Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura pada Andisol Jawa Barat
FLUKS CO2 DARI PENGGUNAAN LAHAN HUTAN, TEH
DAN HORTIKULTURA PADA ANDISOL JAWA BARAT
JON HENDRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Fluks CO2 dari
Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura pada Andisol Jawa Barat” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Jon Hendri
NRP: A152110021/ATT
RINGKASAN
JON HENDRI. Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura
pada Andisol Jawa Barat. Dibimbing oleh Suwardi, Basuki Sumawinata dan Dwi
Putro Tejo Baskoro.
Peningkatan konsentrasi gas CO2, CH4 dan N2O di atmosfer dapat
disebabkan oleh emisi antropogenik dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi dan sebagian kecil dari perubahan penggunaan lahan. Karbon
dioksida (CO2) adalah salah satu gas rumah kaca penting yang menyebabkan
pemanasan global.
Fluks CO2 terukur merupakan akumulasi dari respirasi akar (autotrophic
respiration) dan dekomposisi bahan organik oleh mikrob (heterotrophic
respiration). Pengukuran dengan metode pengecualian akar atau dengan membuat
plot bera memberikan perkiraan yang lebih baik dalam memperhitungkan
respirasi akar dan pengaruh dari dekomposisi bahan organik tanah oleh mikrob
terhadap fluks CO2. Penelitian ini untuk mengetahui fluks CO2 pada tanah mineral
yang mengandung bahan organik tinggi (Andisol) dengan suhu udara rendah pada
penggunaan lahan hutan, perkebunan teh dan tanaman hortikultura serta untuk
mengetahui pengaruh bahan organik tanah dan faktor lingkungan terhadap fluks
CO2.
Fluks CO2 diukur dari setiap lokasi selama 25 minggu. Pengukuran
dilakukan pagi jam 6.30-10.00 WIB dan siang hari jam 12.30-15.00 WIB
menggunakan close chambers method. Pengambilan sampel gas dilakukan secara
time series pada interval waktu 0, 3 dan 6 menit. Faktor lingkungan yang diamati
adalah kadar air tanah, ruang pori tanah berisi air, suhu tanah, suhu udara,
kelembaban udara, dan curah hujan. Juga dilakukan penentuan jumlah respirasi
tanah, C-organik tanah dan total mikrob di laboratorium.
Hasil pengukuran fluks menunjukkan jenis penggunaan lahan atau vegetasi
mempengaruhi jumlah fluks CO2 dari permukaan tanah. Rata-rata fluks CO2 lokasi
plot bera 7.32 ton C-CO2 ha-1 th-1, hortikultura 15.60 ton C-CO2 ha-1 th-1, teh 10.22
ton C-CO2 ha-1 th-1 dan hutan 15.62 ton C-CO2 ha-1 th-1. Kontribusi terbesar fluks
CO2 berasal dari respirasi akar dan dipengaruhi oleh jumlah total mikrob tanah.
Hasil pengukuran suhu tanah dan suhu udara menunjukkan korelasi positif yang
signifikan dengan fluks CO2 kecuali di hutan sedangkan kelembaban udara
berkorelasi negatif pada lokasi bera, hortikultura dan teh. Ruang pori tanah yang
berisi air atau water-filled pore spaces (WFPS) berkorelasi negatif di lokasi plot
bera dan perkebunan teh dan berkorelasi positif di lokasi hortikultura dan hutan
terhadap fluks CO2. Pengukuran di laboratorium menunjukkan respirasi tanah
dan C-organik tanah lebih tinggi terjadi pada lapisan 0-20 cm dan menurun
dengan meningkatnya kedalaman tanah. Fluks CO2 dipengaruhi juga oleh faktor
lingkungan secara bersama-sama seperti suhu tanah, kadar air di dalam ruang pori
tanah atau kelembaban tanah yang mempengaruhi aktivitas mikrob dan
pertumbuhan tanaman.
Kata kunci: C-organik, dekomposisi, kelembaban tanah, respirasi akar, respirasi
tanah, suhu tanah.
SUMMARY
JON HENDRI. CO2 Flux from Land Use of Forest, Tea Plantation and
Horticultural Farm on Andisol in West Java. Supervised by Suwardi, Basuki
Sumawinata and Dwi Putro Tejo Baskoro.
Increased concentrations of CO2, CH4 and N2O in the atmosphere can be
caused by anthropogenic emissions from the use of fossil fuels as an energy
source and a small portion of land use change. Carbon dioxide (CO2) is one of the
important greenhouse gases causes what is called global warming.
The measured CO2 flux is accumulated from root respiration (autotrophic
respiration) and decomposition of organic matter by microbe (heterotrophic
respiration). Measurement with the exception of the root method gives a better in
the estimates take into account the influence of root respiration and the
decomposition of organic materials in the soil by microbes. The purpose of this
research is to know the amount of CO2 flux in mineral soils with high organic
matter (Andisol) low temperature with land use types forest, tea plantation and
horticultural farm as well to know the influence of organic material and
environmental factors of CO2 flux.
CO2 flux measured each location for 25 weeks conducted morning hours
6.30-10.00 AM and noon hour 00.30-03.00 PM method using close chambers
method. Gas sampling is done in a time series on a time interval of 0, 3 and 6
minutes. The observed environmental factors are soil moisture, soil temperature,
air temperatur and rainfall. Determination of the amount of soil respirator, soil and
soil organic C and total microbes were carried out in the laboratory.
The result showed that CO2 flux from bare plot 7.32 ton C-CO2 ha-1 yr-1,
horticulture 15.60 ton C-CO2 ha-1 yr-1, tea plantation 10.22 ton C-CO2 ha-1 yr-1 and
forest 15.62 ton C-CO2 ha-1 yr-1. The largest contribution comes from root
respiration and is influenced by soil microbes activity. Observed soil temperature
and air temperature demonstrated a significant positive correlation with the CO2
flux, except in the forest while air humidity negatively correlated at all the
location except in the forest. On the other hand, water filled pore spaces (WFPS)
displayed varying correlation with site CO2 flux: a negative relationship in both
bare plot and tea plantation, appreciably positive in the horticultural farm and
forest. Soil respiration and organic-C matter occurring at higher layers of the 0-20
cm and decreased with increasing soil depth. CO2 flux influenced by
environmental factors such as soil temperatures simultaneously and soil moisture
affecting plant growth and soil microbes activity.
Key words: organic-C, decomposition, root respiration, soil respiration, soil
temperature, WFPS.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FLUKS CO2 DARI PENGGUNAAN LAHAN HUTAN, TEH DAN
HORTIKULTURA PADA ANDISOL JAWA BARAT
JON HENDRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agroteknologi Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ai Dariah
Judul Tesis : Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura
pada Andisol Jawa Barat
Nama
: Jon Hendri
NIM
: A152110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Suwardi, M.Agr
Ketua
Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr
Anggota
Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agroteknologi Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Suwardi, M.Agr
Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
15 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dari
tesis ini: pengukuran gas rumah kaca dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya dari lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Mei 2013 dengan Judul “Fluks
CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura pada Andisol Jawa
Barat”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Suwardi, M.Agr, Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr dan Dr Ir Dwi
Putro Tejo Baskoro, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan
tambahan pengetahuan, arahan dan bimbingan selama penulis menempuh
pendidikan, penelitian sampai penyelesaian tesis.
2. Ibu Dr Ai Dariah sebagai peguji luar yang telah banyak memberikan saran dan
masukan untuk kesempurnaan tesis.
3. Direksi dan staf PT Sumber Sari Bumi Pakuan yang telah membantu dan
memberikan ijin, data dan informasi serta memfasilitasi penelitian ini. Ibu
Anita Widyarini SP, Euis Marlina SP dan bapak Sukmaja yang membantu
kegiatan di lapangan.
4. Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian Pengembangan Pertanian
yang telah memberikan beasiswa dan biaya penelitian.
5. Ayahanda (Alm) H. M Zainuddin dan Ibunda Siti Siah, serta istri tercinta Desi
Patriani,SPd, ananda M. Syahid Miftah dan M. Ariel Syahban kakanda
Zusnarti, Nifriati,SPd dan adinda Dedi Asrizal,SPd dan seluruh keluarga yang
dengan penuh kesabaran memberikan dukungan doa, semangat dan kasih
sayangnya.
6. Rekan mahasiswa Pascasarjana Agroteknologi Tanah 2010, 2012, 2013 dan
Ilmu Tanah IPB terutama Lili Hilman, Ade Maryam Oklima, Adhe Poppy WE
dan Arfi Irawati atas segala bantuan, dukungan, semangat dan doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2014
Jon Hendri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………...…….....
xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………..……………..
xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...…….....
xiv
1 PENDAHULUAN ..…………………………………………………....
Latar Belakang ……...………………………………………………...
Tujuan Penelitian ………...…………………………………………...
Manfaat Penelitian ………...……………………………………….....
1
1
2
2
2 METODE ……………………………………………………………...
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………...
Bahan dan Alat ....…………………………………………….…….....
Pelaksanaan Penelitian….……………………………………………..
Pengukuran Fluks CO2 dan Faktor Lingkungan……………………....
Data Curah Hujan dan Analisis Tanah ..................................................
Bahan Organik Tanah, Respirasi Tanah dan Jumlah Mikrob ………...
Analisis Statistik ………………....…………………………………...
2
3
5
5
6
7
8
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………..
Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Plot Bera, Hortikultura, Teh dan
Hutan ………………………………………………………………….
Sifat Kimia dan Fisika Tanah …………………………………………
Hubungan antara Fluks CO2 dengan Faktor Lingkungan …………..
Respirasi Tanah, Bahan Organik Tanah dan Mikrob Tanah ………….
8
8
10
11
20
4 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..
Kesimpulan …………………………………………………………...
Saran ………………………………………………………..…………
22
22
23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..….
23
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
25
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………..
37
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Data produksi pucuk teh (kilogram/ha) perkebunan teh PT Sumber
Sari Bumi Pakuan Ciliwung bulan September 2012- Februari 2013 ....
Rata-rata ± standar deviasi total fluks CO2 dan kontribusi respirasi
akar ........................................................................................................
Sifat fisika dan kimia tanah lokasi penelitian .………………………...
Rata-rata ± standar deviasi suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan WFPS.....................................................................................
Korelasi (r) fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan kelembaban tanah (WFPS) ………………………………...
pH tanah dan populasi mikrob berdasarkan kedalaman lapisan tanah
pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan hutan ....……..
4
9
11
12
13
21
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Chamber base yang yang digunakan pada closed chamber method .......
Diagram pencar dan rata-rata fluks CO2 selama 25 minggu
pengamatan dari penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan
hutan ........................................................................................................
Serasah yang terdapat di permukaan tanah lokasi kebun teh dan hutan..
Curah hujan dilokasi penelitian bulan September 2012 sampai Februari
2013 .........................................................................................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan WFPS pada penggunaan lahan:
a.Plot bera, b Hortikultura, c. Teh dan d. Hutan .....................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan plot bera ...........................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hortikultura ........................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan teh ......................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hutan ..................................
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi plot bera ……………………………………......
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi hortikultura ……………………..........………...
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi teh .......................................................................
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi hutan ...................................................................
Respirasi tanah dan C-organik tanah berdasarkan kedalaman lapisan
tanah pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, the dan hutan ......
5
9
10
11
13
14
15
16
17
18
18
19
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian di lapangan dan gambar foto udara google
earth.......................................................................................................
2. Gambar penempatan Chambers base di masing-masing lokasi
penelitian ..............................................................................................
3. Data curah hujan (mm) selama penelitian September 2012 sampai
dengan Februari 2013 stasiun iklim Gunung Mas ................................
4. Data curah hujan (mm) dan hari hujan selama sepuluh tahun (20032012) stasiun iklim Gunung Mas ........................................................
5. Data kadar air dan WFPS (0-10 cm) serta fluks CO2 pagi dan siang
lokasi penggunaan lahan plot bera dan hortikultura .............................
