Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama pada jamaah salafy di Bekasi

(1)

Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Rangga Prawira

NIM : 104070002402

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M /1431 H


(2)

ii

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah benar adanya yang merupakan hasil karya asli / original saya sendiri tanpa ada mencontek atau menjiplak hasil karya orang lain baik di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau Universitas lainnya sebagai syarat kelulusan dan guna mendapatkan gelar sarjana Strata 1 (S1) Psikologi yang berasal dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber penulisan yang tercantum sudah sesuai dengan kebijakan atau aturan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti melanggar aturan atau kebijakan yang ada, penulis bersedia mengikuti aturan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penentu kelulusan dan pemberi gelar akademik pada sarjana Strata 1(S1) Psikologi.

Jakarta, 04 November 2010


(3)

iii

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

RANGGA PRAWIRA 1040 7000 2402

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si NIP 150 283 344 NIP 197112142007011014


(4)

iv

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta pada tanggal 04 November 2010 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi).

Jakarta, 04 November 2010

Disahkan oleh :

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua merangkap anggota Sekertaris merangkap anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP 130885552 NIP 195612231983032001

Penguji :

Penguji 1 Penguji 2

Ikhwan Luthfi, M.PSi Solicha, M.Si

NIP 197307102005011006 NIP 19720415999032001

Pembimbing :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si


(5)

v

‘D

i antara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting

adalah kehendak untuk bermakna.

S

etiap manusia secara alamiah keinginan untuk bermakna.

I

a selalu ingin memberi makna kepada setiap hal

yang ada pada dirinya.

B

ermakna

adalah keinginan manusia yang alamiah’

-Viktor Frankl-

Karya ini ku dedikasikan untuk kedua orang tuaku dan semua orang

dalam hidupku yang telah memberikan makna dan hakikat hidup yang


(6)

vi

(E) x + 91 halaman

(F) Dewasa kini banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama baik internal maupun eksternal, dimana begitu banyak organisasi masyarakat yang berafiliasi atas nama agama atau golongan suatu agama tertentu, melakukan tindakan yang melegalkan kekerasan dengan nama agama. Frankl menghubungan makna hidup dengan agama atau spirtualitas (Bastaman, 2007) dengan keyakinan itu dapat menjadi bimbingan atau petunjuk dalam menemukan kebahagiaan didalam hidup mereka. Banyak orang mencari kebahagiaan, salah satunya yakni dengan menemukan makna hidup mereka. Dengan makna hidup mereka dapat mengetahui tujuan hidup, memiliki kebahagiaan, rasa tanggung jawab, alasan eksis, kontrol diri dan tidak takut akan kematian. Salah satu sarana menemukan makna hidup adalah dengan beragama. Namun demikian ada pemahaman suatu agama disalah gunakan seperti golongan radikal misalnya Wahhabi atau Salafy dan sejenisnya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang mencari hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode korelasi. . Tempat penelitian ini adalah tempat kajian salafy di jabodetabek khususnya di Amar Maruf di Bekasi. Dengan sampel sebesar 30 orang jamaah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrument yakni dengan model skala likert yaitu skala makna hidup dan toleransi beragama. Teknik menghitung dan mengolah data menggunakan analisa seperti stastik deskriptif untuk menjelaskan keumuman subjek. Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrument skala dan Shapiro Wilk menguji data distribusi normal.selanjutnya Levene’s Test untuk menguji homogenitas sampel data dan korelasi produk moment untuk menguji hubungan antara dua variabel.

Hasil penelitian yang ada didapatkan dari 40 item pertanyaan 37 yang valid dengan reliabilitas 0, 954 untuk makna hidup dan sama halnya dengan toleransi beragama didapatkan 37 item yang valid dari 40 item dengan reliabilitas 0,964. Hasil akhir korelasi produk momen ditemukan adanya hubungan yang sangat signifikan antara makna hidup dengan toleransi beragama dengan nilai 0,887 dimana lebih besar dari nilai r tabel produk momen yakni sebesar 0,169. Dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara makna Hidup dengan Toleransi Beragama. Sementara itu hasil penelitian serupa Asep Khaerul Ghani (1993) menyatakan makna hidup seseorang mempunyai hubungan yang bermakna dengan toleransi kehidupan beragamanya artinya semakin seseorang mampu menemukan makna hidupnya salah satu metodenya dengan jalan menghayati ajaran agama dengan sebenar-benarnya, ia semakin mampu mengembangkan sikap toleransi kehidupan beragama yang tinggi.


(7)

vii


(8)

viii

lahir dan batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang sempurna bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini hingga akhir zaman.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak luput dari berbagai rintangan yang harus dihadapi, namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk menyajikan hasil penelitian dengan baik, meskipun

Masih banyak kekuarangan dalam penulisannya. Penulis juga menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Umar Jahja Ph.D. Selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag dosen pemimbing skripsi 1 yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini ditengah kesibukannya dengan penuh kesabaran. Semoga Allohlah yang membalas kebaikan bapak, amien

3. Bapak Ghazi, M.Si dosen pembimbing skripsi 2 yang telah banyak bersedia menyediakan waktunya ditengah kesibukkan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr Achmad Syahid, M. Ag selaku dosen pembimbing akademik kelas D angkatan 2004 yang telah menjadi pembimbing yang baik untuk kami 5. Segenap dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Psikologi. Semoga Alloh memberikan kebaikan kepada mereka semua. Amien ya rabbal allamin


(9)

ix

pencarian karya – karya Ilmiah dalam skripsi ini. Semoga kebaikan dan kasih diberikan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Esa

8. Orang tua penulis terkasih yakni H Tasman susanto dan Sumarnih yang tanpa mengenal lelah berjuang dan berkorban yang telah memberikan segalanya yang terbaik serta bersabar dalam mendidik penulis sampai saat ini dan tetap menyayangi dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Surga diberikan Alloh untuk kalian di negeri yang abadi karena penulis tidak bisa membalasnya dengan apa pun

9. Kakakku semua yakni Eko Apriyanto, Kartika Dewi, Tantri Wulandari, Lestari, Adi Nugroho dan Ayu Pitaloka, dan adikku RIzka Kirena yang membuat aku tahu apa itu kasih sayang keluarga.

Penulis berharap skirpsi ini bisa memberikan manfaat kepada bagi diri penulis dan para pembaca

Jakarta, November 2010


(10)

x

Halaman judul ……… i

Lembar Pernyataan……….ii

Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ………iii

Lembar Pengesahan Ujian………..……….Iv Motto ………v

Abstrak ..………..………vi

Kata Pengantar ……...………..………...viii

Daftar Isi ………...……..………ix

Daftar Tabel ………..………..……….……xiv

Daftar Bagan……….xv

Daftar Gambar ……….…………..………..xvi

Daftar Lampiran..……….………...xvii

BAB 1 PENDAHULUAN…….……….1-11

1.1 Latar Belakang Masalah ………..… 1-7 1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah……….8

1.2.1 Pembatasan masalah ...8

1.2.2 Perumusan masalah ...8

1.3 Tujuan Penelitian ………..9

1.4 Manfaat Penelitian ………9


(11)

xi

2.1.2 Aspek - aspek toleransi beragama ………...15

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama ………18

2.2 Makna Hidup ……….…………...20

2.2.1 Pengertian makna hidup ………. ..20

2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki Kebermaknaan ………26.

2.2.3 Metode menemukan makna hidup ………...30

2.3 Salafi………....32

2.3.1 Karakteristik salafi ………..33

2.4 Kerangka Berpikir ………...34

2.5 Hipotesis ……….……… 37

BAB 3 METODE PENELITIAN ………..………38-54

3.1 Jenis Penelitian ………...38

3.1.1 Pendekatan penelitian ……….38.

3.2 Variabel penelitian...39

3.2.1 Identifikasi variabel...39

3.2.2 Definisi konseptual variabel ...39

3.2.3 Definisi operasional variabel ....………...40

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………...41


(12)

xii

3.4.1 Metode dan instrumen penelitian ………43

3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian ………...………46

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………..49

3.6 Prosedur Penelitian ……….49

BAB 4 HASIL PENELITIAN ………...……….51-64

4.1 Gambaran Responden ………..51

4.2 Uji Persyaratan ………..53

4.2.1 Uji reliabilitas makna Hidup………..….53

4.2.2 Uji reliabilitas toleransi beragama……….53

4.2.3 Uji normalitas ………...53

4.2.4 Uji homogenitas ………...56

4.3 Hasil Penelitian ……….58

4.4 Analisa Penelitian ...………..59

4.5 Analisa Tambahan……….60

4.5.1 Perbedaan makna hidup berdasarkan jenis kelamin……….61

4.5.2 Perbedaan makna hidup berdasarkan pendidikan ………61

4.5.3 Perbedaan makna hidup berdasarkan usia ………62

4.5.4 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan jenis kelamin …….62

