.638 7.8222 -0.9714 1.33327 1.5894 1.081 2.6651 x5

23 Kab.Tuban 49.18 -0.0058 0.0384 0.0858 0.0355 0.1552 -0.4354 0.652 8.0905 -0.9636 1.39736 1.7018 1.0447 2.7432 x3x5

24 Kab.Lamongan 48.4 -0.0045 0.039 0.0869 0.0133 0.177 -1.6078 0.676 8.6722 -0.7733 1.43913 1.8983 0.4838 3.2977 x3x5

25 Kab.Gresik 47.61 -0.0039 0.0395 0.0844 0.0034 0.192 0.9938 0.686 8.7675 -0.6834 1.45129 1.8354 0.1354 3.6151 x3x5

26 Kab.Bangkalan 47.01 -0.0038 0.0407 0.0809 -0.0048 0.2046 1.5743 0.693 8.866 -0.6677 1.49127 1.7233 -0.205 3.8584 x3x5

27 Kab.Sampang 46.72 -0.006 0.0469 0.0604 -0.0359 0.2368 -2.4685 0.706 9.3054 -1.1079 1.73833 1.1851 -1.964 4.3728 x2x4x5

28 Kab.Pamekasan 47.23 -0.0092 0.055 0.0491 -0.0564 0.2491 -2.3794 0.714 8.8321 -1.5636 1.95883 0.8775 -3.048 4.2887 x2x4x5

29 Kab.Sumenep 47.05 -0.0159 0.0676 0.0356 -0.1024 0.284 -2.5082 0.729 6.4412 -2.053 1.85778 0.4538 -3.908 3.8729 x1x2x4x5

30 Kota Kediri 49.43 -0.0053 0.0377 0.0873 0.0223 0.1614 0.3797 0.644 8.4518 -0.8992 1.38621 1.8306 0.7303 2.9212 x3x5

31 Kota Blitar 49.16 -0.0048 0.0377 0.0881 0.0131 0.17 1.2952 0.649 8.642 -0.8257 1.39426 1.907 0.4608 3.1367 x3x5

32 Kota Malang 47.31 -0.0037 0.0392 0.0828 -0.0083 0.2042 -0.4077 0.679 8.8919 -0.6594 1.44637 1.7862 -0.353 3.8698 x3x5

33 Kota Probolinggo 46.52 -0.0058 0.0456 0.0611 -0.0387 0.2409 0.6533 0.703 9.2609 -1.0768 1.69717 1.1986 -2.123 4.4355 x2x4x5

34 Kota Pasuruan 46.77 -0.0043 0.0423 0.0749 -0.0211 0.2209 -3.089 0.694 9.175 -0.7899 1.56634 1.5531 -1.034 4.1721 x5

35 Kota Mojokerto 47.94 -0.0041 0.0388 0.0854 0.0047 0.188 0.4765 0.677 8.7511 -0.7019 1.43063 1.8718 0.1786 3.5381 x3x5

36 Kota Madiun 48.9 -0.0064 0.0323 0.0747 0.0439 0.1581 0.3249 0.597 6.8732 -0.9534 0.99472 1.2929 1.0612 2.4495 x5

37 Kota Surabaya 47.01 -0.0038 0.0407 0.0808 -0.0072 0.2065 -0.8804 0.691 8.9102 -0.6779 1.49341 1.722 -0.315 3.9023 x3x5

38 Kota Batu 47.68 -0.0039 0.0388 0.0844 -0.0028 0.1962 -0.8979 0.676 8.8347 -0.6748 1.43132 1.8423 -0.113 3.7111 x3x5


(2)

19

Lampiran 5 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel gaussian

(a)

(b)


(3)

Lampiran 5 (lanjutan)

(d)


(4)

21

Lampiran 6 Peta keragaman nilai dugaan parameter fungsi pembobot kernel bisquare

(a)

(b)


(5)

Lampiran 6 (lanjutan)

(d)


(6)

23

Lampiran 7 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel

gaussian

Lampiran 8 Peta kelompok wilayah hasil pemodelan RTG dengan fungsi pembobot kernel

bisquare