6. Data kadar air dan WFPS (0-10 cm) serta fluks CO2 pagi dan siang
lokasi penggunaan lahan teh dan hutan ...............................................
7. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi plot bera dan
hortikultura............................................................................................
8. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi perkebunan teh..
9. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi hutan .................
26
27
28
29
30
32
34
35
36
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama beberapa dekade terakhir telah banyak penelitian tentang
pengukuran emisi gas rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O. Gas-gas tersebut
menjadi fokus penelitian karena diduga berperan dalam perubahan iklim global.
Peningkatan konsentrasi gas CO2, CH4 dan N2O di atmosfer dapat disebabkan
oleh emisi antropogenik dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi
dan sebagian kecil dari perubahan penggunaan lahan. Karbon dioksida (CO2)
adalah salah satu dari gas rumah kaca penting yang mempengaruhi pemanasan
global. Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat sebesar 40% dari 278 ppm tahun
1750 menjadi 390.5 ppm tahun 2011. Emisi CO2 antropogenik ke atmosfer tahun
1750-2011 adalah 555±85 Pg C, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi
semen menyumbang 375±30 Pg C sedangkan perubahan penggunaan lahan
menyumbang 180±80 Pg C (IPCC 2013). Data ini menunjukkan bahwa
sumbangan terbesar gas rumah kaca berasal dari kegiatan manusia, bukan dari
kegiatan pertanian. Namun demikian ada pihak-pihak yang mempermasalahkan
emisi gas rumah kaca dari lahan pertanian.
Berdasarkan data IPCC tersebut diatas, telah banyak penelitian dilakukan
untuk mengetahui besarnya emisi dari berbagai penggunaan lahan, terutama pada
lahan gambut. Hal ini berkaitan dengan keinginan sebagian pihak untuk
menghambat pengembangan gambut untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa
sawit dan hutan tanaman industri. Lahan gambut dianggap mengeluarkan emisi
yang besar menurut penelitian Hooijer et al. (2006) terjadi peningkatan emisi CO2
0.91 ton ha-1 th-1 untuk setiap penurunan satu sentimeter muka air; selanjutnya
Hooijer et al. (2012) mengukur kehilangan karbon pada tanah gambut berdasarkan
subsiden dan penurunan muka air tanah, potensi terjadinya kehilangan karbon
rata-rata 100 ton CO2 ha-1 th-1 (setara 27.24 ton C ha-1 th-1) selama 25 tahun
setelah lahan didrainase. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan linier
antara emisi CO2 dengan laju subsidensi gambut dan penurunan muka air tanah
gambut padahal dengan nilai koefisien regresi (R2) yang rendah. Pengukuran
langsung emisi pada lahan gambut yang ditanami Akasia pada lokasi yang sama
dengan Hooijer et al. (2012) oleh Jauhiainen et al. (2012) menghasilkan emisi 80
ton CO2 ha-1 th-1 (setara 21.79 ton C-CO2 ha-1 th-1) tetapi data ini mengabaikan
pengaruh dari autotrophic respiration.
Hasil pengukuran emisi menghasilkan data yang bervariasi dan cenderung
cukup besar, rangkuman data penelitian menurut Hergoualc’h & Verchot (2013)
pada lahan gambut di Asia Tenggara, fluks CO2 dengan berbagai penggunaan
lahan atau vegetasi berkisar antara 5-30 ton C-CO2 ha-1 th-1.
Data pengukuran langsung penelitian emisi CO2 tersebut, merupakan
akumulasi dari respirasi akar (autotrophic respiration) dan dekomposisi bahan
organik oleh mikrob (heterotrophic respiration) sehingga menimbulkan over
estimasi dalam menentukan emisi. Oleh karena itu pengukuran langsung pada
lahan tanpa akar akan memberikan perkiraan emisi yang lebih baik dalam
memperhitungkan respirasi akar dan pengaruh dari dekomposisi bahan organik
2
oleh mikrob. Fluks CO2 juga dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti suhu
tanah, kadar air tanah, Water-Filled Pore Space (WFPS) atau kelembaban tanah
dan kedalaman tanah.
Beberapa penelitian telah memisahkan antara fluks CO2 dari respirasi akar
dan dekomposisi bahan organik oleh mikrob dengan melakukan pengukuran plot
tanpa adanya pengaruh akar (plot bera). Data Sumawinata et al. (2012) pada lahan
gambut terbuka 11.06 ton C-CO2 ha-1 th-1 di Riau Sumatera, Hatano et al. (2009)
pada hutan gambut 9.76 ton C-CO2 ha-1 th-1 di Kalimantan. Data penelitian di
lahan gambut Serawak Malaysia menurut Melling et al. (2013) 9.93 ton C-CO2
ha-1 th-1 untuk hutan, 6.93 ton C-CO2 ha-1 th-1 untuk lahan kelapa sawit dan 7.62
ton C-CO2 ha-1 th-1 untuk lahan sagu pada tanah gambut. Penelitian Hazama
(2012) rata-rata fluks CO2 pada tanah mineral Latosol Dramaga Bogor plot bera
adalah 12.60 ton C-CO2 ha-1 th-1.
Fluks CO2 dari plot bera atau dari dekomposisi bahan organik antara tanah
gambut dan tanah mineral ada kecenderungan relatif sama dan konstan padahal
kandungan bahan organik tanah gambut lebih tinggi daripada tanah mineral. Hali
ini diduga disebabkan oleh perbedaan respirasi akar tanaman dan pengaruh faktor
lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah fluks CO2
mineral yang mengandung bahan organik tinggi (Andisol) dengan
rendah pada penggunaan lahan hutan, perkebunan teh dan tanaman
serta untuk mengetahui pengaruh bahan organik tanah dan faktor
terhadap fluks CO2.
pada tanah
suhu udara
hortikultura
lingkungan
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengetahuan
mengenai fluks CO2 Andisol yang digunakan untuk lahan hutan, perkebunan teh
dan tanaman hortikultura. Selain itu penelitian ini juga berguna sebagai evaluasi
dan pembanding terhadap isu lingkungan yang berkembang yang menganggap
tingginya emisi yang ditimbulkan dari lahan gambut terhadap peningkatan kadar
CO2 di atmosfer.
2. METODE
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi survei dan pemilihan lokasi
penelitian lapang, perizinan lokasi penelitian, perencanaan penelitian, persiapan
titik lokasi pengambilan gas di lapangan, persiapan peralatan pengukuran di
lapang dan laboratorium, pelaksanaan penelitian lapang, dan analisis data. Selain
itu dilakukan pengambilan data curah hujan dari stasiun iklim PTPN VIII Gunung
Mas.
3
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada September 2012 sampai Mei 2013. Lokasi
penelitian di desa Tugu Utara kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat,
terdiri dari hutan lindung Telaga Warna (luas areal 368.25 ha) dengan ketinggian
tempat 1400-1450 m dpl dan perkebunan teh (luas areal 553.43 ha) PT. Sumber
Sari Bumi Pakuan yang saling berbatasan, sedangkan tanaman hortikultura berada
dalam kawasan perkebunan teh dengan luas 1 hektar.
Lokasi penelitian (Lampiran 1) di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Jawa Barat pada jenis penggunaan lahan: hutan (pada koordinat S 06o41’22.6” E
106o59’51.6”), perkebunan teh (Camellia sinensis L.) (pada koordinat S
06o41’22.3” E 106o59’37.5”) dan tanaman hortikultura terdiri dari cabe
(Capsicum annuum L.) dan kubis (Brassica oleracea L.) yang ditanam secara
tumpangsari (pada koordinat S 06o41’20.6” E 106o59’35.5”) serta lokasi plot bera
(pada koordinat S 06o41’20.6” E 106o59’36”).
Lokasi titik penempatan chambers base seperti pada Lampiran 2 berada
dalam satu kawasan dan kondisi iklim serta jenis tanah yang sama. Setiap lokasi
dibuat tiga titik ulangan pengamatan (tiga chamber base) yang ditempatkan pada
lokasi yang datar, sebelum pengamatan serasah yang ada dibersihkan.
a. Plot Bera
Plot bera atau lahan yang dikondisikan tanpa tanaman dengan pengecualian
akar dan serasah berukuran 1 m x 1.5 m dan dibuat pembatas dari plastik untuk
mencegah masuknya akar dari sekelilingnya pada tempat yang mewakili ketiga
kondisi lokasi hortikultura, teh dan hutan.
Plot bera dibuat dua minggu sebelum pengamatan pertama dengan menggali
tanah untuk membuang akar tanaman yang hidup pada kedalaman 60 cm
kemudian tanah dikembalikan seperti semula. Selama penelitian tanaman atau
rumput yang tumbuh pada plot bera selalu dibersihkan.
b. Hortikultura
Lokasi penelitian merupakan pertanaman hortikultura yang biasa dilakukan
oleh petani. Sistem budidaya tanaman yang dilakukan mengikuti cara petani.
Tanaman kubis dan cabe ditanam secara tumpangsari. Pengolahan tanah
dilakukan terlebih dahulu lalu dibuat bedengan masing-masing dengan ukuran
lebar 1.5 m dan panjang 12 m. Tanaman kubis ditanam seminggu sebelum
tanaman cabe ditanam. Pupuk diberikan bersamaan dengan persiapan bedengan
yaitu pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk kimia berupa pupuk NPK Kujang (1515-15) dengan dosis 150 kg/ha, pupuk daun diberikan bersamaan dengan
penyemprotan pestisida untuk mengatasi hama dan penyakit.
Pada lokasi hortikultura pengambilan sampel gas pertama dilakukan setelah
tanaman kubis berumur dua minggu setelah tanam dilanjutkan sampai selesai atau
tanaman cabe tidak efektif lagi menghasilkan buah (sesuai jadwal penelitian).
Pemasangan chamber base pada lokasi hortikultura terdiri dari dua chamber base
pada guludan dan satu chamber base diantara guludan. Pemasangan pada tempat
4
yang berbeda dilakukan agar memberikan hasil pengukuran yang dapat mewakili
kondisi lahan di lapangan.
c. Teh
Kebun teh dibangun tahun 1922 oleh perusahaan Belanda NV. Rolley
Davies dan jenis teh yang ditanam adalah klon TRI 2024, yang merupakan
tanaman yang diremajakan tahun 1988 dan 1989. Lokasi pengukuran fluks pada
blok C2 (tahun tanam 1989) dan C4 (tahun tanam 1988).
Sistem budidaya teh pada PT Sumber Sari Bumi Pakuan Ciliwung ini
dengan rotasi pemangkasan 4 tahun sekali, rotasi panen/petik 2 minggu sekali.
Perawatan dilakukan untuk pembersihan gulma dan pemberantasan hama dan
penyakit sesuai dengan kondisi di lapangan, pemupukan dilakukan dengan dosis
200 kg/ha menggunakan pupuk NPK Kujang (Nitrogen 30%, Fospat 6% dan
Kalium 8%) dan 150 kg/ha pupuk KCl (60% K2O), pupuk diberikan dua kali
setahun dengan dosis yang sama dan ditambah dengan pemberian dolomit satu
kali dengan dosis 75 kg/ha.
Data produksi pucuk selama penelitian ditampilkan pada Tabel 1. Produksi
pucuk teh pada bulan Januari dan Februari 2013 di Blok C2 tidak ada karena telah
dilakukan pemangkasan.