4.5.5 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan pendidikan ………63


(13)

xiii

BAB 5 PENUTUP ……….………65-71

5.1 Kesimpulan ……….………65 5.2 Diskusi ………..65 5.3 Saran ………70


(14)

xiv

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Makna Hidup………45

Tabel 3.3 : Blue Print Skala Toleransi agama ….……….46

Tabel 3.4 : Blue Print Revisi Skala Makna Hidup ………47

Tabel 3.5 : Kaidah Reliabilitas Guilford ……….………...47

Tabel 3.6 : Blue Print Revisi Skala Toleransi Beragama ………48

Tabel 4.1 : Distribusi Jenis Kelamin Responden ………51

Tabel 4.2 : Distribusi Tingkat Pendidikan Responden………..52

Tabel 4.3 : Distribusi Usia Responden ……….. ….52

Tabel 4.4 : Uji normalitas ……….54

Tabel 4.5 : Tes Homogenitas Varians……… …..57

Tabel 4.6 : Kategorisasi umum Makna Hidup ………58

Tabel 4.7 : Kategorisasi umum Toleransi Beragama ……….58


(15)

xv


(16)

(17)

xvii

3. Uji normalitas 4. Uji homogentias 5. UJi korelasi 6. UJI t

7. Daftar try out makna hidup

8. Daftar try out Toleransi Beragama 9. Tes makna Hidup


(18)

1.1 Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini perilaku beragama yang terlewat ekstrim banyak ditunjukan oleh kelompok yang beraliran keras. Gus Dur atau K.H Abdurrahman Wahid menyatakan sebagai refleksi dari rasa rendah diri, dan hal tersebut itu mudah ditemukan dalam praktek fatwa sesat, pengusiran, teror dan pembakaran rumah-rumah kelompok keagamaan di Indonesia yang mereka anggap sesat. Tentu saja mereka tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan. Meski terus sesumbar mewakili aspirasi kelompok mayoritas umat, kenyataannya mereka segelintir saja. Dan salah satunya adalah kelompok Islam Salafy atau Wahhaby atau Wahhabi. Mereka menganggap diri dan kelompoknyalah yang memiliki otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir, penghuni neraka, dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi. (www.islamlib.com).

Salafi juga dikenal golongan yang alergi dengan filsafat dan tasawuf. Mereka dengan tegas menolak demokrasi, mengurung wanita di dalam rumah, mengharamkan alat musik dan nyanyianya, membenci kesenian. Kemudian memerintahkan mereka untuk berjenggot, bergamis, memakai celana setengah betis bagi laki-laki. Dan bagi perempuan menggunakan jubah besar dan cadar. Praktek kehiduapn sosial ini


(19)

tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Afganistan di bawah kekuasaan Taliban yang berideologi Wahhabisme. ( Azra, 2002).

Menurut Muqsith, minimal ada empat ciri dalam gerakan-gerakan neo-Salafi di Indonesia. Pertama, mereka selalu mempersoalkan Pancasila dan UUD 1945 karena dianggap bukan sebagai ijtihad Tuhan, melainkan ijtihad manusia. Kedua, adanya ciri penolakan terhadap system demokrasi yang dianggap sekuler. Ketiga, perjuangan legalisasi syariat Islam lebih bersifat particular. Dan keempat, penyangkalan terhadap tradisi atau adat.(www.islamlib.com).

Jalaludin (2007) mengakui, penganut Salafi ditandai dengan melekatnya perasaan paling suci. Mereka menganggap kelompok mereka sebagai penganut tauhid murni. Dengan melekatnya perasaan paling suci, kaum wahabi cenderung ekslusif antipluralisme. Mereka menganggap surga hanya milik mereka. Sikap itu berdampak pada keengganan mereka untuk beradaptasi terhadap tradisi setempat. Mereka hanya mengakui tradisi dari Arab Saudi, tempat asalnya. Dengan demikian apa yang dikatakan Jalaludin di atas, memiliki landasan histories. Jika saat ini juga ada kelompok Islam yang corak teologinya puritan dan fundamentalis, maka memiliki kecenderungan menjadi radikal dan menggunakan teror dalam ekspresi keagamaannya. (www.rakyataceh.com).

kemudian perilaku puritan dan militerisme terhadap satu ajaran yang diklaim kebenaran absolut sementara yang lain dianggap salah dan sesat membuat para penganutnya bersikap radikal, keras, kaku terhadap


(20)

penganut keyakinan yang berbeda bahkan dalam satu ajaran yang sama (dikarenakan setiap agama memiliki pemahaman serta penafsiran yang berbeda antar kelompok di intern agama itu sendiri). Adapun perilaku tersebut ada pada tiap aliran pada semua agama bukan hanya agama Islam saja. Kemudian gerakan radikalisme saat ini berlanjut dengan adanya konflik antara satu golongan lainnya didalam mengklaim kebenaran dengan cara kekerasan serta fanatisme buta dalam keyakinan atau agama, sehingga melahirkan gerakan yang membahayakan kebebasan beragama. (www.republika.com).

Karena sifat dan ajaran salafi yang keras, kaku dan memaksa itulah yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yang sangat toleran dan menerima perbedaan yang ada, sehingga sering mengakibatkan konflik agama baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Mereka juga mudah menganggap bid’ah bahkan musyrik beberapa kegiatan tradisi atau adat istiadat yang ada di masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat penganut paham ahlu sunnah wal jamaah. Selanjutnya pemahaman agama tersebut dijadikan prinsip dan jalan hidup bagi mereka sebagai bentuk pemaknaan hidup atas nama keyakinan. Sehingga mereka terlalu banyak melupakan penghormatan atas keyakinan beragama orang lain, padahal di sisi lain. Islam menjamin toleransi keyakinan beragama bahka negara Indonesia pun menjamin hal yang serupa untuk setiap umat beragama baik secara sosial dan individu dalam perbedaan keyakinan. (www.Islamlib.com)


(21)

Frankl (Koeswara, 1987) mengemukakan bahwa masalah makna hidup dalam bentuknya yang ekstrim bisa timbul dan membayangi setiap orang. Timbulnya masalah makna hidup dimulai ketika individu memulai pematangan spiritual. Selanjutnya Frankl (Bastaman, 2007) mengakui adanya dua peringkat makna hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan makna pribadi. Namun bagi orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang mungkin alam semesta, ekosistem, pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki nilai-nilai universal. Sementara bagi orang-orang yang bergama, Tuhan merupakan perwujudan tuntunannya. Berbeda dengan makna hidup paripurna yang universal dan mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik, personal, dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda dari waktu ke waktu. (Bastaman, 2007).

Pandangan logoterapi, manusia yang paling hakiki adalah manusia yang memiliki dimensi ruhani atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan bukan satu unit kepingan yang dapat terurai dalam diri manusia. Adanya ketiga dimensi tersebut berpengaruh besar terhadap kebebasan yang hakiki. Dalam psikis, manusia mampu lebih luwes, tetapi dapat dimanipulasi. Hanya dalam dimensi sprituallah manusia menemukan kebebasan sebagai manusia. (Bastaman, 2007).


(22)

Sedangkan menurut Frank realisasi keagamaan yang matang dapat membantu dalam penemuan makna hidup, namun Frankl juga mengakui bahwa agama bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup, akan tetapi manusia dapat menemukan kebermaknaan hidup melalui realisasi nilai-nilai manusiawi (dalam Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut meliputi :

1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya, karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya.

2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati seseorang dari hidup. Ini tercermin pada upaya seseorang dalam meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar sesamanya.

3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia mampu mengambil sikap yang tepat terhadap keadaan dan penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya yang dilakukansecara maksimal dan ternyata tidak berhasil mengatasinya.

Pengalaman beragama termasuk kedalam dimensi spiritual didalam menemukan makna hidup meski Frankl tidak memaksudkan


(23)

sebagai unsur keberagamaan namun Bastaman menemukan keimanan (faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah salah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut ternyata bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani yakni, pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap melalui sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi yang tidak disadari meski dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat mata yakni dimensi ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).

Bangsa Indonesia terkenal bangsa yang madani. Dimana di dalam kehidupan beragama negara memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk setiap pemeluk agama dalam mengaktualisasikan diri mereka dalam menghayati ajaran agama mereka dengan sebaik-baiknya. Namun karena bangsa Indonesia bukan negara agama, maka negara ini membut undang-undang yang mengatur masalah keberagamaan untuk semua agama. Agar tidak ada dominasi satu agama terhadap agama lainnya (penyetaraan hak dan kewajiban). Sehingga tercipta harmonisasi dan toleransi yang ada di antara umat beragama yang dapat memajukan dan mensejahterakan seluruh individu secara


(24)

spiritual (Jamrah, 1986) Abdullah bin Nuh dalam kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Hasyim (1979) mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.

Sehingga dengan alasan tersebut peneliti ingin mengetahui Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama dikalangan jamaah salafy (wahhabi) di Bekasi.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini tidak melebar. Pembatasan masalahnya sebagai berikut :

1. Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya (Bastaman, 2007).