Tabel 1. Data produksi pucuk teh (kilogram/ha) perkebunan teh PT Sumber Sari
Bumi Pakuan Ciliwung bulan September 2012-Februari 2013
Umur
Produksi Pucuk Basah per Bulan (kg/ha)
Blok September Oktober November Desember Januari Februari
Tanaman
24 tahun C2
1200
734
465
875
25 tahun C4
1400
917
500
1669
763
358
Pada lokasi kebun teh pengambilan sampel gas CO2 dilakukan pada dua
lokasi yaitu blok C2 dan blok C4 dengan masing-masing tiga ulangan. Pemilihan
dua lokasi pada kebun teh untuk mewakili kondisi teh secara keseluruhan,
berdasarkan umur pemangkasan lokasi teh blok C2 mewakili umur pemangkasan
3.5 tahun dan 0 tahun, sedangkan blok C4 mewakili umur pemangkasan setelah 2
tahun. Lokasi pengukuran fluks CO2 pada lokasi teh chambers base ditempatkan
diantara baris tanam teh yang mewakili kondisi di lapangan.
d. Hutan
Hutan lokasi penelitian termasuk hutan hujan tropis dengan tipe iklim A
atau sangat basah (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson). Tajuk pohon
sangat rapat, terdapat tumbuhan memanjat, menggantung dan menempel pada
dahan-dahan pohon seperti rotan, anggrek dan paku-pakuan, sehingga sinar
matahari yang masuk ke lantai hutan sedikit sekali. Di lantai hutan terdapat
serasah daun dan sisa tanaman yang mati dengan kondisi yang lembab. Lokasi
penelitian merupakan hulu dari sungai Ciliwung dalam kawasan Hutan Lindung
Telaga Warna dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kondisi
harian hutan ditutupi oleh kabut dan sering disertai dengan hujan yang terjadi
hampir setiap hari.
5
Lokasi pengukuran fluks CO2 disesuaikan dengan kondisi di lapangan,
chambers base ditempatkan secara acak pada tempat yang datar diantara pohonpohon yang ada di dalam hutan, serasah hutan pada lokasi pengukuran
dibersihkan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel gas untuk pengukuran fluks CO2 yang
diambil dari setiap lokasi, soda lime dan gas standar CO2 dengan konsentrasi 1701
ppm. Sampel tanah untuk analisis tekstur, Nitrogen, C-organik, respirasi tanah dan
perhitungan populasi mikrob. Alat utama untuk mengambil sampel gas terdiri dari
satu set Chambers base seperti Gambar 1 meliputi chamber, tedlar bag dan
syringe.
Alat untuk mengambil sampel tanah, alat pengukur variabel lingkungan
mikro dan karakteristik tanah di lapang yaitu termometer digital tanah, alat
pengukur kelembaban udara, tekanan udara, pengukur waktu (stopwacth) dan
meteran. Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis di laboratorium
antara lain CO2 analyzer, oven, timbangan dan three phase meter.
Gambar 1. Chamber base yang yang digunakan pada closed chamber method.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan lokasi serta perizinan penelitian dilakukan terlebih dahulu,
dilanjutkan pengambilan data iklim. Pada lokasi yang sudah ditetapkan ditentukan
titik pengamatan gas CO2 dan pengambilan sampel tanah. Pengukuran fluks CO2
dilakukan dengan metode ruang tertutup (closed chamber method). Pembacaan
konsentrasi CO2 dengan menggunakan Infra red gas analyzer. Pengamatan juga
dilakukan terhadap faktor lingkungan pada saat pengambilan gas seperti suhu
6
udara, suhu tanah, kelmbaban udara, kadar air tanah dan Water-Filled Pore Space
(WFPS) atau kelembaban tanah. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tanah
komposit pada lokasi penelitian pada lapisan 0-20 cm untuk keperluan analisis
tanah. Pengukuran laju respirasi dan jumlah mikrob tanah dilakukan di
laboratorium.
Pengukuran Fluks CO2 dan Faktor Lingkungan
Pengambilan sampel gas CO2 di lapangan dilakukan dengan menggunakan
close chamber method (Gambar 1) seperti yang dilakukan Toma & Hatano
(2007). Sampel gas diambil dari tiga titik (chamber base) pada setiap lokasi yang
telah ditentukan sebagai ulangan, pada lokasi bera dan hutan titik pengamatan
ditempatkan secara acak, sedangkan lokasi hortikultura dan teh, chamber base
ditempatkan dalam baris tanaman. Pemasangan chamber base sehari sebelum
pengambilan sampel dan diberi air pada sisi chamber base untuk mencegah
kebocoran gas, selanjutnya chamber dengan diameter 20 cm dan tinggi 25 cm
ditempatkan langsung diatas chamber base.
Pengambilan sampel gas dilakukan secara time series pada interval waktu
0, 3 dan 6 menit, sebanyak 250 ml sampel gas diambil dari chamber dimasukan ke
dalam tedlar bag menggunakan syringe 25 ml. Pengambilan sampel gas pada
menit ke-0 dilakukan pada kondisi chamber belum terpasang selanjutnya untuk
menit ke-3 dan 6 dilakukan setelah chamber dipasang, sampel gas dianalisis
menggunakan CO2 analyzer yaitu Infra Red Gas Analyzer (IRGA) ZFP9GC11,
Fuji Electric, Tokyo, Japan yang telah dikalibrasi dengan soda lime dan gas
standar CO2.
Faktor lingkungan seperti kelembaban udara dan suhu udara diukur sekitar
chamber 1 m diatas permukaan tanah. Suhu tanah diukur pada kedalaman 5 cm.
Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel gas di sekitar
chamber. Sampel tanah pada kedalaman 0-5 cm dan 5-10 cm diambil untuk
menentukan kadar air tanah dan persentase jumlah air yang mengisi ruang pori
tanah atau kelembaban tanah.
Pengukuran fluks CO2 dari permukaan tanah dan variabel lingkungan
dilakukan pagi hari antara jam 6.30-10.00 WIB dan siang hari jam 12.30-15.00
WIB dengan interval setiap minggu. Perhitungan fluks CO2 sesuai dengan
persamaan Hu et al. (2004) berikut :
Di mana F (mg C-CO2 m-2 menit-1) adalah fluks CO2, ρ adalah densitas
CO2 (1.96 x 103 g m-3), V (m3) dan A (m2) adalah volume dan luas alas chamber,
∆c (m3) adalah perubahan kosentrasi CO2 dalam chamber selama periode
perubahan waktu ∆t (menit), T (oC) adalah suhu udara dan α adalah faktor
konversi untuk CO2 ke C (12/44). Fluks CO2 harian merupakan rata-rata dari tiga
titik setiap lokasi pengamatan pagi dan siang hari. Sedangkan fluks tahunan
merupakan rata-rata fluks dari masing-masing lokasi yang dikonversi ke dalam
satuan ton ha-1 tahun-1.
7
Pendekatan penentuan kontribusi respirasi akar terhadap total fluks CO2
menggunakan persamaan Hanson et al. (2000) dengan menggunakan data fluks
CO2 lokasi tanpa adanya pengaruh fluks dari respirasi akar (plot bera) seperti
persamaan berikut:
.
Data Curah Hujan dan Analisis Tanah
Data curah hujan diambil dari stasiun hujan PTPN VIII Gunung Mas yang
terletak sekitar 1 km dari lokasi penelitian. Data curah hujan harian diambil
selama penelitian dan data bulanan untuk sepuluh tahun terakhir (2003-2012).
Pengambilan contoh tanah komposit pada lokasi penelitian di lapisan 0-20
cm dilakukan untuk keperluan analisis tanah dan penentuan sifat fisika dan kimia
tanah seperti pH tanah (metode elektometri), N total (metode kjehdahl), dan
tekstur tanah (metode pengayakan basah untuk pasir dan pemipetan untuk
menentukan debu dan klei).
Ring sampel tanah ukuran 100 ml digunakan untuk mengambil sampel
tanah utuh yang digunakan untuk mentukan bobot isi tanah, partikel density tanah.
pada lapisan atas tanah 0-5 cm dan 5-10 cm di sekitar chamber base pada setiap
lokasi pengambilan sampel gas.
Sampel tanah untuk penentuan kadar air tanah dan kelembaban tanah
diambil bersamaan dengan waktu pengambilan sampel gas CO2. Pendekatan
dalam penentuan kelembaban tanah dengan membandingkan kadar air per jumlah
ruang pori tanah sehingga didapatkan jumlah pori terisi air, perhitungan
kelembaban tanah menggunakan referensi kadar air (KA) gravimetrik (tanah
kering oven suhu 105 oC selama 24 jam) dan bobot isi tanah yang di tetapkan
dengan prinsip penetapan satuan bobot per satuan bobot dari contoh tanah tidak
terganggu. Data rata-rata WFPS diambil berdasarkan data kadar air 0-10 cm dari
pengamatan pagi dan siang dari setiap lokasi dihitung dengan persamaan:
Bahan organik Tanah, Respirasi Tanah dan Jumlah Mikrob
Kadar bahan organik (% volum) tanah, respirasi tanah dan total mikrob
diukur dan ditentukan di laboratorium, sampel tanah diambil dari masing-masing
lokasi (bera, hortikultura, teh dan hutan) pada lapisan 0-5, 5-10, 10-20, 20-30 cm.
8
Kandungan karbon organik tanah dianalisis dengan metode Walkley dan Black,
sedangkan respirasi tanah dengan metoda inkubasi tanah dan titrasi KOH dengan
HCl 0.1 N.
Penetapan populasi fungi dan total mikrob (fungi dan bakteri) pada tiap
lapisan tanah dengan menggunakan media Agar Nutrien (AN) untuk total mikrob
dan Agar Martine (AM) untuk fungi dengan metode cawan hitung, adapun
perhitungan jumlah propagul mikrob dengan menggunakan persamaan:
Analisis Statistik
Untuk melihat hubungan fluks CO2 dengan suhu tanah dan kelembaban
tanah dilakukan analisis korelasi Pearson. Perbedaan rata-rata fluks CO2, suhu
tanah dan kelembaban tanah dari masing masing lokasi menggunakan uji t (t-test,
p < 0.05 dan p
hortikultura > teh > plot bera.
Fluks CO2 hutan dan hortikultura lebih dari dua kali lipat dibandingkan
dengan plot bera seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Data Tabel 2 menunjukkan
kontribusi respirasi akar dari total fluks CO2 pada hortikultura 53.08%, hutan
53.14% sedangkan kebun teh 28.53%. Hal ini menunjukkan pengaruh respirasi
akar lebih dominan terutama pada hutan dan hortikultura. Fluks CO2 berdasarkan
uji t (p plot bera 0.14% > hortikultura 0.12%, kadar
hara Nitrogen dibutuhkan juga oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya,
semakin cepat pertumbuhan tanaman semakin besar pula respirasi yang
dilakukannya.
Sifat Kimia dan Fisika Tanah
Hasil pengukuran sifat fisika dan kimia tanah seperti pada Tabel 3
menunjukkan total nitrogen pada teh dan hutan 1.5 kali lebih banyak dari lokasi
bera dan hortikultura, unsur hara nitrogen merupakan sumber nutrisi bagi tanaman
dan mikrob. Kandungan C-organik tanah dari tertinggi ke terendah masingmasing teh, hutan, bera kemudian hortikultura. pH tanah pada masing-masing
lokasi berkisar antara 5.4-5.5 atau dari setiap lokasi hampir sama.
Sifat fisika tanah Andisol lokasi penelitian seperti kelas tekstur tanah dari
masing-masing lokasi termasuk clay loam kecuali lokasi kebun sayur silty clay
ini dimungkinkan karena tanah lokasi kebun hortikultura intensif dilakukan
pengolahan tanah sementara batu dan kerikil disingkirkan pada lokasi pertanaman.
Perbedaan persentase jumlah pasir debu dan klei pada setiap lokasi karena
perbedaan tingkat perkembangan pembentukan tanah yang dipengaruhi oleh
manajemen pengelolaan lahan dan vegetasi. Jumlah pori tanah paling rendah di
lokasi plot bera dan tertinggi di hutan, porositas tanah berhubungan dengan difusi
gas, hal ini ditentukan oleh jumlah pori yang terisi air atau udara. Bobot isi tanah
berkisar 0.52-0.72 g cm-3, nilai kerapatan jenis partikel berkisar 2.57-2.75 g cm-3
(Tabel 3).