(25)

2. Toleransi yang didefiniskan dalam Hasyim (1979) dalam kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan agama.

3. Salafi adalah penyebutan nama dalam mengikuti jalan beragama para Salafusshaleh yakni generasi terbaik dalam Islam yakni Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin adapun peneliti disini adalah meneliti Salafi yang sering dikenal dengan Wahhabi yang berarti pengikut Muhammad Bin Abdul Wahab yang bermazab Imam Hambali yang memiliki ciri menolak keras bidah dan khurafat, serta berusaha memurnikan kembali ajaran Islam seperti awal dakwah Nabi Muhammad SAW (Assidawi,2007)

4. Adapun subjek penelitian disini adalah jamaah Salafy atau Wahhabi di Masjid Amar Maruf Bekasi.

1.2.2 Perumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini yakni apakah ada hubungan antara makna hidup jamaah wahabi dengan perilaku toleransi beragama mereka ?


(26)

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menguji hubungan yang signifikan antara makna hidup dan toleransi beragama pada jamaah Salafi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian, peneliti membaginya sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis yang didapat dari penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan yang baru bagi dunia keilmuan Psikologi terutama logoterapi, Psikologi sosial dan psikologi agama.

2. Manfaat praktis. Manfaat praktis yang didapat dari penelitian ini untuk :

a. Mengetahui makna hidup dari sebuah aliran yang dianggap “keras” oleh sebagian umat Islam sehingga kita dapat menilai lebih objektif dalam menilai mereka kemudian mengetahui karakter dan tingkah laku mereka di masyarakat sebagai anggota sosial masyarakat untuk menghindari konflik yang besar dan luas guna mewujudkan masyarakat yang aman dan damai yang merupakan modal terbesar pembangunan nasional berikutnya


(27)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah di dalam penulisan penelitian, peneliti menggunakan standar APA (American Psychology Association) Style. Dan di dalam sistematika penulisan ini penulis membaginya menjadi beberapa bab dan subbab agar lebih teratur dan tersistematis dengan baik. Sistematika penulisannya sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan : Latar belakang masalah, ,pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan

Bab 2 Kajian Teori : Definisi toleransi, asas toleransi beragama, faktor-faktor yang

mempengaruhi toleransi beragama. Pengertian makna

hidup, dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan hidup, metode menemukan makna hidup,

Bab 3 Metode Penelitian : Pendekatan dan metode penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,


(28)

teknik pengumpulan data, metode pengolahan data.

BAB 4 Hasil Penelitian : Gambaran umum responden, hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama pada jamaah salafy atau wahhabi BAB 5 Kesimpulan : Kesimpulan, diskusi, dan saran.


(29)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Untuk memperjelas penelitian ini dibutuhkan teori yang sesuai dengan judul penelitian guna mendukung penelitian yang ilmiah. Dan sebagai berikut teori yang ada :

2.1 Toleransi Beragama

2.1.1 Definisi toleransi beragama

Toleransi terhadap sesuatu mengandung pengertian bahwa setiap individu secara pasti tidak menyukai sesuatu tetapi dalam derajat ketidaksukaan individu tersebut harus tahan terhadap sesuatu. Terkadang istilah toleransi lebih bermakna kasar. Orang yang bersahabat dikatakan sebagai toleran apabila ia tidak membedakan ras, warna kulit, atau keyakinan. Dia tidak hanya tahan terhadap perbedaan tetapi secara umum menerima adanya perbedaan tersebut (Allport, 1954). Allport memberikan batasan yang sederhana terhadap istilah toleransi sebagai berikut :

“term to express the friendly and trustfull attitude that one person may have toward another. Regardless of the groups to which either belongs” (Allport, 1954).


(30)

Berdasarkan batasan yang diberikan Allport maka istilah toleransi mempunyai pengertian suatu sikap yang bersahabat dan penuh percaya dari seseorang terhadap orang lain yang tidak memperdulikan pada kelompok mana mereka berasal. Manifestasi toleransi ini adalah sikap mau menerima orang lain. Sehingga toleransi beragama adalah suatu sikap seseorang yang menerima kehadiran orang lain yang berlainan agama dengan dirinya dan menghormati keyakinannya meskipun ia tidak menyetujuinya. Kemudian Abdullah bin Nuh (Hasyim, 1979) dalam kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Hasyim, 1979) mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.

Sedangkan Hasyim memberikan makna tasamuh yang berarti bersikap lapang dada dan saling menghormati. Dalam pengertiannya membiarkan kerukunan hidup bukan berarti mengintegrasikan akidah ajaran suatu agama dengan lainnya (sinkretisme). Tetapi kerukunan hidup beragama adaah saling menghormati, bertoleransi, tepo seliro dalam kehidupan bermasyarakat.(Hasyim, 1979).


(31)

Selanjutnya Allport (1954) membagi menjadi 6 macam bentuk toleransi berdasarkan uraian bab tolerant personality, yaitu :

1. Conformity tolerance. Toleransi terjadi karena suatu masyarakat memberikan standar, aturan, atau kode etik tertentu yang mengatur toleransi. Mereka menjadi toleran karena berusaha conform dengan peraturan yang ada.

2. Character conditioning tolerance. Berbeda dengan yang pertama, toleransi bentuk ini terjadi karena seseorang mengembangkan suatu bentuk positif organisasi kepribadian yang berfungsi penuh arti dalam totalitas kepribadiannya. Orang-orang ini memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, siapapun ia, mereka mempunyai pandangan terhadap dunia yang positif.

3. Millitant tolerance. Orang seperti ini berjuang menentang tindakan yang menujukkan intoleransi. Mereka adalah orang-orang yang intoleran dengan intoleransi.

4. Passive tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang berusaha mencari perdamaian dan mengusahakan jalan damai terhadap segenap tindakan intoleransi. Langkah-langkah yang mereka ambil dalam menghadapi permasalahan intoleransi adalah dengan cara menghasilkan suatu perdamaian bagi seluruh pihak

5. Liberalism tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang kritis terhadap status quo, mereka menginginkan perubahan sosial yang cepat. Berkaitan dengan toleransi. Orang yang toleran


(32)

menginginkan adanya perubahan yang revolusioner terhadap keadaan masyarakat yang dilihatnya sebagai intoleransi

6. Radicalism tolerance. Dalam pengertian politis, radikalisme hamper bermakna sama dengan liberalisme, perbedaannya hanyalah dalam segi intensitasnya yang lebih tinggi dari liberalisme. Orang-orang yang toleran melakukan kritik yang radikalisme (mengakar) terhadap keadaan-keadaan yang dianggapnya tidak toleran.

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa toleransi agama adalah proses penghormatan, penghargaan, penerimaan atas keyakinan atau kepercayaan atau agama yang berbeda tanpa memperlakukan diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban di masyarakat dengan alasan agama atau keyakinan berTuhan yang berbeda.

2.1.2 Aspek–aspek toleransi

Yang dimaksud dengan aspek-aspek toleransi disini ialah suatu sikap atau tindakan yang merupakan dasar bagi terwujudnya toleransi tersebut, khususnya toleransi antar umat beragama (Jamrah, 1986).

Adapun aspek toleransi tersebut antara lain ialah : 1. Dialog antar umat beragama

Adapun yang dimaksud dengan dialog antar umat beragama adalah pembicaraan yang mendalam, suatu keterbukaan antar umat


(33)

beragama. Dalam suasana ini, kiranya dialog antar beragama sangat penting dan harus selalu diadakan, untuk menuju toleransi, sehingga tercipta rukun dan damai antar umat beragama tersebut. Dengan dialog, setiap umat beragama membuka diri bagi pandangan yang berbeda-beda dengan tetap diharapkan agar setiap umat beragama sadar bahwa tidak selamanya perbedaan menuju kepada permusuhan.

2. Kerja sama kemasyarakatan

Kerja sama atau tolong menolong adalah suatu dasar umum bagi semua masyarakat. Sehubungan dengan toleransi antar umat beragama maka kerjasama ini adalah suatu dasar bago terwujudnya toleransi tersebut. Bila kerja sama ini terbina dengan baik kiranya bisa digambarkan bahwa toleransi akan terwujud. Melalui kerjasama sosial kemasyarakatan, rasa saling ketergantungan, rasa keakraban dan persaudaraan serta rasa saling hormat antar umat beragama dapat dipupuk dengan baik sehingga dalam menghadapi persoalan-persoalan agamis yang serba berbeda itu, akan terwujud pula sikap toleransi. Hasyim mengemukakan beberapa segi toleransi (Hasyim, 1979) yaitu :

1. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi manusia pada umumnya yang telah disepakati bersama

2. Menghormati keyakinan orang lain, yakni memberikan penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan yang berbeda


(34)

3. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik dalam keyakinan maupun pendapat dalam kemasyarakatan 4. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami

apa yang ada pada masing – masing keyakinan

5. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat realitas sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur bahwa ada perbedaan yang nyata pada keyakinan dan kemasyarakatan

Manusia sebagai individu memiliki kebebasan penuh dalam pendirian, berkeyakinan, berpikir, dan bertindak. Setiap individu harus mengakui dan menghormati agama lain, karena semua itu adalah azas toleransi. Kerukunan hidup antar umat beragama bukan saja terciptanya kedamaian semu, tetapi harus diarahkan kepada keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan masyarakat yang saling menguatkan serta diikat oleh sikap saling mengendalikan diri, saling menghormati, kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Dengan adanya kesadaran beragama dan sikap toleransi terhadap umat lain akan tercipta suatu kondisi hidup yang rukun dalam bermasyarakat. Toleransi berjalan baik, keadaan menjadi aman dan tenteram bila kedua pihak saling pengertian atau tenggang rasa. Rasanya semua agama menghendaki hal ini, akan tetapi bila bertepuk tangan maka yang terjadi setelah kegelisahan, kecurigaan dan sulit mendapat kerukunan (Jamrah, 1986).


(35)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama

Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang mempunyai arah yang sama, yang secara garis besar dapat digolongkan kedalam tiga faktor utama yaitu :

1. Awal kehidupan

Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan atmosfir yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya terlepas apapun yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dlam suasana yang penuh dengan perlindungan bukan dengan suasana yang penuh ancaman. Mereka mempunyai sikap yang lugas dalam beragama terhadap orang tuanya. Mereka mampu menanganinya secara memuaskan tanpa harus tertekan ataupun mereka menjadi pencari kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran adalah tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di sekolah, orang-orang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu secar persis, sesuai urutan,interaksi atau penjelasan sebelum mereka melakukan tugas atau pekerjaan tertentu. Mereka mampu toleran terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak menuntut kejelasan dan kestrukturan sesuatu.Mereka mempunyai toleransi yang sukup tinggi terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan terancam, dan tidak menampakkan konflik. Bila ada kekeliruan, mereka tidak secara


(36)

langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meskipun ia tidak akan terjatuh.

2. Pendidikan

Toleransi adalah tanda intelegen, sementara overkategorisasi proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuata seseorang melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan seluruh kelompok yang ada. Allport menjelaskan, berdasarkan penelitian bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan toleransi. Demikian pula pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan sikap seseorang. Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan akan mengingkatkan rasa ama lebih mempertinggi kebiasaan orang untuk bersikap kritis. Akan tetapi ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam masalah antar budaya yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil sekali yang disebabkan oleh latihan-latihan di kampus.

Meskipun pendidikan, khususnya pendidikan antar budaya, menghasilkan toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi keduanya memang cukup menarik, meskipun tidak bermakna. Allport sendiri mempunyai sikap yang tidak setuju terhadap pernyataan, “The whole problema prejudice is a matter of education” (Allport, 1954).


(37)

3. Kemampuan empati

Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut sebagai intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih akurat dalam menentukan kepribadian orang lain, mereka mempunyai kemampuan menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka terhadap prasangka pemikiran orang lain.

2.2 Makna Hidup

2.2.1 Pengertian tentang makna hidup

Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam James P Chaplin (2006) mempunyai arti :

1) Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan,

2) Sesuatu yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu.

Dengan demikian makna hidup adalah sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan dalam hidup yang menunjukan satu istilah atau simbol tertentu dalam hidup

Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya (Bastaman, 2007). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Bastaman (2007). Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007) harus dilihat sebagai sesuatu yang sangat subjektif karena berkaitan


(38)

dengan hubungan individu dengan pengalaman hidupnya. Frankl juga mengemukakan bahwa keberhasilan dicapai dengan jalan berusaha mempertahankan dan mengembangkan kehendak untuk hidup secara bermakna (the will to meaning) meskipun mengalami penderitaan yang luar biasa. Frankl mengembangkan logaoterapi, yaitu corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawai dan dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosal). Frankl beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih hidup bermakna (the meaningful life).

Frankl memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan pada upaya manusia untuk mencari makna hidup tersebut. Frankl percaya bahwa perjuangan individu untuk menemukan makna hidup adalah motivator utama orang tersebut. Itulah yang menyebabkan Frankl menyebutnya sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat berbeda dengan pleasure principle (prinsip untuk mencari kesenangan atau lazim dikenal dengann keinginan untuk mencari kesenangan) yang merupakan dasar dari aliran psikoanalisa Freud dan juga berbeda dengan will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan). (Frankl, 2004). Jadi inti dari makna hidup adalah pandangan bahwa menjalani hidup dimaksudkan


(39)

untuk suatu tujuan tertentu. Motivasi utama dari manusaia adalah untuk menemukan tujuan itu, makna hidup (Abidin, 2007)

. Menurut Yalom (dalam Bastaman, 2007) makna hidup menunjukkan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, Frankl mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan raga-jiwa-rohani yang tidak terpisahkan. Adapun inti dari ajaran logoterapi dirumuskan sebagai berikut (Fabry dalam Bastaman, 2007) :

1. Hidup bermakna dalam kondisi apa pun

2. Kita memiliki “kehendak hidup bermakna” dan menjadi individu yang bahagia hanya ketika kita merasa telah terpenuhinya

3. Kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasannya untuk memenuhi makna hidup kita.

Makna hidup memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat hubungan dan saling menunjang, yaitu kebebasan berkehendak (freedom to will), kehendak hidup bermakna (will to meaning), dan makan hidup (meaning of life). (Frankl dalam Bastaman, 2007). Berkaitan dengan aktualisasi diri (self actualization), Frankl menyatakan bila aktualisasi diri dijadikan sebagai target langsung maka akan membuahkan kegagalan pribadi. Manusia mungkin hanya dapat mengaktualisasikan dirinya melalui seberapa ia meraih suatu makna atau seberapa luas ia menemukan manusia lainnya. Aktualisasi diri ini dicapai dengan kemampuan transendensi diri. Pandangan tersebut manusia menurut logoterapi


(40)

berdasarkan ketiga asumsi tersebut antara satu dengan lainnya saling berkaitan erat (koeswara, 1987) yaitu :

a. Kebebasan berkendak (the freedom of will)

Manusia tidak dapat bebas dari pengaruh kondisi biologis, psikologis, sosiologis, dan kesejahteraan, akan tetapi yang demikian itu manusia tetap memiliki kebebasan untuk mengambil sikap atau bebas memilih respon guna menghadapi kondisi eksternal yang mempengaruhi hidupnya. Ia memandang bahwa kebebasan itu terbatas dan menuntut seseorang bertanggungjawab atas kebebasannya.

b. Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning)

Kehendak akan makna merupakan motivasi besar yang menjadi penggerak utama dari kepribadian manusia dan memiliki kekuatan besar sehingga mampu mengarahkan motivasi-motivasi lainnya. Dalam bertingkah laku, manusia mengarahkan apa yang ingin dicapainya dalam hidup yaitu makna. Kebutuhan akan makna lebih tepat daripada dorongan akan makna.

Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1987) istilah ini menunjukkan bahwa makna berada diluar manusia dan manusia dapat menerima atau menolaknya. Makna dan nilai-nilai adalah hal yang harus dicapai bukanlah dorongan. Makna dan nilai-nilai hidup lebih bersifat mernarik dan menawarkan manusia untuk memenuhinya


(41)

c. Kebermaknaan hidup (the meaning of life)

Keinginan utama pada manusia adalah makna. Manusia memiliki kapasitas untuk menemukan makna hidup, bahkan dalam keadaaan menderita atau diambang kematian. Frankl menyatakan bahwa makna akan ditemukan pada setiap orang. Makna memiliki kualitas objektif sebagai sesuatu yang ditemukan (discovered) dan bukan sesuatu yang diciptakan atau dihasilkan.

Frankl (dalam Bastaman 2007) membagi dua peringkat makna hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan makna pribadi. Namun bagi orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang terhadap Tuhan mungkin menganggap bahwa alam semesta, ekosistem, pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki nilai,tujuan-tujuan yang jelas.. Kemudian bagi orang beragama Tuhan merupakan perwujudan tuntunannya berbeda dengan makna hidup paripurna yang universal mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik, personal, dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda dari waktu ke waktu (Bastaman, 2007).

Kemudian Bastaman (2007) membagi kehidupan yang bermakna menjadi dua jenis penghayatannya yaitu :


(42)

1 Penghayatan hidup bermakna

Penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang menuju ke arah kepuasan dan kebahagian hidup (Bastaman, 2007). Mereka benar-benar menghayati bahwa hidup dan kehidupan mereka bermakna, mereka menjalankan keseharian dengan semangat dan gairah hidup serta tanggung jawab serta merencanakan tujuan-tujuan yang jelas. Sikap tabah ditunjukkanya ketika keadaan sulit dan tidak menyenangkan dihadapinya karena mereka sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun ada makna dan hikmah, karena mereka menyakini bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan kehidupan itu sendiri betapapun buruknya keadaan yang dihadapinya.