Pengamatan beberapa sifat kimia dan fisika tanah lokasi penelitian
berdasarkan lokasi pengambilan sampel pada lapisan 0-20 cm seperti tabel
berikut:
11
Tabel 3. Sifat fisika dan kimia tanah lokasi penelitian
Nitrogen
(%)
COrganik
(%)
pH
Bera
0.14
2.31
Hortikultura
0.12
Teh
0.36
Hutan
0.32
Lokasi
Ukuran partikel
(%)
Total
pori
(%)
Bobot Isi
(g cm-3)
Particle
Density
(g cm-3)
Pasir
Debu
Klei
5.4
25
42
33
73.11
0.72
2.70
1.91
5.4
14
44
42
75.63
0.66
2.75
5.81
5.5
34
30
36
75.53
0.52
2.57
5.09
5.5
43
28
29
77.21
0.59
2.69
Hubungan antara Fluks CO2 dengan Faktor Lingkungan
Iklim lokasi penelitian berdasarkan data curah hujan stasiun Gunung Mas
dengan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah).
Curah hujan selama penelitian adalah 2665,5 mm, terendah pada bulan September
2012 yaitu 83 mm dan tertinggi pada bulan Desember 2012 yaitu 527,5 mm
(Gambar 4 dan Lampiran 3).
Curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir (2003-2012) 3429 mm tahun-1,
dengan curah hujan minimum 2678 mm tahun-1 dan maksimum 4718 mm tahun-1
(Lampiran 4).
Gambar 4. Curah hujan di lokasi penelitian bulan September 2012 sampai
Februari 2013
Suhu tanah (Tabel 4 dan Lampiran 5) berkisar antara 18.3-20.4 oC suhu
tanah mempengaruhi kandungan air tanah dan kelembaban tanah serta aktivitas
mikrob tanah, rata-rata suhu tanah menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel
4) antara lokasi hortikultura dan teh dibandingkan dengan lokasi plot bera
berdasarkan uji t (p teh > bera > hortikultura
karena curah hujan yang tinggi (Lampiran 3) dari lokasi sepanjang waktu
pengamatan sehingga air selalu tersedia (Gambar 2).
12
Secara umum rata-rata suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara dan
WFPS (Tabel 4) tidak ada perbedaan yang signifikan antar lokasi berdasarkan uji t
(p plot bera > teh > hutan, suhu udara
lokasi hortikultura > teh > plot bera > hutan suhu udara dan suhu tanah yang
tinggi terlihat berbanding terbalik dengan kelembaban udara dan WFPS.
Tabel 4. Rata-rata ± standar deviasi suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara
dan WFPS.
Penggunaan
lahan
Plot bera
Hortikultura
Teh
Hutan
Suhu tanah
(oC)
19.78 ± 1.20
20.42 ± 1.12ns
19.29 ± 0.62ns
18.27 ± 0.44ns
Suhu udara
(oC)
21.41 ± 2.91
22.52 ± 3.52*
21.85 ± 2.71*
19.01 ± 1.30ns
Kelembaban
udara (%)
75.70 ± 9.07
73.15 ± 8.12ns
75.66 ± 8.39ns
82.46 ± 4.83*
WFPS
(%)
56.46 ± 10.44
49.51 ± 15.28ns
49.54 ± 11.84ns
73.41 ± 16.36ns
Keterangan : * = signifikan, ns = tidak signifikan
Data Tabel 4 dengan menggunakan uji t p
plot bera (n = 145) > hutan (n = 135) begitu juga suhu udara kecuali pada lokasi
hutan yang berkorelasi negatif. Kelembaban udara berkorelasi negatif pada
lokasi plot bera, hortikultura dan teh, tetapi berkorelasi positif signifikan pada
lokasi hutan.
Nilai korelasi yang rendah antara faktor lingkungan dengan fluks CO2
ditunjukkan pada Tabel 5. Hal ini karena hubungan antara faktor lingkungan
dengan fluks CO2 adalah pengaruh kembinasi secara bersama-sama. Suhu tanah
dan suhu udara meningkat jika kelembaban udara menurun, kelembaban tanah
meningkat dan fluks CO2 juga meningkat, sampai pada batas tanah mendekati
jenuh dengan air atau WFPS diatas 100%.
13
Tabel 5. Korelasi (r) antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan WFPS.
Penggunaan lahan
Suhu tanah
Suhu udara
0.19ns
0.26*
0.19*
0.03ns
0.22*
0.21*
0.18*
-0.10ns
Plot bera
Hortikultura
Teh
Hutan
Kelembaban
udara
-0.22ns
-0.14ns
-0.11ns
0.07*
WFPS
-0.13ns
0.20ns
-0.16ns
0.03*
Keterangan : * = signifikan, ns = tidak signifikan
Jumlah fluks CO2 yang dihasilkan dari permukaan tanah dipengaruhi secara
bersama-sama antara suhu tanah, kelembaban tanah dan faktor lain, seperti jenis
dan jumlah serasah yang jatuh sebagai sumber bahan organik tanah yang menjadi
substrat makanan untuk mikrob.
a. Plot bera
c. Teh
b. Hortikultura
d. Hutan
Gambar 5. Hubungan antara fluks CO2 dengan WFPS pada penggunaan
a. Plot bera, b. Hortikultura, c. Teh dan d. Hutan
lahan:
14
Gambar 6. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan plot bera
15
Gambar 7. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hortikultura
16
Gambar 8. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan teh.
17
Gambar 9. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hutan.
18
Variasi temporal dan pola yang hampir sama fluks harian CO2 (Gambar 2,
6, 7, 8 dan 9) pada semua lokasi dengan data berkisar antara 0.60-9.36 g C-CO2
m-2 hari-1, pada lokasi hortikultura terjadi peningkatan fluks pada pengamatan
kesembilan kemudian menurun lagi pada pengamatan selanjutnya, disebabkan
karena pembersihan gulma dan pengolahan kembali tanah. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh dari manajemen pengelolaan lahan terhadap fluks CO2, secara
umum pada penelitian ini pengaruh manajemen dan pengelolaan lahan diabaikan
dalam perbandingan rata-rata data secara keseluruhan. Kisaran fluks CO2 harian
selama 25 minggu pengamatan pada lahan bera, hortikultura, teh dan hutan
masing-masing sebagai berikut 0.60-3.66 g C-CO2 m-2 hari-1, 2.08-9.36 g C-CO2
m-2 hari-1, 1.77-3.93 g C-CO2 m-2 hari-1 dan 1.58-8.07 g C-CO2 m-2 hari-1.
Suhu tanah setiap lokasi variasinya sedikit sekali sedangkan kelembaban
tanah (WFPS) lebih bervariasi setiap lokasi, ini lebih dikarenakan perbedaan
kandungan air tanah dan kandungan bahan organik tanah. Semakin tinggi bahan
organik tanah seperti pada hutan dan teh maka kandungan air juga tinggi, selain
itu juga dipengaruhi jenis penggunaan lahan.
Gambar 10.
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi plot bera
Gambar 11. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi hortikultura
19
Gambar 12. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi teh
Gambar 13. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi hutan
Di daerah tropis fluktuasi suhu, kelembaban, dan ketersediaan air
sepanjang tahun kecil dan relatif konstan sehingga respirasi tanah sepanjang tahun
juga tidak besar variasinya (Davidson et al. 2000). Fluks CO2 lokasi bera lebih
rendah dibandingkan dengan lokasi bervegetasi. Menurut Fu et al. (2002)
kontribusi vegetasi terhadap fluks CO2 sepanjang tahun bergantung pada jenis
tanaman dan tahap pertumbuhan. Jenis vegetasi mempengaruhi tingkat respirasi
tanah, dengan mempengaruhi iklim mikro dan kualitas serasah yang jatuh di
permukaan tanah.
Korelasi faktor lingkungan terhadap fluks CO2 dari semua lokasi kecil
sekali terutama suhu tanah karena kondisi iklim tropis dan curah hujan yang
relatif konstan sepanjang tahun, pengaruh faktor lingkungan ini dapat secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktivitas mikrob tanah yang
membutuhkan kondisi suhu dan kelembaban tanah tertentu menurut Chapin et al.
(2011) dekomposisi bahan organik meningkat dengan meningkatnya kelembaban
20
tanah sampai batas tertentu. Pada lokasi hutan persentase air yang mengisi ruang
pori tanah (WFPS) atau kelembaban tanah paling tinggi (rata-rata 73.41%), lebih
tinggi dari lokasi lainnya sehingga mempercepat proses dekomposisi yang berarti
meningkatkan jumlah fluks CO2 hal ini sesuai dengan pendapat Gholz et al.
(2000) bahwa dekomposisi pada hutan tropis lebih tinggi karena kelembaban
tinggi, kelembaban berhubungan dengan ketersediaan oksigen bagi mikrob dan
difusi gas ke permukaan tanah. Perbedaan vegetasi mempengaruhi iklim mikro
seperti suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan sehingga menyebabkan
terjadinya variasi temporal fluks CO2 (Melling et al. 2005; Toma et al. 2010).
Fluks CO2 dari permukaan tanah berbeda karena pengaruh suhu tanah dan
kelembaban tanah yang mempengaruhi aktivitas dan jumlah populasi mikrob
tanah yang mendekomposisi bahan organik (Meentemeyer 1978) sedangkan
ketersediaan bahan organik tanah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas serasah,
mudah tidaknya terdekomposisi, lingkungan fisik dan komposisi mikrob (Allison
2006; Xu et al. 2012).
Respirasi Tanah, Bahan Organik Tanah dan Mikrob Tanah
Pada Gambar 14 terlihat kadar C-organik tanah menurun dengan
meningkatnya kedalaman tanah (0-30 cm), rata-rata C-organik lokasi bera,
hortikultura, teh dan hutan masing-masing 2.31%, 1.93%, 5.81% dan 5.09%
volume. Penurunan respirasi tanah dan kandungan C-organik tanah dengan
meningkatnya kedalaman tanah mengikuti pola yang sama, ini menunjukkan
hubungan yang erat antara C-organik dengan respirasi tanah, namun pada
hortikultura C-organik yang sedikit tapi respirasinya tinggi ini diduga karena
perbedaan jenis bahan organik dan tambahan bahan organik dari pupuk kandang,
rata-rata respirasi pada kedalaman 0-30 cm lokasi bera, hortikultura, teh dan
hutan masing-masing 27.52 mg dm-3 hari-1, 33.70 mg dm-3 hari-1, 35.55 mg dm-3
hari-1 dan 37.97 mg dm-3 hari-1. Semua lokasi pengamatan menunjukkan korelasi
positif antara C-organik dengan respirasi tanah.
Gambar 14. Respirasi tanah dan C-organik tanah berdasarkan kedalaman lapisan
tanah pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan hutan.
21
Mikroorganisme yang ada di tanah berperan penting dalam proses
dekomposisi bahan organik atau pendaur ulang unsur hara di dalam tanah, salah
satunya adalah karbon. Bakteri dan fungi adalah dua dari mikrob yang berperan di
dalam tanah baik dalam dekomposisi bahan organik maupun perannya terhadap
pertumbuhan tanaman. Fungi aktif pada tahap pertama proses dekomposisi bahan
organik, berperanan penting dalam agregasi tanah.
Carbon organik dan respirasi tanah rata-rata menurun dengan meningkatnya
kedalaman tanah, hal ini menunjukkan fluks CO2 lebih banyak berasal dari
dekomposisi bahan organik lapisan atas (0-20 cm). Pola ini sama dengan hasil
penelitian Dube et al. (2009) dan berlaku juga untuk tanah gambut (Djajakirana
2012). Menurunnya dekomposisi bahan organik ini karena semakin dalam tanah,
jumlah bahan organiknya semakin menurun dan susah untu
DAN HORTIKULTURA PADA ANDISOL JAWA BARAT
JON HENDRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Fluks CO2 dari
Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura pada Andisol Jawa Barat” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Jon Hendri
NRP: A152110021/ATT
RINGKASAN
JON HENDRI. Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura
pada Andisol Jawa Barat. Dibimbing oleh Suwardi, Basuki Sumawinata dan Dwi
Putro Tejo Baskoro.