2. Penghayatan hidup tak bermakna

Tidak disadarinya bahwa dalam kehidupan begitu banyak makna hidup potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan menjadi pemicu penghayatan hidup tak bermakna. Menghayati hidup tanpa makna menimbulkan suatu neurosis yang disebut dengan neurosis menurut logoterapi adalah keadaan tanpa makna. Neurosis diantaranya adalah frustasi eksistensial dimana dalam kehidupan kehendak untuk bermakna sebagai motif manusia mungkin saja tidak terpenuhi, antara lain karena ketidakmampuan melihat bahwa dalam kehidupan itu sendiri terkandung makna hidup yang potensial sifatnya ayng perlu disadari dan ditemukan. Keadaaan ini menimbulkan semacam frustasi yang disebut existential frustation yang umumnya diliputi penghayatan tanpa makna


(43)

“meaningless” (Bastaman, 2007). Frustasi eksistensial ini gejala-gejalanya tidak terungkap secara eksplisit dalam penghayatan kebosanan dan apatis. Neurositis yang ditimbulkan frustasi ini dalam logoterapi disebut neruosis noogenik. Gejala-gejalanya tersebut biasanya serba bosan, kehilangan minat dan inisatif, kehilangan arti dan tujuan hidup, gairah kerja menurun. Tak jarang pula penderita neruosis ini menggugat atas kelahirannya ke dunia ini. Ia sering berpikir bahwa bunuh diri merupakan jalan keluar terbaik untuk lepas dari penghayatan tak bermakna tetapi untuk hal itu ia merasa ngeri, takut dan tidak siap untuk mati (Bastaman, 2007)

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa makna hidup adalah suatu proses aktualisasi individu yang memiliki motivasi eksistensi diri yang menghasilkan nilai – nilai hidup yang dianggap penting atau berarti baik dalam keadaan senang maupun sulit ataupun dalam keadaan yang terarah maupun tidak terarah guna eksistensi individu tersebut

2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan

Bastaman (2007) menemukan beragam komponen dan secara umum semuanya dapat dikategorikan dalam empat dimensi yaitu :

1. Dimensi personal. Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal adalah:


(44)

a. Pemahaman diri (self insight), yaitu meningkatkan kesadaran atas buruknya kondisi diri apda saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. b. Pengubahan sikap (changing attitude) dari yang semuala tidak

tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang tak terelakan.

2. Dimensi sosial. Unsur dimensi sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat yang dibutuhkan

3. Dimensi nilai. Adapun unsur-unsur dimensi nilai meliputi :

a. Makna hidup (the meaning of life). Yakni niali-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan berarti seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatannya.

b. Kegiatan terarah (directred activities). Yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupaya pengembangan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna serta tujuan hidup

c. Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang ditetapkan.

4. Dimensi Spiritual. Meski Frankl (dalam Bastaman, 2007) tidak memaksudkan sebagai unsur keberagamaan namun Bastaman


(45)

menemukan keimanan (faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah saalah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut ternyata bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani yakni, pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap melalui sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi yang tidak disadari meski dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat mata yakni dimensi ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).

Selanjutnya karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki kebermaknaan hidup menurut Crumbaugh dan Maholick (Paloutzian, 1981) karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan hidup adalah :

a. Memiliki tujuan yang jelas yaitu manusia memiliki tujuan atau arah hidup (directred life) berupa kegiatan atau pencapaian cita-cita atau keinginan sebagai upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna serta tujuan hidup (Bastaman, 2007)


(46)

b. Memiliki perasaan yang bahagia yakni individu yang memiliki atau mendapatkan kebahagiaan dari apa yang diusahakan dengan kegiatan yang bermakna sesuai ucapan William S Sahakian “Dengan melibatkan diri dlam kegiatan yang bermakna seseorang akan menikmati kebahagiaan sebagai hasil sampingan” (Bastaman, 2007)

c. Memiliki rasa tanggung jawab maksudnya manusia menyadari tanggung jawabnya terhadap manusia lain yang menunggunya atau terhadap hati nuraninya atau terhadap pekerjaan yang belum selesai sehingga dia tidak akan mengabaikan hidupnya (Frankl, 2004)

d. Mampu melihat alasan untuk tetap eksis sesuai dengan perkataan Nietzsche “he who has a why to live for can bear with almost any how” (Dia yang memiliki alasan untuk hidup , bisa menghadapi keadaan apa pun)(Frankl, 2004)

e. Memiliki kontrol diri yakni manusia memiliki pilihan dalam bertindak walaupun didalam keadaan terburuk manusia masih bisa melestarikan sisa-sisa kebebasan spriritual, kebebasan berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental dan fisik yang sangat tertekan (Frankl, 2004)

f. Tidak merasa cemas akan kematian yaitu keyakinan akan kehidupan yang tidak kekal karena Frankl mengatakan hal – hal yang menghapuskan makna hidup manusia bukan saja


(47)

penderitaan tetapi juga kematian, jadi ketidakkekalan hidup kita tidak membuat hidup itu tidak bermakna, sehingga dapat mengubah ketidakkekalan hidup menjadi dorongan untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab (Frankl, 2004)

2.2.3 Metode menemukan makna hidup

Selanjutnya metode menemukan makna hidup, Bastaman (2007) menyederhanakan dan memodifikasi metode logo analisis di dalam menemukan makna hidup sebagai berikut :

1. Pemahaman pribadi

Metode pertama dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memediasi dan membantu seseorang untuk memperluas dan mendalami aspek kepribadian dan corak kehidupannya. Metode ini secara rinci memberikan manfaat-manfaat seperti mengenali diri, menyadari keinginan dan memahami kebutuhan yang mendasari keiniginan tersebut dan merumuskan secara nyata keingianan tersebut dengan merealiasai rencana-rencana.

2. Bertindak positif

Bertindak positif sebagai kelanjutan dan berpikir positif dengan tujuan sebagai pembiasaan positif untuk memberikan dampak yang positif pula


(48)

Dimensi sosial merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dan eksistensi manusia, hakikat manusia adalah perbedaan dalam suatu kebersamaan. Dan itu jelas bahwa hubungan keakraban manusia merupakan asas dan sebagai salah satu sumber makna hidup manusia.

4. Pendalaman tri nilai

Wujud dari pendalaman tri nilai yakni bertopeng pada sumber makna hidup sebagai suatu nilai agar dipahami secara sungguh-sungguh. Pendalaman tri nilai keratif, pendalaman nilai-nilai penghayatan, pendalaman nilai-nilai bersikap

5. Ibadah

Dilakukan secara khidmat atau khusyu’ dapat memunculkan perasaan tenteram, mantap dan tabah.

Selanjutnya, sumber sumber makna hidup yang menjadi titik awal dari kebermaknaan hidup adalah (Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut meliputi :

1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya, karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya.

2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati seseorang dari hidup. Ini tercermin pada upaya seseorang dalam


(49)

meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar sesamanya.

3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia mampu mengambil sikap yang tepat terhdap keadaan dan penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya yang dilakukan secara maksimal dan ternyata tidak berhasil mengatasinya.

2.3 Salafi

Salaf secara bahasa artinya terdahulu sedangkan Salafi adalah penisbatan atau penamaan diri terhadap cara memahami beragama Islam pada masa Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin (Assidawi, 2007) yang menyeru pada :

a. Kembali pada Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman para Shalafusshaleh

b. Memurnikan syariat Islam dari segala bentuk syirik, Bidah, dan pemikiran sesat

c. Membina kaum muslimin dengan ajaran Islam yang benar dan beramal dengannya


(50)

2.3.1 Karakateristik salafi

Adapun untuk penelitian ini peneliti mengambil pemahaman Salafi yang di bawa oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab yang bermahzab Imam Hambali.sedangkan orang-orang yang mengikuti jalan pemahaman agama beliau disebut dengan Wahabi. Adapun karakter Wahabi sebagai berikut (dalam Assidawi, 2007) :

1. Anti bidah dalam agama, menjauhkan syirik, khurafat serta pemikiran sesat

2. Mudah menyesatkan dan mengkafirkan kaum muslimin, serta mudah mengharamkan sesuatu

3. Menghancurkan kubah-kubah di atas kuburan serta melarang berdoa di depan kuburan

4. Membenci filsafat dan tasawuf serta hanya mengakui hukum Islam satu-satunya hukum yang patut diikuti

5. Menghindari terjadinya itjihad yang tidak bersumber kepada alquran dan assunnah


(51)

2.4 Kerangka Berfikir

Untuk mengetahui proses hubungan makna hidup dan toleransi beragama peneliti mengambil teori makna hidup atau logoterapi dari Viktor Frankl yang menyatakan logoterapi lebih memusatkan perhatian pada masa depan, atau pada pencaharian makna hidup yang harus dilakukan seseorang di masa depannya. Frankl dengan wawasan - wawasannya mengenai dimensi spiritual , makna hidup paripurna, rasa keagamaan yang tidak disadari dan transendensi diri tentu saja perlu berbicara mengenai agama dan teologi. Sekalipun Frankl penganut yang taat dan wawasan, asas-asas dan dan teori-teori Logoterapi yang dianggap sejalan dengan nilai-nilai agama (Bastaman, 2007). Sejalan dengan psikologi transpersonal yang menunjukkan bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam dimensi lain yang luar biasa potensialnya seperti pengalaman spriritual, pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi dan praktek – praktek keagamaan (Bastaman, 2005). Sama halnya dengan fokus pencarían makna usaha manusia menemukan makna dalam kehidupan merupakan kekuatan pendorong yang utama pada manusia. Frankl menyatakan diantara sekian banyak kehendak manusia yang terpenting adalah kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki keinginan untuk bermakna. Ia ingin selalu memberi makna kepada setiap hal yang ada didalam dirinya . bermakna adalah keinginan manusia yang alamiah (Bagustakwin, 2007) Berkaitan dengan eksistensi, Frankl menggunakan kata eksistensi untuk menjelaskan 2 hal, yaitu : (1) berkaitan


(52)

dengan eksistensi itu sendiri. (2). Makna kongkrit dalam eksistensi diri yang dalam logoterapi manusia yang paling hakiki adalah pandangan bahwa manusia mempunyai dimensi ruhani atau spiritual. Pandangan logoterapi, manusia yang paling hakiki adalah manusia yang memiliki dimensi ruhani atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan bukan satu unit kepingan yang dapat terurai dalam diri manusia. Adanaya ketiga dimensi tersebut berpengaruh besar terhadap kebebasan yang hakiki. Dalam psikis, manusia mampu lebih luwes, tetapi dapat dimanipulasi. Hanya dalam dimensi spirituallah manusia menemukan kebebasan sebagai manusia. (Frankl, 2004).

Sebagai salah satu sarana untuk mencari makna bagi kaum beragama yang mengakui adanya Tuhan, maka sudah seharusnya tiap-tiap pengikutnya benar-benar meyakini (menghayati secara mendalam) dan menjalankan apa-apa yang diyakini dengan sebaik mungkin. Namun pemaknaan agama tersebut hendaklah melihat situasi dan kondisi di lingkungan sekitar sebagai upaya penyesuaian diri sebagai pribadi yang melihat realita sosial yang ada atas idealisme yang dimiliki di dalam memaknakan keberagamaanya. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang pluralis dalam keyakinan, jadi pemaknaan atas keyakinan tersebut tidaklah menganggu kehidupan beragama di masyarakat, oleh sebab itu sangatlah urgen adanya toleransi sebagai salah satu upaya nyata dalam menata masyarakat yang madani dan pluralis sebagai landasan awal


(53)

menuju negara yang sejahtera baik secara materi maupun spiritual yang sesuai dengan cita-cita luhur UUD 1945 dan Pancasila. Seseorang dikatakan memiliki toleransi, apabila ia memiliki sikap : menahan diri, tenggang rasa, lapang dada, menghormati terhadap orang yang berbeda pendapat atau pandangan atau agama (Hasyim, 1979).

Islam agama yang rahmatan lil alamin dan agama mayoritas di dunia. Sebagaimana setiap agama yang lainnya, Islam juga memiliki aliran atau sekte atau sempalan, dan aliran yang menjadi subjek peneltian ini adalah Salafy atau Wahhabi (penamaan ini dinisbatkan atau disandarkan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab). Stigma dunia dan sejarah yang ada mengenai sekte atau aliran adalah bahwa aliran ini dianggap puritan, tekstual kuno, dan serta banyak melakukan tindakan yang membahayakan toleransi di Indonesia. Namun yang aneh perkembangan ajaran Salafi sampai saat ini, telah sampai ke Indonesia yang penduduk agama Islamnya berpaham ahlu sunnah wal jamaah. Dimana penduduknya mayoritas bersifat konservatif, toleran dan senang berdialog, fleksibel. Dengan kondisi demikian akan sangatlah banyak perbedaan-perbedaan yang dapat memicu konflik agama apalagi Indonesia adalah Negara kesatuan bukan Negara agama, dimana Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai landasan utama dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya tindakan penyesatan, perusakkan, teror atas nama agama, dan. Dengan


(54)

pemikiran tersebutlah peneliti ingin mengetahui hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau wahhabi.

Bagan Kerangka Berpikir

Makna Hidup Toleransi Beragama

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi

Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan Kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang informasinya atau data-datanya dikelola dengan statistik. Hipótesis pada penelitian diuji dengan menggunakan teknik-teknik statistik (Kountur, 2007). Sedangkan, menurut Azwar (2005) penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipótesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan sampel besar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan jenis penelitian Korelasional. Menurut Gay (Sevilla, et al., 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipótesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok statu


(56)

penelitian. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam satu populasi (Sevilla, et al., 1993). Menurut Azwar (2005), penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan serentak dalam kondisi yang realistik. Studi korelasional memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada tidaknya efek variabel satu terhadap yang lain.

3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Identifikasi variabel

Variabel penelitian terdiri atas variabel 1 yaitu makna hidup sedangkan untuk variabel 2 adalah toleransi beragama

3.2.2 Definisi konseptual variabel 1. Makna hidup

Variabel makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup


(57)

yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya (Bastaman, 2007).

2. Toleransi beragama

Variabel toleransi beragama yaitu bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan agama (Hasyim, 1979).

3.2.2 Definisi operasional variabel 1. Makna hidup

Definisi operasional variabel makna hidup adalah skor yang diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses aktualisasi Individu yang memiliki motivasi eksistensi diri yang menghasilkan nilai-nilai hidup yang dianggap penting atau berarti baik dalam keadaan senang maupun sulit. yang akan diteliti terdiri dari 6 sub-variabel yaitu : (1) Memiliki tujuan yang jelas, (2)Memiliki perasaan yang bahagia, (3) Memiliki rasa tanggung jawab, (4)Mampu melihat alasan untuk tetap eksis, (5) Memiliki kontrol diri, (6)Tidak merasa cemas akan kematian

2. Toleransi beragama

Definisi operasional variabel toleransi beragama adalah skor yang diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses penghormatan, penghargaan, penerimaan atas keyakinan atau kepercayaan atau agama yang berbeda


(58)

tanpa memperlakukan diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban di masyarakat dengan alasan agama yang berbeda. Indikatornya terdiri: (1) Mengakui hak dan kewajiban setiap orang, (2) Menghormati alam pikiran orang lain, (3) Tolong menolong dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Peneliti sengaja mempersingkat 5 variabel menjadi 3 variabel yakni dengan mengakui hak setiap orang dan saling pengertian menjadi mengakui hak dan kewajiban setiap orang, kemudian menghormati keyakinan orang lain menjadi menghormati alam pikiran orang lain, selanjutnya setuju dalam perbedaan, kesadaran sosial dan kejujuran peneliti wujudkan dalam bentuk tolong menolong dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian 3 indikator ini sengaja untuk mempermudah penelitian yang ada dengan maksud yang sama

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 3.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti (Kountur, 2007). Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jamaah kajian di Masjid Amar Maruf di Bekasi tepatnya dekat Departemen sosial kota Bekasi dengan status aktif terus mengaji. Populasi terbagi kedalam 2 kelompok atau unit, yaitu jamaah ikhwan (pria) dan jamaah akhwat


(59)

(wanita). Populasi yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah jamaah sebanyak 80 orang. selain dan ini didasarkan atas seijin ustadz untuk menggunakan jam kajian untuk penelitian dan meminta ijin setiap jamaah setelah kajian selesai juga

3.3.2 Sampel

Menurut Ferguson sebagaimana dalam Sevilla, et al., 1993, sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Gay (dalam Sevilla, et al., 1993) menawarkan beberapa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Untuk metode korelasional, jumlah sampel minimum adalah 30 subjek. Sedangkan menurut Arikunto (2002), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10 – 15 % dari jumlah populasi. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15 jamaah Ikhwan (pria) dan 15 jamaah akhwat (perempuan) sehingga total sampel adalah 30 orang jamaah Salafi di masjid Amar Maruf

3.3.3 Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dimana setiap subjek dari responden yang ada berdasarkan ciri-ciri atau sifat yang sesuai demgam karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti diungkapkan oleh Gay (1976), dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan sampel


(60)

dilakukan berdasarkan pertimbangan yang ada karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan dalam sub-kelompok (Sevilla, 1993). Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Jamaah Salafy Ikhwan (pria) atau Akhwat (perempuam) yang aktif mengikuti kajian lebih dari 1 tahun

2. Dengan rentang usia 17 – 35 tahun

3. Subjek berpendidikan minimal lulusan SMP atau sederajat karena diduga dengan pendidikan tersebut Subjek dirasa mampu untuk membaca dan memahami instruksi yang terdapat dalam kuesioner penelitian

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Metode dan instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan angket dengan model skala Likert sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala makna hidup dan skala toleransi beragama. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuisioner, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, sikapnya terhadap sesuatu, atau hal-hal yang diketahuinya.