Peningkatan konsentrasi gas CO2, CH4 dan N2O di atmosfer dapat
disebabkan oleh emisi antropogenik dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi dan sebagian kecil dari perubahan penggunaan lahan. Karbon
dioksida (CO2) adalah salah satu gas rumah kaca penting yang menyebabkan
pemanasan global.
Fluks CO2 terukur merupakan akumulasi dari respirasi akar (autotrophic
respiration) dan dekomposisi bahan organik oleh mikrob (heterotrophic
respiration). Pengukuran dengan metode pengecualian akar atau dengan membuat
plot bera memberikan perkiraan yang lebih baik dalam memperhitungkan
respirasi akar dan pengaruh dari dekomposisi bahan organik tanah oleh mikrob
terhadap fluks CO2. Penelitian ini untuk mengetahui fluks CO2 pada tanah mineral
yang mengandung bahan organik tinggi (Andisol) dengan suhu udara rendah pada
penggunaan lahan hutan, perkebunan teh dan tanaman hortikultura serta untuk
mengetahui pengaruh bahan organik tanah dan faktor lingkungan terhadap fluks
CO2.
Fluks CO2 diukur dari setiap lokasi selama 25 minggu. Pengukuran
dilakukan pagi jam 6.30-10.00 WIB dan siang hari jam 12.30-15.00 WIB
menggunakan close chambers method. Pengambilan sampel gas dilakukan secara
time series pada interval waktu 0, 3 dan 6 menit. Faktor lingkungan yang diamati
adalah kadar air tanah, ruang pori tanah berisi air, suhu tanah, suhu udara,
kelembaban udara, dan curah hujan. Juga dilakukan penentuan jumlah respirasi
tanah, C-organik tanah dan total mikrob di laboratorium.
Hasil pengukuran fluks menunjukkan jenis penggunaan lahan atau vegetasi
mempengaruhi jumlah fluks CO2 dari permukaan tanah. Rata-rata fluks CO2 lokasi
plot bera 7.32 ton C-CO2 ha-1 th-1, hortikultura 15.60 ton C-CO2 ha-1 th-1, teh 10.22
ton C-CO2 ha-1 th-1 dan hutan 15.62 ton C-CO2 ha-1 th-1. Kontribusi terbesar fluks
CO2 berasal dari respirasi akar dan dipengaruhi oleh jumlah total mikrob tanah.
Hasil pengukuran suhu tanah dan suhu udara menunjukkan korelasi positif yang
signifikan dengan fluks CO2 kecuali di hutan sedangkan kelembaban udara
berkorelasi negatif pada lokasi bera, hortikultura dan teh. Ruang pori tanah yang
berisi air atau water-filled pore spaces (WFPS) berkorelasi negatif di lokasi plot
bera dan perkebunan teh dan berkorelasi positif di lokasi hortikultura dan hutan
terhadap fluks CO2. Pengukuran di laboratorium menunjukkan respirasi tanah
dan C-organik tanah lebih tinggi terjadi pada lapisan 0-20 cm dan menurun
dengan meningkatnya kedalaman tanah. Fluks CO2 dipengaruhi juga oleh faktor
lingkungan secara bersama-sama seperti suhu tanah, kadar air di dalam ruang pori
tanah atau kelembaban tanah yang mempengaruhi aktivitas mikrob dan
pertumbuhan tanaman.
Kata kunci: C-organik, dekomposisi, kelembaban tanah, respirasi akar, respirasi
tanah, suhu tanah.
SUMMARY
JON HENDRI. CO2 Flux from Land Use of Forest, Tea Plantation and
Horticultural Farm on Andisol in West Java. Supervised by Suwardi, Basuki
Sumawinata and Dwi Putro Tejo Baskoro.
Increased concentrations of CO2, CH4 and N2O in the atmosphere can be
caused by anthropogenic emissions from the use of fossil fuels as an energy
source and a small portion of land use change. Carbon dioxide (CO2) is one of the
important greenhouse gases causes what is called global warming.
The measured CO2 flux is accumulated from root respiration (autotrophic
respiration) and decomposition of organic matter by microbe (heterotrophic
respiration). Measurement with the exception of the root method gives a better in
the estimates take into account the influence of root respiration and the
decomposition of organic materials in the soil by microbes. The purpose of this
research is to know the amount of CO2 flux in mineral soils with high organic
matter (Andisol) low temperature with land use types forest, tea plantation and
horticultural farm as well to know the influence of organic material and
environmental factors of CO2 flux.
CO2 flux measured each location for 25 weeks conducted morning hours
6.30-10.00 AM and noon hour 00.30-03.00 PM method using close chambers
method. Gas sampling is done in a time series on a time interval of 0, 3 and 6
minutes. The observed environmental factors are soil moisture, soil temperature,
air temperatur and rainfall. Determination of the amount of soil respirator, soil and
soil organic C and total microbes were carried out in the laboratory.
The result showed that CO2 flux from bare plot 7.32 ton C-CO2 ha-1 yr-1,
horticulture 15.60 ton C-CO2 ha-1 yr-1, tea plantation 10.22 ton C-CO2 ha-1 yr-1 and
forest 15.62 ton C-CO2 ha-1 yr-1. The largest contribution comes from root
respiration and is influenced by soil microbes activity. Observed soil temperature
and air temperature demonstrated a significant positive correlation with the CO2
flux, except in the forest while air humidity negatively correlated at all the
location except in the forest. On the other hand, water filled pore spaces (WFPS)
displayed varying correlation with site CO2 flux: a negative relationship in both
bare plot and tea plantation, appreciably positive in the horticultural farm and
forest. Soil respiration and organic-C matter occurring at higher layers of the 0-20
cm and decreased with increasing soil depth. CO2 flux influenced by
environmental factors such as soil temperatures simultaneously and soil moisture
affecting plant growth and soil microbes activity.
Key words: organic-C, decomposition, root respiration, soil respiration, soil
temperature, WFPS.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FLUKS CO2 DARI PENGGUNAAN LAHAN HUTAN, TEH DAN
HORTIKULTURA PADA ANDISOL JAWA BARAT
JON HENDRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agroteknologi Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ai Dariah
Judul Tesis : Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura
pada Andisol Jawa Barat
Nama
: Jon Hendri
NIM
: A152110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Suwardi, M.Agr
Ketua
Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr
Anggota
Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Agroteknologi Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Suwardi, M.Agr
Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
15 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dari
tesis ini: pengukuran gas rumah kaca dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya dari lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Mei 2013 dengan Judul “Fluks
CO2 dari Penggunaan Lahan Hutan, Teh dan Hortikultura pada Andisol Jawa
Barat”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Suwardi, M.Agr, Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr dan Dr Ir Dwi
Putro Tejo Baskoro, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan
tambahan pengetahuan, arahan dan bimbingan selama penulis menempuh
pendidikan, penelitian sampai penyelesaian tesis.
2. Ibu Dr Ai Dariah sebagai peguji luar yang telah banyak memberikan saran dan
masukan untuk kesempurnaan tesis.
3. Direksi dan staf PT Sumber Sari Bumi Pakuan yang telah membantu dan
memberikan ijin, data dan informasi serta memfasilitasi penelitian ini. Ibu
Anita Widyarini SP, Euis Marlina SP dan bapak Sukmaja yang membantu
kegiatan di lapangan.
4. Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian Pengembangan Pertanian
yang telah memberikan beasiswa dan biaya penelitian.
5. Ayahanda (Alm) H. M Zainuddin dan Ibunda Siti Siah, serta istri tercinta Desi
Patriani,SPd, ananda M. Syahid Miftah dan M. Ariel Syahban kakanda
Zusnarti, Nifriati,SPd dan adinda Dedi Asrizal,SPd dan seluruh keluarga yang
dengan penuh kesabaran memberikan dukungan doa, semangat dan kasih
sayangnya.
6. Rekan mahasiswa Pascasarjana Agroteknologi Tanah 2010, 2012, 2013 dan
Ilmu Tanah IPB terutama Lili Hilman, Ade Maryam Oklima, Adhe Poppy WE
dan Arfi Irawati atas segala bantuan, dukungan, semangat dan doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2014
Jon Hendri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………...…….....
xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………..……………..
xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...…….....
xiv
1 PENDAHULUAN ..…………………………………………………....
Latar Belakang ……...………………………………………………...
Tujuan Penelitian ………...…………………………………………...
Manfaat Penelitian ………...……………………………………….....
1
1
2
2
2 METODE ……………………………………………………………...
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………...
Bahan dan Alat ....…………………………………………….…….....
Pelaksanaan Penelitian….……………………………………………..
Pengukuran Fluks CO2 dan Faktor Lingkungan……………………....
Data Curah Hujan dan Analisis Tanah ..................................................
Bahan Organik Tanah, Respirasi Tanah dan Jumlah Mikrob ………...
Analisis Statistik ………………....…………………………………...
2
3
5
5
6
7
8
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………..
Fluks CO2 dari Penggunaan Lahan Plot Bera, Hortikultura, Teh dan
Hutan ………………………………………………………………….
Sifat Kimia dan Fisika Tanah …………………………………………
Hubungan antara Fluks CO2 dengan Faktor Lingkungan …………..
Respirasi Tanah, Bahan Organik Tanah dan Mikrob Tanah ………….
8
8
10
11
20
4 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..
Kesimpulan …………………………………………………………...
Saran ………………………………………………………..…………
22
22
23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..….
23
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
25
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………..
37
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Data produksi pucuk teh (kilogram/ha) perkebunan teh PT Sumber
Sari Bumi Pakuan Ciliwung bulan September 2012- Februari 2013 ....
Rata-rata ± standar deviasi total fluks CO2 dan kontribusi respirasi
akar ........................................................................................................
Sifat fisika dan kimia tanah lokasi penelitian .………………………...
Rata-rata ± standar deviasi suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan WFPS.....................................................................................
Korelasi (r) fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan kelembaban tanah (WFPS) ………………………………...
pH tanah dan populasi mikrob berdasarkan kedalaman lapisan tanah
pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan hutan ....……..
4
9
11
12
13
21
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Chamber base yang yang digunakan pada closed chamber method .......
Diagram pencar dan rata-rata fluks CO2 selama 25 minggu
pengamatan dari penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan
hutan ........................................................................................................
Serasah yang terdapat di permukaan tanah lokasi kebun teh dan hutan..
Curah hujan dilokasi penelitian bulan September 2012 sampai Februari
2013 .........................................................................................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan WFPS pada penggunaan lahan:
a.Plot bera, b Hortikultura, c. Teh dan d. Hutan .....................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan plot bera ...........................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hortikultura ........................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan teh ......................................
Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hutan ..................................
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi plot bera ……………………………………......
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi hortikultura ……………………..........………...
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi teh .......................................................................
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS) dan
suhu tanah pada lokasi hutan ...................................................................
Respirasi tanah dan C-organik tanah berdasarkan kedalaman lapisan
tanah pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, the dan hutan ......
5
9
10
11
13
14
15
16
17
18
18
19
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian di lapangan dan gambar foto udara google
earth.......................................................................................................
2. Gambar penempatan Chambers base di masing-masing lokasi
penelitian ..............................................................................................
3. Data curah hujan (mm) selama penelitian September 2012 sampai
dengan Februari 2013 stasiun iklim Gunung Mas ................................
4. Data curah hujan (mm) dan hari hujan selama sepuluh tahun (20032012) stasiun iklim Gunung Mas ........................................................
5. Data kadar air dan WFPS (0-10 cm) serta fluks CO2 pagi dan siang
lokasi penggunaan lahan plot bera dan hortikultura .............................
6. Data kadar air dan WFPS (0-10 cm) serta fluks CO2 pagi dan siang
lokasi penggunaan lahan teh dan hutan ...............................................
7. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi plot bera dan
hortikultura............................................................................................
8. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi perkebunan teh..
9. Data pengukuran fluks (gr C-CO2 m-2 hari-1) lokasi hutan .................
26
27
28
29
30
32
34
35
36
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama beberapa dekade terakhir telah banyak penelitian tentang
pengukuran emisi gas rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O. Gas-gas tersebut
menjadi fokus penelitian karena diduga berperan dalam perubahan iklim global.
Peningkatan konsentrasi gas CO2, CH4 dan N2O di atmosfer dapat disebabkan
oleh emisi antropogenik dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi
dan sebagian kecil dari perubahan penggunaan lahan. Karbon dioksida (CO2)
adalah salah satu dari gas rumah kaca penting yang mempengaruhi pemanasan
global. Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat sebesar 40% dari 278 ppm tahun
1750 menjadi 390.5 ppm tahun 2011. Emisi CO2 antropogenik ke atmosfer tahun
1750-2011 adalah 555±85 Pg C, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi
semen menyumbang 375±30 Pg C sedangkan perubahan penggunaan lahan
menyumbang 180±80 Pg C (IPCC 2013). Data ini menunjukkan bahwa
sumbangan terbesar gas rumah kaca berasal dari kegiatan manusia, bukan dari
kegiatan pertanian. Namun demikian ada pihak-pihak yang mempermasalahkan
emisi gas rumah kaca dari lahan pertanian.
Berdasarkan data IPCC tersebut diatas, telah banyak penelitian dilakukan
untuk mengetahui besarnya emisi dari berbagai penggunaan lahan, terutama pada
lahan gambut. Hal ini berkaitan dengan keinginan sebagian pihak untuk
menghambat pengembangan gambut untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa
sawit dan hutan tanaman industri. Lahan gambut dianggap mengeluarkan emisi
yang besar menurut penelitian Hooijer et al. (2006) terjadi peningkatan emisi CO2
0.91 ton ha-1 th-1 untuk setiap penurunan satu sentimeter muka air; selanjutnya
Hooijer et al. (2012) mengukur kehilangan karbon pada tanah gambut berdasarkan
subsiden dan penurunan muka air tanah, potensi terjadinya kehilangan karbon
rata-rata 100 ton CO2 ha-1 th-1 (setara 27.24 ton C ha-1 th-1) selama 25 tahun
setelah lahan didrainase. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan linier
antara emisi CO2 dengan laju subsidensi gambut dan penurunan muka air tanah
gambut padahal dengan nilai koefisien regresi (R2) yang rendah. Pengukuran
langsung emisi pada lahan gambut yang ditanami Akasia pada lokasi yang sama
dengan Hooijer et al. (2012) oleh Jauhiainen et al. (2012) menghasilkan emisi 80
ton CO2 ha-1 th-1 (setara 21.79 ton C-CO2 ha-1 th-1) tetapi data ini mengabaikan
pengaruh dari autotrophic respiration.
Hasil pengukuran emisi menghasilkan data yang bervariasi dan cenderung
cukup besar, rangkuman data penelitian menurut Hergoualc’h & Verchot (2013)
pada lahan gambut di Asia Tenggara, fluks CO2 dengan berbagai penggunaan
lahan atau vegetasi berkisar antara 5-30 ton C-CO2 ha-1 th-1.
Data pengukuran langsung penelitian emisi CO2 tersebut, merupakan
akumulasi dari respirasi akar (autotrophic respiration) dan dekomposisi bahan
organik oleh mikrob (heterotrophic respiration) sehingga menimbulkan over
estimasi dalam menentukan emisi. Oleh karena itu pengukuran langsung pada
lahan tanpa akar akan memberikan perkiraan emisi yang lebih baik dalam
memperhitungkan respirasi akar dan pengaruh dari dekomposisi bahan organik
2
oleh mikrob. Fluks CO2 juga dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti suhu
tanah, kadar air tanah, Water-Filled Pore Space (WFPS) atau kelembaban tanah
dan kedalaman tanah.
Beberapa penelitian telah memisahkan antara fluks CO2 dari respirasi akar
dan dekomposisi bahan organik oleh mikrob dengan melakukan pengukuran plot
tanpa adanya pengaruh akar (plot bera). Data Sumawinata et al. (2012) pada lahan
gambut terbuka 11.06 ton C-CO2 ha-1 th-1 di Riau Sumatera, Hatano et al. (2009)
pada hutan gambut 9.76 ton C-CO2 ha-1 th-1 di Kalimantan. Data penelitian di
lahan gambut Serawak Malaysia menurut Melling et al. (2013) 9.93 ton C-CO2
ha-1 th-1 untuk hutan, 6.93 ton C-CO2 ha-1 th-1 untuk lahan kelapa sawit dan 7.62
ton C-CO2 ha-1 th-1 untuk lahan sagu pada tanah gambut. Penelitian Hazama
(2012) rata-rata fluks CO2 pada tanah mineral Latosol Dramaga Bogor plot bera
adalah 12.60 ton C-CO2 ha-1 th-1.
Fluks CO2 dari plot bera atau dari dekomposisi bahan organik antara tanah
gambut dan tanah mineral ada kecenderungan relatif sama dan konstan padahal
kandungan bahan organik tanah gambut lebih tinggi daripada tanah mineral. Hali
ini diduga disebabkan oleh perbedaan respirasi akar tanaman dan pengaruh faktor
lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah fluks CO2
mineral yang mengandung bahan organik tinggi (Andisol) dengan
rendah pada penggunaan lahan hutan, perkebunan teh dan tanaman
serta untuk mengetahui pengaruh bahan organik tanah dan faktor
terhadap fluks CO2.
pada tanah
suhu udara
hortikultura
lingkungan
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengetahuan
mengenai fluks CO2 Andisol yang digunakan untuk lahan hutan, perkebunan teh
dan tanaman hortikultura. Selain itu penelitian ini juga berguna sebagai evaluasi
dan pembanding terhadap isu lingkungan yang berkembang yang menganggap
tingginya emisi yang ditimbulkan dari lahan gambut terhadap peningkatan kadar
CO2 di atmosfer.
2. METODE
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi survei dan pemilihan lokasi
penelitian lapang, perizinan lokasi penelitian, perencanaan penelitian, persiapan
titik lokasi pengambilan gas di lapangan, persiapan peralatan pengukuran di
lapang dan laboratorium, pelaksanaan penelitian lapang, dan analisis data. Selain
itu dilakukan pengambilan data curah hujan dari stasiun iklim PTPN VIII Gunung
Mas.
3
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada September 2012 sampai Mei 2013. Lokasi
penelitian di desa Tugu Utara kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat,
terdiri dari hutan lindung Telaga Warna (luas areal 368.25 ha) dengan ketinggian
tempat 1400-1450 m dpl dan perkebunan teh (luas areal 553.43 ha) PT. Sumber
Sari Bumi Pakuan yang saling berbatasan, sedangkan tanaman hortikultura berada
dalam kawasan perkebunan teh dengan luas 1 hektar.
Lokasi penelitian (Lampiran 1) di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Jawa Barat pada jenis penggunaan lahan: hutan (pada koordinat S 06o41’22.6” E
106o59’51.6”), perkebunan teh (Camellia sinensis L.) (pada koordinat S
06o41’22.3” E 106o59’37.5”) dan tanaman hortikultura terdiri dari cabe
(Capsicum annuum L.) dan kubis (Brassica oleracea L.) yang ditanam secara
tumpangsari (pada koordinat S 06o41’20.6” E 106o59’35.5”) serta lokasi plot bera
(pada koordinat S 06o41’20.6” E 106o59’36”).
Lokasi titik penempatan chambers base seperti pada Lampiran 2 berada
dalam satu kawasan dan kondisi iklim serta jenis tanah yang sama. Setiap lokasi
dibuat tiga titik ulangan pengamatan (tiga chamber base) yang ditempatkan pada
lokasi yang datar, sebelum pengamatan serasah yang ada dibersihkan.
a. Plot Bera
Plot bera atau lahan yang dikondisikan tanpa tanaman dengan pengecualian
akar dan serasah berukuran 1 m x 1.5 m dan dibuat pembatas dari plastik untuk
mencegah masuknya akar dari sekelilingnya pada tempat yang mewakili ketiga
kondisi lokasi hortikultura, teh dan hutan.
Plot bera dibuat dua minggu sebelum pengamatan pertama dengan menggali
tanah untuk membuang akar tanaman yang hidup pada kedalaman 60 cm
kemudian tanah dikembalikan seperti semula. Selama penelitian tanaman atau
rumput yang tumbuh pada plot bera selalu dibersihkan.
b. Hortikultura
Lokasi penelitian merupakan pertanaman hortikultura yang biasa dilakukan
oleh petani. Sistem budidaya tanaman yang dilakukan mengikuti cara petani.
Tanaman kubis dan cabe ditanam secara tumpangsari. Pengolahan tanah
dilakukan terlebih dahulu lalu dibuat bedengan masing-masing dengan ukuran
lebar 1.5 m dan panjang 12 m. Tanaman kubis ditanam seminggu sebelum
tanaman cabe ditanam. Pupuk diberikan bersamaan dengan persiapan bedengan
yaitu pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk kimia berupa pupuk NPK Kujang (1515-15) dengan dosis 150 kg/ha, pupuk daun diberikan bersamaan dengan
penyemprotan pestisida untuk mengatasi hama dan penyakit.
Pada lokasi hortikultura pengambilan sampel gas pertama dilakukan setelah
tanaman kubis berumur dua minggu setelah tanam dilanjutkan sampai selesai atau
tanaman cabe tidak efektif lagi menghasilkan buah (sesuai jadwal penelitian).
Pemasangan chamber base pada lokasi hortikultura terdiri dari dua chamber base
pada guludan dan satu chamber base diantara guludan. Pemasangan pada tempat
4
yang berbeda dilakukan agar memberikan hasil pengukuran yang dapat mewakili
kondisi lahan di lapangan.
c. Teh
Kebun teh dibangun tahun 1922 oleh perusahaan Belanda NV. Rolley
Davies dan jenis teh yang ditanam adalah klon TRI 2024, yang merupakan
tanaman yang diremajakan tahun 1988 dan 1989. Lokasi pengukuran fluks pada
blok C2 (tahun tanam 1989) dan C4 (tahun tanam 1988).
Sistem budidaya teh pada PT Sumber Sari Bumi Pakuan Ciliwung ini
dengan rotasi pemangkasan 4 tahun sekali, rotasi panen/petik 2 minggu sekali.
Perawatan dilakukan untuk pembersihan gulma dan pemberantasan hama dan
penyakit sesuai dengan kondisi di lapangan, pemupukan dilakukan dengan dosis
200 kg/ha menggunakan pupuk NPK Kujang (Nitrogen 30%, Fospat 6% dan
Kalium 8%) dan 150 kg/ha pupuk KCl (60% K2O), pupuk diberikan dua kali
setahun dengan dosis yang sama dan ditambah dengan pemberian dolomit satu
kali dengan dosis 75 kg/ha.
Data produksi pucuk selama penelitian ditampilkan pada Tabel 1. Produksi
pucuk teh pada bulan Januari dan Februari 2013 di Blok C2 tidak ada karena telah
dilakukan pemangkasan.