Dalam model skala Likert terdapat 5 (lima) kategori jawaban dan masing-masing kategori ini memiliki nilai tertentu. Namun dalam penelitian


(61)

ini skala yang digunakan hanya ada 4 kategori, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), sedangkan Ragu-Ragu (R) tidak digunakan. Menurut Sevilla, et al., (1993) banyak peneliti yang memberikan penekanan pada kecenderungan responden untuk “mengamankan” dan menempatkan jawaban ereka ditengah sebagai angka netral. Hal ini disebut pengaruh “kecenderungan sentral”. Individu yang mempunyai kecenderungan tersebut selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim. Dengan demikian, peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan kategori jawaban yang bersifat netral atau Ragu-Ragu (R) untuk mendorong responden memutuskan jawaban yang bersifat positif atau negatif. Adapun penilaian skala Likert dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 .

Kategori Jawaban Skala Likert

JAWABAN FAVOURABLE UNFAVOURABLE

SS 4 1 S 3 2 TS 2 3 STS 1 4

Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1) Skala Makna Hidup. Skala ini disusun peneliti mengacu pada teori Craumbaugh dan Maholick. Dimana dalam penelitian ini aspek-aspek yang digunakan terdiri dari 6 (enam) aspek, yaitu : memiliki tujuan yang jelas,memiliki perasaan yang bahagia,memiliki rasa tanggung


(62)

jawab,mampu melihat alasan untuk tetap eksis,memiliki kontrol diri, dan tidak merasa cemas akan kematian

Skala ini disusun menggunakan skala Likert yang terdiri dari sejumlah pernyataan. Distribusi pernyataan-pernyataan ini dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Blue Print Skala Makna Hidup

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

MAKNA HIDUP

1) Memiliki tujuan yang jelas

2) Memiliki

perasaan yang bahagia

3) Memiliki rasa tanggung jawab 4) Mampu melihat

alasan untuk tetap eksis

5) Memiliki kontrol diri

6) Tidak merasa cemas akan kematian 1,9,25,28 19, 23,31,40 2,10,22 3,37,39 13,16,18 7,20,33 4,8,14,34 6,15,26,3 5 17,29,30, 5,24,32 11,21,38 12,27,36 8 8 6 6 6 6

Jumlah 20 20 40

2) Skala toleransi beragama. Skala ini disusun peneliti mengacu pada teori yang dikembangkan Allport (1954) tentang tolerant personality dan hasil rumusan Umar Hasyim (1979), yaitu : mengakui hak dan kewajiban orang lain, menghormati alam pikiran dan status orang


(63)

lain, dan tolong menolong serta mau bekerja sama dengan orang lain. Berikut ini adalah blue print toleransi beragama

Tabel 3.3

Blue Print Skala Toleransi Beragama

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

TOLERANSI BERAGAMA

1) Mengakui hak dan kewajiban orang lain

2) Menghormati alam pikiran dan status orang lain 3) Tolong menolong dan mau bekerja sama dengan orang lain 1,2,13,14,25 ,26, 3,4,15,16,27 ,28,29,30 5,6,17,18 ,31,32 7,8,19,20,33 ,34, 9,10,21,22,3 5,36,37,38 11,12,23,24, 39,40 12 16 12

Jumlah 20 20 40

3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian 1. Instrumen makna hidup

Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini, maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni 28,33, 38. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun nomor-nomor item yang digunakan yaitu: Berikut ini adalah blue print revisi skala makna hidup


(64)

Tabel 3.4.

Blue Print Revisi Skala Makna Hidup

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

MAKNA HIDUP

1) Memiliki tujuan yang jelas

2) Memiliki perasaan yang bahagia 3) Memiliki rasa

tanggung jawab 4) Mampu melihat

alasan untuk tetap eksis

5) Memiliki kontrol diri

6) Tidak merasa cemas akan kematian 1,2, 3, 4 5,6 7,8 9 10 11,12 13, 14 15, 16 17, 18 19 20 4 4 4 4 2 2

Jumlah 10 10 20

Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954 dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.

Tabel 3.5.

Kaidah Reliabilitas Guilford

KRITERIA KOEFISIEN RELIABILITAS

SANGAT RELIABEL > 0.9 RELIABEL 0.7 – 0.9 CUKUP RELIABEL 0.4 – 0.7 KURANG RELIABEL 0.2 – 0.4


(65)

2. Instrumen toleransi beragama

Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini, maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni 12, 14, 19. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun nomor-nomor item yang digunakan berikut ini adalah blue print revisi skala toleransi beragama.

Tabel 3.6.

Blue Print Revisi Skala Toleransi Beragama

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

TOLERANSI BERAGAMA

1). Mengakui hak dan kewajiban orang lain

2). Menghormati alam pikiran dan status orang lain

3). Tolong menolong dan mau bekerja sama dengan orang lain

1,2,3,4 5,6,7 8,9,10 11,12,13,14 15,16,17 18,19,20 8 6 6


(66)

Uji realibilitas skala toleransi beragama ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,964 dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi : 1. Statistik Deskriptif, digunakan untuk mengolah gambaran umum

subjek.

2. Analisa Alpha-Cronbach, yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data dengan menggunakan SPSS 17

3. Analisa Shaphiro Wilk, yang digunakan untuk menguji kenormalan distribusi data yang menggunakan SPSS 17

4. Levene,s test yang digunakan untuk menguji kehomogenan data sample.yang menggunakan SPSS 17

5. Korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 2006), yang digunakan untuk menguji hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen yang menggunakan SPSS 17

3.6 Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Pada tahap awal dilakukan perumusan masalah dan menentukan variabel yang akan diteliti. Kemudian melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel


(67)

penelitian. Tahap persiapan dilanjutkan dengan penyusunan skala makna hidup dan skala toleransi beragama berdasarkan teori. Kemudian melakukan try out terhadap skala makna hidup dan skala toleransi beragama.

2. Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 07 Maret 2010. Dalam menyebarkan kuesioner, peneliti secara langsung mendatangi subjek ke sekolah yang telah ditentukan. Sebelumnya peneliti telah melakukan konfirmasi dengan para panitia kajian untuk meminta kesediaan menjadi tempat penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dengan memberikan instrumen yang telah disiapkan kepada subjek penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Pengolahan data

Pada tahap ini hasil nilai dari pengisian skala dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisa dan dibuat laporannya.


(68)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia

1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin

Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 2 orang (6,67 %) berpendidikan SMP , 3 orang (10 %) berpendidikan S1, 5 orang (16,67 %) berpendidikan D3, 20 orang (66,67 %) berpendidikan SMA. Berikut ini adalah tabel distribusi jenis kelamin responden.

Tabel 4.1

Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 15 50 % Perempuan 15 50 %

Total 30 100 %

2 Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan

Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 2 orang (6,67 %) berpendidikan SMP , 3 orang (10 %) berpendidikan S1, 5 orang (16,67 %) berpendidikan D3, 20 orang (66,67 %) berpendidikan SMA. Berikut ini adalah tabel distribusi jenis kelamin responden.


(69)

Tabel 4.2

Distribusi Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

SMP 2 6,67 %

SMA/SMK 20 66,67 %

D3 5 16,67 %

S1 3 10 %

Total 30 100 %

3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 4 orang (6,67 %) berusia 17 tahun dan 4 orang (13,34 %) berusia 20 tahun, 2 orang (6,67 %) berusia 22 tahun 5 orang (6,67 %) berusia 23 tahun 2 orang (6,67 %) berusia 24 tahun 5 orang (6,67 %) berusia 25 tahun 6 orang (6,67 %) berusia 27 tahun2 orang (6,67 %)

berusia 30 tahun Berikut ini adalah tabel distribusi usia responden.

Tabel 4.3

Distribusi Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase

17 Tahun 4 13% 20 Tahun 4 13,33% 22 Tahun 2 6,67% 23 Tahun 5 16,67% 24 Tahun 2 6,67% 25 Tahun 5 16,67% 27 Tahun 6 20% 30 Tahun 2 6,67%


(70)

4.2 Uji Persyaratan

4.2.1 Uji reliabilitas makna hidup Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.950 .954 40

Dengan skor yang diperoleh melalui spss 17 Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954 dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.

4.2.2 Uji reliabilitas toleransi beragama Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.961 .964 40

Dengan skor yang diperoleh melalui spss 17 Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,964 dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel

4.2.3. Uji normalitas

Data-data berskala interval sebagai hasil suatu pengukuran pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil


(71)

suatu data tidak mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui kepastian sebaran data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan (Kuncono, 2005). Dengan demikian, analisis statistik yang pertama kali harus dilakukan dalam rangka analisis data adalah analisis data statistik berupa uji normalitas.

Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Shapiro Wilk, hal ini disebabkan karena jumlah responden yang dijadikan sample penelitian kurang dari 100 (Kuncono, 2005). Berikut ini gambaran uji normalitas keluaran SPSS versi 17.0.

Tabel 4.4 Uji normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Makna Hidup .099 30 .200* .951 30 .180 Toleransi

Beragama

.157 30 .059 .960 30 .302

Hasil uji normalitas data pada makna hidup diperoleh angka probabilitas sebesar 0,180 dengan menggunakan taraf signifikansi alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,180> 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, dengan mean 67.333 dan standar deviasi (SD) sebesar 6.38605


(72)

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel makna hidup berada disekitar garis uji yang mengarah ke kanan atas. Dengan demikian, data tersebut dapat dikatakan normal.