Tabel 1. Data produksi pucuk teh (kilogram/ha) perkebunan teh PT Sumber Sari
Bumi Pakuan Ciliwung bulan September 2012-Februari 2013
Umur
Produksi Pucuk Basah per Bulan (kg/ha)
Blok September Oktober November Desember Januari Februari
Tanaman
24 tahun C2
1200
734
465
875
25 tahun C4
1400
917
500
1669
763
358
Pada lokasi kebun teh pengambilan sampel gas CO2 dilakukan pada dua
lokasi yaitu blok C2 dan blok C4 dengan masing-masing tiga ulangan. Pemilihan
dua lokasi pada kebun teh untuk mewakili kondisi teh secara keseluruhan,
berdasarkan umur pemangkasan lokasi teh blok C2 mewakili umur pemangkasan
3.5 tahun dan 0 tahun, sedangkan blok C4 mewakili umur pemangkasan setelah 2
tahun. Lokasi pengukuran fluks CO2 pada lokasi teh chambers base ditempatkan
diantara baris tanam teh yang mewakili kondisi di lapangan.
d. Hutan
Hutan lokasi penelitian termasuk hutan hujan tropis dengan tipe iklim A
atau sangat basah (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson). Tajuk pohon
sangat rapat, terdapat tumbuhan memanjat, menggantung dan menempel pada
dahan-dahan pohon seperti rotan, anggrek dan paku-pakuan, sehingga sinar
matahari yang masuk ke lantai hutan sedikit sekali. Di lantai hutan terdapat
serasah daun dan sisa tanaman yang mati dengan kondisi yang lembab. Lokasi
penelitian merupakan hulu dari sungai Ciliwung dalam kawasan Hutan Lindung
Telaga Warna dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kondisi
harian hutan ditutupi oleh kabut dan sering disertai dengan hujan yang terjadi
hampir setiap hari.
5
Lokasi pengukuran fluks CO2 disesuaikan dengan kondisi di lapangan,
chambers base ditempatkan secara acak pada tempat yang datar diantara pohonpohon yang ada di dalam hutan, serasah hutan pada lokasi pengukuran
dibersihkan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel gas untuk pengukuran fluks CO2 yang
diambil dari setiap lokasi, soda lime dan gas standar CO2 dengan konsentrasi 1701
ppm. Sampel tanah untuk analisis tekstur, Nitrogen, C-organik, respirasi tanah dan
perhitungan populasi mikrob. Alat utama untuk mengambil sampel gas terdiri dari
satu set Chambers base seperti Gambar 1 meliputi chamber, tedlar bag dan
syringe.
Alat untuk mengambil sampel tanah, alat pengukur variabel lingkungan
mikro dan karakteristik tanah di lapang yaitu termometer digital tanah, alat
pengukur kelembaban udara, tekanan udara, pengukur waktu (stopwacth) dan
meteran. Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis di laboratorium
antara lain CO2 analyzer, oven, timbangan dan three phase meter.
Gambar 1. Chamber base yang yang digunakan pada closed chamber method.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan lokasi serta perizinan penelitian dilakukan terlebih dahulu,
dilanjutkan pengambilan data iklim. Pada lokasi yang sudah ditetapkan ditentukan
titik pengamatan gas CO2 dan pengambilan sampel tanah. Pengukuran fluks CO2
dilakukan dengan metode ruang tertutup (closed chamber method). Pembacaan
konsentrasi CO2 dengan menggunakan Infra red gas analyzer. Pengamatan juga
dilakukan terhadap faktor lingkungan pada saat pengambilan gas seperti suhu
6
udara, suhu tanah, kelmbaban udara, kadar air tanah dan Water-Filled Pore Space
(WFPS) atau kelembaban tanah. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tanah
komposit pada lokasi penelitian pada lapisan 0-20 cm untuk keperluan analisis
tanah. Pengukuran laju respirasi dan jumlah mikrob tanah dilakukan di
laboratorium.
Pengukuran Fluks CO2 dan Faktor Lingkungan
Pengambilan sampel gas CO2 di lapangan dilakukan dengan menggunakan
close chamber method (Gambar 1) seperti yang dilakukan Toma & Hatano
(2007). Sampel gas diambil dari tiga titik (chamber base) pada setiap lokasi yang
telah ditentukan sebagai ulangan, pada lokasi bera dan hutan titik pengamatan
ditempatkan secara acak, sedangkan lokasi hortikultura dan teh, chamber base
ditempatkan dalam baris tanaman. Pemasangan chamber base sehari sebelum
pengambilan sampel dan diberi air pada sisi chamber base untuk mencegah
kebocoran gas, selanjutnya chamber dengan diameter 20 cm dan tinggi 25 cm
ditempatkan langsung diatas chamber base.
Pengambilan sampel gas dilakukan secara time series pada interval waktu
0, 3 dan 6 menit, sebanyak 250 ml sampel gas diambil dari chamber dimasukan ke
dalam tedlar bag menggunakan syringe 25 ml. Pengambilan sampel gas pada
menit ke-0 dilakukan pada kondisi chamber belum terpasang selanjutnya untuk
menit ke-3 dan 6 dilakukan setelah chamber dipasang, sampel gas dianalisis
menggunakan CO2 analyzer yaitu Infra Red Gas Analyzer (IRGA) ZFP9GC11,
Fuji Electric, Tokyo, Japan yang telah dikalibrasi dengan soda lime dan gas
standar CO2.
Faktor lingkungan seperti kelembaban udara dan suhu udara diukur sekitar
chamber 1 m diatas permukaan tanah. Suhu tanah diukur pada kedalaman 5 cm.
Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel gas di sekitar
chamber. Sampel tanah pada kedalaman 0-5 cm dan 5-10 cm diambil untuk
menentukan kadar air tanah dan persentase jumlah air yang mengisi ruang pori
tanah atau kelembaban tanah.
Pengukuran fluks CO2 dari permukaan tanah dan variabel lingkungan
dilakukan pagi hari antara jam 6.30-10.00 WIB dan siang hari jam 12.30-15.00
WIB dengan interval setiap minggu. Perhitungan fluks CO2 sesuai dengan
persamaan Hu et al. (2004) berikut :
Di mana F (mg C-CO2 m-2 menit-1) adalah fluks CO2, ρ adalah densitas
CO2 (1.96 x 103 g m-3), V (m3) dan A (m2) adalah volume dan luas alas chamber,
∆c (m3) adalah perubahan kosentrasi CO2 dalam chamber selama periode
perubahan waktu ∆t (menit), T (oC) adalah suhu udara dan α adalah faktor
konversi untuk CO2 ke C (12/44). Fluks CO2 harian merupakan rata-rata dari tiga
titik setiap lokasi pengamatan pagi dan siang hari. Sedangkan fluks tahunan
merupakan rata-rata fluks dari masing-masing lokasi yang dikonversi ke dalam
satuan ton ha-1 tahun-1.
7
Pendekatan penentuan kontribusi respirasi akar terhadap total fluks CO2
menggunakan persamaan Hanson et al. (2000) dengan menggunakan data fluks
CO2 lokasi tanpa adanya pengaruh fluks dari respirasi akar (plot bera) seperti
persamaan berikut:
.
Data Curah Hujan dan Analisis Tanah
Data curah hujan diambil dari stasiun hujan PTPN VIII Gunung Mas yang
terletak sekitar 1 km dari lokasi penelitian. Data curah hujan harian diambil
selama penelitian dan data bulanan untuk sepuluh tahun terakhir (2003-2012).
Pengambilan contoh tanah komposit pada lokasi penelitian di lapisan 0-20
cm dilakukan untuk keperluan analisis tanah dan penentuan sifat fisika dan kimia
tanah seperti pH tanah (metode elektometri), N total (metode kjehdahl), dan
tekstur tanah (metode pengayakan basah untuk pasir dan pemipetan untuk
menentukan debu dan klei).
Ring sampel tanah ukuran 100 ml digunakan untuk mengambil sampel
tanah utuh yang digunakan untuk mentukan bobot isi tanah, partikel density tanah.
pada lapisan atas tanah 0-5 cm dan 5-10 cm di sekitar chamber base pada setiap
lokasi pengambilan sampel gas.
Sampel tanah untuk penentuan kadar air tanah dan kelembaban tanah
diambil bersamaan dengan waktu pengambilan sampel gas CO2. Pendekatan
dalam penentuan kelembaban tanah dengan membandingkan kadar air per jumlah
ruang pori tanah sehingga didapatkan jumlah pori terisi air, perhitungan
kelembaban tanah menggunakan referensi kadar air (KA) gravimetrik (tanah
kering oven suhu 105 oC selama 24 jam) dan bobot isi tanah yang di tetapkan
dengan prinsip penetapan satuan bobot per satuan bobot dari contoh tanah tidak
terganggu. Data rata-rata WFPS diambil berdasarkan data kadar air 0-10 cm dari
pengamatan pagi dan siang dari setiap lokasi dihitung dengan persamaan:
Bahan organik Tanah, Respirasi Tanah dan Jumlah Mikrob
Kadar bahan organik (% volum) tanah, respirasi tanah dan total mikrob
diukur dan ditentukan di laboratorium, sampel tanah diambil dari masing-masing
lokasi (bera, hortikultura, teh dan hutan) pada lapisan 0-5, 5-10, 10-20, 20-30 cm.
8
Kandungan karbon organik tanah dianalisis dengan metode Walkley dan Black,
sedangkan respirasi tanah dengan metoda inkubasi tanah dan titrasi KOH dengan
HCl 0.1 N.
Penetapan populasi fungi dan total mikrob (fungi dan bakteri) pada tiap
lapisan tanah dengan menggunakan media Agar Nutrien (AN) untuk total mikrob
dan Agar Martine (AM) untuk fungi dengan metode cawan hitung, adapun
perhitungan jumlah propagul mikrob dengan menggunakan persamaan:
Analisis Statistik
Untuk melihat hubungan fluks CO2 dengan suhu tanah dan kelembaban
tanah dilakukan analisis korelasi Pearson. Perbedaan rata-rata fluks CO2, suhu
tanah dan kelembaban tanah dari masing masing lokasi menggunakan uji t (t-test,
p < 0.05 dan p
hortikultura > teh > plot bera.
Fluks CO2 hutan dan hortikultura lebih dari dua kali lipat dibandingkan
dengan plot bera seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Data Tabel 2 menunjukkan
kontribusi respirasi akar dari total fluks CO2 pada hortikultura 53.08%, hutan
53.14% sedangkan kebun teh 28.53%. Hal ini menunjukkan pengaruh respirasi
akar lebih dominan terutama pada hutan dan hortikultura. Fluks CO2 berdasarkan
uji t (p plot bera 0.14% > hortikultura 0.12%, kadar
hara Nitrogen dibutuhkan juga oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya,
semakin cepat pertumbuhan tanaman semakin besar pula respirasi yang
dilakukannya.
Sifat Kimia dan Fisika Tanah
Hasil pengukuran sifat fisika dan kimia tanah seperti pada Tabel 3
menunjukkan total nitrogen pada teh dan hutan 1.5 kali lebih banyak dari lokasi
bera dan hortikultura, unsur hara nitrogen merupakan sumber nutrisi bagi tanaman
dan mikrob. Kandungan C-organik tanah dari tertinggi ke terendah masingmasing teh, hutan, bera kemudian hortikultura. pH tanah pada masing-masing
lokasi berkisar antara 5.4-5.5 atau dari setiap lokasi hampir sama.
Sifat fisika tanah Andisol lokasi penelitian seperti kelas tekstur tanah dari
masing-masing lokasi termasuk clay loam kecuali lokasi kebun sayur silty clay
ini dimungkinkan karena tanah lokasi kebun hortikultura intensif dilakukan
pengolahan tanah sementara batu dan kerikil disingkirkan pada lokasi pertanaman.
Perbedaan persentase jumlah pasir debu dan klei pada setiap lokasi karena
perbedaan tingkat perkembangan pembentukan tanah yang dipengaruhi oleh
manajemen pengelolaan lahan dan vegetasi. Jumlah pori tanah paling rendah di
lokasi plot bera dan tertinggi di hutan, porositas tanah berhubungan dengan difusi
gas, hal ini ditentukan oleh jumlah pori yang terisi air atau udara. Bobot isi tanah
berkisar 0.52-0.72 g cm-3, nilai kerapatan jenis partikel berkisar 2.57-2.75 g cm-3
(Tabel 3).
Pengamatan beberapa sifat kimia dan fisika tanah lokasi penelitian
berdasarkan lokasi pengambilan sampel pada lapisan 0-20 cm seperti tabel
berikut:
11
Tabel 3. Sifat fisika dan kimia tanah lokasi penelitian
Nitrogen
(%)
COrganik
(%)
pH
Bera
0.14
2.31
Hortikultura
0.12
Teh
0.36
Hutan
0.32
Lokasi
Ukuran partikel
(%)
Total
pori
(%)
Bobot Isi
(g cm-3)
Particle
Density
(g cm-3)
Pasir
Debu
Klei
5.4
25
42
33
73.11
0.72
2.70
1.91
5.4
14
44
42
75.63
0.66
2.75
5.81
5.5
34
30
36
75.53
0.52
2.57
5.09
5.5
43
28
29
77.21
0.59
2.69
Hubungan antara Fluks CO2 dengan Faktor Lingkungan
Iklim lokasi penelitian berdasarkan data curah hujan stasiun Gunung Mas
dengan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A (sangat basah).
Curah hujan selama penelitian adalah 2665,5 mm, terendah pada bulan September
2012 yaitu 83 mm dan tertinggi pada bulan Desember 2012 yaitu 527,5 mm
(Gambar 4 dan Lampiran 3).
Curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir (2003-2012) 3429 mm tahun-1,
dengan curah hujan minimum 2678 mm tahun-1 dan maksimum 4718 mm tahun-1
(Lampiran 4).
Gambar 4. Curah hujan di lokasi penelitian bulan September 2012 sampai
Februari 2013
Suhu tanah (Tabel 4 dan Lampiran 5) berkisar antara 18.3-20.4 oC suhu
tanah mempengaruhi kandungan air tanah dan kelembaban tanah serta aktivitas
mikrob tanah, rata-rata suhu tanah menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel
4) antara lokasi hortikultura dan teh dibandingkan dengan lokasi plot bera
berdasarkan uji t (p teh > bera > hortikultura
karena curah hujan yang tinggi (Lampiran 3) dari lokasi sepanjang waktu
pengamatan sehingga air selalu tersedia (Gambar 2).
12
Secara umum rata-rata suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara dan
WFPS (Tabel 4) tidak ada perbedaan yang signifikan antar lokasi berdasarkan uji t
(p plot bera > teh > hutan, suhu udara
lokasi hortikultura > teh > plot bera > hutan suhu udara dan suhu tanah yang
tinggi terlihat berbanding terbalik dengan kelembaban udara dan WFPS.
Tabel 4. Rata-rata ± standar deviasi suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara
dan WFPS.
Penggunaan
lahan
Plot bera
Hortikultura
Teh
Hutan
Suhu tanah
(oC)
19.78 ± 1.20
20.42 ± 1.12ns
19.29 ± 0.62ns
18.27 ± 0.44ns
Suhu udara
(oC)
21.41 ± 2.91
22.52 ± 3.52*
21.85 ± 2.71*
19.01 ± 1.30ns
Kelembaban
udara (%)
75.70 ± 9.07
73.15 ± 8.12ns
75.66 ± 8.39ns
82.46 ± 4.83*
WFPS
(%)
56.46 ± 10.44
49.51 ± 15.28ns
49.54 ± 11.84ns
73.41 ± 16.36ns
Keterangan : * = signifikan, ns = tidak signifikan
Data Tabel 4 dengan menggunakan uji t p
plot bera (n = 145) > hutan (n = 135) begitu juga suhu udara kecuali pada lokasi
hutan yang berkorelasi negatif. Kelembaban udara berkorelasi negatif pada
lokasi plot bera, hortikultura dan teh, tetapi berkorelasi positif signifikan pada
lokasi hutan.
Nilai korelasi yang rendah antara faktor lingkungan dengan fluks CO2
ditunjukkan pada Tabel 5. Hal ini karena hubungan antara faktor lingkungan
dengan fluks CO2 adalah pengaruh kembinasi secara bersama-sama. Suhu tanah
dan suhu udara meningkat jika kelembaban udara menurun, kelembaban tanah
meningkat dan fluks CO2 juga meningkat, sampai pada batas tanah mendekati
jenuh dengan air atau WFPS diatas 100%.
13
Tabel 5. Korelasi (r) antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban
udara dan WFPS.
Penggunaan lahan
Suhu tanah
Suhu udara
0.19ns
0.26*
0.19*
0.03ns
0.22*
0.21*
0.18*
-0.10ns
Plot bera
Hortikultura
Teh
Hutan
Kelembaban
udara
-0.22ns
-0.14ns
-0.11ns
0.07*
WFPS
-0.13ns
0.20ns
-0.16ns
0.03*
Keterangan : * = signifikan, ns = tidak signifikan
Jumlah fluks CO2 yang dihasilkan dari permukaan tanah dipengaruhi secara
bersama-sama antara suhu tanah, kelembaban tanah dan faktor lain, seperti jenis
dan jumlah serasah yang jatuh sebagai sumber bahan organik tanah yang menjadi
substrat makanan untuk mikrob.
a. Plot bera
c. Teh
b. Hortikultura
d. Hutan
Gambar 5. Hubungan antara fluks CO2 dengan WFPS pada penggunaan
a. Plot bera, b. Hortikultura, c. Teh dan d. Hutan
lahan:
14
Gambar 6. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan plot bera
15
Gambar 7. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hortikultura
16
Gambar 8. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan teh.
17
Gambar 9. Hubungan antara fluks CO2 dengan suhu tanah, suhu udara dan
kelembaban udara pada penggunaan lahan hutan.
18
Variasi temporal dan pola yang hampir sama fluks harian CO2 (Gambar 2,
6, 7, 8 dan 9) pada semua lokasi dengan data berkisar antara 0.60-9.36 g C-CO2
m-2 hari-1, pada lokasi hortikultura terjadi peningkatan fluks pada pengamatan
kesembilan kemudian menurun lagi pada pengamatan selanjutnya, disebabkan
karena pembersihan gulma dan pengolahan kembali tanah. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh dari manajemen pengelolaan lahan terhadap fluks CO2, secara
umum pada penelitian ini pengaruh manajemen dan pengelolaan lahan diabaikan
dalam perbandingan rata-rata data secara keseluruhan. Kisaran fluks CO2 harian
selama 25 minggu pengamatan pada lahan bera, hortikultura, teh dan hutan
masing-masing sebagai berikut 0.60-3.66 g C-CO2 m-2 hari-1, 2.08-9.36 g C-CO2
m-2 hari-1, 1.77-3.93 g C-CO2 m-2 hari-1 dan 1.58-8.07 g C-CO2 m-2 hari-1.
Suhu tanah setiap lokasi variasinya sedikit sekali sedangkan kelembaban
tanah (WFPS) lebih bervariasi setiap lokasi, ini lebih dikarenakan perbedaan
kandungan air tanah dan kandungan bahan organik tanah. Semakin tinggi bahan
organik tanah seperti pada hutan dan teh maka kandungan air juga tinggi, selain
itu juga dipengaruhi jenis penggunaan lahan.
Gambar 10.
Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi plot bera
Gambar 11. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi hortikultura
19
Gambar 12. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi teh
Gambar 13. Hubungan fluks CO2 dengan kadar air, kelembaban tanah (WFPS)
dan suhu tanah pada lokasi hutan
Di daerah tropis fluktuasi suhu, kelembaban, dan ketersediaan air
sepanjang tahun kecil dan relatif konstan sehingga respirasi tanah sepanjang tahun
juga tidak besar variasinya (Davidson et al. 2000). Fluks CO2 lokasi bera lebih
rendah dibandingkan dengan lokasi bervegetasi. Menurut Fu et al. (2002)
kontribusi vegetasi terhadap fluks CO2 sepanjang tahun bergantung pada jenis
tanaman dan tahap pertumbuhan. Jenis vegetasi mempengaruhi tingkat respirasi
tanah, dengan mempengaruhi iklim mikro dan kualitas serasah yang jatuh di
permukaan tanah.
Korelasi faktor lingkungan terhadap fluks CO2 dari semua lokasi kecil
sekali terutama suhu tanah karena kondisi iklim tropis dan curah hujan yang
relatif konstan sepanjang tahun, pengaruh faktor lingkungan ini dapat secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi aktivitas mikrob tanah yang
membutuhkan kondisi suhu dan kelembaban tanah tertentu menurut Chapin et al.
(2011) dekomposisi bahan organik meningkat dengan meningkatnya kelembaban
20
tanah sampai batas tertentu. Pada lokasi hutan persentase air yang mengisi ruang
pori tanah (WFPS) atau kelembaban tanah paling tinggi (rata-rata 73.41%), lebih
tinggi dari lokasi lainnya sehingga mempercepat proses dekomposisi yang berarti
meningkatkan jumlah fluks CO2 hal ini sesuai dengan pendapat Gholz et al.
(2000) bahwa dekomposisi pada hutan tropis lebih tinggi karena kelembaban
tinggi, kelembaban berhubungan dengan ketersediaan oksigen bagi mikrob dan
difusi gas ke permukaan tanah. Perbedaan vegetasi mempengaruhi iklim mikro
seperti suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan sehingga menyebabkan
terjadinya variasi temporal fluks CO2 (Melling et al. 2005; Toma et al. 2010).
Fluks CO2 dari permukaan tanah berbeda karena pengaruh suhu tanah dan
kelembaban tanah yang mempengaruhi aktivitas dan jumlah populasi mikrob
tanah yang mendekomposisi bahan organik (Meentemeyer 1978) sedangkan
ketersediaan bahan organik tanah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas serasah,
mudah tidaknya terdekomposisi, lingkungan fisik dan komposisi mikrob (Allison
2006; Xu et al. 2012).
Respirasi Tanah, Bahan Organik Tanah dan Mikrob Tanah
Pada Gambar 14 terlihat kadar C-organik tanah menurun dengan
meningkatnya kedalaman tanah (0-30 cm), rata-rata C-organik lokasi bera,
hortikultura, teh dan hutan masing-masing 2.31%, 1.93%, 5.81% dan 5.09%
volume. Penurunan respirasi tanah dan kandungan C-organik tanah dengan
meningkatnya kedalaman tanah mengikuti pola yang sama, ini menunjukkan
hubungan yang erat antara C-organik dengan respirasi tanah, namun pada
hortikultura C-organik yang sedikit tapi respirasinya tinggi ini diduga karena
perbedaan jenis bahan organik dan tambahan bahan organik dari pupuk kandang,
rata-rata respirasi pada kedalaman 0-30 cm lokasi bera, hortikultura, teh dan
hutan masing-masing 27.52 mg dm-3 hari-1, 33.70 mg dm-3 hari-1, 35.55 mg dm-3
hari-1 dan 37.97 mg dm-3 hari-1. Semua lokasi pengamatan menunjukkan korelasi
positif antara C-organik dengan respirasi tanah.
Gambar 14. Respirasi tanah dan C-organik tanah berdasarkan kedalaman lapisan
tanah pada penggunaan lahan plot bera, hortikultura, teh dan hutan.
21
Mikroorganisme yang ada di tanah berperan penting dalam proses
dekomposisi bahan organik atau pendaur ulang unsur hara di dalam tanah, salah
satunya adalah karbon. Bakteri dan fungi adalah dua dari mikrob yang berperan di
dalam tanah baik dalam dekomposisi bahan organik maupun perannya terhadap
pertumbuhan tanaman. Fungi aktif pada tahap pertama proses dekomposisi bahan
organik, berperanan penting dalam agregasi tanah.
Carbon organik dan respirasi tanah rata-rata menurun dengan meningkatnya
kedalaman tanah, hal ini menunjukkan fluks CO2 lebih banyak berasal dari
dekomposisi bahan organik lapisan atas (0-20 cm). Pola ini sama dengan hasil
penelitian Dube et al. (2009) dan berlaku juga untuk tanah gambut (Djajakirana
2012). Menurunnya dekomposisi bahan organik ini karena semakin dalam tanah,
jumlah bahan organiknya semakin menurun dan susah untu