Sedangkan pada skala toleransi agama hasil uji normalitas data diperoleh angka probabilitas sebesar 0,302 dengan menggunakan taraf signifikansi alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,302 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, dengan mean 64.7333 dan standar deviasi (SD) sebesar 6.53866. Berikut ini gambar scatterplot keluaran SPSS versi 17.0.


(73)

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel toleransi beragama berada disekitar garis uji yang mengarah ke kanan atas. Dengan demikian, data tersebut dapat dikatakan normal

4.2.4. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variabilitas mean dari data dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menguji tingkat homogenitas data berdasarkan Jenis Kelamin yang ada yaitu Ikhwan (I) dan Akhwat (A), dan uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s test. Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :


(74)

Ho = Varians data kelompok bersifat homogen H1 = Varians data kelompok bersifat tidak homogen

Pengambilan keputusan homogen atau tidaknya data dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai p hitung dengan p α (0.05 / 0.01). Jika p > p α (0.05 / 0.01) maka variansi pada setiap kelompok adalah sama atau homogen, dan sebaliknya jika p < p α (0.05 / 0.01) maka variansi pada setiap kelompok dapat dikatakan tidak sama atau tidak homogen (Kuncono, 2005). Sedangkan dalam penelitian ini diperoleh hasil perhitungan berdasarkan SPSS versi 17.0. sebagai berikut:

Tabel 4.5.

Tes Homogenitas Varians Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Makna Hidup Based on Mean .094 1 28 .762

Based on Median .095 1 28 .760 Based on Median and with

adjusted df

.095 1 28.000 .760

Based on trimmed mean .087 1 28 .770

Karena variabel yang diuji (makna hidup) berskala interval, maka pengujian berbasis mean dapat dilakukan (Kuncono, 2005). Dari data tersebut didapat jumlah p pada based on mean sebesar 0.762 dengan demikian p (0.762) > p α (0.05 / 0.01) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak atau varians data kelompok bersifat homogen.


(75)

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Kategori umum makna hidup

Tabel 4.6

Kategorisasi Umum Makna Hidup

Kategori Nilai Jumlah Prosentase

Tinggi 69– 80 13 43.33 % Rendah 57 – 68 17 56.67 %

Total 30 100 %

Dari data yang diperoleh jumlah orang yang dikategorikan memiliki makna hidup yang tinggi sejumlah 13 orang (43.33%) sementara jumlah orang yang dikategorikan memiliki makna hidup yang rendah sejumlah 17 orang (56.67%) yang berarti dari total yang ada dapat diperoleh informasi bahwa lebih banyak para jamaah Salafi memiliki skor yang rendah dalam variabel makna hidup

4.3.2 Kategori umum toleransi beragama Tabel 4.7

Kategorisasi Umum Toleransi Beragama

Kategori Nilai Jumlah Prosentase

Tinggi 65 – 78 22 73.33 % Rendah 51 – 64 8 26.67 %

Total 30 100 % Dari data yang diperoleh jumlah orang yang dikategorikan memiliki

toleransi beragama yang tinggi sejumlah 22 orang (73.33%) sementara jumlah orang yang dikategorikan memiliki toleransi yang rendah sejumlah 8 orang (26.67%) yang berarti dari total yang ada dapat diperoleh


(76)

informasi bahwa lebih banyak para jamaah Salafi memiliki skor yang tinggi dalam variabel toleransi beragama.

4.4 Analisa Penelitian

Berdasarkan perhitungan analisa statistik deskriptif yang dilakukan menggunakan program SPSS versi 17.0. diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation

makna hidup 30 23.00 57.00 80.00 67.3333 6.38605

toleransi beragama 30 27.00 51.00 78.00 64.7333 6.53866

Dari tabel statistik deskriptif diatas, dapat diketauhi bahwa mean dari variabel makna hidup adalah 67.3333 dengan standar deviasi sebesar 6.38605. Sedangkan, mean dari variabel toleransi beragama adalah 64.7333 dengan standar deviasi sebesar 6.53866.


(77)

Berdasarkan perhitungan analisa statistik korelasi yang dilakukan menggunakan program SPSS versi 17. Sebagai berikut :

Correlations

makna_hidup toleransi_beragama makna_hidup Pearson Correlation 1 .887**

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

toleransi_beragama Pearson Correlation .887** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tabel nilai koefisien di atas dapat diketahui bahwa nilai korelasi (r hitung) antara variabel makna hidup dengan toleransi beragama menunjukkan angka 0.887 dan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 0,169 . Dengan demikian, nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel yang berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara makna hidup dengan toleransi beragama atau H1 diterima dan H0 ditolak

4.5 Analisa Tambahan

Untuk melengkapi data yang data peneliti menyajikan pula perbedaan nilai berdasarkan kategori sebelumnya seperti jenis kelamin, pendidikan dan usia dengan menghubungkan variabel penelitian yakni makna hidup dan toleransi beragama sebagai berikut :


(1)

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 makna hidup toleransi

4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 74 70 74

4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 76 79 76

4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 78 80 78

4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 76 78 76

4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 75 78 75

4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 68 73 68

3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 65 65 65

3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 65 61 65

3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 55 59 55

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60 60 60

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60 60 60

3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 55 59 55

3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 51 57 51

3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 59 60 59

3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 63 70 63

4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 68 71 68

3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 64 71 64

3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 60 63 60

4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 65 63 65

3

3 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 44 33 33 6262 6363 6262

4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 71 69 71

3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 63 67 63

3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 65 70 65

3 3 3 3 4 4 3 4 4 2 3 3 3 4 3 3 65 72 65

3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 66 70 66

3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 66 71 66

3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 61 64 61

3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 61 64 61

2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 59 66 59

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 66 67 66


(2)

25 18 19 13 12 12 14 6 JK menghormati mengakui tolong tujuan bahagia tanggung eksis kontrol

ikhwan   29 23 22 13 14 14 14 7

akhwat   29 24 23 16 16 16 16 7

ikhwan   30 24 24 16 16 16 16 8

akhwat   29 24 23 16 15 16 16 7

ikhwan   31 21 23 16 15 16 16 8

ikhwan   27 20 21 15 14 15 16 7

ikhwan   25 21 19 14 12 13 13 6

akhwat   25 21 19 12 12 12 12 6

ikhwan   23 15 17 12 12 12 12 6

akhwat   24 18 18 12 12 12 12 6

ikhwan   24 18 18 12 12 12 12 6

ikhwan   23 15 17 12 12 12 12 6

akhwat   21 14 16 12 12 11 12 5

ikhwan   23 18 18 12 12 12 12 6

ikhwan   25 18 20 15 14 14 15 6

akhwat   27 20 21 15 13 15 15 7

ikhwan   26 18 20 15 15 14 15 6

akhwat   25 17 18 14 12 12 13 6

akhwat   26 20 19 13 12 12 14 6

ikh

ikhwan   25 18 19 13 12 12 14 6

akhwat   27 23 21 13 12 14 16 7

ikhwan   26 18 19 13 13 14 15 6

akhwat   27 18 20 15 15 14 13 6

akhwat   26 18 21 15 15 14 15 6

ikhwan   27 18 21 15 13 14 15 6


(3)

6

67

tidak mati makna ikhwan akhwat toleransi ikhwan akhwat pendidikan Smp sma  d3

8 70 79 74 76

70

80 70

8 80 78 78 76

79

78 72

8 78 73 75 68

78 70

8 65 61 65 65

73 71

7 59 60 55 60

65 64

6 60 59 60 55

61

7 57 60 51 59

59

7 70 71 63 68

60

5 71 63 64 60

60

6 63 63 65 62

59

6 69 67 71 63

57

5 70 72 65 65

60

5 70 72 66 66

70

6 64 64 61 61

71

6 66 67 59 66

71

6 67.466667 67.26667 64.8 64.66667

63

6

63

6

63

6

69

6

67

7 6 7 7 7 7 6 6 6 6


(4)

g

63

s1 pendidikan toleransi bera smp sma D3 S1 usia makna hidup

17

 

Tahun 20

 

Tahun

64

74 78 65 61

4

70

78

66

76 76 65 59

4

79

73

67

75 66 66

2

80

65

68 66

5

78

61

65 61

2

65

5

55

6

60

2

60 55 51 59 63 68 64 60 65 62 71 63


(5)

22

 

Tahun 23

 

Tahun 24

 

Tahun 25

 

Tahun 27

 

Tahun 30

 

Tahun

usia makna hidup

17

 

Tahun

59

60

71

63

70

66

4

74

60

59

71

63

72

67

4

76

57

63

70

2

78

60

69

71

5

76

70

67

64

2

64

5

6

2


(6)

20

 

Tahun 22

 

Tahun 23

 

Tahun 24

 

Tahun 25

 

Tahun 27

 

Tahun 30

 

Tahun

75 55 60 68 60 65 59

68 60 55 64 65 65 66

65 51 62 66

65 59 71 66

63 63 61